BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia,...

55
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Timor-Leste adalah Negara yang baru merdeka secara resmi berdasarkan jajak pendapat tahun 1999, ketika masih tergabung dengan Republik Indonesia bernama Timor-Timur yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan Milisi yang kecewa dengan Hasil Referendum. Sebagaimana kita ketahui bahwa proses kemerdekaan yang diperoleh, Negara Timor-Leste melewati suatu perjuangan yang begitu drastis dan sangat sulit untuk menentukan nasib sendiri (Self determination) tetapi rakyat Maubere sudah didoktirinkan oleh falsafah perjuangan yaitu “mate ka moris ukun rasik a’an”. Dan Falsafah tersebut sudah menjadi darah daging bagi povu maubere untuk memperjuangkan hak untuk menentukan nasib sendiri (merdeka).Demi pembebasan dari jajahan dekolonialisasi Republik Indonesia. Dalam perjuangan kemerdekaan Negara Timor-Leste tidak boleh dipungkiri bahwa kemerdekaan yang diperoleh oleh masyarakat Timor-Leste, karena atas partisipasi Gereja Katolik secara aktif dalam memberikan kontribusi untuk Kemerdekaan Negara Timor-Leste. Karena Gereja Katolik sebagai sebuah wadah atau payung untuk melakukan gerakan bawah tanah dalam rangka memberikan informasi kepada dunia Internasional maupun Nasional dan juga melakukan transformasi politik yang terjadi sebelumnya.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia,...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Timor-Leste adalah Negara yang baru merdeka secara resmi berdasarkan jajak

pendapat tahun 1999, ketika masih tergabung dengan Republik Indonesia bernama

Timor-Timur yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur

memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

Milisi yang kecewa dengan Hasil Referendum. Sebagaimana kita ketahui bahwa

proses kemerdekaan yang diperoleh, Negara Timor-Leste melewati suatu perjuangan

yang begitu drastis dan sangat sulit untuk menentukan nasib sendiri (Self

determination) tetapi rakyat Maubere sudah didoktirinkan oleh falsafah perjuangan

yaitu “mate ka moris ukun rasik a’an”.

Dan Falsafah tersebut sudah menjadi darah daging bagi povu maubere untuk

memperjuangkan hak untuk menentukan nasib sendiri (merdeka).Demi pembebasan

dari jajahan dekolonialisasi Republik Indonesia. Dalam perjuangan kemerdekaan

Negara Timor-Leste tidak boleh dipungkiri bahwa kemerdekaan yang diperoleh oleh

masyarakat Timor-Leste, karena atas partisipasi Gereja Katolik secara aktif dalam

memberikan kontribusi untuk Kemerdekaan Negara Timor-Leste. Karena Gereja

Katolik sebagai sebuah wadah atau payung untuk melakukan gerakan bawah tanah

dalam rangka memberikan informasi kepada dunia Internasional maupun Nasional

dan juga melakukan transformasi politik yang terjadi sebelumnya.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

2

Salah satu kontribusi Gereja Katolik pada tahun 1981 ketika bapak Xanana

Gusmao mendirikan partai Marxisme Leninisme sangat bertitik tolak dari pada politik

internasional yang terjadi pada massa sebelumnya maka itu kehadiran Gereja Katolik

khususnya Pastor Dom Martinho Lopes menyatakan kepada bapak Xanana Gusmao

agar melakukan rekonstruksi terhadap gagasan tersebut. karena partai politik tersebut,

tidak sejalan dengan dinamika politik yang terjadi pada saat itu, karena faham yang

diadopsi adalah aliran kiri (possitivistico). Gereja Katolik merupakan salah satu

pemangku kepentingan utama dalam persoalan Timor Timur selama mandat Komisi

periode 1974-99.

Perjuangan dekolonisasi berdampak berat pada Gereja dan melibatkan semua

kalangan, mulai dari basis hingga eselon teratas hirarki Gereja di Roma. Pentingnya

isu ini bagi Gereja dan kepentingan politik Vatikan atas pemerintah Indonesia, jelas

tampak dari fakta, bahwa Paus Johanes Paulus II adalah satu-satunya pemimpin dunia

yang mengunjungi wilayah Timor-Timur pada tahun 1989 selama masa pendudukan

Indonesia. Dalam proses perjuangan, Gereja Katolik di Timor-Timur mempunyai tiga

pemimpin selama periode 1974-1999 antara lain, Uskup José Joaquim Ribeiro, Dom

Martinho da Costa Lopes, dan Dom Carlos Filipe Ximenes Belo SDB.

Selama pendudukan Indonesia, setiap pemimpin ini awalnya berusaha

mengakhiri kekerasan melalui dialog dan perwakilan langsung kepada otoritas

sekuler. Ketika upaya ini gagal, mereka masing-masing beralih mengambil peran

yang semakin vokal untuk melindungi Hak Rakyat. Sejak sekitar tahun 1983, Gereja

menghimbau adanya penentuan nasib sendiri, karena yakin bahwa penentuan hak

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

3

kolektif tersebut merupakan kunci untuk mencapai perdamaian sejati dan

dinikmatinya hak-hak individu. Peranan profesi Gereja lokal ini, dan advokasi hak

politik mengenai penentuan nasib sendiri, yang merupakan tantangan terbesar bagi

Vatikan ialah masalah Timor-Timur, meskipun Vatikan pula pada prinsipnya

mendukung hak penentuan nasib sendiri.

Sejarah singkat tentang para Imam Gereja Katolik di Timor-Timur yang

berpartisipasi aktif dalam proses perjuangan Hak Kemerdekaan Timor-Timur. Dom

José Joaquim Ribeiro (1966-77) Uskup Ribeiro yang berkebangsaan Portugis,

memimpin Gereja selama dua tahun terakhir pemerintahan Portugis, dan selama dua

tahun pertama pendudukan Indonesia. Revolusi Bunga di Portugal, Sebagai bagian

integral sistem kolonial kuno, Gereja benar-benar ditantang oleh perubahan

lingkungan politis, dan disusul periode kebimbangan serta kegelisahan akut yang

diperparah oleh kekerasan perang saudara dan bayangan invasi Indonesia.

Beberapa pejabat Gereja dan pastor lebih berpihak pada UDT, karena mereka

menghawatirkan tersebarnya paham komunisme di wilayahnya. Uskup Ribeiro secara

terbuka menuduh Fretilin sebagai “komunis”. Dalam Surat Gembala yang

dikeluarkan pada tanggal 25 Januari 1975, ia melarang umat Katolik memilih

Komunis atau Sosialis, tetap membela hak atas properti pribadi dan memperingatkan,

bahwa Marxisme mengancam “menghilangkan nilai-nilai positif Rakyat Timor”.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

4

Meskipun kemudian diubah, pandangan-pandangannya mempengaruhi

persepsi Gereja tentang Fretilin dan sikap Vatikan, serta beberapa negara yang

menerima pengungsi perang saudara di Timor-Timur, khususnya Indonesia, Portugal

dan Australia. Invasi dan aneksasi Indonesia atas Timor-Timur terjadi menjelang

akhir masa kepausan Paus Paulus VI (1963-78). Paulus VI memainkan peran utama

dalam pembentukan dan penerapan perubahan-perubahan yang diperkenalkan Konsili

Vatikan, termasuk doktrin-doktrinnya tentang keadilan sosial.

Ia sangat menentang kekerasan, dan memberikan pidato tak terlupakan kepada

Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1963, di mana ia mendeklarasikan“tidak ada

perang lagi, perang tidak akan ada lagi”. Menteri Luar Negeri Vatikan, Jean-Marie

Cardinal Villot (1969-79), mengetahui dengan baik invasi tersebut serta akibat-akibat

kemanusiaannya dari beberapa sumber. Uskup Ribeiro, yang mengharap intervensi

militer Indonesia akan berjalan setenang aksi India di Goa; tetapi ia benar-benar

terganggu dengan apa yang ia saksikan.

Pada awal tahun 1976 ia berkata kepada pemerintah Indonesia, bahwa

“pasukan Indonesia, dengan pembunuhan, pelanggaran dan penjarahan yang

dilakukannya adalah ribuan kali lebih buruk” (daripada Fretilin); dan menambahkan,

bahwa “pasukan terjun payung Indonesia turun dari langit seperti malaikat tetapi

kemudian berperilaku seperti setan”. Uskup Ribeiro mengundurkan diri dan kembali

ke Portugal tahun 1977. Meskipun demikian, Komisi belum bisa mendapatkan bukti,

bahwa Paus Paulus VI membuat tanggapan umum mengenai invasi tersebut, atau

menggunakan jabatannya untuk memperkuat tuntutan Dewan Keamanan PBB tentang

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

5

penarikan pasukan Indonesia dari Timor-Timur. Dom Martinho da Costa Lopes

(1977-83) Uskup Ribeiro pensiun pada tanggal 23 October 1977. Karena kasus

Timor-Timur yang tidak jelas, Vatikan kemudian berpikir tentang pengelolaan

langsung Gereja lokal daripada menggabungkannya dengan konferensia wali Gereja

Indonesia (KWI).

Setelah membicarakannya dengan pemimpin Gereja setempat, Vatikan

menunjuk Dom Martinho da Costa Lopes sebagai Administrator Apostolik dan

menjadikannya putra asli Timor pertama yang menjadi pemimpin Gereja Katolik di

Timor-Timur. Ia langsung bertanggung jawab kepada Vatikan melalui Duta Besar

Vatikan di Jakarta. Masa jabatan Monsignor Lopes cukup singkat. Selama tiga tahun

pertama, ia menerapkan pendekatan kooperatif dalam pembicaraannya dengan

otoritas Indonesia, mengenai banyak pelanggaran yang dilaporkan oleh para pastor

dan pihak-pihak lain kepadanya. Ia juga selalu memberi informasi baru kepada para

uskup Indonesia dan Nunsio Paus Apostolik di Jakarta.

Namun komisi tidak berhasil menemukan catatan apa pun, bahwa Vatikan

membuat intervensi publik atau peranan yang mendukung selama periode ini. Sejak

tahun 1981, hubungan Monsignor Lopes dengan Vatikan dan militer Indonesia

semakin memburuk, dan pada bulan April 1983 ia mengundurkan diri di bawah

tekanan dari kedua pihak tersebut. Alasan-alasan retaknya hubungan dengan Vatikan

berkaitan dengan perbedaan pandangan yang mendasar tentang isu ini.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

6

Dom Carlos Filipe Ximenes Belo SDB (1983-2003), Penunjukan Carlos

Filipe Ximenes Belo oleh Vatikan dilakukan tanpa diadakan pembicaraan yang

semestinya para Pastor setempat, dan awalnya ia tidak disukai Pastor-Pastor di

Timor-Timur khususnya dalam konteks pengunduran diri Monsinhor Lopes, Dom

Carlos dengan hati-hati menolak berperang politik yang merusak hubunganya dengan

pihak perlawanan, tetapi seperti halnya dua pendahulunya ia perlahan-lahan terpaksa

menjadi lebih vokal. Ia menjelaskan gejolak-gejolak tersebut dalam surat kepada

wakil Paus di Jakarta: sejak tahun 1983, tahun saya ditunjuk sebagai Administrator

Apostolik, setiap tahun kami menyaksikan penganiayaan-penganiayaan serupa. Kami

telah berbicara dengan pihak otoritas tetapi tidak ada hasil. Rakyatlah yang selalu

menderita.

