BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/54290/1/BAB I.pdf · banyak senjata sehingga...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/54290/1/BAB I.pdf · banyak senjata sehingga...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Terjadi pelanggaran hak asasi manusia atau biasa disebut dengan HAM pada
saat perang Irak tahun 2003 berlangsung. Amerika Serikat (AS) yang menjadi actor
utama dibalik runtuhnya rezim Saddam Hussein sebagai pemimpin Irak menandai
berakhirnya pemerintahan Irak yang ditaktor. Cara yang ditempuh Pemerintah AS
dibawah kepemimpinan Bush Junior dalam menguasai Irak tidak sepenuhnya
menggunakan kekuataan militer nasionalnya saja. Melainkan juga melibatkan Private
Military Companies (PMC) atau perusahaan keamanan swasta yang diberikan kontrak
langsung oleh Pemerintah AS.
Awalnya istilah yang digunakan bukanlah PMC melainkan Military Industrial
Complex (MIC) yang dipopulerkan oleh Eisenhower yaitu mantan Jenderal Angkatan
Darat bintang lima dan Presiden ke 34 AS. Fungsi dari MIC menurut Eisenhower
adalah untuk menjadi tempat pembuatan maupun penyedia senjata yang mana pada
saat itu sedang berlangsung Perang Dunia Kedua. Otomatis hal tersebut membutuhkan
banyak senjata sehingga memunculkan bisnis baru yaitu penyedia layanan senjata atau
MIC tersebut.
2
Kemudian pasca Perang Dingin berakhir muncul sebuah istilah baru untuk
menggambarkan perusahaan yang bergerak dibilang militer, yang mana tidak hanya
berfokus pada penyedia layanan senjata saja akan tetapi juga ikut terjun ke lapangan
untuk mendukung angkatan bersenjata suatu negara tanpa harus menjadi bagian dari
angkatan senjata itu sendiri. Perusahaan tersebut lah yang dikenal sebagai Private
Military Company.
Di dunia ini terdapat berbagai macam perusahaan penyediaan keamanan tidak
hanya berasal dari AS saja akan tetapi negara-negara besar lainnya seperti Rusia
maupun Inggris juga memilikinya. Rusia sebagai rival dari AS juga memiliki PMC
yang tak kalah hebat dari PMC asal AS. Terbukti PMC Rusia sering dikirim dalam
medan konflik terutama di kawasan Timur Tengah yang salah satunya di Suriah.
Berbeda dengan pemerintah AS dalam menanggapi penggunaan PMC, Pemerintah
Rusia lebih tertutup atau menyangkal penggunaan PMC dalam sebuah konflik. Di
Suriah, Rusia mengirimkan PMC yang bernama Wagner.1
Penggunaan PMC oleh Rusia terbukti setelah salah satu orang tua dari pasukan
PMC yang gugur dalam konflik Suriah yaitu Yevgeny Alikov ingin kematian anaknya
diakui oleh negara bahwa putra nya telah gugur membela negara.2 Yevgeny yang tewas
pada 2 September 2017 diberikan uang jaminan kematian sebesar lima juta rubel atau
Rp 1,2 miliar yang ditaruh secara diam-diam didapur rumah duka dan medali layaknya
1 Nina Nazarova & Ilya Barabanov, mengungkap Kisah Tentara Bayaran Rusia Yang Tewas Di
Suriah, BBC, diakses dalam https://www.bbc.com/indonesia/dunia-43136530 (22/09/2018, 11:23
WIB) 2 Ibid
3
seorang militer negara oleh Wagner perusahaan militer swasta yang memperkerjakan
nya.3
Kemudian terdapat PMC yang berasal dari Inggris yaitu Erinys International.
PMC asal Inggris ini telah memiliki cabang kantor dibeberapa negara di dunia seperti
di Dubai, UAE dan Afrika Selatan.4 Erinys International sendiri juga merupakan PMC
yang terlibat dalam sejarah perang Irak tahun 2003 tersebut. Tugas dari Erinys
International adalah memberikan pelatihan kepada 6.500 penjaga untuk mengamankan
sumur minyak dan instalasinya yang ada di Irak.5 Bahkan pelatihan yang dilakukan
ditambah menjadi 16.000 orang untuk lebih mengamankan sumur minyak pada saat
masa rekonstruksi pasca perang termasuk juga melakukan pengawasan di udara.6
Erinys International sendiri juga menjamin semua kegiatan yang mereka lakukan
adalah legal karena telah mendapatkan persetujuan langsung dari Pemerintah Irak dan
sesuai dengan Undang-Undang yang mengatur mengenai operasi yang dilakukan oleh
PMC.7
Pemerintah AS telah menggunakan PMC sejak tahun 1990 an untuk berbagai
misi dalam usaha nya mensukseskan politik luar negeri nya.8 Dimulai dari terlibat
3 Ibid 4 Sourcewatch, Erinys International Ltd, diakses dalam
https://www.sourcewatch.org/index.php/Erinys_International_Ltd. (22/09/2018,12:15 WIB) 5 Ibid 6 Ibid 7 Erinys Iraq.com, diakses dalam http://www.erinysiraq.com/ (22/09/2018,13:00 WIB) 8 Maleona Sarah, Srategi Lobbying dan Rebranding Blackwater Untuk Merespon Citra Negatif Pasca
Insiden di Irak Tahun 2004-2012, Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol 3, No 1, hal 364,
diakses dalam http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahi34d2076ca5full.pdf (22/09/2018,
14:05 WIB)
4
dalam konflik etnis di Bosnia dan Herzegovina di tahun 1990, Perang Teluk pada tahun
1991, dan konflik di Kosovo tahun 1999.9 Perang Irak tahun 2003 menjadi momentum
munculnya berbagai macam jasa penyedia keamanan swasta di AS. Pemerintahan Bush
Junior pada saat itu tidak segan untuk mengeluarkan dana besar untuk mengkontrak
para PMC tersebut. Bahkan kebijakan Bush ini masih berlanjut di era Pemerintahan
Obama meskipun penggunaan PMC secara bertahap dikurangi.
Bukan tanpa alasan mengapa kebijakan menerjunkan PMC di Irak masih
berlangsung. Karena orang-orang yang setuju dengan operasi pembebasan Irak di masa
pemerintahan Bush Junior masih menjabat di dalam kabinet Obama seperti Robert
Gates yang tetap sebagai Menteri Pertahanan AS.10 Bahkan Hillary Clinton yang
menjabat sebagai Senat di Era Pemerintahan Bush Junior dan Menteri Luar Negeri AS
di pemerintahan Obama, setuju akan operasi pembebasan Irak meskipun ia akhirnya
mengakui bahwa tindakannya tersebut adalah sebuah kesalahan karena mengakibatkan
konflik berkepanjangan dan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.11
Para Perusahaan PMC tersebut memegang peranan penting dalam masa perang
Irak tersebut baik dalam kondisi saat situasi memanas ataupun pada saat masa
rekonstruksi. Terdapat beberapa nama perusahaan PMC AS yang memiliki peran besar
di Irak yaitu Halliburton Company, Blackwater, Dyncorp, Triple Canopy dan CACI
9 Ibid 10 Obama Pertahankan Robert Gates, Kompas.com, diakses dalam
https://nasional.kompas.com/read/2008/12/01/21102496/obama.pertahankan.robert.gates (22/09/2018,
15:00 WIB) 11 Ike Agestu, Hillary Serang Balik Jeb Bush Soal Invansi Irak, CNN Indonesia, diakses dalam
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20150816122131-134-72468/hillary-serang-balik-jeb-
bush-soal-invasi-irak (22/09/2018,15:30 WIB)
5
INC. Kelima PMC tersebut bekerja sesuai dengan tugas ataupun misi yang telah
diberikan oleh Pemerintah AS.
Akan tetapi kinerja dari perusahaan-perusahaan PMC tersebut tidaklah
sepenuhnya baik bahkan banyak yang melakukan tindakan fatal. Para perusahaan PMC
tersebut bertugas layaknya kombatan nasional suatu negara yang mana apabila dilihat
dari hukum humaniter hal ini tidak dibenarkan. Karena PMC sejatinya merupakan
seorang sipil kecuali direkrut kedalam satuan angkatan bersenjata. Personil PMC dalam
melakukan pengawalan hanya boleh membawa senjata dengan kategori Personal
Defense Weapon atau PDW seperti Colt M4 dan H&K MP5.12 Itupun hanya boleh
digunakan untuk keadaan terdesak seperti terdapat ancaman dari luar.
