BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan...

116
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah daerah pada zaman Orde Baru baik Daerah Tingkat I maupun Daerah Tingkat II keuangannya sebagian besar berasal dari pusat, berupa subsidi daerah otonom, Inpres, dan dana sektoral lewat anggaran departemen teknis dan sebagian kecil berasal dari pendapatan asli daerah. Semua dana diluar pendapatan asli daerah tersebut yang menentukan adalah pusat, keputusan dan implementasinya menjadi wewenang pusat. Suatu daerah menerima dana tersebut atau tidak, semuanya tergantung sekali pada pemerintah pusat. Akibatnya daerah tidak mampu mengembangkan otonominya secara kreatif dan inovatif Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 jo Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah dan Undang Undang Nomor 25 Tahun 1999 jo Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, merubah secara mendasar model pembiayaan Pemerintah Daerah. Konsepsi dasar model pembiayaan daerah menurut kedua undang-undang tersebut, adalah penyerahan kewenangan pemerintah kepada daerah baik menurut azas desentraliasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan harus diikuti biaya, perangkat, dan tenaga yang memadai, agar daerah mampu menyelenggarakan semua kewenangan yang diserahkan tersebut. Dengan model penganggaran seperti itu maka pemerintah pusat tak lagi menentukan secara subyektif dana tersebut, tapi mengalokasikan dana secara proporsional dan rasional kepada daerah agar pemerintah daerah mampu menyelenggarakan otonominya secara kreatif dan bertanggung jawab. Melalui struktur pendanaan demikian, diharapkan pemerintah daerah makin mampu memberikan pelayanan prima kepada publik yang berujung pada penciptaan kesejahteraan masyarakat. Penyelenggaraan otonomi daerah tidak hanya membawa serangkaian

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

1  

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pemerintah daerah pada zaman Orde Baru baik Daerah Tingkat I maupun

Daerah Tingkat II keuangannya sebagian besar berasal dari pusat, berupa subsidi

daerah otonom, Inpres, dan dana sektoral lewat anggaran departemen teknis dan

sebagian kecil berasal dari pendapatan asli daerah. Semua dana diluar pendapatan

asli daerah tersebut yang menentukan adalah pusat, keputusan dan

implementasinya menjadi wewenang pusat. Suatu daerah menerima dana tersebut

atau tidak, semuanya tergantung sekali pada pemerintah pusat. Akibatnya daerah

tidak mampu mengembangkan otonominya secara kreatif dan inovatif

Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 jo Undang Undang Nomor 32

Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah dan Undang Undang Nomor 25 Tahun

1999 jo Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan

antara Pusat dan Daerah, merubah secara mendasar model pembiayaan

Pemerintah Daerah. Konsepsi dasar model pembiayaan daerah menurut kedua

undang-undang tersebut, adalah penyerahan kewenangan pemerintah kepada

daerah baik menurut azas desentraliasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan

harus diikuti biaya, perangkat, dan tenaga yang memadai, agar daerah mampu

menyelenggarakan semua kewenangan yang diserahkan tersebut. Dengan model

penganggaran seperti itu maka pemerintah pusat tak lagi menentukan secara

subyektif dana tersebut, tapi mengalokasikan dana secara proporsional dan

rasional kepada daerah agar pemerintah daerah mampu menyelenggarakan

otonominya secara kreatif dan bertanggung jawab. Melalui struktur pendanaan

demikian, diharapkan pemerintah daerah makin mampu memberikan pelayanan

prima kepada publik yang berujung pada penciptaan kesejahteraan masyarakat.

Penyelenggaraan otonomi daerah tidak hanya membawa serangkaian

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

2  

perubahan mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, akan tetapi

juga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna

menunjang pembangunan ekonomi daerah. Dalam suasana otonomi daerah terasa

begitu banyak permasalahan yang melingkupi daerah sehingga seakan-akan

daerah bebas berkehendak untuk mengatur dan menetapkan apa saja melalui

peraturan daerah (perda). Substansi otonomi daerah tidak begitu jelas dipahami

maknanya sehingga dalam tataran implementasinya banyak menuai bias

kesalahan.

Setelah berjalan hampir sebelas tahun sejak efektif dilaksanakan pada

tahun 2001, otonomi daerah sejauh ini lebih diterjemahkan oleh pemerintah

daerah untuk menggali potensi-potensi penerimaan daerah. Implementasi otonomi

daerah banyak dimaknai sebagai upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah

(PAD) dalam pengertian jangka pendek. Oleh karena itu, banyak sekali peraturan-

peraturan daerah (perda) dikeluarkan oleh pemerintah daerah hanya untuk

meningkatkan PAD, terutama perda pajak dan retribusi daerah yang seringkali

mengabaikan prisip-prinsip dan dasar filosofi pajak dan retribusi. Perda pajak dan

perda tentang retribusi seringkali justru tidak kondusif bagi aktivitas ekonomi

daerah serta kontraproduktif bagi kepentingan masyarakat terhadap tujuan

otonomi daerah.

Pajak Daerah sebagai salah satu sumber pendapatan daerah dari

pendapatan asli daerah, menurut Pasal 8 Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004

dan Pasal 158 ayat (1) Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004, ditetapkan dengan

undang -undang, yang pelaksanaannya di daerah diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Daerah. Kedua pasal tersebut merupakan penegasan dari apa yang telah

diatur oleh Undang Undang Dasar 1945 hasil Amandemen, khususnya Pasal 23A

yang menegaskan, bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk

keperluan negara diatur dengan undang-undang. Dalam perkembangan

selanjutnya, sebagai penyesuaian terhadap Undang Undang Nomor 22 Tahun

1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang Undang Nomor 25 Tahun 1999

tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, maka

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

3  

Undang Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah yang kemudian diubah menjadi Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009.

Dalam pasal 180 Undang - undang Nmor 28 Tahun 2009 mengamanatkan paling

lambat 2 (dua) tahun daerah harus membuat peraturan daerah tentang pajak

daerah.

Berdasarkan kewenangan tersebut diatas, Pemerintah Kota Tangerang

Selatan saat ini telah memiliki Perda Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah.

Keberadaan Perda tersebut telah memberikan kepastian hukum bagi Pemerintah

Kota Tangerang Selatan dalam menghimpun sumber-sumber pendapatan daerah

dari sektor pajak daerah.

Sebagai gambaran awal, Kota Tangerang Selatan merupakan daerah

otonom yang terbentuk pada akhir tahun 2008 berdasarkan Undang-undang

Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan di Propinsi

Banten tertanggal 26 November 2008. Pembentukan daerah otonom baru tersebut,

yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Tangerang, dilakukan dengan tujuan

meningkatkan pelayanan dalam bidang pemerintahan, pembangunan, dan

kemasyarakatan serta dapat memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi

daerah.

Berdasarkan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang

Pemerintahan Daerah, diberikan kewenangan secara hukum kepada

kabupaten/kota sebagai daerah otonomi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1

angka 2, dan kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat

tidak bisa dilepaskan dari upaya pemerintah untuk membiayai otonomi serta

dalam hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 6 ayat (1)

Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Daerah yang berbunyi sebagai berikut :

Pasal 5 ayat (2).

Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari :

a. Pendapatan Asli Daerah;.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

4  

b. Dana Perimbangan; dan

c. Lain-lain pendapatan.

Pasal 6 ayat (1).

Pendapatan Asli Daerah (PAD) bersumber dari :

a. Pajak Daerah;

b. Retribusi Daerah;

c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan

d. Lain-lain PAD yang sah.

Di sisi lain di dalam Pasal 157 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004,

tentang Pemerintahan Daerah, menyatakan bahwa sumber pendapatan daerah

terdiri dari atas:

a. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu :

1) hasil pajak daerah;

2) hasil retribusi daerah;

3) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan;

4) lain-lain PAD yang sah.

b. Dana perimbangan;

c. Dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Salah satu problema yang dihadapi oleh Kota Tangerang Selatan dewasa

ini adalah berkisar pada upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Problema ini muncul karena adanya kecenderungan berpikir dari sebagian

kalangan birokrat di Kota Tangerang Selatan yang menganggap bahwa parameter

utama yang menentukan kemandirian suatu daerah dalam berotonomi adalah

terletak pada besarnya Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Kecenderungan berpikir di atas dapat dipahami karena adanya perspektif

sejarah pemerintahan daerah yang mengungkap mengenai penyebab

keterbelengguan daerah baik secara politis maupun secara ekonomis lewat piranti

hukum pemerintahan daerah, yaitu Undang Undang Nomor 5 Tahun 1974 beserta

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

5  

semua peraturan pelaksanaannya. Piranti hukum itulah yang membatasi

kewenangan daerah untuk tumbuh dan berkembang dalam rangka menggali segala

potensi ekonomi yang strategis di daerah.

Rendahnya konstribusi pendapatan asli daerah terhadap pembiayaan

daerah, karena daerah hanya diberikan kewenangan mobilisasi sumber dana pajak

dan yang mampu memenuhi hanya sekitar 20% - 30% dari total penerimaan untuk

membiayai kebutuhan rutin dan pembangunan, sementara 70% - 80% didrop dari

pusat.

Selain karena persoalan kewenangan yang terbatas dalam memobilisasi

sumber dana pajak dan retribusi, juga terdapat persoalan yang bersifat teknis

yuridis yaitu dalam bentuk regulasi yang dijadikan dasar hukum bagi daerah untuk

memungut Pendapatan Asli Daerah, baik yang bersumber dari Pajak maupun dari

Retribusi Daerah.

Menurut Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Perda tersebut

ditemukan setelah pihaknya melakukan pengkajian terhadap 2400 Perda dari 3000

Perda yang direncanakan untuk dikaji. Hasil kajian itu menunjukan bahwa

terdapat 329 Perda yang bermasalah. Hal tersebut dikemukakannya dalam rapat

dengan Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD), di gedung DPD, Senayan,

Jakarta.

Secara umum permasalahan yang ada di Kota Tangerang Selatan terdiri

dari beberapa hal, antara lain masalah Sumber Daya Manusia (SDM) yang kurang

memadai dalam suatu Pemerintahan baru,selain daripada itu sarana dan prasarana

wilayah juga masih mengalami keterbatasan, sehingga berdampak pada laju

pembangunan seperti apa yang diinginkan oleh masyarakat. Permasalahan yang

tidak kalah penting adalah persoalan aset daerah yang belum sepenuhnya

diserahkan dari Kabupaten Tangerang ke Kota Tangerang Selatan, sehingga

potensi-potensi yang bisa dimaknfaatkan oleh Kota Tangerang Selatan mengalami

permasalahan. Serta regulasi-regulasi yang dibutuhkan berupa Peraturan Daerah

(Perda) baik berupa pengaturan maupun penetapan belum ada. Sehingga berbagai

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

6  

kebijakan yang akan diambil oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan masih

terhambat persoalan payung hukum dan legal formal.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka rumusan

masalah dapat di kemukakan sebagai berikut :

1. Apakah pembuatan Perda Nomor 7 tahun 2010 tentang pajak daerah telah

memenuhi azas-azas pembuatan peraturan perundang-undangan?

2. Bagaimana efektivitas pelaksanaan Perda Nomor 7 Tahun 2010 tentang

Pajak Daerah dalam menunjang Otonomi Daerah di Kota Tangerang Selatan?

3. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pemungutan

Pajak Daerah di Kota Tangerang Selatan?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang akan dicapai didalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Untuk mengetahui apakah pembuatan Perda Nomor 7 tahun 2010 tentang

pajak daerah telah memenuhi azas-azas pembuatan peraturan daerah.

2. Untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan Perda nomor 7 tahun 2010 tentang

pajak daerah Kota Tangerang Selatan dalam menunjang Otonomi Daerah di

Kota Tangerang Selatan.

3. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala dalam

pelaksanaan pemungutan pajak daerah di Kota Tangerang Selatan.

1.4 Kegunaan Penelitian

Atas hasil penelitian yang dilakukan, diharapkan dapat memberikan

manfaat sebagai berikut:

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

7  

1. Secara teoritis :

a. Melalui penelitian ini dapat memperkaya khasanah ilmu

pengetahuan dalam bidang pendapatan, terutama dalam bidang

pajak daerah di Kota Tangerang Selatan

b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan awal oleh peneliti-

peneliti lain yang membahas permasalahan yang sama.

c. Untuk menambah wawasan keilmuan terutama berkaitan dengan

Hukum Pajak dalam hal ini Pajak Daerah.

2. Secara praktis

a. Menjadi masukan bagi Pemerintah Kota Tangerang Selatan

berdasarkan identifikasi faktor pendukung dan penghambat

implementasi Perda tentang Pajak Kota Tangerang Selatan.

b. Menjadi masukan bagi para pengambil keputusan, khususnya

dalam upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah melalui pajak

daerah di Kota Tangerang Selatan.

1.5 Sistematika Penulisan.

Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai hasil penelitian yang

dilakukan, maka tesis ini disusun dalam 5 (lima) bab yaitu :

BAB I Pendahuluan, pada bab ini berisikan mengenai Latar Belakang

Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, dan

Sistematika Penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka, pada bab ini berisikan kerangka teori mengenai

Tata Cara Pembuatan Peraturan Daerah, Pemahaman kebijakan

desentralisasi fiskal, Pengertian Pajak, Pendekatan terhadap Pajak,

Fungsi dan Azas-Azas Pajak, Asas dan Teori Pemungutan Pajak, Pajak

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

8  

Daerah, Fungsi Pajak Daerah, Pemahaman umum tentang Otonomi

Daerah, Pemahaman tentang Kewenangan Daerah, serta.Pemahaman

Pemencaran Kewenangan

BAB III Metodologi Penelitian, bab ini akan membahas metode penelitian yaitu

tentang kerangka penelitian, metode penelitian, obyek penelitian,

bentuk dan pendekatan penelitian, penentuan sampel, sumber data

penelitian, tehnik pengumpulan data, definisi operasional, dan tehnik

analisa data

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan , dalam bab ini disajikan hasil-hasil

dan analisis penelitian melalui data-data yang terkumpul selama

penelitian baik data primer maupun data sekunder dan dianalisis

melalui metode yang digunakan. Sub bab dari Bab IV ini meliputi :

Gambaran Umum Kota Tangerang Selatan, Penerapan asas-asas

pembuatan peraturan daerah dalam menunjang pelaksanaan otonomi

daerah di Kota Tangerang Selatan. Pelaksanaan Pemungutan Pajak di

Kota Tangerang Selatan, Faktor-Faktor Yang Menjadi hambatan dan

kendala Dalam Pelaksanaan Pemungutan Pajak Daerah di Kota

Tangerang Selatan, Peranan Pajak Dalam Menunjang Otonomi Daerah

di Kota Tangerang Selatan.

BAB V Penutup, dalam bab ini dibahas kesimpulan dan saran-saran, sehingga

dalam bab ini dapat ditarik suatu kesimpulan dari masing-masing

fokus penelitian dan saran-saran yang bersifat konstruktif yang bisa

menjadi acuan dan pertimbangan untuk pelaksanaan kebijakan.

Daftar Pustaka.

Lampiran-Lampiran

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

9  

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tata Cara Pembuatan Peraturan Daerah

Menurut Pasal 14 Undang – undangan Nomor 12 tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, materi muatan Peraturan Daerah

Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam

rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan dan menampung

kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi. Sejalan dengan ketentuan diatas, Pasal 136 ayat (3)

Undang - undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah

memberikan ruang lingkup materi muatan Peraturan daerah sebagai penjabaran

peraturan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing

daerah. Peraturan daerah dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan

atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam konteks ini yang

dimaksudkan dengan bertentangan dengan kepentingan umum adalah kebijakan

yang mengakibatkan terganggunya kerukunan warga, terganggunya pelayanan

umum, dan terganggunya ketertiban/ketentraman masyarakat serta kebijakan/

Peraturan daerah yang bersifat diskriminatif serta berorientasi pada kebutuhan

masyarakat. Peraturan daerah dibentuk berdasarkan azas pembentukan peraturan

perundang-undangan yang meliputi, kejelasan tujuan, kelembagaan, atau organ

pembentuk yang tepat, kesesuaian anatara jenis dan materi muatan, dapat

dilaksanakan, pendayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan rumusan, dan

keterbukaan. Adapun materi muatan yang tertuang dalam Perda harus

mengandung azas Pengayoman, kemanusiaan, kebangsaan, kekeluargaan,

kenusantaraan, bhinneka tunggal Ika, keadilan, kesamaan kedudukan dalam

hukum dan pemerintahan, ketertiban dan kepastian hukum, dan atau

keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. Selain azas yang dimaksud tersebut

perda dapat memuat azas lain sesuai dengan substansi perda yang bersangkutan.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

10  

Prinsip utama pembentukan perundang-undangan berkaitan dengan

hierarkinya adalah peraturan lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan

peraturan yang lebih tinggi. Menurut pasal 7 Undang Undang Nomor 12 Tahun

2011 Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas :

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

d. Peraturan Pemerintah;

e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan

g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Dalam pembuatan peraturan daerah sesuai dengan pasal 39 Undang

Undang Nomor 12 Tahun 2011 bahwa, perencanaan penyusunan peraturan daerah

Kabupaten/Kota dilakukan dalam prolegda Kabupaten/Kota. Didalam program

legislasi daerah (prolegda) kabupaten/kota rancangan peraturan daerah dapat

berasal dari DPRD Kabupaten/kota atau Walikota, rancangan peraturan daerah

harus disertai dengan penjelasan atau keterangan dan atau naskah akademik. 1

2.2 Pemahaman Kebijakan Pajak Daerah dalam Kebijakan Desentralisasi

Fiskal

Kebijakan atau policy dipergunakan untuk menunjuk perilaku aktor

(misalnya seorang pejabat, suatu kelompok maupun suatu lembaga pemerintah)

atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Pengertian semacam ini

dapat dipergunakan dan relatif memadai untuk keperluan pembicaraan-

pembicaraan biasa, namun menjadi sistematis menyangkut analisis kebijakan

publik. Pada dasarnya terdapat banyak batasan atau defenisi mengenai apa yang

dimaksud dengan public policy.

Salah satu definisi mengenai kebijakan publik dikemukakan oleh Robert                                                             1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan Fokusindo Mandiri, 2011, Bandung. Hal 15

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

11  

Eyestone, yang menyatakan bahwa kebijakan publik sebagai hubungan suatu unit

pemerintah dengan lingkungannya.2 Konsep yang ditawarkan oleh Robert

Eyestone ini mengandung pengertian yang sangat luas dan kurang pasti, karena

apa yang dimaksudkan dengan kebijakan publik bisa mencakup banyak hal;

sedangkan Thomas R Dye menyatakan bahwa public policy adalah apapun yang

dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan.3 Pendapat ini pun

dirasa agak tepat namun batasan ini tidak cukup memberi pembedaan yang jelas

antara apa yang diputuskan pemerintah untuk dilakukan dan apa yang sebenarnya

dilakukan oleh pemerintah.

Budi Winarno mengemukakan bahwa tahap-tahap dari suatu public policy

meliputi.4

1. Tahap penyusunan agenda, yaitu tahapan ketika para pembuat kebijakan akan

menempatkan suatu masalah pada agenda policy.

2. Tahap formulasi kebijakan, yaitu tahapan pada saat masalah yang sudah

masuk agenda policy kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan.

Masalah-masalah tersebut didefenisikan untuk kemudian dicari pemecahannya

yang terbaik.

3. Tahap implementasi kebijakan, yaitu tahapan pada saat kebijakan yang

diambil telah diimplementasikan atau dijalankan. Namun dalam hal tertentu

tahap ini tidak mesti untuk diimplementasikan. Mungkin karena sesuatu hal

policy yang sudah diambil tidak langsung diimplementasikan.

4. Tahap evaluasi, yaitu tahap penilaian terhadap suatu kebijakan yang telah

dijalankan atau tidak dijalankan. Tahap ini untuk melihat sejauh mana

kebijakan yang diambil mampu atau tidak mampu untuk memecahkan

masalah publik.

Pemberian sumber penerimaan daerah sendiri terutama dilakukan melalui                                                             2 Budi Winarno, Teori dan Proses Kebijakan Publik, Media Pressindo, 2000, Yogyakarta, hal 15 3 Budi Winarno, Loc cit 4 Ibid hal 29-30

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

12  

kewenangan perpajakan daerah dan retribusi daerah. Kebijakan mengenai

perpajakan daerah dan retribusi daerah telah beberapa kali diubah terakhir dengan

UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang

berlaku efektif sejak 1 Januari 2010.

Ada empat kebijakan mendasar yang diatur dalam UU Nomor 28 Tahun

2009. Pertama adalah closed-list system untuk jenis pajak dan retribusi yang bisa

dipungut oleh daerah. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian kepada

masyarakat dan dunia usaha tentang jenis pungutan yang harus mereka bayar.

Kedua adalah penguatan local taxing power. Hal ini dilakukan, antara lain melalui

perluasan basis pajak daerah dan retribusi daerah yang sudah ada, penambahan

jenis pajak dan retribusi daerah (seperti pajak rokok dan pengalihan PBB menjadi

pajak daerah), meningkatkan tarif maksimum beberapa jenis pajak daerah, serta

pemberian diskresi penetapan tarif pajak. Ketiga adalah perbaikan sistem

pengelolaan pajak daerah dan retribusi daerah melalui mekanisme bagi hasil pajak

provinsi yang lebih ideal dan kebijakan earmarking jenis pajak daerah tertentu

(seperti earmarking sebagian Pajak Kendaraan Bermotor untuk pemeliharaan

jalan). Keempat adalah peningkatan efektivitas pengawasan pungutan daerah

dengan mengubah mekanisme pengawasan represif menjadi preventif dan

korektif.5

2.3 Pengertian Pajak

Pengertian pajak amatlah berbeda-beda, tergantung dari perspektif mana

seseorang memandang masalah pajak, karena sampai saat ini tidak pengertian

pajak bersifat universal, namun substansi dan tujuan dari pajak itu sendiri adalah

sama.

Para ahli dalam bidang perpajakan yang memberikan batasan atau definisi

yang berbeda-beda mengenai pajak, namun demikian berbagai definisi tersebut

mempunyai inti atau tujuan yang sama dan ada beberapa definisi yang

diungkapkan oleh para pakar antara lain :                                                             5 http://www.anggaran.depkeu.go.id/Content/10-08-16

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

13  

1. P.J.A. Adriani (pernah menjabat guru besar dalam hukum pajak pada

Universitas Amsterdam, mengemukakan sebagai berikut6 :

“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh

yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak

mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya

adalah untuk membiayai pengeluaranpengeluaran umum berhubung dengan

tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.”

2. Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja, dalam disertasinya yang berjudul

“Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong”, Universitas Padjadjaran Bandung

tahun 1964, memberikan definisi mengenai pajak sebagai berikut” Pajak

adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa

berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-

barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.7

3. Definisi Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. dalam bukunya Dasar Dasar

Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan adalah sebagai berikut8: Pajak adalah

iuran rakyat kepada kas negara herdasarkan undang undang (yang dapat

dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa-jasa timbal (kontra-prestasi), yang

langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran

umum”, dengan penjelasan sebagai berikut: “Dapat dipaksakan” artinya: bila

utang pajak tidak dibayar, utang itu dapat ditagih dengan menggunakan

kekerasan, seperti surat paksa dan sita, dan juga penyanderaan; terhadap

pembayaran pajak, tidak dapat ditunjukkan jasa timbalbalik tertentu, seperti

halnya dengan retribusi.

4. Menurut Mr. Dr. N.J Feldman dalam bukunya De overheidsmidsmiddelen van

Indonesia, Leiden 1949, Belastigen Zijn Overheid (Volgen Algemene door

haar vastgesteelde nomen) verschuldigde afwigbarepresstties waar

                                                            6 Darwin, Pajak Daerah & Retribusi Daerah, Mitra Wacana Media, jakarta.Edisi Pertama, 2010. Hal.15. 7 Ibid hal. 15. 8 Ibid hal. 16.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

14  

tegenprestagie tegonever staat en uitsluiend dienen tot decking van uitgaven,

pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada

penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum) tanpa adanya

kontraprestasi dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran

umum.9

5. Menurut Prof DR Djajadiningrat

Pajak sebagai suatu kewajiban untuk menyerahkan sebagian kekayaan negara

karena suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan

tertentu, Pengutan tersebut bukan sebagai hukuman, tetapi menurut peraturan-

peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan. Untuk itu, tidak

ada jasa balik dari Negara secara langsung misalnya untuk memelihara

kesejahteraan umum.10

Dari berbagai definisi tersebut, dapat ditarik adanya beberapa ciri atau

karakteristik dari pajak sebagai berikut:

1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang atau peraturan

pelaksanaannya;

2. Terhadap pembayaran pajak, tidak ada tegen prestasi yang dapat

ditunjukkan secara langsung;

3. Pemungutannya dapat dilakukan baik oleh pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah, karena itu ada istilah pajak pusat dan pajak daerah;

4. Hasil uang dari pajak dipergunakan untuk membiayai pengeluaran-

pengeluaran pemerintah baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran

pembangunan, dan apabila terdapat kelebihan maka sisanya dipergunakan

untuk public investment;

5. Di samping mempunyai fungsi sebagai alat untuk memasukan dana dari

rakyat ke dalam kas negara (fungsi budgeter), pajak juga mempunyai

fungsi yang lain, yakni fungsi mengatur.

