BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar...

22
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki kawasan berhutan sebesar 96.490,8 juta ha atau 51,53% dari total luas daratannya (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2014). Luas daratan setengahnya didominasi oleh hutan tersebut menunjukkan bahwa sektor kehutanan memiliki peran penting terhadap pembangunan nasional (Simon, 2010). Namun, pembangunan seringkali tidak sejalan dengan kelestarian hutan dan lingkungan, khususnya ketika paradigma sustained yield management digunakan dalam pengelolaan hutan pada abad ke-19 (Schlapfer & Elliot, 2000). Kualitas hutan dan lingkungan yang semakin menurun membuat suatu paradigma baru pengelolaan hutan diperlukan. Kondisi tersebut melatarbelakangi diselenggarakannya konferensi the Earth Summit di Rio de Janeiro, Brazil, tahun 1992 (Schlaepfer & Elliot, 2000). Hasil dari konferensi ini adalah kesepakatan antar negara untuk menerapkan konsep sustainable forest management melalui berbagai kriteria dan indikator yang telah ditetapkan. Sejak itu, perkembangan paradigma pengelolaan hutan adalah menekankan pada aspek kelestarian hutan dan lingkungan. Degradasi hutan yang terjadi serta banyaknya lahan kritis memberikan berbagai macam efek buruk, sehingga diperlukan upaya rehabilitasi hutan dan lahan untuk menekan degradasi hutan dan memperbaiki lahan kritis tersebut (Brown, 1994). Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) bertujuan pulihnya

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/109985/potongan/S1-2017...Kualitas hutan dan lingkungan ... sehingga diperlukan upaya rehabilitasi hutan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia memiliki kawasan berhutan sebesar 96.490,8 juta ha atau

51,53% dari total luas daratannya (Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan, 2014). Luas daratan setengahnya didominasi oleh hutan tersebut

menunjukkan bahwa sektor kehutanan memiliki peran penting terhadap

pembangunan nasional (Simon, 2010). Namun, pembangunan seringkali tidak

sejalan dengan kelestarian hutan dan lingkungan, khususnya ketika paradigma

sustained yield management digunakan dalam pengelolaan hutan pada abad ke-19

(Schlapfer & Elliot, 2000). Kualitas hutan dan lingkungan yang semakin menurun

membuat suatu paradigma baru pengelolaan hutan diperlukan. Kondisi tersebut

melatarbelakangi diselenggarakannya konferensi the Earth Summit di Rio de

Janeiro, Brazil, tahun 1992 (Schlaepfer & Elliot, 2000). Hasil dari konferensi ini

adalah kesepakatan antar negara untuk menerapkan konsep sustainable forest

management melalui berbagai kriteria dan indikator yang telah ditetapkan. Sejak

itu, perkembangan paradigma pengelolaan hutan adalah menekankan pada aspek

kelestarian hutan dan lingkungan.

Degradasi hutan yang terjadi serta banyaknya lahan kritis memberikan

berbagai macam efek buruk, sehingga diperlukan upaya rehabilitasi hutan dan

lahan untuk menekan degradasi hutan dan memperbaiki lahan kritis tersebut

(Brown, 1994). Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) bertujuan pulihnya

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/109985/potongan/S1-2017...Kualitas hutan dan lingkungan ... sehingga diperlukan upaya rehabilitasi hutan

2

kondisi hutan dan lahan sehingga dapat berfungsi kembali secara normal dan

lestari sebagai sistem penyangga kehidupan. Menurut Peraturan Pemerintah No 76

Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, rehabilitasi hutan dan

lahan bertujuan untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi

hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan perananannya dalam

mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga (Anonim, 2008).

Rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) merupakan salah satu prioritas utama

pengelolaan hutan Indonesia saat ini dan di masa mendatang. Kompleksitas

kegiatan RHL di masa mendatang memerlukan kesiapan ilmu pengetahuan dan

teknologi dan ketersediaan sumberdaya manusia yang memadai (baik dalam

kualitas dan kuantitasnya).

Forda (Bogor, 03/04/2015), keberhasilan rehabilitasi hutan dan lahan

masih banyak menghadapi kendala karena terbatasnya pengetahuan dan informasi

mengenai kesesuaian tempat tumbuh bagi jenis-jenis yang dikembangkan.

Berdasarkan permasalahan tersebut, diperlukan strategi pemilihan jenis untuk

rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) agar keberhasilan RHL dapat dicapai sesuai

tipologi dan kondisi lapangan. Untuk itu diperlukan data dan informasi mengenai

persyaratan tempat tumbuh dan teknik silvikultur setiap jenis andalan setempat.