Apa yang dimaksud dengan PMC AS bertugas layaknya kombatan disini adalah
bahwa PMC AS tersebut menggunakan senjatanya tanpa ada ancaman apapun
sebelumnya. Para PMC AS tersebut tidak peduli dengan status mereka yang hanya sipil
dan tidak boleh sembarangan untuk melepaskan tembakan atau melakukan kekerasan
terhadap sekitarnya, yang mana perusahaan-perusahaan PMC tersebut bahkan
bertindak lebih dari apa yang dilakukan kombatan dan lebih terlihat seperti tentara
bayaran. Meskipun perusahaan-perusahaan PMC tidak ingin disamakan dengan tentara
bayaran. Salah bukti kasus para perusahaan PMC AS melakukan kekerasan adalah
pembantaian yang dilakukan oleh pasukan Blackwater yang mana Blackwater
12 Porong Ronaldo Joseph Branco, Pemberian Sanksi Terhadap Tentara Bayaran Yang ikut Serta
Dalam Sengketa Bersenjaa di Tinjau Dari Hukum Humaniter Internasional, Lex Crimen, Vol, VI No,
6, hal. 42. https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexcrimen/article/view/16952
6
merupakan salah satu PMC besar di AS. Blackwater melakukan pembunuhan terhadap
17 warga sipil tak bersenjata di Baghdad, Irak.13 Pasukan Blackwater melakukan hal
itu hanya karena ingin membuka jalan bagi iring-irigan diplomat AS.14 Hal seperti itu
lah yang dimaksud dengan pelanggaran hak asasi manusia yang tidak dibenarkan dalam
hukum humaniter. Pelanggaran-pelanggaran HAM yang telah dilakukan oleh
perusahaan PMC AS pada saat masa Perang Irak telah menodai nilai demokrasi yang
disuarakan oleh AS.
Tidak hanya melanggar hukum humaniter yang berlaku, PMC AS juga praktis
menyalahi Standar Operasional Prosedur (SOP) dari Montreaux Document yaitu
dokumen yang berbicara mengenai hak dan kewajiban penyewa termasuk fungsi utama
dari PMC itu sendiri. Secara garis besar Montreux Document berbicara mengenai
bagaimana meminimalisir sedikit mungkin penggunaan kekerasan oleh PMC.
Sehingga dengan melibatkan tanggung jawab negara penyewa didalam Montreux
Document diharapkan mampu meredam agresivitas PMC di lapangan,
Melihat permasalahan diatas maka penulis ingin menggambarkan pelanggaran
HAM yang dilakukan oleh PMC AS di Irak berdasarkan aturan hukum humaniter.
Untuk itu penulis akan meninjau legalitas penggunaan PMC sesuai dengan SOP
ataupun regulasi yang berlaku tentang hak dan penggunaan PMC.
13 Denny Armandhanu, Tentara Blackwater Bersalah Bunuh Warga Irak, CNN, diakses dalam
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20141023103550-134-7583/tentara-blackwater-bersalah-
bunuh-warga-irak (23/09/2018, 15:00 WIB) 14 Ibid
7
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan dari penjabaran latar belakang yang ditulis diatas, maka penulis
merumuskan masalah sebagai berikut yaitu bagaimana bentuk pelanggaran hak-hak
asasi manusia yang dilakukan oleh perusahaan PMC AS dalam Perang Irak ?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari diadakannnya penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui keterlibatan PMC AS sebagai alat pencapaian politik luar negeri
2. Untuk mengetahui PMC dalam Pandangan Hukum Internasional
3. Untuk mengetahui bentuk pelanggaran hak asasi manusia apa saja yang telah
dilakukan oleh PMC AS.
1.3.2 Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan wawasan bagi para
akademisi yang mengkaji tentang politik pemerintahan AS yang pada tahun 2003
mengeluarkan kebijakan menginvansi Irak. Yang mana hingga sampai saat ini dampak
dari invansi tersebut masih banyak bila dikaji lebih dalam lagi terutama permasalahan
HAM yang begitu melekat bagi kehidupan pemerintah dan masyarakat Irak. Dan juga
mengetahui perusahaan PMC apa saja yang beroperasi di Irak.
b. Manfaat Praktis
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah penulis jelaskan diatas, maka
diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi pelanggaran HAM apa saja
8
yang telah dilakukan oleh PMC asal AS di Irak baik pada saat invansi maupun
sesudahnya.
1.4 Penelitian Terdahulu
Penelitian pertama yang dijadikan sebagai penelitian terdahulu oleh penulis
adalah jurnal yang berjudul “Diberlakukannya UN Guiding Principles on Business
& Human Right dan Keterkaitannya dengan Keberadaan Privatie Military
Securities Companies AS” karangan Putra Kurniawan.15 Isu yang akan dikaji adalah
menjelaskan bagaimana terdapat keterkaitan satu sama lain antara pemerintah AS
dengan perusahaan PMC. AS sangat membutuhkan PMC dalam mencapai kepentingan
nasionalnya terutama dalam menguasai Irak. AS juga akan melindungi PMC dari asas-
asas kemanusian yang dijunjung tinggi oleh PBB dengan cara mengatur PMC dalam
UU domestiknya tidak berdasarkan pada nilai HAM. Akan tetapi kepentingan nasional
menjadi suatu hal yang harus segera dicapai dan maka dari itu PMC mampu ikut serta
dalam invansi ke Irak pada tahun 2003. Sehingga langkah yang dilakukan PBB dalam
melihat fenomena seperti ini adalah dengan menerapkan UN Guiding Principles on
Business & Human Right yang memiliki fungsi utama untuk memberi penjelasan
bahwa PMC dapat menjadi entitas bisnis dengan tetap melihat dan menjujung nilai-
nilai HAM.
15 Putra Kurniawan, Diberlakukannya UN Guiding Principles on Business & Human Right dan
Keterkaitannya dengan Keberadaan Privatie Military Securities Companies AS, Jurnal Analisis
Hubungan Internasional, Vol , 4. No, 1, hal. 1703, diakses dalam http://journal.unair.ac.id/download-
fullpapers-jahi3d753c4210full.pdf (03/04/2018, 09:00 WIB)
9
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif yang menggunakan teknik
pengumpulan data berupa studi pustaka dengan menggunakan metode deskriptif
analisis. Hasil dari penelitian ini adalah mampu menggambarkan PMC sebagai bisnis
sesuai dengan UN Guiding Principles on Business & Human Right bukan mercenary.
Meskipun PBB harus lebih mengkaji lagi tentang Busineess & Human Right nya
tersebut karena PMC bukanlah bisnis yang umum. Perbedaan penelitian yang
dilakukan oleh Putra Kurniawan dan penulis adalah Putra Kurniawan focus kajian
pelanggaran HAMnya banyak membahas mengenai pelanggaran HAM yang dilakukan
oleh salah satu PMC saja dan banyak berbicara sisi ekonomi maka penulis mencoba
untuk menguraikan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh para PMC yang terjun
langsung di Irak tidak hanya Academi saja dan melihat HAM dari segi hukum
internasional.
Penelitian selanjutnya adalah skripsi milik Dwisyahrul Alam PM yang berjudul
“Status Hukum Perushaan Tentara Bayaran Dan Jasa Keamanan Serta Hak dan
Kewajiban Negara Pengguna Jasa Menurut Hukum Humaniter”. 16Penelitian ini
menggunakan teknik pengumpulan data melalui kepustakaan (Library Research) dan
data yang diperoleh dianalisis dan disajikan secara deskriptif kualitatif. isi kajian dari
skripsi ini adalah bahwa para PMC harus diberlakukan selaknya tawanan perang pada
16 Dwisyahrul Alam PM, Status Hukum Perushaan Tentara Bayaran Dan Jasa Keamanan Serta Hak
dan Kewajiban Negara Pengguna Jasa Menurut Hukum Humaniter, Universitas Hasanudin, iakses
dalam
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/16811/Skripsi%20Dwisyahrul%20Putra%20
Mungkar%202009%20Hukum%20Internasional.PDF?sequence=1 (04/04/2018, 19.00 WIB)
10
saat tertangkap menurut kajian hukum humaniter. Mereka berhak dilakukan secara
manusiawi dan Negara yang menggunakan jasa para PMC harus bertanggung jawab
apabila para PMC melakukan aksi kerusuhan dan tidak ada istilah kebal hukum.
Hasil dari penelitian ini adalah PMC apabila tertangkap tetap diberlakukan
layaknya tawanan perang dan PMC yang melanggar hukum humaniter juga menjadi
tanggung jawab negara penyewa. Perbedaan penelitian dengan penulis adalah penulis
tidak hanya menjelaskan pelanggaran HAM dari segi keterlibatan PMC sebagai
kombatan melainkan juga menjelaskan kekerasan-kekerasan yang dilakukan PMC
pada sipil di Irak.