                                                            9 Erly Suandi, Hukum Pajak, Salemba Empat, Bandung, Edisi 5, 2011 hal 8. 10 Tunggul Anshari Setia Negara, Pengantar Hukum pajak, Malang, Edisi 1, 2006 hal 5

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

15  

Apa yang dikemukakan diatas sebagai karakteristik pajak, terutama

ditujukan untuk membedakan dengan pungutan-pungutan lain selain pajak Dalam

hal ini yang termasuk di dalam pungutan (heffing) selain pajak masih dikenal

adanya retribusi dan sumbangan. Retribusi berbeda dengan pajak. Dalam retribusi,

hubungan antara prestasi yang dilakukan (dalam wujud pembayaran) dengan

kontraprestasi itu bersifat langsung. Dalam hal ini, pembayar retribusi justru

menginginkan adanya jasa timbal balik secara langsung dari pemerintah.

2.4. Pendekatan Terhadap Pajak

Dilihat dari segi hukum, pajak merupakan suatu ikatan yang timbul karena

Undang Undang. Hal ini disebabkan karena bahwa seseorang membayar atau

tidak membayar pajak ditentukan oleh Undang Undang, artinya disini adalah

bahwa keterikatan antara pemerintah dengan masyarakat sebagai wajib pajak

semata-mata didasarkan pada Undang Undang pajak (asas legalitas). Di Indonesia

asas ini tercantum dalam pasal 23 ayat (2) UUD 1945 yang telah diamandemen

menjadi pasal 23A UUD 1945. Pada pasal 23 A ini disebutkan bahwa: Pajak dan

pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan

Undang Undang. Berdasarkan Undang Undang mengandung konsekwensi bahwa

pungutan pajak oleh negara harus dilakukan negara dengan persetujuan rakyat

melalui perwakilannnya yaitu DPR. Secara tidak langsung ini menandakan adanya

kedaulatan rakyat di dalam menentukan nasibnya sendiri walaupun melalui

perwakilan.

Pasal 23 A UUD 1945 ini selain dianggap sebagai dasar hukum utama

pengenaan pajak, dapat juga dianggap sebagai dasar filosofi pemungutan pajak di

Indonesia11. Sebagai dasar hukum, karena pasal ini menjadi dasar dalam

pembentukan Undang Undang perpajakan, sedangkan sebagai dasar falsafah,

pasal ini menghendaki adanya persetujuan rakyat apabila negara akan melakukan

pemungutan pajak.

Rochmat Soemitro mengatakan bahwa pajak dilihat dari segi hukum dapat                                                             11 Rochmat Soemitro, Asas dan Dasar Perpajakan I, op. cit hal. 50

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

16  

didefenisikan sebagai perikatan yang timbul karena undangundang (jadi dengan

sendirinya) yang mewajibkan seseorang yang memenuhi syarat (tatbestand) yang

ditentukan dalam Undang Undang, untuk membayar sesuatu jumlah tertentu

kepada negara (masyarakat) yang dapat dipaksakan, dengan tiada mendapat

imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk yang digunakan untuk membiaya

pengeluaran-pengeluaran negara.12

Dari definisi tersebut dapat dilihat bahwa pajak merupakan sebuah

perikatan. Akan tetapi, perikatan dalam pajak berbeda dengan perikatan perdata

pada umumnya, karena beberapa hal yakni:13

1. Perikatan perdata dapat lahir karena perjanjian dan dapat pula karena Undang

Undang, sedangkan perikatan pajak hanya lahir karena Undang Undang dan

tidak lahir karena perjanjian;

2. Perikatan perdata berada dalam lapangan hukum privat sementara perikatan

pajak berada dalam lapangan hukum publik;

3. Dalam perikatan perdata hubungan terjadi diantara para pihak yang

mempunyai kedudukan yang sama/sederajat. Sementara di dalam perikatan

pajak kedudukan para pihaknya tidak sederajat. Dalam hal Subyek Pajak

diartikan sebagai mereka yang memnuhi syarat subyektif. Istilah fiscus

diartikan sebagai seluruh aparatur pajak sebagai wakil negara ini perikatan

pajak melibatkan orang yang telah memenuhi syarat tertentu untuk membayar

suatu jumlah tertentu kepada negara yang dapat dipaksakan. Dari pendekatan

yang seperti itu pajak lebih menitik beratkan pada perikatan dan pada hak dan

kewajiban dari para pihak. Dalam hal ini perikatan terjadi antara pemerintah

selaku fiscus dengan rakyat selaku subyek pajak atau wajib pajak. Perikatan

antara fiscus dengan subyek pajak/wajib pajak tersebut memberikan posisi

yang berbeda kepada para pihak, hal tersebut mengingat dalam hal ini fiscus

dilekati oleh adanya kewenangan hukum publik untuk kepentingan

                                                            12 Rochmat Soemitro, Asas dan Dasar Perpajakan I, op. cit hal. 51 13 Rochmat soemitro,Pengantar Singkat Hukum Pajak, PT Eresco Bandung Hal 6.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

17  

negara.Adanya hubungan hukum yang seperti itulah yang menyebabkan

penempatan hukum pajak ke dalam bagian lapangan hukum publik;

4. Prestasi yang dilakukan oleh subyek pajak untuk membayar pajak itu tidak

mendapat imbalan langsung yang dapat ditunjukkan.Hal tersebut

membedakannya dengan retribusi.

2.5 Fungsi dan Azas-azas Pajak

  Fungsi pajak menurut Erly Suandy ada dua, yaitu14:

1. Fungsi Budgeter;

2. Fungsi Mengatur;

Fungsi yang pertama, dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut memasukan

uang sebanyak-banyaknya ke kas negara, dengan tujuan untuk mebiayai

pengeluaran-pengeluaran negara.Dalam upaya meningkatkan penerimaan

perpajakan, pemerintah secara konsisten melakukan berbagai upaya pembenhan

baik aspek kebijakan maupun aspek sistem dan administrasi perpajakan melalui

hal-hal berikut :

• Amandemen undang-undang perpajakan.

• modernsisasi kantor pajak.

• Ekstensifikasi dan intensifikasi.

• extra effort dalam pemeriksaan dan penagihan pajak.

• Pembangunan data base terintegrasi.

• penyediaan layanan melalui pemanfaatan teknologi informasi.

• penegakan kode etik pegawai untuk meningkatkan kedisiplinan dan

Good Governance aparatur pajak.

Sedangkan fungsi yang kedua yaitu pajak digunakan sebagai alat untuk

mengatur masyarakat baik dibidang ekonomi, sosial, maupun politik dengan

tujuan tertentu. Pajak digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dapat

dilihat dalam contoh sebagai berikut.

                                                            14 Erly Suandy, Hukum Pajak, PT. Salemba Empat, Bandung. 2011. Edisi-5, hal .12 s.d. 13.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

18  

• Pemberian intensif pajak (misalnya tax holiday, penyusutan

dipercepat) dalam rangka meningkatkan investasi baik investasi dalam

negeri maupun investasi asing.

• pengenaan ekspor pajak untuk produk-produk tertentu dalam rangka

memenuhi kebutuhan dalam negeri.

• Pengenaan bea masuk dan pajak penjualan atas barang mewah untuk

produk-produk tertentu dalam rangka melindungi produk-produk

dalam negeri.

Disamping kedua fungsi diatas, pajak masih mempunyai tujuan-tujuan lain

seperti untuk retribusi pendapatan dan menanggulangi inflasi

2.6 Asas dan Teori Pemungutan Pajak

Dalam buku An Inquiry into the nature and causes of the wealth of nation

yang ditulis oleh Adam Smith pada abad ke 18 mengajarkan tentang asas-asas

pemungutan pajak yang dikenal dengan nama four cannons atau the four maxims

dengan uraian sebagai berikut:15

1. Equality

Pembebanan pajak diantara subjek pajak hendaknya seimbang dengan

kemapuannya, yaitu seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya

dibawah perlindungan pemerintah. Dalam hal equility ini tidak

diperbolehkan suata negara mengadakan diskriminasi diantara sesama

wajib pajak. Dalam keadaan yang sama wajib pajak harus diperlakukan

sama dalam keadaan berbeda wajib pajak harus diperlakukan berbeda.

2. Certainty

Pajak yang dibayar oleh wajib pajak harus jelas dan tidak kenal kompromi

(not arbitary). Dalam asas ini kepastian hukum yang diutamakan adalah

mengenai subjek pajak, objek pajak, tarif pajak, dan ketentuan mengenai

pembayarannya.

                                                            15 ibid hal 25

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

19  

3. Convenience of payment

Pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi wajib pajak,

yaitu saat dekat dengan saat diterimanya penghasilan/keuntungan yang

dikenakan pajak.

4. Economic of collection

Pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat mungkin, jangan sampai

biaya pemungutan pajak lebih besar dari pada penerimaan pajak itu

sendiri.Karena tidak ada artinya pemungutan pajak kalau biaya yang

dikeluarkan lebiyh besar dari pada penerimaan pajak yang akan diperoleh.

Beberapa teori yang memberikan dasar pembenaran untuk menjawab

penelitian penulis dihubungan dengan Perda No 7 tahun 2010 tentang Pajak

Daerah di Kota Tangerang Selatan sesuai dengan teori pemungutan pajak, yaitu :

Teori Gaya Pikul.

Teori ini mengemukakan bahwa pemungutan pajak harus sesuai dengan

kekuatan dari membayar dari si wajib pajak (individu-indvidu) jadi tekanan semua

pajak-pajak harus sesuai dengan daya pikul si wajib pajak dengan memperhatikan

pada besarnya penghasilan dan kekayaan, juga pengeluaran belanja siwajib pajak

tersebut. W.J. de Langen berpendapat dalam bukunya, daya pikul adalah besarnya

kekuatan seseorang untuk dapat mencapai pemuasan kebutuhan setinggi-

tingginya, setelah dikurangi dengan yang mutlak pada kebutuhan primer

(biaya hidup yang sangat mendasar). Kekuatan untuk menyerahkan uang kepada

negara (pajak) barulah ada, jika kebutuhan primer untuk hidup telah tersedia. Hak

manusia pertama adalah hak untuk hidup, maka sebagai analisir yang pertama

adalah minimum kehidupan (bestaans minimum). Mr. A.J. Cohen Stuart

berpendapat bahwa, daya pikul diumpamakan sebuah jembatan, yamg pertama-

tama harus memikul bobotnya sendiri sebelum dicoba untuk dibebani dengan

beban yang lain. Beliau menyarankan bahwa yang sangat diperlukan dalam

kehidupan tidak dimasukan kedalam daya pikul. Kekuatan untuk menyerahkan

uang kepada negara barulah ada jika kebutuhan-kebutuhan primer untuk hidup

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

20  

sudah tersedia. Kelemahan dari teori ini adalah sulitnya menentukan secara tepat

daya pikul seeorang karena akan berbeda dan selalu berubah-ubah.

2.7 Pajak Daerah

Pajak daerah adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada

pemerintah daerah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan

Daerah. Pajak pusat diatur dalam undang-undang dan hasilnya akan masuk ke

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pajak Daerah yang diatur

dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah, terdiri atas 5 jenis pajak daerah provinsi dan 11 jenis pajak daerah

kabupaten/kota adalah sebagai berikut:

Jenis Pajak provinsi terdiri atas:

a. Pajak Kendaraan Bermotor;

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;

d. Pajak Air Permukaan; dan

e. Pajak Rokok.

Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas:

a. Pajak Hotel;

b. Pajak Restoran;

c. Pajak Hiburan;

d. Pajak Reklame;

e. Pajak Penerangan Jalan;

f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

21  

g. Pajak Parkir;

h. Pajak Air Tanah;

i. Pajak Sarang Burung Walet;

j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan

k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.16

2.8 Fungsi Pajak Daerah

Pajak daerah adalah bentuk pajak yang dipungut oleh negara yang

pelaksanaan pemungutannya diserahkan kepada daerah. Maka pajak daerah

merupakan sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai

penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah dalam konteks

Negara Kesatuan Republik Indonesia, oleh karena itu pelaksanaannya tetap diatur

dalam peraturan perundangan-undangan. Dalam hal pemungutannya secara

konstitusional Undang Undang Dasar 1945 menentukan sebagai berikut: Pasal 5

ayat (1) yang menyatakan:

"Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang Undang dengan persetujuan

Dewan Perwakilan Rakyat”.

Pasal 18 yang menyatakan:

“Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan

daerah provinsi itu dibagi atas Kota, dan kota itu mempunyai pemerintahan

daerah, yang diatur dengan Undang Undang”.

“Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk Undang Undang”.

Pasal 23 ayat (2) menyatakan:

“ Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang Undang”.

                                                            16 Undang-Undang Republik Indonesia , Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pustaka Yustisi, 2010 hal 11

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

22  

Dengan berlakunya Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang

Pemerintahan Daerah, di antara pasal-pasalnya menentukan antara lain :

1. Pasal 157 yang menyatakan bahwa Sumber Pendapatan Daerah terdiri dari :

a. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu :

1) Hasil Pajak Daerah;

2) Hasil Retribusi Daerah;

3) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan

4) Lain-Lain PAD yang sah.

b. Dana Perimbangan.

c. Lain-Lain Pendapatan Daerah yang sah.

2. Pasal 158 ayat (1) yang menyatakan bahwa Pajak daerah dan retribusi daerah

ditetapkan dengan Undang Undang yang pelaksanaannya di daerah diatur

lebih lanjut dengan Peraturan Daerah (Perda).

Pada dasarnya dengan berlakunya Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004,

tentang Pemerintahan Daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan

pembangunan daerah, maka dalam hal ini fungsi pemungutan pajak daerah dan

retribusi daerah adalah sebagai berikut:17

1. Fungsi anggaran (Fungsi budgeter), Sebagai sumber pendapatan negara, pajak

berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk

menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan,

negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak.

Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai,

belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan

pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan

dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun

ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang

semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.

                                                            17 Djafar Saidi, Pembaharuan hukum pajak edisi revisi, PT. Rajagrafindo Persada 2007, hal 38.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

23  

2. Fungsi mengatur (fungsi regulerend)

Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak.

Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai

tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam

negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan

pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah

menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.

3. Fungsi investasi, yang dimaksud dengan fungsi investasi adalah wajib pajak

telah menyisihkan sebagian pengahsilan atau kekayaan untuk kepentingan

Negara maupun daerah. Sebenarnya pajak yang dibayar merupakan peran

serta wajib pajak menanamkan modal agar dapat mengurangi dan bahkan

memberantas kemiskinan.

2.9 Pemahaman Tentang Otonomi Daerah

Perkembangan masyarakat Indonesia dalam memasuki era globalisasi dan

reformasi telah memberikan pengalaman yang cukup berarti, antara lain

kebijaksanaan di daerah yang diputuskan dari pusat berdasarkan pendekatan “Top

Down” sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan di daerah, maka salah satu cara

mengatasi ketidaksesuaian antara kebijaksanaan yang diputuskan dari pusat dan

kondisi daerah adalah harus segera dibuat sebuah kerangka kebijaksanaan yang

sangat strategis. Salah satu kebijaksanaan yang sangat strategis sesuai dengan

kondisi saat ini adalah otonomi daerah.

Pengertian pemerintahan daerah menurut Undang Undang Nomor 32

Tahun 2004 yang telah diubah dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2008

tentang Pemerintahan Daerah ialah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh

pemerintah daerah dan DPRD, menurut asas otonomi dan tugas pembantuan

dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan

Republik Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. Asas otonomi

daerah yang artinya ialah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk

mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

24  

setempat Pengertian pemerintahan daerah menurut Undang Undang Nomor 32

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ialah penyelenggaraan urusan

pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD, menurut asas otonomi dan tugas

pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip

Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945

pasal 1 ayat (1) “Negara Indoensia ialah Negara kesatuan yang berbentuk

Republik”18 Sebagai konsekwensi dari begara kesatuan, Negara republic

Indonesia membagi wilayahnya menjadi daerah-daerah, yang terdiri dari daerah

Propinsi, daerah Kabupaten, dan kota. Daerah-daerah ini saling berhubungan

dengan Pemerintah pusat. Sekalipun demikian, daerah-daerah tersebut diberi

kewenangan untuk menyelenggarakan Pemerintahnnya sesuai dengan aspirasi

masyarakat setempat. Asas otonomi daerah yang artinya ialah hak, wewenang dan

kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai peraturan perundang-

undangan. Dengan daerah otonom dimaksudkan agar daerah dapat berkembang

sesuai dengan kemampuannya sendiri dan tidak bergantung pada Pemerintah

Pusat, sehingga daerah harus mampu mengatur pendapatan dan pengeluarannya

sendiri.

Sistem desentralisasi ini Pemerintah Daerah diberi kewenangan untuk

membuat kebijakan dan mengatur rumah tangganya sendiri. Selain itu tujuan

kebijakan desentralisasi yakni dalam rangka efisiensi alokasi arus barang publik

ke daerah, serta untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat lokal guna

mendorong demokratisasi, mengakomodasi aspirasi dan partisipasi masyarakat

daerah.

Sedangkan upaya yang paling dominan untuk mengatur dan mengurus

rumah tangga Pemerintah Daerah adalah dengan melakukan pemungutan pajak

daerah dan retribusi daerah. Hal ini cukup menentukan kelangsungan hidup dan

otonomnya daerah yang bersangkutan.

                                                            18 Utang Rosidin, Otonomi Daerah dan Desentralisasi, Pustaka Setia Bandung, 2010

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

25  

Pada hakekatnya dalam rangka meefesiensikan pemungutan pajak daerah

dan retribusi daerah diperlukan peningkatan kinerja aparat perpajakan daerah

(dalam hal ini Dinas Pendapatan Daerah kabupaten/kota), maka peningkatan

kinerja ini bisa dilaksanakan bila ada peninjauan terhadap kelembagaan

perpajakan daerah, sedangkan menurut Osborne dan Ted Gabler tentang

“Reinventing Government“ mengharapkan adanya transformasi sektor publik

dengan jiwa kewirausahaan (Enterpreneurship) dengan melepaskan aktifitas

pelaksanaan administrasi yang mampu dilakukan masyarakat. Dan berdasarkan

teori yang terkenal yaitu Reinventing Government ada 10 (sepuluh) kunci pokok

yang diajukan salah satu diantaranya adalah pemerintahan yang katalis:

mengarahkan ketimbang mengayuh (Catalytic Government: Steering Rather Than

Rowing).19

Dengan demikian secara teoritis pelaksanaan otonomi daerah dan

pembangunan daerah berdasarkan kekuasaan yang dibagi secara vertikal dan

horizontal, yaitu:

1. Secara vertikal, yaitu pembagian kekuasaan menurut tingkatnya, maksudnya

ialah pembagian kekuasan antar beberapa tingkat pemerintahan, sedangkan

menurut Carl J Federich memakai istilah pembagian kekuasaan secara

teritorial (teritorial Division Of Power).

2. Secara Horizontal, yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsinya. Pembagian

ini menunjukan perbedaan antara fungsi pemerintahan yang bersifat legislatif,

eksekutif dan yudikatif yang lebih dikenal dengan Trias Politica atau

pembagian kekuasaan (Division Of Power).

Adapun prinsip-prinsip otonomi daerah tersebut dalam rangka pelaksanaan

pembangunan daerah dan untuk mengembangkan kedaulatan daerah yang harus

dilihat sebagai suatu dialetika antara kebutuhan dan tuntutan masyarakat yang

berhadapan dengan kepentingan kekuasaan, oleh arena itu kebijakan yang

                                                            19 David Osbone dan Tead Gabler, Mewirausahakan Birokrasi, PT Pustaka Binaman Presindo, Jakarta 1996 hal 58

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

26  

mengatur hak dasar daerah, tanpa eksplisit menyebutkan apa hak rakyat akan

menyimpan potensi penyimpangan, sehingga dengan demikian proses kebijakan

tersebut didefenisikan sebagai sebuah rangkaian tindakan secara defenit berkaitan

dengan tujuan.

2.10 Pemahaman Tentang Kewenangan Daerah

Kewenangan daerah otonom secara jelas disebutkan dalam Undang

Undang Nomor 22 Tahun 1999 dalam Pasal 7 Ayat (1) yaitu: “Kewenangan

Daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali

kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan,

moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain”. Pada Undang undang

Nomor 32 Tahun 2004 diatur pada Pasal 10.

(1) Kewenangan daerah Kota dan kota mencakup semua kewenangan

pemerintahan selain kewenangan yang dikecualikan dalam Pasal 7 dan yang

diatur dalam Pasal 9.

(2) Bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kota dan

Daerah Kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan

kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman

modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja.

Dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 hal tersebut secara rinci

telah disebutkan pada Pasal 14 Ayat (1) kewenangan untuk daerah kabupaten/kota

meliputi 16 kewenangan dan pada Ayat (2) urusan pemerintahan ada juga bersifat

pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan dan

potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

Memperhatikan kewenangan yang telah dikemukakan di atas, maka dapat

diketahui bahwa terdapat sejumlah kewenangan dibidang pemerintahan yang tidak

diserahkan kepada daerah, sehingga kewenangan tersebut tetap menjadi

wewenang pemerintah pusat dalam wujud dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

27  

Menurut Syaukani HR, pada Seminar Otonomi Daerah Starategi

Pemberdayaan Daya saing Daerah menyatakan bahwa kebijkan otonomi daerah

berdasarkan Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 merupakan kebijakan yang

lahir dalam rangka menjawab dan memenuhi tuntutan revormasi dan

demokratisasi hubungan pusat dan daerah serta upaya pemberdayaan daerah.20

Inti otonomi daerah adalah demokratisasi dan pemberdayaan. Otonomi

daerah. Sebagai demokratisasi berarti ada keserasian antara pusat, daerah dan

daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan,

kebutuhan dan aspirasi masyarakatnya. Aspirasi dan kepentingan daerah

mendapat perhatian dalam setiap pengambilan kebijakan oleh pusat, sedangkan

otonomi daerah pemberdayaan daerah merupakan suatu proses pembelajaran dan

penguatan bagi daerah untuk mengatur, mengurus dan mengelola kepentingan dan

aspirasi masyarakat sendiri. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000,

tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah

Otonom tujuan peletakan kewenangan dalam penyelenggaraan otonomi daerah

adalah peningkatan kesejahteraan rakyat, pemerataan dan keadilan, demokratisasi

dan penghormatan terhadap budaya lokal dan memperhatikan potensi dan

keanekaragaman daerah. Atas dasar inilah Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999

dan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 memberikan kewenangan yang luas,

nyata, dan bertanggungjawab kepada daerah sehingga daerah diberikan peluang

untuk mengatur dan melaksanakan kewenangannya atas prakarsa sendiri dengan

memperhatikan kepentingan masyarakat setempat dan potensi daerahnya.

Kewenangan ini merupakan upaya untuk membatasi kewenangan Pemerintah dan

kewenangan Provinsi sebagai daerah otonom, karena Pemerintah dalam hal ini

pemerintah pusat dan pemerintah Provinsi hanya diberi kewenangan sebatas yang

telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000.

Kewenangan pemerintah daerah dilaksanakan secara luas, utuh dan bulat meliputi

perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi pada semua

aspek pemerintahan.                                                             20 Syaukani HR, Seminar Otonomi daerah Starategi Pemberdayaan Daya saing Daerah (Jurnal Otda, Nomor 3,2001:10

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

28  

Kewenangan otonomi luas adalah “Keleluasaan daerah untuk

menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang

pemerintahan, kecuali kewenangan dibidang politik luar negeri, pertahanan

keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lainnya

yang akan ditetapkan dengan peraturan pemerintah”.

Otonomi nyata adalah “Keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan

kewenangan pemerintahan di bidang tertentu yang secara nyata ada dan

diperlukan serta tumbuh, hidup dan berkembang di daerah”.

Sedangkan otonomi yang bertanggungjawab adalah “berupa perwujudan

pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada

daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam

mencapai tujuan pemberian otonomi berupa peningkatan pelayanan dan

kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan

demokrasi, keadilan dan pemerataan serat pemeliharaan hubungan yang serasi

antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara

Kesatuan Republik Indonesia”.

Dasar pemikiran Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tersebut di atas,

menunjukkan bahwa prinsip pemberian otonomi dalam pelaksanaan pemerintahan

daerah meliputi beberapa hal yaitu:

1. Mengutamakan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan

keanegaragaman daerah.

2. Otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggungjawab.

3. Otonomi daerah yang luas, utuh diletakkan pada daerah kabupaten/kota,

sedangkan daerah provinsi menunjukkan otonomi yang terbatas.

4. Otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara, sehingga tetap

terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.

5. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

29  

otonom oleh sebab itu daerah Kota dan kota tidak ada lagi wilayah

administratif.

6. Pelaksanaan otonomi daerah lebih meningkatkan peran dan fungsi badan

legislatif daerah.

7. Asas dekonsentrasi masih diberikan dan dilaksanakan di daerah provinsi

dalam kedudukan sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan

kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur

sebagai wakil pemerintah pusat di daerah.

8. Tugas pembantuan dimungkinkan dari pemerintah kepada daerah maupun

dari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai pembiayaan dengan

melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang

menugaskan.

