BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitiandigilib.uinsgd.ac.id/548/4/4_bab1sd3.pdf ·...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitiandigilib.uinsgd.ac.id/548/4/4_bab1sd3.pdf ·...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Dalam menjalankan usahanya, setiap perusahaan pasti akan
membutuhkan dana. Dana yang diperoleh dari perusahaan digunakan untuk
membeli aktiva tetap, untuk mengadakan persediaan, untuk kepentingan transaksi,
maupun untuk menjaga tingkat likuiditas perusahaan. Perusahaan yang tidak
mampu membayar seluruh atau sebagian utang perusahaan dengan para kreditor,
dalam jangka panjang akan berdampak pula kepada pelanggan. Sehingga pada
akhirnya perusahaan akan memperoleh krisis kepercayaan dari berbagai pihak
terhadap perusahaan yang merupakan modal utama perusahaan dalam mencapai
target yang telah ditetapkan.
Ketidakmampuan perusahaan membayar kewajiban terutama utang
jangka pendek disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor ketidakmampuan
perusahaan bisa dikarenakan perusahaan sedang tidak memiliki dana sama sekali
atau perusahaan belum memiliki dana yang cukup secara tunai sehingga harus
menunggu waktu tertentu untuk membayarnya. Penyebab utama kejadian
kekurangan dan ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajibannya
tersebut merupakan masalah manajemen perusahaan dalam menjalankan
usahanya. Para manajer merasa perlu untuk melakukan analisis keuangan yang
2
berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk membayar utang atau
kewajibannya (rasio likuiditas).
Rasio likuiditas ( liquidity ratio ) merupakan rasio yang menggambarkan
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Artinya
apabila perusahaan ditagih, perusahaan akan mampu untuk memenuhi utang
tersebut terutama utang yang sudah jatuh tempo ( Kasmir, SE.,MM, 2011, 129).
Terdapat dua kondisi terhadap pengukuran rasio likuiditas, yaitu apabila
perusahaan mampu memenuhi kewajibannya dikatakan perusahaan tersebut dalam
keadaan likuid. Sebaliknya, apabila perusahaan tidak mampu memenuhi
keawjiban tersebut, dikatakan perusahaan tersebut dalam keadaan illikuid.
Pada umumnya usaha yang dilakukan oleh setiap perusahaan untuk
meningkatkan likuiditas adalah dengan melakukan penjualan persediaan barang,
sehingga perputaran persediaan barang pun akan meningkat, karena apabila
tingkat perputaran persediaan yang diperoleh perusahaan tinggi, maka perusahaan
akan bekerja secara efisien dan menghasilkan likuiditas yang lebih baik.
Persediaan merupakan unsur aktiva lancar yang merupakan unsur yang aktif
dalam operasi perusahaan yang secara terus – menerus diperoleh, diubah, dan
kemudian dijual kepada konsumen.
Setiap perusahaan mengharapkan persediaan yang dimlikinya dapat
berputar secara cepat, sehingga kegiatan pendistribusian dan penjualan pun akan
berjalan cepat. Perputaran persediaan merupakan salah satu rasio yang digunakan
untuk mengukur berapa kali dana yang ditanam dalam sediaan ini berputar dalam
satu periode (Kasmir,2011:180). Semakin tinggi perputaran persediaan
3
menunjukkan bahwa perusahaan berusaha bekerja secara efisien dan likuiditas
persediaan semakin membaik. Demikian pula apabila perputaran persediaan
rendah berarti perusahaan bekerja secara tidak efisien atau tidak produktif dan
banyak barang sediaan yang menumpuk.
Bukan saja perputaran persediaan yang dapat mempengaruhi naik atau
turunnya tingkat likuiditas suatu perusahaan, namun adapula perputaran piutang
yang mempengaruhi naik turunnya tingkat likuiditas suatu perusahaan. Perputaran
piutang adalah rasio yang digunakan untuk mengukur berapa lama penagihan
piutang selama satu periode atau berapa kali dana yang ditanam dalam piutang ini
berputar dalam satu periode ( Kasmir, 2011:176 ). Perputaran piutang berasal dari
lamanya piutang diubah menjadi kas. Investasi yang tertanam dalam piutang
diharapkan terjadi perputaran piutang yang relatif cepat dengan periode rata-rata
pengumpulan piutang yang pendek antara lain dilakukan dengan cara menetapkan
periode kredit. Hal ini akan sangat menentukan likuiditas perusahaan, oleh karena
itu piutang harus diatur dengan baik sehingga kebijakan kredit dapat terealisasi.
PT Holcim Indonesia Tbk merupakan salah satu perusahaan berstatus
perusahaan asing (PMA). PT Holcim Indonesia bergerak di bidang industri
semen, oleh karenanya perusahaan tersebut pasti melakukan perputaran
persediaan dan perputaran piutang. Besarnya penjualan kredit dan penyimpanan
persediaan yang dilakukan oleh PT Holcim Indonesia menyebabkan jumlah
perputaran piutang dan persediaan naik turun. Naik turunnya tingkat perputaran
piutang dan perputaran persediaan mengakibatkan perubahan terhadap tingkat
likuiditas. Penjelasan tentang perputaran persediaan dan perputaran piutang
4
terhadap likuiditas pada PT Holcim Indonesia Tbk tahun 2001-2010 dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 1.1
Tabel Perputaran Persediaan, Perputaran Piutang, dan Current Ratio
Tahun
Perputaran
persediaan ( kali )
Perputaran Piutang
( kali )
Current ratio
( kali )
2000 4.93 7.69 0.04
2001 8.06 8.80 2.31
2002 9.39 8.59 2.32
2003 9.05 9.12 2.52
2004 7.54 8.14 2.76
2005 6.01 8.77 1.68
2006 7.51 7.92 1.23
2007 9.47 8.65 1.33
2008 7.88 9.71 1.65
2009 9.67 9.64 1.27
2010 7.42 10.2 1.66
2011 8.19 12.3 1.47
( Sumber : ICMD, Data diolah )
Dari tabel diatas dapat terlihat bahwa perputaran persediaan pada PT
Holcim Indonesia Tbk selama periode 2004-2006 mengalami penurunan artinya
PT Holcim Indonesia hanya berhasil mengubah persediaan menjadi kas sebesar 7
kali rata-rata persediaan dibanding rata-rata persediaan pada tiga tahun
sebelumnya. Sementara pada tahun 2007 perputaran persediaan mengalami
kenaikan yang signifikan yaitu sebesar 9.47 kali ini menunjukkan bahwa PT
Holcim Indonesia Tbk bekerja secara efisien dan likuiditas persediaan semakin
baik. Di tahun 2008 perputaran persediaan mengalami penurunan kembali
keadaan ini menunjukkan adanya barang persediaan yang menumpuk. Pada tahun
2009 perputaran persediaan mengalami kenaikan kembali sedangkan pada tahun
5
2010 perputaran persediaan mengalami penurunan hal ini menunjukkan
perusahaan tidak bekerja secara efisien atau tidak produktif. Pada tahun 2011
perputaran persediaan mengalami kenaikan kembali dibanding tahun sebelumnya
yaitu sebesar 8.19 kali ini menunjukkan perusahaan kembali bekerja produktif
kembali.
Untuk perputaran piutang pada PT Holcim Indonesia pada tahun 2004
mengalami penurunan dibanding perputaran piutang empat tahun sebelumnya.
Sedangkan di tahun 2011 PT Holcim Indonesia kenaikan sebesar 12.3 kali dan ini
merupakan perputaran piutang yang paling tinggi diantara tahun-tahun
sebelumnya. Ini dikarenakan pembayaran piutang atau penagihan piutang yang
lancar sehingga kondisi perusahaan semakin membaik.
Sementara itu likuiditas PT Holcim Indonesia Tbk pada tahun 2004
mengalami kenaikan yaitu 2.76 dibanding tahun sebelumnya dan pada tahun
tersebut tingkat likuiditas paling tertinggi dan sangat baik diantara tahun-tahun
lainnya, karena diatas rata-rata untuk ukuran Current Ratio yang baik. Pada tahun
2006 mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebesar 1.23.
sedang ukuran yang baik untuk Current ratio adalah sebesar 200% (Bambang
Riyanto, 2008, 45). Hal ini tidak sesuai dengan Current ratio yang ada di PT
Holcim Indonesia Tbk yang kurang dari 200%.
Terdapat fenomena yang perlu mendapat perhatian pada satu sisi dalam
periode tahun 2005-2009, yaitu adanya kenaikan perputaran persediaan dan
perputaran piutang, namun pada sisi yang lain tingkat likuiditas (Current Ratio)
mengalami penurunan. Berdasarkan fenomena yang terjadi penulis tertarik untuk
6
melakukan penelitian mengenai perputaran persediaan dan perputaran piutang
yang diprediksi mempengaruhi tingkat likuiditas. Maka akan dituangkan dalam
skripsi dengan judul “Pengaruh Perputaran Persediaan dan Perputaran
Piutang Terhadap Tingkat Likuiditas (Studi Kasus Pada PT Holcim
Indonesia Tbk Tahun 2000-2011)”.
1.2 Identifikasi Masalah
Sesuai dengan latar belakang penelitian yang dikemukakan diatas, maka
penulis mencoba mengidentifikasi masalah yang akan dibahas dalam penelitian
adalah sebagai berikut :
1. Terjadi penurunan perputaran persediaan dan perputaran piutang pada
tahun 2004 diikuti dengan kenaikan tingkat likuiditas, hal ini tidak sesuai
dengan kondisi seharusnya jika perputaran persediaan dan perputaran
piutang mengalami penurunan maka tingkat likuiditas pun akan
mengalami penurunan.
2. Terjadi kenaikan perputaran persediaan pada tahun 2009 diikuti penurunan
tingkat likuiditas, hal ini tidak sesuai dengan kondisi seharusnya jika
perputaran persediaan tinggi maka tingkat likuiditas juga tinggi.
3. Terjadi kenaikan perputaran piutang pada tahun 2009 diikuti penurunan
tingkat likuiditas, hal ini tidak sesuai dengan kondisi yang seharusnya jika
perputaran piutang naik maka tingkat likuiditas (Current Ratio) juga
mengalami kenaikan.