Penelitian sebelumnya yang dijadikan sebagai peneliti terdahulu oleh penulis
adalah tulisan dari Farraz Abdu Zudma yang berjudul “Kebijakan Amerika Serikat
Dalam Mengirim PMC (Private Military Company) ke Irak pada tahun 2001”.17
Teknik penelitian dalam tulisan ini menggunakan teknik library research yang
menggunakan sumber-sumber berupa buku, jurnal atapun artikel ilmiah lainnya.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualititatif. Isi dari tulisan ilmiah ini
adalah bahwa AS mengirimkan pasukan PMC ke Irak dapat diartikan sebagai cara
untuk memenuhi kepentingan nasionalnya. Dimana AS ingin menguasai sumber daya
minyak di Irak dan menunjukkan eksistensinya di kawasan Timur Tengah. Perbedaan
tulisan ini dengan kajian dari penulis terletak dari fungsi dari PMC itu sendiri. Yang
17 Farraz Abdu Zudma, Kebijakan Amerika Serikat Dalam Mengirim PMC (Private Military Company)
ke Irak pada tahun 2001, Jom FISIP, Vol 4 No, 2, hal. 9, diakses dalam
https://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFSIP/article/viewFile/14443/13996 (04/04/2018, 19.30 WIB)
11
mana Farraz Abdu Zudma tidak menjelaskan secara spesifik PMC apa saja yang terlibat
dalam menyukseskan kepentingan nasional AS tersebut. Karena memang setiap PMC
yang dikirimkan ke AS memiliki fungsi yang berbeda-beda. Secara garis besar hasil
penelitian ini adalah invansi AS ke Irak didasarkan atas keinginan untuk menguasai
sumber daya minyak dan menjaga eksistensi di kawasan Timur Tengah.
Berikutnya ada penelitian milik Restu Rahmawati yang berjudul “Analisa
Politik Keberadaan PMC Academi dalam Konflik Amerika Serikat dan Iraq
Tahun 2004-2007”.18 Penelitian ini menggunakan teori konflik yaitu teori yang
menjelaskan situasi pertentangan atau percekcokan yang didasarkan atas perjuangan
untuk mendapatkan kekuasaan dan mengeksploitasi sumber daya alam negara yang
diserang tanpa memperhatikan segala bentuk norma ataupun nilai-nilai kemanusiaan.
Tulisan ini secara garis besar menjelaskan sepak terjang dari Academi atau Blackwater
dalam kasus invansi Irak. Pemilik dari Academi yaitu Eric Prince ditenggarai memiliki
hubungan yang erat dengan pemerintahan AS terlebih dirinya merupakan seorang
pendukung rezim konservatif Bush atau Parta Republik. Perbedaan penelitian dengan
penulis adalah penulis akan mencoba mengupas secara satu per satu perusahaan PMC
apa saja yang mendapatkan kontrak dari pemerintah AS untuk terjun ke Irak. Hasil
penelitian ini menjelaskan sepak terjang dari Academi atau Blackwater dalam kasus
18 Restu Rahmawati, Analisa Politik Keberadaan PMC Academi dalam Konflik Amerika Serikat dan
Iraq Tahun 2004-2007, Global Insight Journal, Vol 01, No. 02, hal. 179, diakses dalam
http://journal.uta45jakarta.ac.id/index.php/GIJ/article/download/937/640 (04/04/2018, 20.05 WIB)
12
invansi Irak. Yang mana ada keterkaitan antara pemilik Blackwater yaitu Eric Prince
terhadap pemerintah AS sehingga mampu mendapatkan kontrak pada saat Perang Irak.
Penelitian yang dijadikan sebagai sumber penelitian terdahulu oleh penulis
yang kelima adalah penelitian skripsi dari Sumargono yang berjudul “Irak setelah
Jatuhnya Rezim Saddam Hussein Tahun 2003-2005”.19 Skripsi ini menggunakan
metode penelitian deskriptif kualitatif dan menggunakan teknik analisis data historis.
Penelitian ini juga menggunakan teori konflik dan kekuasaan. Pada skripsi ini banyak
menjelaskan kebijakan-kebijakan dari AS dalam merekonstruksi Irak pasca Invansi
tahun 2003. Rekonstruksi baik dalam bidang ekonomi, politik maupun pemerintahan
yang mana semuanya mendapat kontrol dari pemerintah AS. intisari dari hasil
penelitian ini adalah perubahaan Irak yang drastic baik dari segi ekonomi maupun
politik dan juga konflik yang terjadi semakin banyak seperti perang saudara yang
terjadi antara pendukung Saddam dan yang kontra, Sunni dan Syiah maupun ekspansi
Suku Kurdi ke Irak. Perbedaan isi kajian dengan penulis dengan skripsi diatas adalah
bahwa penulis tidak menjelaskan konflik internal Irak secara detail.
Penelitian keenam yang dijadikan referensi bagi peneliti adalah penelitian
skripsi dari Achmad Muflichin yang berjudul “Penggunaan PMC (Private Millitary
Company) Dalam Invansi Amerika Serikat ke Irak Pada Tahun 2003)”.20
19 Sumargono, Irak setelah Jatuhnya Rezim Saddam Hussein Tahun 2003-2005, Universitas Sebelas
Maret Surakarta. Diakses dalam https://eprints.uns.ac.id/5968/1/188571111201110431.pdf
(05/04/2018, 15:00 WIB) 20 Achmad Muflichin, 2013, Penggunaan PMC (Private Military Company) Dalam Invansi Amerika
Serikat ke Irak Pada Tahun 2003, Skripsi, Malang: Jurusan Hubungan Internasional, Universitas
Muhammadiyah Malang, Hal. 24
13
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif untuk menganalisa dan
mencari penjelasan secara jelas dan konkret mengenai factor-faktor penggunaan PMC
di Irak dan dampak dari keterlibatan tentara bayaran, Serta politik luar negeri AS dalam
menggunakan PMC dalam invansi militer ke Irak. Perbedaan dengan kajian penulis
adalah penulis tidak menjelaskan hubungan PMC dan para politisi AS secara mendetail
melainkan focus kajian lebih kepada tindakan-tindakan yang dilakukan oleh PMC
tersebut dilapangan (Irak). Hasil Penlitian ini adalah adanya hubungan antara
Pemerintah AS dengan PMC sehingga keduanya saling bekerjasama dalam operasi
pembebasan Irak.
Penelitian ketujuh yang digunakan oleh penulis untuk dijadikan penelitian
selanjutnya adalah skripsi milik Delfian Efendi yang memiliki judul “Motivasi
Amerika Serikat Dalam Pengiriman ACADEMI LLC ke Irak 2011”.21 Focus
kajian dari penelitian beliau adalah kebijakan yang dilakukan oleh Obama untuk
kembali mengirim pasukan PMC ke Irak pada tahun 2011 yang sebelumnya sempat
ditarik keluar pada 2010. Alasan AS untuk kembali mengirimkan PMC karena untuk
menstabilkan kondisi di Irak yang banyak terjadi konflik internal. Blackwater kembali
PMC yang dipercaya meskipun namanya telah berganti menjadi Academi. Perbedaan
dengan penulis adalah peneliti sebelumnya lebih berfokus untuk melihat kebijakan atau
inward looking. Sedangkan penulis ingin melihat dari segi outward looking bagaimana
para PMC tersebut mampu menggantikan peran tentara regular AS sebagai kombatan
21 Delfian Effendi, 2013, Motivasi Amerika Serikat Dalam Pengiriman Pasukan Academi LLC ke Irak
2011, Skripsi, Malang: Jurusan Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Malang, Hal. 51.
14
meskipun mendapatkan berbagai kecaman dari masyarakat internasional. Hasil
penelitian ini adalah Obama mengirimkan pasukan PMC kembali karena tentara
regular AS banyak yang mengalami trauma berat dan juga merupakan langkah efisiensi
budget military
Tabel 1.1 Posisi Penelitian
NO Nama Judul Teori / Konsep &
Metodologi
Hasil Penelitian
Persamaan dan
Perbedaan
1 Putra
Kurniawan
Diberlakukannya
UN Guiding
Principles on
Business & Human
Right dan
Keterkaitannya
dengan
Keberadaan
Privatie Military
Securities
Companies AS
Teori / Konsep:
Konsep Human
Right
Metodologi:
Deskriptif
-Hasil penelitian :
Menggambarkan PMC
sebagai bisnis sesuai
dengan UN Guiding
Principles on Business
& Human Right bukan
merc. Perbedaan
dengan penelitian
penulis adalah bahwa
pelanggaran HAM yang
dilakukan oleh para
PMC yang terjun
langsung di Irak tidak
hanya Academi saja.
Sedangkan dari segi
persamaan keduanya
membahas mengenai
pelanggaran HAM di
Irak oleh pemerintah AS
dan PMC nya.
2 Dwisyahrul
Alam PM
Status Hukum
Perusahaan
Tentara Bayaran
Dan Jasa
Keamanan Serta
Hak dan
Kewajiban Negara
Teori / Konsep:
Teori Hukum
Internasional
(Humaniter)
Metodologi:
Deskriptif
Hasil penelitian dari
tulisan ini adalah bahwa
negara sebagai penyewa
PMC seharusnya
bertanggung jawab atas
segala kerusakan baik
disengaja ataupun tidak
15
Pengguna Jasa
Menurut Hukum
Humaniter.
oleh PMC yang mereka
pekerjakan. Kemudian
seharusnya dibentuk
peraturan yang tetap
mengenai PMC agar
segala tindakan bisa
dipertanggungjawabkan
di mata hukum
internasional.
