BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.pdf · endemik. ... Appendiks I CITES mencakup...

27
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu dari tiga negara terbesar yang memiliki keaneka ragaman flora dan fauna. Yang diketahui bahwa 17.000 pulau yang didalam wilayahnya terdapat berbagai macam jenis spesies yang unik dan endemik. Keunikan dari spesies spesies inilah yang akhirnya menjadi sasaran masyarakat Indonesia untuk melakukan perdagangan bebas tanpa memikirkan lingkungan hidup binatang tersebut dan pencegahan spesies dari kelangkaan yang dimiliki negaranya sehingga menimbulkan beberapa permasalahan, seperti perdagangan ilegal hewan yang dilakukan hanya untuk mendapat keuntungan yang besar bagi sebagian orang atau individu itu sendiri karena keunikan tersebut. Spesies yang ada di Indonesia yang berpotensi atau memang sudah dalam kondisi langka dapat diketahui seperti di Paparan Sunda memiliki spesies berjumlah total 515. Dari jumlah itu, 173 di antaranya merupakan spesies endemik daerah ini. 1 Sebagian besar dari spesies-spesies ini terancam keberadaannya dan hampir punah. Dua spesies orang hutan, orang hutan Kalimantan dan orang hutan sumatra termasuk dalam daftar merah international union for conservation of nature (IUCN). Mamalia terkenal lain, seperti bekantan , badak Sumatra, dan badak jawa juga sangat terancam jumlah populasinya. Menurut Konservasi International, sebanyak 771 spesies unggas terdapat di paparan Sunda. Sebanyak 146 spesies merupakan endemik daerah ini. Pulau Jawa dan Bali memiliki paling 1. Jatna Supriatna and Susie Ellis (2004).www. biodiversityscience. Org / publications / hotspots/ Sundaland. html"Sundaland" Check|url= scheme (help). Diakses 2007-05-26.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.pdf · endemik. ... Appendiks I CITES mencakup...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.pdf · endemik. ... Appendiks I CITES mencakup segala jenis spesies baik flora maupun fauna yang terancam oleh kepunahan yang mungkin

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu dari tiga negara terbesar yang memiliki

keaneka ragaman flora dan fauna. Yang diketahui bahwa 17.000 pulau yang

didalam wilayahnya terdapat berbagai macam jenis spesies yang unik dan

endemik. Keunikan dari spesies – spesies inilah yang akhirnya menjadi sasaran

masyarakat Indonesia untuk melakukan perdagangan bebas tanpa memikirkan

lingkungan hidup binatang tersebut dan pencegahan spesies dari kelangkaan yang

dimiliki negaranya sehingga menimbulkan beberapa permasalahan, seperti

perdagangan ilegal hewan yang dilakukan hanya untuk mendapat keuntungan

yang besar bagi sebagian orang atau individu itu sendiri karena keunikan tersebut.

Spesies yang ada di Indonesia yang berpotensi atau memang sudah

dalam kondisi langka dapat diketahui seperti di Paparan Sunda memiliki spesies

berjumlah total 515. Dari jumlah itu, 173 di antaranya merupakan spesies endemik

daerah ini.1 Sebagian besar dari spesies-spesies ini terancam keberadaannya dan

hampir punah. Dua spesies orang hutan, orang hutan Kalimantan dan orang hutan

sumatra termasuk dalam daftar merah international union for conservation of

nature (IUCN). Mamalia terkenal lain, seperti bekantan , badak Sumatra, dan

badak jawa juga sangat terancam jumlah populasinya. Menurut Konservasi

International, sebanyak 771 spesies unggas terdapat di paparan Sunda. Sebanyak

146 spesies merupakan endemik daerah ini. Pulau Jawa dan Bali memiliki paling

1. Jatna Supriatna and Susie Ellis (2004).www. biodiversityscience. Org / publications /

hotspots/ Sundaland. html"Sundaland" Check|url= scheme (help). Diakses 2007-05-26.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.pdf · endemik. ... Appendiks I CITES mencakup segala jenis spesies baik flora maupun fauna yang terancam oleh kepunahan yang mungkin

2

sedikit 20 spesies endemik, termasuk Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) dan Cerek

Jawa (Charadrius javanicus).