Sejak awal masa jabatan Dom Carlos Filipe Ximenes Belo, sebagai Uskup,

membaktikan dirinya kepada penentuan nasib sendiri baik sebagai hak maupun

rumusan Perdamaian abadi. Uskup Belo mengatakan bahwa, Meskipun semua

kekuatan melawan kami, kami tetap bersekukuh, bahwa satu-satunya solusi ialah

politik dan diplomatik, dan konsep ini tetap kami sebar luaskan, solusi harus

mencakup diatas segalanya, penghormatan hak rakyat atas penentuan nasib sendiri,

menghargai identitas Kultural, Etnik danReligius masyarakat Timor-Timur

diwujudkan, selama hal ini tidak diterapkan, tidak akan ada solusi damai bagi Timor-

Timur.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

7

Sebagai tanda kepercayaan, Vatikan mengangkat Dom Belo sebgai Uskup

pada tahun 1988. Dan Pada bulan Februari 1989, Uskup baru ini mengulangi

dukunganya bagi penentuan nasib sendiri dalam sepucuk surat pribadi kepada

sekretaris Jenderal PBB Javier Peres de Cuellar.

Surat-surat serupa dikirimkan ke Presiden Portugal dan Sri Paus, surat Uskup

Belo tersebut menantang sekretaris Jenderal untuk melangkah melampaui

hubunganya dengan Portugal dan Indonesia dan meminta pendapat rakyat Timor-

Timur secara langsung melalui Referendum.

Surat tersebut secara eksplisit, menolak pernyataan yang dipertahankan

Indonesia, bahwa Timor-Timur telah sepenuhnya menjalangkan hak penentuan

nasibnya sendiri, dan menyiratkan bahwa pernyataan-pernyataan partai politik Timor-

Timur tentang status juga cacat.

Uskup Belo menulis, Rakyat Timor-Leste harus diijingkan memilih masa

depan mereka melalui Referendum. Hingga saat ini masyarakat Timor-Leste tidak

diajak bicara. Indonesia menyatakan bahwa, rakyat Timor-Leste telah memilih

integrasi, Tetapi rakyat Timor-Leste sendiri tidak pernah mengatakan sedemikian.

Dengan itu Portugal mengingingkan waktu untuk meyelesaikan persoalan. Tetapi

kami terus mati sebagai manusia dan sebagai bangsa.

1.2. Identifikasi Masalah

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

8

Berdasarkan dari Latar Belakang Masalah yang ada, maka penulis dapat

menidentifikasi Masalah yaitu:

1. Adanya partisipasi Gereja Katolik dalam perjuangan Hak Kemerdekaan.

Timor-Leste.

2. Adanya Aspek Pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam Perjuangan Hak

Kemerdekaan Timor-Leste pada zaman Penjajahan Republik Indonesia.

3. Adanya Intervensi Vatikan untuk menentukan Hak Kemerdekaan Timor-

Leste.

1.3. Perumusan Masalah

Berdasarkan Identifikasi masalah yang ada, maka penulis dapat merumuskan

masalahnya yaitu, Sejauhmana Partisipasi Gereja Katolik dalam perjuangan Hak

Kemerdekaan Timor-Leste?

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Berdasarkan perumusan masalah yang di atas, maka penulis memberikan

tujuan penelitian umum yaitu, untuk mengetahui partisipasi Gereja Katolik dalam

perjuangan Hak Kemerdekaan Timor-Timur.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

9

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Manfaat Teoritis

Berdasarkan tujuan penelitian ini, maka penulis memiliki beberapa manfaat

penelitian Teoritis yaitu sebagai berikut:

1. Bagi Universidade da Paz (Unpaz) hasil penelitian ini di jadikan

sebagai informasi ilmiah bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan

Humaniora sekaligus sebagai bahan referensi Universitas untuk

masyarakat kampus.

2. Hasil penelitian ini sebagai aplikasi teori yang di terima selama di

kampus sekaligus menjadi persyaratan bagi mahasiswa/i dalam

menyelesaikan jenjang Strata. 1 (S1)

1.5.2 Manfaat Praktis

Berdasarkan tujuan penelitian ini, maka penulis memiliki beberapa manfaat

penelitian Praktis yaitu sebagai berikut:

1. Hasil penelitian ini di harapkan sebagai data atau bahan bagi semua

masyarakat di Timor-Leste, untuk mengetahui partisipasi Gereja Katolik

dalam proses perjuangan Kemerdekaanya Negara Timor-Leste.

2. Dapat di jadikan referensi bagi penelitian selanjutnya tentang Partisipasi

gereja Katolik dalam perjuangan Hak Kemerdekaan di Timor-Timur.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

10

3. Untuk Hirarki Gereja Katolik, salah satu bagian untuk menjadi bahan

referensi bagi komunitas Gereja Katolik terhadap partisipasi Gereja Katolik

dalam perjuangan Hak Kemerdekaan Timor-Timur.

1.6. Batasan dan Ruang Lingkup

Penulis menbatasi masalah pada “Partisipasi Gereja Katolik dalam perjuangan

Hak Kemerdekaan Timor-Timur pada Tahun 1974-1999. Studi Kasus di Kantor

Keuskupan Dili, Timor-Leste”

1.7.Sistematika Penulisan

Sebagai landasan untuk mempermuda dalam penulisan skripsi ini maka,

gambaran sistematika penulisan skripsi ini seperti yang penulis paparkan dibawah ini.

BAB I PEDAHULUAN: Berisi mengenai Latar Belakang, Identifikasi Masalah,

Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Ruang Lingkup

Penelitian dan Sistematik Penulisan

BAB II KAJIAN PUSTAKA: Berisi mengenai Pengertian Partisipasi, Defenisi

Gereja, Misi Gereja Menurut Konsili Vaticano II dan Pengertian Hak Asasi

Manusi (HAM).

BAB III METODE PENELITIAN: Berisi mengenai, Jenis Penelitian, Fokus

Penelitian, Lokasi dan Situs Penelitian, Jenis Data, Teknik Pengumpulan Data,

Instrumen Penelitian, Teknik Analisis Data.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

11

BAB IV GAMARAN UMUM DAN HASIL PENELITIAN : Dalam Bab ini

berisi tentan, Gambaran Umum yang menjelaskan mengenai Sejarah Singkat

Keuskupan Dili, Letak Wilaya,Klasifikasi Demografi Menurut Jenis Kelamin,

Klasifikasi Demografi Menurut Jenis Pendidikan, Klasifikasi Demografi

Menurut Jabatan, Fokus Penelitian dan Penyajian data yang meramkup

beberapa permasalahan yaitu Indikasi dan legalitas yang mendasari partisipasi

Gereja dalam pembebasan Rakyat Timor-Leste. Hambatan yang di hadapi oleh

Gereja Katolik dalam perjuangan Hak Kemerdekaan Timor-Leste. Reaksi dan

sikap ABRI dan Pemerintah Republik Indonesia terhadap perjuangan Hak

Kemerdekaan Timor-Leste dan Analiisis dan Interpretasi data.

BAB V : Dalam Bab ini berisi tentan Kesimpulan dan Saran.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Partisipasi

Banyak ahli memberikan pengertian mengenai konsep partisipasi. Bila

dilihat dari asal katanya, kata partisipasi berasal dari kata bahasa Inggris

“participation” yang berarti pengambilan bagian, pengikutsertaan.

Partisipasi berarti peran serta seseorang atau kelompok masyarakat dalam

proses pembangunan baik dalam bentuk pernyataan maupun dalam bentuk kegiatan

dengan memberi masukan pikiran, tenaga, waktu, keahlian, modal dan atau materi,

serta ikut memanfaatkan dan menikmati hasil hasil pembangunan.1

Pengertian tentang partisipasi dimana partisipasi dapat juga berarti pembuat

keputusan menyarankan kelompok atau masyarakat ikut terlibat dalam bentuk

penyampaian saran dan pendapat, barang, keterampilan, barang dan jasa.2

Partisipasi dapat juga berarti bahwa kelompok mengenal masalah mereka

sendiri, mengkaji pilihan mereka, membuat keputusan, dan memecahkan masalahnya.

partisipasi adalah sebagai wujud dari keinginan untuk mengembangkan

demokrasi melalui proses desentralisasi dimana diupayakan antara lain perlunya

1 Jhon M.echols & Hasan Shadily,2000:419.

2( Nyoman Sumaryadi, 2010: 46).

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

13

perencanaan dari bawah (bottom up) dengan mengikutsertakan masyarakat dalam

proses perencanaan dan pembangunan masyarakatnya. 3

Mengklasifikasikan partisipasi menjadi 2 (dua) berdasarkan cara keterliba

tannya, yaitu:4

a. Partisipasi Langsung

Partisipasi yang terjadi apabila individu menampilkan kegiatan tertentu

dalam proses partisipasi. Partisipasi ini terjadi apabila setiap orang dapat

mengajukan pandangan, membahas pokok permasalahan, mengajukan keberatan

terhadap keinginan orang lain atau terhadap ucapannya.

b. Partisipasi tidak langsung

Partisipasi yang terjadi apabila individu mendelegasikan hak

partisipasinya. Cohen dan Uphoff yang dikutip oleh Siti Irene Astuti D 2011:

61-63 membedakan patisipasi menjadi empat jenis, yaitu pertama, partisipasi

dalam pengambilan keputusan. Kedua, partisipasi dalam pelaksanaan. Ketiga,

partisipasi dalam pengambilan pemanfaatan. Dan Keempat, partisipasi dalam

evaluasi.

Pertama, partisipasi dalam pengambilan keputusan. Partisipasi ini terutama

berkaitan dengan penentuan alternatif dengan masyarakat berkaitan dengan gagasan

atau ide yang menyangkut kepentingan bersama.

3H.A.R.Tilaar, (2009: 287) 4Menurut Sundariningrum dalam Sugiyah (2001: 38)

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

14

Wujud partisipasi dalam pengambilan keputusan ini antara lain seperti ikut

menyumbangkan gagasan atau pemikiran, kehadiran dalam rapat, diskusi dan

tanggapan atau penolakan terhadap program yang ditawarkan.

