BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar...

23
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahasa sebagai sebuah sistem terdiri dari unsur-unsur atau komponen-komponen yang secara teratur tersusun menurut pola tertentu dan membentuk kesatuan (Chaer, 2007: 34). Setiap unsur atau komponen pembentuk bahasa saling berhubungan secara fungsional, sehingga terbentuklah tatanan yang sistematis dan sistemis. Bahasa bersifat sistematis karena tersusun menurut suatu pola beraturan dan tidak acak atau sembarangan (Chaer, 2007: 35). Sedangkan sistemis adalah bentuk system bahasa yang terdiri dari subsistem-subsistem yang tersusun secara linear dan dapat disegmentasikan menjadi struktur fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik (Chaer, 2007: 52 dan Suparno, 2002: 1) Kajian sintaksis sebagai sistem dan struktur bahasa memiliki peran penting dalam menghasilkan konstruksi-konstruksi tatabahasa bersama dengan morfologi. Sintaksis mengkaji kata dalam proses hubungannya dengan bentuk kata lain dan memiliki cakupan yang lebih luas dari pada morfologi itu sendiri (Mackey, 1986: 64 dan Verhaar, 2006: 161). Dalam hal ini sintaksis adalah satuan kebahasaan terbesar dalam tatabahasa yang mengkaji struktur frase, klausa, dan kalimat dan menganalisa konstruksi- konstruksinya dengan mengikutkan bentuk-bentuk bebas (Asrori, 2004: 25 dan Suparno, 2002: 101). 1

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66384/potongan/S2-2013...nachwiyah (kajian sintaksis Arab), dirasah sharfiyah (kajian morfologi Arab), dan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bahasa sebagai sebuah sistem terdiri dari unsur-unsur atau

komponen-komponen yang secara teratur tersusun menurut pola tertentu dan

membentuk kesatuan (Chaer, 2007: 34). Setiap unsur atau komponen

pembentuk bahasa saling berhubungan secara fungsional, sehingga

terbentuklah tatanan yang sistematis dan sistemis. Bahasa bersifat sistematis

karena tersusun menurut suatu pola beraturan dan tidak acak atau

sembarangan (Chaer, 2007: 35). Sedangkan sistemis adalah bentuk system

bahasa yang terdiri dari subsistem-subsistem yang tersusun secara linear dan

dapat disegmentasikan menjadi struktur fonologi, morfologi, sintaksis dan

semantik (Chaer, 2007: 52 dan Suparno, 2002: 1)

Kajian sintaksis sebagai sistem dan struktur bahasa memiliki peran

penting dalam menghasilkan konstruksi-konstruksi tatabahasa bersama

dengan morfologi. Sintaksis mengkaji kata dalam proses hubungannya

dengan bentuk kata lain dan memiliki cakupan yang lebih luas dari pada

morfologi itu sendiri (Mackey, 1986: 64 dan Verhaar, 2006: 161). Dalam

hal ini sintaksis adalah satuan kebahasaan terbesar dalam tatabahasa yang

mengkaji struktur frase, klausa, dan kalimat dan menganalisa konstruksi-

konstruksinya dengan mengikutkan bentuk-bentuk bebas (Asrori, 2004: 25

dan Suparno, 2002: 101).

1

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66384/potongan/S2-2013...nachwiyah (kajian sintaksis Arab), dirasah sharfiyah (kajian morfologi Arab), dan

2

Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam, merupakan mu’jizat yang

turun atas Nabi Muhammad SWA dengan menggunakan bahasa Arab.

Bahasa Arab fuscha merupaka bahasa yang memiliki kaedah peletakan kata

sesuai dengan keilmuan bahasa yang sudah diciptakan sejak zaman sahabat

Nabi Muhammad SAW, yang peletak dasar ilmu bahasa Arab adalah Abu

al-Aswad ad-Duali atas perintah dan anjuran Ali bin Abi Thalib. Dalam

kaitanya konstruksi kata sangat berpengaruh pada tatanan makna kalimat

tersebut, dalam bahasa Arab kaidah konstruksi kata sangat berperan penting

dalam keshahihan bahasa Arab tersebut. Ada beberapa ayat dari al-Qur’an

dan asalib ‘arobiyah yang tataletak kata beda dengan kaidah dalam sintaksis

yang sudah ada tetapi tidak lepas dari makna yang sebenarnya.

Bahasa Arab dengan segala kelebihan dan keistimewaannya telah

menjadi bagian terpenting dari sekian banyak bahasa-bahasa dunia. Bahasa

Arab juga memiliki peran nyata di era global, baik dalam aspek pendidikan,

aspek pekerjaan maupun aspek jurnalistik. Tidak dapat dipungkiri bahwa

bahasa Arab memiliki berbagai macam huruf vokal maupun konsonan yang

tidak dimilki oleh bahasa lain, bahasa Arab kaya akan kosakata dan makna

yang senantiasa menjadikannya mudah ber-derivasi (Isytiqaq), aprefiasi

(Nacht) dan arabisasi (Ta’rib) istilah-istilah asing, tentu hal ini memperkaya

khazanah kata dalam bahasa Arab (As-Sami’, 2006:354-355). Diantara

keistimewaan bahasa Arab adalah bahasa al-Qur’an yang senantisa dijamin

tidak akan pernah punah dan binasa. An-nacht (Aprefiasi) yaitu satu lafazh

yang masuk kepada pengertian yang tersusun dari dua kata atau sebuah

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66384/potongan/S2-2013...nachwiyah (kajian sintaksis Arab), dirasah sharfiyah (kajian morfologi Arab), dan

3

kalimat. Begitu juga sebuah kata kerja dalam bahasa Arab dapat

mengandung pengertian ada orang pertama (saya) atau orang kedua (kamu)

atau orang ketiga (dia) yang dinamakan dalam bahasa Arab dengan dhamir

mustatir (abstrak pronoun) (Ja’far, 1987:45-47).