Dengan memperhatikan prinsip otonomi yang dianutdalam Undang

Undang Nomor 22 Tahun 1999 yaitu otonomi yang luas, nyata dan

bertanggungjawab, maka tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah dalam

rangka peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik,

pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta

pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah, maupun antara

daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk mengantar masyarakat

kearah kehidupan yang lebih baik melalaui kegiatan pemerintahan, pelaksanaan

pembangunan dan pemberian pelayananan kepada masyarakat yang semakin

dekat. Penyelenggaraan urusan pemerintah pada Undang Undang 32 Tahun 2004

telah diatur dalam Pasal 11, urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria

eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian

hubungan antara susunan pemerintahan, sehingga ada keterkaitan, ketergantungan

dan sinergis sebagai satu system pemerintahan oleh sebab itu urusan pemerintahan

ada yang wajib dan ada pilihan yang nantinya dalam pelaksanaannya akan diatur

dengan Peraturan Pemerintah.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

30  

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Penelitian

Penyelenggaraan otonomi daerah tidak hanya membawa serangkaian

perubahan mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, akan tetapi

juga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna

menunjang pembangunan ekonomi daerah. Dalam suasana otonomi daerah terasa

begitu banyak permasalahan yang melingkupi daerah sehingga seakan-akan

daerah bebas berkehendak untuk mengatur dan menetapkan apa saja melalui

peraturan daerah (perda). Substansi otonomi daerah tidak begitu jelas dipahami

maknanya sehingga dalam tataran implementasinya banyak menuai bias

kesalahan.

Salah satu problema yang dihadapi oleh Kota Tangerang Selatan dewasa

ini adalah berkisar pada upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Problema ini muncul karena adanya kecenderungan berpikir dari sebagian

kalangan birokrat di Kota Tangerang Selatan yang menganggap bahwa parameter

utama yang menentukan kemandirian suatu daerah dalam berotonomi adalah

terletak pada besarnya Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Dalam negara hukum modern tugas pokok negara tidak saja terletak pada

pelaksanaan hukum, tetapi juga mencapai keadilan sosial (sociale gerechtigheid)

bagi seluruh rakyat. Sebagai negara berdasar atas hukum, negara Indonesia

didirikan untuk melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia. Selain

itu adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Upaya memajukan

kesejahteraan umum – obyektif yang membuat negara Indonesia terkategori

sebagai negara hukum modern ataupun bercorak welfare state ditujukan untuk

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

31  

merealisasikan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan

spiritual.21

Dari uraian tersebut, terkandung makna bahwa negara atau pemerintah

Indonesia mempunyai kewajiban yang mutlak untuk menyelenggarakan

kesejahteraan rakyat. Untuk menyelenggarakan kesejahteraan rakyat tersebut,

pajak berperan sangat sentral dalam memenuhi kebutuhan anggaran untuk itu.

Pasal 18 UUD RI 1945 perubahan kedua tahun 2000 menegaskan bahwa

pemerintah terdiri atas pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang diatur

dengan Undang Undang, langkah-langkah penting sudah dilakukan oleh

Pemerintah, seperti lahirnya berbagai peraturan perundang-undangan yang

mengatur tentang pemerintahan daerah. Melalui undang-undang tersebut bangsa

Indonesia menyelenggarakan pemerintahan daerah dalam sistem administrasi

pemerintahannya.

Berdasarkan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan

Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan

Daerah, juga disebutkan bahwa:

“Daerah otonom, atau yang selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Pemerintahan Daerah sebagaimana diatur dalam penjelasan umum Undang

Undang Nomor 12 Tahun 2008, Daerah diberikan kewenangan memungut dan

mendayagunakan pajak dan retribusi daerah. Dengan demikian pungutan daerah

itu meliputi pajak daerah dan retribusi daerah.

Pajak daerah adalah pemungutan pajak yang dilakukan oleh pemerintah

daerah baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota. Pemungutan

pajak diatur dengan peraturan perundang-undangan. Merujuk kepada peraturan

                                                            21 Tjip Ismail, Pengaturan Pajak Daerah Indonesia, Yellow Printing, Jakarta, 2007, hal. 73.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

32  

pajak daerah dan retribusi daerah dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud

dengan:

“Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Apa rasionya sehingga pemungutan pajak harus berdasarkan undang-

undang? Sebagaimana diketahui bahwa pajak adalah peralihan kekayaan dari

sektor swasta ke sektor pemerintah (untuk membiayai pengeluaran negara) tanpa

ada jasa timbal (tegen prestasi) yang langsung ditunjuk, Jadi pajak disini adalah

merupakan kekayaan rakyat yang diserahkan kepada negara.

Biasanya peralihan kekayaan dari sektor satu ke sektor lain tanpa adanya

kontraprestasi (jasa timbal), hanya dapat terjadi, bila terjadi suatu hibah,

kekerasan dan perampasan atau perampokan.

Pengertian hukum pajak secara umum terdapat beberapa pendapat

Menurut Rochmat Soemitro menyatakan bahwa:

“Hukum pajak ialah suatu kumpulan peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak. Hukum pajak menerangkan : siapa wajib pajak (subyek) dan apa kewajiban-kewajiban mereka terhadap pemerintah, hak-hak pemerintah, obyek-obyek apa yang dikenakan pemerintah, cara penagihan, cara pengajuan keberatan-keberatan, dan sebagainya.” 22

Jenis pajak kabupaten/kota yang dipungut adalah pajak hotel, pajak

restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak

pengambilan bahan galian golongan c, dan pajak parkir.

Dasar hukum pemungutan pajak daerah adalah hukum pajak daerah

(Peraturan Daerah), dengan batasan pada Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009

tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Syarat yang ditentukan adalah

peraturan daerah yang dipergunakan untuk mengatur Pajak Daerah substansinya                                                             22 Mustaqiem, Pajak Daerah dalam Transisi Otonomi Daerah, FH UII Press, 2008, hal.230.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

33  

harus selaras dengan substansi peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi

tingkatannya.

Bangsa Indonesia sebagai negara hukum maka dalam segala tindakannya

juga harus berdasarkan atas aturan hukum termasuk bidang perpajakan. Hal ini

menjadi syarat mutlak untuk memungut pajak dari masyarakat karena pemungutan

pajak yang tidak didasari hukum adalah perampokan. Ketentuan Pasal 23A UUD

RI 1945 bahwa Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan

Negara harus diatur dengan undang-undang, merupakan landasan yuridis

konstitusional bagi Negara untuk memungut pajak.

Aspek perpajakan merupakan sarana yang mempunyai peran dalam

pembiayaan Negara dan Pembangunan Nasional. Di samping pajak daerah

merupakan sumber pendapatan daerah guna pembiayaan pembangunan dalam

rangka otonomi daerah, maka dapat dikatakan pemungutan pajak daerah erat

kaitannya dengan pembangunan ekonomi daerah, sehingga dapat dikatakan

menurut Todaro keberhasilan ekonomi ditunjukan oleh tiga nilai pokok antara

lain:

1. berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

pokoknya (basic needs);

2. meningkatkan harga diri (self esteem) masyarakat sebagai manusia;

3. meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memilih (freedom from

servitude) merupakan salah satu Hak Azasi Manusia.23

Berarti antara pembangunan ekonomi dengan perpajakan (pajak daerah)

mempunyai hubungan yang bersifat interdepensi, artinya keberhasilan

pembangunan ekonomi akan mampu menaikan penarikan pajak dan retribusi yang

akan dilakukan oleh pemerintah daerah, sebaliknya dengan penarikan pajak

daerah akan mampu pula meningkatkan pelaksanaan pembangunan di daerah,

                                                            23 Lincolin Arsyad, Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah, BPFE, Yogyakarta, 1999, hal 5-6.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

34  

yang merupakan urat nadi dari pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana

diamanatkan dalam Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 jo Undang Undang

Nomor 32 tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah serta Undang Undang

Nomor 18 Tahun 1997 Jo Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai

pengganti Undang Undang Nomor 34 Tahun 2000, tentang Perubahan atas

Undang Undang Nomor 18 Tahun 1997, dan tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah.

Dalam rangka pembangunan daerah melalui penyelenggaraan otonomi

daerah selalu dikaitkan dengan kemampuan pemerintah daerah untuk menggali

sumber daya keuangan terutama pada sektor pajak, maka dapat dikatakan pajak

daerah dan retribusi daerah mempunyai peranan yang sangat besar dalam

pelaksanaan peningkatan pendapatan daerah.

Seluruh penyelenggaran otonomi daerah, pada dasarnya adalah untuk

mempercepat pencapaian kepentingan nasional (national interest) serta untuk

mewujudkan tujuan nasional (national goal), yakni melindungi segenap bangsa

Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia

sebagaimana termaktub di dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia

1945.

Melalui konsep otonomi daerah, segala potensi yang ada di daerah akan

diberdayakan untuk kepentingan daerah, dalam kerangka mencapai tujuan

nasional. Meminjam teori yang dikemukakan Devey tentang development from

below dapat dikatakan bahwa orang akan lebih bersedia membayar pajak kepada

Pemda dari pada kepada Pemerintah Pusat karena mereka dapat melihat manfaat

dalam kemudahan dan pembangunan di daerah mereka.24

Pemerintahan di daerah (local government), dalam memberdayakan

potensi daerah akan mengemas berbagai kebijakan itu dalam bentuk produk

                                                            24 Devey sebagaimana dikutip oleh Kesit Bambang Prakosa, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, UII Press, 2003, hlm.: 23

Page 35: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

35  

hukum (ius constitutum) dan akan menjadi landasan pelaksanaan pemerintahan di

daerah. Dalam perspektif hukum, kebijakan yang mengikat warga masyarakat di

daerah akan ditetapkan dalam bentuk produk hukum daerah yang salah satunya

berupa Perda. Dengan adanya regulasi yang mengatur jelas tentang pungutan yang

dibebankan kepada masyarakat serta menjamin kepastian hukum dan penegakan

hukum bagi masyarakat dan investor dalam melakukan aktivitas ekonomi/usaha

sehingga menciptakan iklim investasi yang baik. Ini juga akan berdampak baik

bagi Pemerintah Daerah (Pemda) dalam melakukan pembangunan daerah.

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka kerangka pikir dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut :

Page 36: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

36  

Gambar : 3.1. Kerangka Pikir Penelitian

Penjelasan bagan diatas, pertama dalam kelompok INPUT penulis,

menginventarisir dasar pemungutan pajak daerah sebagai payung hukum antara

lain mengumpulkan bahan berupa Undang – undang yang berhubungan dengan

perpajakan, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri yang berhubungan dengan

pengelolaan keuangan daerah, Peraturan daerah tentang pajak daerah dan

peraturan Walikota Tangerang Selatan. Kedua dalam kelompok PROSES penulis

meneliti sistem pemungutan pajak daerah di Kota Tangerang Selatan oleh Instansi

INPUT  PROSES

OUTPUTInventarisir dasar hukum sistem pemungutan Pajak Daerah 

Undang ‐undang 

PP/Permen 

Kepmen 

Perda 

Perwal 

Sistem pemungutuan Pajak Daerah dalam Era Otonomi Daerah di Kota Tnagerang 

Selatan 

1. Mimilih Pasal‐pasal yang bersifat norma hukum 

2. Menyusun sistematika dari pasal‐pasal tersebut sehingga menghasilkan klasifikasi tertentu 

3. Menganalisis pasal‐pasal tersebut dengan menggunakan asas asas hukum yang ada 

4. Menyusun suatu konstruksi dengan persyaratan : a. mencakup semua bahan hukum yang diteliti 

b. konsisten c. memenuhi syarat syarat etestis 

d. sederhana 

Implentasi Perda Pajak dalam menunjang otonomi Daerah di Kota Tangerang 

Selatan 

Peningkatan PAD 

Pembangunan

Peningkatan kesejahteraan 

OTONOMIDAERAH 

Menunjang 

Page 37: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

37  

terkait yaitu DPPKAD, dengan menganalisa pasal – pasal yang termuat dalam

Perda No 7 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah. Ketiga kelompok OUT PUT bahwa

hasil dari implementasi Perda No 07 tahun 2010 tentang pajak daerah tersebut,

apakah sudah di implemntasikan secara efisien sehingga potensi pajak daerah

dapat dipungut secara optimat sesuai target yang sudah direncanakan, dan apakah

hasil pungutan pajak daerah tersebut benar-benar terealisasi dalam menunjang

otonomi berupa pembangunan infrastruktur daerah untuk meningkatan

kesejahteraan masyarakat di Tangerang Selatan.

3.2 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan survey dengan pendekatan diskriptif

kualitatif. Pendekatan ini untuk mengetahui dan memahami kondisi dan situasi

penelitian secara keseluruhan sebagai suatu kesatuan yang utuh, selain itu untuk

memperoleh informasi dan data yang sangat rinci khususnya mengenai

implementasi Perda Pajak di Tangerang Selatan. Sehingga hasil penelitian ini

dapat dijadikan sebagai bahan rujukan tentang Pajak Daerah khususnya. Menurut

Prasetya Irawan (2004: 78) bahwa penelitian kualitatif tidak mengenal populasi

dan tidak pula sampel. Metodologi penelitian cenderung bersifat deskriptif ,

naturalistik dan berhubungan dengan sifat data kualitatif.

Pendekatan kualitatif pada penelitian ini menurut Lexy J Moloeng (2004)

oleh karena beberapa pertimbangan.Pertama , menyesuaikan pendekatan kualitatif

lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda ; Kedua , pendekatan

ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan,

responden ; ketiga, pendekatan ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri

dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang

dihadapi.

Penelitian untuk suatu kebijakan publik digunakan antara lain metode

deskriptik dan metode normatif (Suryadi dan Tilaar, 1994 : 42). Dari metode

tersebut, yang lebih relevan dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif. Tujuan metode deskriptif dalam analisis kebijakan ialah supaya para

Page 38: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

38  

pengambil keputusan memahami permasalahan yang yang sedang menjadi topik

terutama tentang pajak daerah di Kota Tangerang Selatan. Penggunaan metode

deskriptif dilandasi oleh pertimbangan bahwa analisis kebijakan pada dasarnya

merupakan suatu proses pemahaman terhadap masalah kebijakan, sehingga dapat

melahirkan suatu gagasan dan pemikiran mengenai cara –cara pemecahannya.

3.2.1 Obyek Penelitian

Dalam penelitian ini objek penelitian tentang peran pajak daerah

dalam menunjang otonomi daerah. Alasan pengambilan Kota

Tangerang Selatan sebagai lokasi penelitian dikarenakan Kota

Tangerang Selatan merupakan daerah baru ( tahun ke-3) dan

perolehan terbesar Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) berasal dari

sektor perdagangan dan jasa. Sehingga sangat relevan dengan

penelitian yang sudah dirancang oleh penulis. Selain itu Kota

Tangerang Selatan walaupun baru memasuki usianya yang ke -3

telah memiliki Perda Pajak, yaitu Perda Nomor 7 Tahun 2010 yang

telah diundangkan sejak bulan Januari 2010. Hal tersebut menjadi

sangat menarik untuk diteliti terkait proses pembuatan perda hingga

implementasi Perda Pajak tersebut.

3.2.2 Bentuk dan Pendekatan Penelitian

Bentuk penelitian yang digunakan adalah kajian normatif dengan

menggunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan yang

didasarkan pada peraturan perundang-undangan, adapun data yang

diketemukan dilapangan hanya merupakan data pendukung

Adapun alasan digunakannya pendekatan ini karena permasalahan

yang diteliti berkaitan erat dengan pengungkapan seberapa jauh

peran pajak daerah dalam menunjang otonomi daerah di Kota

Tangerang Selatan Provinsi Banten dapat dilaksanakan oleh

pemegang peran dan pembuat keputusan baik secara vertikal

Page 39: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

39  

maupun secara horizontal, serta sinkronisasi perundang-undangan

tentang pajak daerah.

3.2.3 Penentuan Sampel

Untuk mendapatkan data di lapangan sampel diambil dengan

menggunakan teknik purposive sampling atau penarikan sampel.

Tehnik ini dilakukan dengan cara mengambil subyek didasarkan

pada tujuan tertentu.25 Alasan digunakan teknik ini adalah karena

populasi* dalam penelitian ini mempunyai karakteristik yang tidak

sama, disamping itu dengan menggunakan teknik ini diharapkan

sampel yang diambil dapat menjaga populasinya.

Sampel diambil dari unsur-unsur yang terdiri dari:

1) Walikota Tangerang Selatan sebagai kepala daerah yang yang

mana mempunyai tanggung jawab penuh atas implementasi

perda pajak tersebut dalam menunjang otonomi daerah.

2) Kepala Bapeda Kota Tangerang Selatan; bagian koordinasi

rencana pembangunan daerah pada Badan ini yang akan

dijadikan sampel karena akan memberikan konstruksi informasi

tentang pengembangan pembangunan daerah di Kota Tangerang

Selatan.

3) Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset

Daerah (DPPKAD) Kota Tangerang Selatan; dijadikan sampel

karena akan memberikan informasi pemungutan pajak daerah

serta kendala-kendala yang dihadapi dalam pemungutan pajak

daerah.

                                                            25 Rony Hanitijo Soemitro ibid hal 51 * Yang dimaksud dengan populasi disini adalah semua anggota masyarakat yang mempunyai keterkaitan langsung dengan pajak daerah.

Page 40: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

40  

4) Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Tangerang

Selatan; bagian perundang-undangan yang akan dijadikan

sampel, karena bagian perundang-undangan ini adalah

merancang Peraturan Daerah secara tekhnis maupun substansial,

terutama yang berkaitan dengan pajak daerah.

5) Kepala Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kota Tangerang

Selatan; bagian Pembukuan, karena bagian ini akan memberikan

gambaran/data mengenai Realisasi Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah yang bersumber dari Pajak Daerah.

6) Pengusaha restoran sebanyak 42 (Empat puluh dua ) orang,

responden ini menjadi sangat penting terkait dengan

pemahaman tentang Perda Pajak dan mekanismenya. Informasi

yang diberikan sangat berarti dalam rangka memberikan

berbagai masukan dan sejauh mana Perda pajak diketahui oleh

masyarakat Kota Tangerang terutama para pengusaha.

3.2.4 Sumber Data Penelitian

Berdasarkan pendekatan yang digunakan, maka dapat ditentukan

sumber bahan penelitian yaitu bahan hukum primer yaitu peraturan

perundang-undangan, Perda Pajak, buku literatur hukum, jurnal

hukum yang berkaitan dengan objek penelitian dan bahan hukum

sekunder berupa tambahan lembaran Negara yang berkaitan dengan

objek penelitian, data yang berbentuk angka hanya merupakan data

penunjang dan sumber-sumber data yang menunjang.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian pada umumnya dibedakan antara data yang diperoleh

secara langsung dari masyarakat dan dari bahan-bahan pustaka. Yang diperoleh

Page 41: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

41  

langsung dari masyarakat dinamakan data primer (atau data dasar), sedangkan

yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka lazimnya dinamakan data sekunder.26

1. Data Primer.

Data primer yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu :

- Data-data yang diperoleh dari hasil wawancara baik dengan petugas pada

Kantor Pemerintah Daerah Kota Tangerang Selatan, Dinas Pendapatan

Daerah Kota Tangerang Selatan dan Kantor Bappeda Kota Tangerang

Selatan atau masyarakat yang mencakup :

- Bagaimana kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan

Pemungutan Pajak Daerah.

- Sejauhmana peran Pajak Daerah terhadap Pelaksanaan Otonomi

Daerah di Kota Tangerang Selatan.

2. Data sekunder.

Adapun data sekunder yang diperlukan adalah data diperoleh dari studi

kepustakaan dan dokumentasi yang ada kaitannya dengan masalah yang

diteliti, baik dari hasil-hasil penelitian terdahulu, peraturan-peraturan, buku-

buku literatur, dokumen-dokumen, majalah, koran dan lain-lain yang ada

kaitannya dengan perpajakan nasional pada umumnya serta pajak daerah dan

retribusi daerah pada khususnya.

Di dalam penelitian hukum, data sekunder mencakup27 :

- Pertumbuhan dan realisasi penerimaan pajak daerah per sektor dari tahun

2010 s/d 2011;

- Prosentase kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah dalam Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten

Tahun Anggaran 2010 s/d 2011

                                                            26 Soerjono Soekandi & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT.Raja Grafindo Persada Jakarta 2004, hal 12 27 Soerjono Soekandi & Sri Mamudji ibid hal. 13.

Page 42: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

42  

- Dan data lain yang diperlukan sesuai dengan perkembangan di lapangan.

Kemudian di dalam penelitian juga diperlukan Bahan Hukum Primer maupun

Bahan Hukum Sekunder yang meliputi :

1. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yang ada

kaitannya dengan permasalahan diatas terdiri dari:

- Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan

Daerah.

- Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004, tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

- Undang Undang Nomor 34 Tahun 2000, tentang Perubahan atas

Undang Undang Nomor 18 Tahun 1997, tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah.

- Undang Undang Nomor 12 Tahun 2008, tentang Perubahan Kedua

Atas Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah

- Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai pengganti Undang

Undang Nmor 34 Tahun 2000, tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah

- Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001, tentang Pajak Daerah.

- Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 7 tahun 2010

tentang Perda Pajak Daerah

- Peraturan Walikota Tangerang Selatan No 79 Tahun 2011 Tentang

Penyelenggaraan Nama Pengenal Usaha

- Peraturan Walikota Tangerang Selatan No 73 Tahun 2011 Tentang

Tata Cara Perhitungan harga dasar air sebgai dasar penetapan nilai

perolehan air tanah.

Page 43: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

43  

- Peraturan Walikota Tangerang Selatan No 78 Tahun 2011 Tentang

Nilai Sewa Reklame

- Serta Peraturan perundang-undangan lainnya yang ada kaitannya

dengan penelitian diatas.

2. Bahan Hukum Sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan

hukum primer, seperti rancangan undang undang, hasil-hasil penelitian,

hasil karya dari kalangan hukum dan seterusnya.

Selain itu dalam upaya memperoleh berbagai macam informasi lapangan

secara baik dan akurat, digunakan beberapa metode, yaitu antara lain :

1. Wawancara

Tehnik ini digunakan oleh karena wawancara mempunyai

sejumlah kelebihan,antara lain sebagai berikut : dapat dipergunakan

oleh peneliti untuk lebih cepat mendapat jawaban yang sesuai dengan

yang dibutuhkan, oleh karena jawaban lebih tepat dan meyakinkan

peneliti bahwa informan menafsirkan pertanyaan dengan benar,

informasi dapat lebih siap diperiksa keakuratannya atas dasar isyarat

non verbal (Black & Champion )

2. Observasi

Teknik ini digunakan untuk mendapatkan fakta-fakta empirik yang

tampak ( kasat mata ) dan guna memperoleh dimensi-dimensi baru

untuk pemahaman konteks maupun fenomena yang diteliti

3. Studi Dokumentasi

Teknik ini dilakukan dengan memanfatkan dokumen-dokumen

tertulis yang berkaitan dengan aspek-aspek yang diteliti.

4. Survey Lapangan

Page 44: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

44  

Metode ini digunakan melalui teknik wawancara dan dialog langsung

dengan subyek dan obyek kegiatan. Wawancara dan dialog ini

ditujukan untuk menggali data dan informasi sebanyak mungkin.

Hasil data survey ini, akan kami rumuskan dalam bentuk tabulasi,

sehingga lebih mudah untuk dilakukan analisis.

3.4 Definisi Operasional.

1. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom

untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

2. Otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan

pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang

pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri,

pertahanan keamanan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan

bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

3. Otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan

kewenangan pemerintahan di bidang tertentu yang secara nyata ada

dan diperlukan serta tumbuh, hidup dan berkembang di daerah.

4. Otonomi bertanggungjawab adalah perwujudan pertanggungjawaban

sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah

dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah

dalam mencapai tujuan pemberian otonom, berupa peningkatan

pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik,

pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan, serta

pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar

daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

Page 45: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

45  

5. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh

pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur urusan

pemerintahan dalam system Negara Kesatuan Republik Imdonesia.

6. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh

pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau

kepada instansi vertikal di wilayah tertentu

7. Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah

dan/atau desa dari daerah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau

desa dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan

tugas tertentu.

8. Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai

penambahan nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang

bersangkutan.

9. Pendapatan asli daerah adalah segala penerimaan yang diperoleh

daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya yang ditetapkan dengan

peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku yaitu:

a. Hasil pajak daerah.

b. Hasil retribusi daerah.

c. Perusahan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah

yang dipisahkan.

d. Lain-lain pendapatan asli daerah.

10. Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh pribadi atau

badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang

dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan

pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.

Page 46: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

46  

11. Retribusi daerah adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau

diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan

kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau

badan.

12. Lain-lain pendapatan yang sah adalah pendapatan-pendapatan lain

yang tidak termasuk ke dalam jenis-jenis pajak daerah dan retribusi

daerah dan pendapatan dinas-dinas yang sifatnya

insidentil/temporer.yang menunjang pelaksanaan atonomi daerah

adalah peraturan daerah yang pada penerapannya dilapangan tidak ada

hambatan pada pelaksanaannya.

13. Peraturan Daerah yang menunjang pelaksanaan otonomi daerah

adalah peraturan daerah yang pada penerapannya dimasyarakat tidak

ada kendala,

14. Peraturan Daerah yang berorientasi pada kepentingan masyarakat

adalah Peraturan daerah yang materi muatannya memperhatikan

aspirasi dan kepentingan masyarakat.