Kedua, partisipasi dalam pelaksanaan meliputi menggerakkan sumber daya

dana, kegiatan administrasi, koordinasi dan penjabaran program. Partisipasi dalam

pelaksanaan merupakan kelanjutan dalam rencana yang telah digagas sebelumnya

baik yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan maupun tujuan.

Ketiga, partisipasi dalam pengambilan manfaat. Partisipasi dalam

pengambilan manfaat tidak lepas dari hasil pelaksanaan yang telah dicapai baik yang

berkaitan dengan kualitas maupun kuantitas. Dari segi kualitas dapat dilihat dari

output, sedangkan dari segi kuantitas dapat dilihat dari presentase keberhasilan

program.

Keempat, partisipasi dalam evaluasi. Partisipasi dalam evaluasi ini berkaitan

dengan pelaksanaan pogram yang sudah direncanakan sebelumnya. Partisipasi dalam

evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui ketercapaian program yang sudah

direncanakan sebelumnya.

Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa

partisipasi adalah keterlibatan suatu individu atau kelompok dalam pencapaian tujuan

dan adanya pembagian kewenangan atau tanggung jawab bersama.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

15

2.1.1 Bentuk Partisipasi

Bentuk partisipasi5, terbagi atas:

a) Partisipasi Vertikal Partisipasi vertikal terjadi dalam bentuk kondisi tertentu

masyarakat terlibat atau mengambil bagian dalam suatu program pihak lain,

dalam hubungan dimana masyarakat berada sebagai status bawahan, pengikut,

atau klien.

b) Partisipasi horizontal Partisipasi horizontal, masyarakat mempunyai prakarsa

dimana setiap anggota atau kelompok masyarakat berpartisipasi horizontal

satu dengan yang lainnya. partisipasi masyarakat dilihat dari bentuknya dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu6:

1. Partisipasi fisik Partisipasi fisik adalah partisipasi masyarakat, orang tua

dalam bentuk menyelenggarakan usaha-usaha pendidikan, seperti mendirikan

dan menyelenggarakan usaha sekolah.

2. Partisipasi non Fisik Partisipasi non fisik adalah partisipasi keikutsertaan

masyarakat dalam menentukan arah dan pendidikan nasional dan meratanya

animo masyarakat untuk menuntut ilmu pengetahuan melalui pendidikan,

sehingga pemerintah tidak ada kesulitan mengarahkan rakyat untuk

bersekolah.

5menurut Effendi yang dikutip oleh Siti Irene Astuti D (2011: 58)

6Menurut Basrowi yang dikutip Siti Irene Astuti D (2011: 58)

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

16

2.2. Definisi Gereja

Gereja Sebagai Sebuah Persekutuan7. Dalam bahasa Yunani, gereja disebut

ekklesia ek keluar, kaleo memanggil. Secara harafiah berarti memanggil keluar. Yang

menjadi subyek dari kata memanggil keluar dalam pengertian ini adalah Allah.

Sehingga pengertian dari ekklesia adalah persekutuan dari orang-orang yang

dipanggil keluar dari kegelapan masuk ke dalam terang-Nya yang ajaib (I Petrus 2:9-

10) Atau secara singkat gereja adalah persekutuan orang orang percaya. Gereja

sebagai tempat bersekutu

Walaupun kekristenan memahami bahwa gereja bukanlah gedung atau tempat

melainkan orangnya, toh seringkali kita memahami dan merujuk gereja sebagai

tempat umat bersekutu. Yang pasti dimana ada umat bersekutu didalam Kristus

disitulah gereja berada.

7Pdt. Stefanus Parinus.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

17

2.2.1 Gambaran tentang gereja

Alkitab khususnya Perjanjian Baru menggunakan istilah gereja dengan

bermacam-macam gambaran antara lain:

a) Bangunan Allah, I Kor. 3:9; 17:2, Ef 2:20-22; I Tim. 3:15, yang dipakai

untuk menggambarkan keberadaan gereja, sebab Kristus sendiri merupakan

batu penjuru dari bangunan ini, Mat. 16:18; I Kor. 3:11; I Ptr 2:6-7).

b) Tubuh Kristus Ef. 1:22-23, Gambaran gereja sebagai tubuh Kristus yang

ditekankan adalah kesatuan. Satu hal yang nampak jelas dari tubuh yaitu

kesatuan. Meskipun dalam tubuh banyak terdapat keanekaragaman (kaki,

mulut, tangan, dll) namun segala pertentangan ditiadakan.

Rasul Paulus dalam Kolose 1:18 mengatakan bahwa Kristus-lah yang menjadi

Kepala atas tubuh yakni Gereja. Semua anggota dipersatukan di dalam Dia, sehingga

tubuh itu menjadi tanda keterikatan dalam persekutuan yang mendalam. Dalam Roma

12:4, dikatakan tidak semua anggota mempunyai tugas yang sama.

Jadi gereja sebagai tubuh Kristus, di dalam cara hidupnya harus menampakan

hidup Kristus, melalui kata-kata dan perbuatan yang harus diterangi oleh terang

Kristus.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

18

2.2.2. Sifat Gereja.

1. Kudus, Kata “Kudus” berasal dari bahasa Ibrani Qadosy yang berarti

disendirikan, diasingkan, dipisahkan dari yang lain, berbeda dari yang lain.

Kekudusan Gereja bukan karena ia kudus adanya, tetapi karena dikuduskan

oleh Kristus. Rasul Paulus menyebutkan bahwa Jemaat adalah mereka yang

dikuduskan di dalam Kristus (Fil.1:1 ; 1 Kor. 1:2 ; Ef. 1:1). Gereja adalah

kudus, diasingkan tapi bukan “mengasingkan diri” karena Gereja disuruh ke

dalam dunia untuk memberitakan Injil Yesus Kristus. Adanya Gereja di dunia

ini ialah untuk dipakai dalam karya penyelamatan Allah.

2. Am Gereja adalah am, khatolik, universal, tersebar di seluruh dunia. Am

berarti umum, oleh sebab itu Gereja “menerobos” segala pembatas dan

memiliki perpektif yang umum. Gereja sebagai yang am harus bersifat

universal sebab kasih Allah itu ditujukan kepada dunia. Jadi Gereja bukan dan

janganlah jadi suatu “golongan elite”.

Gereja tidak terbatas pada suatu daerah/ suku/ bangsa atau bahasa tertentu tapi

meliputi seluruh dunia (2 Kor. 5,19). Gereja tidak terbatas pada suatu zaman, tapi

meliputi zaman yang lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang.

3. Persekutuan Orang Percaya/Kudus Kata Persekutuan orang Kudus

diterjemahkan dari Communio Sanctorum. Kata sanctorum berasal dari kata

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

19

sancta atau sanctus yang berarti barang-barang atau orang-orangkudus.

Sedangkan kata communion berarti persekutuan.

Sehingga ungkapan gereja sebagai persekutuan orang kudus harus dipandang

sebagai persekutuan di dalam Kristus oleh Roh Kudus. Jadi, gereja bukan terdiri dari

orang-orang yang telah sempurna melainkan terdiri dari orang-orang berdosa

sekalipun telah dikuduskan. Maka ungkapan “persekutuan orang Kudus” harus

dipandang sebagi suatu tugas yang masih harus diperjuangkan dan itu senantiasa

mempunyai arti yang konkret dalam kenyatan hidup di dunia ini.

Gereja sebagai persekutuan orang kudus mengarah kepada persekutuan dengan

Kristus, persekutuan yang berdasarkan kasih, bahwa kita harus saling mengasihi

karena Allah telah mengasihi kita, I Yoh. 4:11; II Yoh. 5; I Kor 12:26

4. Satu Gereja adalah kesatuan umat Kristen, tempat bersekutu sesuai dengan

kehendak Yesus Kristus, kepala gereja.

Satu dalam memberitakan Injil (Mat. 28,18-20), satu dalam mengemban misi,

mengasihi sesama dan mengasihi Tuhan (Mat.22,37-40), satu dalam iman dan

pengharapan(Ef. 4:4-5). Oleh sebab itu dalam kepelbagaian kita, Tuhan

mempersatukan kita. Di dalam kepelbagaian itu kita dapat bersatu menampakkan

kepatuhan kita sebagai Gereja kepada Tuhan Yesus, Yoh. 17, 21.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

20

2.2.3. Misi Gereja Menurut Konsili Vaticano II

Sekitar satu milyar umat dan jaringan institusi-institusinya, yang banyak

di antaranya ditempatkan secara strategis. Berpusat di Roma dan dipimpin oleh

Sri Paus, Vatikan merupakan otoritas pusat Gereja Katolik Romawi.Aktivitas

politik dan diplomatik Vatikan diatur oleh Menteri LuarNegeri, jabatan

terpenting di bawah Paus.

Vatikan memiliki hubungan diplomatik formal dengan sebagian besar

negara, dan mempertahankan kira-kira 100 misi diplomatik permanen di

luar negeri.Misi diplomatik ini meliputi Washington, Lisboa, Canberra, dan

Jakarta, di mana perwakilan Vatikan dibuka pada tahun 1965.

Vatikan (atau “Holy See”) mempunyai misi pengamat tetap di

Perserikatan Bangsa-Bangsa sejak tahun 1964; karena itu Vatikan

memiliki suara dalam keputusan-keputusan PBB, tetapi tidak memiliki hak

suara.

Vatikan juga memiliki hubungan diplomatik dengan Uni Europa, dan

sebagian besar badan-badan khusus PBB.

Konsili Vatikan Kedua, yang berakhir sepuluh tahun sebelum invasi Ind

nesia memerintahkan agar jaringan dan sumber daya milik Vatikan harus digun

akan untuk melayani Kebenaran, perdamaian, dan keadilan, khususnya bagi me

reka yang miskin dan papa.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

21

Gereja dan negara mempunyai peran yang berbeda, dan Gereja Katolik,

meskipun sangat sentralistis, tidaklah monolitik.Sebagai pusat institusi global,

Vatikan berhadapan dengan banyak dilema dan tekanan kebijakan dari

kepentingan yang bertentangan, baik di dalam maupun di luar komunitas

Katolik.

Di sisi lain, bahwa Vatikan memiliki sumber daya dan pengaruh yang

penting dan, khususnya dalam kasus Timor-Leste, untuk memiliki informasi

yang lengkap tentang situasi dan aspirasi Gereja lokal, yang dianggap menjadi

tanggung jawab langsung Vatikan.

2.3 Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)

Istilah Hak Asasi Manusia merupakan terjemahan dari ; droits de L’homme

Prancis, Human Rights Inggris, dan menselijke rechten Belanda.

