BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdfuang terorganisir yang memperdagangkan saham dan...

30
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara berkembang yang kaya akan sumber daya alamnya yang melimpah dan berusaha untuk membangun serta meningkatkan kualitas negara terutama dalam sektor perekonomian. Pemerintahan Indonesia dalam upaya meningkatkan kualitas negara dalam sektor ekonomi tersebut, yaitu dengan menghimpun dana sebesar-besarnya baik pada masyarakat Indonesia maupun pada negara-negara asing. Sebagai salah satu wujud nyata dalam meningkatkan perkembangan perekonomian negara, maka dibentuklah suatu pasar ekonomi yang lebih dikenal dengan sebutan Pasar Modal. Pasar modal di Indonesia masih tergolong baru sebagaimana umumnya pasar modal pada negara yang sedang berkembang apabila dibandingkan dengan negara- negara lain yang sudah maju. Dimana dibentuknya pasar modal ini dimaksudkan untuk menjadi wahana dalam memenuhi pembiayaan pembangunan tersebut. Fungsi strategis dan pentingnya pasar modal tersebut membuat pemerintah semakin mengedepankan perkembangan pasar modal, karena memiliki potensi yang besar dalam menghimpun dana secara massif, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memperbesar volume kegiatan pembangunan. Pasar modal, dalam pengertian klasik diartikan sebagai suatu bidang usaha perdagangan surat-surat berharga seperti saham, sertifikat saham, dan obligasi atau

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdfuang terorganisir yang memperdagangkan saham dan...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah Negara berkembang yang kaya akan sumber daya alamnya

yang melimpah dan berusaha untuk membangun serta meningkatkan kualitas negara

terutama dalam sektor perekonomian. Pemerintahan Indonesia dalam upaya

meningkatkan kualitas negara dalam sektor ekonomi tersebut, yaitu dengan

menghimpun dana sebesar-besarnya baik pada masyarakat Indonesia maupun pada

negara-negara asing. Sebagai salah satu wujud nyata dalam meningkatkan

perkembangan perekonomian negara, maka dibentuklah suatu pasar ekonomi yang

lebih dikenal dengan sebutan Pasar Modal.

Pasar modal di Indonesia masih tergolong baru sebagaimana umumnya pasar

modal pada negara yang sedang berkembang apabila dibandingkan dengan negara-

negara lain yang sudah maju. Dimana dibentuknya pasar modal ini dimaksudkan

untuk menjadi wahana dalam memenuhi pembiayaan pembangunan tersebut. Fungsi

strategis dan pentingnya pasar modal tersebut membuat pemerintah semakin

mengedepankan perkembangan pasar modal, karena memiliki potensi yang besar

dalam menghimpun dana secara massif, sehingga dapat dimanfaatkan untuk

memperbesar volume kegiatan pembangunan.

Pasar modal, dalam pengertian klasik diartikan sebagai suatu bidang usaha

perdagangan surat-surat berharga seperti saham, sertifikat saham, dan obligasi atau

2

efek-efek pada umumnya. Pengertian pasar modal sebagaimana pasar umum yaitu

merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli, tetapi pasar modal berbeda

dengan pasar konkret. Dalam pasar modal yang diperjualbelikan adalah modal atau

dana.1

Hugh T. Patrick dan U Tun Wai, sebagaimana dikutip Abdulbasith Anwar

membedakan tiga arti pasar modal, yaitu pasar modal dalam arti luas, dalam arti

menengah dan dalam arti sempit:

”Pasar modal dalam arti luas adalahkeseluruhan sistem keuangan yang

terorganisir, termasuk bank-bank komersil dan semua perantara di

bidang keuangan, surat berharga/klaim panjang pendek primer dan

yang tidak langsung. Pasar modal dalam arti menengah adalah semua

pasar yang terorganisir dan lembaga-lembaga yang memperdagangkan

warkat-warkatkredit (biasanya berjangka lebih dari satu tahun)

termasuk saham, obligasi, pinjaman berjangka, hipotik tabungan dan

deposito berjangka. Pasar modal dalam arti sempit adalah tempat pasar

uang terorganisir yang memperdagangkan saham dan obligasi dengan

menggunakan jasa makelar dan Underwriter”.2

Adapun pengertian Pasar Modal menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1995

tentang Pasar Modal Pasal 1 angka 13 adalah ”kegiatan yang bersangkutan dengan

Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan

Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek.”

Dengan demikian Undang-undang Pasar Modal dalam memberi artipasar modal tidak

1Sumantoro, 1990, Pengantar tentang Pasar Modal di Indonesia, Cetakan Pertama, Ghalia

Indonesia, Jakarta, h. 9.

2 Hugh T. Patrick, U Tun Wai, Stock and Bond Issues and Capital Market in Less Developed

Countries, dalam Abdulbasith Anwar, 1990, Pasar Modal, artikel bonus pada Manajemen dan

Usahawan Indonesia, No. 9 Tahun XIX, September, h.12.

3

memberi suatu definisi secara menyeluruh melainkan lebih menitikberatkan kepada

kegiatan dan para pelaku dari suatu pasar modal.3

Dalam perjalanannya, pasar modal Indonesia sempat mengalami pasang surut.

Bahkan, Pemerintah Indonesia juga sempat membekukan kegiatan pasar modal

dikarenakan Perang Dunia I dan II, kebijakan nasionalisasi Pemerintah Indonesia

pada tahun 1956. Pembekuan terhadap kegiatan pasar modal di Indonesia cukup lama

yaitu sampai dengan pada tahun 1977, dimana kegiatan pasar modal tersebut baru

dibuka kembali setelah perancangan orde pembangunan. Seiringan dengan kian

gencarnya pemerintah dalam melakukan pembangunan, keberadaan pasar modal kini

dirasakan sebagai suatu kebutuhan. Diperkirakan pertumbuhan tersebut akan terus

meningkat dan dianggap menjadi suatu momentum yang tepat untuk menghidupkan

kembali pasar modal. Dengan menghidupkan kembali pasar modal tersebut, maka

diharapkan dapat menggerakan potensi masyarakat untuk berpartisipasi dalam

pembangunan dan sekaligus dapat menciptakan pemerataan pendapatan dan

demokratisasi ekonomi.4

Dari tahun ke tahun pemerintah Indonesia terus mendorong peningkatan

kemajuan pasar modal yang modern dan setara dengan yang ada di negara-negara

lain, dan pasar modal mencapai perkembangan puncaknya pada awal tahun 1990-an.

Tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin me mbaik dengan berkembangnya

pasar modal yang terus meningkat, meskipun sempat terjadi krisis ekonomi. Namun

3 Munir Fuady, 2001, Pasar Modal Modern: Tinjauan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, h.11.

4 M. Irsan Nasarudin, Indra Surya, Ivan Yustiavandana, Arman Nefi dan Adiwarman, 2011, Aspek

Hukum Pasar Modal Indonesia, Cetakan Ketujuh, Kencana, Jakarta, h. 2.

4

saat ini pasar modal Indonesia diharapkan mampu memainkan perannya secara

optimal sebagai alternatif pembiayaan bagi dunia usaha dan sebagai wahana investasi

bagi masyarakat5.

Pada awal tahun 1995 mulai muncul peraturan yang mengatur mengenai pasar

modal, dimana peraturan pertama pasar modal yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1995 tentang Pasar Modal. Dalam peraturan tersebut terdapat suatu Badan yang

memiliki kewenangan yang multifungsi, yaitu sebagai regulator, pengelola bursa

efek, pengawas pihak-pihak yang terlibat dan pelaksana kegiatan di bidang pasar

modal, melakukan pemeriksaan, penyidikan, dan menjatuhkan sanksi. Badan tersebut

di dalam Undang-Undang Pasar Modal disebut sebagai Badan Pengawas Pasar Modal

(Bapepam). 6

Bapepam sebagai suatu badan dalam pasar modal pada awalnya merupakan

badan tertinggi yang mana seluruh kewenangan dalam penyelenggaraan, pengawasan

dan pertanggungjawaban mengenai pasar modal berada di bawah kewenangannya.

Namun dalam perkembangannya saat ini munculah suatu Lembaga yang memiliki

fungsi serta kewenangan yang melebihi dari Bapepam dalam memberikan

pengawasan terhadap seluruh kegiatan di dalam sektor pasar modal. Lembaga

tersebut dikenal dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

5 Herwidayatmo, 2000, Dampak Krisis Ekonomi Bagi Perkembangan Pasar Modal Indonesia,

makalah disampaikan pada Stadium Generale Magister Manajemen Universitas Sahid, Jakarta, 20

Maret , h. 4

6 M. Irsan Nasarudin, op.cit. h. 2-3

5

Peraturan OJK diatur di dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011

tentang Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut Undang-Undang OJK). Dengan

lahirnya peraturan mengenai OJK ini maka kewenangan Bapepam tidak lagi menjadi

lembaga tertinggi dalam sektor pasar modal. Hal tersebut dapat dilihat dalam Pasal 6

Undang-Undang OJK yang mana menyatakan :

“OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:

a. kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;

b. kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan

c. kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun,

Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya”.

Ketentuan dari Pasal 6 huruf b tersebut dengan jelas dapat dilihat bahwa, OJK

merupakan lembaga yang bertugas dalam memberikan pengawasan terhadap kegiatan

jasa keuangan di sektor pasar modal. Oleh karena itu lembaga OJK merupakan

lembaga yang memiliki kewenangan lebih tinggi dibandingkan dengan Bapepam.

Meskipun demikian, keberlakuan OJK sebagai suatu lembaga yang memberikan

pengawasan terhadap seluruh kegiatan di sektor pasar modal tidak membuat fungsi

Bapepam dalam pasar modal menjadi lebih sempit dan terbatas.

OJK memang memiliki tugas untuk mengawasi seluruh kegiatan jasa

keuangan di pasar modal, namun tidak hanya sebatas itu saja karena OJK juga

bertugas untuk memberikan pengawasan pada seluruh kegiatan di dalam sektor

keuangan. Hal tersebut didukung dengan adanya ketentuan Pasal 55 UU OJK yang

menyatakan bahwa, tugas, wewenang, pengaturan dan pengawasan keuangan telah

beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan lembaga

keuangan ke OJK. Meskipun demikian Bapepam sebagai suatu badan masih memiliki

6

fungsi yang sama yaitu memberikan pengawasan berjalannya kegiatan pasar modal,

namun pertanggunggajawabannya tetap ditujukan pada OJK.

Pasar modal di Indonesia dapat berupa Bursa Efek, dimana dalam

pengertiannya tercantum dalam ketentuan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Pasar

Modal yang menyatakan :

“Bursa Efek adalah Pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem

dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli Efek Pihak -

Pihak lain dengan tujuan memperdagangkan Efek di antara mereka”.

Dalam pengertian bursa efek tersebut terdapat hal-hal yang digunakan sebagai

alat atau barang untuk melakukan penawaran jual beli yang memiliki dampak positif

untukt meninggatkan perekonomian negara. Dimana hal tersebut disebut dengan

Efek. Efek dalam pengertiannya dicantumkan dalam ketentuan Pasal 1 angka 5

Undang-Undang Pasar Modal yang menyatakan, “Efek adalah surat berharga, yaitu

surat pengakuan utang, surat berharga komersial , saham, obligasi, tanda bukti

utang, Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan

setiap derivatif dari Efek”.

Selain memberikan dampak positif dalam perekonomian, pasar modal juga

menimbulkan dampak negatif seperti adanya pelanggaran-pelanggaran yang terjadi

dalam kegiatan pasar modal tersebut. Dimana pelanggaran-pelanggaran tersebut dapat

menimbulkan kerugian-kerugian yang mungkin dialami oleh beberapa pihak.