3.5 Teknik Analisa Data.

Semua data yang terkumpul baik itu data primer maupun sekunder secara

garis besar di analisis dengan menggunakan metode analisis kualitatif, yaitu

dengan cara menguraikan, menghubungkan dengan peraturan yang berlaku,

menghubungkan dengan pendapat pakar hukum dan pemangku kepentingan. Dan

untuk mengambil keputusan dilakukan dengan pendekatan deduktif.

Analisis data kualitatif adalah “analisis yang dilakukan terhadap data-data

non angka seperti hasil wawancara atau artikel-artikel, laporan, bacaan dari buku-

buku dan juga termasuk non tulisan seperti foto, gambar atau film” (Irawan;2003).

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif.

Menurut Irawan analisis data kualitatif dilakukan bersamaan atau hampir

bersamaan dengan pengumpulan data. Di dalam penelitian kualitatif tersebut tidak

Page 47: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

47  

ada panduan baku bagi peneliti untuk melakukan analisis data. Tetapi data

kualitatif tetap harus dianalisis dengan cara membaca baris demi baris, diberi kode

dan dicari intisari dari data itu.

Menurut Bogdan dan Biklen, analisis data adalah ”proses mencari dan

mengatur secara sistematis transkrip, interview, catatan di lapangan, dan bahan-

bahan lain yang didapatkan yang kesemuanya itu dikumpulkan untuk

meningkatkan pemahaman dan membantu untuk mempresentasikan penemuan

kepada orang lain” (Irawan , 2003). Dalam penelitian ini dilakukan dengan cara

mengorganisasikan data, memilah, mencari dan menemukan apa yang penting

untuk dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan dengan

mendiskripsikan secara kualitatif. Menurut pendapat Seidel (1998) analisis data

dan keabsahannya dapat dilakukan sebagai berikut: 1) mengumpukan hasil catatan

dari lapaangan, kemudian diberi kode agar sumber datanya dapat dengan mudah

ditelusuri, 2) Memilah dan mengklasifikasikan kemudian mensintesiskan dan

membuat ikhtisar dan indeks, dan 3) membut kategori yang mempunyai makna,

mencari pola hubungan serta membuat temuan umum.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terlebih dahulu

peneliti membuat analisis hasil observasi, wawancara secara mendalam yang

dilakukan terhadap informan kemudian disajikan dan disusun menjadi kasus

sesuai dengan proses dan urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola

juga kategori dan satuan uraian dasar, akhirnya menarik kesimpulan dari hasil

temuan.

Langkah- langkah analisis data penelitian kualitatif menurut Irawan adalah

sebagai berikut: 1) Pengumpulan data mentah, dapat dilakukan dengan

menggunakan alat-alat yang perlu, seperti tape recorder, kamera, dan lain-lain, 2)

Transkrip data, dalam tahap ini merubah catatan ke bentuk tertulis ( apakah itu

berasal dari tape recorder atau catatan tulisan tangan) semuanya diketik persis

seperti apa adanya (verbatin). 3) Pembuatan koding, pada tahap ini perlu dibaca

ulang seluruh data yang sudah di transkrip. Baca pelan-pelan dengan sangat teliti.

Page 48: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

48  

Pada bagian-bagian tertentu pada transkrip tersebut kita akan menemukan hal-hal

penting yang perlu dicatat untuk diproses pada tahap berikutnya. Dari hal-al

penting ini, kita ambil ”kata kunci” nya dan kata kunci ini nanti akan diberi kode,

4) Kategori Data, pada tahap ini mulai menyederhanakan data dengan cara

”mengikat” konsep-konsep (kata-kata) kunci dalam satu besaran yang dinamakan

”kategori”, 5) Penyimpulan sementara, 6) Trianggulasi, yaitu proses check dan

recheck antara satu sumber data dengan sumber data lainnya, 7) Penyimpulan

Akhir (Irawan; 2006 ).

Uji keabsahan data ini dilakukan dengan metode Triangulasi (Chek ricek)

atau dengan istilah lain teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan

sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai

pembanding terhadap data itu. Pengecekan beberapa sumber data dengan metode

yang sama. Pengecekan dilakukan dengan wawancara kepada beberapa responden

(informan) dengan pertanyaan yang sama.

Page 49: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

49  

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Kota Tangerang Selatan

Pada masa penjajahan Belanda, Kota Tangerang Selatan masuk ke dalam

Karesidenan Batavia dan mempertahankan karakteristik tiga etnis, yaitu Suku

Sunda, Suku Betawi, dan Suku Tionghoa. Pembentukan Kota Tangerang Selatan

sebagai kota otonom berawal dari keinginan warga di kawasan Tangerang Selatan

untuk mensejahterakan masyarakat. Pada tahun 2000, beberapa tokoh dari

kecamatan-kecamatan mulai menyebut-nyebut Cipasera sebagai wilayah otonom.

Warga merasa kurang diperhatikan Pemerintah Kabupaten Tangerang sehingga

banyak fasilitas terabaikan. Pada 27 Desember 2006, Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah (DPRD) Kabupaten Tangerang menyetujui terbentuknya Kota Tangerang

Selatan. Calon kota otonom ini terdiri atas tujuh kecamatan, yakni, Ciputat,

Ciputat Timur, Pamulang, Pondok Aren, Serpong, Serpong Utara dan Setu. Pada

22 Januari 2007, Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Tangerang yang dipimpin

oleh Ketua DPRD, Endang Sujana, menetapkan Kecamatan Ciputat sebagai pusat

pemerintahan Kota Tangerang Selatan secara aklamasi. Komisi I DPRD Provinsi

Banten membahas berkas usulan pembentukan Kota Tangerang Selatan mulai 23

Maret 2007. Pembahasan dilakukan setelah berkas usulan dan persyaratan

pembentukan kota diserahkan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah ke Dewan

pada 22 Maret 2007. Pada 2007, Pemerintah Kabupaten Tangerang menyiapkan

dana Rp 20 miliar untuk proses awal berdirinya Kota Tangerang Selatan. Dana itu

dianggarkan untuk biaya operasional kota baru selama satu tahun pertama dan

merupakan modal awal dari daerah induk untuk wilayah hasil pemekaran.

Selanjutnya, Pemerintah Kabupaten Tangerang akan menyediakan dana bergulir

sampai kota hasil pemekaran mandiri.

Page 50: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

50  

Kota Tangerang Selatan merupakan daerah otonom yang terbentuk pada

akhir tahun 2008 berdasarkan Undang Undang Nomor 51 Tahun 2008 tentang

Pembentukan Kota Tangerang Selatan di Provinsi Banten. Pembentukan daerah

otonom baru tersebut dilakukan dengan tujuan meningkatkan pelayanan dalam

bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan serta dapat memberikan

kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah.

Kota Tangerang Selatan lahir dari cita-cita besar dan hasil perjuangan

masyarakat Tangerang Selatan serta dukungan pemerintah daerah, pemerintah

provinsi dan pemerintah pusat untuk peningkatan pelayanan dan kesejahteraan

masyarakat yang ada di wilayah Kota Tangerang Selatan.

Penyelenggaraan pemerintahan daerah Kota Tangerang Selatan didasarkan

pada beberapa peraturan perundangan sebagai berikut:

1. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun

2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 32

Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

2. Undang Undang Nomor 51 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Kota

Tangerang Selatan di Provinsi Banten

3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian

Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah

Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota

4. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi

Perangkat Daerah

5. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan

Keuangan Daerah.

Kota Tangerang Selatan terdiri atas 7 kecamatan, yang dibagi lagi atas 49

kelurahan dan 5 desa. Berdasarkan Undang Undang Nomor 51 Tahun 2008, Kota

Page 51: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

51  

Tangerang Selatan terdiri atas 7 (tujuh) kecamatan:

1. Serpong dengan luas 2.404 Ha

2. Serpong Utara dengan luas 1.784 Ha

3. Ciputat dengan luas 1.838 Ha

4. Ciputat Timur dengan luas 1.543 Ha

5. Pondok Aren dengan luas 2.988 Ha

6. Pamulang dengan luas 2.682 Ha

7. Setu dengan luas 1.480 Ha

Batas Wilayah Kota Tangerang Selatan ;

- Utara : Kota Tangerang dan DKI Jakarta

- Selatan : Provinsi Jawa Barat (Kota Bogor dan Kota Depok)

- Barat : Kota Tangerang

- Timur : Provinsi Jawa Barat (Kota Depok) dan DKI Jakarta

4.2 Penerapan asas-asas pembuatan peraturan daerah dalam menunjang pelaksanaan otonomi daerah di Kota Tangerang Selatan

Peraturan daerah merupakan produk hukum tertinggi di daerah, oleh

karena itu dalam proses pembuatan peraturan daerah harus sesuai dengan asas-

asas perundang-undangan yang baik, agar sempurna teknik penyusunannya,

terjaga keabsahan penerbitannya, diakui secara formal dan dapat berlaku efektif

serta diterima oleh masyarakat. Jika kita konsisten berpedoman pada asas-asas

perundang-undangan yang baik maka ada beberapa ciri atau syarat-syarat yang

perlu mendapat perhatian dalam proses pembuatan peraturan daerah, yaitu Asas

kejelasan tujuan, Asas manfaat, Asas kewenangan, Asas kesesuaian, Asas dapat

dilaksanakan, Asas kejelasan rumusan, Asas keterbukaan, Asas efisiensi, dan

asas-asas Materi Muatan.

Untuk mengungkap bagaimana implementasinya telah dilakukan

penelitian terhadap proses pembuatan peraturan daerah kota Tangerang Selatan

mulai dari proses pembuatan rancangan peraturan daerah, pengajuan rancangan

Page 52: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

52  

peraturan daerah, pembahasan rancangan peraturan daerah sampai persetujuan dan

ditetapkannya sebagai peraturan daerah pada masa persidangan periode tahun

2010 dan tahun 2011

Setelah diadakan penelitian terhadap rancangan peraturan daerah yang

diajukan oleh pemerintah daerah Kota Tangerang Selatan khususnya yang

berkaitan dengan pajak daerah belum memperhatikan asas-asas pembuatan

peraturan daerah yang baik, karena tujuan pembentukan peraturan daerah

semuanya adalah sama yaitu dalam rangka peningkatan pendapatan asli daerah

untuk mengoptimalkan pelaksanaan otonomi daerah. Salah satu asas yang pada

umumnya tidak mendapat perhatihan oleh perancang peraturan daerah adalah asas

keterbukaan karena peran serta masyarakat tidak dilibatkan dalam penyusunan

rancangan peraturan daerah dan juga kejelasan rumusan belum terpenuhi karena

masih ada isi pasal-pasal yang belum jelas maknanya namun tidak ada

penjelasannya baik diketentuan umum maupun dalam penjelasan peraturan

tersebut yang pada umumnya tertulis cukup jelas.

Pasal 69 Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa

“Kepala Daerah menetapkan peraturan daerah atas persetujuan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan penjabaran

lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi”. Pada Undang

Undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 136 Ayat

(1) menyatakan Peraturan Daerah ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat

persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Makna “persetujuan

bersama” dalam pasal ini tidak selalu bermakna untuk “setuju”, tetapi bisa juga

dimaknakan untuk “tidak setuju”. Ketidak setujuan bisa saja terjadi manakala

antara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Pemerintah tidak sepakat mengenai

substansi yang diatur dalam rancangan Undang Undang atau rancangan peraturan

daerah.

Peraturan daerah sebagai payung hukum dalam penyelenggaraan otonomi

daerah bertujuan untuk mengatur substansi materi muatan yang sesuai dengan

Page 53: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

53  

kondisi daerah. Jadi tidak harus berdasarkan peraturan yang lebih tinggi (tingkat

pusat), tetapi dapat juga membuat aturan sesuai dengan kebutuhan daerah masing-

masing dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah sepanjang aturan tersebut

tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Di dalam peraturan daerah

yang dibentuk untuk menyelenggarakan otonomi daerah obyek pengaturannya

meliputi baik yang bersifat substantif maupun yang bersifat teknis tata cara

pelaksanaannya.

Di Kota Tangerang Selatan dalam pembentukan peraturan daerahnya pada

umumnya dapat dilihat dalam konsideran menimbang dan penjelasan umum dari

peraturan daerah tersebut. Hasil penelitian menunjukan bahwa di dalam produk

hukum peraturan daerah di Kota Tangerang Selatan pada masa persidangan

periode tahun 2010 dan 2011, terungkap bahwa rancangan peraturan daerah yang

diajukan oleh pemerintah daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota

Tangerang Selatan untuk dibahas bersama-sama, kemudian ditetapkan sebagai

peraturan daerah didalam setiap konsideran menimbang dan penjelasan umumnya,

tujuan dibentuknya peraturan daerah adalah:

a. Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah yang luas, nyata dan

bertanggung jawab, peningkatan penyelenggaraan pemerintahan,

pelaksanaan pembangunan dan pelayanan masyarakat yang berdaya

guna dan berhasil guna;

b. Mengatur kewenangan yang menjadi urusan pemerintah daerah

kabupaten/kota;

c. Pembinaan dan pengawasan dalam penyelenggaraan kewenangan

yang telah menjadi urusan pemerintah daerah kabupaten/kota.

d. Peningkatan pendapat asli daerah.

Bilamana dilihat dari aspek penerapan “asas kejelasan tujuan” di dalam

pembentukan perundang-undangan, maka pembuatan keduapuluhenam peraturan

daerah tersebut di atas, memperlihatkan bahwa tujuan yang hendak dicapai itu

Page 54: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

54  

sangat beragam. Dalam konteks demikian, tujuan pembuatan peraturan daerah

kembali menjadi tidak jelas apakah dalam rangka peningkatan pelayanan,

pengaturan kewenangan, pembinaan dan pengawasan atau peningkatan

pendapatan asli daerah.

Pemerintah Kota Tangerang Selatan nampaknya menjadikan peraturan

daerah khususnya peraturan daerah yang mengatur tentang pajak dan retribusi

untuk menghasilkan uang untuk mengisi kas daerah. Melalui payung hukum

peraturan daerah tersebut Pemerintah Kota Tangerang Selatan berharap dapat

meningkatkan Pendapatan Asli Daerah ( PAD) dalam rangka pelaksanaan

pembangunan di daerahnya dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat.

Berikut kutipan wawancara dengan Walikota Tangerang Selatan dan Kepala

Dinas DPPKAD Kota Tangerang Selatan :

“Perda pajak di Tangsel sudah ada dan ini menjadi acuan Pemerintah

Kota Tangsel dalam rangka meningkatkan Potensi Asli daerah (PAD).

Dengan adanya peningkatan Pendapatan Asli daerah(PAD) maka laju

pertumbuhan ekonomipun juga akan meningkat. Karena kita memiliki

Pendapatann Asli Daerah sendiri sehingga kita tidak terlalu tergantung

sekali dengan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat” ( Responden :

Walikota Tangerang Selatan )

“ ..Sebelum masuk substansi, Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008

mengatakan Pemerintah Kota Tangerang Selatan merupakan daerah

otonomi baru. Dan kita bicara UU Nomor 32 Tahun 2004 bahwa untuk

melaksanakan pembangunan perlu pembiayaan. Pembiayaan berasal dari

3 (tiga) item, yaitu : pertama; Pendapatan Asli Daerah, kedua; Dana

Perimbangan dan ketiga ;Pendapatan lain-lain yang sah. Kita bicara PAD

merupakan penopang pembangunan. Komponen PAD terdiri dari

beberapa item antara lain : kesatu Pajak Daerah, kedua Retribusi daerah

dan lain-lain pendapatan yang sah atau kekayaan daerah lain yang yang

dipisahkan …”

Page 55: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

55  

Timbul pertanyaan, dapatkah peraturan daerah yang dibuat dengan tujuan

beraragam bermanfaat bagi masyarakat? Pertanyaan ini terkait dengan “asas

manfaat” dalam pembuatan peraturan daerah. Maksud dari asas manfaat adalah

setiap pembentukan peraturan daerah harus benar-benar bisa memberi manfaat

yang jelas bagi kehidupan masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

peraturan daerah tentang pajak daerah tidak memberi manfaat secara langsung

kepada peningkatan pelayanan kepada masyarakat, tetapi lebih diorientasikan

kepada peningkatan pendapatan asli daerah (PAD).

Selain asas kejelasan tujuan dan asas manfaat, ada hal lain yang penting

yang perlu diperhatikan yaitu penerapan “asas kewenangan” dalam pembuataan

peraturan daerah. Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan termasuk

dalam hal ini peraturan daerah harus dibuat oleh pejabat atau lembaga/organ yang

berwenang. Peraturan daerah yang dibuat oleh pejabat atau lembaga/organ yang

tidak berwenang akan berimplikasi peraturan daerah tersebut menjadi batal demi

hukum.

Secara umum tujuan pembentukan perundang-undangan adalah mengatur

dan menata kehidupan dalam suatu negara supaya masyarakat yang diatur oleh

hukum itu memperoleh kepastian, kemanfaatan dan keadilan di dalam kehidupan

bernegara dan bermasyarakat. Untuk mewujudkan maksud tersebut dimulai

penulisan draf rancangan perundang-undangan yang baik. Oleh sebab itu

peraturan daerah sebaiknya menggunakan bahasa yang padat dan sederhana,

menghindari penggunaan kata-kata atau kalimat yang bermakna ganda dan

berlebihan, tidak proporsional, sehingga dapat mengakibatkan timbulnya norma

ganda, norma kabur dan norma terbuka dan istilah yang digunakan jangan sampai

mengundang berdebatan, dan gunakanlah istilah yang lazim dan mempunyai

makna yang baku, bersifat mutlak, sedang materinya harus mengenai hal yang

aktual, bukan hasil refleksi pemikiran penulis konsep rancangan. Penulisan

konsep rancangan harus dimulai dari hasil penelitian yang berangkat dari

hipotesis-hipotesis yang dibangun dalam memecahkan masalah di masyarakat

yang termuat dalam naskah akademik dan diadakan uji publik, sehingga pada

Page 56: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

56  

pengajuan rancangan peraturan daerah tersebut ke Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah, naskah akademik dikirimkan bersama rancangan peraturan daerah.

Mengingat peraturan daerah itu dibuat untuk mengatur kepentingan antara

pemerintah daerah dan masyarakat maka hendaknya bahasanya yang digunakan

adalah bahasa indonesia yang baik, tidak rumit, dan bisa dipahami oleh setiap

orang yang membacanya, dan dihindari penggunaan perkecualian, kecuali benar-

benar diperlukan, sebab ini akan mengakibatkan kaburnya permasalahan pokok

yang hendak diatur dalam peraturan daerah. Akibatnya membuka perdebatan

yang panjang dan tidak ada ujung pangkalnya. Hal semacam ini yang akan

mengakibatkan tidak efektifnya pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

dan berdampak penolakan rancangan yang telah dibuat dengan pengorbanan

biaya dan waktu yang tidak sedikit. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

tetap menyetujui rancangan peraturan daerah tersebut menjadi peraturan daerah

dipastikan akan terjadi gejolak di dalam penerapannya di masyarakat sehingga

tidak efektif diberlakukan dan menyebabkan peraturan daerah itu lemah karena

masyarakat tidak mau mematuhinya.

Selain itu terungkap pula dalam wawancara yang dilakukan oleh penulis

terhadap orang-orang yang berhubungan dengan perancangan dan penulisan draf

awal rancangan peraturan daerah di Kota Tangerang Selatan, bahwa penulisan

rancangan peraturan daerah Kota Tangerang Selatan semua berawal dan dimulai

dari konsep pemikiran yang terbangun dalam visi pemerintah daerah, sehingga

dapat diindikasikan bahwa produk hukum peraturan daerah terkesan hanya

mencerminkan dan merefleksikan kehendak-kehendak pemerintah daerah tanpa

memperhatikan kondisi dan kebutuhan masyarakat daerah kota Tangerang

Selatan.

Dalam proses penyiapan pembentukan peraturan perundang-undangan

hendaknya perlu meminta masukan atau pendapat masyarakat melalui konsultasi

publik terutama apabila materi yang akan diatur dalam rancangan peraturan

daerah tersebut berkaitan dengan pajak daerah hal mana sangat erat kaitannya

dengan masyarakat yang akan menjadi sasaran di dalam peraturan perundang-

Page 57: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

57  

undangan tersebut, sehingga pada waktu diberlakukan, masyarakat telah siap

menerima peraturan daerah tersebut dan membantu pemerintah dalam

pelaksanaannya sehingga harapan pemerintah daerah untuk meningkatkan

pendapatan asli daerahnya dapat terwujud. Untuk mengetahui apakah dalam

pembentukan peraturan daerah di Kota Tangerang Selatan telah diterapkan asas

keterbukaan, penulis akan melihat bagaimana mekanisme pembuatan rancangan

dan pembahasan rancangan rancangan peraturan daerah di Kota Tangerang

Selatan.

Di dalam Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota

Tangerang Selatan, dan juga mekanisme yang berjalan dalam prosedur

penyusunan produk hukum daerah diketahui bahwa materi rancangan yang berasal

dari Walikota dirancang oleh Dinas-Dinas, Badan atau Bagian-Bagian yang

terkait erat dengan materi yang akan diatur. Dalam penyusunan dan pembahasan

rancangan peraturan daerah oleh pimpinan Unit dapat mendelegasikan kepada

Bagian Hukum Sekertariat Daerah Kota Tangerang Selatan dan melibatkan

stakeholder. Materi Rancangan peraturan daerah yang telah selesai dipersiapkan

oleh Dinas-Dinas terkait, kemudian disampaikan kepada Walikota untuk

mendapatkan persetujuannya. Setelah disetujui Walikota, kemudian disampaikan

kepada Bagian Hukum untuk memperoleh tanggapan dari segi yuridisnya,

harmonisasi materi dan singkronisasi pengaturannya. Bagian Hukum mengadakan

rapat bersama dengan Dinas atau Bagian yang berkaitan dengan Materi rancangan

peraturan daerah, sehingga ada persesuaian atau singkronisasi. Dalam

pembahasan konsep rancangan peraturan daerah harus melibatkan Bagian hukum

dan unit kerja terkait, LSM dan Akademisi. Setelah rancangan peraturan daerah

itu selesai dipersiapkan, kemudian oleh Walikota dengan Nota Pengantar

Walikota disampaikan kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,

kemudian oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah disampaikan kepada

seluruh anggota DPRD dan komisi-komisi yang membidanginya untuk

dibicarakan. Sesudah dibicarakan bersama-sama kemudian disampaikan kepada

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tangerang Selatan untuk dibahas

Page 58: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

58  

pada Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tangerang Selatan.

Peraturan Menteri Dalam Negeri No 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Produk Hukum Daerah. Penyusunan program legislasi daerah dilaksanakan oleh

Pemerintah daerah dan DPRD, penyusunan prolegda tersebut berdasarkan atas

perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Rencana Pembangunan

Daerah, penyelenggaan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan aspirasi

masyarakat daerah. Program legislasi dilingkungan Pemerintah Daerah, yaitu

Kepala Daerah memerintahkan kepala SKPD menyusun Prolegda di lingkungan

Pemerintah Daerah, dalam penyusunan prolegda ditetapkan untuk jangka 1 (satu)

tahun berdasarkan skala prioritas pembentukan rancangan perda sebelum

penetapan perda APBD, penyusunan prolegda dilingkungan Pemerintah Daerah

dikoordinasikan oleh biro hukum Kota Tangerang Selatan, yang mana mengikut

sertakan instansi vertical terkait sesuai dengan kewenangan, materi muatan, atau

kebutuhan dalam pengaturan. Hasil penyusunan prolegda diajukan biro hukum

Kota Tangerang Selatan kepada Kepala daerah melalui Sekretaris Daerah. Kepala

Daerah menyampaikan hasil penyusunan prolegda di lingkungan Pemerintah

Daerah kepada Balegda melaui pimpinan DPRD.

Gambar 4.1

Proses Fungsi Legislasi Proses Fungsi Legislasi

 

Penyusunan PROLEGDA

Penyusunan RAPERDA

Pengajuan RAPERDA

Sosialisasi RAPERDA

Sosialisasi PERDA

Pengundangan

Pengesahan & Penetapan

Pembahasan RAPERDA

1 2 3 4

5678

Page 59: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

59  

Gambar. 4.2 Tata cara pembahasan Raperda atas prakarsa DPRD

MENOLAK

MENYETUJUI

Meyetujui dengan Perubahan

- DPRD menugaskan Pengusul untuk penyerpurnaan.

- Bentuk Pansus

Pimpinan DPRD Menyampaikan raperda kepada KDH.

KDH menunjuk Pejabat yang akan mewakili

Rapat Paripurna Penjelasan dalam rapat paripurna

Pendapat KDH terhadap Raperda

Jawab Fraksi terhadap pendapat KDH inisiatif tersebut

Pembahasan Raperda oleh Pansus dgn KDH/Pejabat

Rapat Peripurna, kesepakatan bersama dengan KDH bahwa raperda tersebut sah menjadi perda

Anggota/Komisi/Gab.Komisi/Baleg, dan daftar nama &

tanda tangan pengusul+ draft raperda+Naskah Akademik+ no pokok

PIMPINAN DPRD

Rapat Paripurna

- Pengusul memberikan Penjelaskan tentang maksud dan tujuan raperda tersebut

Page 60: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

60  

Gambar 4.3 Tata cara pembahasan Raperda atas Prakarsa Pemda

Keseluruhan rangkaian kegiatan proses pembentukan peraturan daerah

tersebut diatas, terungkap bahwa didalam Peraturan Tata Tertib Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tangerang Selatan, tidak diatur secara tegas

mengenai bagaimana tata cara keterlibatan masyarakat dalam pembahasan

Raperda. Jadi apakah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau eksekutif yang

mengundang masyarakat yang berkaitan langsung dengan isi dan substansi

peraturan daerah yang akan dibahas itu tergantung kebijakan dari keduanya. Tidak

ada jaminan prosedural dan forum terbuka bagi masyarakat untuk memberikan

kontrol dalam pembentukan peraturan daerah, hal ini mempersempit ruang bagi

publik untuk berpartisipasi dalam proses pembentukan peraturan daerah.