Di Indonesia, Hak Asasi umumnya lebih dikenal dengan istilah „hak-hak asasi‟

sebagai terjemahan dari basic rights, Inggris, grond rechten, Belanda, atau bisa juga

disebut sebagai Hak–Hak fundamental, fundamental Rights, Civil Rights, Hak Asasi

Manusia terdiri dari rangkaian tiga buah kata, yaitu :

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

22

1. Hak berasal dari bahasa Arab yang artinya kebenaran, dalam kamus bahasa

Indonesia juga diartikan dengan kebenaran, dan yang berkaitan dengan

kepemilikan, kekuasaan atau kewenangan

2. Asasi berasal dari bahasa Arab Asasiyyun artinya bersifat prinsip, maksudnya

sesuatu yang prinsip itu adalah hal yang amat mendasar dan tidak boleh tidak

ada

3. Manusia dalam pengertian umum adalah makhluk yang berakal budi, orang

Jawa menyebut Manungso, Manunggaling Raso, baru disebut manusia kalau

memahami perasaan orang lain, atau dalam bahasa Arab digunakan Nas dari

kata Anasa yang artinya melihat, mengetahui atau meminta ijin. Berdasarkan

rangkaian kata tersebut, maka yang dimaksud Hak Asasi Manusia adalah

sejumlah nilai yang menjadi ciri khas manusia yang wajib dihormati,

dijunjung tinggi dan dilindungi8.

Hak asasi adalah hak yang bersifat asasi, artinya hak-hak yang dimiliki

manusia menurut kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya sehingga

sifatnya suci.

8. Usman Surur, M.Pd.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

23

Jadi, hak asasi dapat dikatakan sebagai hak dasar yang dimiliki oleh pribadi

manusia sebagai anugerah Tuhan yang dibawa sejak lahir.Hak asasi itu tidak

dapat dipisahkan dari eksistensi pribadi manusia itu sendiri9.

Menurut Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

pada pasal 1 angka 1 dinyatakan bahwa Hak Asasi Manusia adalah “Seperangkat

hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang

Maha Esa dan merupakan Anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan

dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta

perlindungan harkat dan martabat manusia.”

2.3.1. Karakteristik, Kandungan Nilai dan Cakupan Hak Asasi Manusia

Ciri khas dari Hak Asasi Manusia antara lain:

1. Qodrat, artinya Hak Asasi Manusia itu adalah pemberian dari Tuhan kepada

setiap manusia agar hidupnya terhormat.

2) Hakiki, Hak Asasi Manusia itu melekat pada diri setiap manusia, tanpa

melihat latar belakang kehidupan dan status sosialnya.

3) Universal, artinya Hak Asasi Manusia itu berlaku umum, tidak membeda-

bedakan manusia yang satu dengan yang lainnya.

4) Tidak Dapat Dicabut, artinya Hak Asasi Manusia dalam keadaan

bagaimanapun, tetap ada pada setiap orang.

9. Mr. Koentjoro Poerbapranoto (1976).

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

24

5) Tidak Dapat Dibagi, artinya Hak Asasi Manusia itu tidak dapat diwakili atau

pun dialihkan kepada orang lain. kandungan Nilai Hak Asasi Manusia Kebebasan

atau Kemerdekaan, manusia dilahirkan dalam keadaan merdeka, karena itu menjadi

harapan setiap manusia menjalani kehidupannya dalam keadaan merdeka.

Seperti merdeka memilih negara, tempat tinggal, berkeluarga, bergerak,

memilih pekerjaan, berserikat, berkumpul, berekspresi, mengemukakan pendapat,

memperoleh dan mendayagunakan informasi dan lain sebagainya.

Kemanusiaan dan Perdamaian manusia dalam menjalani kehidupannya sangat

mendambakan ketentraman, bebas dari rasa takut, terjamin keamanannya dan

senantiasa dalam suasana damai Keadilan, Kesederajatan, dan Persamaan,

diperlakukan secara wajar dan adil, mendapatkan kesempatan yang sama dalam

memperoleh hak, tidak dibeda-bedakan antara manusia yang satu dengan yang lain

berdasarkan alasan apa pun, merupakan keinginan setiap manusia, berdasarkan

Instrumen Internasional Hak Asasi Manusia, mencakup atau meliputi tiga aspek

utama (Karel Vassak dari Prancis menyebutnya tiga generasi), yaitu, Hak Sipil dan

Politik (Generasi Pertama), mengedepankan hak-hak individu yang bebas (merdeka).

Paham ini dikembangkan di Amerika, Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya

(Generasi Kedua); yang menjadi obsesi untuk dikembangkan lebih awal,

penekanannya lebih banyak pada aspek kesejahteraan dan hak kolektif.

Paham ini dikembangkan di negara-negara non blokHak atas Pembangunan,

merupakan gabungan atau kombinasi dari dua generasi sebelumnya, terutama dianut

oleh negara berkembang.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

25

Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) Sesuai dengan kodratnya, manusia

adalah makhluk Tuhan yang memiliki derajat paling tinggi dibandingkan dengan

makhluk lain ciptaan Tuhan.Manusia dibekali dengan berbagai kelebihan dan

kemampuan dasar dalam hidupnya yang berupa akal/cipta, rasa, dan karsa.

Dengan kemampuan dasar ini, manusia seharusnya dapat hidup berdampingan

satu sama lain, bukannya saling merampas hak orang lain.

Bentrokan itu pun dianggap sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia

(HAM) dan membawa korban dari kedua belah pihak. Mengapa hal ini mesti terjadi

Peristiwa lain yang menyedihkan, misalnya Perang Dunia I (1914-1918) dan Perang

Dunia II (1939-1945), serta penjajahan di berbagai belahan dunia yang telah

menimbulkan penderitaan, kesengsaraan, dan pelanggaran-pelanggaran hak asasi

manusia lainnya, mengharuskan kita untuk berpikir siapakah yang memberi

kehidupan dan siapa pula yang berhak mengambilnya kembali, Sesama manusiakah

Bukan, melainkan Tuhan.

Kita semua menyadari bahwa Tuhan Yang Maha Esa adalah Maha Pencipta.Ia

menciptakan segala sesuatu, termasuk hidup kita.Setiap manusia satu per satu diberi

hidup dan penghidupan.Tidak seorang pun dapat mengambilnya.Oleh karena itu,

hidup merupakan hak dasar yang dimiliki manusia sejak lahir.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

26

Selanjutnya semua orang itu diciptakan sama dan merniliki hak-hak alamiah

yang tak dapat dilepaskan. Hak alamiah itu meliputi hak atas hidup, hak

kemerdekaan, hak milik, dan hak kebahagiaan10

.

Pemikiran John Locke ini dikenal sebagai konsep hak asasi manusia (HAM)

yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan hak asasi manusia di berbagai

belahan dunia.

Dalam Universal Declaration of Human Rights, dinyatakan bahwa hak

asasi manusia merupakan pengakuan akan martabat yang terpadu dalam diri setiap

orang. Hak-hak yang sarna dan tak teralihkan dari semua anggota keluarga manusia

ialah dasar kebebasan, keadilan, dan perdamaian dunia.

Hak-hak itu menjadi milik semua orang tanpa kecuali. Menurut Pasal 1 Ayat

1 UU No. 39 Tahun 1999 tentangHak Asasi Manusia (HAM), hak asasi manusia

(HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia

sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

Hak asasi merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi,

dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan

dan perlindungan harkat dan martabat manusia.

Undang-undang tersebut juga mendefinisikan bahwa kewajiban dasar manusia

adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan tidak memungkinkan

terlaksana dan tegaknya Hak asasi manusia (HAM).Secara singkat, hak asasi

10John Locke Hak Asasi Manusia.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

27

manusia adalah hak-hak dasar atau hak-hak pokok yang dibawah manusia sejak lahir

sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa.

Hak ini menjadi dasar hak-hak dan kewajiban-kewajiban asasi.

Sebagaimana kita ketahui bahwa di samping hak asasi, ada juga kewajiban

asasi yang dalam hidup kemasyarakaran, kira harus mendapat perhatian terlebih

dahulu dalam pelaksanaannya.Jadi, melaksanakan kewajiban dahulu, baru menuntut

haknya.

Hak Asasi Manusia (HAM) tidak dapat dituntut pelaksanaannya secara

mutlak karena penuntutan secara mutlak berarti melanggar hak-hak yang sama dari

orang lain.Selanjutnya Undang-Undang dasar Republikan Indonesia pada tahun 1945

menyatakan bahwa “kemerdekaan adalah hak segala bangsa maka itu penjajahan

dimuka bumi harus dihapuskan karna tidak sesuai dengan pri kemanusian dan

prikeadilan”.11

Berdasarkan definisi diatas penulis mengasumsikan bahwa semua bangsa dan

Negara mempunyai hak untuk bebasdari semua penjajahan yang ada di muka bumi

untuk menentukan nasib sendiri self determenition dan life for freedom.

11

UU Dasar Republik Indonesia pada tahun 1945

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

28

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif guna

memahami gejala-gejala atau fenomena-fenomena atau permasalahan-permasalahan

yang terkait dengan data data yang terhimpun dari obyek penlitian sementara itu,

metode yang di pergunakan adalah metode deskriptif, yakni suatu metode yang

dipergunakan adalah metode yang menyoroti permasalahan pada suatu gejala atau

permasalahan tertentu secara teliti dengan mempelajari dan menganalisa setiap fakta

secara kronologis. Intinya, dengan jenis dan metode tersebut.

Nawawi memberikan penjelasan mengenai metode deskriptif sebagai

prosedur pemecahan masalah yang diselediki dengan mengambarkan atau melukiskan

keadaan subyek atau obyek penelitian seseorang, lembaga dan masyarakat pada saat

sekarang bedasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.

Pada umumnya, penelitian deskriptif bersifat mengambarkan, menuturkan,

dan menafsirkan data yang ada, yaitu mengenai keadaan yang dialami dan

berhubungan dengan kegiatan. Selanjutnya, Nawawi 2003:64 menjelaskan mengenai

ciri-ciri pokok metode deskriptif sebagai berikut:

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

29

1. Memusatkan perhatian pada masalah-masalah yang ada pada saat penelitian

dilakukan, saat sekarang atau masalah-masalah yang bersifat aktual.

2. Mengambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselediki sebagaimana

adanya, diiringi dengan interpretasi rasional yang akurat.

Sementara itu pandangan mengenai pengertian dari penelitian deskriptif juga di

kemukakan sebagai berikut: penelitian deskriptif di maksudkan untuk melakukan

usaha pengukuran yang cermat terhadap fenomena social tertentu, misalnya

perceraian, pengangguran,preferensi terhadap politik tertentu dan lain-lain12

.

Sehinggga peneliti mengembangkan konsep dan menghimpun fakta, tetapi tidak

melakukan pengujian Hipotesis”.

3.2. Fokus penelitian

Focus penelitian dalam pendekatan kualitatif sangat berhubungan dengan

rumusan masalah, sehingga penetapan masalah merupakan pusat perhatian penelitian.