Bahasa Arab juga merupakan bahasa syi’ir, karena merupakan

bahasa syi’ir maka unsur-unsur tatanan kata maupun kalimat tidak selalu

berurutan sesuai dengan kaidah yang belaku, melainkan tatanan kata

maupun kalimat sesuai dengan intonasi bait dalam syi’ir tersebut bukan

seperti kaidah-kaidah dalam ilmu nahwu yang sudah ditetapkan, maka dari

itu unsur-unsur kata maupun kalimat syi’ir terdahulu tidak pada tempatnya,

kadang berada di awal kadang berada di akhir tanpa berurutan (Dhoif, 1995:

246).

Para pengkaji bahasa Arab menuturkan bahwa bahasa Arab

memiliki berbagai macam dirasah (kajian) diantaranya adalah dirasah

nachwiyah (kajian sintaksis Arab), dirasah sharfiyah (kajian morfologi

Arab), dan dirasah balaghiyah (kajian semantik Arab). Bahkan, dirasah

nachwiyah bermula sejak zaman permulaan Islam dan telah dilakukan oleh

para tokoh abad tersebut, yaitu Ali bin Abi Thalib, Abu Aswad Ad-Dualy,

Nashr bin Ashim dan Abdurrahman bin Hurmuz (Rawway, 2003:35).

Dirasah nachwiyah memiliki berbagai macam pembahasan diantaranya

adalah pembahasan tentang jumlah (klausa). Jumlah sebagaimana

dikemukakan oleh nuchchat (para pakar nahwu Arab) adalah ujaran yang

terdiri dari dua kata atau lebih dan mempunyai makna tertentu (Barakat,

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66384/potongan/S2-2013...nachwiyah (kajian sintaksis Arab), dirasah sharfiyah (kajian morfologi Arab), dan

4

2007:13). Jumlah dapat terkonstruksi atas beberapa hal: Pertama, nomina

dan nomina. Contoh: ُم َح َّم ٌد َح ُم ْو ٌد (Muchammadun Rasūlun) ‘Muhammad

adalah seorang rasul’. Kedua, verba dan nomina. Contoh: ِإ ْو َح َح َح َح ِإ ْو ٌد (inthalaqa syarīfun) ‘telah pergi Syarif’. Ketiga, nomina dan frase verba.

Contoh: َح اِإ ُم َح ْو َح َح ِإ َح َح ِإ ِإ (Chātim akhlasha fī ‘amalihi) ‘Hatim telah

menyelesaikan pekerjaannya’. Jika dilihat secara seksama ketiga contoh di

atas, tampak bahwa jumlah terdiri dari dua unsur pokok. Pertama, unsur

mubtada’ (subjek atau unsur yang diberitakan). Kedua, unsur khabar

(predikat atau unsur pemberita).

Meskipun penjelasan mengenai konsep Taqdim dan Ta’khir ini

sudah banyak dilaukan oleh ulama’ lughah namun penulis masih perlu

menambahkan beberapa tulisan guna menyempurnakan tulisan-tulisan

maupun penelitian-penelitian sebelumnya.

Dari uraian diatas perlu untuk diteliti dan sangat menarik karena

konstruksi kalimat atau pola susunan dalam bahasa Arab sangat jauh beda

dengan konstruksi atau pola susunan dalam bahasa Indonesia, dan bahasa al-

Qur’an yang merupakan bahasa Arab yang banyak sekali kandungan

kaidah-kaidah sintaksis di dalamnya.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66384/potongan/S2-2013...nachwiyah (kajian sintaksis Arab), dirasah sharfiyah (kajian morfologi Arab), dan

5

1.2. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah yang sudah diuraikan diatas,

maka penulis membahas masalah yang berkaitan dengan at-Taqdim wa at-

Ta’khir tinjauan sintaksis yang terfokus pada:

1. Bagaimanakah Taqdim dan Ta’khir dalam kalimat bahasa Arab?

2. Bagaimanakah pola susunan Taqdim dan Ta’khir dalam Jumlah

Ismiyah (Klausa Nomina) dan Jumlah Fi’liyah (Klausa Verba)?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka

tujuan yang peneliti harapakan dalam penelitian at-Taqdim wa at-Ta’khir

dalam bahasa Arab adalah sebagaimana berikut:

1. Mendeskripsikan dan menjelaskan konsep Taqdim dan Ta’khir dalam

kalimat bahasa Arab.

2. Mendeskripsikan dan menjelaskan konsep pola susunan Taqdim dan

Ta’khir dalam Jumlah Ismiyah (Klausa Nomina) dan Jumlah Fi’liyah

(Klausa Verba)

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan untuk mengkaji sebuah konsep taqdim

dan ta’khir dalam bahasa Arab dan konsep sintaksis ini diharapkan mampu

memberikan manfaat dalam dua aspek utama, baik secara teoritis maupun

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66384/potongan/S2-2013...nachwiyah (kajian sintaksis Arab), dirasah sharfiyah (kajian morfologi Arab), dan

6

secara praktis. Manfaat secara teoritis mengacu kepada manfaat keilmuan

sedangkan manfaat secara praktis lebih mengarah kepada telaah fungsional.