Berdasarkan data dari Burung Indonesia,

Jumlah jenis burung di Indonesia sebanyak 1598 jenis. Dengan ini

membawa Indonesia menempati urutan pertama sebagai negara yang

memiliki jumlah jenis burung terbanyak se-Asia. Sejak tahun 2007,

Burung Indonesia secara berkala memantau status keterancaman dari

burung-burung terancam punah yang berada di Indonesia berdasarkan

data dari Birdlife International. Tahun 2007-2009 terjadi penurunan

status keterancaman burung secara berturut-turut mulai dari 119 jenis

(2007), 118 jenis (2008), dan 117 jenis (2009). Sebanyak 449 spesies

dari 125 genus reptil diperkirakan hidup di paparan Sunda. Sebanyak

249 spesies dan 24 genus di antaranya adalah endemik. Tiga famili

reptil juga merupakan endemik di wilayah ini: Anomochilidae,

Xenophidiidae and Lanthanotidae.2

Famili Lanthanotidae diwakili oleh kadal coklat (Lanthanotus

borneensis), Kalimantan yang sangat langka dan jarang ditemui. Sekitar 242

spesies amfibia dalam 41 genus hidup di daerah ini. Sebanyak 172 spesies,

termasuk Caecilian dan enam genus adalah endemik. Sekitar 1000 spesies ikan

diketahui hidup di dalam sungai, danau, dan rawa-rawa di paparan Sunda.

Kalimantan mempunyai sekitar 430 spesies, dan sekitar 164 di antaranya diduga

endemik. Sumatra memiliki 270 spesies, sebanyak 42 di antaranya endemik. Ikan

arwana emas (Scleropages formosus) yang cukup terkenal merupakan contoh ikan

di daerah ini. Dan binatang-binatang yang sering diperdagangkan secara ilegal

seperti Gajah Sumatra, Komodo, Badak Bercula Satu, Burung Kakak Tua Jambul

Kuning, Orang hutan, Tapir dan cendrawasih.

Untuk Bali, kasus satwa yang menonjol adalah kasus perdagangan penyu.

Meski jauh menurun dibandingkan sebelum tahun 2000, namun penyelundupan

2 Bambang Pamulardi, 1999, Hukum Kehutanan dan Pembangunan Bidang Kehutanan,

PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 177

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.pdf · endemik. ... Appendiks I CITES mencakup segala jenis spesies baik flora maupun fauna yang terancam oleh kepunahan yang mungkin

3

penyu ke Bali masih terjadi secara sembunyi-sembunyi. Salah satu kasus yang

terungkap adalah kasus tertangkapnya nelayan yang hendak menyelundupkan 7

ekor penyu ke Bali pada tanggal 30 Mei 2009. Di Bali juga masih ada sedikitnya 6

lokasi yang memelihara penyu secara ilegal atas nama pariwisata. Lokasi tersebut

adalah terpusat di Tanjung Benoa. Ini membuktikan bahwa Bali masih menjadi

tujuan utama perdagangan penyu di Indonesia.

Pada tahun 2009 Bali juga memunculkan isu yang kontroversial yaitu

tentang pengajuan Gubernur Bali mengenai kuota 1000 ekor penyu untuk

keperluan adat dan upacara agama. Pengajuan kuota pemanfaatan penyu tersebut

sangat ironis sekali di tengah pencitraan Bali sebagai daerah wisata yang ramah

lingkungan. Pengajuan kota itu juga menodai peraturan hukum yang telah

menetapkan semua jenis penyu sebagai jenis satwa yang dilindungi.

Sepanjang tahun 2009 ProFauna juga mengamati ada beberapa tempat

yang rawan sebagai jalur penyelundupan satwa langka ke luar negeri. Tempat-

tempat tersebut adalah Bandara Soekarno Hatta, Bandara Ngurah Rai Bali dan

Kepulauan Talaud di Sulawesi. Pada tanggal 8 Maret 2009 tertangkap tangan 2

orang warga negara Arab yang hendak menyelundupkan puluhan ekor satwa lewat

Bandara Soekarno Hatta. Sementara itu pada tanggal 2 oktober 2009 digagalkan

upaya penyelundupan 16 ekor elang dan satwa lainnya ke Jepang lewat Bandara

Ngurah Rai. Sedangkan Pulau Talaud patut mendapat perhatian serius karena

masih menjadi jalur penyelundupan satwa ke Philipina lewat jalur laut. Terbukti

dengan digagalkannya upaya penyelundupan 234 satwa lewat Talaud pada tanggal

8 Januari 2009. Perdagangan satwa dilindungi adalah melanggar UU Nomor 5

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.pdf · endemik. ... Appendiks I CITES mencakup segala jenis spesies baik flora maupun fauna yang terancam oleh kepunahan yang mungkin

4

tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa pelaku perdagangan satwa

dilindungi dapat dijerat hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp 100 juta.

