BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · penggerak bagi produktivitas dan efisiensi...

25
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perlindungan konsumen merupakan masalah kepentingan manusia, oleh karenanya menjadi harapan bagi semua bangsa di dunia untuk dapat mewujudkannya. Tanggal 20 April 1999, Indonesia memiliki istrumen hukum yang integratif dan komprehensif yang mengatur tentang perlindungan konsumen yaitu dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 1 . Pengaturan perlindungan konsumen tersebut dilakukan dengan : a. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur keterbukaan akses dan informasi, serta menjamin kepastian hukum b. Melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan kepentingan seluruh pelaku usaha c. Meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa d. Memberikan perlindungan kepada konsumen dari praktek usaha yang menipu dan menyesatkan e. Memadukan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan konsumen dengan bidang-bidang perlindungan pada bidang- bidang lain. 2 Perlindungan konsumen yang dijamin oleh Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindngan konsumen adalah adanya kepastian hukum terhadap segala perolehan kebutuhan konsumen. Kepastian hukum itu meliputi 1 Rachmadi Usman, 2000, Hukum Ekonomi Dalam Dinamika, Djambatan, Jakarta, h. 195. 2 Husni Syawali, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen , PT. Mandar Maju, Bandung, h. 7.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · penggerak bagi produktivitas dan efisiensi...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang dan/atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perlindungan konsumen merupakan masalah kepentingan manusia, oleh

karenanya menjadi harapan bagi semua bangsa di dunia untuk dapat

mewujudkannya. Tanggal 20 April 1999, Indonesia memiliki istrumen hukum

yang integratif dan komprehensif yang mengatur tentang perlindungan konsumen

yaitu dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen1. Pengaturan perlindungan konsumen tersebut dilakukan

dengan :

a. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur

keterbukaan akses dan informasi, serta menjamin kepastian hukum

b. Melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan kepentingan

seluruh pelaku usaha

c. Meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa

d. Memberikan perlindungan kepada konsumen dari praktek usaha yang

menipu dan menyesatkan

e. Memadukan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan

perlindungan konsumen dengan bidang-bidang perlindungan pada bidang-

bidang lain.2

Perlindungan konsumen yang dijamin oleh Undang Undang Nomor 8

Tahun 1999 tentang perlindngan konsumen adalah adanya kepastian hukum

terhadap segala perolehan kebutuhan konsumen. Kepastian hukum itu meliputi

1 Rachmadi Usman, 2000, Hukum Ekonomi Dalam Dinamika, Djambatan, Jakarta, h.

195.

2 Husni Syawali, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen , PT. Mandar Maju, Bandung, h.

7.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang dan/atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran

segala upaya berdasarkan hukum untuk memberdayakan konsumen memperoleh

atau menentukan pilihannya atas barang dan/atau jasa kebutuhan serta

mempertahankan atau membela hak-haknya apabila dirugikan oleh perilaku

pelaku usaha sebagai penyedia kebutuhan konsumen.

Perlindungan terhadap konsumen dipandang semakin penting, mengingat

makin pesat dan lajunya ilmu pengetahuan serta teknologi yang merupakan motor

penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang dan/atau jasa

yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran usaha. Dalam rangka

mengejar dan mencapai kedua hal tersebut, akhirnya baik langsung atau tidak

langsung, konsumenlah yang pada umumnya akan merasakan dampaknya.

Dengan demikian, upaya-upaya untuk memberikan perlindungan yang memadai

terhadap kepentingan konsumen merupakan suatu hal yang penting dan mendesak

untuk segera dicari solusinya, terutama di Indonesia mengingat sedemikian

kompleksnya permasalahan yang menyangkut perlindungan konsumen.

Pemerintah bertanggung jawab sepenuhnya untuk menjamin diperolehnya

hak konsumen, dengan dijaminnya hak-hak konsumen tersebut akan menciptakan

iklim usaha yang sehat. Dalam rangka menciptakan iklim dunia usaha yang sehat

perlu dilakukan koordinasi di antara sesama instansi teknis terkait untuk

meluruskan dan mendudukkan suatu permasalahan yang menyangkut

perlindungan konsumen, dalam hal ini permasalahan yang akan dikaji adalah

pengoplosan beras. .