Perbedaan penelitian
dengan penulis adalah
penulis tidak hanya
menjelaskan
pelanggaran HAM dari
segi keterlibatan PMC
sebagai kombatan
melainkan juga
menjelaskan kekerasan-
kekerasan yang
dilakukan PMC pada
sipil di Irak.Persamaan
penelitian keduannya
adalah melihat betapa
pentingnya pasukan
PMC dalam menjaga
hegemoni AS di Irak.
3 Farraz Abdu
Zudma
Kebijakan
Amerika Serikat
Dalam Mengirim
PMC (Private
Military Company)
ke Irak pada tahun
2001
Teori / Konsep:
Konsep National
Interest
Metodologi:
Deskriptif
kualitatif
Secara garis besar hasil
penelitian ini adalah
invansi AS ke Irak
didasarkan atas
keinginan untuk
menguasai sumber daya
minyak dan menjaga
eksistensi di kawasan
Timur Tengah.
Perbedaan dengan
kajian penulis adalah
penulis akan
menjelaskan lebih
dalam peran dari
masing-masing PMC
yang diterjunkan di Irak
16
karena fungsi mereka
yang sebenarnya
berbeda-beda.
Persamaannya penelitian keduanya
yaitu samasama melihat
minyak sebagai alasan
kuat AS menginvansi
Irak.
4 Restu
Rahmawati
Analisa Politik
Keberadaan PMC
Academi dalam
Konflik Amerika
Serikat dan Iraq
Tahun 2004-2007
Teori / Konsep:
Teori Ilmu Politik
Metodologi:
Deskriptif
kualitatif
Hasil penelitian ini
menjelaskan sepak
terjang dari Academi
atau Blackwater dalam
kasus invansi Irak.
Pemilik dari Academi
yaitu Eric Prince
ditenggarai memiliki
hubungan yang erat
dengan pemerintahan
AS. Perbedaan dari
penelitian penulis
adalah PMC apa saja
yang mendapatkan
kontrak dari pemerintah
AS untuk terjun ke Irak.
Sedangkan
Persamannya adalah
samasama membahas
profil dari Blackwater
5 Sumargono Irak setelah
Jatuhnya Rezim
Saddam Hussein
Tahun 2003-2005
Teori / Konsep:
Teori Foreign
Policy
Metodologi:
Deskriptif
kualitatif
Penelitian ini
menjelaskan kebijakan-
kebijakan dari AS
dalam merekonstruksi
Irak pasca Invansi tahun
2003. Rekonstruksi baik
dalam bidang ekonomi,
politik maupun
pemerintahan yang
mana semuanya
mendapat kontrol dari
pemerintah AS.
Perbedaanya dengan
17
penelitian penulis
adalah penulis
menjelaskan peran PMC
tidak menjelaskan
konflik Irak secara
detail
Persamaan melibatkan
PMC dalam segala
aktivitasi di Irak
18
6 Achmad
Muflichin
Penggunaan PMC
(Private Millitary
Company) Dalam
Invansi Amerika
Serikat ke Irak
Pada Tahun 2003)
Teori / Konsep:
Teori :
Decision Making
Theory
Konsep : Military
Industrial
Complex (MIC)
Konsep :
Private Military
Company (PMC)
Metodologi:
Deskriptif
Penelitian ini
menjelaskan kebijakan
luar negeri AS dalam
menggunakan PMC
yang mana banyak
dipengaruhi oleh politis
yang notabene
merupakan orang
penting dalam sebuah
PMC tersebut.
Perbedaannya penulis
tidak menjelaskan
hubungan PMC dan
para politisi AS secara
mendetail melainkan
focus kajian lebih
kepada tindakan-
tindakan yang dilakukan
oleh PMC tersebut
dilapangan (Irak).
Persamaannya penulis
melihat penggunaan
PMC sebagai bisnis
yang berkembang pesat
pasca Perang Dingin
19
7 Delfian
Efendi
Motivasi Amerika
Serikat Dalam
Pengiriman
ACADEMI LLC
ke Irak 2011
Teori / Konsep:
Teori Resolusi
Konflik
Metodologi:
Deskriptif
Hasil penelitian ini
adalah Obama
mengirimkan pasukan
PMC kembali karena
tentara regular AS
banyak yang mengalami
trauma berat dan juga
merupakan langkah
efisiensi budget
military.
Perbedaanya yaitu
apabila focus peneliti
terdahulu adalah
mengatasi konflik di
Irak dan perpolitikan di
Irak menggunakan
Peacekeeping,
Peacebuilding dan
Peacemaking dalam
menganalisa kasus yang
terjadi maka penulis
melihat keterlibat PMC
di Irak telah
mengabaikan nilai-nilai
HAM dalam
menyelesaikan tugas
atau misi yang
diberikan.
8 Bramantya
Surya
Pradana
Pelanggaran HAM
Oleh Private
Military
Companies (PMC)
Amerika Serikat
Dalam Perang Irak
Teori / Konsep:
- Konsep
Military
Industrial
Complex, -
Konsep Private
Military
Company,
Konsep Hak
Asasi Manusia
Metodologi:
Deskriptif
Argument dasar dari
penulis adalah bahwa
PMC telah melakuka
berbagai pelanggaran
HAM di Irak. ditinjau
dari Hukum
Internasional tentu apa
yang dilakukan oleh
PMC AS melanggar
hukum karena mereka
bekerja selaknya
kombatan. Dan Para
PMC AS juga
20
melakukan kekerasan
terhadap sipil Irak.
1.5 Teori Dan Konsep
1.5.1 Military Industry Complex
Istilah dari Military Industrial Complex (MIC) dipopulerkan oleh Eisenhower
pada perpisahannya digedung putih melalui pidatonya pada 17 Januari 1961.22 Secara
garis besar MIC merupakan konsep yang bertujuan untuk menjelaskan bagaimana
sains, teknologi dan masyarakat berinteraksi satu sama lain dalam sebuah wadah
institusi pertahanan sejak Perang Dunia II. MIC juga dapat diartikan sebagai
perusahaan professional yang memiliki pegawai baik berfokus pada bidang
administrasi maupun sektor produksi.
Atau dengan kata lain ciri khas dari perusahaan MIC yaitu pertama MIC adalah
sektor industry berteknologi tinggi yang beroperasi sesuai dengan aturan hukum.
Selayaknya pabrik yang ingin menjual barang dagangannya demi mencapai
keuntungan maka para MIC ini juga bersaing agar dapat memperoleh keuntungan bagi
perusahaan yang salah satunya selalu menawarkan fitur-fitur teknologi senjata terbaru
demi menunjang misi pengamanan yang nanti nya diberikan. Kedua MIC merupakan
22 Military Industrial Complex, Encyclopedia of Science, Technology, and Ethics, diakses dalam
https://www.gpisd.org/cms/lib01/TX01001872/Centricity/Domain/1156/Military-
Industrial_Complex%202.PDF (05/04/2018, 19.00).
21
perusahaan swasta yang bergerak dengan keuangannya sendiri tanpa ada subsidi dari
pemerintah.
Meskipun pemerintah suatu negara tidak memberikan subsidi akan tetapi
pemerintah berperan penting dalam menentukan lokasi pendirian MIC tersebut.
Misalnya kompleks kedirgantaraan di California selatan, kompleks pembuatan kapal
di pantai selatan Korea Selatan, dan kompleks penelitian militer terisolasi
Akademgorodok di Siberia.23 Pada lokasi tersebut tidak hanya terdapat lapangan
pekerjaan akan tetapi juga perumahan, perawatan kesehatan, dan sekolah bagi para
pekerja dan keluarga mereka.24 Sehingga pengelolaan yang professional maka tentu
akan menghasilkan sesuatu yang maksimal pula. Karena perlombaan senjata nyatanya
tidak berhenti sampai perang dingin. Apabila pada saat perang dingin hanya melibatkan
dua kekuatan besar yaitu AS dan Uni Soviet maka sekarang perlombaan senjata hampir
melibatkan negara-negara yang ada di seluruh dunia.
Selain Eisenhower, terdapat pengertian lainnya dalam menjelaskan konsep
MIC. Misalnya Daniel Guérin seorang penulis asal Prancis yang juga sosok yang
sangat menentang adanya kolonialisme dan fasisme mendefinisikan MIC sebagai suatu
koalisi kelompok-kelompok yang didalamnya memiliki kepentingan yang sama yaitu
mulai dari psikologis, moral, material untuk membangun sebuah persenjataan tingkat
23 Rachel N. Weber, Military-industrial complex, Encyclopædia Britannica, Inc, diakses dalam
https://www.britannica.com/topic/military-industrial-complex (06/04/2018, 16.30 WIB) 24 Ibid
22
tinggi sekaligus melindungi pasar kolonial.25 Dia menggambarkan adanya MIC seperti
sebuah “Segitiga” yang mana mulai dari pemerintah AS yang bergantung pada MIC
dengan mengeluarkan berbagai kebijakan yang mendukung adanya MIC.26 Kemudian
para MIC tersebut menciptakan industry yang nantinya juga mempengaruhi public
Amerika. Ketiga elemen tersebut nantinya akan menguatkan ekonomi global AS di
kancah internasional yang mana akan menciptakan interdependensi pada negara-
negara yang membutuhkan pasokan senjata dan inilah yang disebut pasar colonial.