Peneliti mengharapkan penelitian ini dapa bermanfaat bagi

pengetahuan dan pengembangan keilmuan yang terfokus pada linguistik

Arab.

A. Manfaat teoritis

Penelitian terhadap untuk mengetahui konsep at-Taqdim wa at-

Ta’khir dalam bahasa Arab, pola susunan, macamya dan sebab-sebabnya.

Konsep pola susunan tersebut dalam bahasa Arab dengan tinjauan

sintaksis diharapkan mampu memberikan paradigma baru dalam

memahami konsep konsep pola susunan dalam bahasa Arab terutama

dalam pola susunan jumlah ismiyyah dan jumlah fi’liyyah.

Selain itu diharapkan penelitian ini akan dapat memperkaya

khazanah teori-teori linguistik Arab yang sudah ada khususnya dalam

bidang sintaksis. Secara teoritis penelitian ini bertujuan untuk dapat

menjadi bahan kajian, terutama bagi penelitian-penelitian selanjutnya

dalam upaya pengembangan pengetahuan yang berhubungan dengan

linguistik Arab.

B. Manfaat praktis

Secara praktis fungsional hasil penelitian ini diharapkan mampu

memberikan informasi dan pemahaman baru dalam kajian sintaksis

bahasa Arab serta dalam proses pengajaran bahasa Arab terutama

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66384/potongan/S2-2013...nachwiyah (kajian sintaksis Arab), dirasah sharfiyah (kajian morfologi Arab), dan

7

pengajaran bahasa Arab bagi non-penutur Arab dalam mempelajari

sistem pola susunan kalimat dalam bahasa Arab.

1.5. Tinjauan Pustaka

Dalam suatu penelitian, telaah pustaka dihadirkan untuk

mengetahui sejauh mana objek penelitian yang akan diteliti sudah pernah

diteliti atau dibahas oleh peneliti lain. Tinjauan pustaka merupakan uraian-

uraian sistematis tentang hasilhasil penelitian yang didapatkan dari

penelitian-penelitian terdahulu yang memiliki hubungan dengan satuan

kebahasaan yang diteliti baik secara langsung ataupun tidak langsung

(Mahsun, 2007: 42). Hal ini dimaksudkan untuk memperdalam pengetahuan

mengenai masalah kebahasaan serta menegaskan kerangka teoritis yang

dijadikan landasan atau kerangka pikiran.

Di samping itu tinjauan pustaka juga merupakan upaya untuk

mempertajam konsep-konsep yang akan digunakan untuk mempermudah

hipotesa dan untuk menghindari terjadinya pengulangan penelitian terhadap

masalah kebahasaan (Mastoyo, 2007: 38).

Penelitian tentang taqdim dan ta’khir sudah sering dilakukan.

Hampir di setiap buku nachwu yang menjelaskan tentang jumlah ismiyyah

dan jumlah fi’liyah menjelaskan pula tentang pola susunan Ism, khabar,

fi’il, fa’il maupun maf’ul. Namun, sejauh ini buku Barakāt (2007) yang

berjudul an-Nachwul-‘Arabī memberikan penjelasan tentang pola susunan

pada jumlah ismiyyah dan fi’liyah yang dapat ditaqdimkan, meskipun

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66384/potongan/S2-2013...nachwiyah (kajian sintaksis Arab), dirasah sharfiyah (kajian morfologi Arab), dan

8

begitu, pembahasan yang telah dilakukan Barakāt ini tidak menutup pintu

adanya celah yang masih harus disempurnakan, misalnya dalam

pengumpulan unsur-unsur yang terdapat pada jumlah ismiyyah dan jumlah

fi‟liyyah menjadi satu komponen suatu jumlah bahasa Arab yang dapat

ditaqdimkan, selain itu ditinjau dari kacamata linguistik umum.

Ahmad Kasyk (2006) dengan gaya yang lain juga membahas

jumlah fi‟liyyah. Dalam pendahuluan bukunya, Min Qadhāyā al-Jumlah

al-Fi‟liyyah, Kasyk secara gamblang mempertanyakan kenapa jumlah hanya

terbatas pada dua klasifikasi, yaitu jumlah ismiyyah dan jumlah

fi‟liyyah. Kasyk juga menampilkan dan mengulas bagian-bagian yang

membentuk jumlah fi‟liyyah. Kasyk memulainya dengan menjelaskan

tentang fā‟il terlebih dahulu, baru kemudian fā‟il dan nā`ib fā‟il, disusul

maf‟ūl bih.

Khaironi (2007) dalam bukunya Audhachul-Manāhij juga

menerangkan tentang taqdim dan ta’khir atau pola susunan jumlah ismiyyah

dan jumlah fi’liyyah. Metode Khaironi ini dapat dikatakan sebagai metode

pembaharuan karena dalam pembahasan sangat sistematik dan

menggunakan skema-skema sehingga memudahkan pembaca dalam

mengklarifikasi suatu pembahasan. Khaironi dalam menjelaskan taqdim dan

ta’khir juga memasukkan dalam poin pola susunan jumlah seperti halnya

Barakāt, tetapi Khaironi lebih pada sistematis dan keringkasan pada

pembahasan dan tidak mengupasnya secara mendalam hanya menyebutkan

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66384/potongan/S2-2013...nachwiyah (kajian sintaksis Arab), dirasah sharfiyah (kajian morfologi Arab), dan

9

definisi, unsur pembentuk, syarat, dan klasifikasinya serta contoh

konkritnya secara singkat.