Pengoplosan beras menjadi sangat penting untuk dikaji lebih mendalam

lagi disebabkan beras merupakan komoditas pangan yang sangat strategis, tidak

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang dan/atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran

hanya bagi Indonesia tapi juga bagi negara-negara di dunia terutama di belahan

Asia. Beras di Indonesia tidak hanya menjadi persoalan ekonomi. Tidak

mengherankan apabila beras selalu menjadi masalah penting, tidak saja bagi

petani, tetapi juga bagi ekonom, politikus dan para elite, karena itu kebijqakan di

bidang beras akan menjadi fokus perhatian semua pihak.3

Dari sisi konsumen, peran penting beras melebihi kentang, jagung,

gandum dan serealia lainnya. Fungsi strategisnya terletak pada posisinya yang

menjadi pangan pokok (staple food) bagi sekitar 3(tiga) miliar orang atau separuh

penduduk dunia. Di banyak Negara Asia, beras menyediakan 30% - 80 %

kebutuhan konsumsi kalori per kapita dan menjadi gantungan hidup sebagian

besar penduduk Asia khususnya masyarakat yang berpendapatan rendah4.

Pada umumnya kebijakan perberasan berhubungan dengan ketersediaaan

atau produksi beras serta harga beras yang beredar dipasaran. Untuk kebijakan

harga produksi berorientasi kepada perlindungan harga petani (floor price/harga

dasar) dan perlindungan terhadap konsumen (ceiling price/batas harga eceran

tertinggi). Harga produksi tersebut merupakan petunjuk tentang turut campur

tangan pemerintah terhadap sistem pasar.5

Masalah perberasan di Indonesia yang sering menjadi fenomena adalah

melonjaknya harga beras yang cukup tinggi disebabkan tingginya permintaan

pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan seperti menjelang Ramadhan, Idul

3 Khudori, 2008, Ironi Negeri Beras, INSISTPress, Yokjakarta, h. 5.

4 Ibid.

5 Khudori, op.cit, h. 90

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang dan/atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran

Fitri, Natal dan Tahun Baru serta pada saat-saat adanya Pemilihan Umum.

Masalah pengoplosan beras harus diberikan pada proporsi yang sebenarnya

sehingga diperoleh pemahaman dan tindakan yang sama di dalam

menyelenggarakan perlindungan konsumen.6

Di Indonesia, istilah oplos sering dikonotasikan dengan usaha mencampur

dengan maksud untuk mengambil keuntungan tanpa mengindahkan kualitas.

Misalnya tindakan pengoplosan solar atau diesel dengan minyak tanah bersubsidi.

Cara sedemikian ini dimaksudkan untuk mendapatkan keuntungan yang besar

tetapi tindakan ini sudah jelas mengakibatkan kerusakan mesin dan membohongi

serta merugikan konsumen. Cara mengoplos yang demikian dapat dikategorikan

sebagai penipuan dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen dan dapat dipidanakan.7

Pengoplosan beras adalah tindakan mencampur beras antara suatu kualitas

dengan kualitas lain yang berbeda, misalnya beras kualitas satu dicampur dengan

beras kualitas dua, tiga ataupun kualitas dibawahnya yang terjadi di toko-toko

sehingga merugikan masyarakat dan konsumen khususnya di Kota Denpasar.

Berdasarkan hal-hal diatas, maka saya tertarik untuk menulis skripsi

berjudul ”PENGOPLOSAN BERAS DALAM KAITANNYA DENGAN

PERLINDUNGAN KONSUMEN DI KOTA DENPASAR”

6 Anoname, http://www.indotops.com/ diakses, tanggal 24-01-2010

7 Rahardi Ramelan, “Oplos Atau Blending”,

http://www.leapidea.com/presentation?id=93. di akses tanggal 08 Februari 2010

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang dan/atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran

1.2 Rumusan Masalah

Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, maka pokok permasalahan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap konsumen dari tindakan

pengoplosan beras yang dilakukan oleh pelaku usaha?

2. Bagaimanakah tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen jika

mendapat beras oplosan?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Untuk lebih membatasi pembahasan agar tidak menyimpang terlalu jauh

maka cakupan atau ruang lingkup pembahasan dalam skripsi ini meliputi batas

pertama mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen dari tindakan

pengoplosan beras yang dilakukan oleh pelaku usaha. Permasalahan kedua

mengenai tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen jika mendapat beras

oplosan.

