BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak...

22
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan oleh pemerintah. Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlindungan terhadap kesehatan sangat jelas diatur dimana dalam ketentuan Pasal 28H ayat (1) disebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Dalam perkembangan dewasa ini, masih sering dijumpai pelanggaran – pelanggaran terhadap hak seseorang di bidang kesehatan. Salah satu hal yang sering dijumpai itu adalah pola hidup masyarakat dalam kegiatan merokok, kegiatan merokok sudah menjadi kebiasaan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia dan kegiatan ini sangat berdampak negatif bagi perokok itu sendiri maupun bagi orang lain yang terpaksa harus terkena paparan asap rokok. Menurut World Health Organization (WHO), manusia masih jauh dari kata sadar akan dampak negatif yang juga mematikan akibat tembakau rokok. WHO juga mencatat adanya jumlah kematian yang sangat tinggi sekitar 11.000 orang tewas setiap harinya akibat terkena penyakit dari tembakau. Bahkan tembakau setiap tahunnya menewaskan 4 juta orang di seluruh dunia dan 1

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

kesejahteraan yang harus diwujudkan oleh pemerintah. Dalam Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlindungan terhadap kesehatan

sangat jelas diatur dimana dalam ketentuan Pasal 28H ayat (1) disebutkan bahwa

setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan

mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh

pelayanan kesehatan.

Dalam perkembangan dewasa ini, masih sering dijumpai pelanggaran –

pelanggaran terhadap hak seseorang di bidang kesehatan. Salah satu hal yang

sering dijumpai itu adalah pola hidup masyarakat dalam kegiatan merokok,

kegiatan merokok sudah menjadi kebiasaan bagi sebagian besar masyarakat

Indonesia dan kegiatan ini sangat berdampak negatif bagi perokok itu sendiri

maupun bagi orang lain yang terpaksa harus terkena paparan asap rokok.

Menurut World Health Organization (WHO), manusia masih jauh dari

kata sadar akan dampak negatif yang juga mematikan akibat tembakau rokok.

WHO juga mencatat adanya jumlah kematian yang sangat tinggi sekitar 11.000

orang tewas setiap harinya akibat terkena penyakit dari tembakau. Bahkan

tembakau setiap tahunnya menewaskan 4 juta orang di seluruh dunia dan

1

2

ironisnya angka tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 10 juta dalam

25tahun mendatang,1

Penyakit berbahaya yang ditimbulkan akibat tembakau rokok ialah

impotensi, kemandulan, gangguan janin, enfisema, bronhitis kronis sampai

berbagai jenis kanker.Kanker yang dimaksud seperti kanker paru – paru, mulut,

tenggorokan, pankreas, kandung kemih, mulut Rahim bahkan leukemia, serta

kanker kerdiovaskular dan stroke. Bagi para wanita hamil, merokok tidak hanya

menyebabkan kelainan pada fisik, seperti terserang asma, epilepsi, bronhitis dan

pneumonia, melainkan juga kelainan psikologis pada anak yang dapat berupa

depresi, hiperaktif atau imatur.2

Racun tembakau rokok terbesar dihasilkan oleh asap yang mengepul dari

ujung rokok yang sedang dihisap. Sebab asap yang dihasilkan berasal dari

pembakaran tembakau yang tidak sempurna.Asap rokok mengandung sejumlah

zat yang berbahaya seperti benzene, nikotin, nitrosamin, senyawa amin, aromatik,

naftalen, ammonia, oksidan sianida, karbon monoksida benzaprin dan lain-lain.

Partikel ini akan menghendap di saluran nafas dan sangat berbahaya bagi tubuh.

Endapanasap rokok juga mudah melekat di benda-benda di ruangan dan bisa

bertahan sampai lebih dari tiga tahun dengan tetap berbahaya.3

Di sisi lain kegiatan merokok mengakibatkan pencemaran udara dimana

hal tersebut merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia dalam

1http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs339/en/, Diakses Pada Tanggal 10

Juli 2015. 2http://www.who.int/tobacco/research/youth/health_effects/en/, Diakses Pada

Tanggal 10 Juli 2015.

3Budhi Antariksa, 2015, “Bahaya merokok bagi kesehatan”, http://www.

dokita.co/diakses tanggal 19 Februari 2015.