7
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yag telah diuraikan diatas maka penulis
membatasi pembahasannya pada masalah :
1. Seberapa besar pengaruh perputaran persediaan terhadap tingkat likuiditas
pada PT Holcim Indonesia Tbk.
2. Seberapa besar pengaruh perputaran piutang terhadap tingkat likuiditas
pada PT Holcim Indonesia Tbk.
3. Seberapa besar pengaruh perputaran persediaan dan perputaran piutang
terhadap tingkat likuiditas pada PT Holcim Indonesia Tbk.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tingkat likuiditas pada PT
Holcim Indonesia Tbk.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh perputaran persediaan
terhadap tingkat likuiditas pada PT Holcim Indonesia Tbk.
3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh perputaran piutang tingkat
likuiditas pada PT Holcim Indonesia Tbk.
4. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh perputaran piutang dan
perputaran persediaan terhadap tingkat likuiditas PT Holcim Indonesia
Tbk.
8
1.5 Kegunaan Penelitian
1.5.1 Kegunaan Praktis
Bagi Perusahaan, dengan adanya penelitian ini bisa menjadi dasar
perusahaan untuk mengidentifikasi pengaruh perubahan perputaran
piutang dan persediaan terhadap tingkat likuiditas sehingga perusahaan
bisa bekerja secara efktif dan efisien.
Memberikan informasi tentang pengaruh perputaran piutang dan
perputaran persediaan dalam meningkatkan likuiditasnya.
1.5.2 Kegunaan Akademis
Bagi Penulis
Bagi ilmu manajemen khususnya keuangan untuk menambah ilmu
penegetahuan serta wawasan mengenai pengaruh perputaran persediaan
dan perputaran piutang terhadap tingkat likuiditas.
Bagi Peneliti Lain
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan dalam melihat
keadaan kondisi secara benar dan objektif serta dapat menambah
pengetahuan dan wawasan yang berguna untuk mengadakan penelitian
selanjutnya dimasa yang akan datang.
1.5.3 Kegunaan Masyarakat
Bagi Masyarakat
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi ilmu pengetahuan serta
wawasan mengenai pengaruh perputaran piutang dan perputaran
9
persediaan. Serta mengetahui hasil dari perputaran piutang, perputaran
persediaan dan tingkat likuiditas PT Holcim Indonesia Tbk.
1.6 Kerangka Pemikiran
Persediaan dapat diartikan sebagai barang-barang yang disimpan
untuk di jual atau digunakan pada masa atau periode yang akan datang.
Persediaan terdiri dari persediaan bahan baku, persediaan bahan setengah jadi,
dan persediaan bahan jadi. Persediaan bahan baku dan bahan setengah jadi
disimpan sebelum digunakan atau dimasukan kedalam proses produksi,
sedangkan persediaan barang jadi atau barang dagangan disimpan sebelum
dijual atau dipasarkan. Dengan demikian setiap perusahaan yang
melakukan kegiatan usaha pada umumnya memiliki peresediaan.
Menurut Sofyan Syafri Harahap (2006:308) perputaran persediaan
adalah : “Menunjukkan seberapa cepat perputaran persediaan dalam siklus
produksi normal. Semakin cepat perputarannya semakin baik karena
dianggap kegiatan penjualan berjalan cepat”.
Perputaran piutang adalah periode terikatnya modal dalam piutang yang
tergantung kepada syarat pembayaran. Semakin lama syarat pembayarannya,
berarti tingkat perputarannya selama periode tertentu semakin rendah.
Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk membayar semua
kewajiban lancar pada saat jatuh tempo. Likuiditas perusahaan ditunjukkan oleh
besar kecilnya aktiva lancar yaitu aktiva yang mudah untuk diubah menjadi kas
yang meliputi kas, piutang, surat berharga dan persediaan.
10
Tingginya tingkat perputaran persediaan dan piutang merupakan salah satu
alat ukur yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan masalah likuiditas
perusahaan. Tingkat perputaran persediaan yang semakin tinggi maka akan
semakin likuid perusahaan tersebut. Begitu pula dengan keadaan perputaran
piutang yang tinggi menunjukkan bahwa semakin efisien dan efektif perusahaan
mengelola piutang, hal ini berarti likuiditas perusahaan pun dapat dipertahankan.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka dapat dibuat suatu kerangka
berpikir dari pengaruh perputaran piutang terhadap tingkat likuiditas secara
sistematis pada gambar berikut :
Gambar 1.1
Hubungan Konseptual
Perputaran persediaan dan perputaran piutang sama-sama memiliki
pengaruh terhadap likuiditas. jika perputaran piutang atau perputaran persediaan
turun maka tingkat likuiditas akan menurun, begitupun sebaliknya. Peningkatan
dan penurunan perputaran persediaan dan persediaan piutang ini merupakan alat
Perputaran Persediaan
(X1 )
1. Harga Pokok
Penjualan
(Penjualan)
2. Rata-rata Persediaan
Perputaran Piutang (X2 )
1. Penjualan Kredit
2. Rata-rata Piutang
Likuiditas (Y)
1. Aktiva lancar
2. Hutang Lancar
11
ukur untuk mengetahui tingkat likuiditas perusahaan. Penelitian-penelitian yang
menyangkut pengaruh rasio rasio keuangan terhadap perusahaan sudah banyak
dilakukan baik dikalangan akademis maupun dikalangan praktisi ekonomi, begitu
pula penelitian mengenai pengaruh perputaran persediaan dan perputaran piutang
terhadap likuiditas. Namun ada beberapa penelitian yang hasilnya beragam. Ada
yang menyatakan tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap tingkat
likuiditas, tetapi ada juga yang menyatakan sangat berpengaruh terhadap tingkat
likuiditas.
Dengan demikian perputaran piutang dan perputaran persediaan
mempunyai suatu hubungan usaha dalam meningkatkan likuiditas suatu
perusahaan. Hal ini diperkuat dengan penelitian sebelumnya. Adapun persamaan
dan perbedaan dengan penelitian terdahulu adalah sebagai berikut :
Tabel 1.2
Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Penelitian Variabel
Peneltian
Metode Analisis Hasil
Penelitian
1 Lastiur (Skripsi:
Universitas
Komputer
Indonesia: 2012
Pengaruh
Perputaran Kas
dan Perputaran
Piutang
Terhadap
Likuiditas PT
PINDAD
Perputaran
Kas,
Perputaran
Piutang,
Quick Ratio
Pengujian
statistik yang
digunakan adalah
uji asumsi klasik,
analisis regeresi
linier berganda,
analisis korelasi,
koefisien
determinasi
secara simultan
dan parsial
variabel
Perputaran Kas
terhadap
Likuiditas
memiliki
hubungan yang
kuat dengan
arah negatif,
sedangkan
variabel
Perputaran
Piutang
terhadap
Likuiditas
memiliki
hubungan yang
cukup erat
dengan arah
positif.
12
2 Defi Nugraha
(Skripsi:
Universitas
Komunikasi
Indonesia:2011)
Pengaruh
Perputaran
Piutang dan
Persediaan
terhadap
Perkembangan
Modal Kerja
pada PT.
Telekomunikasi
Indonesia. Tbk
BANDUNG”,
Perputaran
Piutang,
Persediaan,
Modal kerja
Pengujian
statistik yang
digunakan adalah
perhitungan
asumsi klasik
seperti uji
normalitas, uji
multikolinieritas,
uji
heteroskedastitas,
uji autokorelasi,
analisis regresi
linier berganda,
analisis korelasi,
koefisien
determinasi,
perputaran
piutang dan
persediaan
terhadap
perkembangan
modal kerja
tidak
berpengaruh
secara
signifikan.
Tingkat
hubungan
korelasi rendah
dan
menunjukan
korelasi
negative.
3 Dirja Kusuma
(Skripsi:Universitas
Komunikasi
Indonesia: 2010)
Pengaruh Arus
Kas dan
Perputaran
Piutang
terhadap
Likuiditas pada
PT. INTI
Persero
Bandung
Arus Kas,
Perputaran
Piutang,
Quick Ratio
Pengujian
statistik yang
digunakan adalah
perhitungan
asumsi klasik
seperti uji
normalitas, uji
multikolinieritas,
uji
heteroskedastitas,
uji autokorelasi,
analisis regresi
linier berganda,
analisis korelasi,
koefisien
determinasi
Arus kas dan
perputaran
piutang tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
likuiditas.
1.7 Hipotesis
Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara
terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti kebenarannya melalui data
yang terkumpul (Beni Ahmad, 2008: 145). Berdasarkan tinjauan teoritis dan
rumusan masalah yang telah dikemukakan diawal, maka hipotesis penelitian ini
adalah sebagai berikut:
13
Hipotesis 1 :
Ho : Tidak terdapat pengaruh perputaran persediaan dan perputaran piutang
terhadap tingkat likuiditas.
Ha : Ada pengaruh perputaran persediaan dan perputaran piutang terhadap tingkat
likuiditas.
Hipotesis 2 :
Ho : Tidak terdapat pengaruh perputaran persediaan terhadap tingkat likuiditas.
Ha : Ada pengaruh perputaran persediaan terhadap tingkat likuiditas.
Hipotesis 3 :
Ho : Tidak terdapat pengaruh perputaran piutang terhadap tingkat likuiditas.
Ha : Ada pengaruh perputaran piutang terhadap tingkat likuiditas.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Persediaan
2.1.1 Pengertian Persediaan
Persediaan dapat diartikan sebagai barang-barang yang disimpan
untuk di jual atau digunakan pada masa atau periode yang akan datang.
Persediaan terdiri dari persediaan bahan baku, persediaan bahan setengah jadi,
dan persediaan bahan jadi. Persediaan bahan baku dan bahan setengah jadi
disimpan sebelum digunakan atau dimasukan kedalam proses produksi,
sedangkan persediaan barang jadi atau barang dagangan disimpan sebelum
dijual atau dipasarkan. Dengan demikian setiap perusahaan yang
melakukan kegiatan usaha pada umumnya memiliki persediaan.