Dalam melakukan suatu kegiatan di bidang pasar modal ini terdapat suatu

perjanjian dimana perjanjian tersebut merupakan suatu kontrak yang dilakukan oleh

perusahaan dengan calon nasabahnya. Perjanjian merupakan hal yang sangat penting

7

yang harus dilakukan sebelum terjadinya suatu kesepakatan. Pengertian perjanjian

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang tercantum pada ketentuan Pasal

1313 menyatakan bahwa “Perjanjian adalah suatu persetujuan yang terjadi antara satu

orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih”.

Kontrak adalah bagian dari bentuk suatu perjanjian. Sebagaimana yang telah

disebutkan bahwa pengertian perjanjian yang tercantum dalam Pasal 1313 KHUPdt

adalah sangat luas, maka kontrak dapat menjadi bagian dari suatu perjanjian. Akan

tetapi yang membedakan kontrak dengan perjanjian adalah sifatnya dan bentuknya.

Kontrak lebih besifat untuk bisnis dan bentuknya perjanjian tertulis. Kontrak

memiliki suatu hubungan hukum oleh para pihak yang saling mengikat, maksudnya

adalah antara pihak yang satu dan dengan yang lainnya saling mengikatkan dirinya

dalam kontrak tersebut, pihak yang satu dapat menuntut sesuatu kepada pihak yang

lain, dan pihak yang dituntut berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut apabila

melakukan suatu pelanggaran yang tidak sesuai dengan isi dari kontrak tersebut.

Adanya isu di dalam masyarakat yang mana menyebutkan banyaknya terjadi

tindakan-tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh pihak-pihak perusahaan

penyelenggara pasar modal dalam menjalankan usahanya. Tindakan tersebut

merupakan suatu dalih bagi perusahaan untuk mendapatkan keuntungan yang besar

dan membuat perusahaan tersebut dapat bertahan, meskipun banyak menimbulkan

adanya pihak-pihak yang dirugikan.

Perusahaan-perusahaan penyelenggara pasar modal yang melakukan suatu

pelanggaran dalam menjalankan usahanya yang tidak jarang melakukan kejahatan

8

seperti misalnya, penipuan, manipulasi pasar, bahkan adanya kejahatan insider

trading. Namun pada pelaksanaan kegiatan pasar modal tersebut dengan adanya

kejahatan-kejahatan yang terjadi, pihak perusahaan yang mana merupakan

perusahaan yang dapat memberikan suatu penawaran umum dalam melakukan

transaksi antara pihak perusahaan dengan calon nasabah mengantisipasi apabila

terjadinya suatu pelanggaran atau kejahatan yang disebabkan oleh orang dalam

ataupun pihak perusahaan itu sendiri baik diketahui maupun tidak diketahui oleh

calon nasabah dengan membuat suatu perjanjian tersebut.

Suatu perjanjian yang dilakukan dan ditawarkan oleh pihak prusahaan publik

tersebut kepada calon nasabahnya biasanya merupakan suatu kontrak yang diberikan

dengan bentuk perjanjian baku (standart contract) yang mana pada jenis kontrak

tersebut terdapat suatu klausula eksonerasi. Klausula eksonerasi merupakan suatu

klausula dalam perjanjian yang dapat membebaskan seseorang atau badan usaha dari

suatu tuntutan atau tanggung jawab. Secara sederhana, klausula eksonerasi ini

diartikan sebagai klausula pengecualian kewajiban atau tanggung jawab dalam

perjanjian.

Adanya suatu perjanjian baku yang mengandung adanya klausula eksonerasi

ini dimanfaatkan dengan baik oleh pihak perusahaan untuk tetap melakukan kegiatan

dalam pasar modal meskipun terdapat kecurangan atau kejahatan-kejahatan yang

dilakukan baik diketahui maupun tidak diketahui oleh calon nasabah. Dengan adanya

klausula eksonerasi ini maka dapat menghilangkan hak dari nasabah dan lebih

9

menguntungkan pihak perusahaan yang merupakan pembuat dari adanya suatu

perjanjian tersebut.

Hal ini dapat dikaitkan dengan adanya perjanjian atau kontrak yang telah

dilakukan, yaitu dengan uang nasabah yang hendak ditanamkan dalam perusahaan

pasar modal, akan tetapi uang nasabah tersebut tidak benar-benar digunakan

sebagaimana mestinya, melainkan perusahaan mengontrol segala sesuatunya agar

terlihat bahwa perusahaan memang benar-benar menjalankan kegiatan pasar modal

yang mana pada kenyataannya perusahaan tersebut memanipulasi keadaan sehingga

uang yang tadinya ditanamkan oleh nasabah hanya berputar di dalam perusahaan

semata dan transaksi yang dilakukan tersebut hanyalah transaksi semu.

Pada kenyataannya hal tersebut tentu hanya diketahui oleh pihak perusahaan

dan tidak diberitahukan oleh calon nasabahnya, maka dari itu dengan adanya

perjanjian atau kontrak baku yang mengandung suatu klausula eksonerasi tersebut

sangat dimanfaatkan oleh pihak perusahaan untuk melepas tanggung jawab apabila

terjadinya suatu kerugian terhadap nasabah.

PT. Victory International Futures merupakan perusahaan yang bergerak di

bidang investasi dengan fokus produk investasi di forex, index futures, dan precious

metal, dengan dukungan dan pemanfaatan media internet sebagai jalur transaksi yang

berkantor pusat di Surabaya, Indonesia. Perusahaan ini didirikan pada tahun 2003,

yang mana perusahaan tersebut juga berfokus pada layanan keuangan bagi nasabah

internasional yang mengharapkan layanan nasabah secara personal dan luar biasa

dengan peralatan dan perangkat lunak perdagangan yang tidak tertandingi. PT.

10

Victory International Futures memiliki izin usaha yang legal dimana perusahaan ini

juga berada dalam pengawasan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi

yang selanjutnya disebut Bappebti, PT. Bursa Berjangka Jakarta yang selanjutnya

predisebut BBJ, PT. Kliring Berjangka Indonesia yang selanjutnya disebut KBI, PT.

Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia, dan yang terakhir adalah ISI Clearing

House.7

Bappebti dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 1997

tentang Perdagangan Berjangka Komoditi, merupakan satu unit Eselon I di bawah

Kementerian Perdagangan. Bappebti bertugas melaksanakan pembinaan, pengaturan,

dan pengawasan kegiatan perdagangan berjangka serta pasar fisik dan jasa sesuai

dengan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh Kementerian dan badan hukum lainnya.

Selanjutnya, BBJ memiliki tugas utama yaitu menjadi fasilitator bagi para

anggotanya agar dapat bertemu dan bertransaksi dalam kontrak berjangka. Harga

ditentukan melalui metode elektronik, berdasarkan interaksi efisien antara permintaan

dan persediaan dalam sebuah sistem perdagangan. Dilanjutkan dengan KBI, dimana

KBI adalah perusahaan milik pemerintah. KBI menjalankan kliring, penjaminan

penyelesaian transaksi kontrak berjangka, dan kontrak derivatif lain yang didaftarkan

anggotanya yang terdapat di Foreign Exchange Futures, dan menangani fungsi

administrasi atas resi gudang dan derivatifnya.

7

Victory International Futures, 2014, “Victory International Futures”, URL :

http://www.vifcorps.com/, diakses tanggal 20 Januari 2016

11

Selanjutnya, PT Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia yang hadir untuk

melayani kepentingan ekonomi regional yang mendasari pusat perdagangan global

untuk berbagai komoditi lokal termasuk Minyak Kelapa Sawit Mentah, Batubara, Gas

Alam, Kopi dan Timah. Visi PT Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia adalah

untuk menyediakan tempat bagi para pelaku pasar memperdagangkan produk

komoditi global dan regional dalam wilayah waktu Asia, sekaligus memperbolehkan

pelaku pasar untuk mengurangi risiko dan memfasilitasi proses pembentukan harga

secara efisien, dan yang terakhir adalah ISI Clearing House. ISI Clearing House

ditunjuk sebagai lembaga penjamin kliring untuk Bursa Komoditi dan Derivatif

Indonesia dan bertanggung jawab atas semua aktivitas kliring dan penyelesaian aset.

ISI Clearing House beroperasi di bawah standar internasional untuk manajemen

risiko, pembatasan, dan penyelesaian aset.

Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa PT. Victory International Futures

merupakan perusahaan yang bergerak di bidang investasi yang mana perusahaan

tersebut juga dapat disebut sebagai Perusahaan Pialang. Perusahaan Pialang atau

dapat disebut Broker Anggota Bursa (AB), adalah pihak yang membantu nasabah

untuk melakukan pembelian atau penjualan efek di bursa.8 Berkaitan dengan kegiatan

usaha pada PT. Victory International Futures ini maka nasabah tersebut merupakan

subjek yang sangat penting dalam berlangsungnya kegiatan investasi pada

perusahaan.

8

Bappebti, 2012, “Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi)”, URL :

http://www.bappebti.go.id/id/home#, diakses tanggal 21 Januari 2016

12

Nasabah sesungguhnya lebih dikenal sebagai pengguna jasa yang terkait

dengan lembaga perbankan, namun dalam hal ini nasabah juga dapat diartikan

berbeda selain sebagai pengguna jasa pada lembaga perbankan yaitu seperti pengguna

jasa pada perusahaan pialang seperti PT. Victory International Futures. Istilah

nasabah yang digunakan pada PT. Victory International Futures juga dapat diartikan

sebagai investor, dimana seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa PT.

Victory International Futures ini bergerak di bidang investasi.

Dalam PT. Victory International Futures, seseorang dikatakan sebagai

nasabah apabila seseorang telah melakukan pemembelian atau penjualan produk-

produk investasi di forex, index futures, dan precious metal, sehingga pada PT.

Victory International Futures nasabah merupakan subjek yang sangat penting dalam

berlangsungnya kegiatan investasi di dalam perusahaan. Dalam PT. Victory

International Futures ini apabila seseorang telah melakukan pembelian produk-

produk investasi tntunya akan terikat pada suatu perjanjian. Perjanjian yang

dikeluarkan dari PT. Victory International Futures kepada nasabahnya merupakan

suatu perjanjian baku (standar) yang mana di dalamnya mengandung klau sula

eksonerasi.

Klausula eksonerasi tersebut dapat ditemui didalam perjanjian nasabah yang

dibuat oleh PT. Victory International Futures yang bergerak dalam kegiatan

perdagangan berjangka Didalam perjanjian nasabah tersebut, terdapat klausula-

klausula yang melepas tanggungjawab perusahaan ketika pihak nasabah mengalami

kerugian, sebagai contoh apabila perdagangan sewaktu-waktu dihentikan oleh pihak

13

yang memiliki otoritas seperti Bappebti, BBJ, KBI, PT Bursa Komoditi dan Derivatif

Indonesia, dan ISI Clearing House tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada

nasabah atas posisi terbuka yang masih dimiliki oleh nasabah pada saat perdagangan

tersebut dihentikan, maka akan diselesaikan berdasarkan pada peraturan yang

dikeluarkan dan ditetapkan oleh pihak otoritas tersebut, dan semua kerugian serta

biaya yang timbul sebagai akibat dihentikannya transaksi oleh pihak otoritas

perdagangan tersebut, menjadi beban dan tanggung jawab nasabah sepenuhnya.

Sehingga dari klausula tersebut dapat terlihat apabila adanya kerugian yang timbul

menjadi tanggungjawab nasabah.

Berdasarkan latar belakang tersebut, akan dilakukan suatu penelitian hukum

dengan mengambil judul “Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dengan

Adanya Klausula Eksonerasi Dalam Perjanjian Baku (Standar) Pada PT.