3

halmemperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat, di samping itu

pencemaranterhadap lingkungan kerap kali mengandung adanya risiko terhadap

kesehatan manusia.4 Pada kenyataan sehari – hari di lingkungan masyarakat

seorang perokok aktif tidak memperdulikan lingkungan di sekitar ketika dia

sedang melakukan kegiatan merokokdan tidak menyadari akan bahaya yang

ditimbulkan bagi orang sekitarnya, terutama dalam hal ini adalah bagi seorang

perokok pasif.

Selama ini bahaya asap rokok selalu menjadi ancaman bagi perokok pasif,

perokok pasif adalah seorang penghirup asap rokok dari orang yang sedang

merokok, sebagai perokok pasif dampaknya lebih berbahaya dibandingkan

perokok aktif, bahkan bahaya yang harus di tanggung perokok pasif tiga kali lipat

dari bahaya perokok aktif.5Berdasarkan data fakta tentang rokok di Indonesia

menurut Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tjandra Yoga Aditama menyatakan :

1. Jumlah perokok aktif di Indonesia terbanyak ke tiga di dunia setelah China

dan India.

2. Prevalensi Perokok: 67,4 %(laki-laki) &4,5%(perempuan)

3. 61,4 juta perokok di Indonesia

4. 97 juta warga Indonesia (non-smoker) terpapar asap rokok orang lain

(secondhand smoke)

5. 43 juta anak-anak terpapar asap rokok (secondhand smoke), diantaranya

11,4 juta anak usia 0-4 tahun

6. Lebih dari 200.000 meninggal setiap tahun akibat penyakit berhubungan

dengan rokok

7. Tren Kenaikan Anak usia 10-14 tahun yang merokok tahun 1995 dan

mengalami peningkatan hingga enam kali lipat pada tahun 2007. Jumlah

4Takdir Rahmadi, 2012, Hukum Lingkungan di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta,

h. 4. 5 Widyastuti Soerojo, 2014, “Perokok Pasif”, http://id.mwikipedia.org/wiki/

istimewa:history/Perokok_pasifdiakses tanggal 19 Februari 2015.

4

Perokok Anak 1995 sebesar 71.126 anak dan pada tahun 2007 sebesar

426.214 anak.

8. Beban ekonomi makro akibat penggunaan tembakau sebesar Rp.245,41

Triliun Rupiah (2010)6

Untuk mengantisipasi dampak buruk dan bahaya yang disebabkan rokok

terhadap kesehatan manusia Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan untuk

menetapkan Kawasan Tanpa Rokok. Kewenangan pembentukan Kawasan Tanpa

Rokok tersebut tercantum pada Undang-Undang Negara Republik Indonesia

Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dalam Pasal 115 ayat (2) yang

menetapkan bahwa “Pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok

di wilayahnya.”

Berdasarkan kewenangan yang diperoleh dari Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2009 tentang Kesehatan pada ketentuan Pasal 115 ayat(2),Pemerintah

Provinsi Bali membentuk Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011

Tentang Kawasan Tanpa Rokok, selanjutnya disebut dengan Perda Provinsi Bali

tentang KTR. Dalam Perda Provinsi Bali tentang KTR pada Pasal 2 yang

termasuk sebagai kawasan tanpa rokok meliputi “fasilitas pelayanan kesehatan,

tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan

umum, tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan“.

Penegakan Perda Provinsi Bali tentang KTR ini terus digalakkan

Pemerintah Provinsi di 9 (Sembilan) kabupaten yang ada di Bali, salah satunya

adalah di Kabupaten Buleleng yaitu di Kota Singaraja. Kota Singaraja merupakan

wilayah administratif dari Kabupaten Buleleng, sebagai daerah administratif Kota

6 Gabriel Abdi Susanto, 2013, “8 Fakta Tentang Rokok di Indonesia”

http://m.liputan6.com/health/read/601141/8-fakta-tentang-rokok-di-indonesia di akses

tanggal 24 februari 2015.

5

Singaraja menjadi salah satu percontohan bagi daerah – daerah yang ada di

Kabupaten Buleleng dalam menerapkan Perda Provinsi Bali tentang KTR.