1.4 Orisinalitas Penelitian

Karya Ilmiah atau Penulisan Hukum/Skripsi yang berjudul “Pengoplosan

Beras Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Konsumen” dengan rumusan

masalah Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap konsumen dari tindakan

pengoplosan beras? Dan Bagaimana tanggung jawab pelaku usaha terhadap

konsumen jika mendapat beras oplosan? Ini merupakan hasil karya orisinil, tidak

terdapat karya dngan judul dan rumusan masalah yang sama yang pernah dajukan,

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang dan/atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran

pernah ditulis, atau pernah di terbitkan di Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Namun ada penelitian yang memiliki kemiripan dengan penelitian ini di luar

Fakultas Hukum Universitas Udayana. Setelah dilakukannya penelitian terhadap

judul-judul Skripsi dalam bidang Hukum Perdata khususnya mengenai hukum

Perlindungan Konsumen yang menyangkut Judul Skripsi Penulis, maka

ditemukan judul skripsi dengan tema yang sama diantaranya :

NO SKRIPSI JUDUL

RUMUSAN MASALAH

1

Parluhutan

Silitonga, 2010,

Universitas

Sumatra Utara,

Medan.

Pengoplosan Beras

Dalam Perspektif

undang-undang

nomor 8 tahun 1999

tentang perlindungan

konsumen.

1.Bagaimanakah tindakan

pengoplosan beras ditinjau dari

Undang-undang

Perlindungan konsumen.

2.Bagaimanakah pembinaan dan

pengawasan terhadap

perdagangan beras.

3. Bagaimana perlindungan

hukum terhadap konsumen dari

tindakan pengoplosan beras

ditinjau dari Undang-Undang

Perlindungan konsumen

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang dan/atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran

2 Lira Apriana

Sari Nasution,

2011,

Universitas

Sumatra Utara,

Medan.

Tinjauan Yuridis

Terhadap

Perlindungan

Konsumen atas

Beredarnya

Makanan Kadaluarsa

1. Bagaimana pengaturan

perlindungan konsumen atas

beredarnya makanan

kadaluarsa serta permasalahan

yang dihadapi dalam

mengkonsumsi makanan

kadaluarsa.

2. Bagaimana bentuk

perlindungan hukum terhadap

konsumen makanan kadaluarsa

serta pembinaan dan

pengawasan pemerintah dan

instasi yang terkait terhadap

beredarnya makanan

kadaluarsa.

3. Bagaimanakah pertanggung

jawaban pelaku usaha atas

beredarnya makanan

kadaluarsa serta mekanisme

penyelesaian sengketa

konsumen yang dapat

ditempuh untuk menyelesaikan

berbagai pelanggaran.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang dan/atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian merupakan sesuatu yang berguna untuk

menentukan hasil apa yang diperoleh. Pada penulisan karya ilmiah, haruslah

mempunyai tujuan yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian tujuan

penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1.5.1 Tujuan Umum

1. Untuk melatih diri dalam usaha menyatakan pikiran ilmiah secara tertulis.

2. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya dalam

bidang penelitian mengenai hukum perlindungan konsumen.

3. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana (S1).

4. Untuk mengetahui dan perlindungan hukum terhadap konsumen dari

tindakan pengoplosan beras yang dilakukan oleh pelaku usaha.

5. Untuk mengetahui tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen jika

mendapat beras oplosan.

1.5.2 Tujuan Khusus

1. Untuk memahami perlindungan hukum terhadap konsumen dari tindakan

pengoplosan beras yang dilakukan oleh pelaku usaha.

2. Untuk memahami tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen jika

mendapat beras oplosan.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang dan/atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran

1.6 Manfaat Penelitian

Dalam setiap penulisan skripsi ada manfaat yang dapat diambil dari

penelitian yang dilakukan. Manfaat secara umum dalam penulisan skripsi ini

terdiri dari :

1.6.1 Manfaat Teoritis

1. Memberikan manfaat dalam bentuk sumbang saran untuk perkembangan

ilmu hukum pada umumnya dan pada khususnya yang berhubungan

dengan hukum perlindungan konsumen.

2. Masukan bagi penegak hukum yang ingin memperdalam, mengembangkan

dan menambah pengetahuan tentang pelaksanaan pengoplosan beras

sesuai undang-undang dan ketentuan yang berlaku.

3. Menambah kasanah perpustakaan.

1.6.2 Manfaat Praktis

1. Sebagai masukan bagi penegak hukum dalam menangani masalah

pelaksanaan pengoplosan beras .

2. Memberikan informasi dan menambah wawasan pemikiran bagi

masyarakat tentang pelaksanaan pengoplosan beras yang merugikan

konsumen.