Inventory atau persediaan adalah suatu teknik untuk manajemen
material yang berkaitan dengan persediaan. Manajemen material dalam
Inventory dilakukan dengan beberapa input yang digunakan yaitu: permintaan
yang terjadi (demand) dan biaya-biaya yang terkait dengan penyimpanan,
serta biaya apabila terjadi kekurangan persediaan (short-age).
Pengendalian pengadaan persediaan perlu diperhatikan karena
berkaitan langsung dengan biaya yang harus ditanggung perusahaan sebagai
akibat adanya persediaan. Oleh sebab itu, persediaan yang ada harus
seimbang dengan kebutuhan, karena persediaan yang terlalu banyak
15
akan mengakibatkan perusahaan menanggung risiko kerusakan dan biaya
penyimpanan yang tinggi disamping biaya investasi yang besar. Tetapi jika
kekurangan persediaan akan berakibat terganggunya kelancaran dalam
proses produksinya. Oleh karenanya diharapkan terjadi keseimbangan dalam
pengadaan persediaan sehingga biaya dapat ditekan seminimal mungkin
dan dapat memperlancar jalannya proses produksi.
Menurut John J. Wild, K. R. Subramanyam, Robert F. Hasley
(2010:265-266) mengemukakan persediaan (inventory) merupakan barang
yang dijual dalam aktivitas operasi normal perusahaan. Dengan pengecualian
organisasi jasa tertentu, persediaan merupakan aktiva inti dan penting
dalam perusahaan. Persediaan harus diperhatikan karena merupakan
komponen utama dari aktiva operasi dan langsung mempengaruhi perhitungan
laba.
Persediaan merupakan salah satu aktiva yang paling aktif dalam
operasi kegiatan perusahaan dagang. Persediaan juga merupakan aktiva lancar
terbesar dari perusahaan manufaktur maupun dagang. Pengaruh persediaan
terhadap laba lebih mudah terlihat ketika kegiatan bisnis sedang
berfluktuasi. Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai persediaan
adalah seperti kutipan berikut.
Ikatan Akuntansi Indonesia (2007:14.3) mengemukakan bahwa:
Persediaan adalah aset:
a. Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal
b. Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan; atau,
c. Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (suplies) untuk digunakan
16
dalam proses produksi atau pemberian jasa.
Selanjutnya menurut Skousen, Stice, Stice (2004:653), ”persedian
ditujukan untuk barang-barang yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan bisnis
normal, dan dalam kasus perusahaan manufaktur, maka kata ini ditujukan untuk
proses produksi atau yang ditempatkan dalam kegiatan produksi”.
Sedangkan Kieso, Weygandt, Warfield (2007:443) mengatakan bahwa”
persediaan (inventory) adalah pos-pos aktiva yang dimiliki untuk dijual dalam
operasi bisnis normal atau barang yang akan digunakan atau dikonsumsi dalam
memproduksi barang yang akan dijual”. Persediaan yang diperoleh perusahaan
langsung dijual kembali tanpa mengalami proses produksi selanjutnya disebut
persediaan barang dagang.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan persediaan adalah barang-
barang yang dimiliki dan dijual dalam kegiatan bisnis normal. Persediaan
merupakan komponen aktiva yang paling aktif, sehingga sangat berpengaruh
dan harus diperhatikan.
2.1.2 Pentingnya Persediaan
Persediaan merupakan unsur utama dari modal kerja (aktiva lancar)
(Darmawan Sjahrial, 2007:189). Persediaan merupakan investasi yang sangat
berarti bagi perusahaan. Bila investasi dalam persediaan lebih besar
dibandingkan dengan keuntungan maka :
1. Akan memperbesar tingkat bunga, terutama sumber modal kerjanya
berasal dari dana pinjaman.
17
2. Akan memperbesar biaya penyimpanan dan biaya pemeliharaan.
3. Akan memperbesar kerugian karena kerusakan persediaan.
4. Turunnya kualitas persediaan.
5. Persediaan akan mengalami keusangan (absolensence), ketinggalan
mode, semua hal di atas akan mengalami keuntungan.
Sebaliknya investasi pada persediaan yang terlalu kecil
mengakibatkan kekurangan bahan baku sehingga kapasitas produksi tidak
penuh yang pada akhirnya mengakibatkan biaya produksi rata-rata menjadi
tinggi. Hal ini juga mengakibatkan menurunnya keuntungan perusahaan.
2.1.3 Faktor Biaya Persediaan
Persediaan merupakan salah satu faktor yang menentukan
kelancaran produksi dan penjualan, maka persediaan harus dikelola secara
tepat. Perusahaan harus dapat menentukan jumlah persediaan optimal,
sehingga disuatu sisi kontinuitas produksi dapat terjaga danm sisi lain
perusahaan dapat memperoleh keuntungan. Persediaan yang kurang akan tidak
sama baiknya dengan persediaan yang berlebihan, sebab kondisi keduanya
memiliki beban dan akibat masing-masing.
Menurut Agus Sartono (2008:4) faktor biaya persediaan meliputi :
1. Biaya penyimpanan digudang, semakin banyak barang yang disimpan
maka akan semakin besar biaya penyimpanannya.
2. Risiko kerusakan barang, semakin lama barang tersimpan digudang
maka risiko kerusakan barang semakin tinggi.
18
3. Risiko keusangan barang, barang-barang yang tersimpan lama akan
“out of date” atau ketinggalan jaman.
2.1.4 Fungsi-fungsi Persediaan
Persediaan barang mempunyai fungsi yang sangat penting bagi
perusahaan. Dari berbagai macam persediaan yang ada, seperti persediaan
bahan baku, barang dalam proses dan barang jadi. Perusahaan melakukan
penyimpanan persediaan atas barang karena berbagai fungsi, yaitu :
1. Fungsi Decoupling
Fungsi penting persediaan adalah memungkinkan operasi-
operasi perusahaan internal dan eksternal mempunyai kebebasan
(Indepedensi). Persediaan decouples ini memungkinkan perusahaan
dapat memenuhi permintaan langganan tanpa terganggu supplier.
2. Fungsi Economic Lot Sizing
Melalui penyimpanan persediaan, perusahaan dapat memproduksi
dan membeli sumber-sumber daya dalam kuantitas yang dapat
mengurangi biaya-biaya per unit. Dengan persediaan lost size ini
akan mempertimbangkan penghematan-penghematan.
3. Fungsi Antisipasi
Sering perusahaan mengalami fluktuasi permintaan yang
dapat diperkirakan yang diramalkan berdasar pengalaman atau data
masa lalu. Disamping itu, perusahaan juga sering dihadapkan pada
ketidakpastian jangka waktu pengiriman barang kembali sehingga
19
harus dilakukan antisipasi untuk cara menanggulanginya. Sementara itu
tiga fungsi lain mengapa persediaan barang diperlukan adalah untuk :
1 . Menghilangkan pengaruh ketidakpastian
Untuk mengahadapi ketidakpastian maka pada system inventory
ditetapkan persediaan darurat yang dinamakan safety stock.
2 . Memberikan waktu luang untuk pengelolaan produksi dan pembelian.
Kadang-kadang lebih ekonomis memproduksi barang dalam proses
atau barang jadi dalam jumlah besar atau jumlah paket yang
kemudian disimpan sebagai persediaan. Selama persediaan masih
ada maka proses produksi dihentikan dan akan mulai lahir jika
diketahui persediaan hampir habis.
3. Mengantisipasi pada demand dan supply
Inventori disiapkan untuk mengahadapi beberapa kondisi yang
menunjukan perubahan demand dan supply, yaitu :
a. Bila ada perubahan perkiraan harga dan persediaan bahan baku.
b. Sebagai persiapan mengahadapi promosi pasar dimana sejumlah
besar barang jadi disimpan menunggu penjualan tersebut.
c. Perusahaan yang melakukan produksi dengan jumlah output tetap
akan mengalami perubahan produk pada kondisi permintaan yang
rendah atau kondisi musim lesu atau low season. kelebihan produk ini
akan disimpan sebagai persediaan yang akan digunakan nanti apabila
output tidak dapat memenuhi lonjakan permintaan pada musim ramai
atau peak season.
20
Jadi berdasarkan fungsi-fungsi tersebut, dapat dipahami bahwa
perusahaan melakukan penyimpanan atau persediaan barang karena berbagai
alasan yaitu untuk berjaga-jaga pada saat barang dipasar sukar diperoleh,
agar perusahaan dapat memenuhi pesanan pembeli dalam waktu yang cepat.
Untuk menekankan harga pokok per unit barang, serta memberikan waktu
luang dalam pengelolaan produksi dan pembelian.
2.1.5 Tujuan Pengelolaan Persediaan
Suatu pengendalian persediaan yang dijalankan oleh suatu perusahaan
sudah tentu memiliki tujuan-tujuan tertentu. Pengendalian persediaan
yang yang dijalankan adalah untuk menjaga tingkat persediaan pada tingkat
yang optimal sehingga diperoleh penghematan-penghematan untuk
persediaan tersebut. Hal inilah yang dianggap penting untuk dilakukan
perhitungan persediaan sehingga dapat menunjukan tingkat persediaan yang
sesuai dengan kebutuhan dan dapat menjaga kontinuitas produksi dengan
pengorbanan atau pengeluaran biaya yang ekonomis.
Tujuan pengelolaan persediaan menurut Agus Sartono (2009:4) adalah:
1. Untuk dapat memenuhi kebutuhan atau permintaan konsumen
dengan cepat (memuaskan konsumen).
2. Untuk menjaga kontinuitas produksi atau menjaga agar perusahaan
tidak mengalami kehabisan persediaan yang mengakibatkan
terhentinya proses produksi, hal ini dikarenakan Kemungkinan
21
barang (bahan baku dan penolong) menjadi langka sehingga sulit
diperoleh.