Karakteristik kegiatan yang kompleks mengakibatkan proses RHL perlu

dilakukan dengan cermat, sistematis, dan menyeluruh. Evaluasi RHL yang sudah

pernah dilaksanakan sampai saat ini masih terfokus pada pertanggungjawaban

kegiatan, hanya menggunakan ukuran persentase hidup tanaman, tinggi pohon,

dan tingkat kesehatan tanaman hasil RHL, yang belum cukup untuk mengevaluasi

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/109985/potongan/S1-2017...Kualitas hutan dan lingkungan ... sehingga diperlukan upaya rehabilitasi hutan

3

secara total tingkat keberhasilan RHL sebagai sebuah sistem. Untuk mengetahui

tingkat keberhasilan RHL sebagai sebuah sistem, maka diperlukan penelitian yang

lebih mendalam dan menyeluruh dengan kriteria dan indikator yang lebih

lengkap, mencakup seluruh sistem RHL.

Perum Perhutani merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang

diberi mandat oleh negara untuk mengelola sebagian besar hutan negara di Pulau

Jawa. Sebagai pengelola hutan di pulau jawa, Perhutani mempunyai tugas dan

peran yang besar dalam ikut serta meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan

rumah tangga, terutama masyarakat tinggal di sekitar hutan dalam berinteraksi

secara langsung dengan hutan dan sumber daya alam yang ada di dalamnya.

Kegiatan sistem strategi RHL sebagai salah satu komoditi kehutanan

merupakan salah satu solusi yang realistis dalam menghadapi tantangan

pengelolaan hutan saat ini. Luasan hutan tidak produktif yang terus bertambah

mengharuskan adanya upaya rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) untuk

memulihkan kondisi hutan sehingga tetap terjamin fungsinya. Dalam

pelaksanaanya kegiatan ini harus mampu mengintegrasikan antara aspek biofisik

dan aspek sosial. Kedua aspek tersebut merupakan kesatuan sistem yang harus

dipertimbangkan agar kegiatan pengelolaan hutan yang dilakukan mampu

mengakomodir kepentingan ekologi, kepentingan ekonomi, dan kepentingan

sosial budaya. Oleh karena itu, diperlukan strategi untuk dapat merumuskan

tindakan pengelolaan yang tepat dalam mendukung pemulihan fungsi kawasan

hutan di RPH Randukuning.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/109985/potongan/S1-2017...Kualitas hutan dan lingkungan ... sehingga diperlukan upaya rehabilitasi hutan

4

Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan strategi rehabilitasi dalam

mendukung kegiatan pengelolaan hutan dengan menggunakan analisis pendekatan

CASM. Analisis CASM merupakan suatu metode untuk perencanaan rehabilitasi

hutan dan lahan berbasis pendekatan sistem yang mampu mengintegrasikan antara

aspek biofisik dan aspek sosial sehingga dapat menjadi bahan acuan dalam

pengambilan keputusan. Oleh karena itu diperlukan strategi rehabilitasi yang tepat

untuk mengatasi berbagai jenis masalah dari segala aspek di hutan tanaman kayu

putih RPH Randukuning BKPH Jatipohon, KPH Purwodadi.

1.2.Rumusan Masalah

Permasalahan pengelolaan hutan yang terjadi di RPH Randukuning

merupakan suatu problema sistemik yang hanya dapat diselesaikan dengan

pendekatan sistem. Beberapa permasalahan akan dicoba untuk dijawab dalam

penelitian ini meliputi :

1. Apa saja aspek-aspek yang mempengaruhi keberhasilan rehabilitasi hutan

tanaman kayu putih di RPH Randukuning BKPH Jatipohon, KPH

Purwodadi ?

2. Bagaimana strategi kegiatan rehabilitasi yang tepat pada hutan tanaman

kayu putih dengan menggunakan analisis pendekatan CASM di RPH

Randukuning BKPH Jatipohon?

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/109985/potongan/S1-2017...Kualitas hutan dan lingkungan ... sehingga diperlukan upaya rehabilitasi hutan

5

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi berbagai aspek yang mempengaruhi keberhasilan

rehabilitasi hutan tanaman kayu putih di RPH Randukuning BKPH

Jatipohon KPH Purwodadi.

2. Merumuskan strategi rehabilitasi yang tepat untuk diterapkan pada hutan

tanaman kayu putih di RPH Randukuning BKPH Jatipohon KPH

Purwodadi dengan menggunakan pendekatan analisis CASM.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi terkait dengan pengelolaan hutan di RPH

Randukuning KPH Purwodadi.

2. Memberikan alternatif strategi RHL berbasis pendekatan sistem.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/109985/potongan/S1-2017...Kualitas hutan dan lingkungan ... sehingga diperlukan upaya rehabilitasi hutan

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Hutan

Hutan mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan, yaitu

berupa manfaat langsung yang dirasakan dan manfaat yang tidak langsung.

Manfaat hutan tersebut dapat dirasakan apabila hutan terjamin eksistensinya,

sehingga dapat berfungsi secara optimal. Fungsi-fungsi ekologi, ekonomi dan

sosial dari hutan akan memberikan peranan nyata apabila pengelolaan sumberdaya

alam berupa hutan seiring dengan upaya pelestarian guna mewujudkan

pembangunan nasional yang berkelanjutan.