Hidayatulloh (2011) dalam Tesisnya dengan judul Konstruksi

Klausa Yang Diawali Verba (Al-Jumlah Al-Fi’liyyah) Dalam Bahasa Arab

dapat dijadikan tinjauan pustaka. Persamaan dengan penelitian kali ini

adalah dalam tesis tersebut disebutkan pola urutan fi’il, fai’l dan maf’ul bih,

Pembolehan mendahulukan Maf‟ūl Bih atas Fi‟il. Perbedaaannya adalah

belum terincikannya jenis-jenis hukum-hukum taqdim dalam pola susunan

unsur-unsur pembentuk jumlah ismiyyah maupun fi’liyyah, dalam tesis

tersebut hanya penjabaran secara umum.

Setiyadi (2011) dalam Tesisnya dengan judul Al-Chal (Adverbia

Circumstansial) dalam Bahasa Arab, dapat dijadikan tinjauan pustaka.

Persamaan dengan penelitian kali ini adalah dalam tesis tersebut disebutkan

macam-macam al-Chal (Adverbia) dan al-Mukammilat al-Manshubah

(Complement Accusative) serta pola susunannya secara umum.

Perbedaaannya adalah tidak diperinci pembagian hukum tentang pola

susunan taqdim pada al-Chal (Adverbia) dan al-Mukammilat al-Manshubah

(Complement Accusative).

Ma’ruf (2004) dalam Disertasinya yang berjudul Pola Urutan Kata

dalam Bahasa Arab, dijelaskan jenis-jenis kalimat dalam bahasa Arab dan

dijelaskan pula susunan kata yang terdapat pada kalimat tersebut sebagai

basic structure.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66384/potongan/S2-2013...nachwiyah (kajian sintaksis Arab), dirasah sharfiyah (kajian morfologi Arab), dan

10

Khodor (2009) dalam kitabnya yang berjudul at-Taqdim wa at-

Ta’khir fi bina’ al-jumlah ‘inda Sibawaeh dapat pula dijadikan tinjauan

pustaka, dalam kitab tersebut dipaparkan pembagian kalimat dalam bahasa

Arab serta pembagian hukum taqdim dalam sebuah kalimat.

Nahar (2008) dalam buku an-Nahwu at-Tathbīqī, menjelaskan

poin-poin penting mengenai mubtada’, khabar, fail dan al-maf’ūlāt dengan

uraian ringkas beserta dengan contoh-contoh yang kebanyakan diambil dari

ayat al-Qur’an.

Rājichī dalam At-Tathbīq an-Nachwī ini juga mempermudah

pembaca dengan mengulas i‟rāb kata demi kata setiap contoh yang ia

kemukakan. Jika Barakāt memilih untuk mengulasnya melalui catatan

kaki, ar-Rājichī mengulasnya langsung setelah contoh yang ia sebutkan.

Mushthafā al-Ghalāyaini (2010) dalam Jāmi’u`d-Durūs al-

‘Arabiyyah menyebutkan konsep marfu’at yang meliputi beberapa poin

diantaranya mubtada’, khabar dan fa’il, dalam kaitannya dengan konsep

marfu’at juga dipaparkan pula basic structure yang berada pada jumlah

tersebut.

El-Dahdah (2001) dalam A Dictionary Of Arabic Grammar In

Charts And Tables, juga menjabarkan mafā’īl (maf’ūlāt) melalui tabel-tabel

dan bagan. Di dalamnya dijelaskan mengenai pengertian dari maf’ūlāt

tersebut, beserta contoh dari masing-masing pembagian dan penjelasan

dari contoh tersebut.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66384/potongan/S2-2013...nachwiyah (kajian sintaksis Arab), dirasah sharfiyah (kajian morfologi Arab), dan

11

Dari paparan di atas pada dasarnya pembahasan pola susunan kata

dalam kalimat sudah banyak terbahas, melainkan pembahasan tersebut

masih tergolong pecahan dari subbab tertentu dalam pembahasan sintaksis

Arab, maka dalam tesis kali ini, peneliti secara mendetail akan

mengumpulkan unsur-unsur pola susunan taqdim kata dalam kalimat bahasa

Arab menjadi satu serta mengklarifikasi pembagian hukum-hukumnya dan

dengan pandangan linguistik umum.

1.6. Landasan Teori

Dalam kajian kebahasaan, teori adalah seperangkat hipotesis yang

digunakan untuk menjelaskan data bahasa, baik yang bersifat lahiriyah

seperti bunyi bahasa ataupun yang bersifat bathiniyah seperti makna

(Kridalaksana, 2001: 213).

Dalam bidang kebahasaan, teori adalah seperangkat hipotesis yang

digunakan untuk menjelaskan data bahasa, baik bersifat lahiriyah seperti

bunyi bahasa maupun yang bersifat batiniyah seperti makna (Kridalaksana,

2008:213). Teori memegang peranan terpenting dalam ilmu pengetahuan.