Victory International Futures” dalam bentuk skripsi.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun premasalah yang akan peneliti bahas dalam karya ini, diantaranya

adalah :

1. Bagaimanakah akibat hukumnya dengan adanya klausula eksonerasi dalam

suatu perjanjian baku (standar) yang melibatkan nasabah dengan PT. Victory

International Futures?

2. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap nasabah dalam perjanjian baku

(standar) yang melibatkan nasabah dengan PT. Victory International Futures?

14

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Didalam penelitian suatu karya tulis yang bersifat ilmiah maka diperlukan

batas dalam bahasan masalahnya agar dalam proses penelitiannya materi yang

diuraikan tersebut dapat terurai dengan alur yang runtut dan sistematis, sehingga

jawaban dari pemecahan masalahnya dapat bersifat efektif dan efisien. Hal ini

bertujuan agar nantinya memudahkan para pembaca untuk mengetahui maksud dari

dibuatnya karya tulis ini, serta maksud yang dimiliki oleh peneliti agar tetap dapat

tersampaikan secara jelas.

Berdasarkan pada rumusan masalah yang telah peneliti paparkan sebelumnya,

maka obyek kajian penelitian ilmiah ini yaitu mengenaiakibat adanya klausula

eksonerasi dalam perjanjian dan perlindungan hukum terhadap nasabah yang

mengalami kerugian serta pertanggungjawaban perusahaan pialang terhadap nasabah.

1.4 Orisinalitas

Sejuah ini penelitian tentang “Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah

Dengan Adanya Klausula Eksonerasi Dalam Perjanjian Baku (Standar) Pada

PT. Victory International Futures” belum pernah dilakukan, fakta ini diperoleh

dengan observasi di ruang koleksi skripsi perpustakaan Fakultas Hukum Universitas

Udayana, secara spesifik tidak ada penelitian yang mengangkat mengenai Pasar

Modal.

15

Untuk penelitian sejenis yang serupa dengan penelitian yang diajukan, akan

peneliti jabarkan dalam tabel berikut ini :

NO. PENULIS JUDUL RUMUSAN

MASALAH

KETERANGAN

1. Sri Agustina

Rejeki

Silalahi

Skripsi :

Perlindungan

Hukum

Terhadap

Investor Akibat

Prospektus Yang

Menyesatkan

Dalam Transaksi

Efek Di Pasar

Modal

1. Bagaimana

Peranan Prospektus

dalam Transaksi

Efek di Pasar

Modal?

2. Bagaimana

Prospektus yang

Menyesatkan di

Pasar Modal?

3. Bagaimana

Perlindungan

Hukum Terhadap

Investor akibat

Prospektus yang

Menyesatkan

dalam Transaksi

Efek di Pasar

Ditulis untuk

memperoleh gelar

Sarjana Hukum

(S.H.) di Universitas

Sumatra Utara, pada

tahun 2008, yang

mana pada intinya

skripsi ini menulis

mengenai

perlindungan hukum

terhadap investor

akibat prospectus

yang menyesatkan

dalam transaksi

Pasar Modal.

16

Modal?

2. Made Dwi

Juliana, S.H.

Tesis :

Perlindungan

Hukum Bagi

Investor

Terhadap

Tindakan Tippee

Yang

Melakukan

Insider Trading

Dalam

Perdagangan

Saham

1. Bagaimanakah

tindakan tippee

dalam insider

trading pada

perdagangan saham

di Indonesia?

2. Bagaimanakah

perlindungan

hukum bagi

investor bila terjadi

insider trading oleh

tippee dalam

kegiatan pasar

modal?

Ditulis untuk

memperoleh gelar

Magister

Kenotariatan

(M.Kn.) di Magister

Kenotariatan

Universitas

Udayana, pada

tahun 2015, yang

mana pada intinya

tesis ini menulis

mengenai

perlindungan

hukum bagi

investor terhadap

tindakan tippee

yang melakukan

insider trading

17

1.5 Tujuan Penelitian

Dalam setiap pembahasan pasti memiliki tujuan tertentu karena dengan

adanya tujuan yang jelas maka akan memberikan arah yang jelas pula untuk

mencapai tujuan tersebut. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1.5.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui akibat

adanya klausula eksonerasi dalam perjanjian dan perlindungan hukum serta

pertanggung jawaban perusahaan pialang terhadap nasabah yang merasa dirugikan.

1.5.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan penelitian yang hendak peneliti capai adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui akibat adanya klausula eksonerasi di dalam perjanjian

baku (standar).

2. Untuk mengetahui apa saja perlindungan hukum yang didapat atau

diberikan kepada pihak yang merasa dirugikan.

3. Untuk mengetahui pertanggungjawaban perusahaan yang telah

mengakibatkan adanya nasabah yang merasa dirugikan.

1.6 Manfaat Penelitian

Dengan penelitian mengenai perlindungan hukum bagi pihak yang dirugikan

dan pertanggungjawaban yang diberikan akibat terjadinya pelanggaran dalam pasar

18

modal sebagaimana telah disinggung di atas, diharapkan hasil penelitian ini dapat

memberi manfaat sebagai berikut :

1.6.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang lebih baik

kepada seluruh masyarakat di Indonesia bahwa untuk masalah yang terjadi dalam

kegiatan pasar modal di Indonesia.

1.6.2 Manfaat Praktis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi

para praktisi hukum, pemerintah, OJK, Bapepam, Bappebti serta para pelaku kegiatan

pasar modal dan seluruh masyarakat Indonesia agar dapat mewujudkan harapan

semua pihak, khususnya bagi para pihak yang merasa dirugikan dalam kegiatan pasar

modal.