Hutan menurut Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan,

pengertian hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan, sedangkan

Kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan,

kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Hutan

adalah masyarakat tumbuh-tumbuham yang dikuasai oleh pohon-pohon dan

mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan diluarnya.

Hubungan antara masyarakat tumbuh-tumbuhan hutan, marga satwa dan alam

lingkungannya begitu erat sehingga hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem

ekologi atau ekosistem (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/109985/potongan/S1-2017...Kualitas hutan dan lingkungan ... sehingga diperlukan upaya rehabilitasi hutan

7

Definisi tersebut menekankan bahwa komponen pohon yang dominan

terhadap komponen lainnya dari ekosistem itu, dan menginginkan adanya kondisi

iklim dan ekologis yang berbeda dengan kondisi luarnya. Penekanan hutan

sebagai suatu ekosistem mengandung maksud bahwa didalam hutan terjadi

hubungan saling tergantung satu komponen dengan komponen lainnya yang

terjalin sebagai suatu sistem. Sehingga salah satu dari komponen sistem tersebut

itu rusak (tidak berfungsi) akan menyebabkan komponen yang lainnya terganggu,

akibatnya sistem itu tidak dapat berjalan dengan normal. Hutan itu sendiri sebagai

bagian dari ekosistem yang lebih besar, sehingga hutan rusak dan akan

mengganggu sistem yang lebih besar.

2.2. Rehabilitasi Hutan dan Lahan

Lahan kritis atau sering disebut juga lahan marginal merupakan lahan

bermasalah yang dalam pemanfaatannya memerlukan teknologi khusus. Lahan

kritis atau marginal menurut istilah adalah berhubungan dengan tepi (batas), tidak

perlu menguntungkan, dan berada di pinggir (Yuwono, 2009).

Produktivitas lahan kritis sangat ditentukan oleh karakteristik fisik, iklim,

tanah, hidrologi dan topografi. Kemiringan lereng yang tingggi akan

mengakibatkan permasalahan semakin kompleks, karena curah hujan yang tinggi

akan meningkatkan laju erosi (Paiman dan Armando, 2010 dalam Eka, 2013).

Rehabilitasi hutan dan lahan adalah upaya untuk memulihkan kembali atau

mempertahankan kondisi atau meningkatkan produktivitas lahan kawasan hutan

dengan cara menanam pohon-pohon agar dapat berfungsi secara optimal sebagai

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/109985/potongan/S1-2017...Kualitas hutan dan lingkungan ... sehingga diperlukan upaya rehabilitasi hutan

8

unsur produksi, pengatur tata air serta perlindungan alam lingkungan. Kegiatan

rehabilitasi hutan dan lahan dilaksanakan melalui dua kegiatan yaitu; kegiatan

pokok dan kegiatan penanaman tanah. Sedangkan kegiatan penunjang antara lain

meliputi penyediaan mengenai data dam, waduk, danau atau sungai. Kegiatan

pencegahan kerusakan lingkungan mencakup:

1. Sosialisasi kerusakan lingkungan

2. Pemberdayaan masyarakat

3. Penegakan hukum

Sedangkan kegiatan penanaman dan konservasi tanah mencakup:

1. Pembibitan

2. Pembuatan tanaman

3. Bangunan konservasi tanah (Dephutbun, 1998).

Luas lahan kritis yang semakin meningkat akan mengancam kehidupan di

bumi. Reklamasi dan rehabilitasi lahan kritis sangat diperlukan untuk

mengembalikan fungsi lahan tersebut secara optimal sesuai dengan fungsinya.

Kondisi lahan kritis berbeda-beda sesuai dengan lokasinya, sehingga cara

menanganinya juga berbeda. Oleh karena itu dalam kegiatan rehabilitasi lahan

kritis memerlukan sumberdaya manusia yang ahli dalam bidangnya.

Rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) merupakan bagian dari sistem

pengelolaan hutan dan lahan, yang ditempatkan pada kerangka daerah aliran

sungai. Rehabilitasi mengambil posisi untuk mengisi kesenjangan ketika sistem

perlindungan tidak dapat mengimbangi hasil sistem budidaya hutan dan lahan,

sehingga terjadi deforestasi dan degradasi hutan dan lahan. Tujuan

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/109985/potongan/S1-2017...Kualitas hutan dan lingkungan ... sehingga diperlukan upaya rehabilitasi hutan

9

penyelenggaraan RHL adalah terpulihnya sumberdaya hutan dan lahan yang rusak

sehingga berfungsi optimal yang dapat memberikan manfaat kepada seluruh

stakeholder, menjamin keseimbangan lingkungan dan tata air DAS, dan

mendukung kelangsungan industri kehutanan (Departemen Kehutanan, 2008).