Sedangkan Vijay Mehta seorang penulis dan aktivis global untuk perdamaian,
pembangunan dan hak asasi manusia menjelaskan konsep MIC sebagai kerjasama
antara pemerintah dengan korporasi yang memproduksi senjata-senjata yang
digunakan untuk perang.27 Pemerintah AS tidak hanya mengandalkan produksi senjata
dari institusi nasional mereka yang bergerak dalam bidang pembuatan senjata akan
tetapi juga melibatkan MIC demi menciptakan senjata-senjata dengan teknologi yang
luar biasa. Pada periode 1992, penjualan senjata AS mampu menembus angka 56,8 %
dalam pasar penjualan senjata global.28 Pencapain tersebut nyatanya tidak hanya
melibatkan Pemerintah AS saja melainkan terdapat keterlibatan kelompok-kelompok
MIC. Industry MIC seakan menjadi fenomena yang tak dapat dilepaskan dari
25 Shawn Powers, The Information Industrial Complex, Central European University, diakses dalam
https://www.ceu.edu/event/2014-12-10/information-industrial-complex (05/04/2018, 21.30 WIB). 26 Ibid 27 Ajie Mahar, Peran American Military Industrial Complex dalam Konflik Bersenjata di Timur
Tengah, Universitas Diponegoro, diakses dalam http://ic-
mes.org/jurnal/index.php/jurnalICMES/article/download/3/5/. (24/05/2019, 10:55 WIB) 28 Achmad Muflichin, 2013, Penggunaan PMC (Private Military Company) Dalam Invansi Amerika
Serikat ke Irak Pada Tahun 2003, Skripsi, Malang: Jurusan Hubungan Internasional, Universitas
Muhammadiyah Malang, Hal. 24
23
perkembangan revolusi industry. Dahulu permasalahan keamanan maupun senjata
hanya dikuasai oleh aparatur negara, akan tetapi sekarang MIC mampu memberikan
pelayanan tersebut.
Tabel 1.229
Dari data diatas yaitu pada tabel Near East atau bisa disebut juga dengan Middle
East, Pemerintah AS telah mengekspor senjata sebesar 19,962 juta USD pada rentang
waktu 2004-2007. Tentu nilai tersebut jauh lebih besar ketimbang rivalnya yaitu Rusia
dan China. Hal tersebut tidak terlepas dari kebijakan Pemerintah AS yang menerapkan
kebijakan War on Terrorism. Dimana pada tahun Pemerintah AS disibukkan dengan
invansi ke kawasan Timur Tengah seperti Afghanistan dan Irak. Khusus untuk Irak di
tahun tersebut, Pemerintah AS telah berhasil menggulingkan rezim Saddam Hussein
sehingga menguasai secara penuh negara tersebut. Sehingga banyak pasokan senjata
29 Ajie Mahar, Op.Cit hal 60
24
dari AS dikirim ke Irak baik untuk militer Irak maupun militer nasional AS itu sendiri
untuk mengamankan Irak dari serangan musuh seperti pemberontak.30
Perusahaan-perusahaan MIC AS seperti Boeing, Lockheed Martin Corp,
Northcorp Gruman Corp dan Raytheon mendapatkan keuntungan yang banyak dari
kebijakan War on Terrorism tersebut.31 Dimana awalnya hanya meraup keuntungan
500 juta dollar pertahunnya akan tetapi naik secara signifikan hingga 700 juta dollar
yang mana nilai tersebut pastinya akan terus bertambah melihat konflik di Timur
Tengah yang berjalan cukup lama.32Sehingga baik MIC maupun PMC akan terus
mendapatkan keuntungan dari konflik Timur Tengah khususnya disini adalah pada
masa Perang Irak. Baik MIC maupun PMC AS akan terus mendukung kesuksesan dari
kebijakan politik luar negeri Pemerintah AS itu sendiri.
1.5.2 Private Military Company
Long Peace yang sejatinya merupakan masa perdamaian sejak perang dingin
berakhir pada kenyatannya masih terdapat berbagai kekacauan diberbagai belahan
dunia. Kepentingan nasional sebuah negara selalu memungkinkan untuk menggunakan
kekerasan dalam usaha untuk mencapainya. Berangkat dari kekecauan diberbagai
dunia memunculkan bisnis yang mencoba untuk menyediakan layanan keamanan bagi
kedaulatan suatu negara.
30 Ibid 31 Ibid, hal 61 32 ibid
25
Terdapat asumsi bahwa Private Military Company (PMC) dan Military
Industrial Complex (MIC) merupakan perusahaan yang memiliki kesamaan dalam
pelayanan jasa yang mereka tawarkan namun hanya nama keduanya saja yang berbeda.
Akan tetapi faktanya keduanya memiliki pengertian dan pelayanan berbeda dalam
menawarkan jasanya seperti yang sudah dijelaskan pada bagian latar belakang. Istilah
MIC merupakan konsep yang populer pada saat Perang Dunia II, yang mana
Eisenhower dahulu mengatakan MIC hanya sebagai perusahaan yang bergerak
dibidang manufaktur pertahanan saja. Artinya bahwa para MIC hanya berfokus pada
pembuatan senjata atau tidak menerima jasa pengawalan atau bodyguard.
Sedangkan PMC merupakan istilah atau konsep yang populer pada saat Perang
Dingin. PMC juga dalam menawarkan pelayanannya bersedia untuk menjadi pengawal
keamanan di medan-medan perang. Dengan begitu PMC lebih aktif dalam menjalankan
misinya tidak seperti MIC yang berada dibalik layar peperangan atau hanya berfokus
pada penunjang infrastruktur alat-alat perang baik senjata maupun kendaraan-
kendaraan perang. Menurut Peter W. Singer, PMC merupakan penyedia layanan
pertahanan.33 Sedangkan Newell dan Sheehy mendefinisikan konsep PMC sebagai
sekelompok orang asing yang terlibat dalam konflik dalam usahanya untuk
memperoleh keuntungan pribadi.34
33 Peter W. Singer, Peter W. Singer on Child Soldiers Private Soldiers and Robot Soldiers, Theory
Talks, diakses dalam https://drive.google.com/file/d/0B3ybHmt7A6nhekpBckJncTdVeU0/view
(07/04/2018, 19:00 WIB) 34Nihat Dumlupinar, 2010, Regulation of Private Military Companies In Iraq, Tesis, California:Naval
PostGraduate School, Hal. 3, diakses dalam http://www.dtic.mil/dtic/tr/fulltext/u2/a518602.pdf
(07/04/2018, 18:34 WIB)
26
Pendapat lain diberikan oleh Goddard dalam menjelaskan konsep PMC yaiu
PMC adalah seseorang atau organisasi yang dibayar dengan bertugas selayaknya
militer tanpa memperhatikan cita-cita, moral atau komitmen hukum baik hukum
nasional maupun hukum internasional.35
Tidak terdapat definisi pasti mengenai PMC akan tetapi pengertian dari PMC
biasanya diklasifikasikan menjadi beberapa jenis yaitu :36
a) Private Military Companies (PMC)
b) Private Security Companies (PSC)
c) Private Military Firms (PMF)
d) Military Service Provider (MSP)
e) Security Contractors
Berbicara mengenai PMC tidak dapat dilepaskan dari peran Kolonel David
Stirling. Selain sebagai seorang militer dia merupakan seorang bangsawan skotlandia
atau biasa dikenal dengan istilah Laird. Sepak terjang dari David dalam dunia militer
tidak perlu diragukan lagi. David merupakan salah satu pendiri dari pasukan militer
terkuat di dunia yaitu SAS (Special Air Service).37 SAS merupakan tumpuan bagi
Kerajaan Inggris dalam memenangkan Perang Dunia kedua.
35 Ibid 36 Ibid 37 Pauli Poisuo, 10 Frightening Facts About Private Military Companies, Listverse, diakses dalam
https://listverse.com/2014/01/07/11-frightening-facts-about-private-military-companies/ (10/04/2018,
18:40 WIB)
27
Pasca berakhirnya Perang Dunia Kedua membuat David ingin beristirahat
dalam dunia militer dan memilih untuk pergi ke Afrika. Disana David menjadi lebih
religious dan mendirikan Capricorn Afrika yaitu merupakan komunitas untuk
mengkampanyekan harmoni ras atau menciptakan persatuan dan kesatuan di antara ras-
ras yang ada di Afrika.38 Akan tetapi sekali militer tetaplah militer. Dimana seorang
prajurit tidak akan pernah bisa untuk meninggalkan pemikiran dan tingkah lakunya
sebagai seorang militer karena doktrin-doktrin militer telah terpupuk dalam jiwa dan
raga mereka.