KDH melalui bagian hukum penyampaikan usulan raperda disertai Naskah Akademik ke

DPRD

PIMPINAN DPRD

Rapat Paripurna

- KDH memberikan Penjelaskan tentang maksud dan tujuan raperda tersebut

Rapat Paripurna Pandangan Umum Fraksi-fraksi

Rapat Paripurna Jawaban KDH terhadap Pandangan Umum fraksi-frkasi

Bamus pembentukan Pansus, untuk pembahasan raperda bersama KDH/pejabat

Rapat Paripurna persetujuan bersama dengan KDH

Page 61: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

61  

Padahal, walaupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sudah merupakan

representasi dari rakyat, tapi karena dalam kedudukan sejajar, dan bahkan sebagai

mitra pemerintah dan juga Kepala Daerah/Walikota adalah bawahan Menteri

Dalam Negeri, maka oleh karena itu masih diperlukan keterlibatan langsung

masyarakat, khususnya memberikan kontrol dalam proses pembentukan peraturan

daerah, agar benar-benar Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam memberikan

persetujuannya didasari atas pertimbangan bahwa rancangan peraturan daerah

yang akan ditetapkan menjadi peraturan daerah adalah benar-benar aspirasi

masyarakat. Di dalam Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kota Tangerang Selatan ditentukan bahwa pembahasan rancangan peraturan

daerah dilakukan melalui empat tahapan pembicaraan, yaitu tahap I, II, III, IV,

kecuali apabila Badan Musyawarah menentukan lain. Sebelum dilakukan tahap II,

III dan IV, diadakan Rapat Fraksi. Apabila dipandang perlu Badan Musyawarah

dapat menentukan bahwa pembicaraan tahap II dilakukan dalam rapat gabungan

Komisi atau dalam Panitia Khusus.

Pembicaraan Tahap I meliputi:

a. Penjelasan Walikota dalam Rapat Paripurna terhadap Rancangan Peraturan

Daerah yang berasal dari Walikota.

b. Penjelasan dalam Rapat Paripurna oleh Pimpinan Rapat Komisi/ Pimpinan

Rapat Gabungan Komisi atau Pimpinan Panitia Khusus atas nama Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah terhadap Rancangan Peraturan Daerah usul

prakarsa.

Pembicaraan tahap II meliputi:

a. Dalam hal Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari Walikota.

1. Pemandangan Umum dalam Rapat Paripurna oleh para Anggota yang

membawakan suara Fraksinya terhadap Rancangan Peraturan Daerah yang

berasal dari usul prakarsa Walikota.

2. Jawaban Walikota dalam Rapat Paripurna terhadap pemandangan umum

para anggota .

Page 62: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

62  

b. Dalam hal Rancangan Peraturan Daerah usul inisiatif Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah:

1. Pendapat Walikota dalam Rapat Paripurna terhadap Rancangan Peraturan

Daerah usul inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

2. Jawaban pimpinan komisi, pimpinan rapat gabungan komisi atau ketua

panitia khusus atas nama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam rapat

paripurna terhadap pendapat walikota mengenai rancangan peraturan

daerah usul inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Pembicaraan tahap III adalah Pembahasan dalam Rapat Komisi atau Rapat

Gabungan Komisi atau Rapat panitia Khusus yang dilakukan bersama-sama

dengan pejabat yang ditunjuk oleh Walikota.

Pembicaraan tahap IV meliputi;

a. Pengambilan Keputusan dalam Rapat Paripurna, yang didahului dengan:

1. Laporan hasil pembicaraan tahap III.

2. Pendapat Akhir Fraksi-Fraksi yang disampaikan oleh Anggotanya.

b. Pemberian kesempatan kepada Walikota untuk menyampaikan sambutan

terhadap pengambilan Keputusan tersebut.

Tahapan pembicaraan sebagaimana ditentukan di atas, meperlihatkan

bahwa mekanisme pembahasan rancangan Peraturan Daerah memberikan

kesempatan yang seimbang anatara pihak eksekutif dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah dalam meberikan tanggapannya, baik terhadap Rancangan

Peraturan Daerah dari Prakarsa eksekutif maupun dari parakarsa Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah.

Pembicaraan pada tahap I dilakukan dalam suatu Rapat Paripurna Dewan,

Rapat tersebut dimaksudkan untuk memberi kesempatan pihak pemerintah untuk

memberi keterangan atau penjelasan terhadap Rancangan Peraturan daerah yang

diajukan pemerintah Daerah dan memberi kesempatan Anggota Dewan untuk

menanyakan sesuatu berkenaan dengan Rancangan Peraturan daerah yang sedang

dibahas. Sesudah itu Fraksi-Fraksi diberi kesempatan Rapat Fraksi. Rapat Fraksi

Page 63: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

63  

tersebut dimaksudkan untuk menentukan sikap atau pandangan terhadap

rancangan peraturan daerah tersebut dan sekaligus menentukan juru bicara Fraksi-

Fraksinya dalam Rapat Paripurna pada pembicaraan tahap II.

Pembicaraan pada tahap II dilakukan dalam Rapat Paripurna dengan

materi pemandangan umum oleh Anggota Dewan yang membawakan suara

Fraksinya terhadap Rancangan Perda dari pemerintah dan terhadap keterangan

atau penjelasan pemerintah sebagaimana disampaikan pada Rapat Paripurna

pembicaraan tahap I. Setelah juru bicara Fraksi-Fraksi menyampaikan pendapat

dan suara Fraksinya, maka kesempatan berikutnya adalah jawaban pemerintah

terhadap sikap atau pandangan Fraksi-Fraksi atas Rancangan Perda yang diajukan

pemerintah daerah. Untuk menetukan sikap Fraksi atas pemandangan umum dan

jawaban pemerintah, maka Fraksi-Fraksi diberi kesempatan melakukan Rapat

Fraksi, Hasil Rapat Fraksi akan dibawa dalam pembicaraan tahap ke III.

Pembicaraan tahap III adalah pembahasan secara mendalam dan secara

tuntas tentang isi rancangan peraturan daerah. Rapat tahap III ini dilakukan dalam

Rapat Komisi atau dalam Rapat Gabungan Komisi atau Rapat Panitia khusus.

Jenis rapat yang diputuskan tergantung pada pentingnya materi Rancangan Perda

yang sedang dibahas sehingga mereka akan menyertakan Anggota Dewan yang

dipandang lebih memahami persoalan yang dibahas, tetapi tidak termasuk anggota

Komisi atau suatu Panitia Khusus. Pada tahap pembicaraan III inilah Rancangan

Perda dibahas secara tuntas dan pada rapat tahap III ini diuji kemampuan wakil

pemerintah daerah maupun Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk

berargumentasi. Dan pada tahap ini peranan musyawarah sangat menonjol.

Pembicaraan tahap III inilah yang menentukan bobot suatu peraturan daerah,

menentukan cepat lambatnya diambil keputusan, musyawarah atau suara

terbanyak pada pembicaraan tahap IV.

Materi pembicaraan tahap IV adalah mengambil keputusan perihal

persetujuan terhadap Rancangan Perda menjadi Perda. Pembicaraan pada tahap ini

sangat tergantung pada hasil pembicaraan tahap III. Apabila Fraksi-Fraksi di tahap

Page 64: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

64  

pembicaraan III telah menyetujui Rancangan Perda secara bulat maka dapat

dikatakan bahwa rapat pada tahap IV bersifat formalistik belaka. Pengambilan

Keputusan pada pambicaraan tahap IV dilakukan dalam Rapat Paripurna dengan

didahului laporan hasil laporan pembicaraan tahap III oleh Komisi atau Gabungan

Komisi atau Panitia khusus.

Dari tahapan-tahapan pembicaraan itu, tahap pembicaraan III dilakukan

pembicaraan mendalam antara wakil pemerintah daerah yang ditunjuk oleh

walikota dengan Komisi sebagai alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah yang ditugasi membahas Rancangan Peraturan Daerah mengenai masalah

prinsip, subtansi dan teknis yuridis rancangan Perda, yang sebentar nanti akan

disampaikan pada Rapat Paripurna tahap IV.

Pada kesempatan pembicaraan tahap IV sebagai forum mengambil

keputusan, maka pemerintah daerah diberi kesempatan memberi sambutan.

Kesempatan yang diberikan pemerintah untuk menyampaikan sambutannya

sekaligus digunakan oleh pemerintah daerah untuk memperlihatkan pengetahuan

dan penguasaan serta sikapnya terhadap pentingnya substansi/materi muatan

rancangan peraturan daerah yang baru disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah.

Dalam upaya memberikan pembinaan, pengaturan dan pengawasan kepada

objek dan subjek hukum agar masyarakat dapat menumbuhkan kreaktivitasnya

untuk berpartisipasi aktif dalam proses penyelenggaraan pembangunan, sehingga

tidak terkesan bahwa proses penyusunan Peraturan Daerah hanya didominasi oleh

keinginan pemerintah, tetapi justru sebaliknya lebih banyak diharapkan muncul

dari masyarakat. Pertanyaan yang muncul apakah mungkin bisa diharapkan

munculnya proses draf penyusunan rancangan peraturan daerah dari masyarakat

secara langsung, sementara aturan normatifnya, atau pedoman yang melandasi tata

cara dan mekanisme pembentukan peraturan daerah yang ada sekarang

menghendaki adanya dominasi eksekutif terhadap Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah. Walaupun dalam pembahasan melibatkan stakeholder, orang yang

Page 65: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

65  

dikenai kewajiban sebagai subjek atau objek pungutan atas ditetapkan peraturan

daerah berada pada posisi lemah, diperintah, sehingga secara psikologis tidak

akan maksimal memberikan saran dan belum tentu saran itu diterima.

Suatu hal yang sangat penting dalam pembentukan peraturan daerah

adalah adanya partisipasi Masyarakat diluar Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

dan pemerintah daerah dalam menyusun dan membentuk rancangan peraturan

daerah .

Ada dua sumber partisipasi yaitu:

1. Dari unsur-unsur pemerintahan diluar Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan

Pemerintah Daerah, seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan, perguruan

tinggi dan lain-lain.

2. Dari masyarakat, baik individu seperti ahli-ahli atau yang memiliki

pengalaman atau dari kelompok seperti LSM, tokoh-tokoh masyarakat sesuai

dengan keahlian atau pengalamannya.

Dengan mengikutsertakan pihak-pihak di luar Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah dan pemerintah daerah sangat penting dalam rangka menjaring

pengetahuan, keahlian, atau pengalaman masyarakat sehingga peraturan daerah

benar-benar memenuhi syarat sebagai peraturan perundang-undangan yang baik,

dapat menjamin peraturan daerah sesuai kehendak dan kenyataan yang hidup

dalam masyarakat (politik, ekonomi, sosial dan lain-lain), dapat menumbuhkan

rasa memiliki, rasa bertanggungjawab atas peraturan daerah tersebut.

Berbagai faktor tersebut di atas akan memudahkan penerimaan masyarakat

terhadap peraturan daerah, dan memudahkan pula pelaksanaan atau

penegakannya. Oleh karena itu, menurut Manan bahwa keikutsertaan atau

partisipasi dapat dilakukan dengan berbagai cara mengikutsertakan dalam tim atau

kelompok kerja penyusunan rancangan peraturan daerah, mengundang dalam

rapat-rapat penyusunan rancangan peraturan daerah , melakukan uji publik kepada

pihak-pihak tertentu untuk mendapat tanggapan, melakukan lokakarya (workshop)

Page 66: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

66  

atas rancangan peraturan daerah, mensosialisasikan atau mempublikasikan

melalaui madia cetak atau elektronik agar mendapat tanggapan publik. sebelum

secara resmi dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Idealnya keikutsertaan atau partisipasi masyarakat seperti yang disebutkan

di atas harus melalui pintu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, bukan melalui

pintu eksekutif. Kalau keikutsertaan masyarakat melalui pintu Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah diharapkan dapat terjadi penyesuaian antara keinginan masyarakat

dengan keinginan-keinginan pihak eksekutif. Tapi hal ini masih sangat tergantung

dari peranan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam memberikan tekanan

kepada pemerintah. Sebaliknya kalau partisipasi masyarakat melalui pintu

eksekutif maka, dihawatirkan aspirasi itu bisa disumbat oleh visi sosial

pemerintah yang telah dibakukan dalam visi misi pemerintahan daerah. Partisipasi

masyarakat semacam itu hanya akan menjadi sarana pelegitimasi bahwa dalam

proses pembentukan peraturan daerah pemerintah melibatkan masyarakat luas,

sehingga memenuhi unsur untuk disebut bahwa peraturan daerah itu aspiratif-

responsif terhadap tuntutan masyarakat.

4.3 Pelaksanaan Pemungutan Pajak di Kota Tangerang Selatan

4.3.1 Peraturan-peraturan yang melandasi Pajak Daerah

Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah

dalam perpajakan dan retribusi sejalan dengan semakin

besarnya tanggung jawab Daerah dalam penyelenggaraan

pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.

2. Meningkatkan akuntabilitas daerah dalam penyediaan layanan

dan penyelenggaraan pemerintahan dan sekaligus memperkuat

otonomi daerah.

3. Memberikan kepastian bagi dunia usaha mengenai jenis-jenis

Page 67: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

67  

pungutan daerah dan sekaligus memperkuat dasar hukum

pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah.

Prinsip-prinsip pengaturan pajak daerah dan retribusi daerah yang

dipergunakan dalam Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009

tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai berikut:

1. Pemberian kewenangan pemungutan pajak daerah dan retribusi

daerah tidak terlalu membebani rakyat dan relatif netral

terhadap fiskal nasional.

2. Jenis pajak dan retribusi yang dapat dipungut oleh daerah

hanya yang ditetapkan dalam Undang-undang.

3. Pemberian kewenangan kepada daerah untuk menetapkan tarif

pajak daerah dalam batas tarif minimum dan maksimum yang

ditetapkan dalam Undang-undang.

4. Pemerintah daerah dapat tidak memungut jenis pajak dan

retribusi yang tercantum dalam undang-undang sesuai

kebijakan pemerintahan daerah.

5. Pengawasan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah

dilakukan secara preventif dan korektif. Rancangan Peraturan

Daerah yang mengatur pajak dan retribusi harus mendapat

persetujuan Pemerintah sebelum ditetapkan menjadi Perda.

Pelanggaran terhadap aturan tersebut dikenakan sanksi.

Materi yang diatur dalam Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009

terkait dengan pajak daerah adalah sebagai berikut:

1. Penambahan jenis pajak daerah

Terdapat penambahan 4 jenis pajak daerah, yaitu 1 jenis

pajak provinsi dan 3 jenis pajak kabupaten/kota. Dengan

tambahan tersebut, secara keseluruhan terdapat 16 jenis pajak

Page 68: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

68  

daerah, yaitu 5 jenis pajak provinsi dan 11 jenis pajak

kabupaten/kota.

Jenis pajak daerah kabupaten/kota yang baru adalah PBB

Perdesaan dan Perkotaan, BPHTB, dan Pajak Sarang Burung

Walet. Sebagai catatan, untuk kabupaten/kota ada

penambahan 1 jenis pajak yaitu Pajak Air Tanah yang

sebelumnya merupakan pajak provinsi.

a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perdesaan dan

Perkotaan

Selama ini PBB merupakan pajak pusat, namun hampir

seluruh penerimaannya diserahkan kepada daerah. Untuk

meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan

daerah, khusus PBB sektor perdesaan dan perkotaan

dialihkan menjadi pajak daerah. Sedangkan PBB sektor

perkebunan, perhutanan, dan pertambangan masih

merupakan pajak pusat. Dengan dijadikannya PBB

Perdesaan dan Perkotaan menjadi pajak daerah, maka

penerimaan jenis pajak ini akan diperhitungkan sebagai

pendapatan asli daerah (PAD). Undang-Undang

Republik Nomor 28 Tahun 2009 menagtur pajak daerah

dan retribusi mulai berlaku 1 Januari 2010 untuk

pengelolaan PBB dan BPHTB yang dikelola oleh

Pemerintah Pusat akan dialihkan keseluruh Pemerintah

daerah paling lambat 31 Desember 201328

b. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Selama ini BPHTB merupakan pajak pusat, namun

seluruh hasilnya diserahkan kepada daerah. Untuk                                                             28 Irwansyah Lubis, Kreatif gali sumber pajak tanpa bebani rakyat, Elecmedia computindo, Jakarta, 2011 hal: 21

Page 69: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

69  

meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan

daerah, BPHTB dialihkan menjadi pajak daerah.

Penetapan BPHTB sebagai pajak daerah akan

meningkatkan PAD.

c. Pajak Sarang Burung Walet

Pajak Sarang Burung Walet merupakan jenis pajak

daerah baru, yang dapat dipungut oleh daerah untuk

memperoleh manfaat ekonomis dari keberadaan dan

perkembangan sarang burung walet di wilayahnya. Bagi

daerah yang memiliki potensi sarang burung walet yang

besar akan dapat meningkatkan PAD.

2. Perluasan Basis Pajak Daerah

Perluasan basis pajak daerah, antara lain adalah:

a. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama

Kendaraan Bermotor (BBNKB), termasuk kendaraan

pemerintah

b. Pajak Hotel, mencakup seluruh persewaan di hotel, dan

c. Pajak Restoran, termasuk katering/jasa boga.

3. Kenaikan Tarif Maksimum Pajak Daerah

Untuk memberi ruang gerak bagi daerah mengatur sistem

perpajakannya dalam rangka peningkatan pendapatan dan

peningkatan kualitas pelayanan, penghematan energi, dan

pelestarian/perbaikan lingkungan, tarif maksimum beberapa

jenis pajak daerah dinaikkan, antara lain:

a. Tarif maksimum Pajak Kendaraan Bermotor (PKB),

dinaikkan dari 5% menjadi 10%. Khusus untuk kendaraan

Page 70: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

70  

pribadi dapat diterapkan tarif progresif.

b. Tarif maksimum Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

(BBNKB), dinaikkan dari 10% menjadi 20%.

c. Tarif maksimum Pajak Bahan Bakar Kendaraan

Bermotor, dinaikkan dari 5% menjadi 10%. Khusus untuk

kendaraan angkutan umum, tarif dapat ditetapkan lebih

rendah.

d. Tarif maksimum Pajak Parkir, dinaikkan dari 20%

menjadi 30%.

e. Tarif maksimum Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

(sebelumnya Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan

C), dinaikkan dari 20% menjadi 25%.

4. Bagi Hasil Pajak Provinsi

Dalam rangka pemerataan pembangunan dan peningkatan

kemampuan keuangan kabupaten/kota dalam membiayai

fungsi pelayanan kepada masyarakat, pajak provinsi

dibagihasilkan kepada kabupaten/kota, dengan proporsi

sebagai berikut:

a. Pajak Kendaraan Bermotor: Provinsi 70%,

kabupaten/kota 30%.

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor: Provinsi 70%,

kabupaten/kota 30%.

c. Pajak Bahan Bakar Kend. Bermotor: Provinsi 30%,

kabupaten/kota 70%.

d. Pajak Air Permukaan: Provinsi 50%, kabupaten/kota

50%.

Page 71: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

71  

e. Pajak Rokok: Provinsi 30%, kabupaten/kota 70%.

4.3.2 Pemungutan pajak berdasarkan Perda Nomor 7 Tahun 2010 di Kota Tangerang Selatan

Pemungutan pajak di Kota Tangerang Selatan sebelum

terbentuknya perda Nomor 7 Tahun 2010 masih menggunakan

Perda Kabupaten Tangerang, sesuai amanat Undang-Undang

Nomor 51 Tahun 2008 Undang-Undang Pembentukan Kota

Tangerang Selatan.

Pasal 2 Perda Nomor 7 Tahun 2010 tentang pajak daerah, Kota

Tangerang Selatan dapat memungut 10(sepuluh) jenis pajak, antara

lain :

1. Pajak Hotel;

2. Pajak Restoran;

3. Pajak Hiburan;

4. Pajak Reklame;

5. Pajak Penerangan Jalan;

6. Pajak Parkir;

7. Pajak Air Tanah;

8. Pajak Sarang Burung Walet;

9. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;

10. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

4.3.3. Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah

1. Pendaftaran wajib pajak

• Wajib Pajak wajib mendaftarkan usahanya kepada Fiscus

dalam jangka waktu tertentu, selambat-lambatnya tiga

puluh (30) hari sebelum dimulainya kegiatan usaha untuk

dikukuhkan sebagai Wajib Pajak

Page 72: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

72  

• Pemberian identitas kepada Wajib Pajak berupa Kartu

NPWPD (Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah) sebagai

sarana Administrasi dan Pengawasan bagi petugas (fiscus)

2. Pendataan objek Pajak

• Wajib Pajak yang telah memiliki Kartu NPWPD (Nomor

Pokok Wajib Pajak Daerah), wajib mengisi SPTPD (Surat

Pemberitahuan Pajak Daerah) yang berisi data objek pajak

• SPTPD diisi dengan jelas, lengkap dan benar serta

ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya dan

disampaikan selambat-lambatnya 15 hari setelah

berakhirnya masa pajak

• Wajib Pajak yang tidak melaporkan atau melaporkan tidak

sesuai dengan batas waktu yang ditentukan akan dikenakan

sangsi administrasi berupa denda sesuai ketentuan dalam

Peraturan Daerah

3. Penetapan objek pajak

SELF ASSESMENT : Wajib Pajak diberikan kepercayaan

penuh untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan

melaporkan SPTPD yang berisi Dasar Pengenaan (Omset) dan

Pajak Terhutangnya pada setiap tanggal 20 bulan berikutnya.

Jenis Objek Pajak yang dipungut berdasarkan Self Asessment,

adalah:

1. Pajak Hotel

2. Pajak Restoran

3. Pajak Hiburan

4. Pajak Penerangan Jalan

5. Pajak Parkir

6. Pajak Sarang Burung Walet

Page 73: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

73  

7. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

OFFICIAL ASSESMENT : Berdasarkan SPTPD yang

disampaikan oleh WP dan Pendataan yang dilakukan oleh

Fiscus, Fiscus menetapkan Pajak Terhutang dengan

menerbitkan SKPD (Surat Ketetapan Pajak Daerah).

Jenis Objek Pajak yang dipungut berdasarkan Official

Asessment, adalah :

1. Pajak Reklame

2. Pajak Air Tanah

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor Perdesaan &

Perkotaan

Gambar 4.4. Sistem dan Prosedur Pajak Official Assesment

WP 

BANK BJB 

PENGENDALIANPENGAWASAN PENAGIHAN 

PENETAPAN 

SPKPD 

PENDATAAN 

SPTPD 

Kartu d

MENGISI DATA OBJEK PAJAK

Page 74: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

74  

4. Pembayaran pajak

• Pembayaran Pajak Terhutang dilakukan ke Kas Daerah

melalui Bank BJB sesuai dengan waktu yang ditentukan

dalam Surat Ketetapan nya

• Pembayaran Pajak dilakukan dengan menggunakan SSPD

(Surat Setoran Pajak Daerah)

• Pembayaran Pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas

• Pembayaran paling lambat tgl 15 setelah berakhirnya masa

pajak (Self Asessment) atau batas tanggal jatuh tempo yang

tercantum pada Surat Ketetapan.Dalam hal pembayaran

melewati tanggal Jatuh Tempo, maka akan dikenakan

sangsi administrasi berupa bunga 2% per bulan (max 24

bulan) dari jumlah Pokok Pajak Terhutang

5. Pengendalian, pengawasan dan Penagihan Ketaatan Wajib

Pajak

a. Ketaatan membayar pajak pada masa pajak tertentu -

Tanggal pembayaran paling lambat tanggal 30 bulan

berikutnya

b. Ketaatan melaporkan hasil penjualan (omset) pada masa

pajak tertentu Tanggal pelaporan paling lambat tanggal

15 bulan berikutnya

c. Secara periodik dapat dilakukan pemeriksaan oleh Fiscus

untuk menguji kepatuhan dan kebenaran pelaporan antara

hasil penjualan dan pembayaran pajak yang dilakukan

dengan hasil penjualan yang sesungguhnya.

Penagihan STPD dapat diterbitkan :

1. Pajak tidak atau kurang dibayarkan

2. Hasil penelitian SPTPD kurang bayar akibat salah

Page 75: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

75  

tulis/hitung

3. WP dikenakan sanksi bunga dan atau denda Sesuai

dengan Undang Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang

Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

1. Surat Teguran7 hari

2. Surat Paksa 21 hari

3. Surat Sita 2 hari

4. Pelaksanaan Lelang 14 hari

5. Surat Perintah Penagihan Seketika dan sekaligus

6. Hak, Kewajiban dan Sanksi bagi wajib pajak dan fiscus

6.1. Hak wajib pajak

1. Mendapatkan kemudahan ataupun keringanan atas kewajiban pajaknya sesuai dengan tahapan prosedur yang telah ditetapkan.

a. Pengurangan, keringanan dan pembebasan sanksi adm

b. Keberatan dan banding atas Keputusan Pajak yang diterima.

c. Pembayaran Angsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak

2. Mempunyai hak untuk meminta dan menerima kelebihan pembayaran pajak yang telah dilakukan sesuai prosedur yang sudah ditentukan dalam Peraturan Daerah yang berlaku.