Kawasan tanpa rokok di Kota Singaraja meliputi :

a. fasilitas pelayanan kesehatan.

b. tempat proses belajar mengajar.

c. tempat anak bermain.

d. tempat ibadah.

e. angkutan umum.

f. tempat kerja.

g. tempat umum.

h. tempat lain yang ditetapkan.

Perda Provinsi Bali tentang KTR sudah berlaku selama 4 (empat)

tahun.Namun kenyataannya masih banyak pelanggaran – pelanggaran ditemukan

pada kawasan – kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok di Kota

Singaraja.Berkaitan dengan hal tersebut penulis mengidentifikasi bahwa dalam

penerapannya Perda Provinsi Bali Nomor 10 tahun 2011 mengenai Kawasan

Tanpa Rokok inimasih menimbulkan kesenjangan antara Das sollen (norma yang

di cita-citakan) dan Das sein (kenyataan di masyarakat).

Maka dari itu, melihat uraian latar belakang masalah tersebut, penulis

mengangkat skripsi dengan judul “EFEKTIVITASPELAKSANAAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2011

TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DI KOTA SINGARAJA”.

6

1.2. Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari uraian latar belakang tersebut, ada beberapa

permasalahan yang perlu diteliti, sebagai berikut :

1. Bagaimana pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun

2011 Tentang Kawasan Tanpa Rokok diKota Singaraja?

2. Bagaimana Upaya Pemerintah Kabupaten Buleleng dalam melaksanakan

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Kawasan

Tanpa Rokok di Kota Singaraja?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Ruang Lingkup Penelitian merupakan bingkai penelitian, yang

menggambarkan batas penelitian, mempersempit permasalahan, dan mengatasi

area penelitian.7 Untuk lebih terarahnya dan mencapai tujuan yang dikehendaki,

pembahasan dan penelitian akan dibatasi sesuai ruang lingkup masalah yang akan

dibahas maka ruang lingkup dari permasalahan ini hanya membatasi mengenai

pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 tentang

Kawasan Tanpa Rokok diKota Singaraja.

1.4. Orisinalitas Penelitian

Orisinalitas adalah suatu syarat dalam penulisan penelitian yang digunakan

untuk menuliskan penelitian – penelitian terdahulu yang sejenis dan menjelaskan

perbedaan penelitian terdahulunya. Dalam hal ini penulis wajib memakai minimal

2 (dua) penelitian pembeda, adapun 2 (dua) pembeda dalam penelitian ini adalah:

7 Bambang Sunggono, 2010, Metedologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo

Persada, Jakarta, h, 111.

7

1. Judul Skripsi :

Agenda Setting Rancangan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta tentang

Kawasan Tanpa Rokok.

Penulis :

Diena Tiara Sari (Mahasiswi Program Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan

Politik Universitas Gadjah Mada, tahun 2014).

Rumusan Masalah :

1. Bagaimana tahap-tahap dan dinamika pada agenda setting

Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kota Yogyakarta tentang

Kawasan Tanpa Rokok (KTR)?

2. Siapa saja aktor yang terlibat dalam setiap tahapan agenda setting

dan bagaimana hubungan di antara para aktor tersebut, khususnya

pada Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kota Yogyakarta

tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan bagaimana hubungan

antara aktor- aktor tersebut?

3. Apa kepentingan dari setiap aktor yang terlibat dalam setiap

tahapan agenda setting Rancangan Peraturan Daerah (Raperda)

Kota Yogyakarta tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR)?

2. Judul Skripsi :

Proses Formulasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Kelurahan

Keparakan, Kecamatan Mergangsan, Yogyakarta.

8

Penulis :

Diena Tiara Sari (Mahasiswi Program Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan

Politik Universitas Gadjah Mada, tahun 2014).

Rumusan Masalah :

1. Bagaimana proses formulasi kebijakan kawasan tanpa rokok di

Kelurahan Keparakan, Kecamatan Mergangsan, Kota Yogyakarta?

2. Bagaimana peran aktor dalam perumusan kebijakan KTR di

Kelurahan Keparakan, Kecamatan Mergangsan, Kota Yogyakarta?

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini meliputi tujuan umum dan tujuan khusus :

1.5.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji dengan

menganalisis bagaimana efektivitas pelaksanaan Peraturan Daerah

Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok

diKota Singaraja, mengingat pentingnya jaminan perlindungan hukum

terhadap hak asasi manusia khususnya dalam memperoleh lingkungan

hidup yang baik dan sehat serta bebas dari asap rokok.