Mengingat obyek materialnya berupa naskah bahasa Arab sehingga teori

yang digunakan adalah teori linguistik Arab atau an-nadloriyah al-

lughawiyah. Dalam hal ini yang dimaksud adalah ilmu nahwu atau sintaksis,

oleh karenanya penelitian ini menggunakan teori sintaksis.

Sintaksis adalah ilmu yang menyelidiki hubungan antara kata yang

satu dengan kata yang lain, atau ilmu yang menyelidiki seluk-beluk frase,

yaitu suatu konstruksi sintaksis yang terdiri atas dua kata atau lebih (Manan,

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66384/potongan/S2-2013...nachwiyah (kajian sintaksis Arab), dirasah sharfiyah (kajian morfologi Arab), dan

12

1977:11). Ramlan (1981:1) menuturkan bahwa sintaksis adalah bagian atau

cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk wacana, kalimat,

klausa dan frase. Sedangkan Zahran (2009:232) mengatakan bahwa

sintaksis adalah ilmu yang mengkaji susunan kalimat, metode

pembentukannya serta hubungan antara kata yang satu dengan kata yang

lain. Sintaksis menurut Verhaar (2006:162) adalah cabang linguistik yang

menyangkut susunan kata-kata di dalam kalimat. Ada tiga cara untuk

menganalisis klausa secara sintaksis. Pertama ada fungsi-fungsi di dalam

klausa. Kedua ada peran-peran. Ketiga ada kategori-kategori.

Dalam ilmu linguistik, klausa didefinisikan sebagai satuan gramatik

berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari subjek dan

predikat dan berpotensi untuk menjadi kalimat (Kridalaksana, 1993: 124).

Definisi ini akan sangat cocok disepadankan dengan definisi jumlah dalam

bahasa Arab menurut al-Ghalāyaini (2010: 32), yaitu konstruksi yang terdiri

dari musnad ilaih (subjek) dan musnad (predikat).

Jika melihat strukturnya, jumlah atau klausa dalam bahasa Arab ini

terdiri dari dua macam, yaitu jumlah ismiyyah dan jumlah fi’liyyah. Jumlah

ismiyyah adalah jumlah yang diawali dengan mubtada’, sedangkan jumlah

fi’liyyah adalah jumlah yang diawali dengan fi’il (Barakāt, 2007,I: 13).

Jika diterjemahkan secara etimologi ke dalam bahasa Indonesia,

jumlah ismiyyah dapat disebut dengan klausa nominal dan jumlah fi’liyyah

dapat dikatakan sebagai klausa verbal.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66384/potongan/S2-2013...nachwiyah (kajian sintaksis Arab), dirasah sharfiyah (kajian morfologi Arab), dan

13

Meskipun begitu, terdapat perbedaan mencolok dalam definisi

klausa nominal dan klausa verbal antara bahasa Arab dan bahasa lainnya,

termasuk bahasa Indonesia. Hal itu karena menurut teori linguistik umum,

klausa nominal adalah klausa yang predikatnya nomina dan klausa verbal

adalah klausa yang predikatnya verba (Kridalaksana, 1993: 125).

Ketidaksamaan persepsi dalam mendefinisikan klausa verbal dan klausa

nominal ini lebih disebabkan perbedaan sudut pandang, yaitu definisi versi

bahasa Arab melihat strukturnya, sementara definisi versi linguistik umum

memandang unsur predikatnya.

Di sisi lain, sebenarnya ada juga teori linguistik umum yang

menjelaskan adanya klausa yang diawali dengan verba. Selain bahasa Arab,

rupanya terdapat beberapa bahasa lain yang memiliki urutan predikat-subjek

dan subjek-predikat sekaligus. Perbedaan di antara subjek di depan (subjek

praverbal) dan subjek di belakang (subjek posverbal) umumnya adalah

pragmatis. Ambil contoh dalam bahasa Melayu Kuno, subjek posverbal

lebih sering ditemukan, tetapi pada masa kini urutan subjek praverbal lebih

biasa (Verhaar, 2008: 271).

Adapun dalam bahasa Indonesia, pada umumnya urutan fungsi

kalimat atau klausa adalah subjek-predikat-(objek)-(pelengkap) dengan

ketentuan bahwa yang ada dalam kurung merupakan unsur manasuka.

Namun, sesungguhnya ada pula kalimat atau klausa bahasa Indonesia yang

urutan fungsinya adalah predikat-subjek; disebut kalimat inversi. Kalimat

inversi dalam bahasa Indonesia ini mirip sekali dengan jumlah fi’liyyah

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66384/potongan/S2-2013...nachwiyah (kajian sintaksis Arab), dirasah sharfiyah (kajian morfologi Arab), dan

14

dalam bahasa Arab. Hanya saja, kalimat inversi dalam bahasa Indonesia ini

mensyaratkan bahwa subjeknya harus takdefinit (nakirah, tidak boleh

ma’rifah). Contohnya adalah kalimat sebagai berikut.

a. Ada tamu.

b. Ada seorang tamu.

Kedua kalimat ini menunjukkan bahwa predikat ada mendahului

subjeknya, yaitu tamu dan seorang tamu. Hal ini diperbolehkan karena

memang subjeknya takdefinit. Adapun jika subjeknya definit, predikat tidak

dapat mendahuluinya; dengan demikian tidak bisa dijadikan sebuah kalimat

inversi. Ambil contoh berikut ini.

a. Ada tamu itu.

b. Ada tamu tersebut.