1.7 Landasan Teori

1.7.1 Teori Perlindungan Hukum

Teori Perlindungan Hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah sesuai

ketentuan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

5234, selanjutnya disebut UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan) yang

menentukan bahwa :

Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas:

19

a. pengayoman;

b. kemanusiaan;

c. kebangsaan;

d. kekeluargaan;

e. kenusantaraan;

f. bhinneka tunggal ika;

g. keadilan;

h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;

i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau

j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

Pengertian perlindungan hukum dikaitkan dengan asas-asas materi muatan

perundang-undangan melekat dalam asas pengayoman. Hal ini disebabkan karena

kata perlindungan berarti mengayomi sesuatu dari hal-hal yang berbahaya, sesuatu itu

bisa saja berupa kepentingan maupun benda atau barang. Selain itu perlindungan juga

mengandung makna pengayoman yang diberikan oleh seseorang terhadap orang yang

lebih lemah. Dengan demikian, perlindungan hukum dapat diartikan dengan segala

upaya pemerintah untuk menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi

perlindungan kepada warganya agar hak-haknya sebagai seorang warga Negara tidak

dilanggar, dan bagi yang melanggarnya akan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Selain Teori Perlindungan Hukum menurut ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, pemahaman mengenai Teori

Perlindungan hukum menurut Lili Rasjidi dan I.B Wyasa Putra yang berpendapat

20

bahwa hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak

sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan antisipatif.9

Dengan demikian menurut Teori Perlindungan hukum ini bahwa perlindungan

hukum harus bersifat adaptif dan fleksibel serta adaptif dan antisipatif. Adaptif dan

fleksibibel berarti harus selalu sesuai dengan perkembangan kondisi dan situasi.

Adaptif serta fleksibel mengandung arti bahwa hukum harus dapat membuka

kemungkinan akan dapat memberikan perlindungan apabila timbul tindakan yang

merugikan pihak-pihak tertentu.

1.7.2 Teori Pertanggunngjawaban Hukum

Suatu konsep terkait dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep

tanggungjawab hukum (liability). Seseorang dikatakan secara hukum

bertanggungjawab untuk suatu perbuatan tertentu adalah bahwa dia dapat dikenakan

suatu sanksi dalam kasus perbuatan yang berlawanan. Normalnya, dalam kasus sanksi

dikenakan terhadap deliquent adalah karena perbuatannya sendiri yang membuat

orang tersebut harus bertanggungjawab. Dalam kasus ini subyek resposibility dan

subyek kewajiban hukum adalah sama. Menurut teori tradisional, terdapat dua macam

pertanggungjawaban yang dibedakan, yaitu pertanggungjawaban berdasarkan

kesalahan (based on fault) dan pertanggungjawaban mutlak (absolut responsibility)10

.

Hukum primitif melihat bahwa hubungan antara perbuatan dan efeknya tidak

9 Lili Rasjidi dan I.B Wyasa Putra, 1993, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Remaja Rusdakarya, h.

118.

10

Hans Kelsen, 1967, Pure Theory Of Law. Translation from the Second (Revised and Enlarged)

German Edition. Translated by: Max Knight. Berkeley, Los Angeles, London: University of California

Press, h. 119.

21

memiliki kualifikasi psikologis. Apakah tindakan individu telah diantisipasi atau di-

lakukan dengan maksud menimbulkan akibat atau tidak adalah tidak relevan. Adalah

cukup bahwa perbuatannya telah membawa efek yang dinyatakan oleh legislator

sebagai harmful, yang berarti menunjukkan hubungan eksternal antara perbuatan dan

efeknya. Tidak dibutuhkan adanya sikap mental pelaku dan efek dari perbuatan ter-

sebut. Pertanggungjawaban semacam ini disebut dengan pertanggungjawaban

absolut. Teknik hukum terkini menghendaki suatu pembedaan antara kasus ketika

tindakan individu telah direncanakan dan dimaksudkan untuk efek tertentu dari per-

buatan tersebut dan kasus ketika tindakan seorang individu membawa akibat harmful

tanpa direncanakan atau dimaksudkan demikian oleh pelaku. Ide keadilan indi-

vidualis mensyaratkan bahwa suatu sanksi harus diberikan kepada tindakan individu

hanya jika harmful effect dari perbuatan tersebut telah direncanakan dan dimaksudkan

demikian oleh individu pelaku, dan maksud tersebut merupakan perbuatan terlarang.

Akibat yang oleh legislator dianggap sebagai harmful mungkin secara sengaja di-

lakukan oleh individu tanpa maksud menyakiti individu lain. Sebagai contohnya,

seorang anak mungkin membunuh ayahnya yang sakitnya tidak sembuh-sembuh

dengan tujuan untuk menghentikan penderitaan. Maka maksud anak atas kematian

ayahnya tersebut adalah bukan tindakan yang terlarang (malicious).11

Prinsip

pemberian sanksi terhadap tindakan individu hanya karena akibat perbuatan tersebut

telah direncanakan dan dengan maksud yang salah tidak sepenuhnya diterima dalam

11

Kelsen, Hans, 1961, General Theory of Law and State. Translated by: Anders Wedberg. New

York: Russell & Russell, h. 65.

22

hukum modern. Individu secara hukum bertanggungjawab tidak hanya jika secara

obyektif harmful effect dilakukan secara terlarang, tetapi juga jika akibat perbuatan

tersebut telah dimaksudkan walaupun tanpa niat yang salah, atau jika akibat tersebut

terjadi tanpa adanya maksud atau direncanakan oleh individu pelaku. Namun

sanksinya mungkin berbeda dalam kasus yang berbeda-beda.

Suatu sikap mental deliquent tersebut, atau disebut mens rea, adalah suatu

elemen delik. Elemen ini disebut dengan terma kesalahan (fault) (dalam arti lebih luas

disebut dolus atau culpa). Ketika sanksi diberikan hanya terhadap delik dengan

kualifikasi psikologis inilah disebut dengan pertanggungjawaban berdasarkan

kesalahan (responsibility based on fault atau culpability). Dalam hukum modern juga

dikenal bentuk lain dari kesalahan yang dilakukan tanpa maksud atau perencanaan,

yaitu kealpaan (negligance). Kealpaan adalah suatu delik omisi, dan per-

tanggungjawaban terhadap kealpaan lebih merupakan pertanggungjawaban absolut

dari pada culpability.