Ada tiga bentuk utama dari persediaan perusahaan yaitu persediaan
barang jadi. Sekalipun ketiga macam persediaan ini biasanya tidak
diperlihatkan secara terpisah dalam neraca perusahaan, tetapi ciri dari
masing-masing macam persediaan tersebut adalah merupakan suatu faktor
yang sangat penting.
a. Persediaan Bahan Mentah
Bahan mentah adalah merupakan persediaan yang dibeli oleh
perusahaan untuk diproses untuk menjadi barang setengah jadi dan
akhirnya menjadi barang jadi atau produk akhir dari
perusahaan.adapun jumlah bahan mentah yang harus dipertahankan
oleh perusahaan yang akan sangat tergantung pada :
• Lead Time (waktu yang dibutuhkan sejak saat pemesanan sampai
dengan bahan diterima).
• Jumlah pemakaian.
• Jumlah Investasi dalam Persediaan.
• Karakteristik dari bahan mentah yang dibutuhkan.
b. Persediaan Barang dalam Proses
Persediaan barang dalam proses terdiri dari keseluruhan barang-
barang yang digunakan dalam proses produksi tetapi masih
membutuhkan proses lebih lanjut untuk menjadi produk yang siap
untuk dijual (barang jadi). Tingkat penyesuaian dalam sangat
22
tergantung pada panjang serta kompleksnya proses produksi yang
dilaksanakan. Besarnya persediaan barang dalam proses ini akan
menyebabkan semakin besarnya biaya-biaya persediaan karena modal
yang terikat didalam persediaan tersebut semakin besar, dimana
besarnya modal ini berkaitan langsung dengan lambatnya perputaran
persediaan. Persediaan barang dalam proses adalah merupakan proses
yang paling tidak likuid karena akan cukup sulit bagi perusahaan untuk
dapat menjual barang-barang yang masih dalam bentuk setengah jadi.
c. Persediaan Barang Jadi
Persediaan barang jadi adalah merupakan persediaan barang-barang
yang telah selesai oleh perusahaan, tetapi masih belum terjual.
2.1.6 Perputaran Modal Kerja
Modal kerja selalu dalam keadaan berputar atau beroperasi dalam
perusahaan selama perusahaan yang bersangkutan dalam keadaan usaha. Periode
perputaran modal kerja (working capital turnorver period) dimulai saat kas
diinvestasikan dalam komponen modal kerja sampai saat dimana kas kembali lagi
menjadi kas. Makin pendek periode tersebut berarti makin cepat perputarannya
atau makin tinggi tingkat perputarannya (turnorver rate-nya). Lama periode
perputaran modal kerjanya tergantung kepada berapa lama periode perputaran dari
masing-masing komponen dari modal kerja tersebut (Riyanto,2008). Untuk
menilai keefektifan modal kerja dapat digunakan ratio antara total penjualan
dengan jumlah modal kerja rata-rata (working capital turnorver). Ratio ini
23
menunjukan hubungan antara modal kerja dengan penjualan akan menunjukan
banyaknya penjualan yang dapat diperoleh perusahaan (dalam jumlah rupiah)
untuk tiap rupiah modal kerja (Munawir, 2002). Formulasi dari Working Capital
Turnover (WCT) adalah sebagai berikut :
WCT = Penjualan
Aktiva Lancar - Utang Lancar
2.1.7 Perputaran Persediaan
Persediaan seringkali merupakan bagian aset lancar yang cukup besar.
Alasan terjadiya hal seperti ini seringkali tidak berhubungan dengan kebutuhan
perusahaan untuk mempertahankan kecukupan dana yang likuid. Sebagian besar
perusahaan mempertahankan tingkat persediaan tertentu. Jika persediaan tidak
cukup, volume penjualan akan turun di bawah tingkat yang dapat dicapai.
Persediaan yang terlalu besar juga menahan dana yang dapat digunakan secara
lebih menguntungkan ditempat lain.
Perusahaan yang kegiatannya tidak hanya membeli dan menjual barang
dagangan melainkan juga memproduksi barang maka perusahaan ini pada akhir
tahun akan mempunyai persediaan bahan mentah, barang dalam proses dan barang
jadi. Terhadap persediaan-persediaan ini juga dapat dianalisis dengan prosedur
yang sama dengan persediaan barang dagangan. Untuk barang jadi maka
turnover-nya dapat dihitung dengan cara yang sama dengan perhitungan turnover
persediaan barang dagangan yaitu membagi harga pokok penjualan dengan rata-
rata persediaan.
24
Investasi dalam persediaan seringkali merupakan harta lancar yang
paling besar dari total harta perusahaan, sehingga menjadi hal yang penting bagi
manajemen untuk memantau tingkat persediaan secara cermat. Dalam banyak
hal persediaan lebih sensitive terhadap fluktuasi bisnis umum dibanding dengan
harta lainnya. Dalam periode yang baik, persediaan dapat segera terjual dan
jumlah persediaan digudang tidak berlebihan. Tetapi jika ada penurunan sedikit
saja dalam siklus bisnis, banyak jenis persediaan menumpuk di gudang.
Pengelolaan persediaan sangat penting untuk menjaga agar persediaan
yang ada tidak terlalu banyak atau tidak terlalu sedikit. Persediaan yang terlalu
banyak memerlukan biaya yang besar, risiko-risiko dan investasi yang sangat
tinggi, sehingga terlalu banyak uang yang diinvestasikan dalam persediaan dapat
merugikan perusahaan, karena uang tersebut tidak menghasilkan keuntungan.
Sebaliknya tingkat persediaan yang tidak memadai akan menimbulkan kerugian
karena adanya permintaan-permintaan yang tidak dapat dipenuhi.
Alasan-alasan tersebut meminta manajemen secara khusus perlu
merumuskan dan menetapkan cara perencanaan yang efektif. Salah satu cara
pengendalian adalah dengan menggunakan rasio perputaran persediaan barang.
Perputaran persediaan merupakan berapa kali persediaan akan berputar dan
kembali lagi. Perputaran persediaan merupakan aktivitas perusahaan yang
jelas diperlukan dan diperhitungkan, karena dapat mengetahui efesiensi
biaya yang berguna untuk memperoleh laba yang besar.
25
Menurut Sofyan Syafri Harahap (2011:308) perputaran persediaan
adalah :
“Menunjukkan seberapa cepat perputaran persediaan dalam siklus
produksi normal. Semakin cepat perputarannya semakin baik karena
dianggap kegiatan penjual berjalan cepat”.
Rasio perputaran persediaan memberikan ukuran kualitas dan likuiditas
komponen persediaan pada aset lancar. “ perputaran persediaan merupakan rasio
untuk mengukur kecepatan rata-rata persediaan bergerak keluar masuk
perusahaan (K.R. Subramanyam, 2010, 254).
Sedangkan menurut Toto Prihadi (2010:120) “ perputaran persediaan
merupakan indikasi perusahaan untuk menyediakan persediaan dalam
mendukung tercapainya penjualan.” Secara umum perputaran yang semakin
tinggi akan semakin baik bagi perusahaan.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
perputaran persediaan memperlihatkan bagaimana persediaan dikelola dan
dijual dalam satu periode tertentu, sehingga persediaan akan selalu berputar dan
nilainya akan selalu berubah-ubah.
Di neraca, persediaan dicatat atas dasar biaya. Artinya tidak ada unsur
marjin di dalam nilai persediaan yang tercantum di neraca. Sementara penjualan
yang terjadi dicatat atas dasar biaya ditambah marjin. Apabila nilai penjualan
dipakai sebagai dasar menghitung aktivitas, maka akan terjadi ketidak
sepadanan. Oleh karena itu nilai penjualan yang digunakan akan menggunakan
basis yang tidak mengandung unsur laba, yaitu harga pokok penjualan.
26
Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
Perputaran Persediaan =
Untuk menghitung rata-rata persediaan :
Rata-rata persediaan =
(Sofyan Safri Harahap, 2011)
Berdasarkan rumus perhitungan diatas dapat dijelaskan bahwa
jumlah perputaran harga pokok penjualan dibagi dengan jumlah
persediaan akan menentukan hasil perputaran persediaan dalam satu periode.
Sehingga meningkat atau turunnya jumlah perputaran persediaan ditentukan
dari pembagian harga pokok penjualan dengan persediaan. Rasio ini
menunjukkan berapa cepat perputaran persediaan dalam siklus produksi normal.
Semakin besar rasio ini maka semakin baik karena dianggap bahwa kegiatan
penjualan berjalan cepat.
2.1.8 Ukuran Perputaran Persediaan
Persediaan seringkali merupakan bagian aktiva tetap yang cukup besar.
Alasan terjadinya hal tersebut sering kali tidak berhubungan dengan kebutuhan
perusahaan untuk mempertahankan kecukupan dana yang likuid. Sebagian besar
perusahaan mempertahankan tingkat persediaan tertentu. Jika persediaan tidak
cukup, volume penjualan akan menurun di bawah tingkat yang dapat dicapai.
Sebaliknya, persediaan yang terlalu banyak menghadapkan perusahaan pada biaya
penyimpanan, asuransi, pajak, keusangan dan kerusakan fisik. Persediaan yang
terlalu besar juga menahan dana yang dapat digunakan secara lebih
27
mwnguntungkan ditempat lain. Terkait dengan risiko kepemilikan persediaan dan
fakta bahwa persediaan lebih lambat diubah menjadi kas dibandingkan piutang,
piutang biasanya dianggap sebagai aset lancar yang paling tidak likuid. Evalusi
likuiditas jangka pendek dan modal kerja yang melibatkan persediaan harus
mencakup evaluasi kualitas dan likuiditas persediaan.
2.1.9 Intrerprestasi Perputaran Persediaan
Rasio lancar menganggap komponen aktiva lancar sebagai potensi
sumber daya untuk melunasi kewajiban lancarnya. Dengan pandangan
serupa, rasio perputaran persediaan memberikan ukuran baik kualitas
maupun likuiditas. Menurut John Wild, K.R. Subramanyam dan Robert
F Halsey (2010:202), menerangkan bahwa komponen persediaan pada aktiva
lancar :
1. Kualitas persediaan mengacu pada kemampuan perusahaan untuk
menggunakan dan melepaskan persediaannya.