David kemudian mendirikan Watchguard International Ltd sebuah perusahaan
militer swasta yang diklaim oleh banyak pihak sebagai PMC pertama didunia yang
didirikan pad tahun 1960 an.39 Tugas dari Watchguard adalah untuk membantu melatih
unit keamanan untuk beberapa negara Arab dan Afrika. Melihat kesuksesan David
dalam melakukan bisnis PMC maka selanjutnya banyak PMC-PMC swasta
bermunculan diberbagai belahan dunia dengan kemampuan yang berbeda dan sama-
sama kuat dalam hal militer..
Perang dingin seakan menjadi momentum munculnya banyak perusahaan PMC
didunia. AS negara yang banyak menggunakan jasa PMC tersebut. Bukan tanpa alasan
karena pasukan yang besar dengan yang jumlahnya sampai 1,5 juta kemudian
dipangkas hingga setengahnya pasca Perang Dingin Berakhir.40 Dengan dipangkasnya
38 Ibid 39 Ibid 40 Achmad Muflichin, Op.Cit., hal 29
28
jumlah pasukan militernya tentu apabila tidak di imbangi dengan strategi yang matang
dari Pemerintah AS akan menciptakan permasalahan ekonomi di negaranya. Para
pensiunan militer tidak mendapatkan pekerjaan karena pengurangan pasukan tersebut.
Selain itu pemerintah AS tetap ingin ada inovasi dari bidang militernya untuk
mempertahankan eksistensiya sebagai negara Unipolar pasca berakhirnya Perang
Dingin. Oleh karena itu Pemerintah AS menyalurkan pensiunan militer tersebut agar
bekerja di perusahaan-perusahaan PMC yang mana secara tidak langsung menjadi
lapangan pekerjaan baru. Tidak hanya itu banyak mantan pensiunan militer AS
membuat perusahaan PMC nya sendiri tanpa bekerja di perusahaan PMC milik orang
lain. Misalnya Blackwater didirikan oleh Erick Prince yang notabene merupakan
mantan anggota SEAL AS.
Metode perekrutan yang dilakukan oleh para PMC tidak sebatas pada sumber
daya manusia diwilayahnya saja melainkan juga dari berbagai belahan dunia. Misalnya
PMC swasta asal AS yaitu Triple Canopy terkenal memperkerjakan tentara bayaran
asal Amerika Selatan.41
1.5.3 Hukum Humaniter dan Hak Asasi Manusia
a. Hukum Humaniter
Perang merupakan sesuatu yang ada sejak dahulu. Pertumpahan darah tidak
akan dapat terhindarkan dalam sebuah perang. Bahkan korban dari sebuah perang tidak
hanya seorang kombatan yang terlibat dalam perang tersebut melainkan kebanyakan
41 Ibid
29
juga menimpa warga sipil tak bersalah. Melihat fenomena tersebut maka muncul lah
International Humanitarian Law Applicable in Armed Conflict atau lebih dikenal
sebagai hukum humaniter yang istilah ini mulai dikenal tahun 1970 an.42 Hukum
humaniter merupakan bagian dari kajian hukum internasional yang mana secara garis
besar menjelaskan peraturan-peraturan yang diperbolehkan dalam berperang atau lebih
memperhatikan prinsip-prinsip kemanusian.43
Dalam menciptakan sebuah hukum humaniter harus didasarkan pada prinsip-
prinsip seperti berikut. Pertama military necessity principle yaitu dibenarkannya pihak
yang berkonflik untuk menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk menundukkan
lawan.44 Akan tetapi harus dilakukan dengan sesingkat-singkatnya dan korban yang
sedikit-dikitnya. Kedua yaitu Humanitary Principle yaitu dilarang untuk menggunakan
kekerasan yang dapat menimbulkan luka-luka yang berlebihan atau penderitaan yang
tidak perlu untuk menundukkan lawan.45 Misalnya musuh yang telah menjadi tawanan
perang harus diberlakukan secara manusiawi. Terakhir yaitu adalah Chivarly Principle
yaitu biasa disebut dengan prinsip ksatria yaitu dapat dianalogikan dari sifat kstaria
dimasa lampau yang mana sifat tersebut adalah berperang secara terhormat tidak
42 Wahyu Wagiman, Hukum Humaniter dan Hak Asasi Manusia, Lembaga Studi dan Advokasi
Masyarakat, diakses dalam
http://lama.elsam.or.id/downloads/1262841835_05._Hukum_Humaniter_dan_Hak_Asasi_Manusia.pdf
(25/09/2018, 19:00 WIB) 43 Ibid 44 Sri Rahayu Wilujeng, Hak Asasi Manusia: Tinjauan Dari Aspek Historis Dan Yuridis, hal, diakses
dalam https://media.neliti.com/media/publications/5018-ID-hak-asasi-manusia-tinjauan-dari-aspek-
historis-dan-yuridis.pdf (10/04/2018, 19:50 WIB) 45 Ibid
30
diperbolehkan melakukan cara-cara curang seperti menggunakan senjata pemusnah
massal.46
Perkembangan dari hukum humaniter yang banyak dikenal hingga sekarang ada
dua macam yaitu Konvensi Den Haag yang terdiri dari dua konferensi yaitu yang
pertama pada tahun 1899 dan kedua pada tahun 1907. Kemudian Konvensi Jenewa
yang terdiri dari empat perjanjian dan tiga protocol tambahan. Konvensi Den Haag
lebih berfokus pada penggunaan senjata perang sedangkan Konvensi jenewa lebih
berfokus pada perlindungan korban perang. Kedua hukum humaniter diatas akan
menjadi landasan bagi penulis untuk menggambarkan pelanggaran yang dilakukan oleh
PMC dalam kacamata hukum internasional.
Dalam Lampiran Konvensi Den Haag IV 1907 (Hague Regulations) misalnya,
dijelaskan bahwa salah satu isinya menyebutkan tentara harus menggunakan emblem
satuan militer yang dapat dilihat dari jauh. Akan tetapi Blackwater tidak menggunakan
seragam militer dan menggunakan identitas tersembunyi.47 Tidak menggunakan
identitas namun ikut berperang jelaslah melanggar hukum humaniter yang berlaku.
Kemudian penulis juga akan memasukkan Montreux Document yaitu dokumen
yang dibuat oleh Pemerintah Swiss dan The International Committee of the Red Cross
(ICRC) yang membahas mengenai perusahaan militer atau penyedia keamanan swasta
46 Ibid 47Agustinus Winardi, Kisah Para Tentara Bayaran di Irak, Intisari Online, diakses dalam
http://intisari.grid.id/read/03209997/kisah-para-tentara-bayaran-di-irak-gajinya-gede-tapi-jadi-sasaran-
favorit-pembom-bunuh-diri?page=all (28/09/2018, 07:00 WIB)
31
di zona perang.48 Montreux Document memang bukanlah bagian dari hukum humaniter
akan tetapi fungsi utama dibuatnya Montreux Document untuk lebih melengkapi
hukum humaniter dan hak asasi manusia dalam memandang tindakan PMC di medan
konflik. Montreux Document dibuat pada tanggal 17 September 2008 dan diratifikasi
oleh 17 negara termasuk AS.49 Isi dari Montreux Document juga tidak jauh beda
dengan hukum humaniter termasuk membedakkan status PMC. Dimana PMC dapat
dianggap kombatan apabila dimasukkan kedalam satuan komando militer negara dan
menggunakan identitas yang jelas seperti yang terdapat pada pasal 26 Montreux
Document.50 Penggunaan senjata api pun harus dibatas sesuai dengan pasal 43 yang
mana hanya digunakan sebagai alat perlindungan diri dan mendapatkan ijin dari yang
berwenang misalnya komando satuan militer negara penyewa.51
b. Hak Asasi Manusia
Kebebasan merupakan sesuatu hal yang harus didapatkan oleh setiap individu
yang berada pada sebuah negara yang menganut demokrasi. Kebebasan yang dimaksud
pun memiliki banyak arti. Maka dari itu prinsip-prinsip HAM telah mendapatkan
perhatian yang serius bagi seluruh negara didunia. Pada tanggal 10 Desember 1948
tercipta sebuah dokumen standarisasi pencapaian HAM yaitu Deklarasi Universal
48 ICRC, The Montreux Document on Private Military and Security Companies, diakses dalam https://www.icrc.org/en/publication/0996-montreux-document-private-military-and-security-companies (25/09/2018, 10:30 WIB ) 49 Ibid 50 Ibid 51 Ibid
32
HAM (DURHAM) yang dicetuskan oleh PBB.52 Isi pasal dari DURHAM yang
jumlahnya mencapai 30 pasal menjadi rujukan dari negara-negara didunia yang ingin
menciptakan peraturan ataupun Undang-undang yang mengatur tentang HAM bagi
warganya.53 Durham telah diterima oleh 48 negara pada tahun 1948 tersebut dengan
catatan beberapa negara tidak memberikan suaranya atau biasa disebut dengan abstain
yaitu meliputi Uni Soviet, Arab Saudi dan Afrika Selatan.54 Secara garis besar
pengertian HAM menurut Durham adalah hak kodrati yang dimiliki manusia secara
alami pemberian dari tuhan dan tidak dapat dipisahkan.55 Sehingga manusia berhak
mendapatkan kebebasan, kebahagian dan keselamatan pribadi.
