BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ferry... · ... karya-karya seni, hingga apa yang...

30
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hak cipta merupakan salah satu cabang dari Hak Kekayaan intelektual (selanjutnya disingkat HKI) secara umum sudah diakui baik secara internasional maupun secara nasional. Hal ini dibuktikan dengan dimunculkan serta di berlakukannya konvensi-konvensi internasional maupun peraturan lainya yang mengatur mengenai hak cipta. Beberapa aturan tersebut dapat dalam skalain ternasional muncul TRIPs (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Right) yang di dalamnya menyinggung mengenai masalah hak cipta. Secara khusus lagi muncul juga Bern Convention for the Protection of Literary and Artistic Work. 1 Beberapa konvensi tersebut merupakan satu bentuk perjanjian internasional yang mengikat bagi negara anggota yang menerapkan perjanjian tersebut kedalam negaranya. Tentu pemberlakuan ketentuan-ketentuan tersebut dalam sebuah negara tertentu tidak dapat begitu saja berlaku. Ada prosedur-prosedur yang harus dilakukan terlebih dahulu. Prosedur yang paling sering dikenal adalah dengan menggunakan prosedur ratifikasi. Prosedur ini tergantung pada negara masing- masing. Untuk Indonesia, hal ini diatur dalam pasal 11 UUD 1945 yang berbunyi “presiden dengan perstujuan DPR menyatakan perang dan membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain”. 1 Arif Lutviansori, 2010, Hak Cipta dan Perlindungan Folklor di Indonesia, Cetakan Pertama, Graha Ilmu, Yogyakarta, h. 9

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ferry... · ... karya-karya seni, hingga apa yang...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ferry... · ... karya-karya seni, hingga apa yang dikenal sebagai indigenous ... ada istilah lain yang disebut ... atau kayu yang ditempelkan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Hak cipta merupakan salah satu cabang dari Hak Kekayaan intelektual

(selanjutnya disingkat HKI) secara umum sudah diakui baik secara internasional

maupun secara nasional. Hal ini dibuktikan dengan dimunculkan serta di

berlakukannya konvensi-konvensi internasional maupun peraturan lainya yang

mengatur mengenai hak cipta. Beberapa aturan tersebut dapat dalam skalain

ternasional muncul TRIPs (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual

Property Right) yang di dalamnya menyinggung mengenai masalah hak cipta.

Secara khusus lagi muncul juga Bern Convention for the Protection of Literary

and Artistic Work.1

Beberapa konvensi tersebut merupakan satu bentuk perjanjian internasional

yang mengikat bagi negara anggota yang menerapkan perjanjian tersebut kedalam

negaranya. Tentu pemberlakuan ketentuan-ketentuan tersebut dalam sebuah

negara tertentu tidak dapat begitu saja berlaku. Ada prosedur-prosedur yang harus

dilakukan terlebih dahulu. Prosedur yang paling sering dikenal adalah dengan

menggunakan prosedur ratifikasi. Prosedur ini tergantung pada negara masing-

masing. Untuk Indonesia, hal ini diatur dalam pasal 11 UUD 1945 yang berbunyi

“presiden dengan perstujuan DPR menyatakan perang dan membuat perdamaian

dan perjanjian dengan negara lain”.

1 Arif Lutviansori, 2010, Hak Cipta dan Perlindungan Folklor di Indonesia, Cetakan

Pertama, Graha Ilmu, Yogyakarta, h. 9

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ferry... · ... karya-karya seni, hingga apa yang dikenal sebagai indigenous ... ada istilah lain yang disebut ... atau kayu yang ditempelkan

2

Dari segi muatan, hak cipta mengandung esensi monopoli atas hak

ekonomi atau eonomic rights dan hak moral atau moral rights. Hak ekonomi

berunsur hak untuk mengumumkan atau perfoming rights. Keduanya memberi

pencipta kewenangan untuk mengeksploitasi dan mengawasi penggunaan

ciptaannya. Hak Moral juga memberi pencipta hak untuk menjaga dan mengawasi

eksploitasi ciptaanya, terutama dari dimensi moral. Misalnya, hak untuk meminta

dicantumkan namanya dalam ciptaan atau right paternity. Berdasarkan hak moral

itu pula pencipta dapat melarang orang lain mengubah atau mengurangi ataupun

memperlakukan ciptaanya secara tidak tidak pantas berdasarkan nilai-nilai dan

kaidah right of integrity.2

Salah satu isu yang menarik dan saat ini tengah berkembang dalam lingkup

kajian HKI adalah perlindungan hukum terhadap kekayaan intelektual yang

dihasilkan oleh masyarakat asli atau masyarakat tradisional. Kekayaan intelektual

yang dihasilkan oleh masyarakat asli tradisional ini mencakup banyak hal mulai

dari sistem pengetahuan tradisional (traditional knowledge), karya-karya seni,

hingga apa yang dikenal sebagai indigenous science and technology.

Kekayaan intelektual yang dihasilkan oleh masyarakat asli tradisional ini

menjadi menarik karena rejim ini masih belum sepenuhnya terakomodasi oleh

pengaturan mengenai hak kekayaan intelektual, khususnya dalam lingkup

internasional. Pengaturan hak kekayaan intelektual dalam lingkup internasional

sebagaimana terdapat dalam Trade Related Aspects of Intellectual Propert Rights

2 Henry Soelistyo, 2011, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,

h.14

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ferry... · ... karya-karya seni, hingga apa yang dikenal sebagai indigenous ... ada istilah lain yang disebut ... atau kayu yang ditempelkan

3

(TRIPs), misalnya hingga saat ini belum sepenuhnya mengakomodasi kekayaan

intelektual masyarakat asli/tradisional.

Sebagai salah satu isu penting yang berkaitan dengan hak kekayaan

intelektual dewasa ini adalah sejauh mana kekayaan intelektual masyarakat asli

yang lazim disebut folklore atau ekspresi budaya tradisional dan pengetahuan

tradisional (traditional knowledge) mendapat perlindungan. Pembahasan tentang

folklore atau ekspresi budaya tradisional tentunya tidak dapat dipisahkan dari

pengetahuan tradisional (traditional knowledge).

Dalam kaitannya dengan pengetahuan tradisioal yang luas, ada istilah lain

yang disebut sebagai tradisi budaya (folklore). Penyebutan terhadap folkore ini

lebih dimaksudkan untuk menyempitkan ruang lingkup suatu pengetahuan

tradisional ke dalam ruang lingkup seni, sastra dan ilmu pengetahuan. Dalam

beberapa tulisan lainnya, baik pengetahuan tradisional (traditional knowledge)

maupun folklor ini yang kemudian digolongkan sebagai intangible cultural

heritage. Konsep intangible warisan terutama dalam budaya tradisional meliputi

(a) tradisi dan ekspresi lisan, termasuk bahasa sebagai kendaraan dari warisan

budaya intangible, (b) musik, tari, drama dan seni pertunjukan, (c) praktek-

praktek sosial, ritual dan acara pesta, (d) pengetahuan dan praktek mengenai alam

dan alam semesta, (e) ketrampilan tradisional.3

Negara yang memiliki kekayaan budaya dan sumber daya alam seperti

halnya Indonesia mulai melihat bahwa folklor harus dioptimalkan dalam

3 Arif Syamsudin, Antara Pelestarian dan Perlindungan Ekspresi Budaya

Tradisional/Pengetahuan Tradisional dan Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, Jurnal Buah

Pena, Vol.4, No. 4, 2008, h. 17.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ferry... · ... karya-karya seni, hingga apa yang dikenal sebagai indigenous ... ada istilah lain yang disebut ... atau kayu yang ditempelkan

4

kompetisi perdagangan di tingkat Internasional. Indonesia sebagai negara yang

kaya akan folklor harusnya memberikan perhatian hukum yang lebih tajam.