Sistem RHL merupakan sistem yang terbuka, yang melibatkan para pihak yang

berkepentingan dengan penggunaan hutan dan lahan. Dengan demikian pada

prinsipnya RHL, diselenggarakan atas inisiatif bersama para pihak. Berbeda

dengan penyelenggaraan RHL, selalu melalui inisiatif pemerintah dan menjadi 19

beban tanggungan pemerintah. Dengan kata lain, ke depannya RHL dilaksanakan

oleh masyarakat dengan kekuatan utama dari masyarakat sendiri.

Penyelesaian persoalan yang bersifat sistemik harus dilakukan dengan

pendekatan beragam disiplin ilmu, sistemik, dan konsisten. Tim Perumus Praktek

Perencanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Fakultas Kehutanan UGM (2009)

menyebutkan bahwa persoalan rehabilitasi hutan dapat didekati dengan metode

CASM. Tim perumus mengklasifikasikan konsideran rehabilitasi ke dalam empat

aspek, yaitu aspek kemampuan lahan, ketersediaan lahan, kesesuaian lahan, dan

tata kelola lahan. Dalam laporan penelitian Purnamasari (2010) disebutkan bahwa

metode CASM adalah metode berbasis pendekatan sistem yang mengintegrasikan

aspek biofisik dan sosial dalam perencanaan rehabilitasi hutan dan lahan.

2.3. Karakteristik Minyak Kayu Putih

Melaleuca cajuputi dikenal dengan nama daerah Kayu putih merupakan

salah satu jenis tanaman yang mempunyai peranan cukup penting dalam industri

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/109985/potongan/S1-2017...Kualitas hutan dan lingkungan ... sehingga diperlukan upaya rehabilitasi hutan

10

minyak atsiri. Jenis ini dapat tumbuh pada lahan marginal yang pada umumnya di

sekitar daerah tersebut dihuni oleh masyrakat dengan kondisi sosial ekonomi yang

lemah. Upaya pendayagunaan lahan marginal mempunyai arti yang penting dalam

usaha memperbaiki lahan yang rusak sebagai akibat pembangunan atau kerusakan

oleh alam. Pemilihan jenis-jenis tanaman untuk upaya rehabilitasi perlu

mepertimbangkan beberapa aspek. Selain aspek kesesuaian jenis terhadap lahan

(aspek ekologis), perlu juga mempertimbangkan aspek ekonomi, bagaimana jenis

tersebut dapat memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat

disekitarnya.

Tanaman kayu putih merupakan salah satu jenis yang cukup berpotensi

untuk upaya rehabilitasi lahan, baik dari aspek ekologis maupun aspek ekonomis,

Terdapat keuntungan ganda yang diperoleh pada pengembangan tanaman kayu

putih di lahan kritis antara lain untuk menunjang usaha konservasi lahan dan

pemanfaatan lahan marginal menjadi lahan produktif serta memberikan

kesempatan kerja sehingga berimplikasi meningkatkan penghasilan kepada petani.

Oleh karenanya penanaman kayu putih perlu dikembangkan karena pertimbangan-

pertimbangan diatas. Tanaman kayu putih tumbuh baik pada ketinggian 5-450 m

dpl. Pada sebaran alaminya, tanaman kayu putih mampu tumbuh sehingga

mencapai ketinggian 45 m. Jenis tanaman ini tidak memerlukan syarat tumbuh

yang spesifik sehingga memiliki tingkat tolernasi yang cukup untuk tumbuh dan

berkembang pada kondisi lahan yang marginal (Lutony dan Rahmawati, 1994

dalam Suryanto, 2013).

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/109985/potongan/S1-2017...Kualitas hutan dan lingkungan ... sehingga diperlukan upaya rehabilitasi hutan

11

Lukito (2011) menjelaskan tanaman kayu putih termasuk dalam komoditas

hasil hutan non kayu (HHNK) karena tanaman ini memiliki kandungan minyak

kayu putih yang berasal dari daun. Tanaman kayu putih mampu tumbuh di daratan

rendah dan daerah rawa, tetapi jarang ditemukan di daerah pegunungan. Prastyono

(2010) menyatakan kemampuan tanaman kayu putih untuk tumbuh di lahan

marginal yang tidak produktif dapat dijadikan alternatif untuk kegiatan rehabilitasi

lahan dan memiliki fungsi ganda sebagai komoditas produksi HHNK.