Sedangkan pendapat lainnya seperti Thomas Jefferson mengatakan bahwa
kebebasan merupakan pemberian dari tuhan dan pemerintah memiliki kewajiban untuk
melindunginya.56 Miriam Budiarjo pun memiliki persamaan pengartian dalam
memahami HAM yaitu kebebasan merupakan hak yang telah dimiliki sejak lahir yang
mana nantinya setiap orang memiliki kesempatan berkembang sesuai dengan bakat dan
cita-citanya masing-masing.57
Durham sendiri pun menjadi tonggak berdirinya hukum internasional HAM
seperti :
a. Konvensi pencegahan genosida tahun 1948,
52 Komnas HAM, diakses dalam https://www.komnasham.go.id/files/1475231326-deklarasi-universal-
hak-asasi--$R48R63.pdf (25/09/2018, 19:45 WIB) 53 Ibid 54 Miriam Budiarjo, 2008, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hal 218 55 Sri Rahayu Wilujeng, Op.Cit hlm 2 56 Ibid 57 Ibid
33
b. Konvensi Internasional hak-hak sipil dan politik
c. Konvensi Internasional hak-hak ekonomi, sosial dan budaya
d. Konvensi Internasional menentang penyiksaan dan perlakuan atau
penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat
manusia.
e. Konvensi untuk menghapus segala bentuk diskriminasi rasial dan perempuan
f. Konvensi Internasional tentang hak-hak anak.58
Memandang sebuah pelanggaran HAM tidak dapat dilakukan melalui satu
sudut pandang hukum saja melainkan perlu melihat hukum-hukum lainnya. Terutama
sangat sulit untuk menentukan sebuah pelanggaran HAM yang berat. Menurut
Pengadilan Militer Internasional Nuremberg terdapat beberapa kategori mengenai
pelanggaran HAM berat yaitu pertama kejahatan terhadap perdamaian, kejahatan
perang, dan kejahatan terhadap kemanusiaan.59 Definisi dari kejahatan perang dan
kejahatan terhadap kemanusiaan hampir memiliki pengertian yang sama hanya pada
waktu saja yang berbeda. Dimana kejahatan perang dilakukan pada saat perang
sedangkan kejahatan terhadap kemanusiaan dapat dilakukan pada masa perang maupun
sesudahnya. Akan tetapi focus utama dari keduanya sama yaitu membahas mengenai
perbudakan, pembinasaan, pembunuhan, kekerasan secara tidak manusiawi kepada
58 Abdul hakim, Penerapan Hukum Internasional Dalam Kasus Pelanggaran Hak AsasI Manusia
Berat di Indonesia, Jurnal Hukum Internasional, Vol 1, No 4, hal. 756. Diakses dalam
https://media.neliti.com/media/publications/66229-ID-penerapan-hukum-internasional-dalam-kasu.pdf
(16/01/2019, 19.00 WIB) 59 Ibid
34
sipil, maupun memberlakukan tawanan perang dengan kejam dan bahkan sampai
membunuhnya.60 Pandangan terakhir mengenai hukum internasional hak asasi manusia
yaitu Statuta Roma mengatakan bahwa pelanggaran HAM berat meliputi kejahatan
genosida, kejahatan perang, kejahatan manusia dan kejahatan agresi.61
Melihat tiga titik sudut pandang hukum internasional HAM tersebut, penulis
menggaris bawahi bahwa kejahatan kemanusiaan merupakan pelanggaran HAM yang
cukup berat. Dalam konteks Perang Irak, PMC AS yang terjun langsung telah banyak
melakukan pelanggaran HAM yang tergolong berat. Seperti Blackwater telah terbukti
melakukan pembunuhan terhadap 17 warga sipil tak bersenjata di Baghdad, Irak.62
Pasukan Blackwater melakukan hal itu hanya karena ingin membuka jalan bagi iring-
irigan diplomat AS.63 Hal yang sama juga dilakukan oleh Dyncorp. Para pasukan
Dyncorp melakukan penembakan terhadap sopir taksi Irak yang mereka duga akan
melakukan hal yang tidak di inginkan terlebih pada saat itu sedang melakukan
pengawalan.64
Pelanggaran HAM berat lainnya yang termasuk dalam kategori kejahatan
kemanusiaan adalah PMC AS melakukan kekerasan terhadap tahanan Irak. Pada tahun
60 Ibid 61 Rome Statute of the International Criminal Court Article 5, diakses dalam https://www.icc-
cpi.int/nr/rdonlyres/ea9aeff7-5752-4f84-be94-0a655eb30e16/0/rome_statute_english.pdf (16/01/2019,
20.00 WIB) 62 Denny Armandhanu, Tentara Blackwater Bersalah Bunuh Warga Irak, CNN, diakses dalam
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20141023103550-134-7583/tentara-blackwater-bersalah-
bunuh-warga-irak (23/09/2018, 15:00 WIB) 63 Ibid 64 Magdalena, Tentara Bayaran AS kembali Bunuh Warga Sipil Irak, Era Muslim, diakses dalam
https://www.eramuslim.com/berita/dunia-islam/tentara-bayaran-as-kembali-bunuh-warga-sipil-
irak.htm#.W6wuyvYxXIU (25/09/2018. 21:30)
35
2004 beredar foto yang menampilkan kekerasan yang dialami oleh para tahanan Irak
di penjara Abu Ghraib Irak oleh PMC AS secara tidak manusiawi.65 Terdapat nama-
nama PMC AS yang terlibat dalam sebuah proses introgasi menggunakan kekerasan
seperti Engility Holdings dan CACI (California Analysis Center, Incorporated).66 Salah
satu mantan interrogator Abu Ghraib yang juga merupakan manta anggota salah satu
PMC AS yang tidak ingin disebutkan nama perusahaannya, Eric Fair mengatakan
bahwa kekerasan yang dilakukan benar-benar kejam mulai dari kekerasan secara fisik,
psikologis hingga pelecahan seksual.67
Terdapat metode penyiksaan yang menurut Fair sangat menyiksa para tahanan
yaitu Palestinian Chair.68 Metode ini dilakukan dengan cara para tahanan ditempatkan
pada posisi tubuh terlipat dengan sangat ketat sehingga tidak bisa bergerak sama sekali
pada saat di integorasi dan bahkan saat teman Fair mencoba ditempatkan pada
Palestinian Chair hanya mampu bertahan 1 menit.69
Pelanggaran HAM berat yang termasuk dalam kategori kejahatan kemanusian
ini juga sangat dilarang oleh hukum humaniter yang berlaku. Sesuai dengan Konvensi
Jenewa III mengenai perlindungan tawanan perang pasal 13 dikatakan bahwa tawanan
65 BBC Indonesia, AS Bayar Denda Pada Mantan Tahanan Abu Ghraib, diakses dalam
,https://www.bbc.com/indonesia/dunia/2013/01/130109_usfirmabughraib (08/10/2018, 15:00 WIB) 66 Ibid 67 Redaksi, Ini Penyesalan Interogator Penjara Abu Ghraib, Era Muslim, diakses dalam
https://www.eramuslim.com/berita/ini-penyesalan-interogator-penjara-abu-
ghraib.htm#.W7wpIvYxXIU (08/10/2018, 15:40 WIB) 68 Ibid 69 Ibid
36
harus dilakukan dengan perikemanusiaan.70 Tahanan perang yang mati ataupun
membahayakan kesehatannya dianggap kelalaian negara penahan dan dianggap
melakukan pelanggaran berat dalam konvensi ini. Para tahanan perang juga tidak boleh
dirusak jasmani nya dan dijadikan objek percobaan-percobaan kedokteran maupun
ilmiah untuk kepentingan penahan.71 Hal ini juga berarti melanggar ketentuan dari
Montreux Document pasal 22 yang mana PMC harus mematuhi hukum humaniter yang
berlaku dan juga wajib untuk tunduk terhadap hukum nasional dimana mereka
beroperasi.72
Hukum Humaniter dan HAM banyak dibahas dalam tulisan ini yang keduanya
saling berkaitan dalam penjelasan yang dijabarkan oleh penulis. Terdapat tiga aliran
yang dapat digunakan untuk menjelaskan keterkaitan keduanya Pertama adalah aliran
Integrationis yaitu menjelaskan fenomena ini dengan menyebut sistem hukum yang
satu berasal dari hukum lain atau dengan kata lain saling berkaitan.73 Sehingga
memunculkan kembali kemungkinan terbentuknya ikatan antara hukum humaniter dan
HAM. Pendapat pertama menyebut bahwa hak asasi manusia merupakan anak dari
hukum humaniter. Pendapat pertama ini berpendapat bahwa HAM merupakan
70 ICRC, The Geneva Convention of 12 August 1949, diakses dalam
https://www.icrc.org/eng/assets/files/publications/icrc-002-0173.pdf (08/10/2018, 18:00 WIB) 71 Ibid 72 ICRC, Op.Cit hlm 14 73 Iman Jauhari, Media Massa dan Hukum Humaniter Dalam Pandangan Islam, Jurnal Hukum, Vol,12,
No,2, hal 165, diakses dalam ejurnalunsam.id/index.php/jhsk/article/download/130/95/, (25/09/2018,
21:00)
37
pengembangan dari hukum humaniter yang lahir terlebih dahulu. Sedangkan pendapat
kedua kebalikannya yaitu HAM merupakan induk dari hukum humaniter.