2. Likuiditas perusahaan
a. Manajemen persediaan yang ditunjukan untuk mempertahankan
tingkat persediaan yang rendah. Manajemen persediaan yang efektif
akan meningkatkan perputaran persediaan
b. Periode konversi atau operasi (conversion period or operating cycle).
Ukuran ini menggabungkan periode penagihan piutang dengan hari
untuk menjual persediaan untuk memperoleh jarak waktu konversi
persediaan menjadi kas.
28
2.1 Piutang
2.2.1 Pengertian Piutang
Nilai keunggulan bersaing dapat dicapai melalui efesiensi dan efektifitas
dari seluruh kegiatan perusahaan yang mana salah satu usahaanya yaitu dengan
melakukan penjulan kredit, sehingga menyebabkan timbulnya piutang bagi
perusahaan. Pemberian kredit kepada pembeli barang dan jasa umumnya
dilakukan oleh perusahaan untuk memperbesar penjualan dan meningkatkan laba.
Adanya penjualan yang dilakukan secara kredit akan mempengaruhi pada tingkat
likuiditas perusahaan tersebut. Sistem penjualan tunai akan menyebabkan modal
kerja menjadi likuid, sedangkan sistem penjualan kredit menyebabkan modal kerja
kurang likuid, karena menimbulkan piutang sehingga memerlukan waktu jatuh
tempo untuk likuid.
Earl KS, James DS, dan KF Skousen (2004: 479) mengemukakan :
“Dari artinya secara umum, istilah piutang dapat diterapkan ke semua
klaim atas uang, barang, dan jasa. Akan tetapi, untuk tujuan akuntansi, istilah
tersebut secara umum digunakan dalam lingkup yang lebih sempit untuk
menggambarkan klaim yang diharapkan akan selesai dengan diterimanya uang
tunai (kas)”.
Selain itu pengertian piutang menurut Harry Simons dalam buku
Pengantar Manajemen Keuangan (Manullang, 2005: 36) adalah sebagai berikut :
“The term receivable is applicable to all claims againts other, whether
are claims for money, for goods, or for serving, for accounting purpose, however
the terms is employed is a narrowe sense to designate claims that claims that are
expected to be settled by the receipt of money.”
Menurut Donald Kieso (2007: 346) “Piutang (receivables) adalah klaim
uamg, barang, atau jasa kepada pelanggan atau pihak-pihak lainnya.”
29
Dari pengertian diatas, tampak bahwa pengertian piutang antara lain
adalah semua tuntutan terhadap pelanggan, baik berbentuk perkiraan uang, barang
maupun jasa, serta segala hal yang berbentuk perkiraan seperti transaksi.
Selanjutnya, piutang merupakan kewajiban pelanggan yang disepakati dan mereka
mengharapkan pembayaran itu diselesaikan dengan tanda terima yang sah.
2.2.2 Klasifikasi Piutang
Piutang merupakan aktiva lancar yang diharapkan dapat dikonversi
menjadi kas dalam waktu satu tahun dalam satu periode akuntansi. Piutang pada
umunya timbul dari hasil usaha pokok perusahaan. Namun selain itu piutang juga
dapat timbul dari adanya usaha diluar kegiatan pokok perusahaan. Menurut
Manullang (2005:36) mengkalsifikasikan piutang sebagai berikut:
1. Piutang usaha
Piutang usaha merupakan segala tagihan dari penjualan barang-barang atau jasa
yang dilakukan secara kredit oleh perusahaan. Jika tagiha itu didukung dengan
tagihan tertulis oleh debitor kepada perusahaan untuk membayar pada suat tangal
tertentu, piutang tersebut adalah piutang wesel.
2. Piutang lain-lain
Piutang lain-lain merupakan tagihan yang tidak berasal dari penjualan barang
maupun jasa dalam kegiatan normal perusahaan.
Piutang usaha merupakan aktiva yang relatif likuid, biasanya
dikonversikan menjadi kas dalam jangka waktu 30 hari sampai dengan 60 hari
(Henry Simamora, 2002: 263). Piutang lain-lain yang dimiliki oleh perusahaan
biasanya disajikan secara terpisah dalam neraca. Piutang lain-lain (other
30
receivable) yang dimiliki meliputi antara lain piutang bunga atau piutang pajak
bila tidak dibayar dalam jangka waktu tertentu akan mendapat denda.
Disisi lain Earl KS, James DS, dan KF Skousen (2004: 479)
menggolongkan piutang sebagai berikut :
a. Piutang Dagang (Trade Receivables)
Umumnya adalah kategori yang paling signifikan dari piutang, dan
merupakan hasil dari aktivitas normal bisnis, yaitu penjualan barang atau jasa
secara kredit kepada pelanggan.
b. Piutang Nondagang (Nontrade Receivables)
Meliputi semua jenis piutang lainnya yang muncul dari berbagai transaksi,
seperti (1) penjualan surat berharga atau properti lainnya selain persediaan;
(2) deposit atau simpanan untuk menjamin pelaksanaan kontrak atau
pembayaran atas beban; (3) klaim untuk pengurangan harga atau
pengembalian pajak; dan (4) piutang dividen dan bunga.
Contoh lain dari perkiraan-perkiraan yang biasa digolongkan sebagai piutang
antara lain; wesel tagih, piutang pegawai, uang muka, refundable deposit
(uang jaminan), dan allowancce forbad debts ( penyisihan piutang tak
tertagih).
2.2.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Piutang
Menurut Manullang dalam bukunya Pengantar Manajemen Keuangan
(2005: 38) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
piutang adalah :
31
a. Volume penjualan kredit
Semakin besar proporsi penjualan kredit dari total penjualan yang dilakukan
perusahaan, maka jumlah investasi dalam piutang juga akan semakin besar.
b. Syarat pembayaran penjualan kredit
Syarat pembayaran penjualan secara kredit dapat bersifat ketat atau
lunak/longgar. Apabila perusahaan menetapkan syarat pembayaran yang ketat,
artinya keselamatan kredit lebih diutamakan daripada keuntungan (profit),
yang terpenting semua piutang dapat tertagih dan memandanag profitabilitas
adalah nomor dua. Sementara itu, jika perusahaan menetapkan syarat
pembayaran piutang bersifat lunak/longgar, itu adalah sebaliknya perusahaan
lebih mengutamakan keuntungan dibandingkan kembalinya piutang.
c. Ketentuan tentang pembatasan kredit
Dalam penjualan secara kredit, perusahaan dapat menetapkan batas maksimal
atau plafon bagi kredit yang diberikan kepada para pelanggan. Semakin tinggi
plafon yang diberikan, semakin besar pula dana yang diinvestasikan ke dalam
piutang. Dan begitupun sebaliknya, semakin kecil plafon semakin kecil dana
yang diinvestasikan ke dalam piutang.
d. Kebiasaan membayar para pelanggan
Sebagian pelanggan mempunyai kebiasaan membayar dengan menggunakan
cash discount, sedangkan sebagian lagi tidak demikian. Kebiasaan pelanggan
untuk membayar dalam cash discount period atau periode diskon atau
sesudahnya, akan berefek terhadap besarnya investasi dalam piutang. Apabila
32
sebagian besar pelanggan membayar dalam masa diskon, maka dana yang
tertanam dalam piutang akan lebih cepat bebas.
e. Kebijakan dalam penagihan piutang
Kebijakan dalam menagih piutang, baik secara aktif maupun pasif dapat
dilakukan oleh perusahaan. Perusahaan yang menjalankan kebijakan aktif
dalam menagih piutang, akan mempunyai pengeluaran dana yang lebih besar
untuk membiayai aktifitas penagihan namun dapat memperkecil risiko tidak
tertagihnya piutang. Begitupun sebaliknya jika perusahaan menjalankan
kebijakan pasif, pengeluaran dana lebih kecil tapi dapat memperbesar risiko
tidak tertagihnya piutang.
2.2.4 Perputaran Piutang
Piutang dapat dikatakan sebagai elemen utama dari modal kerja yang
selalu berputar. Periode perputaran piutang ini dimulai pada saat kas dikeluarkan
untuk mendapatkan persediaan kemudian persediaan tersebut dijual dengan cara
kredit sehingga akan menimbulkan piutang dimana piutang tersebut akan berubah
kembali menjadi kas pada saat terjadi pelunasan piutang tersebut oleh para
pelanggannya.
Posisi piutang dan taksiran waktu pengumpulannya dapat dinilai dengan
menghitung tingkat perputaran piutang (account receivable turnover). Perputaran
piutang adalah rasio yang memperlihatkan lamanya waktu dalam satu tahun untuk
mengubah piutang usaha menjadi uang tunai/kas (Henry Simamora, 2002: 266).
33
Perputaran piutang adalah kemampuan perusahaan dalam menangani
penjualan kredit dan kebijakannya. Semakin cepat perputaran berarti semakin
sedikit dana yang perlu ditanam didalam piutang usaha ( Toto Prihadi, 2010: 122 )
Menurut Darsono (2004:59) memberikan keterangan mengenai
perputaran piutang sebagai berikut:
“Perputaran piutang adalah seberapa kali saldo rata-rata piutang
dikonversi ke dalam kas selama periode tertentu.”
Adapun pengertian perputaran piutang yang seperti dinyatakan oleh
Bambang Riyanto (2008 : 90) sebagai berikut:
“Perputaran piutang merupakan periode terikatnya modal dalam piutang
yang tergantung kepada syarat pembayaran. Makin lunak atau makin lama syarat
pembayarannya, berarti bahwa tingkat perputarannya selama periode tertentu
adalah makin rendah.”
Perputaran piutang dalam sebuah perusahaan akan menunjukkan berapa
kali piutang yang timbul dalam satu periode kemudian berputar sampai piutang
tersebut dapat tertagih kembali. Periode perputaran piutang tergantung pada
panjang pendeknya ketentuan waktu yang dipersyaratkan dalam syarat
pembayaran kredit. Tingkat perputaran piutang (receivables turnover) dapat
diketahui dengan membagi jumlah penjualan kredit (credit sales) selama periode
tertentu dengan jumlah rata-rata piutang (average receivables).