2.4. Pengololaan Tanaman Kayu Putih

Kegiatan pengelolaan tanaman kayu putih pada dasarnya bertujuan untuk

meningkatkan produktivitasnya lahan dan kualitas lingkungan hidup serta

memperluas lapangan pekerjaan. Hal ini dilandasi dengan sifat pertumbuhan

tanaman kayu putih yang cepat dan mampu beradaptasi secara baik pada lahan

kritis (Anjasari, 2009). Luas hutan tanman kayu putih di Indonesia sampai saat ini

diprediksi mencapai 248.756 ha. Akan tetapi, aktivitas pengelolaan hutan tanaman

kayu putih yang diterapkan saat ini masih belom optimal (Sunanto, 2003 dalam

Astana, dkk., 2007). Semakin diperkutat dengan adanya suplai minyak kayu putih

yang masih sangat defisit dan belum mampu mencukupi permintaan pasa dalam

negeri. Permintaan saat ini kebutuhan minyak kayu putih dari dalam negeri

sangatlah tinggi terutama dari industri farmasi yang mencapai 2.000 ton per tahun.

Namun, suplai minyak kayu putih dari dalam negeri hanya mampu mencapai 500

ton per tahun. Oleh karena itu, potensi pengembangan sektor kehutanan melalui

budidaya tanaman kayu putih masih sangat menjanjikan (Prastyono, 2010).

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/109985/potongan/S1-2017...Kualitas hutan dan lingkungan ... sehingga diperlukan upaya rehabilitasi hutan

12

Masalah pengelolaan pada hutan tanaman minyak kayu putih saat ini

meliputi kondisi tegakan yang kurang produktif, tekanan penduduk yang tinggi

terhadap lahan, dan sektor pengelolaan produk yang masih dalam skala kecil-

menengah. Tingginya tekanan penduduk terhadap lahan, mengakibatkan praktik

penggarapan lahan berjalan secara tidak terstruktur dengan dominasi tanaman

semusim dan mengakibatkan tanaman kehutanan. Dampak dari pola penggarapan

lahan tersebut mengurangi jumlah pohon kayu putih sehingga jumlah tegakan jauh

dari normal. Disamping itu juga sektor pengelohan produk yang masih dalam

skala kecil-menengah mengakibatkan kapasitas produksi yang terbatas belum

mampu memenuhi permintaan pasar. permasalahan dari kegiatan pengelolaan

tanaman kayu putih adalah ketidakpastian daur optimum dari tegakan. Banyak

tegakan kayu putih tidak produktif masih dipertahankan hingga berumur puluhan

tahun. Hal ini tentu dapat menurunkan produktivitas daun hasil pemangkasan.

(Prastyono, 2010).

2.5. Konsep Strategi

Strategi merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. Beberapa batasan

mengenai strategi disebutkan oleh Rangkuti (2008), sebagai berikut:

Argyis (1985), Mintsberg (1979), Steiner dan Miner (1997): Strategi merupakan

respon secara terus menerus maupun adaptif terhadap peluang dan ancaman

eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal yang dapat mempengaruhi

organisasi. Hamel dan Prahalad (1995) : Strategi merupakan tindakan yang

bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus menerus dan dilakukan

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/109985/potongan/S1-2017...Kualitas hutan dan lingkungan ... sehingga diperlukan upaya rehabilitasi hutan

13

berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan

masa depan. Dengan demikian perencanaan strategi hampir selalu dimulai dari

“apa yang dapat terjadi”, bukan dimulai dari “ apa yang terjadi”. Terjadi

kecepatan inovasi pasar baru dan perubahan pola konsumen memerlukan

kompetensi inti. Perusahaan perlu mencari kompetensi inti di dalam bisnis yang

dilakukan.

Dengan demikian, strategi rehabilitasi merupakan alat yang digunakan

untuk mencapai tujuan rehabilitasi. Strategi rehabilitasi harus bisa digunakan

untuk memulihkan, memperthankan, dan meningkatkan fungsi hutan sehingga

daya dukung, produktivitas, dan pernannya dalam menudkung sistem penyangga

kehidupan tetap terjaga.

Rangkuti juga menambahkan bahwa pada prinsipnya strategi dapat

dikelompokkan berdasarkan tiga tipe strategi, yaitu strategi manajemenm,

investasi, dan strategi bisnis. Strategi manajemen meliputi strategi yang dapat

dilakukan oleh manajemen dengan orientasi pengembangan startegi makro.

Strategi investasi merupakan kegiatan yang berorientasi pada investasi, sedangkan

startegi bisnis sering disebut juga sebagai strategi bisnis secara fungsional karena

strategi ini berorientasi pada fungsi manajemen.

Strategi rehabilitasi tergolong dalam tipe strategi manajemen karena

mencakupi strategi dalam planning, managing, serta controling. Seperti yang

dikatakan Rangkuti (2008), strategi merupakan meliputi strategi yang dapat

dilakukan oleh manajemen dengan orientasi pengembangan strategi secara makro

misalnya : strategi pengembangan produk, strategi penerapan harga, strategi

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/109985/potongan/S1-2017...Kualitas hutan dan lingkungan ... sehingga diperlukan upaya rehabilitasi hutan

14

akuisisi, strategi pengembangan pasar, strategi mengenai keuangan, dan

sebagainya.