1.5.2 Tujuan Khusus

a. Agar dapat mengetahui dan memahami pelaksanaan Peraturan Daerah

Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok

di Kota Singaraja.

9

b. Agar dapat mengetahui dan memahami upayaPemerintah Daerah

Kabupaten Buleleng dalam meningkatkan pelaksanaan Peraturan

Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa

Rokok di Kota Singaraja.

1.6. Manfaat Penelitian

Manfaat peneltian dari skripsi ini dibedakan atas manfaat praktis yaitu

sebagai berikut :

1.6.1 Manfaat Teoritis

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran

dalam bidang Ilmu Hukum khususnya berkait dengan bidang Hukum

Administrasi Negara.

1.6.2 Manfaat Praktis

a. Manfaat praktis bagi pemerintah adalah terlaksananya penyampaian

informasi mengenai adanya aturan – aturan dalam Peraturan Daerah

Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok.

b. Dapat mengetahui pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor

10 Tahun 20111 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kota Singaraja

c. Dapat mengetahui upaya Pemerintah Daerah Kabupaten Buleleng

dalam meningkatkan pelaksanaan peraturan daerah.

d. Manfaat Praktis bagi masyarakat adalah dapat memberikan suatu

informasi yang bermanfaat baik berupa masukan maupun sumbangan

pemikiran bagi pihak – pihak yang berkepentingan dengan kegiatan

dan bidangkesehatan.

10

1.7 LandasanTeoritis

Dalam penelitian ini akan digunakan teori – teori, konsep – konsep,

maupun pandangan – pandangan para pakar yang berpengaruh sebagai landasan

pemikiran penelitian,yaitu :

1) Teori Efektivitas

Kata efektif berasal dari bahasa inggris yaitu effective yang berarti berhasil

atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik.Kamus ilmiah populer

mendefinisikan efektivitas sebagai ketetapan penggunaan, hasil guna atau

menunjang tujuan. Selain itu efektivitas juga merupakan suatu gambaran tingkat

keberhasilan atau keunggulan dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan dan

adanya keterkaitan atara nilai – nilai bervariasi.

Ketika kita ingin mengetahui sejauh mana efektivitas dari hukum, maka

kita pertama –tama harus dapat mengukur sejauh mana aturan hukum itu ditaati

oleh sebagian target yang menjadi sasaran ketaatannya, kita akan mengatakan

bahwa aturan hukum yang bersangkutan adalah efektif, namun demikian

sekalipun dapat dikatakan aturan yang ditaati itu efektif, tetapi kita masih tetap

dapat mempertanyakan lebih jauh derajat efektivitasnya.8

8 Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan

(Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang – Undang (Legisprudence), Kencana

Prenada Media Group, Jakarta, h.375.

11

Berbicara mengenai efektivitas hukum, Soerjono Soekanto sebagaimana di

kutip dalam Siswanto Sunarso berpendapat tentang pengaruh hukum, yaitu

sebagai berikut :

Salah satu fungsi hukum baik sebagai sikap tindak atau perilaku teratur

adalah membimbing perilaku manusia. Masalah pengaruh hukum tidak hanya

terbatas pada timbulnya ketaatan atau kepatuhan hukum, tetapi mencakup efek

total dari hukum terhadap sikap atau perilaku baik yang bersifat positif maupun

negatif.9

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Friedman sebagaimana dikutip

dalam Siswanto Sunarso mengemukakan bahwa :