Meskipun sudah ada hukum yang melindungi spesies langka dari perdagangan

ilegal, namun pada prakteknya perdagangan tersebut masih terjadi secara terbuka

di banyak tempat di Indonesia dan menjadi ancaman serius bagi kelestarian satwa

karena kebanyakan mereka hasil tangkapan dari alam. Hal ini akan membuat

hewan asli Indonesia menjadi semakin terancam punah, apalagi ditunjang dengan

habitatnya yang kian menyempit dan menurun kualitasnya.3

Jika kita simak undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang konservasi

sumber daya alam hayati dan ekosistemnya ketentuan pidana Pasal 40 ayat 2

menetapkan:

Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat 1 dan ayat 2 serta

pasal 33 ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan

denda paling banyak 100.000.000 (seratus juta rupiah).

Atas hal tersebut sanksi pelanggaran yang sangat minim seperti contoh

kasus di atas membuat perdagangan terhadap spesies-spesies endemik Indonesia,

yang pada umumnya berstatus langka, semakin merebak dan selama keuntungan

besar masih melekat pada perdagangan hewan unik dan langka, kehidupan satwa

hewan ini akan selalu kalah4.

Merebaknya perdagangan ilegal yang menyebabkan kepunahan satwa

di kancah internasional sejak beberapa tahun sebelumnya menarik perhatian

3 Pressrelease,2010, perdagangan_ dan_ penyelundupan_ satwa_ liar_ indonesia_ masih_ tinggi, http :// www.profauna.org/content/id/ h. 1

4 Ibid, hal. 11

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.pdf · endemik. ... Appendiks I CITES mencakup segala jenis spesies baik flora maupun fauna yang terancam oleh kepunahan yang mungkin

5

anggota IUCN pada tahun 1963 untuk melakukan perjanjian internasional

antarnegara yang disusun berdasarkan resolusi sidang yaitu terbentuknya

Convention on International Trade of Endangered species (CITES) atau konvensi

perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar spesies terancam punah.

Konvensi ini bertujuan melindungi tumbuhan dan satwa liar terhadap perdagangan

internasional spesimen tumbuhan dan satwa liar yang mengakibatkan kelestarian

spesies tersebut terancam. Selain itu, CITES menetapkan berbagai tingkatan

proteksi untuk lebih dari 33.000 spesies terancam. Naskah konvensi disepakati

3Maret 1973 pada pertemuan para wakil 80 negara diWashington D.C. Negara

peserta diberi waktu hingga 31 Desember 1974 untuk menandatangani kesepakatan,

dan CITES mulai berlaku tanggal 1 Juli1975. Setelah melakukan ratifikasi,

menerima, atau menyetujui konvensi, negara-negara yang menandatangani

konvensi disebut para pihak (parties) atau sebagai anggota CITES. Indonesia

merupakan salah satu Negara yang meratifikasi Convention on International

Trade of Endangered Species (CITES) yang diratifikasi melalui Keputusan

Presiden No.43 Tahun 1978. CITES dianggap sebagai salah satu konvensi

Internasional mengenai lingkungan hidup yang paling efektif karena memuat

ketentuan mengenai sanksi atas pelanggaran5. Selain itu, CITES juga memiliki

sistem pengaturan mengenai Ekspor atau Impor spesies-spesies terdaftar melalui

sebuah Management Authorities.

5 Patricia Birne and Alay Boyle, “International Law and the Environment”, Oxford

University Press, 2002, hal. 625

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.pdf · endemik. ... Appendiks I CITES mencakup segala jenis spesies baik flora maupun fauna yang terancam oleh kepunahan yang mungkin

6

Sejauh ini CITES telah mendata dan mendaftarkan lebih dari 30.000

species6, yang mencakup sekitar 5.000 spesies hewan dan 25.000 spesies

tumbuhan. Sebagian dari jumlah species tersebut merupakan species yang hanya

hidup di Indonesia. (spesies endemik). Spesies-spesies tersebut diklasifikasikan ke

dalam apendiks-apendiks berdasarkan jumlah populasi dan tingkat ancaman

terhadap spesies itu sendiri dari kepunahan. Appendiks tersebut digolongkan

menjadi :7

1. Appendiks I mencakup:

“Appendix I shall include all species threatened with extinction which are

or may be affected by trade. Trade in specimens of these species must be

subject to particularly strict regulation in order not to endanger further

their survival and must only be authorized in exceptional circumstances.”