Munculnya banyak sengketa dalam bidang hak kekayaan intelektual

tersebut menandakan selama ini, konsep yang digunakan dalam perlindungan

folklore masih belum bisa diaplikasikan secara maksimal, atau bahkan mungkin

belum ada peraturan cukup mengcover terhadap permasalahan yang ada tersebut

khususnya yang mengatur mengenai masalah folklor tersebut secara

komprehensif. Oleh karena itu, beraneka ragamnya folklor yang ada di Indonesia

tersebut sangat membutuhkan satu upaya perlindungan, terutama perlindungan

hukum di dalamnya sebagai sebuah karya intelektual. Langkah-langkah semacam

ini perlu dilakukan sebagai satu upaya yang dapat dilakukan guna menciptakan

satu bentuk kepastian hukum di bidang folklor khususnya.

Perlindungan hak cipta atas folklor dalam konteks ke-Indonesiaan sendiri

sudah dimasukkan dalam Undang-Undang Hak Cipta (UUHC) Nomor 19 Tahun

2002. Undang-undang ini menyinggung mengenai perlindungan hukum mengenai

folklor yang ada di Indonesia. Sayangnya dalam undang-undang ini tidak

mengatur perlindungan folklor secara komprehensif. Sejauh ini pengaturan

mengenai folklor hanya diatur dalam Pasal 10 ayat (2) UUHC yang berkaitan

dengan penguasaan negara atas folklor yang tumbuh dan berkembang dalam

masyarakat luas dan pasal 31 ayat (1) tentang masa perlindungannya. Undang-

Undang Nomor 19 Tahun 2002 ini kemudian dicabut dan diganti dengan Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Dalam Undang-Undang Hak

Cipta yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta,

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ferry... · ... karya-karya seni, hingga apa yang dikenal sebagai indigenous ... ada istilah lain yang disebut ... atau kayu yang ditempelkan

5

Ekspresi Budaya Tradisional (folklor) diatur dalam Bab tersendiri yaitu Bab V

tentang Ekspresi Budaya Tradisional dan Ciptaan yang Dilindungi.

Bab V Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 terdiri dari Bagian Kesatu

mengenai Ekspresi Budaya Tradisional dan Hak Cipta atas Ciptaan yang

Penciptanya Tidak Diketahui, yang terdiri Pasal 38 dan Pasal 39; Bagian Kedua

mengenai Ciptaan yang Dilindungi, yang terdiri dari Pasal 40; serta Bagian Ketiga

mengenai Hasil Karya yang Tidak Dilindungi Hak Cipta, yang terdiri dari Pasal

41 dan 42. Pasal 38 ayat (1) menyatakan Hak Cipta atas ekspresi budaya

tradisional dipegang oleh Negara. Penjelasan ketentuan ini menyatakan bahwa

yang dimaksud dengan “ekspresi budaya tradisional” mencakup salah satu atau

kombinasi bentuk ekspresi sebagai berikut:

a. verbal tekstual, baik lisan maupun tulisan, yang berbentuk prosa maupun

puisi, dalam berbagai tema dan kandungan isi pesan, yang dapat berupa

karya sastra ataupun narasi informatif;

b. musik, mencakup antara lain, vokal, instrumental, atau kombinasinya;

c. gerak, mencakup antara lain, tarian;

d. teater, mencakup antara lain, pertunjukan wayang dan sandiwara rakyat;

e. seni rupa, baik dalam bentuk dua dimensi maupun tiga dimensi yang

terbuat dari berbagai macam bahan seperti kulit, kayu, bambu, logam,

batu, keramik, kertas, tekstil, dan lain-1ain atau kombinasinya; dan

f. upacara adat.

Pasal 38 ayat (2) menyatakan negara wajib menginventarisasi, menjaga,

dan memelihara ekspresi budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 38 ayat (3) mengatur penggunaan ekspresi budaya tradisional sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam

masyarakat pengembannya. Dalam penjelasan Pasal 38 ayat (3), yang dimaksud

dengan "nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat pengembannya" adalah adat

istiadat, norma hukum adat, norma kebiasaan, norma sosial, dan norma-norrna

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ferry... · ... karya-karya seni, hingga apa yang dikenal sebagai indigenous ... ada istilah lain yang disebut ... atau kayu yang ditempelkan

6

luhur lain yang dijunjr:ng tinggi oleh masyarakat tempat asal, yang memelihara,

mengembangkan, dan melestarikan ekspresi budaya tradisional. Dengan demikian

ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Negara atas

ekspresi budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan

Peraturan Pemerintah (Pasal 38 ayat (4)).

Sementara itu Pasal 39 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak

Cipta mengatur tentang hal-hal sebagai berikut :

(1) Dalam ha1 Ciptaan tidak diketahui Penciptanya dan Ciptaan tersebut

belum dilakukan Pengumuman, Hak Cipta atas Ciptaan tersebut dipegang

oleh Negara untuk kepentingan Pencipta.

(2) Dalam hal Ciptaan telah dilakukan Pengumuman tetapi tidak diketahui

Penciptanya, atau hanya tertera nama aliasnya atau samaran Penciptanya,

Hak Cipta atas Ciptaan tersebut dipegang oleh prhak yang melakukan

Pengumuman untuk kepentingan Pencipta.

(3) Dalam hal Ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui Pencipta dan

pihak yang melakukan Pengumuman, Hak Cipta atas Ciptaan tersebut

dipegang oleh Negara untuk kepentingan Pencipta.

(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)

tidak berlaku jika Pencipta dan/atau pihak yang melakukan Pengumuman

dapat membuktikan kepemilikan atas Ciptaan tersebut.

(5) Kepentingan Pencipta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3)

dilaksanakan oleh Menteri.

Ketentuan Pasal 39 ayat (1) dimaksudkan untuk menegaskan status Hak

Cipta dalam hal suatu karya yang Penciptanya tidak diketahui dan belum

diterbitkan, misainya, dalam hal karya tulis yang belum diterbitkan dalam bentuk

buku atau karya musik yang belum direkam (penjelasan Pasal 39 ayat (1)).

Pasal 40 mengatur tentang Ciptaan Ekspresi Budaya Tradisional yang

dilindungi yang meliputi hal-hal sebagai berikut.

Ayat (1) Ciptaan yang dilindungi meliputi Ciptaan dalam bidang ilmu

pengetahuan, seni, dan sastra, terdiri atas:

a. buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil

karya tulis lainnya:

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ferry... · ... karya-karya seni, hingga apa yang dikenal sebagai indigenous ... ada istilah lain yang disebut ... atau kayu yang ditempelkan

7

(yang dimaksud dengan "perwajahan karya tulis" adalah karya cipta

yang lazim dikenal dengan "typholographical arrangement", yaitu aspek

seni pada susunan dan bentuk penuiisan karya tulis. Hal ini mencakup

antara lain format, hiasan, komposisi warna dan susunan atau tata letak

huruf indah yang secara keseluruhan menampilkan wujud yang khas

(penjelasan Pasal 40 ayat (1) huruf a).

b. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;

c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu

pengetahuan;

(yang dimaksud dengan "a1at peraga" adalah Ciptaan yang berbentuk 2

(dua) ataupun 3 (tiga) dimensi yang berkaitan dengan geografi,

topografi, arsitektur, biologi, atau ilmu pengetahuan lain (penjelasan

Pasal 40 ayat (1) huruf c).

d. lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;

(yang dimaksud dengan “lagu tanpa teks” diartikan sebagai yang

bersifat utuh (penjelasan Pasal 40 ayat (1) huruf d).

e. drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;

f. karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran,

kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;

(yang dimaksud dengan "gambar" antara lain, motif, diagram, sketsa,

logo, unsur-unsur warna dan bentuk huruf indah; yang dimaksud

dengan “kolase” adalah komposisi artistik yang dibuat dari berbagai

bahan, misainya kain, kertas, atau kayu yang ditempelkan pada

permukaan sketsa atau media karya (penjelasan Pasal 40 ayat (1) huruf

f).

g. karya seni terapan;

(yang dimaksud dengan “karya seni terapan” adalah karya seni rupa

yang dibuat dengan menerapkan seni pada suatu produk sehingga

memiliki kesan estetis dalam memenuhi kebutuhan praktis, antara lain

penggunaan gambar, motif, atau ornamen pada suatu produk

(penjelasan Pasal 40 ayat (1) huruf g).

h. karya arsitektur;

(yang dimaksud dengan “karya arsitektur” antara lain, wujud fisik

bangunan, penataan letak bangunan, gambar rancangan bangunan,

gambar teknis bangunan dan model atau maket bangunan (penjelasan

Pasal 40 ayat (1) huruf h).

i. peta;

(yang dimaksud dengan “peta” adalah suatu gambaran dari unsur alam

dan/atau buatan manusia yang berada di atas ataupun di bawah

permukaan bumi yang digambarkan pada suatu bidang datar dengan

skala tertentu, baik melalui media digital maupun non digital

(penjelasan Pasal 40 ayat (1) huruf i).

j. karya seni batik atau seni motif lain;

(yang dimaksud dengan “karya seni batik” adalah motif batik

kontemporer yang bersifat inovatif, masa kini, dan bukan tradisional.

Karya tersebut dilindungi karena mempunyai nilai seni, baik dalam

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ferry... · ... karya-karya seni, hingga apa yang dikenal sebagai indigenous ... ada istilah lain yang disebut ... atau kayu yang ditempelkan

8

kaitannya dengan gambar, corak, maupun komposisi warna; yang

dimaksud dengan “karya seni motif lain” adalah motif yang merupakan

kekayaan bangsa Indonesia yang terdapat di berbagai daerah, seperti

seni songket, motif tenun ikat, motif tapis, motif u1os, dan seni motif

lain yang bersifat kontemporer, inovatif, dan terus dikembangkan

(penjelasan Pasal 40 ayat (1) huruf j).

k. karya fotografi;

(yang dimaksud dengan "karya fotografi" meliputi semua foto yang

dihasilkan de ngan menggunakan kamera (penjelasan Pasal 40 ayat (1)

huruf k).

l. Potret;

m. karya sinematografi;

(yang dimaksud dengan "karya sinematografi' adalah Ciptaan yang

berupa gambar bergerak (mouing imagesl antara lain irlm dokumenter,

film iklan, reportase atau lilm cerita yang dibuat dengan skenario, dan

film kartun. Karya sinematografi dapat dibuat dalam pita seluloid, pita

video, piringan video, cakram optikdan/atau media lain yang

memungkinkan untuk dipertunjukkan di bioskop, layar lebar, televisi,

atau media lainnya. Sinematografi merupakan salah satu contoh bentuk

audiovisual (penjelasan Pasal 40 ayat (1) huruf m).

n. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi,

aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;

(yang dimaksud dengan "bunga rampai" meliputi Ciptaan dalam bentuk

buku yang berisi kompilasi karya tulis pilihan, himpunan lagu pilihan,

dan komposisi berbagai karya tari pilihan yang direkam dalam kaset,

cakram optik, atau media lain; yang dimaksud dengan "basis data"

adalah kompilasi data dalam bentuk apapun yang dapat dibaca oleh

computer atau kompilasi dalam bentuk lain, yang karena alasan

pemilihan atau pengaturan atas isi data itu merupakan kreasi intelektual.

Pelindungan terhadap basis data diberikan dengan tidak mengurangi

hak para Pencipta atas Ciptaan yang dimasukan dalam basis data

tersebut; yang dimaksud dengan “adaptasi” adalah mengalihwujudkan

suatu ciptaan menjadi bentuk lain. Sebagai contoh dari buku menjadi

film; yang dimaksud dengan “karya lain dari hasil transformasi” adalah

merubah format Ciptaan menjadi format bentuk lain. Sebagai contoh

musik pop menjadi musik dangdut (penjelasan Pasal 40 ayat (1) huruf

n).

o. terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modihkasi ekspresi

budaya tradisional;

p. kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca

dengan Program Komputer maupun media lainnya;

q. kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut

merupakan karya yang asli

r. permainan video; dan

s. Program Komputer.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ferry... · ... karya-karya seni, hingga apa yang dikenal sebagai indigenous ... ada istilah lain yang disebut ... atau kayu yang ditempelkan

9

Pasal 40 ayat (2) menyatakan ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1)

huruf n dilindungi sebagai Ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi Hak Cipta

atas Ciptaan asli, sedangkan Paasal 40 ayat (3) menyatakan perlindungan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), termasuk pelindungan terhadap

Ciptaan yang tidak atau belum dilakukan Pengumuman tetapi sudah diwujudkan

dalam bentuk nyata yang memungkinkan Penggandaan Ciptaan tersebut.

Pasal 40 dan 41 menyatakan tentang hasil Karya Ekspresi Budaya

Tradisional yang Tidak Dilindungi Hak Cipta yang berbunyi :

Pasal 41

a. hasil karya yang belum diwujudkan dalam bentuk nyata;

b. setiap ide, prosedur, sistem, metode, konsep, prinsip, temuan atau data

walaupun telah diungkapkan, dinyatakan, digambarkan, dijelaskan, atau

digabungkan dalam sebuah Ciptaan; dan

c. alat, benda, atau produk yang diciptakan hanya untuk menyelesaikan

masalah teknis atau yang bentuknya hanya ditujukan untuk kebutuhan

fungsional.

Pasal 42

Tidak ada Hak Cipta atas hasil karya berupa:

a. hasil rapat terbuka lembaga negara;

b. peraturan perundang-undangan;

c. pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah;

d. putusan pengadilan atau penetapan hakim; dan

e. kitab suci atau simbol keagamaan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disebutkan bahwa Undang-

Undang Hak Cipta yang baru, lebih lengkap mengatur tentang perlindungan

terhadap Ekspresi Budaya Tradisional/folklor. Jika pada Undang-Undang Nomor

19 Tahun 2002, Ekspresi Budaya Tradisional/folklor hanya diatur dalam 1 (satu)

pasal saja yaitu Pasal 20, maka pada Undang-Undang Hak Cipta yang baru yaitu

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Ekspresi Budaya Tradisional/folklor

diatur dalam 5 (lima) pasal yaitu Pasal 38 sampai dengan Pasal 42.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ferry... · ... karya-karya seni, hingga apa yang dikenal sebagai indigenous ... ada istilah lain yang disebut ... atau kayu yang ditempelkan

10

Meskipun hak cipta dilindungi di dalam dan di luar negeri, dunia

internasional menurut undang-undang dan perjanjian setiap negara, namun

demikian, pelanggaran hak cipta akhir-akhir ini semakin merajarela. Pelanggaran

berarti tindakan yang melanggar hak cipta, seperti penggunaan hak cipta, yang

adalah hak milik pribadi milik pencipta, tanpa izin, dan pendaftaran hak cipta oleh

orang lain yang bukan pemengang hak cipta. Jika seseorang mencuri barang milik

orang lain yang diperolehnya dengan kerja keras atau mengambil dan

menggunakannya tanpa izin, ini termasuk kejahatan besar. Setiap orang tahu

bahwa mencuri brang milik orang lain itu salah. Tetapi dalam hal barang tdak

dapat diraba seperti hak cipta, orang tampaknya tidak merasa bersalah bila

mencurinya. Namun, hak kekayaan intelektual, seperti hak cipta, adalah hak milik

yang berharga, hak yang di berikan kepada ciptaan yang dihasilkan secara kreatif

dalam proses intelektual, seperti berpikir dan merasa.4

Skripsi ini bermaksud menganalisis pelanggaran hak cipta khususnya hak

cipta folklor dalam kasus antara John Hardy, Ltd. (John Hardy), sebuah

perusahaan perhiasan yang berkantor pusat di Hong Kong, melawan I Ketut

Denny Aryasa, pengrajin perhiasan dari Bali. John Hardy memiliki pabrik untuk

membuat perhiasan di Bali bernama PT. Karya Tangan Indah dan Denny Aryasa

yang sebelumnya pernah bekerja pada John Hardy, sekarang menjadi kepala

pendesain dan pemilik modal dari perusahaan bernama BaliJewel. Denny Aryasa

ditahan di Bali dengan tuduhan menjiplak dua motif perhiasan milik John Hardy,

yaitu Batu Kali dan Fleur (Bunga), pada perhiasan yang didesain oleh Denny

4 Tatsumo Hozumi, 2006, Asian Copyright Handbook Indonesian Version, Asia/Pasific

Cultural Centre for UNESCO (ACCU), Ikatan Penerbit Indonesia, h. 39

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ferry... · ... karya-karya seni, hingga apa yang dikenal sebagai indigenous ... ada istilah lain yang disebut ... atau kayu yang ditempelkan

11

Aryasa untuk Bali Jewel. Denny dan sebagian besar masyarakat Bali memprotes

klaim hak cipta John Hardy atas kedua motif tersebut karena kedua motif itu

adalah motif tradisional Bali yang telah dipergunakan turun-temurun oleh

masyarakat Bali. Walaupun belum pernah didokumentasikan atau dikompilasikan

dalam data-base, kedua motif tersebut umum digunakan untuk dekorasi pura di

Bali, pintu masuk bangunan di Bali, dan dalam berbagai karya seni Bali lainnya.

Selama proses pengadilan, hakim menemukan fakta bahwa John Hardy juga telah

memiliki hak cipta atas kurang lebih 800 motif tradisional Indonesia lainnya, baik

yang terdaftar di Indonesia maupun di Amerika Serikat. Pengadilan Negeri

Denpasar memutuskan Denny Aryasa tidak bersalah dalam kasus ini.

Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian yang selanjutnya

ditulis dalam bentuk skripsi dengan judul ” Pelanggaran Hak Cipta Folklor

Pengrajin Perak : Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 823

K/Pid.Sus/2009”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dikemukakan dalam research

questions sebagai berikut.

1. Bagaimanakah analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 823

K/Pid.Sus/2009?

2. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap hak cipta folklor pengrajin

perak yang tidak diketahui penciptanya menurut Undang-Undang Hak

Cipta di Indonesia?

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ferry... · ... karya-karya seni, hingga apa yang dikenal sebagai indigenous ... ada istilah lain yang disebut ... atau kayu yang ditempelkan

12

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Untuk mendapatkan penjabaran secara sistematis dan terarah sesuai dengan

pokok tujuan dari penulisan ini, maka dibuat suatu ruang lingkup agar

pembahasan yang terjadi nanti tidak tumpang tindih, sehingga dalam

penguraiannya diperlukan adanya pembatasan-pembatasan, yang dapat dilihat

pada bab-bab sebagai berikut : Sanksi hukum apakah yang dijatuhkan oleh hakim

Makamah Agung dalam menangani kasus Hak Cipta Nomor 823 K/Pid.Sus/2009

dan jenis pelanggaran hak cipta yang dilanggar.

1.4 Orisinalitas Penelitian

Berdasarkan penelusuran di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas

Udayana, belum ada penelitian tentang pelanggaran hak cipta folklor pengrajin

perak khususnya yang menganalisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 823

K/Pid.Sus/2009 dalam kasus John Hardy.

Penulusuran secara online yang ditemukan beberapa penelitian yang

dimuat dalam jurnal-jurnal penelitian, yang hampir mirip topiknya dengan

penelitian yang akan dilakukan, diantaranya sebagai berikut.

1. Afifah Kusumadara melakukan penelitian dengan judul “Pemeliharaan dan

Pelestarian Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional

Indonesia: Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual dan non-Hak Kekayaan

Intelektual” yang dimuat dalam Jurnal Hukum No. 1 Vol. 18 Januari tahun

2011, halaman 20-41. Penelitian ini dilakukan di Universitas Brawijaya,

Malang, pada tahun 2010-2011. Permasalahan yang diteliti adalah masalah

- masalah apa yang muncul sewaktu RUU PTEBT diundangkan yang

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ferry... · ... karya-karya seni, hingga apa yang dikenal sebagai indigenous ... ada istilah lain yang disebut ... atau kayu yang ditempelkan

13

dapat mengurangi keefektifan untuk melindungi PTEBT Indoensia dan

upaya solusi apa yang harus dilakukan pemerintah untuk mengatasi

masalah – masalah tersebut. Dalam penelitian ini sedikit dibahas mengenai

kasus antara John Hardy, Ltd. (“John Hardy”), sebuah perusahaan

perhiasan yang berkantor pusat di Hong Kong, melawan I Ketut Denny

Aryasa, pengrajin perhiasan dari Bali. John Hardy memiliki pabrik untuk

membuat perhiasan di Bali bernama PT. Karya Tangan Indah dan Denny

Aryasa yang sebelumnya pernah bekerja pada John Hardy, sekarang

menjadi kepala pendesain dan pemilik modal dari perusahaan bernama

BaliJewel. Hasil penelitian ini menyimpulkan, bahwa pemerintah sudah

seharusnya memberikan perlindungan hukum kepada Pengetahuan

Tradisional dan Ekspresi Budaya tradisional atau folklor yang meliputi

upaya perlindungan hak kekayaan intelektual (HKI) serta non-HKI, upaya

hukum, dan non-hukum. Perbedaan dengan penelitian yang akan

dilakukan, penelitian Afifah Kusumadara hanya mengupas Kasus John

Hardy sedikit sekali (hanya dijadikan contoh saja) tanpa dikaitkan dengan

putusan Mahkamah Agung, sedang penelitian yang akan penulis lakukan

justru menganalisis Putusan Mahkamah Agung dalam kasus tersebut.

2. Imas Rosidawati Wiradirja melakukan penelitian dengan judul “Konsep

Perlindungan Pengetahuan Tradisional berdasarkan Asas Keadilan Melalui

Sui Generis Intellectual Property System” yang dimuat dalam Jurnal

Hukum IUS QUIA IUSTUM , NO. 2, VOL. 20, APRIL 2013, halaman 163-

185. Penelitian ini dilakukan di Universitas Islam Nusantara Bandung pada

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ferry... · ... karya-karya seni, hingga apa yang dikenal sebagai indigenous ... ada istilah lain yang disebut ... atau kayu yang ditempelkan

14

tahun 2013. Permasalahan yang diteliti adalah bagaimanakah perlindungan

hukum Hak Kekayaan Intelektual dalam bidang pengetahuan tradisional

mengingat belum ada pengaturan yang khusus dalam perundang –

undangan Indonesia dan Bagaimanakah konsep pengelolaan pengetahuan

tradisional yang berkeadilan dalam mendukung pembangunan ekonomi di

Indonesia. Hasil penelitian menyimpulkan: pertama, perlindungan Hak

Kekayaan Intelektual terhadap pengetahuan tradisional dengan

memanfaatkan UU Hak Kekayaan Intelektual belum sepenuhnya dapat

memberikan perlindungan. Dalam perlindungan HKI sesuai dengan

sifatnya yang eksklusif, monopolis, individualistis sehingga bersifat privat

domain sangat berbeda dengan sifat pengetahuan tradisional yang

mengusung paham kolektifisme. Kedua, konsep pengelolaan pengetahuan

tradisional yang tepat adalah dengan membuat undang-undang yang

bersifat Sui Generis, dengan membuat dokumen pembanding (prior art)

sebagai sarana perlindungan dengan mengakomodasi konsep “benefit

sharing” yang berkeadilan. Peraturan HKI yang ada setelah Indonesia

meratifikasi TRIPs belum dapat memberikan keadilan bagi perlindungan

terhadap pengetahuan tradisional.

3. Agus Sardjono melakukan penelitian dengan judul “Upaya Perlindungan

HKI yang terkait dengan Genetic Resources, Traditional Knowledge, and

Folklore (GRTKF) di Tingkat Nasional dan Internasional : Upaya yang

Belum Sebanding”, yang dimuat dalam Jurnal Hukum Internasional,

Volume III, Nomor 1, Oktober 2005, halaman 71-84. Penelitian ini

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ferry... · ... karya-karya seni, hingga apa yang dikenal sebagai indigenous ... ada istilah lain yang disebut ... atau kayu yang ditempelkan

15

dilakukan di Universitas Indonesia pada tahun 2005. Permasalahan yang

diteliti adalah bagaimanakah perlindungan HKI yang terkait dengan

Genetic Resources, Traditional Knowledge, dan Folklore (GRTKF) di

Tingkat Nasional dan Internasional dan Upaya apa yang dilakukan

Pemerintah Indonesia dalam memberikan perlindungan HKI Tradisional.

Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa Pemerintah Indonesia telah

mencantumkan perlindungan folklore ke dalam Undang-Undang Hak

Cipta. Namun, rezmi perlindungan semacam ini belum sepenuhnya efektif

mengingat adanya kesulitan dalam tahap implementasi. Salah satu upaya

yang dibutuhkan dalam upaya implementasi Undang-Undang Hak Cipta guna

melindungi folklore adalah dokumentasi. Selain dokumentasi, masih banyak

kemungkinan-kemungkinan atau pilihan-pilihan yang dapat diambil

berkenaan dengan gagasan perlindungan GRTKF di Indonesia. Adapun yang

terpenting adalah komitmen untuk memulai melakukan langkah konkret

dengan dukungan sumber daya yang memadai.

Dengan demikian dapat disebutkan bahwa penelitian yang dilakukan yang

berjudul pelanggaran Hak Cipta Folklor pengrajin perak : studi kasus Putusan

Mahkamah Agung Nomor 823 K/Pid.Sus/2009) yang akan dilakukan adalah

berbeda baik judul maupun masalah yang diangkat dan dapat

dipertanggungjawabkan kebaharuannya baik isi, substansi maupun topiknya.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ferry... · ... karya-karya seni, hingga apa yang dikenal sebagai indigenous ... ada istilah lain yang disebut ... atau kayu yang ditempelkan

16

Untuk lebih jelasnya mengenai penelitian, maka dapat dilihat pada tabel

sebagai berikut ini.

No

.

Nama

Peneliti

Judul Penelitian Masalah yang diangkat

1 Afifah

Kusumadara

Pemeliharaan dan

Pelestarian

Pengetahuan

Tradisional dan

Ekspresi Budaya

Tradisional Indonesia:

Perlindungan Hak

Kekayaan Intelektual

dan non-Hak Kekayaan

Intelektual

1. Masalah - masalah apa yang

muncul sewaktu RUU PTEBT

diundangkan yang dapat

mengurangi keefektifan untuk

melindungi PTEBT Indoensia?

2. Upaya solusi apa yang harus

dilakukan pemerintah untuk

mengatasi masalah – masalah

tersebut?

2 Imas

Rosidawati

Wiradirja

Konsep Perlindungan

Pengetahuan

Tradisional berdasarkan

Asas Keadilan Melalui

Sui Generis Intellectual

Property System

1. Bagaimanakah perlindungan

hukum Hak Kekayaan

Intelektual dalam bidang

pengetahuan tradisional

mengingat belum ada

pengaturan yang khusus dalam

perundang – undangan

Indonesia?

2. Bagaimanakah konsep

pengelolaan pengetahuan

tradisional yang berkeadilan

dalam mendukung

pembangunan ekonomi di

Indonesia?

3 Agus

Sardjono

Upaya Perlindungan

HKI yang terkait

dengan Genetic

Resources, Traditional

Knowledge, and

Folklore (GRTKF) di

Tingkat Nasional dan

Internasional : Upaya

yang Belum Sebanding

1. Bagaimanakah perlindungan

HKI yang terkait dengan

Genetic Resources, Traditional

Knowledge, dan Folklore

(GRTKF) di Tingkat Nasional

dan Internasional?

2. Upaya apa yang dilakukan

Pemerintah Indonesia dalam

memberikan perlindungan HKI

Tradisional?

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan dalam skripsi ini merupakan suatu kegiatan untuk

mencari, menggali, menghubungkan dan memprediksi suatu kejadian. Setiap

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ferry... · ... karya-karya seni, hingga apa yang dikenal sebagai indigenous ... ada istilah lain yang disebut ... atau kayu yang ditempelkan

17

penelitian hukum yang dilakukan memiliki tujuan yang jelas dan terarah. Adapun

tujuan dari penelitian hukum ini adalah:

1.5.1 Tujuan Umum

Secara umum, tujuan penelitian ini untuk mengetahui pelanggaran hak

cipta bagi pengrajin perak dalam kasus Jhon Hardy.

1.5.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

3. Untuk mengetahui pertimbangan Putusan Mahkamah Agung Nomor 823

K/Pid.Sus/2009.

4. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap hak cipta folklor

pengrajin perak yang tidak diketahui penciptanya menurut Undang-Undang

Hak Cipta di Indonesia.

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Manfaat Teoritis

Dari penulisan skripsi ini, diharapkan dapat memberikan informasi yang

berkaitan dengan jenis pelanggaran hak cipta yang di langgar dan sanksi hukum

apakah yang dijatuhkan oleh hakim Makamah Agung dalam menangani kasus

Hak Cipta Nomor 823 K/Pid.Sus/2009 di Makamah Agung. Disamping itu,

penulisan skripsi ini diharapkan juga dapat menambah pemahaman mahasiswa

untuk menerapkan teori-teori yang didapatkan pada saat perkuliahan terutama

terkait dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.

1.6.2 Manfaat Praktis

Dengan adanya penulisan ini akan sangat bermanfaat bagi masyarakat,

khususnya bagi masyarakat yang memiliki karya cipta. Selain itu juga akan

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ferry... · ... karya-karya seni, hingga apa yang dikenal sebagai indigenous ... ada istilah lain yang disebut ... atau kayu yang ditempelkan

18

bermanfaat untuk meningkatakan kesadaran dan kepatuhan terhadap hukum.

Penulisan ini juga bermanfaat untuk menambah kekhasan keilmuan bagi

penulisan-penulisan penelitian selanjutnya.

1.7 Landasan Teoritis

Berbagai teori yang dipergunakan dalam penelitian ini diketengahkan teori,

konsep, asas-asas hukum serta pandangan sarjana sebagai pembenaran teoritis.

Pembenaran teoritik tersebut terutama berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut :

1.7.1 Teori Hak Cipta

Konsep hak cipta menurut J. S. T Simorangkir adalah hak cipta adalah hak

tunggal dari pencipta, atau hak dari pada yang mendapat hak tersebut atas hasil

ciptaannya dalam lapangan kasusasteraan, pengetahuan, dan kesenian. Untuk

mengumumkan dan memperbanyaknya, dengan mengingat pembatasan-

pembatasan yang ditentukan oleh undang-undang.5

Indonesia telah ikut serta dalam pergaulan masyarakat dunia dengan

menjadi anggota dalam Agreement Establishing the World Trade Organization

atau Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia yang mencakup

pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights atau

Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual, selanjutnya

disebut TRIPs, melalui Undang-undang Nomor : 7 tahun 1994. Selain itu,

Indonesia juga meratifikasi Berne Convention for the Protection of Artistic and

Literary Works atau Konvensi Berne tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra

melalui Keputusan Presiden Nomor 18 tahun 1997 dan World. Intellectual

5. Sujud Margono, 2003, Hukum dan Perlindungan Hak Cipta, CV Novindo Pustaka

Mandiri, Jakarta, h. 15.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ferry... · ... karya-karya seni, hingga apa yang dikenal sebagai indigenous ... ada istilah lain yang disebut ... atau kayu yang ditempelkan

19

Property Organization Copyrights Treaty atau Perjanjian Hak Cipta WIPO,

selanjutnya disebut WCT, melalui Keputusan Presiden Nomor 19 tahun 1997.6

Saat ini Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982

tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1987 yang diubah lagi menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997

yang diubah lagi menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, dan terakhir

diubah lagi menjadi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 yang selanjutnya

disebut Undang-undang Hak Cipta.

Menurut Margono,7 hak cipta mempunyai arti tidak saja si pencipta dan

hasil ciptaannya yang mendapat perlindungan hukum, akan tetapi juga perluasan

ini memberikan perlindungan kepada yang diberi kepada yang diberi kuasapun

kepada pihak yang menerbitkan terjemah daripada karya yang dilindungi oleh

perjanjian ini. Sedangkan menurut Sembiring8, hak Cipta adalah hak khusus bagi

pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak

ciptaannya yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa

mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, penulis berpendapat hak Cipta

merupakan suatu hak monopoli untuk memperbanyak atau mengumumkan ciptaan

yang dimiliki oleh pencipta atau pemegang Hak Cipta lainnya yang dalam

implementasinya memperhatikan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6 Bambang Margono, 2008, Hak Cipta dan Keikutsertaan Indonesia, Penerbit : Media

Indonesia, Jakarta, h. 8. 7 Sujud Margono, op.cit. , h. 15.

8 Sentosa Sembiring, 2008, Prosedur dan Tata Cara Memperoleh hak Kekayaan

Intelektual, Penerbit Yiama Widya, Bandung, h. 17.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ferry... · ... karya-karya seni, hingga apa yang dikenal sebagai indigenous ... ada istilah lain yang disebut ... atau kayu yang ditempelkan

20

Menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2014, Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk

nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

1.7.2 Konsep Folklore atau Ekspresi Budaya Tradisional (EBT)

Folklore merupakan suatu istilah yang benyak berkenaan dengan bidang

kebudayaan. Folklore merupakan kata majemuk yang berasal dari dua kata yaitu

folk dan lore. Folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal

fisik, sosial dan dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok

lainnya. Sehingga folk sinonim dengan kata kolektif yang memiliki ciri pengenal

fisik atau system kebudayaan yang sama serta mempunyai kesadaran kepribadian

sebadai kesatuan masyarakat.9

Istilah lore artinya adalah tradisi rakyat itu sendiri, yaitu sebagian

kebudayaan yang diwariskan turun-temurun baik secara lisan maupun menggunakan

gerak isyarat. Masyarakat lebih mengenal istilah kebudayaan sebagai pengganti

kata lore, sehingga folklore secara singkat disebut juga kebudayaan rakyat.

Menurut James Danandjaya10

folklore adalah sebagian kebudayaan suatu

kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, diantara kolektif macam

apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan

maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat.

9 James Danandjaya, 2002, Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng dan lain-lain Pustaka

Utama Grafiti, Jakarta, h.1. 10

Ibid, h. 2.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ferry... · ... karya-karya seni, hingga apa yang dikenal sebagai indigenous ... ada istilah lain yang disebut ... atau kayu yang ditempelkan

21

Kamal Puri mendefinisikan folklore sebagai jalan menuju identitas budaya

dan sosial masyarakat yang berupa standar-standar dan nilai-nilai. Biasanya

folklore disampaikan secara lisan, melalui imitasi atau cara-cara lain. Bentuknya

dapat berupa, antara lain bahasa, sastra, musik, tari, permainan, mitos, ritual,

kebiasaan, kerajinan tangan, arsitektur, dan kesenian lainnya. Folklore merupakan

bentuk manifestasi tingkat tinggi karena sifatnya yang beragam dan bentuknya

yang terus berkembang. Kadang-kadang folklore disebut juga budaya tradisional

dan popular karena sangat berorientasi kepada kelompok dan berbasis tradisi. 11

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dalam

penjelasannya terhadap Pasal 38 ayat (1) memberikan pengertian tentang Ekspresi

Budaya Tradisional/Folklor. Yang dimaksud dengan “ekspresi budaya

tradisional” mencakup salah satu atau kombinasi bentuk ekspresi sebagai berikut :

1. verbal tekstual, baik lisan maupun tulisan, yang berbentuk prosa maupun

puisi, dalam berbagai tema dan kandungan isi pesan, yang dapat berupa

karya sastra ataupun narasi informatif;

2. musik, mencakup antara lain, vokal, instrumental, atau kombinasinya;

3. gerak, mencakup antara lain, tarian;

4. teater, mencakup antara lain, pertunjukan wayang dan sandiwara rakyat;

5. seni rupa, baik dalam bentuk dua dimensi maupun tiga dimensi yang

terbuat dari berbagai macam bahan seperti kulit, kayu, bambu, logam,

batu, keramik, kertas, tekstil, dan lain-1ain atau kombinasinya; dan

6. upacara adat.

James Danandjaya merumuskan ciri-ciri pengenal utama folklore sehingga

dapat dibedakan dari kebudayaan yang lainnya. Menurutnya, ciri-ciri pengenal

utama folklor dapat dirumuskan sebagai berikut.12

11

Kamal Puri, 1999, “Protection of Expressions of Indigenous Cultures in the Pacific”,

Copyright Bulletin UNESCO, Vol. 23, No. 4, h. 6-7. 12

James Danandjaya, Op.Cit, h. 3-4.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ferry... · ... karya-karya seni, hingga apa yang dikenal sebagai indigenous ... ada istilah lain yang disebut ... atau kayu yang ditempelkan

22

1. Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yakni

disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut (atau dengan suatu

contoh yang disertai dengan gerak isyarat, dan alat pembantu pengingat)

dari satu genenasi ke generasi berikutnya.

2. Folklor bersifat tradisional , yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap

atau dalam bentuk standar. Disebarkan di antara kolektif tertentu dalam

waktu yang cukup lama (paling sedikit dua generasi).

3. Folklor ada (exist) dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda.

Hal ini diakibatkan oleh cara penyebarannya dari mulut ke mulut (lisan),

biasanya bukan melalui cetakan atau rekaman, sehingga oleh proses lupa

diri manusia atau proses interpolasi (interpolation), folklor dengan mudah

dapat mengalami perubahan. Walaupun demikian perbedaannya hanya

terletak pada bagian luarnya saja, sedangkan bentuk dasarnya dapat tetap

bertahan.

4. Folklor bersifat anonim, yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui

orang lagi.

5. Folklor biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola. Cerita rakyat,

misalnya, selalu mempergunakan kata-kata klise seperti “bulan empat belas

hari” untuk menggambarkan kecantikan seorang gadis dan “seperti ular

berbelit-belit” untuk menggambarkan kemarahan seseorang, atau

ungkapan-ungkapan tradisional, ulangan-ulangan, dan kalimat-kalimat atau

kata-kata pembukaan dan penutup yang baku, seperti kata “sahibul hikayat

... dan mereka pun hidup bahagia untuk seterusnya,” atau “Menurut

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ferry... · ... karya-karya seni, hingga apa yang dikenal sebagai indigenous ... ada istilah lain yang disebut ... atau kayu yang ditempelkan

23

empunya cerita ... demikianlah konon” atau dalam dongeng Jawa banyak

yang dimulai dengan kalimat Anuju sawijining dina (pada suatu hari), dan

ditutup dengan kalimat: A lan B urip rukun bebarengan kayo mimi lan

mintuna (A dan B hidup rukun bagaikan mimi jantan dan mimi betina).

6. Folklor mempunyai kegunaan (function) dalam kehidupan bersama suatu

kolektif. Cerita rakyat misalnya mempunyai kegunaan sebagai alat

pendidik, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan terpendam.

7. folklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai

dengan logika umum. Ciri pengenal ini terutama berlaku bagi folklor lisan

dan sebagian lisan.

8. Folklor menjadi milik bersama (collective) dari kolektif tertentu. Hal ini

sudah tentu diakibatkan karena penciptanya yang pertama sudah tidak

diketahui lagi, sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa

memilikinya.

9. Folklor pada umumnya bersifat polos dan lugu, sehingga seringkali

kelihatannya kasar, terlalu spontan. Hal ini dapat dimengerti apabila

mengingat bahwa banyak folklor merupakan proyeksi emosi manusia yang

paling jujur manifestasinya.

Folklor (EBT) di Indonesia mencakup musik tradisional, narasi dan

literatur tradisional, seni tradisional, kerajinan tradisional, simbol/nama/istilah

tradisional, pertunjukkan tradisional, seni arsitektur tradisional, dan lain-lain.

Contoh EBT dikelompokkan menjadi ekspresi verbal: berpantun, berpuisi,

kata/tanda/simbol; ekspresi musik: instrumen musik, pelantunan lagu; ekspresi

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ferry... · ... karya-karya seni, hingga apa yang dikenal sebagai indigenous ... ada istilah lain yang disebut ... atau kayu yang ditempelkan

24

gerakan: tari-tarian, bentuk permainan, upacara ritual, sesaji; ekspresi bentuk

nyata:produksi seni tradisional (menggambar, memahat patung, kerajinan kayu,

kerajinan logam, perhiasan, karpet tradisional, alatalat musik tradisional,

bangunan arsitektur tradisional).

Folklore di Indonesia yang dapat muncul dari warisan budaya tradisional

dan perlindungannya telah diakui secara internasional, yaitu :

1. alat dan proses (yang baru) untuk membuat perangkat musik tradisional

(angklung, gamelan, rebana, dll);

2. alat dan proses (yang baru) untuk membuat/memproduksi karpet yang

dihiasi seni tradisional;

3. alat dan proses (yang baru) untuk membuat/memproduksi batik tradisional;

4. alat dan proses (yang baru) untuk meracik dan mengemas jamu tradisional;

5. logo dan merek pada pada instrumen musik tradisional (logonya

menunjukkan ciri khas daerah asal instrumen musik);

6. logo dan merek batik tradisional (logo atau tanda yang menunjukkan seni

batik tradisional dari daerah asalnya).

7. alat dan proses (yang baru) untuk membuat perangkat musik tradisional

(angklung, gamelan, rebana, dll);

8. alat dan proses (yang baru) untuk membuat/ memproduksi karpet yang

dihiasi seni tradisional;

9. pola garis-warna yang diterapkan pada perangkat musik tradisional;

10. logo dan merek jamu tradisional; dan lain-lain.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ferry... · ... karya-karya seni, hingga apa yang dikenal sebagai indigenous ... ada istilah lain yang disebut ... atau kayu yang ditempelkan

25

1.8 Metode Penelitian

1.8.1 Jenis Penelitian

Dalam ilmu hukum mengenal adanya dua jenis penelitian yaitu penelitian

hukum empiris dan penelitian hukum normatif. Dari kedua jenis penelitian

tersebut, jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah

jenis penelitian yuridis normatif.

Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrin. Pada

penelitian hukum jenis ini, acapkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis

dalam peraturan perundang-undangan atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah

atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap paling

pantas.13

Dalam penulisan karya tulis ini penggunaan jenis penelitian hukum

normatif merupakan upaya untuk dapat menjawab persoalan yang terjadi dilihat

dari sudut pandang hukum sebagai suatu norma.

1.8.2 Jenis Pendekatan

Sebagai karya ilmiah, maka pendekatan masalah yang dipergunakan dalam

penyusunan tulisan ini adalah pendekatan secara normatif. Yang dimaksud dengan

pendekatan normatif adalah “penelitian yang menguraikan terhadap permasalahan

yang ada, untuk selanjutnya dibahas dengan kajian berdasarkan teori-teori hukum

dan kemudian dikaitkan dengan perundang-undangan yang berlaku dalam praktek

hukum14

.