“pengaruh hukum terhadap sikap tindak atau perilaku dapat

diklasifikasikan sebagai ketaatan (Compliance), ketidaktaatan atau penyimpangan

(deviance), dan pengelakan (evasion). Konsep – konsep ketaatan, ketidaktaatan

atau penyimpangan, dan pengelakan sebenarnya berkaitan dengan hukum yang

berisikan larangan atau suruhan. Bilamana hukum tersebut berisikan kebolehan,

perlu dipergunakan konsep – konsep lain, yakni penggunaan (use), tidak

menggunakan (nonuse), dan penyalahgunaan (misuse), hal tersebut adalah lazim

di bidang hukum perikatan.”10

Efektivitas hukum menurut Scolars sebagaimana dikutip oleh friedman

dalam Siswanto Sunarso diakui bahwa “pada umumnya dapat dikelompokkan

dalam teori tentang perilaku hukum ialah aktualisasi kegiatan hukum.11

Selanjutnya Siswanto Sunarso mengemukakan bahwa “efektivitas penegakan

hukum amat berkaitan erat dengan efektivitas hukum. Agar hukum itu efektif,

maka diperlukan aparat penegak hukum untuk menegakkan sanksi tersebut.Suatu

9 Soerjono Soekanto, 1988, Efektivitas Hukum dan Peranan Sanksi, Ramadja

Karya Bandung, dikutip dari Siswanto Sunarso, 2011, Penegakan Hukum Psikotropika

Dalam Kajian Sosiologi Hukum,(selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto I),Cet.IV, PT

Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.88. 10Ibid, h.89. 11Ibid.

12

sanksi yang dapat diaktualisasikan kepada masyarakat dalam bentuk ketaatan

(compliance), dengan kondisi tersebut menunjukkan adanya indikator bahwa

hukum tersebut adalah efektif”.12

2) Teori Penegakan Hukum

Secara umum penegakan hukum dapat diartikan sebagai tindakan

menerapkan perangkat sarana hukum tertentu untuk memaksakan sanksi hukum

guna menjamin penataan terhadap ketentuan yang ditetapkan. Menurut Satjipto

Rahardjo, “penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan –

keinginan hukum (yaitu pikiran – pikiran badan pembuat undang – undang yang

dirumuskan dalam peraturan – peraturan hukum) menjadi kenyataan”.13

Menurut Soerjono Soekanto dalam bukunya yang berjudul penegakan

hukum, menyebutkan bahwa :14

Suatu penegakan hukum dapat dilakukan dengan baik dan mantap bukan

hanya dilihat dari jumlah peraturan yang tertulis yang telah dikeluarkan

dan luas bidang suatu kehidupan masyarakat karena hal itu akan

mewujudkan penegakan hukum secara formal saja, namun dalam segi

materialnya lebih hukum itu sendiri, karena tanpa kegiatan tersebut

kesulitan besar akan dihadapi disamping biaya social yang sangat besar.

Penegakan hukum (law enforcement) dalam arti luas mencakup kegiatan

untuk melaksanakan dan menerapkan hukum serta melakukan tindakan hukum

terhadap pelanggaran atau penyimpangan hukum yang dilakukan oleh subyek

12Ibid. 13 Satjipto Rahardjo, 1996, Masalah Penegakan Hukum, Sinar Baru, Bandung, h.

24. 14Soerjono Soekanto, 1983,Penegakan Hukum, Binacipta, Bandung, (selanjutnya

disingkat Soerjono Soekanto II), h 37.

13

hukum.Penegakan hukum mencakup pula segala aktivitas yang dimaksud agar

hukum sebagai perangkat kaidah normatif yang mengatur dan mengikat para

subjek hukum dalam segala aspek kehidupan masyarakat dan bernegara benar –

benar ditaati dan sunguh – sunguh dijalankan sebagaimana mestinya.

Secara umum, sebagaimana dikemukakan oleh Soerjono Soekanto, faktor–

faktor yang mempengaruhi dalam penegakan hukum ada 5 macam antara lain :15

1. Faktor hukum atau norma hukum yang berlaku;

2. Faktor penegakan hukum, yakni pihak – pihak yang membentuk

maupun menerapkan hukum;

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku

atau diterapkan;

5. Faktor kebudayaan, yang sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang

didasarkan pada karya manusia dalam pergaulan hidup;

Faktor – faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain, sebab merupakan

bagian dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur dari efektivitas

berlakunya undang – undang atau peraturan. Dari kelima faktor tersebut dapat

dikaji berdasarkan Teori Sistem hukum dari Lawrence M. Friedman. Teori Sistem

Hukum dari sistem kemasyarakatan, maka hukum mencakup tiga komponen yaitu

:16

a. Legal substance (subtansi hukum) : merupakan aturan – aturan, norma-

norma dan pola tingkah laku nyata manusia yang berada dalam sistem

itu termasuk produk yang dihasilkan oleh orang yang berada di dalam

sistem hukum itu, mencakup keputusan yang mereka keluarkan atau

aturan baru yang merela susun.