Appendiks I CITES mencakup segala jenis spesies baik flora maupun

fauna yang terancam oleh kepunahan yang mungkin dipengaruhi oleh adanya

perdagangan. Ketentuan perdagangan atas spesies-spesies yang tercantum di

dalam apendiks I CITES harus diatur dengan ketat untuk menjaga kelangsungan

hidup spesies tersebut dan hanya dapat diperdagangkan dalam kondisi-kondisi

yang dikecualikan.

2. Appendiks II mencakup:

“(a) all species which although not necessarily now threatened

withextinction may become so unless trade in specimens of such species is

6 Muhamad Erwin, 2008, Hukum Lingkungan dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup, Grafika Media, Bandung, h.154

7 Convention on the International Trade of Endangered Species,1973, Pasal II

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.pdf · endemik. ... Appendiks I CITES mencakup segala jenis spesies baik flora maupun fauna yang terancam oleh kepunahan yang mungkin

7

subject to strict regulation in order to avoid utilization incompatible with

their survival “

Spesies yang tercantum di dalam apendiks II CITES merupakan spesies

yang tingkat ancaman terhadap kepunahannya saat spesies tersebut

diklasifikasikan tidak setinggi spesies dalam apendiks I. Spesies-spesies ini dapat

menjadi terancam oleh kepunahan apabila perdagangan terhadap spesies tersebut

tidak diatur melalui ketentuan yang ketat. Ketentuan yang ketat tersebut ditujukan

untuk menghindari pemanfaatan spesies tersebut yang tidak sesuai dengan

kebutuhan spesies tersebut untuk bertahan hidup.

3. Appendiks III mencakup :

“Appendix III shall include all species which any Party identifies as

beingsubject to regulation within its jurisdiction for the purpose of

preventing or restricting exploitation, and as needing the co-operation of

other Parties in thecontrol of trade.”

Spesies yang diklasifikasikan ke dalam Apendiks III CITES merupakan

spesies yang diatur melalui peraturan nasional dengan tujuan untuk menghindari

atau melarang terjadinya eksploitasi terhadap spesies tersebut dan mengendalikan

perdagangan.

CITES dalam pelaksanaannya memberikan pengaturan larangan,

keharusan, maupun kebolehan dari negara penandatangan konvensi ini dalam

dalam melakukan perdagangan-perdagangan spesies yang terdaftar di dalam

apendiks CITES. Pengaturan itu berbeda pada setiap golongan spesies. Dari

sebagian besar spesies tersebut, mereka yang tergolong di dalam Appendiks I

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.pdf · endemik. ... Appendiks I CITES mencakup segala jenis spesies baik flora maupun fauna yang terancam oleh kepunahan yang mungkin

8

adalah spesies-spesies yang terancam punah dan dilarang menjadi objek di dalam

segala jenis perdagangan komersial. Setiap Negara Peserta memiliki hak untuk

mereservasi binatang-binatang yang telah diklasifikasikan baik yang termasuk di

dalam apendiks I, II, maupun III.

Melalui perdagangan, baik perdagangan komersial maupun non-komersial,

lingkungan hidup dapat tetap terselamatkan dan menghasilkan keuntungan secara

finansial. Namun, pembatasan-pembatasan melalui peraturan yang ada haruslah

sesuai dan dijalankan dengan prinsip good governance yang baik dengan di awasi

oleh pihak luar8. Indonesia sebagaimana telah disebutkan merupakan negara yang

memiliki keanekaragaman hayati yang sangat berlimpah memiliki potensi untuk

mendatangkan devisa bagi negara sekaligus melindungi keanekaragaman hayati

tersebut dari ancaman kerusakan yang lebih parah, atau bahkan kepunahan.

Keunikan dan keanekaragaman hayati di Indonesia seringkali menyebabkan para

spesies tersebut menjadi sasaran bagi perdagangan ilegal yang merugikan Negara

dan hanya menguntungkan individu saja9. Pendapatan baik secara finansial

maupun ilmiah yang kemungkinan bisa diperoleh oleh Indonesia ini akan sejalan

dengan konsep Sustainable Development yang digunakan dalam hukum

lingkungan untuk menciptakan sebuah kemajuan bagi masyarakat dari segi

finansial dan memberikan kontribusi terhadap lingkungan dengan pengaturan dan

pembatasan yang menjaga lingkungan sekitar dan juga menguntungkan negara.