2.6. Pendekatan CASM

Berdasarkan berbagai pemahaman terhadap konsep RHL dan pemaham

terhadap pendekatan sistem dan prinsip-prinsip dasar perencanaan, maka

metodologi RHL yang dapat menjawab tujuan implemantasi prinsip-prinsip RHL

adalah pendekatan sistem. CASM (Capability, Avaibility, Suitability,

Manageability) adalah salah satu pendekatan untuk perencanaan RHL berbasis

pendekatan sistem yang mengintegrasikan aspek biofisik dan soisal dalam RHL.

Pendekatan ini secara sistemik memadukan analisis kemampuan Lahan, analisis

Avaibility, analisis Suitability, dan analisis Manageability (Soeprijadi dkk, 2012).

Hubungan sistemik ke-empat analisis ini dipresentasikan oleh gambar 2.1

berikut:

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/109985/potongan/S1-2017...Kualitas hutan dan lingkungan ... sehingga diperlukan upaya rehabilitasi hutan

15

Gambar 2.1. Hubungan Sistemik Analisis CASM

2.6.1. Analisis Capability (Kemampuan Lahan)

Analisis capability merupakan proses identifikasi dan penilaian

produktifitas tingkat produktivitas lahan. Dalam proses ini informasi yang masuk

adalah kondisi fisik lahan. Identifikasi Kemampuan Lahan, dimaksudkan untuk

mengetahui kondisi fisik lahan dalam satuan kawasan disekitarnya. Informasi

yang diperlukan meliputi jenis tanah, kelerengan, informasi penggunaan lahan.

Kelengkapan data dan informasi biofisik dapat diperoleh dari pengamatan

lapangan maupun data sekunder yang tersedia. K Kemampuan Lahan digunakan

untuk menilai baik atau buruknya suatu misalnya untuk kemampuan tanahnya.

Didalam Kemampuan Lahan juga dibutuhkan data misalnya data curah hujan,

Indentifikasi A Kepastian Kawasan

Identifikasi C Klaster Produktivitas lahan

Identifikasi S Pilihan jenis (kriteria: biofisik)

Identifikasi M Sosekbud Masyarakat

Identifikasi

Permasalahan

Strategi Kelola lahan

Strategi Kelola tanaman

Strategi kelola

Strategi Kelola bisnis

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/109985/potongan/S1-2017...Kualitas hutan dan lingkungan ... sehingga diperlukan upaya rehabilitasi hutan

16

solum dan lereng (Soeprijadi dkk, 2012).

Proses identifikasi Kemampuan Lahan memberikan keluaran berupa cluster

kesesuaian lahan yang berupa LMU atau Land Mapping Unit. Pada tataran teknis

LMU merupakan peta hasil overlay dari peta penggunaan lahan, peta jenis tanah

dan peta kelerengan. LMU ini menunjukkan jenis karaktersistik lahan seperti

jenis tanah, tekstur tanah, kelerengan, drainase, kedalaman tanah, kepekaan

erosi, tingkat bahaya erosi, permeabilitas tanah dan tingkat kekritisan. (Soeprijadi

dkk, 2012).

Informasi tersebut dijadikan dasar dalam menentukan karateristik kelola

konservasi tanah dan air serta karateritik model teknik rehabilitasi hutan dan

lahan di LMU tersebut.

2.6.2. Analisis Availability

Analisis availability bertujuan untuk menilai dan mengidentifikasi

ketersediaan lahan sasaran RHL.Inti dari analisis ini adalah penilaian keberadaan

dan potensi lahan kritis yang disesuaikan dengan ketersediaan teknologi RHL

serta kesiapan partisipasi parapihak. Pada tataran teknis Informasi yang informasi

yang diperlukan antara lain partisipasi pemilik lahan untuk RHL dan bentuk

penggunaan lahan yang berasal dari pemilik lahan, data kepemilikan dan luas

lahan yang definitif (bebas dari konflik). Hasil dari proses identifikasi availability

berupa lokasi dan batas definitif kawasan untuk RHL pada berbagai tingkat

ketersediaan. Lokasi sasaran RHL definitif merupakan informasi dalam bentuk

peta dan kejelasan lokasi (batas dan luas).

Pada analisis ini dicari tahu apa yang tersedia , misalnya seperti

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/109985/potongan/S1-2017...Kualitas hutan dan lingkungan ... sehingga diperlukan upaya rehabilitasi hutan

17

ketersedian lahan untuk direhabilitasi atau ada tidak. Selain ini misalnya juga

ketersedian dari tenaga kerja (dibutuhkan data kependudukan) yang akan

melakukan rehabilitasi tersebut ada atau tidak. (Soeprijadi dkk, 2012).

2.6.3. Analisis Suitability

Analisis ini terdiri dari identifikasi alternatif berbagai pola tanam dan

tingkat kesesuaiannya di berbagai LMU dengan mempertimbangkan input dan

teknologi silvikultur dan konservasi tanah dan air (KTA). Secara teknis, informasi

yang diperlukan adalah informasi yang diperlukan untuk matching pola tanaman

untuk berbagai kondisi LMU yang ada. Keluaran dari analisis ini adalah sebaran

berbagai alternatif pola tanaman tiap LMU tingkat kesesuaiannya. (Soeprijadi dkk,

2012).