15Ibid, h 30. 16Lawrence M. Friedman, 1969, The Legal System; A Social Science Perspektif,

Russel Soge Foundation, New York, h. 16.

14

b. Legal structure (struktur hukum) : merupakan kerangka, bagian yang

tetap bertahan, bagian yang memberikan semacam bentuk dan batasan

terhadap keseluruhan instansi – instansi penegak hukum antara lain ;

institusi atau penegak hukum seperti advokat, polisi, jaksa dan hakim.

c. Legal culture (budaya hukum) : merupakan suasana pikiran sistem dan

kekuatan social yang menentukan bagaimana hukum itu digunakan,

dihindari atau disalah gunakan oleh masyarakat.

Sebagai daerah otonom, pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota,

berwenang untuk membuat peraturan daerah dan peraturan kepala daerah, guna

menyelenggarakan urusan otonomi daerah dan tugas pembantuan. Peraturan

daerah ditetapkan oleh kepala daerah, setelah mendapat persetujuan bersama

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dalam menegakan Peraturan

Daerah,Pemerintah Daerah wajib menyebarluaskan Peraturan Daerah tersebut

yang telah diundangkan dalam berita daerah.

Untuk menegakkan peraturan daerah tersebut, dibentuk Satuan Polisi

Pamong Praja (Satpol PP) yang bertugas dalam membantu kepala daerah untuk

menegakkan Peraturan Daerah dan penyelenggaraan ketertiban umum dan

ketentraman masyarakat.17

Anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dapat diangkat sebagai

penyidik pegawai negeri sipil dan penyelidikan, serta penuntutan terhadap

pelanggaran atas ketentuan Peraturan Daerah dilakukan oleh pejabat penyidik dan

penuntut umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan. Maka

dari itu peran Satpol PP sangat penting dalam penyelenggaraan penegakan hukum

17 Siswanto Sunarno, 2009, Hukum Pemerintah Daerah di Indonesia, Sinar

Grafika, Jakarta, h. 37-38.

15

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Kawasan Tanpa

Rokok.

Dalam menegakkan Peraturan Daerah dapat juga ditunjuk pejabat lain

yang diberi tugas untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran selama

berdasarkan pada ketentuan peraturan daerah tersebut.18

Teori penegakan hukum dalam kaitannya dengan pembahasan skripsi ini

adalah penegakan hukum terhadap masyarakat yang melanggar ketentuan

larangan dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 tahun 2011 tentang

Kawasan Tanpa Rokok.

3) Teori Kesadaran Hukum

Kesadaran hukum tidaklah lepas dari ketaatan hukum, dan kesadaran

hukum yang baik adalah ketaatan hukum.Pernyataan kesadaran hukum

disandingkan sebagai awal dari ketaatan hukum itu sendiri.

Sosiologi hukum sangat berperan dalam upaya sosialisasi hukum demi

untuk meningkatkan kesadaran hukum yang positif, baik dari warga masyarakat

secara keseluruhan maupun dari kalangan penegak hukum. Sebagaimana

diketahui bahwa kesadaran hukum ada dua macam :

a. Kesadaran hukum positif, identik dengan ‘ketaatan hukum’.

b. Kesadaran hukum negatif, identik dengan ‘ketidaktaatan hukum’.19

Hukum berbeda dengan ilmu yang lain dalam kehidupan manusia, hukum

berbeda dengan ilmu seni, dan profesionalis lainya, struktur hukum pada dasarnya

berbasis pada kewajiban dan komitmen. Kewajiban moral untuk mentaati dan

18Ibid. 19 Achmad Ali, op.cit, h. 298.

16

peranan peraturan membentuk karakteristik masyarakat. Didalam kenyataannya

kesadaran hukum tidaklah sama dengan kesadaran sosial lainnya, memenuhi

ketaatan hukum harus didasari dari kesadaran hukum yang timbul dari diri

masyarakat. Tidaklah berlebihan bila ketaatan dalam hukum cenderung

dipaksakan akibat kesadaran yang tidak ada masyarakat itu sendiri.