Tingkat Perputaran Piutang =
Penjualan Kredit
Rata-rata Piutang
( BambangRiyanto, 2008: 90)
Rata-rata piutang diperoleh dengan cara sebagai berikut :
34
Rata-rata Piutang =
Piutang Awal + Piutang Akhir
2
Tinggi rendahnya tingkat perputaran piutang mempunyai dampak
langsung terhadap modal perusahaan yang tertanam dalam piutang. Perputaran
piutang yang tinggi mencerminkan kualitas piutang yang semakin baik. Tinggi
rendahnya perputaran piutang tergantung pada besar kecilnya modal yang
diinvestasikan dalam piutang. Semakin cepat perputaran piutang berarti semakin
cepat modal kembali. Tingkat perputaran piutang suatu perusahaan dapat
menggambarkan tingkat efisiensi modal perusahaan yang ditanamkan dalam
piutang, sehingga semakin tinggi perputaran piutang berarti semakin efisien
modal yang digunakan.
2.2.5 Piutang Tak Tertagih
Untuk memperbesar volume penjualan, banyak perusahaan melakukan
transaksi penjualan secara kredit disamping penjualan secara tunai. Ini akan
menimbulkan piutang bagi perusahaan yang melakukan penjualan tersebut.
Biasanya pembatasan terhadap jumlah penjualan kredit bergantung pada
bonafiditas pembeli. Apabila pembeli dianggap bonafid maka plafon kredit yang
diberikan agak besar dengan syarat kredit lebih ringan. Sebaliknya, bila pembeli
dianggap kurang bonafid, maka plafon yang diberikan kecil dengan syarat kredit
lebih berat.
35
Piutang yang diberikan kepada pelanggan diharapkan dapat tertagih pada
waktu jatuh tempo. Tetapi, adakalanya piutang tidak dapat ditagih kembali.
Artinya, rencana investasi tidak dapat terealisasikan. Penjualan atas dasar selain
penjualan tunai berisiko menimbulkan kegagalan untuk menagih piutang. Piutang
tak tertagih adalah kerugian pendapatan, yang memerlukan, melalui ayat jurnal
pencatatan yang tepat dalam akun, penurunan aktiva piutang usaha serta
penurunan yang berkaitan dengan laba dan ekuitas pemegang saham (Donald
Kieso, 2007: 350).
2.3 Likuiditas
2.3.1 Pengertian Likuiditas
Likuiditas merupakan salah satu faktor yang menentukan sukses atau
gagalnya suatu perusahaan. Penyediaan kebutuhan uang tunai untuk memenuhi
kewajiban jangka pendek menentukan sejauh mana perusahaan itu menanggung
resiko atau dengan kata lain kemampuan suatu perusahaan untuk mendapatkan
kas. Dengan mengukur likuiditas dapat diketahui berapa banyak uang tunai yang
harus dimiliki atau dapat dicapainya uang tunai dengan jalan menjual
kekayaannya (Bambang Riyanto, 2008:25) .
Munawir (2007: 31) mengemukakan bahwa likuiditas perusahaan adalah
sebagai berikut :
“Likuiditas adalah menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk
memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi, atau kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih. Perusahaan
yang mampu memenuhi kewajiban keaungannya tepat pada waktunya berarti
perusahaan tersebut dalam keadaan likuid, sebaliknya kalau perusahaan tidak
36
dapat segera memenuhi kewajiban keuangannya pada saat ditagih, berarti
perusahaan tersebut dalam keadaan illikuid.
Toto Prihadi dalam bukunya Analisis Laporan Keuangan (2010: 171)
mengemukakan “Likuditas (liquidity) adalah kemampuan perusahaan dalam
melunasi kewajiban jangka pendek”. Kewajiban jangka pendek atau hutang lancar
ini adalah hutang yang akan dilunasi dalam waktu satu tahun.
Likuiditas adalah kemampuan jangka pendek perusahaan untuk
membayar kewajibannya yang jatuh tempo (Donald E. Kieso dan Jerry J.
Weygandt, 2007:222).
Sedangkan menurut K.R Subramanyam (2010:241) likuiditas adalah
mengacu pada kemampuan perusahaan untuk memenuhi jangka pendeknya.
Pentingnya likuiditas dapat dilihat dengan mempertimbangkan dampak yang
berasal dari ketidakmampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
Dari beberapa definisi likuiditas yang telah dikemukakan oleh para ahli
keaungan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa likuiditas merupakan
kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban-kewajiban jangka pendek
dengan aktiva lancar yang tersedia, terutama kas sebagi alat pembayaran
kewajiban jangka pendek yang paling likuid.
2.3.2 Rasio Likuiditas
Dalam menentukan tingkat likuiditas perusahaan dapat dilihat dari rasio
likuiditasnya. Untuk menilai posisi keuangan jangka pendek (likuiditas) terdapat
37
beberapa rasio yang dapat digunakan sebagai alat analisa atau masukan kebijakan
perusahaan.
jenis-jenis rasio likuiditas yang dapat digunakan perusahaan untuk
mengukur kemampuan (Sofyan Syahri Harahap, 2011: 301) :
a. Rasio Lancar (Current Ratio)
Rasio ini menunjukkan sejauh mana aktiva lancar menutupi kewajiban-
kewajiban lancar.
b. Rasio Cepat/Sangat Lancar (Quick Ratio atau Acid Test Ratio)
Rasio ini menunjukkan kemampuan aktiva lancar yang paling likuid mampu
menutupi utang lancar
c. Rasio Kas (Cash Ratio)
Rasio ini menunjukkan porsi jumlah kas dibandingkan dengan total aktiva.
Dari ketiga rasio di atas, peneliti menggunakan rasio lancar (current
ratio), karena rasio ini adalah rasio yang paling umum digunakan untuk
menganalisa posisi modal kerja suatu perusahaan. Selain itu, current ratio ini
menunjukkan tingkat keamanan kreditor jangka pendek, atau kemampuan
perusahaan untuk membayar hutang-hutang jangka pendeknya.
2.3.3 Current Ratio
Current Ratio (rasio lancar) adalah rasio untuk mengukur sampai
seberapa jauh aset lancar perusahaan mampu untuk melunasi kewajiban jangka
pendeknya. Aset lancar mempunyai potensi penggunaan setahun kedepan dari
tanggal neraca (Toto Prihadi, 2010: 177).
38
Rasio yang paling umum digunakan untuk menganalisa posisi likuiditas
perusahaan adalah Current Ratio.” Current Ratio (Rasio lancar) merupakan rasio
untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka
pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan.
Dengan kata lain, seberapa banyak aktiva lancar yang tersedia untuk menutupi
kewajiban jangka pendek yang segera jatuh tempo (Menurut Munawir, 2007 : 72).
Current Ratio dapat dikatakan pula sebagai bentuk untuk mengukur
tingkat keamanan (margin of safety) suatu perusahaan. Perhitungan Current Ratio
dilakukan dengan cara membandingan antara total aktiva lancar/current asset
dengan hutang lancar/ current liabilities. Semakin besar perbandingan current
asset (aktiva lancar) dengan current liabilities (utang lancar), maka semakin
tinggi pula kemampuan perusahaan untuk menutupi kewajiban jangka pendeknya.
Rasio ini dinyatakan sebagai berikut :
Current Ratio =
Current Asset
Current Liabilities
(Toto Prihadi, 2010: 177)
Aktiva lancar (current asset) merupakan harta perusahaan yang dapat
dijadikan uang dalam waktu singkat (maksimal satu tahun). Komponen aktiva
lancar meliputi kas, bank, surat-surat berharga, piutang, persediaan, biaya dibayar
dimuka, pendapatan yang masih harus diterima, pinjaman yang diberikan, dan
aktiva lancar lainnya.
Hutang lancar (current liabilities) merupakan kewajiban perusahaan
jangka pendek (maksimal satu tahun). Artinya, hutang ini harus segera dilunasi
39
dalam waktu paling lama satu tahun. Komponen hutang lancar terdiri dari utang
dagang, utang bank satu tahun, utang wesel, utang gaji, utang pajak, utang dividen,
biaya diterima di muka, utang jangka panjang yang sudah hampir jatuh tempo,
serta utang jangka pendek lainnya.
Dalam praktiknya standar likuiditas yang baik adalah 200% atau 2 :1”.
Pedoman 2 : 1 mempunyai arti bahwa setiap utang lancar bernilai satu rupiah
dijamin dengan aktiva lancar sebesar dua rupiah. Artinya dengan hasil rasio
seperti itu, perusahaan sudah merasa berada di titik aman dalam jangka pendek
(Menurut Kasmir, 2011 : 131).
Sedangkan menurut Bambang Riyanto (2008 : 26), current ratio kurang
dari 200% dianggap kurang baik, sebab apabila aktiva lancar turun sampai lebih
dari 50%, maka jumlah aktiva lancarnya tidak akan cukup lagi untuk menutup
utang lancarnya. Bambang Riyanto (2008 : 28) juga mengungkapkan apabila
dalam mengukur tingkat likuiditas dengan menggunakan current ratio sebagai alat
pengukurnya, maka tingkat likuiditas perusahaan dapat dipertinggi dengan cara
sebagi berikut :
1. Dengan utang lancar (current liabilities) tertentu, diusahakan untuk
menambah aktiva lancar (current assets).
2. Dengan aktiva lancar tertentu, diusahakan untuk mengurangi jumlah
utang lancar.
3. Dengan mengurangi jumlah utang lancar bersama-sama dengan
mengurangi aktiva lancar.
Berdasarkan uraian diatas maka penilaian atau pengukuran terhadap
aspek likuiditas di dalam dunia usaha dianggap penting. Begitu pentingnya aspek
40
likuidtas ini sehingga eksistensi perusahaan akan disangsikan, apabila perusahaan
tidak lagi berkemampuan cukup untuk membayar kewajiban-kewajiban jangka
pendek pada tanggal jatuh temponya. Apabila hak ini terjadi pada perusahaan,
berarti penilaian terhadap aspek-aspek lain dalam perusahaan itu tidk bermanfaat
lagi bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
2.3.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Likuiditas
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan likuiditas
perusahaan, yaitu :
1. Besarnya investasi pada aktiva tetap dibandingkan dengan seluruh dana
jangka panjang.