1.7.3 Asas Itikad Baik Dalam Perjanjian

Asas itikad baik dalam bahasa hukumnya disebut de goedetrow. Asas ini

berkaitan dengan pelaksanaan suatu perjanjian. Mengenai asas itikad baik ini,

terdapat dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang menentukan “ persetujuan-

persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Itikad baik dapat dibedakan

dalam pengertian subjektif dan objektif. Itikad baik dalam segi subjektif, berarti

kejujuran. Hal ini berhubungan erat dengan sikap batin seseorang pada saat membuat

perjanjian. Artinya sikap batin seseorang pada saat dimulainya suatu perjanjian itu

23

seharusnya dapat membayangkan telah dipenuhinya syarat-syarat yang diperlukan.

Itikad baik dalam segi objektif, berarti kepatuhan, yang berhubungan dengan

pelaksanaan perjanjian atau pemenuhan prestasi dan cara melaksanakan hak dan

kewajiban haruslah mengindahkan norma-norma kepatuhan dan kesusilaan.

1.7.4 Prinsip Keterbukaan

Pengertian Prinsip Keterbukaan adalah pedoman umum yang mensyaratkan

emiten, perusahaan publik, dan pihak lain yang tunduk pada undang undang nomor 8

tahun 1995 tentang pasar modal untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam

waktu yang tepat seluruh informasi material mengenai usahanya atau efeknya yang

dapat berpengaruh terhadap putusan pemodal terhadap efek dimaksud dan atau harga

dari efek tersebut. Sedangkan informasi atau fakta material adalah informasi atau

fakta penting dan relevan mengenai peristiwa, kejadian, atau fakta yang dapat

mempengaruhi harga efek pda bursa efek dan atau keputusan pemodal, calon pembeli

atau pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut. Dan mengenai

perusahaan terbuka sebagai mana dijelaskan dalam peraturan Bapepam LK nomor

IX.H.1 tentang pengambilalihan perusahaan terbuka, angka 1 huruf a. adalah

perusahaan publik atau perusahaan yang telah melakukan penawaran umum saham

atau efek bersifat ekuitas lainnya.12

Prinsip keterbukaan menjadi persoalan inti dalam pasar modal dan sekaligus

merupakan jiwa dari pasar modal itu sendiri. Keterbukaan informasi merupakan salah

12

Pompe, Sebastian & Reksodiputro, Marjono, 2010, Ikhtisar Ketentuan Pasar Modal, The

Indonesia Netherlands National Legal Reform Program (NLRP), Jakarta, h. 25

24

satu karakteristik khusus yang dikenal dalam bidang pasar modal. Di dalam Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal mengamanatkan kepada setiap

pelaku kegiatan pasar modal terutama pada Emiten dan/atau Perusahaan Publik agar

senantiasa menjalankan prinsip keterbukaan dalam menjalankan kegiatan pasar modal

dengan baik. Yang mana pelaksanaan prinsip keterbukaan tersebut dapat

diimplementasikan melalui penyampaian informasi atau fakta material terkait usaha

atau efeknya. Hal tersebut juga dapat dijadikan suatu pertimbangan bagi nasabah

untuk melakukan penanaman modal di suatu perusahaan tertentu, sehingga secara

rasional dapat mengambil keputusan untuk melakukan pembelian atau penjualan

efek.

Dalam perjalanannya emiten dan atau perusahaan publik pasti melakukan

bentuk-bentuk aksi korporasi (Corporate Action). Aksi korporasi tersebut baik berupa

pembagian deviden, penerbitan saham bonus, dan lain sebagainya. Bapepam LK dan

Bursa Efek telah mengatur agar dalam menjalankan aksi korporasinya emiten

dan/atau perusahaan publik tetap memperhatikan prinsip keterbukaan guna mencegah

adanya kerugian bagi pemangku kepentingan (stakeholders). Kepatuhan

melaksanakan prinsip keterbukaan merupakan kunci utama dalam menciptakan pasar

modal yang adil dan efisien. Prinsip keterbukaan menjadi persoalan yang sangat

penting di pasar modal dan sekaligus merupakan jiwa pasar modal itu sendiri.

Penegasan dan pengertian mengenai prinsip keterbukaan juga telah ditentukan

dalam ketentuan Pasal 1 angka 25 Undang-Undang No 8 Tahun 1995 tentang Pasar

Modal, yang mana menyatakan :

25

“Prinsip keterbukaan adalah pedoman umum yang mensyaratkan

Emiten, Perusahaan Publik, dan Pihak lain yang tunduk pada Undang-

undang ini untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu

yang tepat seluruh Informasi Material mengenai usahanya atau

efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal terhadap

Efek dimaksud dan atau harga dari Efek tersebut.”

Tujuan dari prinsip keterbukaan ini perlu dilakukan untuk menciptakan

efisiensi dalam transaksi efek agar dapat memberikan informasi secara transparan,

adil, dan bijaksana. Tanpa kewajiban keterbukaan ini mustahil tercipta pasar efisien.

Keterbukaan dalam transaksi efek menyangkut seluruh informasi mengenai keadaan

usahanya yang meliputi aspek keuangan, hukum, manajemen, dan harta kekayaan

perusahaan yang akan melakukan emisi saham di bursa.

1.8 Metode Penelitian

Di dalam melakukan penelitian ilmiah, tentunya harus menggunakan metode-

metode ilmiah dalam penelitiannya. Dengan demikian, maka metode yang digunakan

dalam penelitian ini, yaitu :

1.8.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah jenis penelitian

hukum empiris yang berari penelitian hukum ini akan berdasarkan pada efektifitas

hukum di dalam masyarakat13

.Dalam penelitian ini yang akan dipelajari dan diteliti

secara mendalam adalah bagaimana law in action di dalam perjanjian yang

mengandung klausula eksonerasi. Akibat dari diadakannya penelitian dengan

menggunakan jenis penelitian empiris ini yaitu jawaban dari rumusan masalah yang

13

Bambang Sunggono, 1996, Metode Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), Raja Grafindo

Persada, Jakarta, h. 43.