3. Sebagai bahan masukan bagi penyempurnaan perundang-undangan

nasional khususnya yang berhubungan dengan masalah pengoplosan beras.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang dan/atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran

1.7 Landasan Teori

Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk

menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam

usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat merugikan

konsumen itu sendiri. Dalam bidang hukum, istilah ini masih relatif baru,

khususnya di Indonesia.8 sedangkan di negara maju, hal ini mulai dibicarakan

bersamaan dengan berkembangnya industry dan teknologi.

Menurut Satijipto Raharjo, Perlindungan hukum adalah memberikan

pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan

perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-

hak yang diberikan oleh hukum.9

Menurut Pjillipus M. Hadjon bahwa perlindungan hukum bagi rakyat

sebagai tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan represif.10

1. Perlindungan Hukum preventif Perlindungan yang diberikan oleh

pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya

pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan

dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan

rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan sutu kewajiban.

8 AdijayaYusuf dan John W. Head, 1988, Topik Matakuliah Hukum Ekonomi dan

Kurikulum, ELIPS, Jakarta, h. 7.

9

Satijipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung h.53.

10 Pjillipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia , PT. Bina

Ilmu, Surabaya, h. 2.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang dan/atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran

2. Perlindungan yang represif Perlindungan hukum represif merupakan

perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman

tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah

dilakukan suatu pelanggaran.

Kaitan teori perlindungan hukum preventif dengan perlindungan

konsumen khususnya dalam pengoplosan beras yakni UUPK telah memberikan

perlindungan dalam hak-hak konsumen dan kewajiban pelaku usaha yang

tujuanya adalah untuk mencegah terjadinya sengketa. Namun pada kenyataanya

terjadi pengoplosan beras yang mengakibatkan kerugian terhadap konsumen

Sehingga dalam pengoplosan beras yakni terjadi kesimpangan antara das sollen

hukum yang seharusnya dengan das sein hukum yang terjadi di lapangan.

Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen disebutkan:“Perlindungan konsumen adalah segala

upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan

kepada konsumen”.

Karena itu, berbicara tentang perlindungan konsumen berarti

mempersoalkan jaminan atau kepastian tentang terpenuhinya hak-hak konsumen.

Pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang saling memerlukan. Pelaku

usaha perlu menjual barang dan jasanya kepada konsumen. Sebaliknya konsumen

memerlukan barang dan/atau jasa yang dihasilkan dan dijual oleh pelaku usaha

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang dan/atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran

guna memenuhi keperluannya sehingga kedua belah pihak saling memperoleh

manfaat atau keuntungan.11

Lemahnya posisi konsumen dibandingkan posisi produsen juga disebabkan

karena mulai dari proses sampai hasil produksi barang dan atau jasa yang

dihasilkan tanpa campur tangan konsumen sedikitpun.12

Pada peristiwa semacam

inilah dibutuhkan hukum untuk memberikan perlindungan konsumen.

Sampai saat ini secara universal diakui adanya hak-hak konsumen yang

secara universal pula harus dilindungi dan dihormati yaitu :

a Hak atas keamanan dan keselamatan

b Hak atas informasi

c Hak untuk memilih

d Hak untuk di dengar

e Hak atas lingkungan hidup13

Dalam konteks hukum perlindungan konsumen terdapat prinsi-prinsip

pyang berlaku dalam bidang hukum. Prinsip-prinsip

itu ada yang masih berlaku sampai sekarang tetapi ada pula yang

ditinggalkan seiring dengan tuntutan kesadaran hukum masyarakat yang terus

meningkat. Prinsip-prinsip yang muncul tentang kedudukan kosumen dalam

hubungan hukum dengan pelaku usaha berangkat dari doktrin atau teori yang

dikenal dalam perjalanan sejarah hukum perlindungan konsumen, termasuk dalam

kelompok ini adalah:

a. Let the buyer beware

11 Abdul Halim Barkatullah , 2008, Hukum Perlindungan Konsumen, FH. Unlam Press,

Banjarmasin, h. 5.

12

Husni Syawali, op.cit. h. 37

13

Husni Syawali, op.cit. h. 39

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang dan/atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran

Doktrin let the buyer beware atau caveat emptor merupakan dasar dari

lahirnya sengketa dibidang transaksi konsumen. Asas ini berasumsi bahwa pelaku

usaha dan konsumen adalah dua pihak yang sangat seimbang, sehingga konsumen

tidak memerlukan perlindungan. Prinsip ini mengandung kelemahan, bahwa

dalam perkembangan konsumen tidak mendapat informasi yang memadai untuk

menentukan pilihan terhadap barang dan/atau jasa yang dikonsumsinya. Hal

tersebut dapat disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan konsumen atau

ketidakterbukaan pelaku usaha terhadap produk yang ditawarkannya. Dengan

demikian, apabila konsumen mengalami kerugian, maka pelaku usaha dapat

berdalih bahwa kerugian tersebut akibat dari kelalaian konsumen sendiri.