3. Menerima penjelasan dan informasi dari Fiscus, yang lengkap dan benar tentang semua hal yang menyangkut hak, kewajiban dan sangsi sebagai Wajib Pajak.

6.2. Kewajiban wajib pajak

1. Mencatat, menyimpan semua bukti transaksi yang

Page 76: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

76  

sah sebagai dasar pelaporan data dan pembayaran

yang telah dilakukan.

2. Melaporkan dan membayar kewajiban pajak dengan

benar sesuai dengan waktu yang telah ditentukan .

3. Memberikan informasi yang benar untuk Fiscus yang

bertugas sesuai dengan lingkup penugasan yang

diberikan.

6.3. Sanksi wajib pajak

Sanksi kepada wajib pajak dapat berupa sanksi administrasi (diatur dalam peraturan daerah ) 1. Pelanggaran atau kelalaian atas kewajiban

pembayaran

• Sanksi Administrasi timbul dihitung sejak tanggal

batas pembayaran ataupun tanggal jatuh tempo

yang telah ditetapkan.

• Sanksi Administrasi berupa bunga 2 % setiap

bulan yang dihitung dari Total Pajak yang belum

dibayar selama-lamanya (maksimal) 24 bulan

2. Pelanggaran atau kelalaian atas pelaporan data

(SPTPD)

Fiscus dapat membuat Ketetapan Pajak secara jabatan

yang artinya berdasarkan norma-norma yang ada

dalam perpajakan bukan berdasarkan isian data yang

seharusnya dilakukan oleh Wajib Pajak. Sanksi

administrasi yang timbul adalah kenaikan pajak

sebesar 25 % dari pajak yang terhutang. Akibat

kelalaian/kealpaan Wajib Pajak dalam hal

menyampaikan dan melaporkan SPTPD (Self

Assesment), WP dikenakan denda paling banyak 2

kali jumlah pajak terhutang. Jumlah kekurangan pajak

Page 77: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

77  

yang terhutang dalam SKPDKBT (akibat hasil

Pemeriksaan), dikenakan sanksi administratif berupa

kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pajak

yang harus dibayar.Selain sanksi administrasi, ada

juga sanksi pidana ( diatur dalam peraturan daerah )

Pelanggaran atau kelalaian atas pelaporan data,

berikut penjelasan atas sanksi pidana yang dimaksud.

a. Kealpaan / ketidaksengajaan

Pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau

denda paling banyak 2 kali dari jumlah pajak

terhutang.

b. Kesengajaan

Pidana penjara paling lama 2 (dua ) tahun atau

denda paling banyak 4 kali jumlah dari pajak

terhutang.

6.4. Hak Fiscus

1. Mencatat, memeriksa laporan dan pembayaran dari

Wajib Pajak;

2. Melakukan pengendalian, pengawasan dan penagihan

berdasarkan semua catatan data pajak dan retribusi

yang ada;

3. Menerbitkan Surat Ketetapan atas Pajak Terhutang;

4. Menerbitkan Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Sita,

Lelang dan lain-lain

6.5. Kewajiban Fiscus

1. Memahami, menyampaikan dan melaksanakan

semua tugas perpajakan yang sudah ditetapkan.

2. Memberi bimbingan, penjelasan dan informasi yang

jelas, lengkap dan benar kepada Wajib Pajak.

3. Melakukan pemungutan pajak dan retribusi daerah

Page 78: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

78  

sesuai dengan Sistem dan Prosedur Perpajakan yang

berlaku.

4. Merahasiakan data-data Wajib Pajak

6.6. Sanksi bagi fiscus

Sanksi bagi fiscus sudah diatur dalam undang-undang,

peraturan pemerintah, dan semua aturan hukum yang

berlaku menyangkut kedudukan dan statusnya sebagai

pegawai negeri sipil.

4.4. Realisasi Pajak

4.4.1. Hasil Pelaksanaan Pemungutan Pajak dan Retribusi Daerah di

Kota Tangerang Selatan

Hasil penerimaan pemungutan Pajak Daerah di Kota Tangerang

Selatan Provinsi Banten dapat dilihat berdasarkan jenis penerimaan,

berikut tabel realisasi penerimaan pajak daerah di Kota Tangerang

Selatan Tahun 2010 yang disajikan sebagai berikut :

Tabel 1 Realisasi Penerimaan Pajak Daerah

di Kota Tangerang Selatan Tahun 2010

JENIS PENERIMAAN

RENCANA PENDAPATAN PENERIMAAN SELISIH LEBIH

KURANG %

Pajak Hotel 1.808.000.000 2.236.123.883 428.123.883 123,68% Pajak Restoran 30.000.000.000 36.674.448.481 6.674.448.481 122,25% Pajak Hiburan 3.250.000.000 3.978.251.737 728.251.737 122,41% Pajak Reklame 3.242.000.000 4.518.158.568 1.276.158.568 139,36% Pajak Penerangan Jalan 34.000.000.000 39.408.169.823 5.408.169.823 115,91%

Pajak Parkir 2.900.000.000 3.168.079.000 268.079.000 109,24%

JUMLAH 90.597.425.025 101.931.836.547 122,14%

Sumber Data Sekunder : Dinas Pendapatan Kota Tangerang Selatan

Dari Tabel 1 terlihat bahwa realisasi pajak daerah di Kota Tangerang

Selatan tahun 2010 secara keseluruhan sebesar Rp.

101.931.836.547,- melampaui target yang telah ditetapkan sebesar

Rp. 90.597.425.025,-. Setara dengan 122,14%. Dari data yang ada,

Page 79: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

79  

dapat dilihat bahwa realisasi penerimaan pajak daerah melebihi dari

rencana pendapatan yang telah ditetapkan. Penyumbang pendapatan

tertinggi diperoleh dari jenis penerimaan pajak penerangan jalan

sebesar Rp 39.408.169.823 atau sebesar 115,91% dari rencana

pendapatan sebesar Rp 34.000.000.000. Sedangkan penerimaan

pendapatan pajak hotel hanya sebesar Rp 2.236.123.883 dari rencana

pendapatan sebesar Rp. 1.808.000.000. Penyumbang pendapatan

tertinggi berikutnya berasal dari pajak restoran yaitu sebesar Rp

36.674.448.481 atau terjadi peningkatan sebesar 122,25% dari

rencana pendapatan.

Sedangkan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah di Kota Tangerang

Selatan Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini.

Tabel 2 Realisasi Penerimaan Pajak Daerah

di Kota Tangerang Selatan Tahun 2011

JENIS PENERIMAAN

RENCANA PENDAPATAN PENERIMAAN

SELISIH LEBIH

KURANG %

Pajak Hotel 2.300.000.000 2.337.900.555 37.900.555 101,65%

Pajak Restoran 47.000.000.000 50.103.065.338 3.103.065.338 106,60%

Pajak Hiburan 5.000.000.000 7.038.435.710 2.038.435.710 140,77%

Pajak Reklame 4.011.000.000 5.664.735.300 1.653.735.300 141,23% Pajak Penerangan Jalan 40.000.000.000 46.444.000.000 6.444.000.000 116,11%

Pajak Parkir 4.000.000.000 4.367.307.274 367.307.274 109,18%

Pajak Air Tanah 1.600.000.000 1.696.958.740 96.958.740 106,06%

BPHTB 170.000.000.000 210.756.818.979 40.756.818.979 123,97%

JUMLAH 273.911.000.000 328.409.221.896 118,20%

Sumber Data Sekunder : Dinas Pendapatan Kota Tangerang Selatan

Secara kumulatif terlihat bahwa Realisasi Pajak Daerah telah

melampaui target yang telah ditetapkan. Realisasi Pajak Daerah

untuk tahun 2011 adalah sebesar Rp. 273.911.000.000,- melampaui

target dari yang telah ditetapkan sebesar Rp.328.409.221.896,-,

sehingga pencapaian target seluruhnya adalah sebesar 118,20%.

Page 80: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

80  

Dibandingkan pada tahun 2010, secara persentase memang terjadi

penurunan pencapaian target dari 122,14% menjadi 118,20%. Tetapi

jumlah nominal yang diperoleh jauh lebih besar, pada tahun 2010

penerimaan sebesar Rp.101.931.836.547,-, sedangkan pada tahun

2011 sebesar Rp.328.409.221.896,-, atau 3,22 kali dan

peningkatannya sebesar Rp. 226.477.385.349,-

Kenaikan sebesar Rp.226.477.385.349,- tersebut disebabkan adanya

penambahan jenis penerimaaan yaitu Pajak Tanah dan BPHTB yang

pada tahun 2010 masih menjadi pajak provinsi, dan pada tahun 2011

telah termasuk pajak daerah untuk kabupaten/kota. Perubahan Pajak

Tanah dan BPHTB yang menjadi pajak daerah untuk kabupaten/kota

sangat menguntungkan, karena peningkatan PAD pemerintah kota

Tangerang Selatan meningkat secara signifikan yang berujung pada

pelaksanaan otonomi daerah di daerahnya.

“Dan jika dikaitkan dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, untuk penyelenggaraan pembangunan. Kontribusinya dibandingkan dengan daerah-daerah lain sampai saat ini mendapatkan porsi yang cukup besar 26% sampai 27% dalam bentuk dana perimbangan. Kondisi tersebut secara umum terjadi untuk daerah-daerah baru seperti kota tangerang Selatan “ (Responden : Kepala Dinas DPPKAD)

Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah di

Kota Tangerang Selatan yang didasari UU No. 28 Tahun 2009 dapat

dianalisis dengan 3 (tiga) elemen yaitu:

1. Pembenaran (Warrant) Pembenaran merupakan suatu asumsi di

dalam argumen kebijakaan yang memungkinkan analisis untuk

berpindah dari informasi yang relevan dengan kebijakan ke klaim

kebijakan. Pembenaran dapat mengandung berbagai macam

asumsi otoritatif, analisentris, kausal, pragmatis, dan kritik nilai,

peranan dari pembenaran adalah untuk membawa informasi yang

relevan dengan kebijakan kepada klaim kebijakan tentang

Page 81: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

81  

terjadinya ketidaksepakatan atau konflik, dengan demikian

memberi suatu alasan untuk menerima klaim.

2. Dukungan (Backing). Dukungan bagi pembenaran terdiri dari

asumsi-asumsi tambahan atau argumen-argumen yang dapat

digunakan untuk mendukung pembenaran yang tidak diterima

pada nilai yang nampak. Dukungan terhadap pembenaran dapat

mengambil berbagai macam bentuk, yaitu hukum-hukum ilmiah,

pertimbangan para pemegang otoritas keahlian, atau prinsip-

prinsip moral dan etis. Dukungan terhadap pembenaran

memungkinkan analisis bergerak ke belakang dan menyatakan

asumsi-asumsi yang menyertainya.

3. Bantahan (Rebbutal). Bantahan merupakan kesimpulan yang

kedua, asumsi, atau argumen yang menyatakan kondisi dimana

klaim asli tidak diterima, atau klaim asli hanya dapat diterima

pada derajat penerimaan tertentu. Secara keseluruhan klaim

kebijakan dan bantahan membentuk substasi isu-isu kebijakan,

yaitu ketidak sepakatan diantara segmen-segmen yang berbeda

dalam masyarakat terhadap serangkaian alternatif tindakan

pemerintah pertimbangan terhadap bantahan-bantahan membantu

analisis mengantisifasi tujuan tujuan dan menyediakan perangkat

sistimatis untuk mengkritik salah satu klaim, asumsi, dan

argumennya.29

Menganalisa peraturan-peraturan yang telah dibuat untuk

meregulasikan pajak daerah berdasarkan pandangan kebijakan publik

melalui peraturan-peraturan yang ada, tiga konsep diatas merupakan

suatu cara yang paling efektif, pembenaran sebagai kekuatan untuk

berperannya suatu perundang-undangan dengan mengkaji ulang dan

mengamati substansial undang-undang, secara keilmuan tidak

                                                            29 William N Dunn, Pengantar Analisa Kebijakan Publik, Gajah Mada University Press, 2000.

Page 82: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

82  

bertentangan dengan rasa keadilan dan ketertiban umum serta susila,

maka suatu peraturan itu dapat dibenarkan.

Demikian juga dukungan yang diberikan kepada suatu peraturan

untuk menjamin berlakunya suatu peraturan dapat diterima oleh

masyarakat, sementara itu bantahan akan diungkapkan melalui

pengamatan dan penelitian terhadap kinerja perundang-undangan

serta permasalahan yang timbul di masyarakat setelah suatu

perundangan tersebut diberlakukan.

4.5. Sinkronisasi Peraturan Perundang-undangan tentang Pajak Daerah di Kota Tangerang Selatan.

Dalam sistem perpajakan dikenal ada tiga unsur pokok, yaitu:30

1. Kebijaksanaan Perpajakan (Tax Policy)

2. Undang-Undang Perpajakan (Tax Laws)

3. Administrasi Perpajakan (Tax Administration).

Ketiga unsur tersebut saling kait mengkait dan terjadi menurut proses sesuai

dengan urutan, sebagai sebuah kebijaksanaan pemerintah. Sebagai kebijaksanaan

pemerintah maka sistem perpajakan merupakan sesuatu yang dipilih oleh

pemerintah untuk dilakukan, yang ditetapkan secara jelas dalam peraturan

perundang-undangan dan bagaimana tindakan-tindakan tersebut akan dilakukan.

Kebijaksanaan perpajakan merupakan sesuatu yang akan dituju, sedangkan

undang-undang perpajakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan tersebut dan

administrasi perpajakan merupakan sarana mengimplementasikan kebijak-sanaan

perpajakan dalam bentuk undang-undang.

Kebijaksanaan perpajakan merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang

hendak dituju dalam sistem perpajakan. Alternatif-alternatif tersebut meliputi :

1. Pajak yang akan dipungut

2. Siapa yang akan dijadikan Subyek Pajak.                                                             30 Ilyas dan Burton, Hukum Pajak, Salembat Empat\, Jakarta, 2010, Hal. 30

Page 83: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

83  

3. Apa saja yang merupakan Obyek Pajak

4. Berapa besarnya tarif pajak

5. Bagaimana prosedurnya

Kebijaksanaan perpajakan tersebut selanjutnya akan ditetapkan dalam

bentuk undang-undang, yang akan dikelompokkan dalam hukum (UU) pajak

Materiil yang mengatur tentang norma-norma yang menerangkan keadaan,

perbuatan dan peristiwa-peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak, yang

meliputi : siapa yang menjadi Subyek Pajak, apa yang menjadi obyek pajak dan

berapa besar tarif pajaknya. Dengan kata lain hukum pajak materiil memuat

segala sesuatu tentang timbulnya, besar dan hapusnya hutang pajak dan hubungan

hukum antara pemerintah dan Wajib Pajak.

Kelompok kedua dikenal dengan hukum (UU) pajak formil, yang mengatur

tentang tata cara menjelmakan hukum materiil menjadi kenyataan. Hukum pajak

formil memuat tentang tata cara penyelenggaraan penetapan suatu hutang pajak,

pengawasan pemerintah terhadap penyelenggaraannya, kewajiban para Wajib

Pajak, kewajiban pihak ketiga dan prosedurnya. Prosedur pelaksanaan, meliputi

administrasi pajak atau instansi pajak, tata cara pemungutan yang berkaitan

dengan hak-hak dan kewajiban Wajib Pajak serta birokrat (aparatur) pajak.

Maksud dari hukum pajak formil disini adalah untuk melindungi, baik aparat

pajak maupun Wajib Pajak.

Secara hierarki penerbitan Peraturan Daerah tentang Pajak dan Retribusi

Daerah di Kota Tangerang Selatan adalah sebagai aplikasi dari diterbitkannya

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah.

Sebelum menguraikan dan mengungkapkan serta menganalisis data yang

diperoleh melalui penelitian, terlebih dahulu diketengahkan hubungan antara

konsep teori dan analisis penelitian mengenai permasalahan diatas sebagaimana

tampak pada Tabel 3 berikut ini :

Page 84: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

84  

Tabel 3 Hubungan Teori dan Analisis Penelitian

Untuk Permasalahan Nomor 1

Rumus Permasalahan

Data Penelitian Persoalan Potensial

Teori yang Digunakan

Bagaimana sinkronisasi Peraturan di Bidang Pajak Daerah dengan Peraturan Daerah mengenai Pajak Daerah

Mengamati sinkronisasi peraturan perundang-undangan tentang Pajak Daerah terhadap Perda.

Konsistensi peraturan Pajak dalam pelaksanaannya belum mencerminkan tentang keinginan masyarakat, sedang keputusan yang diambil masih sepihak (Pemerintah) untuk memenuhi target PAD.

Teori Hukum Modern oleh Marc Galanter.

Sumber: Data penelitian diolah.

Dari Tabel 3 dapat dijelaskan permasalahan tentang seberapa jauh

sinkronisasi peraturan di bidang perpajakan. Bila dianalisis dengan menggunakan

teori hukum modern tentang ciri-ciri hukum modern oleh Marc Galenter salah

satunya menyebutkan : “Hukum modern terdiri dari peraturan-peraturan yang

uniform dan konsisten di dalam penerapannya lebih bersifat teritorial daripada

personal artinya tidak membedakan agama, suku, kasta dan jenis kelamin.”, maka

dapat diketahui bahwa terdapat persoalan potensial mengenai konsistensi

peraturan pajak daerah dalam pelaksanaannya belum membuktikan dan

mencerminkan tentang keinginan masyarakat, sedangkan keputusan yang diambil

masih sepihak (pemerintah) untuk memenuhi target Pendapat Asli Daerah.

Terkait dengan sinkronisasi Peraturan Perundang-undangan Pajak Daerah

dan Retribusi Daerah serta konsistensi Peraturan Daerah berdasarkan Tabel 3

dapat diamati melalui hubungan vertikal yang diartikan kebersesuaian peraturan

daerah dengan peraturan diatasnya.

Jika diamati lebih lanjut dapat diungkapkan secara hierarki tentang

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah, sebagai pedoman bagi peraturan-peraturan dibawahnya yang pada

prinsipnya kebersesuaian merupakan faktor utama untuk menjamin agar

Page 85: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

85  

peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan di bawahnya tidak bertentangan

dengan pokok-pokok pikiran yang ada pada undang-undang ini.

Selanjutnya untuk melaksanakan perundang-undangan pada setiap daerah

dibentuk Peraturan Daerah yang berkenaan dengan ketentuan di atas, sebagai

aplikasi dan pedoman serta pegangan bagi setiap daerah untuk melaksanakan

kebijakan dan operasional administratif, tak terkecuali Pemerintah Kota

Tangerang Selatan.

Apabila dilihat isi dari Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah yang

dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Kota Tangerang Selatan, terlihat bahwa

Pemerintah Kota Tangerang Selatan berupaya melakukan pemungutan

menggunakan prinsip-prinsip teori yang antara lain terdapatnya teori asuransi,

teori kepentingan, teori daya pikul, teori bakti, teori daya beli, teori pemungutan

berdasarkan hukum, teori pemungutan pajak secara sederhana dan tidak

mengganggu perekonomian.

Dari prinsip-prinsip teori pemungutan pajak, penulis menganalisis bahwa

teori yang paling mendukung dalam penelitian ini terkait dengan Perda No.7

Tahun 2010 tentang Pajak Daerah di Kota Tangerang Selatan adalah teori daya

pikul.

Teori daya pikul adalah beban pajak untuk semua orang harus sama

beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing

orang. Jadi wajib pajak membayar pajak sesuai dengan daya pikulnya yakni

seorang wajib pajak tidak akan dikenakan pajak penghasilan atas seluruh

penghasilan kotornya. Suatu jumlah yang dibutuhkan untuk mempertahankan

hidupnya haruslah dikeluarkan terlebih dahulu sebelum dikenakan tarif pajak.

Jumlah yang dikeluarkan tersebut disebut Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Dengan demikian pajak setiap orang berbeda bahkan ada yang bebas pajak

jika wajib pajak tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Penjelasan

tersebut termasuk unsur subyektif. Jika dilihat dari unsur obyektif, besar kecilnya

pajak diukur dari obyek, seperti, pajak BPHTB, PBB, dan lain-lain.

Page 86: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

86  

Teori daya pikul ini tercermin dalam Pasal 17 ayat (3) Perda No. 7 Tahun

2010 tentang Pajak Daerah di Kota Tangerang Selatan yang berbunyi

“Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah

pelayanan yang disediakan oleh restoran yang nilai penjualannya tidak melebihi

Rp 15.000.000 per bulan (tidak kena pajak).” Adapun yang dimaksud ayat (2)

adalah pelayanan yang disediakan restoran yang kena pajak.

Konsistensi Peraturan Pajak Daerah terlihat dari konsistensinya peraturan-

yang dikeluarkan dan diberlakukan oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan

dengan prinsip kebersesuaian peraturan seperti yang diuraikan dalam sub 4.3.2

bab IV.

4.6 Peranan Pajak Daerah Dalam Menunjang Otonomi Daerah

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah merupakan legalitas desentralisasi

ekonomi dan politik. Dengan mengedepankan pembangunan sektoral diharapkan

menguatkan desentralisasi atau otonomi daerah yang dapat mengurangi berbagai

ketimpangan regional melalui pemberdayaan daerah khususnya Kabupaten/Kota.

Konsekuensi bagi pemerintah daerah Kota Tangerang Selatan adalah

kewenangan sekaligus pertanggungjawaban terlaksananya pembangunan di

daerah yang harus menimbulkan manfaat bagi masyarakat setempat. Dari sisi

pembiayaan, pemerintah daerah harus cermat dalam menentukan urusan-urusan

prioritas, disamping tetap melakukan fungsi pelayanan pokok masyarakat seperti

pendidikan, kesehatan, lingkungan, transportasi, dll. Disamping itu pemerintah

daerah juga harus melakukan penentuan pilihan yang paling optimal dalam

melaksanakan urusan otonominya yaitu apakah akan dilaksanakan oleh sektor

publik (pemda sendiri), atau diserahkan kepada swasta, atau dilakukan kemitraan

antara pemerintah daerah dan swasta. Pentingnya kehadiran swasta

mengindikasikan kebutuhan akan investasi pada kegiatan potensial. Strategi

pembangunan harus dikembangkan sedemikian rupa bertumpu pada pemanfaatan

dan pengembangan potensi daerah. Hal ini penting karena akan berpengaruh

Page 87: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

87  

terhadap kapasitas penerimaan pemerintah daerah yang bersumber dari kekuatan

internal

Suatu pembangunan akan berkelanjutan jika terjamin kontinuitas

pembiayaan dan penerimaan daerah. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

dan pendapatan masyarakat merupakan sasaran penting dari kegiatan

pengembangan potensi ekonomi daerah dalam rangka mengimplementasikan

otonomi daerah. Gambar 4.5 memperlihatkan mekanisme pembangunan yang

disesuaikan pada kondisi sosial, ekonomi dan fisik.

″Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008 mengatakan Pemerintah Kota Tangerang Selatan merupakan daerah otonomi baru. Dan kita bicara UU Nomor 32 Tahun 2004 bahwa untuk melaksanakan pembangunan perlu pembiayaan. Pembiayaan berasal dari 3 (tiga) item, yaitu : pertama ;Pendapatan Asli Daerah, kedua;Dana Perimbangan dan ketiga ; Pendapatan lain-lain yang sah” Responden : ( Kepala Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kota Tangerang Selatan)″

Gambar 4.5. Potensi Daerah,Penggalian PAD dan Peningkatan Pembangunan

Daerah

Visi dan Misi Daerah

Informasi Peluang Pengembangan Daerah

Kondisi Sosial, Ekonomi dan Infrastruktur Daerah

Pengembangan Kapasitas dan Potensi Kegiatan Ekonomi Unggulan

Pembiayaan/Investasi - Pemerintah

- Swasta

PAD / Penerimaan Daerah

Kinerja Pembangunan Meningkat

Pendapatan Masyarakat Meningkat

Page 88: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

88  

Rencana Pembangunan Daerah sesuai otonominya memerlukan kebutuhan

penganggaran secara agregat baik dalam bentuk anggaran rutin (recurrent

expenditures) maupun anggaran pembangunan (capital expenditures). Sumber

Penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah pasal 157 adalah:

• Pendapatan Asli Daerah (PAD).

• Dana Perimbangan.

• Pinjaman Daerah.

• Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah.

Dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) bahwa Pajak Daerah merupakan

komponen yang penting dalam rangka menunjang otonomi daerah sesuai dengan

fungsi Pajak Daerah sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 1 Peraturan

Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001, tentang Pajak Daerah, dengan demikian Pajak

Daerah perlu ditingkatkan penerimaannya sehingga kemandirian Daerah dalam

hal pembiayaan penyelenggaraan di daerah dapat terwujud.

Arah kebijakan anggaran Pemerintah Kota Tangerang Selatan untuk

Tahun Anggaran 2010, meliputi arah kebijakan yang berkenaan dengan Anggaran

Pendapatan, Anggaran Belanja dan Anggaran Pembiayaan sebagaimana terdapat

dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Tangerang Selatan Tahun

Anggaran 2010. Anggaran Pendapatan adalah semua rencana penerimaan kas

daerah dalam periode Tahun Anggaran 2010, yang menjadi hak daerah.