26

telah penulis paparkan sebelumnya akan tidak tersedia dalam sumber hukum

konvensional seperti bahan-bahan hukum dan studi kepustakaan saja, tetapi ada di

dalam kehidupan masyarakat yang penulis teliti langsung.

1.8.2 Jenis Pendekatan

Adapun jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Pendekatan PerUndang-Undangan (The Statute Approach) , Pendekatan Fakta (The

Fact Approach).Pendekatan PerUndang-Undangan (The Statute Approach), adalah

pendekatan dengan berdasarkan kepada perundang-undangan, norma hukum dalam

hukum positif Indonesia yang berkaitan dengan Pasar Modal.

Pendekatan fakta (The Fact Approach), adalah penelitian dengan

mengumpulkan fakta-fakta yang terdapat langsung di lapangan yang penulis cari dan

amati sendiri secara metodis untuk dijadikan bahan dalam menunjang penulisan

skripsi ini.

1.8.3 Sifat Penelitian

Dikarenakan penelitian yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini

adalah penelitian empiris, maka sifat penelitian karya ilmiah ini adalah deskriptif dan

penelitian eksplanatoris, yang mana pada sifat penelitian deskriptif ini dilakukan

dengan tujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat terhadap

suatu populasi atau daerah tertentu, mengenai sifat-sifat, karakteristik atau faktor-

faktor tertentu14

. Dan penelitian eksplanatoris yaitu penelitian yang ingin mengetahui

14

ibid, h. 36.

27

pengaruh dan dampak suatu variable terhadap variable lainnya atau penelitian tentang

hubungan atau korelasi suatu variable15

.

1.8.4 Data dan Sumber Data

1. Data Primer, merupakan data yang bersumber dari pengamatan di lapangan,

dalam penelitian karya ilmiah ini yaitu pada perusahaan pialang bernama PT.

Victory International Futures yang mana dapat melakukan penawaran umum

terhadap sautu efek kepada nasabah. Untuk mengetahui bagaimana penerapan

teori pada lapangan. Dari pengamatan langsung ke lapangan akan diperoleh

data yang relevan yang selanjutnya akan dianalisis.

2. Data Skunder, yaitu merupakan data yang bersifat kepustakaan

1.8.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam karya ilmiah ini menggunakan studi

dokumen, wawancara.

1. Teknik studi dokumen, digunakan untuk memperoleh data sekunder dari

penelitian hukum empiris, yang mana pada teknik ini dilakukan penelitian

atas bahan-bahan hukum yng relevan dengan permasalahan yang diangkat

pada karya ilmiah ini. Studi dokumen dalam hukum dibedakan menjadi

tiga, yaitu16

:

15

ibid.

16

Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2009, Buku Pedoman Pengenalan Bahan Hukum,

Fakultas Hukum Unud, Denpasar, h. 8.

28

a. Bahan hukum primer, merupakan bahan-bahan hukum yang mengikat,

seperti konstitusi, peraturan perundang-undangan, dan peraturan lain.

Dalam penelitian ini, bahan hukum primer yang digunakan, ialah :

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa

Keuangan

4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Nasabah

b. Bahan hukum sekunder, bahan-baan yang memberikan penjelasan atas

bahan hukum primer, yakni rancangan undang-undang, hasil

penelitian, buku dan artikel.

c. Bahan hukum tersier, bahan-bahan yang memberikn penjelasan atas

bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum

5. Teknik wawancara, adalah teknik pengumpulan data dengan bertanya

langsung kepada yang diwawancarai17

. Dalam karya ilmiah ini akan

digunakan juga teknik wawancara dalam pengumpulan datanya untuk

mendapatkan fakta-fakta yang terdapat pada emiten atau perusahaan

pialang yaitu PT. Victory International Futures seputar permasalahn yang

diangkat pada penelitian ini.

17

Ronny Hanitijo Soemitro, 1990, Metologi Penelitian Hukum dan Jurumetri, Cet. IV, Ghalia

Indonesia, Jakarta, h. 57.

29

1.8.6 Teknik Penentuan Sampel Penelitian

Teknik penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

non probality sampling, yang bentuknya adalah quota sampling dan purposive

sampling. Quota sampling adalah suatu proses penarikan sampel dengan

memperhatikan sampel yang paling mudah untuk diambil dan sampel tersebut telah

memenuhi ciri-ciri tertentu yang menarik perhatian peneliti18

. Dan purposive samling,

yaitu penarikan sampel yang didasarkan pada tujuan tertentu dan sampel ditentukan

sendiri yang mana penelitian sampel didasarkan pertimbangan bahwa sampel telah

memnuhi kriteria dan karakteristik yang merupakan cirri utama dari populasi19

.

1.8.7 Pengolahan dan Analisa Data

Setelah data yang diperlukan dalam penelitian ini terkumpul, tahap

selanjutnya adalah tahap pengolahan data. Data yang telah terkumpul secara lengkap

selanjutnya diolah secara kualitatif yang artinya memilih bahan hukum yang relevan

dan berkaitan dengan permasalahan yang diangkat. Tahap selanjutnya adalah

mengkualifikasikan dan mengumpulkan data berdasarkan kerangka penulisan secara

menyeluruh yang selanjutnya data yang diklasifikasikan tersebut dianalisis secara

deskriptif kualitatif. Deskriprif kualitatif adalah cara menggambarkan secara tepat

tentang hal – hal yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Setelah data

diolah dan dianalisa, maka akan mendapatkan suatu kebenaran yang mempunyai

18

Fakultas Hukum Universitas Udayana, Op.cit, h. 87.

19

Op.cit.

30

hubungan dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yang akan

disusun secara sistematis untuk mendapatkan suatu kesimpulan.