Pemakaian dana untuk pembelian aktiva tetap adalah salah satu sebab utama
dari keadaan perusahaan tidak likuid. Apabila makin banyak dana perusahaan
yang dipergunakan untuk aktiva tetap, maka sifatnya untuk membiayai
kebutuhan jangka pendek tinggal sedikit.
2. Volume kegiatan perusahaan.
Peningkatan volume kegiatan perusahaan akan menambah kebutuhan dana
untuk membiayai aktiva lancar. Sebagian dari kebutuhan tersebut dipenuhi
dengan meningkatkan hutang-hutang, tetapi jika hal-hal lain tetap, maka
investasi dana jangka panjang untuk membiayai tambahan kebutuhan modal
kerja sangat diperlukan agar likuiditas dapat dipertahankan.
41
3. Pengendalian aktiva lancar.
Apabila pengendalian yang kurang baik terhadap besarnya investasi dalam
piutang dan persediaan menyebabkan adanya investasi yang melibihi
daripada yang seharusnya, maka sekali lagi tingkat likuiditas akan turun
dengan tajam, kecuali apabila disediakan lebih banyak lagi dan dalam jangka
panjang.
42
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah data-data mengenai perputaran persediaan,
Perputaran piutang dan Likuiditas yang diperoleh dari laporan keuangan tahunan
(2000-2010) PT. Holcim Indonesia, Tbk. Perusahaan ini bergerak dalam bidang
industri semen.
Perusahaan ini berkantor pusat di Gedung Tower utara JAMSOSTEK
utara Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 38 Jakarta 12930. Akan tetapi peneliti tidak
terjun langsung ke dalam organisasi perusahaan. Dalam hal ini peneliti hanya
mengambil beberapa data laporan keuangan yang teraudit dan dipublikasikan
secara resmi dari Bursa Efek Indonesia.
3.2 Metode Penelitian
metode penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan
data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan dan dibuktikan,
suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk
memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah. Sesuai dengan tujuannya,
metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
melalui pendekatan kuantitatif (Sugiyono, 2010:5) .
43
Metode ini menggambarkan bagaimana perkembangan perputaran
persediaan, perputaran piutang, dan tingkat likuiditas PT.Holcim Indonesia, Tbk.,
mengemukakan fakta-fakta yang ditunjang dengan pemahaman literatur sehingga
adanya gambaran secara sistematis dan faktual mengenai data yang diselidiki.
Sedangkan hasil penelitian ini nantinya diinterpretasikan ke dalam bentuk angka-
angka.
Menurut Drs. Beni Ahmad Saebani (2008: 90) “Metode penelitian
deskriptif dipergunakan untuk menggambarkan berbagai gejala dan fakta yang
terdapat dalam kehidupan sosial secara mendalam.”
Berdasarkan pernyataan diatas bahwa metode deskriptif kuantitatif adalah
metode yang berisi pengungkapan pemecahan masalah yang ada sekarang
berdasarkan data yang aktual, yakni dengan menyajikan data, menganalisis dan
menginterpretasikannya. Dalam penelitian ini metode deskriptif digunakan untuk
menganalisis dan menjelaskan perputaran persediaan dan perputaran piutang
terhadap tingkat likuiditas perusahaan. Sedangkan pendekatan kuantitatif
digunakan untuk menganalisis besarnya pengaruh perputaran persediaan dan
perputaran piutang terhadap tingkat likuiditas perusahaan.
3.3 Jenis Data
Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data sekunder,
yaitu data historis yang didapat dari pihak lain selain perusahaan. Jenis data
sekunder yang digunakan adalah data laporan keuangan yang telah dipublikasikan
44
oleh Bursa Efek Indonesia tahun 2000 sampai dengan 2011, yang diperoleh dari
hasil pengumpulan dan pengolahan pihak kedua atau tangan kedua.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan
keuangan pada PT. Holcim Indonesia, Tbk. yang terdapat pada Indonesia Capital
Market Directory (ICMD) yang diterbitkan oleh Bursa Efek Indonesia.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data
(Sugiyono, 2010:401). Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian
adalah studi dokumentasi. Data yang diperlukan yaitu data sekunder, berupa
laporan keuangan tahunan (Annual Report) yang diterbitkan oleh perusahaan,
buku Indonesian Capital Market Directory (ICMD), jurnal-jurnal, surat kabar
harian dan literatur-literatur lainnya yang berhubungan dengan objek yang sedang
diteliti. Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Laporan Keuangan Tahunan (Annual Report) yang diterbitkan oleh
perusahaan yang mendasari objek penelitian.
2. Laporan Neraca dan Laporan Laba Rugi pada PT. Holcim Indonesia Tbk
periode 2000 sampai dengan 2011.
3. Buku Indonesian Capital Market Directory (ICMD) dari tahun 2000 sampai
dengan 2011.
45
3.5 Operasionalisasi Variabel
Variabel dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang akan menjadi objek
pengamatan penelitian. Ada dua jenis variabel yang digunakan dalam penelitian
ini, yaitu variabel independen atau variabel bebas yang selanjutnya dinyatakan
dengan simbol (X) dan variabel dependen atau variabel terikat yang selanjutnya
dinyatakan dengan simbol (Y).
Variabel Independen/Bebas (X) merupakan variabel yang diduga
mempengaruhi variabel terikat. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian
ini ada dua, yaitu Perputaran Persediaan (X1) dan Perputaran Piutang (X2).
Variabel Dependen/Terikat (Y) merupakan variabel yang dipengaruhi oleh
variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Tingkat Likuiditas.
Variabel-variabel tersebut dioperasionalisasikan sebagai berikut:
Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel
VARIABEL KONSEP
VARIABEL
INDIKATOR JENIS DATA
Perputaran
Persediaan
(X1)
Cost of gold sold
Average Inventory
HPP
Persediaan:
- Persediaan Awal
- Persediaan Akhir
RASIO
Perputaran
Piutang (X2)
Sales
Average Trade
Receivable
Sales (Penjualan)
Rata-rata Piutang:
- Piutang Awal
- Piutang Akhir
RASIO
Tingkat
Likuiditas
(Y)
Current Asset
Current Liabilities
Aktiva Lancar
(Current Assets):
- Kas
- Piutang
- Persediaan
Hutang Lancar
(Current Liabilities):
- Hutang Bank
- Hutang Usaha
RASIO
46
3.6 Tekhnik Pengolahan Data
Dalam penelitian ini, tekhnik pengolahan data yaitu menghitung dan
menganalisis pengaruh perputaran persediaan, perputaran piutang, dan tingkat
likuiditas PT Holcim Indonesia Tbk serta dengan menggunakan metode analisis
regresi linier berganda yang berarti bahwa dalam suatu persamaan regresi terdapat
satu variabel dependen dan lebih dari satu variabel independen.selanjutnya
dilakukan uji asumsi klasik, uji koefisien secara parsial (uji t), uji koefisien secara
simultan (uji F), uji korelasi, dan uji koefisien determinasi.
3.6.1 Uji Asumsi Klasik
Sebelum dilakukan pengujian regresi linier berganda terhadap hipotesis
penelitian, maka terlebih dahulu perlu dilakukan suatu pengujian untuk
mengetahui ada tidaknya pelanggaran terhadap asumsi-asumsi klasik. Hasil
pengujian hipotesis yang baik adalah pengujian yang tidak melanggar asumsi-
asumsi klasik yang mendasari model regresi linier berganda. Asumsi-asumsi
klasik dalam penelitian ini meliputi uji normalitas, uji heteroskedastisitas, dan uji
autokorelasi.
3.6.1.1 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah regresi,
variabel dependen, variabel independen atau keduanya mempunyai distribusi
normal ataukah tidak mempunyai distribusi normal. Model regresi yang baik
adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Salah satu metode
47
untuk mengetahui normalitas adalah dengan menggunakan metode analisis grafik,
baik dengan melihat grafik secara histogram ataupun dengan melihat secara
Normal Probability Plot.
Uji Kolmogorov smirnov digunakan untuk uji statistik apakah data
terdistribusi normal ataukah tidak terdistribusi normal. Uji kolmogorov Smirnov
dengan ketentuan sebagai berikut: jika nilai signifikansi kolmogorov smirnov
lebih besar dari nilai signifikansi yang telah ditetapkan maka data terdistribusi
secara normal.
Metode lain untuk mengetahui normalitas adalah dengan menggunakan
metode analaisis grafik, baik dengan melihat grafik secara histogram ataupun
dengan melihat secara Normal Probability Plot. Normalitas data dapat dilihat dari
penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal pada grafik Normal P-Plot atau
dengan melihat histogram dari residualnya.
Uji normalitas dengan grafik Normal P-Plot akan membentuk satu garis
lurus diagonal, kemudian plotting data akan dibandingkan dengan garis diagonal.
Jika distribusi normal maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan
mengikuti garis diagonalnya. Uji normalitas yang pertama dengan melihat grafik
secara histogram dan grafik Normal P-Plot
3.6.1.2 Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual pengamatan satu ke
pengamatan yang lain berbeda. Sedangkan bila terjadi ketidaknyamanan variance
dari residual pengamatan satu ke pengamatan yang lain tetap maka disebut
48
homokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau
tidak terjadi heteroskedastisitas.