Kedua kalimat ini tidak dapat berterima karena subjeknya definit

(Alwi, 2003: 364).

Sementara itu, dalam bahasa Arab, tidak ada istilah pragmatis

untuk urutan fungsi subjek-predikat ataupun predikat-subjek. Hal itu karena

keduanya sama-sama dapat dan sering digunakan, baik masa klasik maupun

masa sekarang. Perbedaan semantislah yang membuat penutur memilih

struktur urutan subjek-predikat (jumlah ismiyyah) ataukah urutan predikat-

subjek (jumlah fi’liyyah) (Barakāt, 2007,II: 4).

Demikian pula terdapat perbedaan mengenai persyaratan subjek

takdefinit dalam kalimat inversi. Dalam jumlah fi’liyyah yang mirip dengan

kalimat inverse itu, sama sekali tidak dipersyaratkan subjeknya harus definit,

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66384/potongan/S2-2013...nachwiyah (kajian sintaksis Arab), dirasah sharfiyah (kajian morfologi Arab), dan

15

justru dalam jumlah ismiyyah yang dipersyaratkan subjeknya harus definit.

Jadi, jelas bahwa kajian jumlah fi’liyyah dalam bahasa Arab memiliki

kekhasan tersendiri.

Melihat persoalan yang akan diangkat dalam penelitian ini

berkaitan dengan usaha klarifikasi konsep at-Taqdim wa at-Ta’khir dalam

bahasa Arab dengan tinjauan sintaksis, maka landasan teoritis dalam

pemecahan masalah ini berkaitan dengan teori tentang al-Jumlah al-

Ismiyah, al-Jumlah al-Fi’liyah, al-mubtada’, al-khabar, al-fi’l, al-fa’il, dan

al-Maf’ulat.

1.7. Metode Penelitian

Metode dalam sebuah penelitian memiliki peran yang sangat

penting sebagai cara bertindak yang sesuai dengan sistem dan aturan

tertentu. Metode merupakan suatu cara untuk mengambil, menganalisis,

mengidentifikasi variable (Arikunto, 2002: 126).

Dari pengertian metode di atas dapat disimpulkan bahwasanya

metode yang digunakan dalam penelitian bahasa adalah cara kerja yang

digunakan untuk memahami dan menjelaskan fenomena objek ilmu bahasa

atau cara mendekati, mengamati, menganalisa, dan menjelaskan masalah

dalam objek ilmu bahasa (Kridalaksana, 2001: 106; Mastoyo, 2007: 2).

Metode yang penulis gunakan dalam penelitian Taqdim dan Ta’khir dalam

bahasa Arab, adalah metode studi pustaka. Pada bagian kali ini meliputi

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66384/potongan/S2-2013...nachwiyah (kajian sintaksis Arab), dirasah sharfiyah (kajian morfologi Arab), dan

16

literatur, analisis, dan penyajian data. Rujukan literatur yang ada kemudian

dituangkan dalam pokok persoalan atau permasalahan yang diajukan.

Mengingat bahwa ilmu bahasa berobjekkan bahasa dan

penjelasannya juga menggunakan bahasa, peneliti perlu berhati-hati dalam

memilih dan menggunakan metode penelitian (Mastoyo, 2007: vii). Metode

adalah cara mendekati, mengamati, menganalisa, dan menjelaskan

fenomena (Kridalaksana, 1983: 106).

Metode penelitian bahasa adalah cara kerja untuk memahami objek

ilmu bahasa. Objek ilmu bahasa adalah bahasa itu sendiri. bahasa yang

dimaksud adalah bahasa keseharian biasa yang digunakan manusia yang

berkelompok-kelompok membentuk berbagai masyarakat penutur yang ada

tersebar diseluruh dunia (Sudaryanto, 1995:1).

Data-data penelitian yang berwujud contoh-contoh pola susunan

Taqdim dan Ta’khir Fungsi bahasa Arab dicatat secara teliti dan cermat.

Dari data itu kemudian dilakukan analisis data dengan membuat kesimpulan

umum yang merupakan sistem atau kaidah yang bersifat mengatur atau

gambaran dari sumber yang dijadikan objek penelitian. Penelitian ini

ditujukan untuk mencari ketentuan-ketentuan yang ada pada bahasa asing

sehingga lebih bersifat eksploratif. Ada tiga tahapan dalam sebuah

penelitian yaitu tahap penyediaan data, tahap analisis data, dan tahap

penyajian laporan hasil analisis data (Sudaryanto, 1993:5).

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66384/potongan/S2-2013...nachwiyah (kajian sintaksis Arab), dirasah sharfiyah (kajian morfologi Arab), dan

17

1.7.1. Tahap Penyedian data

Tahap penyediaan atau pengumpulan data ini merupakan tahapan

awal dan menjadi dasar bagi pelaksanaan tahapan analisis data. Tahapan

analisis data hanya dimungkinkan untuk dilakukan jika data yang akan

dianalisis sudah tersedia (Mahsun, 2006: 84-85)

Pada tahap ini akan digambarkan bagaimana data penelitian

diperoleh. Sebagai sebuah penelitian yang mengumpulkan sumbernya dari

buku-buku kepustakaan, maka jenis penelitian ini adalah studi literatur

atau kepustakaan. Metode yang digunakan dalam penyediaan data adalah

dengan metode simak, yaitu dengan menyimak pengguna bahasa dengan

teknik catat. Istilah menyimak disini meliputi bahasa lisan dan bahasa

tulisan (Mahsun, 2005: 92). Metode ini peneliti aplikasikan dengan

membaca dan memahami sumber-sumber data.