Hal tersebut sesuai dengan sifat pendekatan kualitatif yang lentur dan terbuka

mengikuti pola pemikiran yang menekankan analisis induktif (empirico inductive)

sotopo dalam Bakri, 2002:23 dimana segala sesuatu dalam penelitian ditentukan

oleh hasil akhir pengumpulan data tersebut mencerminkan keadaan yang sebenarnya

yang ada di lapangan yang menjadi focus dalam penelitian ini adalah sejauhmana

Parisipasi Gereja Katolik dalam Perjuangan Hak Kemerdekaan Timor-Leste.

12oleh singarimbung dan Effendi (1998:86) metode Penelitian

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

30

3.3. Lokasi dan Situs Penelitian

3.3.1. Lokasi Penelitian

Untuk menentukan lokasi penelitian perlu di pertimbangkan apakah lokasi

tersebut sesuai dengan masalah yang diteliti. Keterbatasan geografis dan praktis

seperti waktu, biaya dan tenaga perlu pula di jadikan pertimbangan dalam penentuan

lokasi penelitian Moleong 2006:128, sehingga yang menjadi lokasi penelitian,

dalam penelitian ini adalah di kantor Keuskupan Dili, Timor-Leste.

3.3.2. Situs Penelitian

Dalam melakukan penelitian di sini, maka peneliti telah mengidentifikasi

responden situs terhadap penelitian, dimana mereka berasal dari kantor Keuskupan

Dili antara lain:

1. Pe. Francisco Barreto

2. Pe. Adrian Ola Duli

3. Ir. Maria de Lourdes

4. Pe. Herminio de Fatima Goncalves

3.4. Jenis Data

Jenis data adalah jenis data kualitatif yang di peroleh dari tempat penelitian

dengan mengumpulkan berbagai data yang ada di lapangan.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

31

3.5. Sumber Data

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata kata dan tindakan,

selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan hal

itu, jenis fatanya dibagi lagi kedalam kata kata dan tindakan, sumber data tertulis

Lofland & Lofland dalam Moleong, (1991:12)

Bondang dan Biklenndi kutip oleh Moleong (2001:15) membagi foto dalam

kategori yang dapat dimanfaatkan dalam penelitian kualitatif, yaitu foto yang di

hasilkan orang dan foto yang di hasilkan oleh penelitan sendiri.untukdata statistic

yang merupakan sumber data tambahan bagi penelitian, akan statistik yang

merupakan sumber data tambahan bagi penelitian, akan memberikan gambaran

tentang kecenderungan subyek pada latar penelitian.

berdasarkan pengertian di atas, maka yang termasuk sebagai sumber data

dapat berupa seorang, peristiwa, dokumen (hal atau benda) yang dapat di jadikan

sumber informasi yang di perlukan sesuai dengan focus penelitian yang telah di

tetapkan.

Data yang di perlukan dapat di bedakan menjadi dua Jenis yaitu data primer

dan data sekunderdalam penjelasanya sebagai berikut:

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

32

3.5.1. Sumber data primer

Merupakan data yang di peroleh peneliti secara langsung dari sumbernya atau

nara sumber sebagai informan yang langsung berhubungan dengan focus penelitian

yang berupa kata-kata dan tindakan orang-orang yang di amati dan di wawancarai.

Informasi awal di pilih secara acak, hal ini di didasarkan pada subyek yang

menguasai permasalahan, memiliki data dan beersedia memberikan data respon yang

di peroleh pada saat melakukan wawancara.

3.5.2. Sumber data sekunder

Merupakan data yang bersumber di luar kata-kata dan tindakan orang-orang

yang diamati atau diwawanccarai Moleong (1989:13) jadi data sekunder adalah data

yang sudah diolah dalam bentuk naskah tertulis atau dokumen yang di peroleh dari

kedua instansi tersebut.

3.6. Teknik pengumpulan data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 3 (tiga) teknik pengumpulan data,

yakni wawancara, dan dokumentasi.

a. Wawancara (interview) yakni suatu teknik pengumpulan data melalui proses

Tanya jawab secara lisan, di mana dua orang atau lebih berhadapan secara

langsung, secara fisik, yang satu dapat melihat dan yang lain mendengarkan

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

33

dengan telinga sendiri. Ini merupakan teknik pengumpulan informasi secara

langsung atas data.

b. Dokumentasi yaitu teknik yang menekankan pada pengkajian atas dokumen-

dokumen yang ada, baik yang sudah di publikasikan maupun yang belum di

publikasikan.

3.7. Instrumen penelitian

Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan

menggunakan alat bantu seperti Bolpoints, Buku atau Kertas dan lain-lain.

3.8. Teknik analisis data

Teknik yang di gunakan dalam menganlisis data yang di kumpulkan dari

lapangan, dengan model Miles dan Huberman, (1992:27) yaitu mengali dan

menganlisa data kualitatif secara mendalam yang di lakukan dengan cara interaktif

dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas.

Sementara itu, tahapan-tahapan analisa data-data yang di peroleh dari

lapangan akan dikaji secara mendalam, maka penulis akan menggambarkan tahapan-

tahapan sebagai berikut:

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

34

Gambar 3.1

Komponen Dalam Analisa Data

Menurut : “Miles dan Huberman, (2013: 208)”

Keterangan:

a. Pengumpulan Data (Data Collection), yaitu teknik pengumpulan data dapat

berupa wawancara, documentasi dan observasi.

b. Reduksi Data (Data Reduction), yaitu data yang diperoleh dari lapangan

dengan proses pengumulan data yang jumlahnya cukup banyak dan kompleks,

sehingga perlu direduksi dengan merangkum, memilih hal-hal pokok dan

memfokuskan pada hal-hal yang penting saja untuk menemjukan polanya,

sehingga dapat mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data

selanjutnya.

Data

collection Data

display

Conclusions:

drawing/

verifying

Data

reduction

Page 35: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

35

c. Penyajian Data (Data Display), yaitu berupa uraian atau bagan yang

disajikan untuk meperjelas hubungan antara kategori menurut urutanya

sehingga dapat dipahami.

d. Penarikan kesimpulan (Verifikasi/Conduction/Veriicatio), yaitu

kesimpulan yang di peroleh berdasarkan hasil analisa data, untuk menjawab

rumusan masalah dan kesimpulan tersebut harus didukung oleh bukti-bukti

yang kuat dari kredibilitas penelitian ini.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

36

3.9. Jadwal Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Kantor Keuskupan Dili, Timor-Leste, yang

direncanakan akan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :

Tabel 3.1

Jadwal Penelitian

No Kegiatan

2014

Feb Maret April Juni Juli Des

1 Konsultasi Judul

2 Konsultasi Proposal

3 Penyusunan Proposal

4 Seminar Proposal

5 Revisi Proposal

6 Penelitian

7 Konsultasi Skripsi

8 Penyusunan Skripsi

9 Sidang Skripsi

10 Revisi Skripsi

11 Wisuda

Page 37: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

37

PEDOMAN WAWANCARA

I. IDENTITAS RESPONDEN

Nama :

Jenis Kelamin :

Umur :

Alamat :

Agama :

Pekerjaan :

Jabatan :

II. PETUNJUK UMUM

Bapak Uskup diminta untuk memberikan keterangan atau informasi mengenai

penelitian saya tentang “Partisipasi Gereja Katolik Dalam perjuangan Hak

Kemerdekaan Timor-Leste ”, sesuai dengan apa yang Bapak Uskup ketahui

selama ini.

Page 38: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

38

III. DAFTAR PERTANYAAN

A. KEUSKUPAN DILI, TIMOR-LESTE

1. Apa Reaksi ABRI dan Pemerintah Republik Indonesia terhadap upaya perjuangan

Gereja Lokal dalam pembebasan rakyat?

2. Apa indicator Partisipasi Gereja dalam perjuangan pembebasan rakyat Timor-

Leste?

3. Apa Asas Legalitas yang mendasari perjuangan Gereja dalam pembebasan Rakyat

Timor-Leste?

4. Hambatan apa saja yang di hadapi Gereja dalam perjuangan pembebasan Rakyat

Timor-Leste?

5. Apa sikap Vatikan terhadap perjuangan Gereja Lokal untuk pembebasan Rakyat?

6. Apa sikap KWI terhadap perjuangan Gereja Lokal pembebasan rakyat Timor-

Leste?

7. Sejauh mana partisipasi Gereja Katolik Dalam perjuangan Hak Kemerdekaan

Timor-leste?

Page 39: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

39

DAFTAR PUSTAKA

Kiki Syhanakri, Edisi Januari 2013, Buku Timor-Timur Untold Story Cetakan PT

Gramedia, Jakarta.

Scheiner Charles, 1999. Judul Buku Kebenaran Bukan Pembenaran, kumpulan

Laporan Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Timor-Leste.

KWI, Conveniente Ex Universo, dalam “Kumpulan Dokumen Ajaran Sosial Gereja

Tahun 1891 sampai 1991: dari Rereum Novarum sampai Centesimus Annus, Jakarta:

1999.

Moleong, Lexy, 2001, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosda Karya, Bandung.

Nawawi,H, Hadari,1989, Meteodologi Penelitian Bidang Sosial, UGM Press,

Yogyakarta.

Sugyono 2008, Metode Penelitian Pendidikan: pendekatan Kuantitaf, Kualitatif, dan

R&D, cetakan VI, Alfabeta, Bandung.

INTERNET:

“Insiden Dili,” http://id.wikipedia.org/wiki/insiden_dili.Diakses pada 2 Agustus 2007.

Santoso, Thomas. 2002. Teori-teori Kekerasan. Jakarta, Ghalia Indonesia.

Wellek, Rene dan Austin Warren.1990 cet. II. Teori Kesusastraan, Terjemahan

Page 40: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

40

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum dari hasil penelitian

Berhubung cukup luas ruang lingkup karya Gereja Timor-Timur berdasarkan

peranan gereja dalam pengembangan pendidikan, sector yang sangat menonjol

dikalangan masyarakat Timor-Timur. Di ketahui bahwa pada tahun 1556 telah datang

ke pulau Timor dua orang Misionaris dari Ordo Dominikan yaitu, Frei Antonio

Taveiro dan Frei Antonio da Cruz OP, untuk mewartakan kerajaan Allah. Mereka

memperkenalkan dan mengajarkan Agama Katolik di daratan pulau Timor. Usaha ini

berkembang cukup baik dengan banyaknya orang Timor yang memeluk Agama

Katolik. Semenjak itu para misionaris mulai berdatangan dan menyebar ke seluruh

wilayah pulau Timor, karya Misi semaking meluas dan para misionaris hanya

memusatkan perhatian pada karya penyebaran kerajaan Allah, waktu berjalan terus

guna mendidik penduduk setempat untuk menjadi tenaga-tenaga karya misi di antara

orang-orang pribumi sendiri, pada bulan Okrober 1734 dibangun sebuah Seminari di

Oecussi dan kemudian pada tahun 1774 berdiri lagi sebuah seminar di manatuto.

