BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang - sinta.unud.ac.id I .pdf · PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang - sinta.unud.ac.id I .pdf · PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Perkuatan struktur merupakan suatu langkah untuk meningkatkan
kapasitas suatu bangunan yang dianggap masih lemah karena tidak memenuhi
aturan yang ditetapkan ataupun lemah akibat terjadinya gempa yang cukup besar.
Perkuatan ini perlu dilakukan pada beberapa bangunan di Indonesia, mengingat
negara ini sering mengalami gempa bumi dan juga karena perubahan peraturan
perencanaan ketahanan gempa dari SNI lama (SNI 1726-2002) ke SNI terbaru
(SNI 1726:2012). Perubahan wilayah gempa dan spektrum respon pada peraturan
perencanaan katahanan gempa untuk bangunan gedung dari SNI 1726-2002
menjadi SNI 1726:2012 memberikan pengaruh yang cukup besar pada bangunan
yang didesain dengan SNI lama (SNI 1726-2002). Sebagai contoh, bangunan
beton bertulang di daerah Bali Selatan yang didesain pada wilayah gempa V dan
jenis tanah sedang sesuai aturan SNI 1726-2002, jika dibandingkan dengan SNI
1726:2012 dengan kategori disain seismic (KDS) D dan dengan kelas situ SD
(tanah sedang), bangunan akan mengalami peningkatan kebutuhan tulangan
ataupun over stressed saat menerima beban gempa rencana menurut SNI yang
terbaru. Oleh karena itu, penting untuk dilakukan perkuatan pada bangunan-
bangunan yang dianggap kurang memadai.
Metode yang banyak diterapkan untuk memperkuat struktur yang sudah
berdiri (existing) antara lain, penambahan dinding pengisi (infilled frame)
pembesaran dimensi dengan beam and column jacketing, pemberian lapisan pelat
baja, pengurangan berat komponen non structural dan pemasangan breising.
Penggunaan breising dinilai sangat efektif dan efisien dalam memperkuat struktur
karena breising dinilai mampu menahan gaya gempa lateral dengan baik dan
penggunaannyapun hanya di beberapa sisi struktur, sehingga dianggap cukup
ekonomis.
Breising memiliki berbagai bentuk dan jenis, salah satu yang popular
digunakan adalah X-breising. Breising jenis ini dapat meningkatkan kekakuan
struktur secara signifikan dan mengurangi simpangan antar tingkatnya
2
(Viswanath, 2010). Skala test menggunakan X-breising sistem sudah diterapkan
pada bangunan beton bertulang dengan tujuh lantai, dimana hasil tes menunjukkan
terjadinya peningkatan ketahanan beban vertikal dan horizontal sebelum
terjadinya kegagalan akibat tekuk, sebagai respon dari breising terhadap beban
gempa (Jones, 1986).
Dalam menahan beban lateral, breising baja seringkali mengalami
kegagalan tekuk pada elemen pengakunya. Salah satu cara untuk mengatasi hal ini
adalah menggunakan sistem Buckling Restrained Braced (BRB), yang mana BRB
merupakan baja breising yang dibungkus oleh mortar untuk menahan tekuknya.
Selain sistem BRB, alternative lain untuk mengatasi kegagalan tekuk dapat
menggunakan teknik X-breising Kabel CFC (non-compression). Jika
dibandingkan dengan BRB, selain tidak mengalami kegagalan tekuk breising jenis
ini memiliki beberapa keunggulan lain diantaranya adalah tahan karat dan
beratnya yang ringan (1/5 dari strand baja), sehingga tidak akan terlalu
membebani struktur yang diperkuatnya (Lee, 2015).
Lee (2015), telah melakukan percobaan laboratorium mengenai X-
breising Carbon Fibre Composite Cable (CFCC) dengan ukuran kolom dan balok
± 2m dengan tambahan dinding pengisi berupa batu bata dengan mutu 8 MPa dan
tinggi 480 mm. Percobaan ini terbatas pada membandingkan frame dengan dan
tanpa X-breising carbon fibre, dimana kondisi tulangan dan dimensi frame yang
dibandingkan pada masing-masing spesimen adalah sama. Berdasarkan pada hasil
penelitian Lee, maka pada tugas akhir ini akan dilakukan pengaplikasian breising
Carbon Fibre Composite Cable (CFCC) yang mana sebelumnya akan dilakukan
validasi antara hasil modeling dan penelitian Lee. Setelah mendapatkan hasil yang
cukup valid, pemodelan dilanjutkan pada perkuatan gedung empat lantai
menggunakan CFCC, yang mana konfigurasinya akan didesain seefektif mungkin
untuk mengetahui perilaku dan kinerja dari stuktur beton bertulangan dengan dan
tanpa Breising Kabel CFC.
3
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka
permasalahan yang akan dibahas adalah :
1. Bagaimanakah memodel perkuatan breising kabel CFC pada struktur beton
bertulang menggunakan SAP2000 yang mendekati perilaku eksperimen.
2. Bagaimanakah pengaruh penambahan breising kabel CFC, terhadap
perilaku (simpangan, gaya aksial kabel, daktilitas, dan kekuatan struktur)
dan kinerja (titik kinerja dan level kinerja struktur) struktur beton
bertulang.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui cara memodel perkuatan breising kabel CFC pada
struktur beton bertulang menggunakan SAP2000 yang mendekati perilaku
eksperimen.
2. Untuk mengetahui pengaruh penambahan breising kabel CFC, terhadap
perilaku (simpangan, gaya aksial kabel, daktilitas, dan kekuatan struktur)
dan kinerja (titik kinerja dan level kinerja struktur) struktur beton
bertulang.
1.4 Manfaat
Manfaat yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah dapat memberikan
informasi hasil perbandingan perilaku dan kinerja struktur beton bertulang dengan
dan tanpa perkuatan breising kabel CFC. Selain itu penelitian ini juga diharapkan
agar breising kabel CFC dapat diaplikasikan di lapangan untuk perkuatan struktur.
1.5 Batasan Masalah
Untuk membatasi ruang lingkup permasalahan yang ditinjau agar tidak
terlalu luas, maka diambil beberapa batasan masalah sebagai berikut :
1. Struktur gedung beton bertulang empat lantai dan model validasi dimodel
dengan program SAP2000 Versi 17.2.
4
2. Model validasi menggunakan portal 2D dengan dimensi dan material
menyesuaikan spesimen penelitian Lee (2015).
3. Hubungan antara kabel dan frame pada joint model gedung berupa flate
plate dan protrusion, yang mengacu pada penelitian Lee (2015).
4. Konfigurasi breising kabel CFC yang dimodel pada model gedung berupa
bentuk X.
5. Mutu beton yang digunakan adalah 25 MPa untuk model validasi dan
model gedung empat lantai.
6. Tegangan leleh baja tulangan yang digunakan untuk model validasi dan
model gedung adalah 400 MPa.
7. Metode analisis yang digunakan adalah analisis nonlinear static pushover
pada model validasi dan gedung empat lantai.
8. Model gedung dibangun pada daerah Bali Selatan menggunakan desain
wilayah gempa V dan jenis tanah sedang sesuai aturan SNI-03-1726-2002
dan dengan SNI 1726:2012 dengan kategori disain seismic (KDS) D dan
dengan kelas situ SD (tanah sedang).
9. Model gedung diasumsikan menggunakan perletakkan jepit.