Pendapatan dirinci menurut kelompok Pendapatan, yang meliputi:

1. Pendapatan Asli Daerah;

2. Dana Perimbangan; dan

3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah.

Belanja Daerah terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung,

belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara

langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan sedangkan belanja langsung

Page 89: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

89  

merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan

program dan kegiatan.

Sebagai daerah yang baru terbentuk, Kota Tangerang belum memiliki

dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah sehingga

RKPD Tahun 2010 masih mengacu kepada rancangan RPJM Kabupaten

Tangerang Tahun 2008 - 2013.

Masalah dan tantangan utama yang dihadapi Kota Tangerang Selatan pada

tahun 2010, ditetapkan prioritas pembangunan yang menjadi dasar penentuan

fokus dan kegiatan prioritas untuk mencapai sasaran yang ditentukan.

Pemanfaatan Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) dalam rangka pelaksanaan

pembangunan Kota Tangerang Selatan Tahun 2010 yang dituangkan dalam skala

prioritas adalah sebagai berikut :

1. Optimalisasi penyelenggaraan pemerintahan daerah yang efektif dan

efisien.

a. Penyusunan regulasi penyelenggaraan pemerintahan daerah

b. Penyediaan sarana dan prasarana pemerintah daerah

c. Pengelolaan data sebagai dasar perencanaan pembangunan

d. Peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia

2. Penyelenggaraan pemilihan kepala daerah

Fokus dari prioritas tersebut adalah pelaksanaan pemilihan kepala

daerah melalui fasilitas pelaksanaannya dan pendataan kependudukan.

3. Peningkatan kualitas infrastruktur dasar

a. Peningkatan pelayanan prasarana perkotaan

b. Peningkatan sarana perkotaan

c. Penataan utilitas perkotaan

Page 90: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

90  

d. Peningkatan kualitas prasarana dan sarana transportasi

e. Pengembangan pengelolaan dan konservasi Sumber Daya Air

f. Pengelolaan lingkungan hidup

g. Penataan ruang

h. Penataan permukiman perkotaan

i. Pengendalian banjir

4. Peningkatan kualitas pelayanan pendidikan

a. Peningkatan kualitas sarana pendidikan

b. Pemantapan penuntasan wajib belajar pendidikan dasar sembilan

tahun

c. Peningkatan mutu dan relevansi pendidikan menengah

d. Peningkatan kompetensi pendidik

5. Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan

a. Peningkatan kualitas sarana kesehatan

b. Penurunan kematian ibu dan anak, kekurangan gizi dan

pemberantasan penyakit menular

c. Peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan dasar

d. Peningkatan pemanfaatan obat

e. Pemantapan revitalisasi program KB

6. Peningkatan Akses Masyarakat Miskin Kepada Pelayanan Dasar

Fokus dari prioritas tersebut adalah peningkatan akses masyarakat

miskin kepada pelayanan dasar pendidikan dan kesehatan.

7. Pengembangan Program Pembangunan Berbasis Masyarakat

Fokus dari prioritas tersebut adalah peningkatan keberdayaan

masyarakat melalui penanggulangan kemiskinan perkotaan (PNPM)

dan penyelenggaraan padat karya produktif.

Page 91: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

91  

8. Penanggulangan Pengangguran

Fokus dari prioritas tersebut adalah penurunan angka pengangguran

perkotaan melalui pelatihan dan pemagangan tenaga kerja usia muda

terdidik dan pengembangan informasi pasar kerja.

9. Pengembangan Industri, Jasa dan Perdagangan

Fokus dari prioritas tersebut adalah pemberdayaan usaha mikro dan

kecil melalui peningkatan akses terhadap permodalan.

10. Pengembangan Pertanian dan Perikanan

Fokus dan prioritas tersebut adalah pengembangan pertanian dan

perikanan perkotaan.

11. Penanganan Bencana Situ Gintung

a. Penempatan kembali (resettlement) para pengungsi

b. Penetapan kebijakan terkait perencanaan tata ruang kawasan situ

c. Penyelenggaraan pelayanan pendidikan pasca Situ Gintung

d. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan pasca Situ Gintung

e. Perbaikan infrastruktur jalan pasca Situ Gintung

Pada era otonomi daerah sekarang ini, maka setiap daerah dipacu untuk

bisa membiayai keperluan dan urusan rumah tangga daerahnya, hal ini sebagai

konsekwensi dari adanya pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada

Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan urusan rumah tangga daerahnya.

Dengan demikian mengharuskan setiap daerah bisa mengoptimalkan pelaksanaan

pembangunan di daerahnya dalam rangka otonomi daerah.

Otonomi daerah lahir sebagai sebuah gagasan yang menarik sebagai

bentuk koreksi atas corak pemerintahan dan hubungan antara pusat‐daerah yang

sentralistik, eksploitatif serta jauh dari nilai‐nilai demokrasi yang saat ini menjadi

mainstream sistem politik yang berlaku di dunia.

Page 92: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

92  

Tabel 4 Realisasi Alokasi Anggaran dalam APBD 2010 dan 2011

di Kota Tangerang Selatan   No ALOKASI ANGGARAN

KE SKPD Tahun 2010 2011

1 Dinas pendidikan 243,337,242,687.00 343,612,783,103.002 Dinas kesehatan 89,311,762,970.55 104,250,513,655.003 RSUD 0.0 7,505,579,482.754 PU 77,248,106,092.72 151,718,839,037.005 Pemadam Kebakaran 3,171,848,724.70 10,218,092,961.886 Dinas Tata Kota 24,200,616,966.88 62,229,956,692.137 Bapeda 11,023,725,833.00 16,526,163,447.008 Dinas Perhubungan 8,937,832,411.00 18,521,769,773.009 Badan Lingkungan Hidup 5,983,711,008.00 13.018,764,686.63

10 DKPP 24,359,846,984.33 50,203,195,384.0011 Disdukcapil 9,403,489,408.43 10,299,338,205.6312 Dinas Sosial, Tenaga Kerja &

Transmigrasi 4,939,341,515.23 8,182,913,949.00

13 Dinas Koperasi & UMKN 6,365,628,815.80 8,243,122,274.3814 Kantor Kebudayaan &

pariwisata 298,330,750.00 4,561,581,067.48

15 Dinas Pemuda & Olah raga 8,432,123,850.75 11,631,272,571.1316 Kesbangpol 5,487,501,635.58 8,819,380,146.2517 Satpol PP 7,261,501,323.53 9,875,451,337.6618 DPRD 8,199,670,846.00 11,243,702,528.0019 Walikota & wakil Walikota 585,133,833.68 784,395,074.8520 Sekda 40,715,390,296.55 75,013,443,121.5121 Sekwan 29,646,708,850.83 48,485,384,377.4722 Inspektorat 6,653,727,872.00 10,031,452,941.4723 DPPKAD 120,541,765,620.60 152,562,164,459.0024 BP2T 11,021,219,160.12 12,930,025,708.0025 BKD 32,309,665,116.50 30,023,625,495.3826 BPMPKB 5,346,373,180.00 9,966,808,544.8127 KANTOR ARSIP 1,320,691.751.93 4,458,137,778.6328 DINAS PERTANIAN 6,286,538,590.68 12,189,769,678.0029 DISPERINDAG 5,863,218,680.90 8,359,820,706.7730 PERPUSTAKAAN 0 3,700,000,000.00Sumber : Ringkasan APBD Tahun Anggaran 2010 dan 2011 

Page 93: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

93  

Dikaitkan dengan otonomi daerah, penyelenggaraan pemerintahan daerah

dan pelaksanaan pembangunan daerah harus mengutamakan usaha-usaha untuk

meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), sehingga untuk membiayai urusan

rumah tangganya diperlukan sumber-sumber pendapatan daerah terutama pajak

daerah, dan dalam kondisi yang demikian tersebut membawa paradigma yang

baru dalam pembangunan ekonomi daerah dengan timbulnya orientasi

pembangunan daerah untuk pendapatan asli daerah.

Dengan diberlakukannya otonomi daerah Kabupaten/Kota oleh pusat

memberikan kesempatan yang besar bagi pemerintah daerah untuk memperbesar

peranan dan kemampuannya dalam pelaksanaan pembangunan daerah yaitu

dengan pengembangan potensi ekonomi melalui penggunaan sumber daya dan

sektor-sektor strategis yang dimilikinya, sehingga penerapan pola pembangunan

ekonomi daerah sebagai dasar kewenangan daerah dalam mengelola sumber daya

yang ada harus menjadi landasan utama bagi daerah dalam bertindak.

Pelaksanaan pemungutan pajak daerah di dalam menunjang pembangunan

daerah di Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten yang mempunyai fungsi pajak

sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam

bidang sosial dan bidang ekonomi dan disamping itu mempunyai fungsi budgeter

yang letaknya di sektor publik dan disini pajak dan retribusi merupakan alat (suatu

sumber) untuk memasukan ke kas negara yang digunakan untuk membiayai

pengeluaran negara baik pengeluaran rutin maupun pembangunan. Jadi dengan

demikian pajak daerah sebagai pendapatan asli daerah yang dialokasikan daerah

untuk membiayai pembangunan, sehingga dengan demikian pemerintah daerah

harus mempunyai hak atas penerimaan pajak daerah.

Jadi dengan demikian peranan pajak daerah terhadap pembangunan daerah

sangat penting antara lain digunakan : untuk membangun sarana dan prasarana

untuk kepentingan masyarakat. Contohnya : pembangunan jalan, pembangunan

rumah sakit, puskesmas, dll yang di sesuaikan dengan Rencana Jangka Pendek,

Menengah dan Panjang sesuai dengan visi dan misi daerah masing-masing.

Page 94: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

94  

Sebelum menguraikan dan mengungkapkan serta menganalisis data yang

diperoleh melalaui penelitian, terlebih dahulu diketengahkan hubungan antara

konsep teori dan analisis penelitian untuk permasalahan nomor 2 sebagaimana

tempak pada tabel berikut ini.

Tabel 5

Hubungan Teori dan Analisis Penelitian Untuk Permasalahan Nomor 2

Rumusan Permasalahan

Data Penelitian Persoalan Potensial

Teori yang digunakan

Bagaimana Peranan Pajak Daerah dalam Menunjang Otonomi Daerah

- Data Pendapatan Asli Daerah terhadap APBD

- Data hasil Penerimaan Pajak Daerah.

Peningkatan Pajak Daerah secara signifikan mengalami kenaikan dari tahun ke tahun.

Teori Fungsi Pajak (Wirayan,2010,hal 12) Teori Evsey Domar & Roy Harrod ( Arief Budiman 1995, hal 18-19). Konsederan UU No.28 Thn 2009

Dari Tabel 5 dapat dijelaskan bagaimana peranan pajak daerah dan

retribusi daerah terhadap pelaksanaan pembangunan daerah di Kota Tangerang

Selatan. Bila dianalisis dengan menggunakan teori fungsi pajak oleh Miyasto,

tentang fungsi budgeter adalah sebagai salah satu sumber penerimaan negara

untuk membiaya pembangunan, teori Evsey Domar dan Roy Harrod yang

menyatakan bahwa masalah pembangunan pada dasarnya merupakan masalah

penambahan investasi modal, dan bunyi konsederan UU No.28 Tahun 2009,

tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang menyatakan bahwa Pajak Daerah

merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai

penyelenggaraan daerah dan pembangunan daerah untuk memantapkan Otonomi

Daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab, maka dapat disimpulkan bahwa

betapa berperannya Pajak Daerah terhadap pelaksanaan pembangunan daerah

khususnya di Daerah Kota Tangerang Selatan.

Page 95: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

95  

4.7 Faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pemungutan Pajak Daerah

Kendala-kendala yang selalu timbul dalam suatu sistem perpajakan adalah

bagaimana menciptakan sistem yang dapat menghasilkan suatu pengertian yang

baik antara masyarakat sebagai pembayar pajak dan pemerintah selaku pembuat

peraturan dan undang-undang perpajakan. Pemerintah selaku fiskus pajak

merencanakan dan menggodok undangundang perpajakan atas dasar dan prinsip

perpajakan yang seadil-adilnya, yang memliki nilai dan manfaat bagi masyarakat

maupun bagi negara itu sendiri. Dalam melaksanakan tugasnya selaku perancang

dan pembuat undang-undang perpajakan, pemerintah harus membuat peraturan itu

sedemikian rupa sehingga mudah dimengerti. Jika produk peraturan yang dibuat

sulit dimengerti oleh masyarakat, otomatis akan timbul suatu bentuk perlawanan

pajak, yang cara, bentuk dan dalihnya bisa bermacam-macam.

Secara umum masalah dan kendala dalam rangka pemungutan pajak

daerah antara lain :

1. Kurang tersedianya aparat pemungut yang terlatih

2. Belum optimalnya pemungutan yang sesuai dengan potensi

sebagaimana telah direncanakan

3. Kurangnya sosialisasi peraturan daerah yang mengatur tentang pajak

dan retribusi kepada wajib pajak / retribusi

4. Koordinasi yang belum optimal diantara masing-masing SKPD dan

antara SKPD dengan pihak eksternal Pemerintah Kota Tangerang

Selatan.

Selain beberapa alasan tersebut, responden memberikan alasan hambatan

dan kendala terkait dengan pemungutan pajak di Kota Tangerang Selatan. Berikut

kutipan dari responden perihal tersebut ;

″Pasti ada, karena kita daerah baru, kendala terkait Sumber Daya Manusiannya maupun sistem dan mekanismenya selama ini kita

Page 96: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

96  

tingkatkan perbaikan-perbaikan dan bagaimana kita mempertahankan yang sudah baik untuk lebih baik lagi dan kita memperbaiki yang kemaren belum sempurna″ (responden : Walikota Tangerang Selatan)

Sedangkan pihak pemilik/pengelola restoran yang menjadi responden

mengemukakan hambatan yang terkait dengan pemungutan pajak. Berikut

kutipannya:

“Kita mendukung upaya peningkatan pajak restoran yang memungkinkan pajak dibayar konsumen masuk ke kas daerah, tetapi perlu dilakukan sosialisasi untuk mengingatkan kami akan kewajibatan memberikan laporan pajak.” (responden: Budi Darmawan, Pemilik Restoran Sari Kuring)

’’Jumlah pajak haruslah sesuai keadaan sebenarnya, yang sebelumnya telah ditelaah tim pendataan pajak ke restoran untuk mengetahui jumlah omzet per harinya. Nah, dari jumlah tersebut diambil 10 persen pendapatannya sebagai pajak.” (responden: Valentina Yosephine, PT Nuansa Timur Lestari / Kopi Tiam)

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan

implementasi Perda Pajak Daerah ke dalam kategori Strengths, Weaknesses,

Opportunities, dan Threaths sebagai dasar untuk menentukan tujuan, sasaran dan

strategi mencapainya. Analisis ini dilakukan dengan mengidentifikasi faktor-

faktor yang merupakan kekuatan dan kelemahan serta faktor-faktor yang

merupakan peluang dan ancaman, dan selanjutnya dilakukan pencocokan dengan

menggunakan Matriks SWOT.31

Langkah-langkah dalam membuat matriks SWOT adalah sebagai berikut:

Membuat daftar peluang eksternal Membuat daftar ancaman eksternal Membuat

daftar kekuatan internal Membuat daftar kelemahan internal Mencocokkan

kekuatan internal dan peluang eksternal dan mencatat hasil dalam strategi SO

Mencocokkan kelemahan internal dan peluang eksternal dan mencatat hasilnya

dalam strategi WO. Mencocokkan kekuatan internal dan ancaman eksternal dan

mencatat hasilnya dalam strategi ST Mencocokkan kelemahan internal dan

ancaman eksternal dan mencatat hasilnya dalam strategi WT.

                                                            31 JPG, Sianipar dan M. Endang, “Teknik-teknik Analisis Manajemen”, LAN. 2003

Page 97: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

97  

Teknik analisis yang digunakan adalah analisis matrik SWOT. Matriks

SWOT adalah alat yang dipakai untuk menggambarkan secara jelas bagaimana

peluang dan ancaman yang dihadapi organisasi dapat disesuaikan dengan

kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Secara ringkas Matriks SWOT dapat

digambarkan sebagai berikut:

Tabel 6 Matriks SWOT

Faktor Internal Faktor Eskternal

Strength (S) Weaknesses (W

Opportunities (O) STRATEGI (SO) Gunakan kekuatan untuk memanfatkan peluang.

STRATEGI (WO) Meminimalkan kelemahan untuk memanfatkan peluang.

Threaths (T) STRATEGI (ST) Gunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman.

STRATEGI (WT) Meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman.

Sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatnya pendapatan dari pajak

daerah. Untuk mencapai sasaran dimaksud, perlu dipertimbangkan 2 (dua) faktor,

yaitu faktor pendorong dan faktor penghambat, yang berasal dari dalam

lingkungan kerja sendiri (internal) maupun dari luar (eksternal). Faktor pendorong

internal disebut sebagai kekuatan (strength) sedangkan yang dari luar disebut

peluang (opportunity). Faktor penghambat pun ada dua, yang berasal dari dalam

disebut kelemahan (weaknesses) dan yang berasal dari luar disebut ancaman

(tkreath). Adapun

1) Identifikasi faktor pendorong Kekuatan

(Strengths)

• Adanya Perda tentang Pajak Daerah

• Tingginya motivasi pegawai

• Tersedianya dana operasional

Peluang (Opportunites)

• Dukungan dari Dinas terkait

• Adanya kerjasama dengan wajib pajak

• Potensi wajib pajak cukup tinggi

Page 98: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

98  

2) Identifikasi Faktor Penghambat

Kelemahan (Weaknesses)

• Kurang jumlah petugas pelayanan pajak

• Kurangnya sarana transportasi

Ancaman (Threats)

• Jangkauan daerah yang luas.

• Kesadaran wajib pajak masih rendah

• Wajib pajak kurang pengetahuan tentang Perda pajak Daerah

3) Analisa Faktor Pendorong

a) Adanya Perda tentang Pajak Daerah

Adanya kepastian hukum yang mengikat untuk menegakan / menetapkan

besarnya pajak daerah sesuai dengan yang telah ditentukan;

b) Tingginya motivasi pegawai

Dapat meningkatkan kinerja yang optimal dalam upaya pencapaian

sasaran.

c) Tersedianya dana operasional

Menunjang dalam pelaksanaan tugas untuk operasional kegiatan.

d) Dukungan dari Dinas terkait

Dukungan dari Instansi terkait akan memudahkan potensi data dapat

segera diperoleh yang merupakan dasar dari ketepatan pajak.

e) Adanya kerjasama dengan wajib pajak

Adanya kerjasama dengan wajib pajak akan memperlancar pembayaran

pajak daerah tepat waktu dan mendorong wajib pajak berpartisipasi dalam

meningkatkan PAD.

f) Potensi wajib pajak cukup tinggi

Adanya beberapa sumber potensi pajak yang masih/belum tergali dan

perluasan dunia usaha khususnya sektor perdagangan, hotel dan

restoran.

4) Analisis Faktor Penghambat

a) Kurangnya pengawasan

Adanya peluang untuk penyimpangan yang dilakukan oleh aparat;

Page 99: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

99  

b) Kurang jumlah petugas pelayanan pajak

Kurangnya jumlah petugas pelayanan pajak akan menghambat

penagihan terhadap wajib pajak.

c) Kurangnya sarana transportasi

Kurangnya sarana transportasi akan menghambat kelancaran pelaksanaan

tugas.

d) Tingkat kesadaran masyarakat masih rendah

Kurangnya kesadaran masyarakat akan menghambat kepada penerimaan

dari pajak daerah.

e) Wajib pajak kurang pengetahuan tentang pajak

Kurangnya pengetahuan tentang peraturan-peraturan yang berkaitan

dengan pajak akan menghambat kepada tingkat akurasi data yang dikelola

oleh petugas pajak.

Dari Identifikasi Masalah dan Potensi, dimana untuk faktor pendorong

dipilih 3 (tiga) kekuatan kunci sebagai berikut:

D1. Adanya perda tentang pajak daerah.

D2. Adanya kerjasama dengan wajib pajak.

D3. Tersedianya dana operasional.

Sedangkan untuk faktor penghambat dipilih dua (dua) kekuatan kunci yaitu

sebagai berikut:

H1. Kurangnya sarana transportasi.

H2. Kurangnya jumlah petugas pelayanan pajak.

H3. Wajib pajak kurang pengetahuan tentang pajak daerah.

Berikut ini akan ditetapkan strategi yang mendorong atau memacu kekuatan

pendorong dan mengurangi sedini mungkin faktor-faktor penghambat atau

kekuatan penghambat. Kunci dan strategi atau ide-ide kekuatan yang akan

dilaksanakan tertuang dalam tabel berikut ini.

Page 100: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

100  

Tabel 7 Ide-ide Strategi

No. Kode. Kekuatan Kunci Strategi 1. D1 Adanya perda tentang pajak

daerah Manfaatkan perda tersebut sebagai panduan

2. D2 Adanya kerjasama dengan wajib pajak

Optimalkan kerjasama dengan wajib pajak

3. D3 Tersedianya dana operasional Gunakan seefisien dan seefektif mungkin

4. H1 Kurangnya Sarana Transportasi

Tingkatkan pengadaan sarana transportasi

5. H2 Kurangnya jumlah petugas pelayanan pajak

Adanya penambahan petugas pelayanan pajak

6. H3 Wajib pajak kurang pengetahuan tentang pajak daerah

Adanya penyuluhan tentang pajak daerah

Dari hasil analisa yang telah dilakukan beberapa rekomendasi dapat

disampaikan sebagai berikut:

1. Kerjasama dengan beberapa perbankan setempat untuk mendekatkan lokasi

pembayaran dan memudahkan masyarakat dalam membayar pajak.

2. Melakukan sosialisasi Perda Pajak secara intensif, terjadwal dan kontinyu

kepada masyarakat.

3. Mengoptimalkan unit-unit pelayanan pajak yang ada di setiap Kecamatan.

4. Diupayakan untuk memenuhi sarana transportasi bagi petugas income pajak

di kecamatan

Mengamati secara umum tentang pemungutan pajak daerah dan retribusi

daerah dapat diprediksikan dan diungkapkan melalui pemikiran secara universal32

Tentang tarif pemungutan pajak daerah berdasarkan Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2009, tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dengan tarif

sebagai berikut :

                                                            32 UU No.28 Tahun 2009, tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Page 101: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

101  

f. Pajak Hotel; max 10 %

g. Pajak Restoran; max 10 %

h. Pajak Hiburan; max 75 %

i. Pajak Reklame; max 25 %

j. Pajak Penerangan Jalan; max 10 %

k. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; max 25 %

l. Pajak Parkir; max 30 %

m. Pajak Air Tanah; max 20 %

n. Pajak Sarang Burung Walet; max 10 %

o. Pajak Bumi dan Bangunan (Pds & Pkt); max 0,3 %

p. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan; max 5 %

Tentang tarif pemungutan pajak daerah berdasarkan Peraturn Daerah

nomor 7 tahun 2010, tentang Pajak Daerah sebagai berikut :

a. Pajak Hotel; 10 %

b. Pajak Restoran; 10 %

c. Pajak Hiburan dirinci sebagai berikut;

1. tontonan Filme 15%

2. Pagelaran kesenian 10 % dan Pagelaran Busana 15%

3. Kontes kecantikan, binaraga 15%

4. Pameran 15%

5. Permainan bilyar, pacuan kuda, Kendaraan bermotor 20%

6. Bowling 25%

7. Sirkus 15%

8. Karaoke 30%

9. Diskotik 35%

10. Golf 25%

11. Permainan Ketangkasan 25%

12. Panti Pinjat dengan fasitlitas Mandi Uap 30%

13. Panti Pinjat tanpa fasitlitas Mandi Uap 20%

Page 102: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

102  

c. Pajak Reklame; 25 %

d. Pajak Penerangan Jalan;

1. untuk umum 3%

2. untuk industri 2%

3. tenaga listrik yang dihasilkan sendiri 1%

f. Pajak Parkir; 25 %

g. Pajak Air Tanah; 20 %

h. Pajak Sarang Burung Walet; 10 %

i. Pajak Bumi dan Bangunan

Untuk NJOP sampai dengan 1 milyar 0,1%

Untuk NJOP diatsa 1 milyar 0,2%

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan 5%

3. Tentang tanggung jawab (accountability) pemerintah daerah dalam mengelola

dan memanfaatkan pajak daerah. Pajak daerah dipungut berdasarkan

penetapan Kepala Daerah dengan menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah

(SKPD), atau dokumen lain yang dipersamakan. Untuk melakukan

pembayaran pajak daerah menggunakan Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD),

pembayaran dilakukan pada Kantor Pos atau Bank Persepsi. Jika wajib pajak

tidak membayar akan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak

Daerah (STPD.33

Disisi lain hambatan-hambatan terhadap pemungutan pajak dapat

dikelompokkan menjadi34 :

1. Perlawanan pasif.

Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan

antara lain :

a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat;

b. Sistem perpajakan yang mungkin sulit dipahami masyarakat;

c. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.

                                                            33 Erly Suandi, Hukum Pajak, Salemba Empat, Bandung, Edisi 5, 2011 hal 143. 34 Rimsky K. Judisseno, Pajak dan Strategi Bisnis Suatu Tinjauan tentang Kepastian Hukum dan Penerapan Akuntansi di Indonesia, Edisi Revisi, PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta 2005, hal. 39

Page 103: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

103  

2. Perlawanan aktif.

Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara

langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak.