Pada tahap penyediaan data digunakan teknik pustaka. Teknik

pustaka adalah mempergunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh

data. Sumber-sumber tertulis itu dapat berwujud majalah, surat kabar,

karya sastra, buku bacaan umum, karya ilmiah, buku perundang-undangan

(Subroto, 1992:42). Dalam penelitian ini data yang digunakan berupa

konstruksi Jumlah Ismiyah (Klausa Nomina) dan Jumlah Fi'liyah (Klausa

Verba) yang terdapat dalam literatur-literatur sebagaimana tersebut dalam

tinjauan pustaka. Langkah selanjutnya adalah mencatat data-data tersebut

dalam kartu data, kemudian dilanjutkan dengan klasifikasi data

(Sudaryanto, 1993:6).

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66384/potongan/S2-2013...nachwiyah (kajian sintaksis Arab), dirasah sharfiyah (kajian morfologi Arab), dan

18

Teknik terakhir dalam metode ini, peneliti menggunakan teknik

catat yang dalam aplikasinya dengan mencatat beberapa bentuk yang

relevan bagi penelitian dari penggunaan bahasa secara tertulis (Mahsun,

2005: 94). Penggunaan teknik catat dimaksudkan untuk mencatat hasil-

hasil penelitian dalam sintaksis Arab yang dituangkan dalam sebuah

tulisan atau teks terkait dengan Taqdim dan Ta’khir (Anastrofe) Fungsi

dalam bahasa Arab.

Adapun data kebahasaan diambil dari sumber-sumber pustaka

dengan dibatasi pada kepentingannya terhadap maksud dan tujuan

penelitian (Subroto, 1992: 52). Data yang diambil dalam penelitian ini

berupa satuan kebahasaan yang membentuk Jumlah Ismiyah (Klausa

Nomina) dan Jumlah Fi'liyah (Klausa Verba) .

Adapun sumber data yang digunakan merupakan karya-karya

linguistik yang membahas Taqdim dan Ta’khir (Anastrofe) fungsi dalam

bahasa Arab antara lain: A’n-Nahwu al-‘Arabī (Barakāt, 2007), Jāmi’ Al-

Durūs Al-Arabiyyah (al-Ghulāyaini, 2010), At-Taqdim wa At-Ta’khir fi

Bina’ al-Jumlah ‘inda Sibawaih (Khodor, 2009), Tajdid an-Nacwi (Dhoif,

1995), An-Nachwu Al-Asasi (‘Umar, 1994), An-Nachwu Al-‘Ashri

(Fayadh, 1995), Al-Qawā’idu Al-Asāsiyyah Lillughati Al-‘Arabiyyah (Al-

Hasyimi, 1354H), Miftachu Al-‘ulum (As-Sakaki, 1987)

1.7.2. Tahap Analisis Data

Tahap analisis data merupakan merupakan tahap yang paling penting

dalam sebuah penelitian. Tahap ini merupakan puncak dari sebuah yang

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66384/potongan/S2-2013...nachwiyah (kajian sintaksis Arab), dirasah sharfiyah (kajian morfologi Arab), dan

19

mengikat erat semua tahap yang ada dalam penelitian dan menentukan ada

tidaknya kaidah yang menjadi objek sasaran penelitian (Sudaryanto, 1993:

8). Analisa ini digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan

penelitian atau rumusan masalah penelitian (Chaer, 2007: 46).

Pada tahap kedua, data dianalisis dengan menggunakan metode

distribusional (distributional method) atau dalam bahasa Arab disebut

dengan at-tariqah at-tauzi’iyah (Sulaiman, 2002:136) atau metode agih

(Sudaryanto, 1993:15). Metode distribusional adalah metode yang

menganalisis satuan lingual tertentu berdasarkan perilaku atau tingkah laku

kebahasaan satuan itu dalam hubungannya dengan satuan lain (Subroto,

1992: 84). Dalam metode ini terdapat dua teknik, yaitu teknik dasar dan

teknik lanjutan. Teknik dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik bagi unsur langsung (BUL), dalam teknik bagi unsur langsung ini

dilakukan dengan cara membagi suatu konstruksi sintaksis tertentu

kedalam unsur-unsur langsung (Subroto, 1992:84). Kemudian teknik

lanjutan yang digunakan adalah teknik ganti (ath-thariqah at-tabdiliyah),

teknik balik (ath-thariqah al-ihlaliyah) dan teknik perluasan (ath-thariqah

at-tausi’iyah) (Sulaiman, 2002:148).

Teknik penggantian dilakukan dengan menggantikan satuan

lingual atau unsur tertentu dari konstruksi sintaksis. Adapun tujuan teknik

ini adalah untuk mengetahui kadar kesamaan kelas atau kategori satuan

kebahasaan yang terganti dengan satuan kebahasaan penggantinya.