Menjelang akhir abad ke-19 dengan kehadiran Uskup Antonio Joaquim

Medeiros, selain tugas kerohanian, sektor pendidikan mendapat perhatian serius dari

para Misionaris untuk membangun sekolah-sekolah pada lokasi-lokasi di mana

mereka menjalangkan tugas penyebaran Injil kepada masyarakat setempat, berdirilah

sebuah sekolah di Lahane, selain di manatuto, Lacluta, Oecussi dan Batugade.

Page 41: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

41

Pendidikan kaum Wanita pun telah mendapat perhatian dengan mendatangkan Suster

Kanosian dari Macau untuk mengasuh sebuah sekolah putri di Dili.

Pada saat yang sama Pastor Sebastian Aparisio da Silva mendirikan sebuah

pusat pewartaan Injil di Soebada dengan Gereja dan sekolah dimana para siswa selain

belajar membaca, menghitung dan menulis juga dilatih sebagai tukang batu dan

tukang kayu. Disamping itu dibangun juga sekolah putri dibawah asuhan suster

Kanosian. Perlu di ketahui bahwa pada waktu meninggalnya Uskup Antonio Joaquim

Medeiros, di Lahane, Tanggal 7 Januari 1897. Para Misionaris, selain tugas kerasulan

terhadap umat, memimpin sekolah-sekolah di Dare, Lahane, Dili, Oecussi, Batugade,

Maubara, Liquisa, Bazartete, Manatuto, Laleia, Baucau, Lacluta, Soibada, Alas,

Barique dan Bubususu.

Pembinaan dan pendidikan masyarakat secara keseluruhan menrupakan

tanggung jawab para misionaris, sehingga pastor Abilio Jose Fernandes waktu itu

menyatakan bahwa “ sejak keberadaan para misionarisdi pulau Timor, tidak ada

pastor yang tidak merangkap tugas sebagai guru”.

Setelah kunjungan pastoral Uskup Macau, Mgr. Jose da Costa Nunes, misi

katollik di Timor mengalami suatu era baru, dengan didirikanya sekolah pendidikan

Guru dan Katekis “ Santo Fransisco Xavier” untuk pria dan wanita yang kemudian

memberikan pelajaran sekolah dasar di sekolah-sekolah yang tersebar di seluruh

wilayah Timor-Timur. Pada tanggal 13 Oktober 1936 brdiri Pre Seminari “ Nossa

Senhora de Fatima” di Soibada untuk mmenyiapkan Pastor Putra daerah. Namun

akibat perang Jepang, terpaksa seminari ini di tutup pada bulan Oktober 1942.

Page 42: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

42

Setelah perang Dunia II berakhir, Diosis Dili yang terbentuk pada tanggal 4

September 1940 dengan Uskup, Mgr. Jaime Garcia Goulart pada tahun 1946 memulai

suatu lembaran baru dalam sejarah misi di Timor. Kedua sekolah di fungsikan

kembali untuk pria dan wanita di Soebada bersama- sama dengan sekolah pendidikan

guru katekis dan Pre Seminari “ Nossa Senhora de Fatima”, yang kemudian pada

tahun 1954 resmi menjadi seminari menengah terletak di Dare. Empat sekolah baru

telah didirikan yaitu di Ossu untuk pria dan wanita, satu untuk pria di Maliana dan

satu lagi untuk pria di Fuiloro, yang di percayakn kepada serikat Salesian yang telah

berada di Timor- Timur sejak tahun 1946.

Dapat di catat bahwa sampai sekitar tahun1960 urusan pendidikan di Timo-

Timur seluruhnya merupakan tanggung jawab misi Katolik, kecuali Dili yang

memiliki sebuah sekolah dasar dan sekoloah menengah (Liceu) Milik Pemerintah.

Pada waktu pecahnya perang saudara di Timor-Timur pada tahun 1975 kegiatan

pendidikan berhenti secara total dan setelah situasi normal kembali kegiatan

pendidikan baik yang ditangani pemerintah maupun gereja secara bertahap di mulai

kembali dan tersebar di seluruh wilayah Timor-Timur. Urusan pendidikan di

keusukupan Dili dipercayakan kepada Yayasan Santo Paulus mulai dari taman kana-

kanak sampai pada sekolah menengah atas yang ada di Paroki-Paroki dan Stasi-Stasi.

Apabila kita memantau dan mengamati perkembangan pendidikan yang di

selenggarkan Gereja di Timor-Timur. Dari sampai dengan sekarang dapat

disimpulkan hasilnya sangat positif dan membawa dampak yang berpengaruh dalam

kehidupan dan penghidupan rakyat Timor-Timur. Masyarakat Timor-Timur tidak

Page 43: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

43

dapat melupakan peranan gereja katolik terhadap dirinya sendiri, baik sebagai umat

Kristiani pengilut Kristus maupun sebagai anggota masyarakat yang kelangsungan

hidupnya sehari-hari cukup dipengaruhi oleh pendidikan di sekolah-sekolah katolik

seperti Soibada, Ossu, Maliana, Fuiloro dan Seminari Dare.

4.2.Fokus Penelitian dan Penyajian Data.

Sesuai dengan pengamatan penelitian yang di lakukan oleh peneliti dalam

rangka mendeskripsikan, menganalisiskan skripsi ini dengan judul : Partisipasi

Gereja Katolik Dalam Perjuangan Hak Kemerdekaan Timor-Leste. Yang

berkaitan dengan adanya partisipasi Gereja katolik dalam perjuangan kemerdekaan di

Timor-Lesre pada tahun 1974-1999 dan yang lebih difokuskan oleh peneliti yaitu

sejauh mana partisipasi gereja katolik dalam perjuangan hak kemerdekaan Timor-

Leste. Tujuan analisis penelitian ini dimaksudkan untuk menyederhanakan data yang

diperoleh dari hasil penelitian menjadi bentuk yang mudah dibaca dan dipahami, data

ini diolah dengan mengunakan metode Kualitatif Deskriptif guna memahami gejala-

gejala atau fenomena-fenomena atau permasalahan-permasalan yang terkait dengan

data-data yang terhimpun dari obyek penelitian.

Pada bagian ini peneliti akan mengemukakan hasil penemuan yang ditemukan

oleh peneliti di lapangan penelitian. Namun sebelumnya peneliti akan memberikan

gambaran penemuan data pada saat peneliti awal dilakukan, meliputi partisipasi

gereja katolik dalam memperjuangan hak kemerdekaan Timor-Leste dan yang

menjadi alasan bagi Gereja katolik adalah invasi Pemerintah Republic Indonsia

terhadap Timor-Leste pada tahun 1975 dan pada saat itu rakyat Timor-Leste banyak

Page 44: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

44

yang menjadi korban dari invasi tersebut oleh sebab itu maka gereja katolik mulai

berperan aktif dalam memperjuankan Hak kemrdekaaan Timor-Leste dalam sebuah

scenario yang dimainkan oleh Paus Paulus ke VI dalam pembentukan dan penerapan

perubahan-perubahan Konsili Vatikan, termasuk doktrin-doktrin tentang keadilan

Sosial dan ia sangat menantan kekerasan yang dilakukan oleh Pemerintah Republik

Indonesia Terhadap umat kristiani Timor-Leste.

Dan terdapat berbagai responden yang menjelaskan bahwa partisipasi Gereja

Katolik dalam perjuangan Hak kemerdekaan Timor-Leste dimulai dari pengankatan

Vatikan terhadap Dom Martinho da Costa Lopes dan pada saat itu Dom Martinho

sebagai Administrasi apostolika dan menjadi putra pertama Timor-Leste yang

menjadi kepala Vatikan melalui duta besar Vatikan Indonesia dan pada masa itu

Dom Martinho tidak menemukan catatan-catatan apa pun yang berkaitan dengan

intervensi Publik atau peranan yang mendukung selama perjuangan gereja katolik

terhadap perjuangan hak kemerdekan Timor-Leste dan pada saat itulah Dom

Martinho Memundurkan diri dari jabatanya karena hubungan Vatikan dan militer

Indonesia mulai memburuk.

Dan pada tahun 1983 penunjukan Carlos Filipi Ximenes Belo oleh Vatikan

untuk menjadikan dirinya kepada penentuan nasib sendiri baik sebagai hak maupun

rumusan perdamaian abadi. Terbukti bahwa hak asasi manusia dan nilai-nilai yang

terkandung didalamnya Sangat membantu perjuangan rakyat untuk membebaskan diri

dari penindasan sepenuh-penuhnya dan mewujudkan cita-cita libertasaun nasional.

Persoalan hak asasi manusia masih menjadi isu penting bagi gereja Katolik

Page 45: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

45

khususnya Keuskupan Dili guna membebaskan masyarakat Timor-Leste dari naungan

kolonial indonesia. Dari partisipasi gereja katolik khususnya dalam perjuangan hak

kemerdekan Timor-Leste maka bangkitlah Fase ini dimulai dengan perubahan

orientasi perjuangan bangsa dalam mencapai kemerdekaan. Keterpurukan dan

kelemahan kita saat ini, bukan selayaknya menjadikan kita lemah dan tak

berdaya.untuk menjadi bangsa besar, kita harus berfikir besar, menujuh jangka

panjang Melihat situasi dan kondisi yang sedang berjalan menyelilingi kita di

Timor-Leste pada masa itu.

4.3.Pembahasan

4.3.1. Dasar perjuangan Gereja dalam pembebasan Rakyat Timor-Leste.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai indikasi

dan legalitas yang mendasari Partisipasi Gereja Katolik Dalam Perjuangan Hak

Kemerdekaan Timor-Leste. dilihat dari partisipasi aktif gereja katolik dalam

perjuangan hak kemerdekaan Timor-Leste pada saat itu mulai dari Dom Martinho da

Costa Lopes dan Dom Carlos Filipe Ximenes Belo, para Imam-imam dan para Suster

yang memberikan kontribusi baik moral maunpun material guna menfasilitasikan

para pejuang dan para rakyat Timor-Leste untuk memperjuangkan hak

kemerdekaannya.

Page 46: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

46

Pandanggan yang dilontarkan oleh PE. Fransisco Bareto yang menjelaskan bahwa:

“Dasar perjuangan Gereja Katolik dalam memperjuangkan hak kemerdekaan

Timor-Leste berbasis pada keinginan rakyat Timor-Leste untuk bebas dari intimidasi

dan mendapatkan hak kemerdekaan dari jajahan colonial bangsa Republik Indonesia,

dan di lain pihak pula indikasi yang mendasari gereja katolik dalam partisipasi

perjuangan hak kemerdekaan Timor-Leste melalui karena adanya kekerasan yang

dilakukan oleh Pemerintah Indonesia terhadap rakyat Timor-Leste karena gereja

katolik memproklamasikan kebaikan dan memperjuangkan Hak Sosial rakyat Timor-

Leste dari Barat sampai Timur agar memperoleh kebebasan, dan disamping itu

kebebasan bukan hanya terdapat pada Negara colonial tetapi terdapat pula pada

masyarakat Timor-Leste dan dari aspek di ataslah gereja katolik berkolaborasi di

masing-masing pihak dalam memperjuangkan hak kemerdekaan Timor-leste.