Salah satu cara untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas dalam
suatu model regresi linear berganda adalah dengan melihat grafik scatterplot
antara nilai prediksi variabel terikat yaitu SRESID dengan residual error yaitu
ZPRED. Jika tidak ada pola tertentu dan titik menyebar diatas dan dibawah angka
0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
3.6.1.3 Uji Autokorelasi
Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu
berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan
pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Model regresi
yang baik adalah yang bebas dari autokorelasi. Pengujian ini digunakan untuk
menguji asumsi klasik regresi berkaitan dengan adanya autokorelasi. Pengujian ini
menggunakan Durbin Watson (DW-test). Ketentuan uji DW dapat dilihat sebagai
berikut
Tabel 3.2
Kriteria Nilai Durbin Watson
No Nilai DW Kesimpulan
1 < 1,10 Ada autokorelasi
2 1,10 – 1,54 Tidak dapat disimpulkan
3 2,64 – 2,90 Tidak dapat disimpulkan
4 > 2,91 Ada autokorelasi
5 1,55 – 2,46 Tidak ada autokorelasi
49
Ŷ= a + b1x1+ b2x2 +ε
3.6.1.4 Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah keadaan dimana pada model regresi ditemukan
adanya korelasi yang sempurna atau mendekati sempurna antar variabel
independen. Pada model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi yang
sempurna di antara variabel bebas. Beberapa uji multikolinearitas yaitu dengan
melihat nilai tolerance dan inflaton factor ( VIF ) pada model regresi atau dengan
membandingkan nilai koefisien determinasi individual (r2) dengan nilai
determinasi secara serentak R2).
3.6.2 Analisis Regresi Linier Berganda
Hubungan kausal dalam penelitian ini akan dijelaskan melalui koefisien
regresi dari masing-masing variabel ke dalam model matematis regresi linear
berganda untuk selanjutnya akan dijadikan sebagai model analisis dalam
penelitian ini. Pengolahan data akan menggunakan bantuan software Statistical
Product and Service Solution (SPSS) 20, sehingga nantinya akan diformulasikan
ke dalam model analisis, yaitu:
Sudjana (2001: 235)
Keterangan:
Y = Tingkat Likuiditas
a = bilangan konstan
b = angka arah atau koefisien regresi
50
X1 = Perputaran Persediaan
X2 = Perputaran Piutang
e = error term
X dikatakan mempengaruhi Y, jika berubahnya nilai X akan
menyebabkan adanya perubahan nilai Y, artinya naik/turunnya X akan membuat
nilai Y juga naik/turun, dengan demikian nilai Y ini akan bervariasi. Namun nilai
Y bervariasi tersebut tidak semata-mata disebabkan oleh X, karena masih ada
faktor lain yang menyebabkannya.
Dalam hal ini:
Y = Subyek dalam variabel dependen yang diprediksikan
a = Harga Y bila X = 0 (konstanta persamaan regresi)
b1, b2 = Angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukkan angka peningkatan
atau pun penurunan variabel dependen yang didasarkan pada variabel
independen. Jika b(+) maka naik, dan jika b (-) maka terjadi penurunan.
X1 = Subyek pada variabel independen dengan nilai tertentu
X2 = Subyek pada variabel independen dengan nilai tertentu
Langkah-Langkah menjawab regresi ganda:
a. Membuat tabel penolong untuk menghitung angka statistik, yaitu: ∑X 1, ∑
X2, ∑Y, ∑X12, ∑ X2
2, ∑Y
2, ∑ X1 Y, ∑ X2 Y, ∑X1 X2..
b. Menghitung nilai-nilai persamaan b1, b2, dan a dengan rumus:
∑Y = a + b1∑X1 + b2∑X2
∑X1Y = a∑X1 + b1∑X1 + b2∑X1X2
∑X2Y = a∑X1 + b1∑X1 + b2∑22
X
51
3.6.3 Uji Hipotesis
Rancangan pengujian hipotesis ini dinilai dengan penetapan hipotesis nol
dan hipotesis alternatif, penelitian uji statistik dan perhitungan nilai uji statistik,
perhitungan hipotesis, penetapan tingkat signifikan dan penarikan kesimpulan.
Rancangan pengujian hipotesis penelitian ini untuk menguji ada tidaknya
pengaruh antara variabel independen (x) yaitu perputaran persediaan (x1) dan
perputaran piutang (x2) terhadap Tingkat likuiditas sebagai variabel dependen (Y),
dengan langkah-langkah sebagai berikut
Analisis Variabel penelitian dilakukan dengan menghitung perputaran
persediaan dan perputaran piutang, yang disusun dalam tabel kerja kemudian
masing-masing rasio tersebut diuji pengaruhnya terhadap tingkat likuiditas dengan
bantuan program software Statistical Product and Service Solution (SPSS) Versi
20.0.
3.6.3.1 Uji Koefisien Secara Simultan (Uji F)
Uji F digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh perputaran
persediaan dan perputaran piutang tetap terhadap tingkat likuiditas secara
simultan. Langkah–langkah yang dilakukan adalah:
a. Merumuskan Hipotesis
H0diterima: berarti tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel
independen terhadap variabel dependen secara simultan.
52
Haditerima: berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel
independen terhadap variabel dependen secara simultan.
b. Menentukan tingkat signifikansi yaitu sebesar 0.05 (α=0,05)
c. Membandingkan Fhitung dengan Ftabel
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, diantaranya:
1. Bila Fhitung< Ftabel, variabel independen secara bersama-sama tidak
berpengaruh terhadap variabel dependen.
2. Bila Fhitung> Ftabel, variabel independen secara bersama-sama berpengaruh
terhadap variabel dependen.
d. Berdasarkan Probabilitas. Dengan menggunakan nilai probabilitas, Ha akan
diterima jika probabilitas kurang dari 0,05.
e. Menentukan nilai koefisien determinasi, dimana koefisien ini menunjukkan
seberapa besar variabel independen pada model yang digunakan mampu
menjelaskan variabel dependennya.
Uji F dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Keterangan:
F hitung =Nilai F yang dihitung
R = Nilai Koefisien Korelasi Ganda
1
)1( 2
2
kn
R
k
R
Fhitung
53
k = Jumlah Variabel bebas (independen)
n = Jumlah sampel
Gambar 3.1
Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho (Uji F)
Daerah Penerimaan Daerah Penolakan Ho
Ho
F tabel F hitung
3.6.3.2 Uji Koefisien Secara Parsial (uji t)
Uji koefisien secara parsial (uji t) yaitu uji statistik secara individual untuk
mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat
dengan menggunakan uji t. Uji t ini digunakan untuk menguji signifikansi. Oleh
karena itu, uji t ini digunakan untuk menguji hipotesis. Langkah–langkah
pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Merumuskan hipotesis
H0diterima: berarti tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel
independen terhadap variabel dependen secara parsial.
Haditerima:berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel
independen terhadap variabel dependen secara parsial.
54
c. Menentukan tingkat signifikansi (α) sebesar 0,05.
d. Membandingkan thitung dengan ttabel,.Jika thitung lebih besar dari ttabel maka Ha
diterima dan H0 ditolak.
1. Bila thitung< ttabel, variabel independen secara individu tak berpengaruh
terhadap variabel dependen.
2. Bila thitung> ttabel, variabel independen secara individu berpengaruh
terhadap variabel dependen.
e. Berdasarkan probabilitas
Ha akan diterima jika nilai probabilitasnya kurang dari 0,05 (α)
Menentukan variabel independen mana yang mempunyai pengaruh paling
dominan terhadap variabel dependen. Hubungan ini dapat dilihat dari
koefisien regresinya.
Uji t dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Keterangan :
thitung = nilai t
r = nilai koefisien korelasi
n = jumlah sampel
21
2
r
nrthitung
55
-t tabel (α/2,df)
t tabel (α/2,df)
0
Daerah Penerimaan Hipotesis
Daerah penolakan hipotesis
Gambar 3.2
Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho (Uji -t)
3.6.4 Analisis Koefisien Korelasi
Analisis Korelasi bertujuan mencari hubungan antara kedua variabel yang
diteliti. Terdiri dari yang positif dan negative. Ukuran yang dipakai untuk
mengetahui kuat atau tidaknya hubungan antara x dan y disebut koefisien korelasi
(r). Nilai koefisien korelasi harus terdapat dalam batas -1< r < 1, dimana:
a. Bila nilai r = -1, maka korelasi kedua variabel dikatakan sangat kuat dan
negative artinya sifat hubungan dari kedua variabel berlawanan arah,
maksudnya jika nilai X naik maka nilai Y akan turun atau sebaliknya.
b. Bila nilai r= 0 atau mendekati 0, maka korelasi dari kedua variabel sangat
lemah atau tidak terdapat korelasi sama sekali.
c. Bila nilai r = 1 atau mendekati 1, maka korelasi dari kedua variabel sangat kuat
dan positif, artinya hubungan dari kedua variabel yang diteliti bersifat searah,
maksudnya jika nilai X naik maka nilai Y juga naik atau sebaliknya.
56
Adapun kriteria penilaian korelasi menurut Sugiyono (2010:216), yaitu:
Tabel 3.3
Pedoman untuk memberikan interpretasi
terhadap koefisien korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 - 0.199 Sangat rendah
0,20 - 0,399 Rendah
0,40 - 0,599 Sedang
0,60 - 0,799 Kuat
0,80 - 1,000 Sangat kuat
Sumber: Sugiyono, 2010
3.6.5 Analisis Koefisien Determinasi ( Uji R2)
Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan
model dalam menerangkan variasi variabel independen. Nilai koefisien
determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan
variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat
terbatas.
Pengujian kontribusi dari pengaruh variabel bebas (X1, X2) terhadap
variabel tidak bebas (Y) dapat dilihat dari koefisien determinasi berganda (R2)
dimana 0<R2<1. Hal ini menunjukkan jika R
2 semakin dekat dengan 1, maka
pengaruh variabel bebas (X1, X2) terhadap variabel bebas (Y) semakin kuat.
Sebaliknya jika R2 semakin dekat dengan 0 maka pengaruh variabel bebas(X1, X2)
57
terhadap variabel tidak bebas (Y) semakin lemah. Analisis determinasi dihitung
dengan rumus :
KD = r2 x100%
Keterangan:
KD = Koefisien Determinasi
r = Koefisien Korelasi
3.7 Jadwal Penelitian
Adapun jadwal penelitian yang akan dilakukan penulis adalah sebagai
berikut:
Tabel 3.4
Jadwal Penelitian Tahun 2013
Keterangan
Bulan
Maret April Mei Juni Juli Agustus
4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pengajuan Judul
Bimbingan Proposal
Seminar Judul
Waktu Pengumpulan Data
Waktu Pengolahan Data
Bimbingan Skripsi
Seminar Skripsi
KD = r2 x100%