Adapun teknik balik yang dimaksud adalah kemungkinannya unsur-unsur

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66384/potongan/S2-2013...nachwiyah (kajian sintaksis Arab), dirasah sharfiyah (kajian morfologi Arab), dan

20

(langsung) dari sebuah satuan atau konstruksi sintaksis dibalikkan

urutannya. Teknik ini dapat dipakai untuk menguji tingkat keketatan relasi

antar unsur suatu konstruksi atau satuan lingual tertentu. Barangkali suatu

konstruksi tertentu memperlihatkan urutan antara unsur-unsur langsungnya

secara tertentu atau tidak dapat dibalikkan. Teknik ini juga penting dalam

rangka mengetahui apakah urutan merupakan kaidah yang bersifat wajib

dalam suatu bahasa atau tidak, atau dengan kata lain apakah urutan itu

merupakan tata bahasa dari sebuah bahasa atau tidak (Subroto, 1992:80).

Dalam tenik ini, mubtada’, khabar, fi’l, fa’il, dan maf’ul bih.yang

berfungsi sebagai konstituen pengisi suatu fungsi dalam kalimat dibalik

letaknya dalam susunan kalimat, baik itu ditaqdimkan ataupun

dita’khirkan. Apabila pembalikan salah satu fungsi tersebut

mengakibatkan konstruksi kalimat tidak gramatikal, dalam hal ini

mengubah atau membuat ketidak-sempurnaan kalimat, maka tingkat

keketatan kalimat tersebut tinggi. Namun, apabila konstruksi kalimat

tersebut tetap gramatikal dan dapat membentuk fungsi baru maka tingkat

keketatan kalimat tersebut rendah.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66384/potongan/S2-2013...nachwiyah (kajian sintaksis Arab), dirasah sharfiyah (kajian morfologi Arab), dan

21

1.7.3. Tahap Penyajian Hasil Analisis Data

Pada tahap penyajian hasil analisis data merupakan upaya untuk

menampilkan wujud laporan tertulis apa-apa yang telah dihasilkan dari

kerja analisis, khususnya kaidah (Sudaryanto, 1993:7). Penyajian data

hasil analisi data merupakan tahap akhir dari rangkaian penelitian yang

berupa hasil penelitian data yang berupa kaedah-kaedah hasil proses

induksi. Pada dasarnya penyajian data hasil analisis diusahakan dapat

memenuhi prinsip-prinsip penyajian data yang meliputi tiga aspek yaitu:

descriptive adequacy (kepadaan deskripsi) yang berupa upaya deskripsi dan

gambaran semua rincian permasalahan penelitian, explanatory adequacy

(kepadaan penjelasan) sebagai bentuk bukti bahwasannya penelitian dapat

menjelaskan semua permasalahan, exhaustic adequacy (kepadaan ketuntasan)

yang menunjukkan analisis data yang komprehensif dalam mengkaji dan

menyajikan data dengan teliti (Hadi, 2003: 76).

Hasil analisis ini diusahakan memenuhi tiga prinsip yaitu

ketercukupan penjelasan, ketercukupan deskriptif dan ketuntasan.

Ketercukupan penjelasan yaitu penelitian dapat menjelaskan semua

permasalahan. Ketercukupan deskriptif adalah penyajian dapat

mendeskripsikan semua rincian permasalahan dalam penelitian.

Sedangkan ketuntasan adalah analisis dapat dilakukan secara tuntas dan

komprehensif sehingga semua permasalahan dapat dikaji dan disajikan

dengan teliti.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66384/potongan/S2-2013...nachwiyah (kajian sintaksis Arab), dirasah sharfiyah (kajian morfologi Arab), dan

22

1.8. Sistematika Penulisan

Penelitian ini dimulai dari Bab I, yaitu pendahuluan yang meliputi

latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan

sistematika penulisan

Pada Bab II, penulis memberikan penjelasan tentang Konsep

Taqdim dan Ta’khir yang meliputi Batasan Taqdim, Penguat dan dalil

Taqdim, serta Keistimewaan Taqdim dan Ta’khir.

Pada Bab III, penulis memberikan penjelasan tentang konsep

Taqdim dan Ta’khir dalam Jumlah Ismiyah (Klausa Nomina) meliputi

Konsep Wajib Taqdim (mendahulukan) Khabar, dan Konsep Jawaz Taqdim

(boleh mendahulukan) Khabar.

Pada Bab IV, penulis memberikan penjelasan tentang Konsep

Taqdim dan Ta’khir Jumlah Fi'liyah (Klausa Verba), dalam pembahasan

tersebut meliputi Batasan Jumlah Fi’liyah (Klausa Verba), Susunan dan

Unsur Kata Pembentuknya, serta Pola Urutan Fi’il, Fā’il, dan Maf’ūl Bih

dalam Jumlah Fi'liyah meliputi Pola Urutan Reguler, Kaidah Pola Urutan

Fi’il, Fā’il, dan Maf’ūl Bih, Wajib Mendahulukan Fā’il atas Maf’ūl Bih, Wajib

Mendahulukan Maf’ūl Bih atas Fā’il, Wajib Mendahulukan Fi’il atas Maf’ūl

Bih, Wajib Mendahulukan Maf’ūl Bih atas Fi’il, Jawaz Taqdim (Boleh

Mendahulukan) Maf’ūl Bih atas Fi’il,

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66384/potongan/S2-2013...nachwiyah (kajian sintaksis Arab), dirasah sharfiyah (kajian morfologi Arab), dan

23

Pada Bab V, sebagai bab terakhir penulis memberikan penutup

dalam bab ini mencakup kesimpulan dan saran-saran.