2.6.4. Analisis Manageability

Analisis ini pada dasarnya dilakukan untuk:

1. Menentukan klaster kawasan berdasarkan tingkat manageabilitas

berdasarkan kondisi sosial, budaya, dan kelembagaan masyarakat dalam

kawasan efektif.

2. Mengoverlay klaster kawasan ini dan klaster kesesuaian pola tanam dan

memfilter berbagai berbagai kemungkinan alternative pengubahan pola

tanam berdasarkan tingkat manageabilitas.

3. Mengidentifikasi berbagai kemungkinan rekayasa social ekonomi, rekayasa

kelembagaan dan rekayasa budaya dalam konteks keberhasilan RHL

(Soeprijadi dkk, 2012).

Permasalahan yang ingin dipecahkan dalam praktikum ini terkait

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/109985/potongan/S1-2017...Kualitas hutan dan lingkungan ... sehingga diperlukan upaya rehabilitasi hutan

18

dengan RHL. Pemahaman terhadap konsep RHL dan pemahaman terhadap

pendekatan sistem dan prinsip–prinsip dasar perencanaan, maka metodologi

RHL yang dapat menjawab tujuan implementasi prinsip–prinsip RHL adalah

pendekatan sistem. Dalam praktikum ini, metode pendekatan yang digunakan

adalah pendekatan CASM (Capability, Availability, Suitability, Manageability).

Pendekatan ini secara sistemik memadukan analisis Kemampuan Lahan, analisis

Availability, analisis Suitability, dan analisis Manageability. Identifikasi

Kemampuan Lahan, dimaksudkan untuk mengetahui kondisi fisik lahan dalam

satuan kawasan disekitarnya. Informasi yang diperlukan meliputi jenis tanah,

kelerengan, informasi penggunaan lahan.Analisis availability bertujuan untuk

menilai dan mengidentifikasi ketersediaan lahan.Analisis suitability terdiri dari

identifikasi alternatif berbagai pola tanam dan tingkat kesesuaiannya di

berbagai LMU dengan mempertimbangkan input dan teknologi silvikultur

dan konservasi tanah dan air (KTA). Sedangkan analisis Manageabilitymeliputi

pengamatan sosial budaya dan kelembagaan masyarakatnya. Pendekatan

Kemampuan Lahan dan manageability digunakan untuk menetukan titik sampel

biofisik. Sehingga dapat diketahui titik plot sampel untuk pengambilan data

lapangan. Sedangkan analisis availability dan suitability digunakan sebagai

acuan pengambilan data sosial dan ekonomi, yang selanjutnya dapat

dihasilkan peta kebutuhan lahan dan ketersediaan lahannya.

Selain itu, selanjutnya dilakukan pengambilan data biofisik, sosial, dan

ekonomi. Baik berupa data primer maupun sekunder. Data primer diperoleh

melalui pengamatan, pengukuran dan wawancara langsung di lapangan.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/109985/potongan/S1-2017...Kualitas hutan dan lingkungan ... sehingga diperlukan upaya rehabilitasi hutan

19

Sedangkan data sekunder diperoleh dari keterangan narasumber.

2.7. Logical Framework Analisis

Salah satu metode pengambilan keputusan yang memenuhi prinsip-prinsip

optimasi dan dapat diterapkan dalam perencanaan RHL adalah logical Framework

Analisis (LFA). Des Gasper (1999) menjelaskan LFA adalah suatu metode yang

berfungsi untuk menyediakan serangkaian alat pengambilan keputusan dalam

kegiatan manajemen yang meliputi perencanaan, perancngan, implemantasi, dan

evaluasi suatu program. Penggunaan LFA dalam teknik pengambilan keputusan

melibatkan 3 tahapan utama yaitu analisis situasi, analisis strategi, dan identifikasi

kegiatan.

2.7.1. Analisis Situasi

Des Gasper (1999) menyatakan tujuan dari analisis situasi adalah untuk

menemukan kondisi sebenarnya terkait dengan amsalah yang dihadapi. Analisis

ini memfokuskan pada permasalahan dan usaha – usaha untuk memahami sistem

yang menentukan kondisi atau keberadaan masalah. Tahapan ini merupakan

tahapan kritis yang terdiri 3 fase sebagai berikut :

a. Analisis Stakeholder (para pihak)

Keberhasilan suatu program dipengaruhi oleh berbagai hal, salah satu

diantaranya adalah keberadaan kelompok-kelompok tertentu yang memiliki peran

terhadap pelaksanaan program. Analisis stakeholder dilakukan untuk memetakan

dan menganilisis setiap stakeholder yang terkait dengan keberhasilan program.