Partisipasi gereja katolik bukan dengan senjata tetapi dengan kata-kata moral dan

memperjuankan hak social masyarakat Timor-Leste, karena pandangan gereja

terhadap colonial Negara republic Indonesia sangat membawa dampak negative

terhadap masyarakat Timor-Leste karena terjadinya pembunuhan dan pembantaian di

mana-mana dan melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia13

Seiring dengan itu menurut Directur Caritas Dili Timor-Leste, PE. Adrian

Ola Doli bahwa.

“Hal yang mendasari partisipasi gereja dalam perjuangan hak kemerdekaan

rakyat Timor-Leste dilihat dari 3 aspek yaitu indicator Biblis yang artinya

semua orang yang menderita akan mendapatkan pertolongan dari gereja tampa

melihat latar politiknya, indicator yang lain lagi maka gereja melihat dari

aspek pembantaian yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia khususnya

ABRI terhadap rakyat Timor-Leste yang menyebabkan banyak korban dan

indikator yang mendoron gereja untuk berpartisipasi dalam perjuanggan hak

kemerdekaan Timor-Leste yaitu indicator moral dan cinta kasih. Dan yang

lebih difokuskan oleh gereja yaitu semua orang yang menderita itu tugas

gereja untuk menolong disampin itu gereja tidak mempunyai musuh dan

gereja melihat bahwa banyak yang menjadi korban politik khususnya politik

ideologi.14

Dengan ini Directur Komisaun Jusisa no Paz Diocese de Dili Timor-Leste,

PE. Hermino de Fatima Gonsalves juga mengemukakan bahwa.

“Indicator pertama adalah pelangaran hak asasi manusia, Gereja di mana pun selalu

berjuan untuk membelah masyarakat terutama masyarakat yang tertindas, gereja tidak

pernah menyentuh atau melakukan reformasi guna mendapatkan kekuasaan tetapi

13

PE Fransisco Bareto Caplao Deoseje dili Timor-Leste 14 Direktor Caritas Dili Timor-Leste PE Adrian Ola Doli

Page 47: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

47

gereja mempunyai misi yang berhunbungan dengan manusia maka gereja ikut

berpartisipasi pada masa itu karena melihat para penguasa yang memiliki kekuasaan

untuk melakukan pembantayang, penyiksaan, penculikan dan pembunuhan pada

masyarakat Timor-Leste oleh ABRI pada waktu itu, indicator yang digunaka oleh

gereja pada waktu itu adalah sebagai memata-matai untuk melindungi dan membelah

masyarakat Timor-Leste dari rejim dan jajahan bansa Republik Indonesia. Dan asas

legalitas adalah konvensi hak asasi manusia yang mengatakan bahwa hak seseorang

tidak bisa di gangu gugal oleh orang lain dan juga tidak boleh di halangi oleh siapa

pun dan semua orang memiliki hak untuk menentukan nasip sendiri, itu adalah

legalitas internasional.15

Selain itu Fundador Esmaek Dili Timor-Leste yang bernama Ir. Maria de

Lourdes yang menjelaskan bahwa.

“Indikasi yang pertama adalah diskriminasi karena mayoritas masyarakt

Timor-Leste inggin melepaskan diri dari colonial Indonesia khususnya ingin merdeka

atau referendum tetapi pemerintah Indonesia melakukan tindakan-tindakan yang

melangar hak asasi manusia misalnya pembantaian, pembunuhan, penculikan

terhadap masyarakat Timor-Leste pada tahun 1974-1999. Dan asas legalitas yang

mendorong partisipasi gereja dalam perjuanggan hak kemerdekan Timor-Leste adalah

asas biblis dan asas hokum internasional16

.

Berdasarkan dari pernyataan-peryataan yang dikemukakan di atas mengenai

Indikasi dan legalitas yang mendasari partisipasi Gereja dalam pembebasan Rakyat

Timor-Leste maka menurut pemahaman peneliti bahwa semua orang dan setiap

institusi termasuk Gereja berkewajiban mengusahakan kesejateraan dan kebahagiaan

manusiawi melalui berbagai kegiatan moral dan cinta kasih. Dan menurut parah ahli

Partisipasi berarti peran serta seseorang atau kelompok masyarakat dalam proses

pembangunan baik dalam bentuk pernyataan maupun dalam bentuk kegiatan dengan

memberi masukan pikiran, tenaga, waktu, keahlian, modal dan atau materi, serta ikut

memanfaatkan dan menikmati hasil hasil pembangunan.17

Maka gejala-gejala yang

mendoron partisispasi gereja dalam memperjuangkan hak kemerdekaan Timor-Leste

dilalui oleh dua bidang yaitu bidang Diplomat dan bidang Klandestin, dari bidang

diplomatik, gereja melakukan diplomasi untuk mendapatkan bantuan dari luar negeri

15 . Direktor Komisaun Justisa e Paz Diocese de Dili Timor-Leste PE Hermino de Fatima Gonsalves

16 Fundador Esmaek Dili Timor-Leste Sr.Maria de Lourdes

17 Jhon M.echols & Hasan Shadily,2000:419.

Page 48: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

48

seperti berdirinya Delegasi Sosial (DELSOS) guna melihat, menolong, dan memberi

bantuan beserta memberi pinjaman Kredit untuk masyarakat guna meninkatkan

sumber pendapatan agar bisa menfasilitaskan kebutuhan masyarakt dalam situasi

krisis pada masa penjajahan bangsa republic Indonesia, beserta bantuan social lainya

dan segi lain gereja juga melakukan bidang klandestin seperti Dom Martino

melakukan pertemuan rahasia bersama dengan bapak Xanana untuk membicarakan

tentan ideologi Marxime dan Lenimisme agar dihilankan sistem tersebut guna

menarik partisipasi 4 partai lainya untuk memeperjuangkan hak kemerdekaan

Timor-leste.

4.3.2. Hambatan yang di hadapi oleh Gereja Katolik.

Berdasarkan hasil penelitian yang di dapatkan oleh peneliti mengenai

hambatan yang di hadapi oleh gereja katolik dalam memperjuankan hak kemerdekaan

Timor-Leste pada saat itu ialah perbedaan pemikiran mayoritas masyarakat terhadap

hak penentuan nasib sendiri, oleh karena itu Negara Republik Indonesia melakukan

invasi terhadap masyarakat Timor-Leste pada tahun 1975 dan dari invasi tersebut

maka gereja katolik melakukan intervensi terhadap kehadiranya Republik Indonesia

atas sifat-sifat yang melangar hak asasi manusia dan menghilangkan Nilai-Nilai

Demokrasi khususnya masyarakat Timor-Leste pada waktu itu. Dari pengertian di

atas maka pandangan yang dilontarkan oleh bapak Gregorio Saldanha yang

menjelaskan bahwa.

Di mulai dari perjuangan Dom Martinho selalu ada hambatan dan hambatan

yang pertama ialah Uskup di pindahkan ke luar Negeri, dengan kehadiran

Dom Carlos Filipe Ximenes Belo membawah perdamain dan sebagai rumusan

hak penentuan nasip sendiri. Melaluui surat yang dikirimkan oleh uskup belo

kepada PBB, dan Uskup Belo dengan perjuangganya ia selalu memberikan

suaranya melalui perayaan Misa yang mengatakan bahwa rakyat yang di

tindas tidak berdasarkan manusiawi, keadilan, hak Asasi manusia maka para

penindas tidak mempunyai perikemanusiaan atas kesengsaraan yang di

haddapi oleh masyarakat dalam penentuan nasib sendiri, dalam perjuangan

Uskup Belo yang mengatasnamakan Gereja Katolik sebagai defensor ke pada

masyarakat yang di tindas karena itulah Uskup Belo menulis surat kepada

sekretaris Jendral PBB untuk meminta Referendum pada tahun 1987 yang

mengambil bagian dari peranan dan partisipasi Gereja Katolik dalam

penentuan nasib sendiri dan hambatan yang lain ialah negara Republik

Indonesia mempunyai Militer yang cukup banyak dalam melakukan intervensi

kepada gereja katolik dalam perjuangan hak kemerdekaan Timor-Leste dan

Page 49: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

49

hambatan berikut ialah minimnya persatuan rakyat karena gereja berdiri di

antara dua kubuh yaitu pro kemerdekaan dan pro otonomi.18

Selain itu Directur Caritas Dili Timor-Leste PE. Hermino de Fatima

Gonsalves yang menjelaskan bahwa:

“Hambatan yang di hadapi oleh gereja katolik pada waktu itu ialah minimnya

persatua masyarakat Timor-leste pada awal perjuanggan partai Fretilin guna

memproklamasikan kemerdekaan Timor-Leste pada tanggal 28 november

1975 yang diproklamasikan oleh bapak Fransisco Xavier dan hambatan

berikutnya yang di hadapi oleh gereja katolik ialah mendapatkan terror

intimidasi dari pemerintah Republik Indonesia khususnya Ankatan Bersenjata

Republik Indonesia (ABRI). 19

.

Berdasarkan hasil wawancara di atas maka peniliti menyimpulakan bahwa

dari intimidasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia khususnya Ankatan

Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) terhadap rakyak Timor-Leste yang

mempunyai hak penentuan nasib sendiri yang di ganggu gugat oleh pemerintah

Indonesia Secara politik yang berbasis Imperialisme. Hal ini menunjukkan dukungan

Vatikan terhadap proses PBB tentang penentuan nasib sendiri, bukannya atas klaim

Indonesia bahwa status politik wilayah ini telah diputuskan dan para pejabat Vatikan

menyatakan, bahwa mereka menganggap Timor-Leste sebagai “negeri terjajah” di

mana tidak ada tindak nyata untuk mendorong penentuan nasib sendiri. Mereka

menambahkan, bahwa Vatikan tidak akan mengakui Timor-Leste sebagai bagian dari

Indonesia, hingga jelas bahwa hal ini merupakan keputusan rakyat Timor-Leste, yang

disetujui oleh Perserikatan Bangsa- Bangsa. Sejalan dengan kebijakan ini, Vatikan

menjaga tanggung jawab langsung atas Gereja lokal melalui konflik, yang kemudian

sejauh mungkin memberi perlindungan dan akses internasional bagi para pejabatnya,

dan menolak tekanan dari Indonesia untuk melakukan integrasi eklesiastis Namun

Vatikan tidak mengumumkan atau pun memajukan posisinya secara internasional.