Selanjutnyta Menurut Soerjono Soekanto ada empat idikator kesadaran

hukum, yaitu :

a. Pengetahuan tentang hukum.

b. Pemahaman tentang hukum.

c. Sikap terhadap hukum; dan

d. Perilaku hukum.20

Teori kesadaran hukum dalam kaitannya dengan pelaksanaan Peraturan

Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok

adalah bila mana masyarakat dapat taat dan patuh terhadap peraturan yang

mengatur kawasan tanpa rokok dan faktor apa saja yang dapat mempengaruhi

masyarakat terhadap ketaatan hukum yang berlaku dan mengatur kawasan tanpa

rokok itu sendiri.

1.8 Metode Penelitian

Sebagai karya ilmiah yang baik, tentulah menggunakan suatu metode

tertentu di dalam pendekatan dan penyelesaian masalahnya, karena metode

bertujuan untuk memenuhi syarat sebagai suatu skripsi yang di

pertanggungjawabkan.

1.8.1 Jenis Penelitian

20 Achmad Ali, op.cit, h.301.

17

Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum,

prinsip – prinsip hukum, maupun doktrin – doktrin hukum guna menjawab

isuhukum yang dihadapi.21 Dalam penelitian hukum dibedakan menjadi 2 (dua)

yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris :22

1. Penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk

menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi

normatifnya. Logika keilmuan yang ajeg dalam penelitian hukum normatif

dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara – cara kerja hukum

normatif, yaitu hukum yang objeknya hukum itu sendiri.23

2. Penelitian hukum empiris adalah istilah dari penelitian hukum sosiologis

pada penelitian sosiologis, hukum di konsepkan sebagai pranata sosial

yang secara riil dikaitkan dengan variabel – variabel sosial yang lain.

Apabila hukum sebagai gejala sosial yang empiris sifatnya, dikaji sebagai

variabel bebas/sebab (independent variable) yang menimbulkan pengaruh

dan akibat pada berbagai kehidupan sosial, kajian itu merupakan kajian

hukum yang sosiologis (socio-legal research).24

Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian hukum

empiris.Menurut Soerjono Soekanto penelitian hukum empiris atau sosiologis

terdiri dari penelitian terhadap hukum identifikasi hukum (tidak tertulis) dan

21 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Cetakan ke IV, Kencana

Prenada Media Group, Jakarta, h. 35. 22 Bambang Waluyo, 2002, Penelitian Hukum dan Praktek, Cetakan III, Sinar

Grafika, Jakarta, h. 13. 23 Johnny Ibrahim, 2005, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Cetakan

Pertama, Bayumedia Publishing, Malang, h. 57. 24Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum,

Rajawali Pers, Jakarta, h. 133.

18

penelitian terhadap efektivitas hukum.25 Sehingga penulis mengkaji

bagaimanakah efektivitas pelaksanaan dari Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor

10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok ini dalam penerapannya di

masyarakat.Penelitian hukum empiris menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi:

1. Penelitian yang bersifat Eksploratif (Penjajahan atau penjelajahan).

2. Penelitian yang bersifat Deskriptif.

3. Penelitian yang bersifat Eksplanatoris.

Dalam hal ini penulis menggunakan penelitian yang bersifat dekriptif.

Sifat deskriptif ini pada penelitian secara umum, termasuk pula dalam penelitian

ilmu hukum, bertujuan menggambarkan secara tepat sifat – sifat suatu individu,

keadaan gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan ada tidaknya

hubungan antara gejala yang satu dengan gejala lainnya di dalam masyarakat.

Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau data yang di

peroleh, digunakan untuk menelitiapakah Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor

10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok sudah terlaksana sesuai ketentuan

yang di muat dalam Peraturan Daerah tersebut atau tidak.

1.8.2 Jenis Pendekatan.

Penelitian hukum umumnya mengenal 7 (tujuh) jenis pendekatan yakni :

1. Pendekatan Kasus (The Case Approach).

2. Pendekatan Perundang – Undangan (The Statute Approach).

3. Pendekatan Fakta (The Fact Approach)

4. Pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analitical & Conseptual Approach).

5. Pendekatan Frasa (Words & Phrase Approach).

25 Soerjono Soekanto, 2007, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan ke III,

Universitas Indonesia, Jakarta, h. 51.

19

6. Pendekatan Sejarah (Historical Approach).

7. Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach).