b. The due care theory

Doktrin ini menyatakan bahwa pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk berhati-

hati dalam memasarkan produk, baik barang maupun jasa. Selama pelaku usaha

berhati-hati dengan produknya, maka ia tidak dapat dipersalahkan. Pada prinsip

ini berlaku pembuktian siapa mendalilkan maka dialah yang membuktikan. Hal

ini sesuai dengan jiwa pembuktian pada hukum privat di Indonesia yaitu

pembuktian ada pada penggugat, sesuai dengan pasal 1865 BW yang secara tegas

menyatakan bahwa barangsiapa yang mendalilkan mempunyai suatu hak atau

untuk meneguhkan haknya atau membantah hak orang lain, atau menunjuk pada

suatu peristiwa, maka diwajibkan mebuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.

c. The prifity of contract

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang dan/atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran

Doktrin ini menyatakan pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk

melindungi konsumen, tetapi hal itu baru dapat dilakukan jika diantara mereka

telah terjalin suatu hubungan kontraktual. Pelaku usaha tidak dapat disalahkan

diluar hal-hal yang dperjanjikan. Dengan demikian konsumen dapat menggugat

berdasarkan wanprestasi. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam pasal 1340 BW

yang menyatakan tentang ruang lingkup berlakunya perjanjian hanyalah antara

pihak-pihak yang membuat perjanjian saja.

d. Prinsip kontrak bukan merupakan syarat

Prinsip ini tidak mungkin lagi dipertahankan, jadi kontrak bukan lagi

merupakan syarat untuk menetapkan eksistensi suatu hubungan hukum.14

Dalam etika bisnis, dikenal adanya etika pengakuan yang melihat adanya

asimetri dalam tugas dan kewajiban manusia, disamping itu terdapat teori

pemeliharaan hak yang mengakui tanggung jawab produsen atau penjual atas

produk sebagai hasil hubungan yang asimetri antara pihak konsumen (yang lebih

lemah) dan pihak produsen atau pemasok (yang lebih kuat). Teori ini melindungi

hak-hak pihak yang lemah dan mendukung gagasan suatu masyarakat moral yang

mempraktikkan keadilan.15

Keperluan adanya hukum untuk memberikan perlindungan kepada

konsumen, merupakan suatu hal yang tidak dapat dielakkan, sejalan dengan tujuan

pembangunan nasional kita yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.

14

Shidarta, 2006, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. PT. Gramedia

WidiasaranaIndonesia, Jakarta, h. 63.

15 Ketut Rindjin, 2004, Etika Bisnis dan Implementasinya, PT. Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta, h. 88.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang dan/atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran

Membahas keperluan hukum untuk memberikan perlindungan bagi konsumen

Indonesia, hendaknya terlebih dahulu melihat situasi peraturan perundang-

undangan Indonesia khususnya peraturan atau keputusan yang memberikan

perlindungan bagi masyarakat, sehingga bentuk hukum perlindungan konsumen

yang ditetapkan sesuai dengan yang diperlukan bagi konsumen Indonesia dan

keberadaannya tepat apabila diletakkan didalam kerangka sistem hukum nasional

Indonesia.16

Di dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen, tidak hanya

mencantumkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari konsumen, melainkan juga

hak-hak dan kewajiban-kewajiban pelaku usaha, namun kelihatan bahwa hak yang

diberikan kepada konsumen (yang diatur dalam Pasal 4 UUPK ), lebih banyak

dibandingkan dengan hak pelaku usaha (yang dimuat pada Pasal 6 UUPK ), dan

kewajiban pelaku usaha (dalam Pasal 7 UUPK ) lebih banyak dari kewajiban

konsumen (yang dimuat dalam Pasal 5 UUPK).

Sebagai konsekuensi dari hak konsumen, maka kepada pelaku usaha

dibebankan kewajiban-kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Undang-

Undang Perlindungan konsumen, diantaranya :

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya

b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi

dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan

penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.

16 Husni Syawali, op.cit. h. 8

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang dan/atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif

d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau

jasa yang berlaku.

e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau

mencoba barang dan/atau jasa tertentu, serta memberi jaminan

dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan.

f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau jasa pergantian apabila

barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai

dengan perjanjian.

Selain kewajiban pelaku usaha, di dalam Undang-Undang Perlindungan

konsumen juga diatur berbagai larangan bagi pelaku usaha sesuai Pasal 8 UUPK

Secara garis besar larangan yang dikenakan dalam Pasal 8 Undang-Undang

Perlindungan Konsumen tersebut dapat dibagi kedalam dua larangan pokok yaitu:

a. Larangan mengenai produk itu sendiri, yang tidak memenuhi syarat

dan standar yang layak untuk dipergunakan atau dipakai atau

dimanfaatkan oleh konsumen.

b. Larangan mengenai ketersediaan informasi yang tidak benar, dan

tidak akurat, yang menyesatkan konsumen.

Dalam larangan-larangan itu menunjukkan kepada produsen bahwa

produsen mempunyai tanggung jawab sekurang-kurangnya dalam dua aspek,

yaitu:

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang dan/atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran

1. Bertanggung jawab untuk menciptakan iklim berusaha yang sehat,

baik antara sesama pelaku usaha maupun antara pelaku usaha dan

masyarakat konsumen. Dengan dipatuhinya larangan-larangan

tersebut maka hal-hal yang menimbulkan distorsi pasar, persaingan

tidak sehat, dan hal lain yang potensial untuk merusak struktur

kehidupan perekonomian nasional dapat dihindarkan. Dengan

demikian, roda pembangunan nasional dapat berjalan dengan baik. Ini

berarti tugas, kewajiban, dan tanggung jawab setiap pelaku usahalah

untuk senatiasa mewujudkan iklim berusaha yang sehat.

2. Bertanggung jawab untuk melindungi masyarakat konsumen, baik

sendiri-sendiri maupun keseluruhan dari kemungkinan timbulnya

kerugian terhadap diri konsumen ataupun harta bendanya. Dengan ini

dimaksudkan pula bahwa tugas untuk menjaga kesejahteraan rakyat

melalui penyediaan kebutuhan yang baik, sehat, dan berkualitas juga

merupakan tanggung jawab produsen sebagai pelaku usaha.

3. Produsen sebagai pelaku usaha mempunyai tanggung jawab terhadap

segala bentuk kerugian yang diderita konsumen karena memakai atau

menkonsumsi produknya yang menimbulkan kerugian.

Tanggung jawab dalam hukum dibagi menjadi 3 asas yaitu:

1. asas tanggung jawab berdasarkan kesalahan (liability based on fauld)

2. asas tanggung jawab tanpa kesalahan (liability without fault)

3. tanggung jawab mutlak (strict liability)

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang dan/atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran

Pada tanggung jawab berdasarkan kesalahan pihak yang menuntut ganti

rugi (penggugat) diharuskan untuk membuktikan bahwa kerugian yang

dialaminya disebabkan oleh perbuatan dan kesalahan dari pihak yang ia tuntut

untuk membayar ganti rugi tersebut (tergugat), pada asas tanggung jawab tanpa

kesalahan (liability without fault) seseorang bertanggung jawab begitu kerugian

terjadi, terlepas dari ada tidaknya kesalahan pada dirinya.17

Sedangkan pada asas

tanggung jawab mutlak (strict liability) adalah prinsip tanggung jawab yang

menentukan, namun ada pengecualian-pengecualian yang memungkinkan untuk

dibebaskan dari tanggung jawab. 18

Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (fault liability atau

liability based on fauld) adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum

pidana dan perdata. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, khususnya

Pasal 1365, 1366 dan 1367, prinsip ini dipegang secara teguh. Prinsip ini

menyatakan seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara

hukum jika ada unsur kesalahannya. Yang dimaksud kesalahan adalah unsur yang

bertentangan dengan hukum, tidak hanya bertentangan dengan undang-undang,

tetapi juga kepatutan dan kesusilaan dalam masyarakat.

Harkristuti Harkrisnowo membedakan berbagai perilaku yang merugikan

konsumen yaitu merupakan perbuatan melawan hukum (sebagai kasus perdata)

dan tindak pidana. Undang-undang Perlindungan konsumen telah memberikan

akses dan kemudahan bagi hak-hak konsumen untuk mendapatkan ganti rugi dan

17

Abdul Halim Barkatullah, op.cit, h. 82

18 Shidarta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen , Grasindo, Jakarta, h. 63.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang dan/atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran

sejumlah tuntutan yang menyangkut kepentingan konsumen dengan dirumuskan

sistem pertanggungjawaban produk oleh pelaku usaha (product liability). 19

Tanggung jawab produk (product liability) adalah suatu tanggung jawab

secara hukum dari orang atau badan yang menghasilkan suatu produk (producer,

manufacture) atau dari orang atau badan yang bergerak dalam suatu proses untuk

menghasilkan suatu produk (prosessor, assembler) atau dari orang atau badan

yang menjual dan mendistribusikan (seller, distributor) produk tersebut.20

Dari segi pertanggungjawaban produsen dibebani dua jenis

pertanggungjawaban, yaitu tanggung jawab publik dan tanggung jawab privat

(perdata).21

Berbagai larangan bagi pelaku usaha sesuai Pasal 8 Undang-Undang

Konsumen baik larangan mengenai kelayakan produk, berupa barang dan/atau

jasa pada dasarnya berhubungan erat dengan karakteristik dan sifat dari barang

dan/atau jasa yang diperdagangkan. Kelayakan produk tersebut merupakan

“standar minimum” yang harus dipenuhi atau dimiliki oleh suatu barang dan/atau

19

Harkristuti Harkrisnowo, 1996, “Perlindungan Konsumen Dalam Kerangka Sistem

Peradilan di Indonesia”, Lokakarya Rancangan Undang-undang tentang Perlindungan konsumen,

Kerjasama Lembaga Penelitian Universitas Indonesia dengan Departemen Perindustrian dan

Perdagangan, Jakarta, h. 6.

20 Ansorulloh Najmuddin, Dilema Perundang-undangan di Indonesia,

http://indoprogress.blogspot.com, diakses tanggal 11-04-2014

21 Janus Sidabalok, 2006, Hukum Perlindungan Konsumen, Citra Aditya Bakti, Bandung ,

h. 80.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang dan/atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran

jasa tertentu sebelum barang dan/atau jasa tersebut dapat diperdagangkan untuk

dikonsumsi masyarakat luas. 22

Sebagai konsekuensi hukum dari pelanggaran yang diberikan undang-

undang tentang perlindungan konsumen dan sifat perdata dari hubungan hukum

antara pelaku usaha dan konsumen maka setiap pelanggaran yang dilakukan

pelaku usaha yang merugikan konsumen memberikan hak kepada konsumen yang

dirugikan tersebut untuk meminta pertanggung jawaban dari pelaku usaha yang

merugikan serta menuntut ganti rugi atas kerugian yang diderita untuk meminta

pertanggung jawaban dari pelaku usaha yang merugikan serta menuntut ganti rugi

atas kerugian yang diderita oleh dari pelaku usaha yang merugikan serta menuntut

ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh konsumen. 23

Tanggung jawab untuk mengganti rugi tidak saja karena dilakukannya

perbuatan melanggar hukum, tetapi juga karena kelalaian atau kurang hati-hati,

bahkan tanggung jawab itu tidak hanya karena perbuatan atau tidak berbuat

pelaku sendiri, tetapi juga karena perbuatan atau tidak berbuat dari orang-orang

yang menjadi atau termasuk tanggung jawabnya (Pasal 1366 dan Pasal 1367

KUHPerdata)24

Perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) dicantumkan dalam

Pasal 1365KUHPerdata yang berisi “ Tiap perbuatan melanggar hukum yang

22

Abdul Halim Barkatullah , op.cit. h. 41-42

23 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2008, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen,

Gramedia Pustaka utama, Jakarta, h. 3.

24 AZ. Nasution, 2002, Hukum Perlindungan Konsumen, CV. Triarga Utama, Jakarta, h.

77.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang dan/atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran

membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya

menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.

Pengertian perbuatan melawan hukum di Indonesia diterjemahkan dari

bahasa Belanda yaitu “Onrechtmatige daad”. Dalam istilah “melawan” melekat

pada sifat aktif dan pasif. Sifat aktif dapat dilihat apabila dengan sengaja

melakukan suatu perbuatan yang menimbulkan kerugian orang lain, jadi sengaja

melakukan gerakan sehingga nampak dengan jelas sifat aktifnya dari istilah

“melawan” tersebut. Sebaliknya apabila ia dengan sengaja diam saja atau dengan

perkataan lain apabila ia dengan sikap pasif saja sehingga menimbulkan kerugian

pada orang lain maka ia telah “melawan” tanpa harus menggerakkan badanya.25

Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang lazim dikenal

sebagai Pasal tentang perbuatan melawan hukum, mengharuskan terpenuhinya 4

(empat) unsur pokok yaitu :

a) Adanya perbuatan

b) Adanya unsur kesalahan

c) Adanya kerugian yang diderita

d) Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian

Peranan konsep dalam penelitian ini adalah untuk menghubungkan dunia

teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas. Konsep diartikan sebagai kata

yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dalam hal-hal yang khusus,

yang disebut dengan definisi operasional. Pentingnya definisi operasional adalah

25

Abdul Halim Barkatullah, op.cit. h. 75-76

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang dan/atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran

untuk menghindarkan perbedaan pengertian antara penafsiran dari suatu istilah

yang dipakai. Selain itu dipergunakan juga untuk memberikan pegangan pada

proses penelitian ini.