Sangat sedikit umat katolik atau publik internasional umum yang mengetahui, bahwa

Vatikan mendukung hak warga atas penentuan nasib sendiri.

18

Presidenti Komisaun 12 de Novembro Sr Grigorio Saldanha tgl,29/08/2014, 10:30-11:30 OTL). 19 PE. Hermino de Fatima Gonsalves Direktor Komisaun Justisa e Paz Diocese de Dili Timor-Leste.

tgl. 27 / 08 / 2014, 10:30-12:00 OTL)”

Page 50: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

50

4.3.3. Reaksi dan sikap ABRI dan Pemerintah Republik Indonesia

Reaksi dan sikap ABRI terhadap partisipasi Gereja yaitu pemahaman

kebenaran tersebut tidak selamanya sesuai dengan hakekatnya dalam kehidupan

masyarakat di mana terdapat relasi manusiawi yang timpang antara penguasa dan

yang dikuasa maka pengungkapan dan interpretasi terhadap relasi Gereja dengan para

pejuan Timor-leste sering didominasi oleh kepentinggan Negara yaitu kebebasan

rakyat Timor-Leste dari naunggan penjajahan bangsa republic Indonesia seirin

dengan pengakuan itu namun untuk mendapatkan keberhasilan dan kemerdekaan

orang harus menhabiskan uang dan bahkan nyawa. Dari pendapat di atas terdapat

sebuah pandanggan yang dilontarkan oleh PE.Fransisco Bareto mejelaskan bahwa :

“Reaksi yang dilakukan oleh ABRI terhadap gereja katolik pada tragedi-

tragedi pembantanyang yang terjadi pada tanggal 25 bulan September di

Lauten yang menyebabkan suster dan Calon pastor banyak yang meningal

dunia karena kekerasan yang dilakukan oleh ABRI terhadap rakyat Timor-

leste dan kejadiaan yang terjadi di Liquisa pada tangal 4 April dan Gereja

Suai Kova Lima pada tanggal 4 September 1999 dan lain sebagainya.20

Seirin dengan itu, menurut Directur CARITAS Dili Timor-Leste yang

bernama PE. Adrian Ola Duli mengatakan bahwa :

“Reaksi dari pemerintah Indonesia berbeda yaitu pro dan kontra yang satu

ingin Negara Timor-Leste menjadi Negara yang berkedaulatan Negara

republic Indonesia dan pihak yang lain ingin Negara Timor-Leste melepaskan

diri dari Negara Republic Indonesia karena dilihat dari aspek hukum.21

Dengan ini Directur Caritas Dili Timor-Leste yang bernama PE. Hermino de

Fatima Gonsalves yang menjelaskan bahwa:

“Pada waktu itu sikap pemerintah Indonesia maupun ABRI sikapnya

bertentanggan dan melawan, sikap gereja waktu itu sangat tinggi

memperjuankan hak asasi, mereka melihat bahwa dalam selama dua puluan

tahun mereka berkorban di Timor-Leste, maka waktu itu pemerintah

Indonesia dan ABRI sanggat menolak bahkan sampai uskup Belo di anugrahi

Novel perdamaian pun di tolak oleh masyarakat, pimpinan ABRI Indonesia

20 PE.Fransisco Bareto . Caplaun Dioseje Dili Timor-Leste. Tgl.24/07/2014, Jam 10:00-12:00 OTL

21 PE. Adrian Ola Duli Direktor Caritas Dili Timor-Leste. Tgl 20/08/2014. 11;00-12;00otl

Page 51: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

51

maupun pimpinan Lokal Timor-Leste, tentu saja semua ini menyentu harga

diri setiap satu bangsa maka otomatis sikap mereka adalah Penolakan.22

Berdasarkan ke 3 pendapat di atas maka penulis memberi kesimpulan bahwa

dengan reaksi ABRI dan Pemerintah Indonesia terhadap partisipasi gereja dalam

perjuanggan hak kemerdekan Timor-Leste yang menyebabkan 3 pastor mati di bunuh

oleh ankatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yaitu Imam Deryato dari jawa,

Imam Fransisco Soares dari Letefoho Ermera, Imam Hilario dari Punilala Ermera

beserta rakyat Timor-Leste yang tidak berdosa sekitar 1.200 penduduk sipil telah di

bunuh oleh Ankatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dan Milisis dan lebih

dari 200.000 orang kehilangan harta bendanya karena menjalankan hak politiknya

menurut hokum internasional.

4.4. Analisis dan Interpretasi Data

Berdasarkan pendapat di atas maka peneliti menganalisis bahwa dari kasus

pelangaran hak asasi manusia yang di lakukan oleh pemerintah Indonesia dan

Ankatan Bersenjata republic Indonesia (ABRI) guna berupaya untuk menguntunkan

kebenaran atas peeristiwa pelangaran Ham yang dilakukan oleh pihak penguasa

Indonesia terhadap masyarakat Timor-Leste dan. Sebagaimana kita ketahui bahwa

hak asasi dapat dikatakan sebagai hak dasar yang dimiliki oleh pribadi manusia

sebagai anugerah Tuhan yang dibawa sejak lahir. Hak asasi itu tidak dapat dipisahkan

dari eksistensi pribadi manusia itu sendiri23

. Dan di tinjau dari Aspek Hak Asasi

Manusia maka, Gereja mengikutsertakan dalam Perjuangan Hak Kemerdekaan

Timor-Leste beserta tinjauan dari Biblis yang mengatakan bahwa semua Umat

Manusia saling menghormati dan menghargai sesama Umat Manusia dan menjunjung

22 PE. Hermino de Fatima Gonsalves Direktor Komisaun Justisa e Paz Diocese de Dili Timor-Leste,

tgl. 27 / 08 / 2014, 10:30-12:00 OTL)” 23. Mr. Koentjoro Poerbapranoto (1976).

Page 52: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

52

tinggi harkat dan martabat manusiawi beserta ajaran Yesus Kristus atas rumusan

Perdamaian dan cinta Kasih sesama manusia.

Berdasarkan penjelasan kedua teori diatas maka peneliti menganalisis bahwa

gereja mengjunjung tinggi hak perjuangan rakyat Timor-Leste guna membebaskan

diri dari colonial atau penjajahan Republik Indonesia, dan Gereja sebagai symbol

perdamaian bagi masyarakat penindas dan masyarakat yang di tindas dalam proses

penjajahan yang dilakukan oleh pemerintah indonesia terhadap masyarakat Timor-

Leste. Melalui partisipasi gereja membuka ruang informasi bagi masyarakat Timor-

Leste guna memperjuangkan haknya berdasarkan hokum internasional.

Mengenai penjelasan tentang partisipasi dimana maka partisipasi dapat juga

berarti pembuat keputusan menyarankan kelompok atau masyarakat ikut terlibat

dalam bentuk penyampaian saran dan pendapat24

Partisipasi dapat juga berarti bahwa

kelompok mengenal masalah mereka sendiri, mengkaji pilihan mereka, membuat

keputusan, dan memecahkan masalahnya.

Berdasarkan teori diatas maka peneliti menganalisis bahwa partisipasi gereja

adalah salah satu bagian determinasi dalam proses perjuangan hak kemerdekaan

Timor-Leste melalui pengakuan internasional secara defakto di mana Negara berdiri

berdasarkan asas legalitas, mempunyai rakyat yang berdaulat, wilayah, Undang-

Undang dan mempunyai Pemerintah tersendiri agar bisa mengatur masyarakat beserta

pemerintahanya didalam suatu Negara

24( Nyoman Sumaryadi, 2010: 46).

Page 53: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

53

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Dari gambaran umum dan hasil pembahasan yang ada dapat disimpulkan

bahwa, Indonesia melakukan invasi ke Timor Leste pada tanggal 7 Desember 1975

dan berkuasa selama 24 tahun. Selama kekuasaan Indonesia pembangunan dengan

giat dilaksanakan diseluruh Timor Leste dan unsur-unsur politis yang terkandung

didalamnya ahíla: (1) Untuk menarik simpati masyarakat Timor Leste, dan (2) Untuk

mempengaruhi dunia internasional dalam mengakui kekuasaan RI di TL.

Pada masa kekuasaan RI, terjadi pula berbagai tindakan pelanggaran hak asasi

manusia yang dipraktekkan oleh militer Indonesia dengan maksud untuk menekan

perjuangan rakyat untuk mencapai kemerdekaan Timor Leste. Pemerintah Republik

Indonesia membangun pembangunanan yang dilaksanakan dan segala upaya untuk

tetap mempertahankan Timor Leste sebagai bagian dari NKRI tetapi menjadi gagal.

Karena cita-cita perjuangan rakyat Timor Leste beserta partisipasi gereja

katolik dalam penentuan hak kemerdekaan Timor-Leste melalui kunjungan Paus

Paulos ke IV pada tahun 1989 yang membuka peluang bagi masyarakat internacional

untuk berperang aktif dalam perjuangan rakyat Timor-Leste dan disamping itu pula

penerimaan Novel Perdamaian dari Uskup Dom Carlos Filipe Ximenes Belo bersama

Bapak Jose Ramos Horta pada tahun 1996, yang bertujuan untuk menarik simpaty

Page 54: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

54

Dunia Internasional terhadap perjuangan rakyat Timor-Leste untuk melepaskan diri

dari colonial Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Masyarakat Timor-Leste mengorbangkan segala apapun, guna mendapatkan

dua Opsi yaitu pro Otonomi dan Pro referéndum pada tahun 1999, secara aklamasi

sekitar 78,8% rakyat Timor-Leste memilih Referendum untuk berpisah dengan RI.

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran yang dapat diajukan oleh peneliti

adalah sebagai berikut:

1. Bagai pemerintah hendak lebih memahami dan membangun relasi yang

semestinya di lakukan dengan gereja katolik guna meninkatkan

kerjasama yang baik dalam menyelengarakan pembangunan Timor-Leste.

Dan pemerintah Timor-Leste juga harus memberikan penhargaan kepada

gereja katolik khususnya para imam dan para suster yang telah

mengorbankan dirinya dalam perjuanggan kemerdekaan Timor-leste

sebagai simbol penhargaan Negara. Pemerintah harus lebih mempertegas

perlindungan hak asasi manusia bagi rakyat di negara ini agar tidak

terjadi lagi pelanggaran hak asasi manusia antara masyarakat di negara

Timor-Leste.

Page 55: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah yang ke 27 Propinsi. Pemisahan diri dari Indonesia, Timor-Timur memang diwarnai dengan suatu tindak kekerasan berupa pembakaran yang dilakukan

55

2. Bagi gereja Katolik hendaknya berpartisipasi dalam pembangunan nacional

Timor-Leste sehingga diharapkan gereja katolik mempunyai prespektif dan

wawasan yang dapat diaplikasikan dalam kegiatan yang berisifat posetif dalam

pembangunan Timor-Leste.