Bentuknya antara lain :

a. Tax avoidance, usaha meringkan beban pajak dengan tidak

melanggar undang-undang.

b. Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar

undang-undang (menggelapkan pajak).

Sebelum menguraikan dan mengungkapkan serta menganalisis data yang

diperoleh melalui penelitian, terlebih dahulu diketengahkan hubungan antara

konsep teori dan analisis penelitian mengenai permasalahan nomor 3 sebagaimana

tampak pada tabel dibawah ini :

Tabel 8 Hubungan Teori dan Analisis Penelitian

Mengenai Permasalahan Nomor 3

Rumusan Permasalahan

Data Penelitian Persoalan Potensial Teori yang Digunakan

Faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pemungutan pajak daerah

Terdapat beberapa faktor kendala teknis dalam bentuk : kesiapan (kuantitatif/ kualitatif) para fiskus, dokumentasi tentang obyek dan subjek pajak, sarana dan prasarana pendukung, persoalan internal obyek pajak (kesadaran, kesiapan, waktu yang tepat), kondisi geografis dll

Tentang sanksi, penyesuaian tarif dan kinerja aparat birokrasi yang lemah

Teori hukum kodrat Thomas Aquinas. 35

Sumber: Data Penelitian Diolah

Dari tabel di atas dapat dijelaskan permasalahan tentang faktor-faktor yang

menjadi kendala dalam pelaksanaan pemungutan pajak dan retribusi daerah di

Kota Tagerang Selatan Barat. Ditemukan sesuai dengan data penelitian dimana

terdapat beberapa faktor kendala teknis dalam bentuk kesiapan (kuantitatif/

                                                            35 Andrea Ata Ujan, Filsafat Hukum: Membangun Hukum, Membela Keadilan, Yogyakarta: Kanisius, 2009, hal. 51.

Page 104: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

104  

kualitatif) para fiskus, dokumentasi tentang subjek dan obyek pajak,sarana dan

prasarana pendukung, persoalan internal obyek pajak (kesadaran, kesiapan waktu

yang tepat) Bila dianalisis dengan menggunakan teori hukum kodrat (dalam

Andrea Ata Ujan, 2009): diketahui bahwa terdapat persoalan potensial mengenai

sanksi, penyesuaian tarif dan kinerja aparat birokrasi yang lemah.

Berikut petikan wawancara dengan Bpk. Drs. Uus Kusnadi, M.Si, Kepala

Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota

Tangerang Selatan,

″Tangerang Selatan ini merupakan daerah yang baru terutama dari aspek Sumber Daya. Baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Tapi intinya kami dari jajaran aparat pemungut pajak kami memncoba menerapkan reward and punishment yang jelas sehingga produktifitasnya mereka terukur,, dan minimal moralitas dan mentalitas mereka terjaga dengan pengawasan internal yang cukup handal″ (responden : Kepala Dinas DPPKAD )

Sedangkan petikan wawancara dari pelaku usaha yaitu Ibu Catherine,

pemilik PT. Sejahtera Nusa Jaya, Bandar Jakarta sebagai berikut:

“Diperlukan suatu peninjauan kembali atas kebijakan penentuan batas minimum penghasilan restoran yang di kenakan pajak. Pemerintah Tangerang Selatan juga tidak perlu terburu-buru untuk meningkatkan pendapatan asli daerah, karena hal ini semestinya diawali dulu dengan penyelenggaraan program-program pemerintah daerah yang dapat berdampak pada peningkatan kompetensi pengelolaan usaha, setelah itu mendata potensi secara akurat, kemudian menginventarisir dampak yang mungkin muncul atas kebijakan tersebut. Setelah proses tersebut dilakukan, barulah PERDA dapat ditetapkan, agar dapat diterima semua pihak secara lapang hati, bukan karena keterpaksaaan, sebagai akibat dari ketidakberdayaan. (responden : Pemilik Bandar Jakarta)

Selain itu kendala-kendala yang dihadapi Pemerintah daerah khususnya

DPPKAD Kota Tangerang Selatan dalam melakukan pemungutan pajak daerah

yang secara teknis dapat diungkap antara lain:

1. Tentang sanksi, sering terdapat kendala untuk menerapkan sanksi pada

wajib pajak yang sekarang hanya dilakukan dengan menyampaikan

surat teguran / peringatan saja.

Page 105: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

105  

2. penyesuaian tarif, yang kadangkala membingungkan masyarakat

sebagai wajib pajak yang tidak pernah diberitahu sebelumnya tentang

penyesuaian tarif.

3. Tentang pengesahan Peraturan Daerah Kota / Kab, yang semula

dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Daerah Tingkat I, dengan

diberlakukannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 yang telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000,

pengesahannya dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri dengan

pertimbangan Menteri Keuangan yang notabene pemerintah pusat. Hal

ini menimbulkan rentang birokrasi yang semakin panjang dan

pengendalian/pengawasan menjadi semakin lemah. Disamping itu

pemerintah provinsi tidak dapat lagi melakukan pembinaan,

pengawasan serta pengendalian secara intensif terhadap pelaksanaan

Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

kabupaten/kota, karena pada hakekatnya pembinaan telah dilakukan

atau diambil oleh Pemeintah Pusat, sehingga dimungkinkan sangat

lemah pengawasannya, karena terlalu banyak jumlah kota/kota di

Indonesia.

4. Kurangnya kesadaran wajib pajak daerah

5. Kemampuan dan keterampilan pegawai yang belum merata.

6. Pengolahan data yang belum tertata secara baik.

7. Pemahaman pegawai terhadap tata kerja dan prosedur belum merata.

8. Jabatan struktural sebagian belum terisi.

Adapun usaha-usaha dalam rangka mengatasi atau paling tidak

mengurangi hambatan-hambatan sebagaimana tersebut diatas perlu dilakukan

langkah-langkah antisipatif sebagai berikut :

1. Meningkatkan kesadaran wajib pajak dengan memberikan informasi

Page 106: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

106  

yang seluas-luasnya kepada masyarakat melalui berbagai media

antara lain spanduk, dan papan himbauan serta koran lokal.

2. Mengupayakan peningkatan kompetensi SDM aparatur.

3. Melakukan pendataan baik pajak daerah serta membantu pendataan

PBB.

4. Memelihara database pajak daerah..

5. Melakukan monitoring dan pengawasan serta penagihan kepada

wajib pajak baik pajak daerah maupun retribusi daerah serta pajak

PBB.

6. Memantapkan koordinasi dan konsultasi baik sesama unit kerja

perangkat daerah maupun dengan pemerintah provinsi.

7. Mengupayakan pemenuhan sarana mobilitas.

8. Mengupayakan revisi/perubahan terhadap perangkat hukum yang

melandasi berbagai pungutan daerah yang telah ada dan

mengupayakan adanya pungutan daerah yang baru.

Menanggapi kendala diatas apabila dihubungkan dengan usaha Pemerintah

Daerah Kota Tagerang Selatan untuk melakukan sosialisasi dalam rangka

meningkatkan kesadaran wajib pajak tentunya hal tersebut tidak terlepas dari

masalah komunikasi, sehingga perlu menyampaikan peraturan hukum kepada

rakyat atas pertimbangan moralitas. Adalah suatu sikap yang tidak bermoral

apabila rakyat dituntut untuk patuh kepada hukum yang isinya tak diketahui

olehnya. Dengan demikian apa yang telah dikemukakan oleh Drs. Uus Kusnadi,

M.Si, tidak semata-mata hanya dalam rangka untuk memenuhi target yang telah

ditetapkan pemerintah daerah dalam menggali pendapatan daerah namun tentunya

harus dibarangi dengan timbal balik pemerintah daerah dalam rangka memberikan

pelayanan dan kepuasan serta kenyamanan kepada masyarakat pengguna jasa.

Page 107: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

107  

4.8. Realisasi Pendapatan Asli Daerah terhadap APBD

Pendapatan Asli Daerah memiliki kecenderungan yang meningkat dengan menurunnya Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan yang Sah yang meningkat tidak terlalu signifikan, hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 9

Komposisi Pendapatan Asli Daerah terhadap APBD

Kota Tangerang Selatan Tahun 2010 dan 2011

Tahun 2010 Tahun 2011 PAD 10,366,185,000.00 13.87% 307,176,100,000.00 23.51%Dana Perimbangan 458,282,516,311.75 57.61% 649,407,222,809.00 46.51%

Lain-lain Pendapatan yang Sah

226,790,716,257.00 28.52% 347,614,480,065.00 29.98%

APBD 695,439,417,568.75 100.00% 1,304,197,802,874.00 100.00%Sumber Data : DPPKAD Kota Tangerang Selatan, Data diolah  

Kalau diperhatikan hasil yang digambarkan pada Tabel di atas terlihat

bahwa hasil penerimaan Pendapatan Asli Daerah dari tahun 2010 ke 2011

terjadi peningkatan yang sangat signifikan. Ini membuktikan bahwa dengan

adanya Perda Pajak Daerah di Kota Tangerang Selatan, Pendapatan Asli

Daerah yang bersumber dari Pajak merupakan penyumbang terbesar.

Berikut petikan wawancara salah satu responden tentang Pendapatan Asli

Daerah:

″……Trend Pendapatan Asli Daerah dari pajak juga semakin meningkat. Terget kita kemarin khususnya di pajak restoran, target kita 50 milyar ternyata kita lebih daripada 50 milyar.ini sangat baik dan positif . Sehingga perda pajak ini sangat bermanfaat bagi kami Pemerintah Kota Tangerang Selatan. Sebagai bahan acuan bagi kami untuk melaksanakan sesuai dengan ketentuan″.

Page 108: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

108  

4.9 Objek Pajak terhadap Realisasi Pajak Daerah Tahun Anggaran 2010

dan 2011

Pajak Daerah memiliki kontribusi yang paling besar diantara keempat

komponen pendapatan asli daerah. Perkembangan Penerimaan Pajak Daerah

selalu mengalami peningkatan siginikan dari tahun 2010 ke tahun 2011, hal ini

dapat terlihat pada tabel berikut:

Tabel 10 Komposisi Objek Pajak terhadap Realisasi Pajak Daerah

Kota Tangerang Selatan Tahun 2010 dan 2011

No. Objek Pajak Realisasi 2010 Realisasi 2011 Pertumbuhan1. Pajak Hotel 2.236.123.883 2.337.900.555 5%2. Pajak Restoran 36.674.448.481 50.103.065.338 37%3. Pajak Hiburan 3.978.251.737 7.038.435.710 77%4. Pajak Reklame 4.518.158.568 5.664.735.300 25%5. Pajak Penerangan

Jalan 39.408.169.823 49.444.000.000 25%

6. Pajak Parkir 3.168.079.000 4.367.307.274 38%7. Pajak Air Tanah 0 1.696.958.740 100%8. BPHTB 0 210.756.818.979 100%

Sumber Data : DPPKAD Kota Tangerang Selatan, Data diolah

Tabel 10 di atas dapat dianalisis bahwa terlihat peningkatan penerimaan

yang segnifikan dari tahun ke tahun dari target yang telah ditetapkan. Berdasarkan

hasil wawancara peneliti dengan Pejabat DPPKAD Kota Tangerang Selatan

peningkatan tersebut disebabkan Pemerintah Kota Tangerang Selatan telah

mengimplementasikan Perda Pajak Daerah antara lain Pajak Restoran dan Pajak

Hiburan yang pertumbuhannya sangat tinggi.

Page 109: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

109  

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya,

maka sebagai jawaban dari tujuan penelitian dalam tesis ini disimpulkan bahwa

″Implementasi Perda Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah dalam

Menunjang Otonomi Daerah″ Secara umum dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Pertama secara umum Perda tentang Pajak Daerah telah memenuhi kriteria

pembuatan peraturan perundang-undangan sesuai dengan pasal 5 UU No.12

Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan yaitu: azas

kejelasan tujuan; azas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat; azas

kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat; azas kesesuaian antara

jenis, hierarki, dan materi muatan; azas dapat dilaksanakan; azas

kedayagunaan dan kehasilgunaan; azas kejelasan rumusan; dan azas

keterbukaan. Tetapi ada catatan yang perlu diperhatikan, hasil kajian dan

telaah proses pembuatan Perda yang dihimpun dari beberapa responden,

dapat disimpulkan bahwa Perda Pajak Kota Tangerang Selatan masih ada

yang belum memenuhi salah satu asas pembuatan peraturan daerah yaitu

azas keterbukaan. Walaupun demikian secara umum Perda Pajak Daerah

Kota Tangerang Selatan dapat dipergunakan sebagai dasar hukum dalam

menunjang pelaksanaan otonomi daerah di Kota Tangerang Selatan

terutama dalam melakukan pengelolaan sumber-sumber pendapatan sektor

pajak.

2. Kedua Secara umum Pelaksanaan Perda No 7 tahun 2010 tentang Pajak

Daerah Kota Tangerang Selatan, sudah dilaksanakan oleh instansi terkait,

yaitu Dinas Pendapatan Pengelolaan dan Aset Daerah (DPPKAD) yang

mana telah menghasilkan pungutan pajak terhadap Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah pada tahun 2010 sebesar 17%, dan meningkat pada

Page 110: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

110  

tahun 2011 menjadi 24% dari realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah Kota Tangerang Selatan. Namun demikian jika ditelaah lebih dalam

maka perda pajak tersebut belum sepenuhnya efektif dikarenakan kurang

jumlah petugas pelayanan pajak, kurangnya sarana transportasi, jangkauan

daerah yang luas, kesadaran wajib pajak masih rendah, wajib pajak kurang

pengetahuan tentang Perda pajak Daerah. Seharusnya setelah adanya Perda

No. 7 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah, pendapatan dari sektor pajak

daerah masih dapat ditingkatkan secara optimal sesuai dengan potensi pajak

daerah di Tangerang Selatan. Adapun hasil dari pungutan pajak tersebut

untuk menunjang otonomi daerah, dalam rangka membiayai

penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah antara lain

dipergunakan untuk Penyelenggaraan Pemilihan Kepala pemilihan Walikota

dan Wakil Walikota Tangerang Selatan tahun 2010, Peningkatan Kualitas

Infrastruktur Dasar, Peningkatan pelayanan prasarana perkotaan

(membangun Jalan yang rusak, melebarkan jalan alternatif, untuk mengatasi

kemacetan), Pengelolaan lingkungan hidup, Penataan ruang, Penataan

permukiman perkotaan Pengendalian banjir, Peningkatan kualitas sarana

pendidikan (memperbaiki ruang kelas yang rusak, menambah fasilitas

laboratorium di sekolah-sekolah), Peningkatan kualitas sarana kesehatan

(membangun rumah sakit umum daerah di Pamulang, membangun

puskesmas ditingkat kecamatan), peningkatan akses masyarakat miskin

kepada pelayanan dasar pendidikan dan kesehatan.

3. Ketiga kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pemungutan pada

pajak daerah di Kota Tangerang Selatan pertama kurang tersedianya aparat

pemungut yang terlatih, belum optimalnya pemungutan yang sesuai dengan

potensi pajak sebagaimana telah direncanakan, kurangnya sosialisasi

peraturan daerah yang mengatur tentang pajak kepada wajib pajak,

koordinasi yang belum optimal diantara masing-masing SKPD dan antara

SKPD dengan pihak eksternal Pemerintah Kota Tangerang Selatan. Kedua

kurangnya kesadaran wajib pajak daerah, Kemampuan dan keterampilan

Page 111: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

111  

pegawai yang belum merata. Pengolahan data yang belum tertata secara

baik/Pemetaan wilayah (mapping) tentang potensi pajak. Pemahaman

pegawai terhadap tata kerja dan prosedur belum merata. Jabatan struktural

sebagian belum terisi.

5.2 Saran-Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut di atas, ada beberapa saran untuk dijadikan

bahan pertimbangan dalam rangka optimalisasi implementasi Perda Pajak daerah

di Kota Tangerang Selatan, saran-saran yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Dalam pembuatan Perda Nomor 7 Tahun 2010 tentang pajak daerah di

Kota Tangerang Selatan masih kurang terakomodirnya salah satu asas

pembuatan peraturan perundangan–undangan yaitu asas keterbukaan.

Bahwa yang dimaksud dengan “asas keterbukaan” adalah dalam

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan,

penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan

harus bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan

masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk

memberikan masukan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan. Kekuatan hukum yang menjamin keterlibatan rakyat dalam

pembuatan kebijakan publik adalah Undang-Undang No 12 Tahun 2011

pasal 5 huruf g, yaitu asas keterbukaan. Begitu juga pasal 96 Undang-

undang No 12 tahun 2011 menegaskan Masyarakat berhak memberikan

masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan. Adapun Masukan tersebut boleh secara lisan

dan/atau tertulis dapat dilakukan melalui, rapat dengar pendapat umum,

kunjungan kerja, sosialisasi; dan/atau, seminar, lokakarya, dan/atau

diskusi. Sementara itu, pada Undang-Undang No 32 Tahun 2004 pasal

139 disebutkan masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan

atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan Perda.

Dengan kata lain, keterlibatan rakyat untuk bisa terlibat dalam pembuatan

Page 112: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

112  

perundang-undangan dijamin oleh hukum. Tahap Pertama Ketika usulan

sudah masuk dalam program legislasi, rakyat harus mengawal

pembahasan dan memastikan poin-poin penting yang diatur dalam

peraturan sesuai dengan usulan. Proses pembahasan peraturan merupakan

proses politik sehingga seringkali terjadi tarik-ulur, tawar-menawar,

negosiasi, dan lobi dari pelbagai pihak yang berkepentingan terhadap

peraturan yang disusun. Rakyat harus mampu mengidentifikasi,

memetakan, dan menjalin komunikasi yang intensif dengan para

pengambil keputusan supaya usulannya ditetapkan sebagai peraturan.

Tahap Kedua, setelah peraturan disahkan dan dicatat dalam daerah,

rakyat dapat terlibat dalam menyebarluaskan atau mensosialisasikan

peraturan tersebut ke publik, baik melalui seminar, publikasi, maupun

pelatihan.

2. Agar Implementasi Perda Nomor 7 Tahun 2010 Pajak Daerah Kota

Tangerang efektif perlu adanya sosialisasi berkesinambungan yang

dilakukan sehingga masyarakat mengetahui tentang isi perda pajak serta

meningkatan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam menunjang

pemungutan pajak daerah di Kota Tangerang Selatan. Adapun kontribusi

hasil pajak daerah Kota Tangerang Selatan pada umumnya untuk

pembangunan daerah, namun demikian hasil penelitian saya, pemerintah

daerah dalam penganggaran masih ada kekurangan, yang seharusnya

pembiayaan sektor mikro yang berdampak kepada masyarakat belum

banyak tersentuh dengan baik sehingga anggaran tersebut masih pilih

kasih terhadap dinas-dinas yang diangap besar. Seyogyanya dalam

penganggaran harus bertumpu terhadap kinerja atau anggaran berbasis

kinerja. Sedangkan yang dimaksud anggaran berbasis kinerja adalah:

yang pertama menentukan indikator kinerja. Sedangkan Indikator Kinerja

adalah ukuran kuantitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu

sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, indikator

kinerja harus merupakan suatu yang akan dihitung dan diukur serta

Page 113: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

113  

digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja baik

dalam tahapan perencanaan, tahap pelaksanaan maupun tahap setelah

kegiatan selesai dan bermanfaat (berfungsi). Indikator kinerja meliputi:

a. Masukan (Input) adalah sumber daya yang digunakan dalam suatu

proses untuk menghasilkan keluaran yang telah direncanakan dan

ditetapkan sebelumnya. Indikator masukan meliputi dana, sumber

daya manusia, sarana dan prasarana, data dan informasi lainnya yang

diperlukan.

b. Keluaran (Output) adalah sesuatu yang terjadi akibat proses tertentu

dengan menggunakan masukan yang telah ditetapkan. Indikator

keluaran dijadikan landasan untuk menilai kemajuan suatu aktivitas

atau tolok ukur dikaitkan dengan sasaran-sasaran yang telah

ditetapkan dengan baik dan terukur.

c. Hasil (Outcome) adalah suatu keluaran yang dapat langsung

digunakan atau hasil nyata dari suatu keluaran. Indikator hasil adalah

sasaran program yang telah ditetapkan.

d. Manfaat (Benefit) adalah nilai tambah dari suatu hasil yang

manfaatnya akan nampak setelah beberapa waktu kemudian.

Indikator manfaat menunjukkan hal-hal yang diharapkan dicapai bila

keluaran dapat diselesaikan dan berfungsi secara optimal.

e. Dampak (Impact) pengaruh atau akibat yang ditimbulkan oleh

manfaat dari suatu kegiatan. Indikator dampak merupakan akumulasi

dari beberapa manfaat yang terjadi, dampaknya baru terlihat setelah

beberapa waktu kemudian.

Kedua Evaluasi dan pengambilan keputusan terhadap pemilihan dan

prioritas program. Kegiatan ini meliputi penyusunan peringkat-peringkat

alternatif dan selanjutnya mengambil keputusan atas program/kegiatan

yang dianggap menjadi prioritas.

Page 114: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

114  

3. Untuk mengatasi kendala-kendala adalah dengan meningkatkan motivasi

pegawai agar dapat meningkatkan kinerja yang optimal dalam upaya

pencapaian sasaran, tersedianya dana operasional yang cukup dalam

menunjang pelaksanaan tugas untuk operasional kegiatan, adanya

dukungan dari dinas terkait agar memudahkan potensi data dan dapat

segera diperoleh yang merupakan dasar dari ketepatan pajak, adanya

kerjasama dengan wajib pajak untuk memperlancar pembayaran pajak

daerah tepat waktu dan mendorong wajib pajak berpartisipasi dalam

meningkatkan PAD.

Page 115: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

115  

DAFTAR PUSTAKA

Andrea, Ata Ujan, Filsafat Hukum: Membangun Hukum, Membela Keadilan, Yogyakarta: Kanisius, 2009.

Arsyad, Lincolin, Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah, BPFE, Yogyakarta, 1999.

Asshiddiqie, Jimly, Konsolidasi Naskah UUD1945 Setelah Perubahan Kedua, Pusat Studi Negara, Fakultas Hukum UI, Jakarta,2002.

Baswir, Revrisond, Politik Ekonomi Indonesia Baru, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000.

Darwin, Pajak Daerah & Retribusi Daerah , Mitra Wacana Media, jakarta.Edisi Pertama, 2010.

Devey sebagaimana dikutip oleh Kesit Bambang Prakosa, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, UII Press, 2003.

Djumhana, Muhammad, Hukum Ekonomi Sosial Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung 1994, hal 41

Dunn, William N, Pengantar Analisa Kebijakan Publik, Gajah Mada University Press, 2000.

Guruh, Syahda, Menimbang Otonomi Vs Federal, PT. Remaja Rodakarya, Bandung.

HR, Syaukani, Seminar Otonomi daerah Starategi Pemberdayaan Daya saing Daerah (Jurnal Otda, Nomor 3,2001:10)

Ilyas dan Burton, Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta, 2010.

Ismail, Tjip, Pengaturan Pajak Daerah Indonesia, Yellow Printing, Jakarta, 2007, hal. 73.

Judisseno, K Rimsky. Pajak dan Strategi Bisnis Suatu Tinjauan tentang Kepastian Hukum dan Penerapan Akuntansi di Indonesia, Edisi Revisi, PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta 2005.

Kebijakan Departemen Dalam Negeri di bidang Pendapatan dan Keuangan Daerah, Makalah Rapat Koordinasi Teknis Dirjen Umum Daerah, Jakarta, tanggal 23 Maret 2000

Malarangeng, Andi, dkk, Otonomi Daerah Prospektif, Teoritis dan Praktis, BIGRAF, Publishing, Yogyakarta, 2001.

Manan, Bagir, Hubungan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah menurut Undang Undang Dasar 1945, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995.

Page 116: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah filejuga telah membawa perubahan dalam pengambilan kebijakan daerah guna ... Perda pajak dan perda tentang retribusi seringkali justru

116  

Mubyarto, Membangun Sistem Ekonomi, BPFE, Yogyakarta, 2000.

Mustaqiem, Pajak Daerah dalam Transisi Otonomi Daerah, FH UII Press, 2008.

Osborne, David & Ted Gabler, Mewirausahakan Birokrasi, PT Pustaka Binaman Presindo, Jakarta 1996.

Soekanto, Soerjono, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.

Soemitro, Rochmat, Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan, 1994 Cet.VIII, Eresco, Jakarta-Bandung, 1977.

Soemitro, Rochmat,Pengantar Singkat Hukum Pajak, PT Eresco Bandung Hal 6.

Soemitro, Rony Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, PT.Ghalia Indonesia Jakarta.

Suandy, Erly, Hukum Pajak, PT. Salemba Empat, Bandung. 2011. Edisi-5.

Sunarno, Siswanto, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta 2008.

Syaukani, Menatap Harapan Masa Depan Otonomi Daerah, Gerbang Dayaku, Yogyakarta, 2000.

Winarno, Budi, Teori dan Proses Kebijakan Publik, Media Pressindo, 2000, Yogyakarta.

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah, Jakarta 1999.

Internet:

TEMPO Interaktif, Senin, 17 Januari 2011

http://www.anggaran.depkeu.go.id/Content/10-08-16