Jenis pendekatan penelitian hukum yang digunakan adalah Pendekatan

Perundang – Undangan (The Statue Approach) dan Pendekatan Fakta (The Fact

Approach).Pendekatan Perundang – Undangan (The Statue Approach) yang

artinya adalah dilakukan dengan menelaah semua undang – undang dan regulasi

yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang di tangani.26Pendekatan

Fakta (The Fact Approach)yang artinya bahwa pendekatan yang di lakukan

berdasarkan fakta – fakta yang terjadi di lapangan yang ada kaitannya dengan

permasalahan isu hukum yang sedang di tangani.

1.8.3 Sumber Data.

Adapun sumber data yang digunakan dalam penulisan hukum empiris ada

2 (dua) jenis yaitu :

1. Data Primer adalah data-data yang di peroleh langsung dalam penelitian di

lapangan berupa data wawancara (interview) para informandari instansi

yang berwenang mengawasi pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Bali

tentang Kawasan Tanpa Rokok.

2. Data Skunder adalah data yang di peroleh dari data kepustakaan (Library

Research) yaitu dimana data – data atau bahan penulisan ini di peroleh

dari literatur – literatur dan peraturan Perundang – undangan yang ada

kaitannya dengan masalah. Mengenai data skunder ini berdasarkan

kekuatan mengikat dari isinya dapat dibagi menjadi 3 (tiga):

26 Peter Mahmud Marzuki, op.cit, h. 93.

20

a. Data Primer, yaitu data yang isinya mengikat dan dikeluarkan oleh

pemerintah, seperti berbagai peraturan perundang – undangan,

putusan pengadilan, traktat dan lain – lain. Dalam penelitian ini,

peraturan perundang – undangan yang digunakan adalah :

Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang – Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia.

Undang – Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukkan

Peraturan Perundang-undangan.

Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian

Pencemaran Udara.

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan

Rokok Bagi Kesehatan.

Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri

No. 7 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa

Rokok.

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 Tentang

Kawasan Tanpa Rokok.

Peraturan Gubernur Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2012 Tentang

Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok.

21

b. Data Skunder yaitu bahan yang isinya membahas bahan primer,

seperti buku, artikel, laporan penelitiandan berbagai karya tulis ilmiah

lainnya.

c. Data Tersier yaitu bahan – bahan yang bersifat menunjang bahan

primer dan skunder, seperti kamus, buku pegangan dan lain – lain.

1.8.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan bahan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah adalah dengan teknik studi dokumen dan teknik wawancara

(interview).Teknik Studi Dokumen merupakan teknik awal yang digunakan dalam

setiap penelitian ilmu hukum, baikdalam penelitian hukum normatifmaupun

dalam penelitian empiris, karena meskipun aspeknya berbeda namun keduanya

adalah penelitian ilmu hukum yang selalu bertolak dari premis normatif. Studi

dokumen dilakukan atas bahan – bahan hukum yang relevan dengan permasalahan

penelitian.27

Menurut M. Mochtar, teknik wawancara adalah teknik atau metode

memperoleh informasi untuk tujuan penelitian dengan cara melakukan tanya

jawab serta langsung (tatap muka), antara pewawancara dengan responden. Selain

27Fakultas hukum, 2013, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas

Udayana, Denpasar, h. 82.

22

dengan cara tatap muka wawancara dapat dilakukan secara tidak langsung dengan

telepon atau surat.28

Dalam pengumpulan data melalui studi kepustakaan atau library research,

teknik yang digunakan adalah membaca, menganalisa literatur – literatur yang

terkait dengan masalah yang diteliti sehingga nantinya akan di tarik sebuah

kesimpulan terhadap data tersebut.

1.8.5 Teknik Analisis

Penelitian hukum empiris dikenal dengan model – model analisis seperti

analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Dalam analisis data ini, penulis

menggunakan analisis data kualitatif karena dilihat sifat dari penelitiannya berupa

deskriptif dan disajikan secara deskriptif kualitatif, dengan menggambarkan

secara lengkap sebagaimana adanya tentang aspek – aspek yang berkaitan dengan

masalah yang dibahas yaitu mengenai Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10

Tahun 2011 tentang Kawasan tanpa Rokok sehingga dapat diperoleh suatu

kebenaran dan suatu kesimpulan.

28 M. Mochtar, 1998, Pengantar Metodelogi Penelitian, Sinar Karya Dharma IIP,

Jakarta, h, 78.