Pandangan kedua adalah aliran separatis yaitu menjelaskan bahwa tidak ada
hubungan sama sekali antara hukum humaniter dengan HAM.74 Hal ini ditinjau mulai
dari obyeknya yang mana aliran separatis berpendapat bahwa hukum humaniter
mengatur hubungan negara dengan kesatuan atau entity sedangkan HAM diatur oleh
pemerintahan sebuah negara terhadap warganya. Kemudian ditinjau juga dari saat
berlakunya yang mana hukum humaniter berlaku pada saat perang sedangkan HAM
pada saat masa damai.
Terakhir adalah aliran komplementaris yaitu memiliki argument bahwa hukum
humaniter dan HAM merupakan sesuatu yang saling melengkapi.75 Misalnya Konvensi
Jenewa 1949 dan protocol-protokolnya yang menjunjung tinggi hak-hak dari individu
dan negara asal individu tersebut harus menjaminnya. Penulis juga memiliki
pandangan yang sama dengan aliran komplementaris bahwa keduanya baik hukum
humaniter dan HAM saling melengkapi satu sama lain entah siapa dahulu yang muncul.
1.6 Metode Penelitian
1.6.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menggunakan
metode pendekatan kualitatif. Penelitian ini berangkat dari kata “Bagaiamana”
untuk menjelaskan pelanggaran HAM yang terjadi di Irak oleh PMC AS.
74 Ibid 75 Ibid
38
1.6.2 Teknik Pengumpulan Data
Data yang disajikan dalam penulisan ini menggunakan teknik library
research dimana data yang didapat berasal dari sumber-sumber pustaka baik
buku, jurnal, media online, artikel ataupun sumber-sumber yang ada di internet.
1.6.3 Teknik Analisis Data
Teknik analisa data dalam tulisan ini adalah induktif. Kemudian data
yang digunakan untuk menunjang penelitian menggunakan data dari sumber
yang telah ada atau sekunder melalui hasil wawancara, catatan di lapangan dan
dokumentasi.76 Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data secara
kualitatif. Hal tersebut karena data yang diperoleh merupakan susunan kata-
kata bukan angka. Data-data tersebut kemudian dikelola untuk melihat
fenomena yang terjadi. Kemudian pada tahap akhir nantinya akan ditarik
sebuah kesimpulan dari analisis data kualitatif tersebut.
1.6.4 Ruang Lingkup
a. Batasan Waktu
Penelitian ini difokuskan pada pemerintahan Presiden Bush Junior
sampai dengan pemerintahan Presiden Obama yang sama-sama menggunakan
jasa PMC. Sebelum akhirnya PMC tersebut ditarik dan Perang Irak dinyatakan
berakhir ditahun 2011. Sehingga rentan waktu yang digunakan oleh peneliti
76 Prof. Dr. Sugiono, 2012, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Alfabeta.
39
dalam mengumpulkan data dan materi adalah mulai dari tahun 2003 sampai
dengan 2011 .
b. Batasan Materi
Materi berfokus pada Pelanggaran HAM yang dilakukan oleh PMC
pada saat perang Irak baik saat perang berlangsung maupun pada saat
rekonstruksi.
1.7 Argumen Dasar
Pada penelitian ini argumen dasar dari penulis adalah PMC AS yang bertugas
dalam Perang Irak bekerja secara ceroboh yang mana kecorobohannya tersebut
melukai dan bahkan sampai memmbunuh warga sipil Irak. PMC AS seperti
Blackwater, Dyncorp, Triple Canopy menggunakan senjata mereka tidak dalam
keadaan terancam oleh musuh disekitar. Begitu juga dengan perusahaan PMC CACI
Inc yang secara sadis melakukan kekerasan pada tahanan warga irak. Sehingga praktis
apa yang dilakukan oleh PMC AS diatas melanggar hukum internasional atau hukum
humaniter yang berlaku. Karena merampas HAM dengan tidak menjamin keamanan
warga sipil di waktu perang dan bahkan sampai membunuhnya merupakan salah satu
pelanggaran HAM berat menurut hukum humaniter. PMC AS tersebut juga otomatis
melanggar aturan mengenai non sipil yang bertugas di masa perang sesuai dengan
Konvensi Jenewa 1949 I tentang Perbaikan Keadaan Anggota Angkatan Perang yang
Luka dan Sakit di Medan Pertempuran Darat Pasal 13 (4). Dimana disitu dijelaskan
bahwa setiap pihak yang mendukung angkatan bersenjata atau militer seperti awak
pesawat terbang militer, wartawan, pemasok perbekalan dan logistik, belum tentu
40
menjadi anggota dari pihak militer tersebut kecuali mendapatkan otoritas dari pihak
yang berwenang. Sedangkan faktanya PMC tidak direkrut sebagai militer nasional AS
akan tetapi tindakannya dilapangan seakan menjadi seorang kombatan yang bebas
menembakkan senjata api nya.
1.8 Sistematika Penulisan
JUDUL PEMBAHASAN
BAB I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penelitian
1.4. Tinjauan Pustaka
1.4.1 Penelitian Terdahulu
1.5. Teori/Konsep
1.5.1 Konsep Military Industrial Complex
1.5.2 Konsep Private Military Company
1.5.3 Konsep Hukum Internasional dan Hak Asasi Manusia
1.6. Metode Penelitian
1.6.1 Jenis Penelitian
1.6.2 Teknik Pengumpulan Data
1.6.3 Teknik Analisa Data
1.6.4 Ruang Lingkup
1.7. Struktur Penulisan
BAB II Keterlibatan PMC AS di Irak yang Mendapatkan Kontrak
Dari Pemerintah AS
2.1. Halliburton Company
41
2.1.1. Profil dan Sejarah Terbentuknya Halliburton
2.1.2. Pengalaman Operasi Halliburton
2.1.3. Relasi Politik Halliburton Dibawah Kepemimpinan Dick
Cheney
2.2. Blackwater/Xe Service/Academi
2.2.1 Profil dan Sejarah Terbentuknya Blackwater
2.2.2 Pengalaman Operasi Blackwater
2.2.3. Relasi Politik Blackwater Dibawah Kepemimpinan
Erick Prince
2.3. Dyncorp
2.3.1 Profil dan Sejarah Terbentuknya Dyncorp
2.3.2 Pengalaman Operasi Dyncorp
2.3.3 Relasi Politik Dyncorp Dibawah Kepemimpinan Daniel
R.Bannister
2.4. Triple Canopy
2.4.1 Profil dan Sejarah Terbentuknya Triple Canopy
2.4.2 Pengalaman Operasi Triple Canopy
2.4.3. Relasi Politik Triple Canopy Dibawah Kepemimpinan
Thomas Katis dan Mattew Man
2.5. CACI Inc
2.5.1 Profil dan Sejarah Terbentuknya CACI Inc
2.5.2 Pengalaman Operasi CACI Inc
2.5.3 Relasi Politik CACI Inc Dibawah Kepemimpinan Jack
London
2.6. Kontrak & Pembagian Tugas PMC AS di Irak
BAB III Bentuk-Bentuk Pelanggaran HAM Oleh PMC AS di Irak
3.1 Kekerasan Blackwater Terhadap Warga Sipil Irak
42
3.2 Pembunuhan Sopir Taksi Oleh Dyncorp
3.3 Triple Canopy Menembak Dua kendaraan Sipil di Irak
3.4 Penyiksaan Tahanan oleh CACI Inc di Penjara Abu Ghraib
BAB IV Pandangan Hukum Internasional Terhadap PMC AS di Irak
4.1 Status Private Military Companies Amerika Serikat di Irak
Berdasarkan Pandangan Hukum Internasional
4.2 Pelanggaran HAM PMC AS di Irak Dalam Hukum
Internasional HAM
4.3 Pandangan Montreux Document Terhadap Pemerintah
Amerika Serikat dan Private Military Amerika Serikat Dalam
Perang Irak
BAB V Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran