BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · 2017. 4. 1. · 1 Republika.co.id, Bali Antisipasi...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · 2017. 4. 1. · 1 Republika.co.id, Bali Antisipasi...
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam usaha mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat,
merupakan sesuatu yang sangat sulit bagi Pemerintah dalam menjalankan
programnya. Dewasa ini, demikian banyak gangguan yang melanda kehidupan
masyarakat terutama dalam bidang-bidang perekonomian. Misalnya, dalam hal
pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari baik kebutuhan sandang, pangan dan
papan. Setiap orang memiliki kebutuhan hidup yang berbeda-beda dan bagi
sebagian orang wajib memberikan nafkah kepada keluarganya. Sehingga
masyarakat akan merasa terdesak oleh kebutuhannya sendiri. Dengan demikian,
setiap orang akan berpacu secara terus menerus dalam rangka memenuhi
kebutuhan hidupnya sendiri dan keluarganya. Melihat fenomena ini, maka akan
terjadi benturan kepentingan antara yang satu dengan yang lainnya. Sehingga
sangat memungkinkan terjadinya tindak kejahatan dalam masyarakat Berbagai
macam kejahatan yang dapat terjadi dan ditemui didalam masyarakat pada setiap
saat maupun pada semua tempat.
Pelaku kejahatan selalu berusaha memanfaatkan waktu yang luang dan
tempat yang memungkinkan untuk menjalankan aksinya. Tujuan yang ingin
mereka capai hanya satu yaitu memperoleh uang yang diinginkan dengan
kejahatannya. Suatu kejahatan atau tindak pidana, umumnya dilakukan pelaku
kejahatan karena didorong atau dimotivasi oleh dorongan pemenuhan kebutuhan
-
2
hidup yang relative sulit dipenuhi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang tinggi memberi peluang tindak pidana makin tinggi dan meningkat
kualitasnya termasuk pelanggaran pidana yang semakin bervariasi. Seperti halnya
yang terjadi di Provinsi Bali yaitu pencurian kendaraan bermotor di Polsek Kuta.
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kuta Kabupaten Badung yakni dikarenakan
daerah Kuta merupakan daerah pariwisata yang sangat diperhatikan oleh
Pemerintah, baik Pemerintah Provinsi Bali maupun Pemerintah Pusat. Disamping
itu pula, daerah Kuta juga menjadi perhatian masyarakat Bali, masyarakat di
seluruh Indonesia dan mancanegara. Dengan demikian daerah Kuta menjadi pusat
perhatian masyarakat Bali maupun wisatawan. Apabila terjadi tindak pidana
pencurian kendaraan bermotor di Kecamatan Kuta ini, maka akan memberikan
pengaruh yang sangat besar bagi keamanan dan kenyamanan masyarakat Kuta
maupun wisatawan baik wisatawan lokal maupun wisatawan asing. Sehingga
dampak yang diterima oleh masyarakat Bali sangat terasa yaitu dampak
berkurangnya wisatawan lokal maupun asing yang berkunjung atau menikmati
indahnya pantai Kuta serta wisatawan yang mencari hiburan malam dan lain-lain.
Peristiwa pencurian kendaraan bermotor ini memberikan dampak yang dapat
meresahkan wisatawan dan masyarakat lokal. Oleh karena itu, maka sangat
penting untuk diadakan penelitian di Kecamatan Kuta.
Sebagaimana dimuat dalam media elektronik bahwa Polsek Kuta akhir
pekan lalu berhasil meringkus seorang begal motor berinisial GJP berasal dari
Koja, Jakarta Utara yang merampas motor milik seorang tukang ojek, Khairudin
berusia 33 tahun di Jalan Kunti, Desa Seminyak, Kecamatan Kuta Selatan. Dalam
-
3
kasus ini, pelaku memaksa korban untuk diantarkan ke suatu tempat dan
melancarkan aksinya dengan memukul dan merampas motor korban di tempat
sepi. Pada saat itu, korban ditampar tiga kali kemudian dipukul dan ditendang,
kemudian pelaku lari. Pada akhirnya, pelaku ditangkap di sekitar Kuta saat
membawa sepeda motor yang pelat nomornya telah dibongkar. Dalam peristiwa
ini, pelaku melakukan begal karena faktor ekonomi dimana dirinya sudah lama
menganggur.1
Tindak pidana pencurian kendaraan bermotor lainnya juga terjadi di
Kecamatan Kuta Selatan yakni di Jalan Kunti Gang Kelapa Seminyak, Kuta.
Dalam kasus ini, terjadi pada Minggu tanggal 15 Pebruari 2015 sekitar pukul
05.30 wita, awalnya Haerudin berada di Jalan Popies II Kecamatan Kuta tiba-tiba,
dia didatangi tersangka dan menyuruh korban mengantarnya naik motor. Awalnya
korban menolak, namun tersangka memaksa dan langsung mengambil kunci
motor Yamaha Vega ZR DK 3751 IJ milik korban. Selanjutnya, korban disuruh
naik dan tersangka langsung tancap gas meninggalkan tempat tersebut. Setibanya
di Jalan Kunti Gang Kelapa, korban minta turun. Saat itulah, tersangka memukul
korban hingga jatuh dari atas motor. Selanjutnya, motor tersebut langsung dibawa
kabur dan meninggalkan korban di jalan. korban lalu melaporkan peristiwa
tersebut ke Polsek Kuta.2
. Dalam hal ini, berbeda dengan pelaku begal di Kuta, Bali ini, Dewi
Puspita Sari namanya. Selain perempuan, dia juga memiliki cara lain merampas
motor korbannya yakni dengan cara mengajak korban melakukan hubungan intim
1 Republika.co.id, Bali Antisipasi Begal Motor, tanggal 10 Maret 2015, Pk. 13.42 wita.
2 Kerta Negara, Pelaku Begal Motor Diamankan Polisi, Bali Post, Tanggal 5 Maret
2015, hal. 8.
-
4
disebuah penginapan, dipuaskanlah kebutuhan birahi korban sampai lelah dan
tertidur. Setelah itu, janda beranak satu ini langsung membawa kabur motor
korban. Jika korban terbangun, dia berdalih hanya meminjam motor untuk pergi
ke warung membeli rokok atau minuman. Walaupun caranya ini terbilang ekstrem
dengan mengajak korban berhubungan intim. Namun, kepada polisi dia mengaku
selalu membawa kondom disetiap ingin melancarkan aksinya. Alasannya, ia tak
mau tertular jika sang korban memiliki penyakit kelamin. Selain itu, perempuan
berusia 26 tahun ini mengaku selektif dalam memilih korbannya, selain melihat
merk motor apa yang dipakai korban, dia juga melihat fisik sang korban, apakah
memenuhi seleranya atau tidak.3 Selain kasus tersebut diatas, tindak pidana
pencurian kendaraan bermotor juga terjadi di daerah Kuta tetapi pelakunya adalah
seorang perempuan. Pelaku begal yang tertangkap polisi umumnya berjenis
kelamin pria ditambah dengan memiliki fisik yang menyeramkan layaknya
potongan penjahat pada umumnya. Fisik yang menyeramkan tersebut sesuai
dengan cara sadis mereka saat bekerja, mengancam dengan senjata tajam seperti
pisau, samurai bahkan senjata api. Jika pengendara motor melawan, tak segan
para begal akan melukai korban bahkan banyak yang terluka sampai tewas.
Sebagaimana kasus-kasus yang dijelaskan diatas bahwa tindak pidana
pencurian kendaraan bermotor lebih banyak terjadi di Kepolisian Sektor Kuta.
Untuk menanggulangi kejahatan dan tindak pidana demikian itu dibutuhkan
kebijakan penindakan dan antisipasi yang menyeluruh. Tindak pidana yang
semakin pelik dan rumit dengan dampak yang luas, dewasa ini menuntut penegak
3 Rizky Adwika, Rampas Motor Begal Pakai Samurai, Janda Ini Pakai Tubuh,
Merdeka.com, Kamis, Tanggal 26 Pebruari 2015, Pk. 07.43 wita.
-
5
hukum oleh aparat yang berwenang menerapkan sanksi hukum dan kebijakan
penegakan yang tepat guna, sesuai hukum yang berlaku yang dampaknya
diharapkan dapat mengurangi sampai batas minimum tindak pidana begal
tersebut. Penegakan hukum terhadap ketentuan undang-undang hukum pidana
tujuannya untuk mendukung kesejahteraan masyarakat dengan menekan
semaksimal mungkin adanya pelanggaran hukum dan tindak pidana yang
merugikan masyarakat, baik moril maupun materiil bahkan jiwa seseorang. Para
pelaku tindak pidana begal dapat melakukan aksinya dengan berbagai upaya dan
dengan berbagai cara. Keadaan seperti itu menyebabkan kita sering mendengar
“modus operandi” (model pelaksanaan kejahatan) yang berbeda-beda antara
kejahatan satu dengan lainnya. Dengan kemajuan teknologi dewasa ini, modus
operandi para penjahat juga mengarah kepada kemajuan ilmu dan teknologi.
Faktor-faktor yang melatarbelakangi kejahatan, menurut Mulyana W. Kusumah
pada dasarnya dapat dikelompokkan kedalam 4 (empat) golongan faktor, yaitu:
1. Faktor dasar atau faktor sosio-struktural, yang secara umum mencakup
aspek budaya serta aspek pola hubungan penting didalam masyarakat.
2. Faktor interaksi sosial, yang meliputi segenap aspek dinamik dan
prosesual didalam masyarakat, yang mempunyai cara berfikir, bersikap
dan bertindak individu dalam hubungan dengan kejahatan.
3. Faktor pencetus (precipitating factors), yang menyangkut aspek individu
serta situasional yang berkaitan langsung dengan dilakukannya
kejahatan.
4. Faktor reaksi sosial yang dalam ruang lingkupnya mencakup
keseluruhan respons dalam bentuk sikap, tindakan dan kebijaksanaan.
yang dilakukan secara melembaga oleh unsur-unsur sistem peradilan
pidana khususnya dan variasi respons, yang secara “informal”
diperlihatkan oleh warga masyarakat.4
4 Mulyana W. Kusumah, Clipping Service Bidang Hukum, Majalah Gema, 1991. hal. 14
-
6
Dalam Hukum Pidana dikenal asas legalitas, asas ini dapat disebut sebagai
dasar dalam hukum pidana di Indonesia. Asas ini berarti bahwa tidak ada delik,
tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana yang mendahuluinya, atau dalam bahasa
latinnya ”Nullum Delictum nulla poena sine legipoenali”.5 Dalam hal ini, terdapat
dua hal yaitu :
a. Jika sesuatu perbuatan yang dilarang diperbuat orang, maka perbuatan
itu harus termasuk dalam ketentuan-ketentuan undang-undang pidana.
b. Ketentuan tersebut tidak boleh berlaku surut, dengan satu kekecualian
demi keuntungan si tersangka.6
Berbagai kejahatan begal yang ada di Polsek Kuta memang dapat
dikategorikan sebagai tindak pidana umum. Walaupun dalam prakteknya, tidak
jarang pula terjadi tumpang tindih pada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya.
Seperti dapat kita lihat pada kejahatan korupsi, kejahatan ekonomi, dan kejahatan
subversi. Dimana ketiganya sebenarnya juga mengacaukan perekonomian Negara.
Dalam kejahatan korupsi memang ditegaskan unsur “mengacaukan perekonomian
dan keuangan Negara”, demikian pula pada tindak pidana ekonomi. Sementara
itu, pada tindak pidana subversi terdapat unsur perbuatan yang “menghambat
industri dan distribusi” yang dilakukan oleh Negara. Selanjutnya pada tindak
pidana umum, juga kita dapatkan beraneka ragam atau macamnya, di mana salah
satunya adalah tindak pidana pencurian. Menurut Poerwadarminta, dalam kamus
umum bahasa Indonesia, mengatakan sebagai berikut:“ Pencuri berasal dari kata
dasar curi; yang berarti berbagai-bagai perkara pencurian, sedang arti dari pada
5 R. Achmad Soemadi Pradja, 1982, Asas-asas Hukum Pidana, Alumni, Bandung, h. 57.
6 Ibid. h. 58.
-
7
pencurian adalah perkara (perbuatan dan sebagainya) mencuri (mengambil milik
orang tidak dengan jalan yang sah)”.7 tindak pidana pencurian yang ada dalam
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Selanjutnya disingkat dengan KUHP) juga
dibagi menjadi beberapa macam antara lain tindak pidana pencurian sesuai
dengan ketentuan Pasal 362 KUHP atau pencurian biasa, tindak pidana pencurian
dengan pemberatan sesuai yang diatur dengan Pasal 363 KUHP, tindak pidana
pencurian ringan seperti yang ditentukan dalam Pasal 364 KUHP, tindak pidana
pencurian dalam keluarga serta tindak pidana pencurian dengan kekerasan.
Tindak pidana pencurian dengan kekerasan sesuai dengan ketentuan Pasal
365 KUHP ditambah dengan tindak pidana pencurian dengan pemberatan sesuai
ketentuan Pasal 363 KUHP, dimasukkan kedalam pencurian yang dikualifikasikan
oleh akibatnya. Didalam penelitian ini, fokus masalah akan diarahkan kepada
pencurian khusus yang diatur dalam Pasal 365 KUHP, yang pada intinya memiliki
maksud untuk melakukan pencurian, yaitu kasus begal wanita. Dalam hal ini,
perbuatan kekerasan atau ancaman kekerasan yang mendahului pengambilan
barang. Misalnya : mengikat penjaga rumah, memukul dan lain-lain.8 Maksud
untuk “mempermudah pencurian”, yaitu pengambilan barang dipermudah dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan. Misalnya: menodong agar diam, tidak
bergerak, sedangkan si pencuri lain mengambil barang-barang dalam rumah
(Pasal 365 ayat 1 KUHP). Sementara itu, menurut M Sudradjat Bassar hal-hal
yang dapat memperberat ancaman hukuman pelakunya adalah apabila dalam
7 W.J.S Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Penerbit Balai Pustaka,
Jakarta, 1976, hal. 3
8 M. Sudradjat Bassar, 1996, Tindak -tindak Pidana tertentu Di Dalam KUHP, Remaja
Karva, Bandung, hal. 71.
-
8
perbuatannya terkandung pula hal-hal yaitu melakukan pencurian di jalan umum
atau dalam kereta api yang sedang berjalan, mobil atau bus umum (Pasal 365 ayat
2 KUHP).9 Alasan yang memberatkan hukuman ini, adalah bahwa ditempat-
tempat tersebut si korban tidak mudah mendapatkan pertolongan orang lain dan
apabila perbuatan menyebabkan orang luka berat atau berakibat matinya orang.
Dapat diancam dengan pidana mati, penjara seumur hidup atau 20 tahun penjara.
Dengan demikian, fokus penelitian ini hanya ditujukan pada pencurian
kendaraan bermotor yang dibarengi dengan kekerasan terhadap pemilik motor
atau orang lain yang diserahi pemilik sebelum dan sesudah perbuatan pencurian
dengan kekerasan tersebut dilakukan. Oleh karena itu penulis menyusun skripsi
ini yang berjudul “PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN
DENGAN KEKERASAN TERHADAP KENDARAAN BERMOTOR (Studi
Kasus di Kepolisian Sektor Kuta Kabupaten Badung)”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan kasus-kasus yang telah dipaparkan sebagaimana tersebut
diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana pencurian
kendaraan bermotor di Polsek Kuta ?
2. Bagaimanakah upaya penanggulangan tindak pidana pencurian dengan
kekerasan terhadap kendaraan bermotor bagi pelaku di Polsek Kuta ?
9 Ibid, hal. 72 17
-
9
1.3. Ruang Lingkup Masalah
Untuk menghindari permasalahan yang terlalu luas dan memperoleh hasil
penelitian yang kualitatif dan juga dapat memberikan kesimpulan yang sesuai
dengan judul, maka untuk itu dapat dibatasi materi yang diangkat ini hanya
berkisar pada faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana pencurian
kendaraan bermotor di Polsek Kuta. Dalam hal ini akan dibatasi pada faktor-
faktor penyebab pelaku tindak pidana pencurian kendaraan bermotor. Jadi dalam
hal ini, ditentukan faktor-faktor yang mempengaruhi pelaku dalam melakukan
tindak pidana begal tersebut. Selanjutnya, permasalahan ini dibatasi pada upaya
penanggulangan bagi pelaku tindak pidana pencurian kendaraan bermotor di
Polsek Kuta. Dalam hal ini, terbatas pada penerapan sanksi pidana yang ditujukan
pada pelaku tindak pidana begal di Polsek Kuta. Dengan demikian akan dapat
diketahui tentang sanksi apa saja yang diterapkan dan mengenai keberlakuan
sanksi yang diterapkan tersebut terhadap pelaku tindak pidana begal tersebut.
Dengan demikian, dalam pelaksanaan pengumpulan data, analisis data dan
pembahasannya nanti tidak akan melebar atau menyimpang dari permasalahan.
1.4 Orisinalitas Penelitian
Dalam penelitian ini, yang menjadi permasalahannya yakni hasil dari
keperihatinan selama ini dimana pencurian kendaraan bermotor di Polsek Kuta
yang terjadi di Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung belum bisa
menemukan titik terang untuk rasa keadilan yang diharapkan oleh masyarakat di
Kabupaten Badung, oleh sebab itu berdasarkan judul “Penanggulangan tindak
-
10
pidana pencurian dengan kekerasan terhadap kendaraan bermotor di Polsek Kuta
(Studi Kasus di Kepolisian Sektor Kuta Kabupaten Badung)” permasalahan-
permasalahan yang dibahas antara lain Apakah faktor-faktor penyebab terjadinya
pencurian kendaraan bermotor di Polsek Kuta dan Bagaimanakah upaya
penanggulangan tindak pidana pencurian dengan kekerasan terhadap kendaraan
bermotor bagi pelaku di Polsek Kuta, kasus yang dijadikan penelitian terjadi di
Kecamatan Kuta Selatan. serta mengambil tempat penelitian di Polsek Kuta dan
Kantor Kepolisian Resor Kota Denpasar dengan metode yuridis empiris.
Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan didalam media elektronik,
hanya melihat hasil skripsi Tahun 2013 yang di tulis oleh Fadli Ramadhani
dengan judul “Tinjauan Kriminologis Terhadap Tindak Pidana Pencurian
Kendaraan Bermotor Yang Dilakukan Oleh Oknum Mahasiswa di Wilayah Kota
Makassar”, dengan rumusan permasalahan antara lain pertama, Bagaimanakah
sebab-sebab terjadinya delik dalam kasus pencurian kendaraan bermotor yang
dilakukan oleh oknum mahasiswa? dan permasalahan yang kedua yaitu
Bagaimanakah upaya yang dilakukan dalam rangka untuk mencegah, mengurangi
dan memberantas delik-delik pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh
oknum mahasiswa ?. Penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris.
Selanjutnya, skripsi yang disusun oleh Dito Astawansyah Putra yang
berjudul “Tinjauan Kriminologis Tentang Kejahatan Pencurian Kendaraan
Bermotor Roda Dua (studi kasus di Kabupaten Konawe pada tahun 2008-2012)”.
Dalam skripsi ini mengetengahkan dua permasalahan antara lain : 1. faktor-faktor
apa saja yang menyebabkan terjadinya pencurian kendaraan bermotor roda dua di
-
11
kabupaten Konawe dalam kurun waktu lima tahun terakhir ? dan permasalahan
yang ke 2. Upaya-upaya apa yang dapat dilakukan untuk meminimalisir terjadinya
kejahatan pencurian kendaraan bermotor roda dua di kabupaten Konawe ?. Dalam
skripsi yang kedua ini menggunakan metode penelitian hukum empiris.
Adapun tujuan mencantumkan penelitian tersebut agar bisa dijadikan
perbandingan, sehingga orisinalitas tulisan yang penulis buat dapat dipertanggung
jawabkan.
1.5 Tujuan Penelitian :
Tujuan penelitian pada hakekatnya mengungkapkan, apa yang hendak
dicapai oleh peneliti. Yang biasanya disusun secara hierarkhis menurut urutan
prioritas.10
Maka dari itu ada 2 (dua) tujuan penelitian yang ingin dicapai yaitu
tujuan umum dan tujuan khusus.
a. Tujuan Umum :
Tujuan Umum penelitian ini adalah untuk mengetahui penanggulangan tindak
pidana pencurian dengan kekerasan terhadap kendaraan bermotor di Polsek
Kuta yang terjadi di Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung yang selama
ini kasus tersebut dalam putusannya belum dapat memenuhi rasa keadilan
yang hidup dalam masyarakat.
b. Tujuan Khusus :
Adapun yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini sesuai permasalahan
yang dibahas adalah :
10
Soerjono Soekanto, 2010, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta,
hal 18. (selanjutnya disebut Soerjono Soekanto I).
-
12
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak
pidana pencurian dengan kekerasan terhadap kendaraan bermotor di
Polsek Kuta.
2. Untuk mengetahui upaya penanggulangan tindak pidana pencurian
dengan kekerasan terhadap kendaraan bermotor bagi pelaku di Polsek
Kuta.
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari suatu hasil penelitian, diharapkan ada dua manfaat,
baik manfaat yang bersifat teoritis maupun manfaat praktis.
a. Manfaat Teoritis dalam penelitian ini yaitu memberikan kontribusi bagi
pengembangan ilmu hukum khususnya hukum pidana.
b. Manfaat praktis dalam penelitian ini yaitu memberikan kontribusi dan
sumbangan pengetahuan bagi penegak hukum khususnya Polisi Sektor
Kuta dalam menentukan sanksi pidana terhadap kasus pencurian
kendaraan bermotor di Polsek Kuta.
1.7. Landasan Teoritis
Teori diperlukan untuk menerangkan dan menjelaskan secara spesifik
suatu proses tertentu yang terjadi, dan suatu teori harus diuji dengan
menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak
-
13
benarannya.11
Teori juga merupakan alur penalaran atau logika (flow of
reasonic/logic), yang terdiri dari seperangkat konsep atau variabel, definisi dan
proposisi yang disusun secara sistematis.12
Landasan teoritis merupakan dukungan teori, konsep, asas, dan pendapat-
pendapat hukum dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari
permasalahan yang dianalisis.13
Oleh sebab itu sebelum mengemukakan asumsi
terhadap permasalahan, maka terlebih dahulu dikemukakan beberapa pasal dalam
Peraturan perundang-undangan dan beberapa teori berupa pendapat para ahli yang
relevan dengan permasalahan yang diteliti yang kemudian digunakan sebagai
dasar untuk menentukan asumsi.
Dalam kaitannya dengan penulisan skripsi ini, adapun teori-teori yang
dipergunakan sebagai pisau analisis yaitu:
1. Teori Kriminologi
Secara etimologi, kriminologi berasal dari kata Crime artinya kejahatan
dan Logos artinya ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu kriminologi dapat diartikan
secara luas dan lengkap sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang
kejahatan.14
Menurut Moelijatno menyatakan bahwa kriminologi merupakan ilmu
pengetahuan tentang kejahatan dan kelakuan-kelakuan jelek serta tentang orang-
11
J.J.JM. Wuisaman, 1996, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, Jakarta, h.203
12
J. Supranto, 2003, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Rineka Cipta, Jakarta, h. 194
13
Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju Bandung,
h. 141 14
Abdul Syani, 1987, Kejahatan dan Penyimpangan Suatu Perspektif Kriminilogi, Bina
Aksara, Jakarta, h. 18.
-
14
orang yang tersangkut pada kejahatan dan kelakuan-kelakuan jelek itu.15
Dengan
kejahatan yang dimaksud pada pelanggaran, artinya perbuatan menurut undang-
undang diancam dengan pidana dan kriminalitas merupakan bagian masalah
manusia dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, Rusli Effendy menyatakan
bahwa disamping ilmu hukum pidana yang juga dinamakan ilmu tentang
hukumnya kejahatan, ada juga ilmu tentang kejahatan itu sendiri yang dinamakan
kriminologi, kecuali obyeknya berlainan dan tujuannya pun berbeda.16
Hukum
pidana adalah peraturan hukum yang mengenai kejahatan atau yang berkaitan
dengan pidana dengan tujuan ialah agar dapat dimengerti dan dipergunakan
dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya sedangkan obyek kriminologi adalah
kejahatan itu sendiri, tujuannya mempelajari apa sebabnya sehingga orang yang
melakukan dan upaya penanggulangan kejahatan itu. Sehubungan. dengan
pengertian tersebut maka tepatlah apa yang kemukakan oleh Rusli Effendi bahwa
kriminologi itu meliputi :
a. Etiologi Kriminal adalah cabang ilmu kriminologi yang secara. khusus
mempelajari sebab‑sebab atau latar belakang, penjelasan dan korelasi kejahatan, cabang ilmu ini lazimnya mencakup : biologi kriminal,
psikologi kriminal, psikiatri kriminal, maupun sosiologi hukum pidana.
b. Fenomenologi kriminal adalah merupakan cabang ilmu kriminologi dari
mempelajari tentang bagaimana perkembangan kejahatan dan
gejalanya.
c. Victimologi kriminal adalah cabang kriminologi yang secara khusus
mempelajari tentang akibat yang timbul dari suatu kejahatan (korban
kejahatan)
d. Penologi adalah ilmu tentang penghukuman dalam arti yang sempit,
namun ilmu ini adalah merupakan salah satu cabang kriminologi yang
membahas konstruksi undang‑undang hukum pidana, penghukuman dan administrasi sanksi pidana.
17
15
Moeljatno, 1985, Asas-asas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, h. 36. 16
Rusli Effendy, 1983, Ruang Lingkup Kriminologi, Alumni, Bandung, h. 10. 17
Ibid, h. 11.
-
15
Kriminologi sebagai salah satu cabang dari ilmu pengetahuan sosial,
sebenarnya masih tergolong sebagai ilmu pengetahuan yang masih muda, oleh
karena kriminologi baru mulai menampakkan dirinya sebagai salah satu disiplin
ilmu pengetahuan hukum khusunya dalam hukum pidana. Meskipun tergolong
ilmu yang masih baru, namun perkembangan kriminologi tampak begitu pesat, hal
ini tidak lain karena konsekuensi logis dari berkembangnya pula berbagai bentuk
kejahatan dalam masyarakat. Perkembangan kejahatan bukanlah suatu hal yang
asing, oleh karena sejarah kehidupan manusia sejak awal diciptakan telah terbukti
mengenal kejahatan. Apalagi pada saat seperti sekarang ini perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi justru memberi peluang yang lebih besar bagi
berkembangnya berbagai bentuk kejahatan. Atas dasar itulah maka kriminologi
dalam pengaktualisasian dirinya berupaya mencari jalan untuk mengantisipasi
segala bentuk kejahatan serta gejala‑gejalanya.
Selanjutnya Soerjono Soekanto menyatakan bahwa kriminologi adalah
ilmu pengetahuan mengenai sikap tindak kriminal. Sehubungan itu beliau
menjelaskan pula bahwa Kriminologi modern berakar dari sosiologi, psikologi,
psikiatri dan ilmu hukum yang ruang lingkupnya meliputi :
a. Hakekat, bentuk-bentuk dan frekuensi-frekuensi perbuatan kriminal
sesuai dengan distribusi sosial, temporal dan geografis.
b. Karakteristik fisik, psikologis, sejarah serta. sosial penjahat dan
hubungan antara. kriminalitas dengan tingka laku abnormal lainnya.
c. Karakteristik korban kejahatan.
d. Tingkah laku non kriminal anti sosial, yang tidak semua masyarakat
dianggap, sebagai kriminalitas.
e. Prosedur sistem peradilan pidana
f. Metode hukuman, latihan dan penanganan narapidana
g. Struktur sosial dan organisasi lembaga-lembaga penal
-
16
h. Metode-metode pengendalian dan penanggulangan kejahatan
i. Metode-metode identifikasi kejahatan dan penjahat
j. Studi mengenai asas dan perkembangan hukum pidana serta. sikap
umum terhadap kejahatan dan penjahat.18
2. Teori kepastian Hukum
Teori Kepastian Hukum diungkapkan oleh Gustav Radbruch dalam Theo
Huijbers yang menyatakan bahwa :
Hubungan antara keadilan dan kepastian hukum perlu diperhatikan. Oleh
sebab kepastian hukum harus dijaga demi keamanan dalam negara, maka
hukum positif selalu harus ditaati, pun pula kalau isinya kurang adil, atau
juga kurang sesuai dengan tujuan hukum. Tetapi terdapat kekecualian, yakni
bilamana pertentangan antara isi tata hukum dan keadilan menjadi begitu
besar, sehingga tata hukum itu nampak tidak adil pada saat itu tata hukum
itu boleh dilepaskan.19
Dengan adanya suatu kepastian hukum, maka tujuan dari hukum yaitu
keadilan akan dapat dicapai. Dalam kaitannya dengan skripsi ini, maka peraturan
perundang-undangan yakni Kitab Undang-undang Hukum Pidana (untuk
selanjutnya disingkat KUHP) harus diterapkan dengan tujuan untuk mewujudkan
kepastian hukum demi keamanan masyarakat pada umumnya dan khususnya
masyarakat di Kecamatan Kuta Selatan. Sedangkan unsur keadilanpun harus
diterapkan dengan memperhatikan faktor-faktor penyebab terjadinya kasus
pencurian kendaraan bermotor tersebut. Dengan demikian keadilan akan dapat
tercermin dalam penerapan sanksi pidana terhadap kasus tersebut.
18
Soerjono Soekanto, 1990, Sosiologi Suatu Pengantar, Rajawali Pers, Jakarta, h. 27.
(selanjutnya disebut Soerjono Soekanto II).
19
Theo Huijbers, 1982, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Kanisius, Yogyakarta,
h. 163
-
17
3. Teori Efektivitas
Diperlukannya teori efektivitas hukum ini didalam masyarakat, karena
efektivitas hukum adalah daya kerja hukum dalam mengatur dan memaksa
masyarakat (law as social control). Dalam bukunya Soerjono Soekanto
dikemukakan bahwa untuk berlakunya suatu aturan hukum harus memenuhi 3
(tiga) syarat yaitu :
1. Kaedah hukum berlaku secara filosofis
2. Kaedah hukum berlaku secara yuridis
3. Kaedah hukum berlaku secara sosiologis20
Berlakunya kaedah hukum secara yuridis, mengandung pengertian bahwa
aturan hukum yang ada harus didasarkan pada kaedah hukum yang lebih tinggi21
.
Berlakunya kaedah hukum secara sosiologis artinya kaedah hukum tersebut
berlaku dalam masyarakat sesuai dengan kenyataan yang hidup dalam masyarakat
dimana kaedah hukum tersebut dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa (teori
kekuasaan), ataupun karena adanya pengakuan dan penerimaan oleh masyarakat
kepada siapa kaidah hukum tersebut diberlakukan (teori pengakuan). Pada
dasarnya adanya suatu kaedah hukum tersebut diakui dan diterima oleh
masyarakat dengan tanpa perlu dipaksakan oleh penguasa apabila memang sudah
dirasakan sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma hidup dan kehidupan dari
20
Soerjono Soekanto, 1982, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Rajawali Press,
Jakarta, h. 72. (selanjutnya disebut Soerjono Soekanto III).
21
Ibid, h. 78
-
18
masyarakat yang bersangkutan22
. Sedangkan berlakunya kaedah hukum secara
filosofis artinya suatu kaedah hukum harus berdasarkan pada cita-cita hukum
sebagai nilai positif yang tertinggi23
. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
hukum itu berfungsi dalam masyarakat yaiu :
1. Kaidah hukum atau peraturan hukum itu sendiri
2. Petugas atau penegak hukumnya
3. Sarana dan fasilitas yang digunakan oleh penegak hukum
4. Kesadaran masyarakat24.
Maka sangat penting Menurut Ravianto bahwa pengertian efektivitas itu
adalah “ Seberapa baik orang melakukan pekerjaan yang dilakukan, sejauh mana
orang menghasilkan keluaran sesuai dengan yang diharapkan. Ini berarti bahwa
apabila suatu pekerjaan dapat diselesaikan dengan perencanaan, baik dalam
waktu, biaya maupun mutunya, maka dapat dikatakan efektif”25
.
1.8. Metode Penelitian
1.8.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis
penelitian hukum empiris, yaitu penelitian hukum yang objek kajiannya meliputi
ketentuan dan mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum
22
Ibid 23
Ibid, h. 79
24
Zainudin Ali, 2009, Sosiologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 62
25
Raviyanto, J, 1989, Produktivitas dan Manajemen, Lembaga Sarana Informasi Usaha
dan Productivitas, Jakarta, h. 72
-
19
normatif (kodifikasi, Undang-Undang atau kontrak) secara in action/in abstracto
pada setiap peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat (in concreto).26
1.8.2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian dalam penulisan karya ilmiah ini bersifat deskriptif
analitis. Penelitian yang bersifat deskriptif analitis bertujuan untuk memberikan
data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya,27
maka dapat diambil data obyektif karena ingin menggambarkan kenyataan yang
terjadi di Polsek Kuta di Kecamatan Kuta Selatan.
1.8.3. Jenis Pendekatan
Pendekatan dalam penelitian hukum dimaksudkan adalah bahan untuk
mengawali sebagai dasar sudut pandang dan kerangka berpikir seorang peneliti
untuk melakukan analisis. Dalam penulisan karya ilmiah ini, agar mendapatkan
hasil yang ilmiah, serta dapat dipertahankan secara ilmiah, maka masalah dalam
penelitian ini dibahas menggunakan jenis pendekatan sebagai berikut:
a. Pendekatan perundang-undangan (statute approach) hal ini
dimaksudkan bahwa peneliti menggunakan peraturan perundang-
undangan sebagai dasar awal melakukan analisis.
26
Abdulkadir Muhamad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti,
Bandung, h. 134
27
Soerjono Soekanto, 2000, Pengantar Penelitian Hukum, UI press, Jakarta, h. 10.
(selanjutnya disebut Soerjono Soekanto II)
-
20
b. Pendekatan kasus (case approach), pendekatan kasus dalam penelitian
hukum bertujuan untuk mempelajari norma-norma atau kaidah hukum
yang dilakukan dalam praktik hukum.
c. Pendekatan analitis (Analytical Approach), pendekatan ini dilakukan
dengan mencari makna pada istilah-istilah hukum yang terdapat
didalam perundang-undangan, dengan begitu peneliti memperoleh
pengertian atau makna baru dari istilah-istiah hukum dan menguji
penerapannya secara praktis. 28
1.8.4. Data dan Sumber Data
Dalam penelitian hukum empiris data dapat dibedakan menjadi 2 (dua)
yaitu:
1. Data primer, yaitu data yang diperoleh terutama dari penelitian yang
dilakukan langsung didalam masyarakat.29
Sumber data primer yang
diperoleh dari penelitian ini dengan melakukan penelitian yang
berlokasi di Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Provinsi
Bali. Penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan wawancara
dengan informan dan responden yang ada pada lokasi penelitian
tersebut. Informan, adalah orang atau individu yang memberikan
informasi data yang dibutuhkan oleh peneliti sebatas yang diketahuinya.
28
Fajar, Mukti dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif &
Empiris, Pustaka Pelajar, Yogjakarta, h. 185-190
29
Soerjono Soekanto I, h. 156.
-
21
Informan diperlukan didalam penelitian empiris untuk mendapatkan
data secara kualitatif. Responden, adalah seseorang atau individu yang
akan memberikan respons terhadap pertanyaan yang diajukan oleh
peneliti. Responden ini merupakan orang atau individu yang terkait
secara langsung dengan data yang dibutuhkan.30
2. Data sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan (Library
Research) dengan menggunakan bahan-bahan hukum sebagai berikut:31
Bahan hukum primer, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Selanjutnya dalam bahan hukum sekunder, yang terdiri dari literatur-
literatur, buku-buku, makalah, dan jurnal yang ditulis oleh para ahli dan
dokumen-dokumen yang berkenaan dengan masalah yang dibahas.
Sedangkan Bahan hukum tersier, yang terdiri dari kamus dan
ensiklopedi.32
1.8.5. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penulisan ini
yaitu :
1. Teknik Studi Dokumen
Untuk data kepustakaan dipakai teknik studi dokumen dengan cara
membaca memahami membandingkan karangan-karangan ilmiah dan para
30
Ibid, h. 174
31
Ronny Hanitijo Soemitro, 1990, Metodologi Penelitian Hukum, Cetakan I, Ghalia
Indonesia, Jakarta, h. 24.
32
Amiruddin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, 2004, PT. RajaGrafindo Persada,
Jakarta, h. 120
-
22
sarjana dan dan sumber-sumber lainnya, baik peraturan-peraturan maupun
tulisan-tulisan ilmiah yang terdapat dalam berbagai literatur atau sumber
bahan bacaan lain yang relevan dengan permasalahan.
2. Teknik Wawancara (interview)
Data lapangan digunakan teknik wawancara (interview), yaitu proses
Tanya jawab lisan dalam masa dua orang atau lebih berhadap-hadapan
secara fisik yang satu dapat melihat yang lain dan mendengarkan dengan
telinganya sendiri.33
Dalam hal ini dilakukan penelitian dilakukan dengan
wawancara kepada para responden dengan menggunakan daftar
pertanyaan. Pertanyaan tersebut dalam penelitian ini berkisar pada fakto-
faktor penyebab terjadinya pencurian kendaraan bermotor dan penerapan
sanksi pidana oleh Polsek Kuta. Data ini diperoleh dengan penelitian
langsung oleh objek penelitian, dimana objek penelitian adalah Polsek
Kuta.
1.8.6. Teknik Penentuan Sampel Penelitian
Adapun lokasi Penelitian dalam penyusunan penelitian ini pada Polsek
Kuta di Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Terpilihnya lokasi tersebut
sebagai lokasi penelitian dikarenakan ditemukan beberapa kasus kredit pencurian
kendaraan bermotor atau begal.
Dalam Penelitian ini metode sampel yang digunakan adalah sampel secara
Non Random Sampling, yaitu suatu cara menentukan sampel dimana peneliti telah
33
Sutrisno Hadi, 1984, Methodologi Research, Gajah Mada University, Yogyakarta, h.
192.
-
23
menentukan atau menunjuk sendiri sampel dalam penelitiannya. Sesuai dengan
judul dalam penulisan skripsi ini maka dalam penelitian ini sampel yang
digunakan yaitu Polsek Kuta di Kecamatan Kuta Selatan. Populasi yang dipilih
menjadi sampel setelah sebelumnya dipilih dan direncanakan oleh peneliti karena
populasi ini bersifat heterogen, dimana setiap populasi tidak semuanya dapat
mewakili seluruh unit populasi34
Penentuan responden ataupun informan dilakukan dengan menggunakan
metode snowball sampling yang dipilih berdasarkan penunjukan atau rekomendasi
dari sampel sebelumnya. Sampel pertama yang diteliti ditentukan sendiri oleh
peneliti yaitu dengan mencari responden kunci ataupun informan kunci, kemudian
responden berikutnya yang akan dijadikan sampel tergantung dari rekomendasi
yang diberikan oleh responden kunci yang diawali dengan menunjuk sejumlah
responden yaitu responden yang mengetahui, memahami, dan berpengalaman
sesuai dengan objek penelitian ini yakni Polsek Kuta di Kecamatan Kuta Selatan.
1.8.7. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data–data yang diperoleh baik data Primer maupun Sekunder. Selanjutnya
dianalisa, teknik analisa data disini dilakukan dengan analisa secara kualitatif,
yaitu dengan memilih data yang kualitasnya dapat menjawab permasalahan yang
diajukan dan untuk penyajiannya dilakukan secara deskriptif analisa yaitu suatu
34Amiruddin dan Zainal Asikin, op.cit, hal. 98.
-
24
cara analisis data yang dilakukan dengan jalan menyusun secara sistematis
sehingga diperoleh kesimpulan umum.35
35
Ronny Hanitijo Soemitro, Op.cit, h. 98