13

. Amiruddin, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada,

Jakarta, h. 118 14

.Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 2001, Penelitia Hukum Normatif Suatu Tijauan

Singkat Edisi I, Cet. V, Raja Grafindo Persada,Jakarta, h.13.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ferry... · ... karya-karya seni, hingga apa yang dikenal sebagai indigenous ... ada istilah lain yang disebut ... atau kayu yang ditempelkan

26

Dalam penelitian ini terdapat beberapa jenis metode pendekatan yaitu :

1. Pendekatan Kasus (The Case Approach).

2. Pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach).

3. Pendekatan Fakta (The Fact Approach).

4. Pendekatan Analisis hukum (Analitikal danApproach).

5. Pendekatan Frasa (Words dan Phrase Approach).

6. Pendekatan Sejarah (HistoricalApproach).

7. Pendekatan Perbandingan (ComparativeApproach) .15

Dalam penelitian ini, digunakan pendekatan perundang-undangan,

Pendekatan Konsep, dan Pendekatan Sejarah.16

1. Pendekatan perundang-undangan adalah suatu penelitian normatif tentu

harus menggunakan perundang-undangan, karena yang akan diteliti adalah

aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral penelitian. Namun

analisis hukum yang dihasilkan oleh suatu penelitian hukum normatif yang

menggunakan pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) akan lebih

baik bila dibantu oleh satu atau lebih pendekatan lain yang cocok. Hal ini

berguna untuk memperkaya pertimbangan-pertimbangan hukum yang tepat

dalam menghadapi masalah hukum yang dihadapi.

2. Pendekatan konsep adalah unsur-unsur abstrak yang mewakili kelas-kelas

fenomena dalam suatu bidang studi yang kadang kala menunjuk pada hal-

hal universal yang diabstraksikan dari hal-hal yang partikular. Salah satu

15

Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2013, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum

Universitas Udayana, h. 80 16

. Johni Ibrahim, 2012, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, cet III,

Banyumedia Publishing, Malang, h. 300.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ferry... · ... karya-karya seni, hingga apa yang dikenal sebagai indigenous ... ada istilah lain yang disebut ... atau kayu yang ditempelkan

27

fungsi logis dari konsep ialah memunculkan objek-objek yang menarik

perhatian dari sudut pandangan praktis dan sudut pengetahuan dalam

pikiran dan antribut-antribut tertentu. Berkat fungsi tersebut, konsep-

konsep berhasil menggabungkan kata-kata dengan objek tertentu.

3. Pendekatan Sejarah adalah pendekatan yang memungkinkan peneliti untuk

memahami hukum secara lebih mendalam tentang suatu sistem atau

lembaga atau suatu pengaturan hukum tertentu sehingga dapat

memperkecil kekeliruan, baik dalam pemahaman maupun penerapan suatu

lembaga atau ketentuan hukum tertentu. Tata hukum yang berlaku sekarang

mengandung anasir-anasir dari tata hukum yang silam dan membentuk

tunas-tunas tentang tata hukum pada masa yang akan datang.

4. Pendekatan Kasus (case approach) yaitu pendekatan yang memungkinkan

peneliti untuk memahami penerapan norma-norma atau kaidah hukum yang

dilakukan pada kasus pelanggaran hak cipta bagi pengrajin perak dalam

kasus Jhon Hardy.

1.8.3 Sumber Bahan Hukum

Bahan hukum yang di pergunakan dalam penelitian ini di peroleh melalui

studi keputusan baik melalui penelusuran peraturan perundang-undangan,

dokumen-dokumen yang merupakan hasil pengolahan orang lain yang sudah

tersedia dalam bentuk buku-buku ilmiah atau dokumentasi, penelitian bersumber

pada penelitian bahan hukum sebagai berikut.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ferry... · ... karya-karya seni, hingga apa yang dikenal sebagai indigenous ... ada istilah lain yang disebut ... atau kayu yang ditempelkan

28

1. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat outoritatif

artinya mempunyai otoritas.17

Bahan-bahan hukum primer terdiri dari

perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembutan

peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim, antara lain :

a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

b. Kitab Undang-Undang Republik Indonesia Hukum Perdata.

c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang

Hak Cipta.

d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1989 tentang

Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1986 tentang

Dewan Hak cipta.

e. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 823

K/Pid.Sus/2009.

2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan kepada

bahan hukum primer yang digunakan terutama pendapat para ahli hukum,

hasil penelitian hukum, hasil karya (ilmiah) hukum dan kegiatan ilmiah

lainnya.18

Keguanan hukum sekunder adalah memberikan kepada peneliti

semacam petujuk kearah mana penelitian melangkah.19

Bahan hukum

sekunder meliputi: Buku-buku hukum, majalah-majalah.

3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi

petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

17

. Peter Mahmud, 2005, Penelitian Hukum, Cetakan Pertama, Premada Media, h. 141. 18

. Ibid, h. 142 19

. Bambang Sunggono, 1997, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada,

Jakarta, h. 116.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ferry... · ... karya-karya seni, hingga apa yang dikenal sebagai indigenous ... ada istilah lain yang disebut ... atau kayu yang ditempelkan

29

sekunder, seperti kamus hukum, Surat kabar, majalah mingguan, bulletin

dan internet juga dapat menjadi bahan bagi penelitian ini sepanjang

memuat informasi yang relevan dengan objek kajian penelitian hukum

ini.20

1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Dalam pengumpulan data ini harus ditegaskan permasalahan mengenai

jenis, sifat dan kategori data serta perlakuan terhadap data yang dikumpulkan.

Tujuannya agar pengumpulan data dan penganalisaan terhadap data dapat sesuai

dengan tujuan dari penelitian.

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan adalah studi pustaka atau

studi dokumen yaitu mengumpulkan data sekunder mengenai obyek penelitian

yang berupa bahan-bahan hukum bersifat normative-perspektif, dilakukan dengan

cara penelusuran, pengumpulan data sekunder mengenai objek penelitian, baik

secara konvensional maupun dengan menggunakan teknologi informasi seperti

internet, dan lain-lain.

1.8.5 Teknik Analisis Bahan Hukum

Data yang diperoleh, dikelompokkan dan disusun secara sistematis dan

untuk selanjutnya data tersebut dianalisis, secara analisis kualitatif. Yang

dimaksud analisis kualitatif, yaitu analisis yang berupa kalimat dan uraian.21

Metode yang digunakan adalah analisis yuridis, yaitu analisis yang mendasarkan

20

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op.Cit, h. 14-15. 21

Achmad Ali, 2008, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, Yasrif Watampone,

Jakarta, h. 188.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ferry... · ... karya-karya seni, hingga apa yang dikenal sebagai indigenous ... ada istilah lain yang disebut ... atau kayu yang ditempelkan

30

pada teori-teori, konsep dan peraturan perundang-undangan. Setelah itu data yang

diperoleh disusun secara sistematis dan untuk selanjutnya analisis kualitatif

dipakai untuk mencapai penjelasan yang dibahas.

Penggunaan teori-teori (dan konsep-konsep, Penelitian) dalam menafsirkan

hasil analisis bahan-bahan hukum bersifat normatif-prespektif, bertujuan

menghasilkan, menstrukturkan dan mensistematisasi teori-teori yang menjadi

dasar untuk pengambilan kesimpulan,22

sehingga tujuan akhir penelitian hukum

ini dapat tercapai, yaitu ditemukannya jawaban permasalahan mengenai

pelanggaran hak cipta bagi pengrajin perak dalam kasus Jhon Hardy.

22

M. van Hoecke, dalam Bernard Arief Sidharta, 2001, Refleksi tentang Struktur Ilmu

Hukum, Mandar Maju, Bandung, h. 154-155.