1.8 Metode Penelitian

1.8.1 Jenis Penelitian

Metode penelitian yang dipergunakan untuk menjawab

permasalahan yang ada dalam skripsi ini adalah metode yuridis empiris,

penelitian berupa studi empiris yang menemukan teori-teori mengenai proses

terjadinya dan mengenai proses bekerjanya hukum di dalam masyarakat.

Dengan demikian tidak hanya sebatas mempelajari pasal-pasal perundang-

undangan dan pendapat para ahli dan kemudian diuraikan, tetapi juga

menggunakan bahan yang sifatnya empiris dalam rangka mengolah dan

menganalisa data-data dari lapangan yang disajikan sebagai pembahasan.

1.8.2 Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat penelitian deskriptif. Penelitian ini bertujuan

menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau

kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau

untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala

lain dalam masyarakat.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang dan/atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran

1.8.3 Jenis Pendekatan

Dalam penelitian skripsi ini terdapat 3 (tiga) jenis pendekatan

yaitu:

1) Pendekatan Perundang-Undangan ( The Statute Approach)

2) Pendekatan Fakta (The Fact Approach)

3) Pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analitical & Conseptual

Approach)

1.8.4 Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan

data sekunder. Data primer adalah data yang bersumber dari peenlitian

lapangan yaitu suatu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama

dilapangan yaitu baik dari responden maupun dari informan. Sedangkan data

sekunder adalah data yang bersumber dari penelitian kepustakaan yaitu data

yang diperoleh tidak secara langsung dari sumber pertamanya, melainkan

bersumber data-data yang sudah terdokumenkan dalam bentuk bahan-bahan

hukum. Selanjutnya data sekunder terdiri dari bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder

a. Bahan Hukum Primer yang digunakan adalah

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2. Undang-Undang No. 8 Tahun1999 Tentang Perlindungan

Konsumen.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang dan/atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran

b. Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder dapat berupa literature-literatur hukum yang

berhubungan dengan masalah yang diteliti seperti bahan-bahan

hukum tentang hukum perlindungan konsumendan hukum jual

beli.

1.8.5 Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan

cara teknik wawancara, wawancara ini dilakukan dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban

yang relevan dengan masalah penelitian kepada responden maupun informan.

1.8.6 Teknik Penentuan Sempel

Dalam penelitian ini teknik yang digunakan adalah teknik non-

probability sampling yaitu memberikan peran yang sangat besar untuk

menentukan pengambilan sampelnya. Dalam hal ini tidak ada ketentuan yang

pasti berapa sampel harus diambil agar dapat dianggap mewakili populasi.

Sedangkan mengenai bentuk dari non-propability sampling yang digunakan

adalah Snownall Sampling penarikan sample dari teknik ini dipilih

berdasarkan penunjukan atau rekomendasi dari sampel sebelumnya. Sempel

pertama yang diteliti ditentukan sendiri oleh si peneliti yaitu dengan mencari

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang dan/atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran

(key informan) informan kunci / responden kunci yang dianggap mengetahui

tentang penelitian yang sedang dilakukan oleh si peneliti.

1.8.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Teknik pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam

penulisan karya ilmiah ini adalah dengan mengumpulkan data kepustakaan

dan data lapangan, apabila telah terkumpul kemudian data-data tersebut

diolah secara analisis kualitatif. Keseluruhan data yang terkumpul akan

diolah dan dianalisis dengan cara menyusun secara sistematis,

digolongkan dalam pola dan tema, diklasifikasikan, dihubungkan antara

satu data dengan data lainnya, dilakukan interpretasi untuk memahami

makna data dalam situasi sosial, dan dilakukan penafsiran dari perspektif

peneliti setelah memahami keseluruhan kualitas data. Serta untuk

penyajiannya dilakukan secara deskriptif kualitatif dan sistematis yaitu

memberikan gambaran atau pemaparan secara apa adanya dan sistematis

sehingga diperoleh suatu kesimpulan.