Stakeholder yang dimaksud mencakup kelompok, organisasi dan institusi,

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/109985/potongan/S1-2017...Kualitas hutan dan lingkungan ... sehingga diperlukan upaya rehabilitasi hutan

20

lembaha implemantasi, individu, atau program lain yang berpengaruh terhadap

keberhasilan pelaksanaan program (Des Gasper, 1999).

Berdasarkan intensitas pengaruhnya terhadap suatu program, Soeprijadi,

dkk. (2012) membagi stakeholder menjadi 3 kelompok yaitu :

1. Stakeholder utama, yaitu para pihak yang berpengaruh langsung terhadap

keberhasilan program.

2. Stakeholder sekunder, yaitu pihak-pihak yang berpengaruh tidak langsung

terhadap keberhasilan program

3. Stakeholder tersier, yaitu berbagai pihak yang terjadi tidak terkait program

tetapi menerima dampak dari pelaksanaan program.

Untuk mempermudah dalam analisis stakeholder dapat digunakan matriks

bantuan sebagai berikut:

Tabel 2.1. Matriks Stakeholder

Urutan

Stakeholder

Pegalaman,

Keahlian dan

Sumberdaya

Kepentingan

dan Keinginan

Hambatan dan

isu

Kontrubusi

dalam

program

Stakeholder

Utama

Stakeholder

Sekunder

Stakeholder

Tertier

b. Analisis Masalah

Soeprijadi, dkk, (2012) menjelaskan analisis dalam LFA bertujuan untuk

mengidentifikasi permasalahan utama visualisasi diagram pohon masalah dengan

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/109985/potongan/S1-2017...Kualitas hutan dan lingkungan ... sehingga diperlukan upaya rehabilitasi hutan

21

konsep sebab-akibat (Gambar 2.1). Tahapan dari analisis ini adalah sebagai

berikut:

1. Menyusun List permasalahan yang akan menjadi dasar dalam penyusunan

program

2. Merumuskan permasalahan dalm bentuk diagram pohon masalah yang

dimulai dengan menentukan permasalahan utama.

3. Merumuskan penyebab dari permasalahan utama

4. Merumuskan akibat adanya permasalahan utama.

c. Analisis Tujuan

Analisis tujuan adalah proses mengenali, memilah, dan menjelaskan secara

rinci tujuan dari seluruh pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program. Analisis

ini dilakukan dengan mentransformasikan pohon maslah menjadi pohon tujuan

tertentu yang mungkin tidak relevan dan berada di luar lingkup permasalahan

yang sedang dihadapi (Soeprijadi dkk, 2012).

2.7.2. Analisis Strategi

Analisis strategi merupakan mekanisme sistematik untuk mencari dan

menentukan solusi permasalahan. Proses ini melibatkan seleksi strategi yang

diasumsikan efektif dan efisiensi untuk mencapai hasil yang diinginkan, Proses

pemilihan strategi ini harus mempertimbangkan berbagai aspek yang didasarkan

pada formulasi analisis tujuan. Hal ini dikarenakan tidak semua kelompok tujaun

dalam diagram pohon tujuan dapat dipilih sebagai elemen strategi karena berbagai

faktor (Soeprijadi, dkk., 2012).

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/109985/potongan/S1-2017...Kualitas hutan dan lingkungan ... sehingga diperlukan upaya rehabilitasi hutan

22

2.7.3. Matriks LFA

Hasil dari analisis startegi digunakan untuk penyusunan matriks LFA.

Penyusunan matriks LFA ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis-jenis kgiatan

yang dapat diterapkan untuk mendukung pelaksanaan program sehingga

implementasi pelaksanaan program akan lebih terarah (Des Gasper, 1999).

Visualisasi matriks LFA pada Tabel sebagai berikut:

Tabel 2.2. Matrik LFA

Sumber: Petunjuk Praktek Manajemen Hutan Perencanaan Rehabilitasi Hutan

dan Lahan

Hirarki Logis Indikator (Objectively

Verifiable Indicators)

Alat verifikasi

Indikator (Means

of Verification)

Asumsi dan Resiko

Important

Assumption)

Goal/Tujuan Indikator yang

menunjukkan ukuran

pencapaian tujuan

Berbagai sumber

dari informasi,

metode yang

digunakan

Asumsi yang

digunakan denga

melihat faktor

eksternal, Keterkaitan

Goal/Purpose

Purpose/maksud Status yang diinginkan

pada saat berakhirnya

proyek/ program

Berbagai sumber

dari informasi,

metode yang di

gunakan

Keterkaitan

Output/Purpose

Outpit/keluaran Magnitud keluaran Berbagai sumber

dari informasi,

metode yang

Digunakan

Keterkaitan

Input/Output

Kegiatan/Input Tipe/tingkatkan

sumberdaya

Data proyek, sumber

informasi lain

Asumsi awal yang

terkait kausalitas

program