8 Ibid, hal. 629 9 TRAFFIC, “What’s Driving the Wildlife Trade? A Review of Expert Opinion on

Economic and Social Drivers of the Wildlife Trade and Trade Control Efforts in Cambodia,

Indonesia, LaoPDR and Vietnam”. East Asia and Pacific Region Sustainable Development

Discussion Papers. East Asia and Pacific Region Sustainable Development Department, World

Bank, Washington, DC,2008.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.pdf · endemik. ... Appendiks I CITES mencakup segala jenis spesies baik flora maupun fauna yang terancam oleh kepunahan yang mungkin

9

Berbagai ketentuan yang telah dibuat belum mampu melindungi satwa

langka yang ada,oleh karena itu perlu diteliti tentang penyebab secara hukum

yang mengakibatkan kelemahan fungsi hukum itu. Penelitian ini akan difokuskan

pada dua masalah yang berkaitan dengan sebab-sebab normatif yang

mengakibatkan kelemahan fungsi hukum dan bentuk jalan keluar secara normatif

hukum yang dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan fungsi hukum dari

pengaturan yang sudah ada.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan dapat dirumuskan

bahwa pokok permasalahan dari skripsi ini adalah:

1. Mengapa peraturan perundang - undangan tentang perlindungan spesies

terancam punah atau langka belum berfungsi sebagaimana mestinya?

2. Bagaimanakah seharusnya pengaturan yang diperlukan untuk membuat

peraturan perundang-undangan tersebut dapat mewujudkan tujuannya?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Dengan adanya CITES dan peraturan-peraturan lainnya yang merupakan

upaya penanggulangan perdagangan ilegal hewan terancam punah yang telah

ditetapkan akan ditinjau kembali apakah peraturan-peraturan tersebut dapat

berfungsi dengan baik atau tidak. Apabila tidak berfungsi dengan baik dan tidak

cukup mengatasi masalah yang timbul bagaimana seharusnya isi dari peraturan

tersebut dan disesuaikan dengan kebutuhan kenyataan norma itu sendiri sehingga

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.pdf · endemik. ... Appendiks I CITES mencakup segala jenis spesies baik flora maupun fauna yang terancam oleh kepunahan yang mungkin

10

sesuai antara norma yang berlaku dengan kebutuhan yang diperlukan dalam

transaksi hewan langka di Indonesia.

1.4 Orisinalitas Penelitian

Peneltian tentang Pengaturan Perlindungan Species Langka Dari Akibat

Sindikasi Perdagangan Species Langka dilakukan untuk mengetahui: a.

Mengapakah peraturan perundang- undangan tentang perlindungan spesies

terancam atau langka belum berfungsi sebagaimana mestinya. b. Bagaimanakah

bentuk revisi pengaturan yang diperlukan untuk membuat peraturan perundangan

tersebut dapat mewujudkan tujuannya. penelitian ini merupakan penelitian hukum

dengan tujuan untuk mencari pemecahan atas isu hukum yang timbul berdasarkan

atas pendekatan yang bersifat yuridis.

Dari hasil penelusuran yang dilakukan terhadap tulisan atau hasil

penelitian tentang pelaksanaan Pengaturan Perlindungan Species Langka Dari

Akibat Sindikasi Perdagangan Species Langka, belum dapat ditemukan adanya

tulisan atau hasil penelitian serupa, namun ditemukan beberapa hasil atau tulisan

yang hampir memiliki landasan yang sama tentang perlindungan spesies, adapun

penelitian yang dimaksud antara lain:

No Peneliti dan Judul Penelitian Rumusan Masalah

1 I Wayan Ery Yanata Utama

(Unud 2012) Penerapan Sanksi

Pidana Penangkapan dan

Peniagaan Penyu Hijau

1. Bagaimana penerapan sanksi

pidan terhadap pelanggaran

penanggapan dan perniagaan

penyu hijau

2. Mengapa penyu hijau (Chelonia

Mydas) perlu dilindungi

2 I Gusti Made Ariek Dewantara

(Unud 2009) Tanggung jawab

Pihak Pencemar Dalam

1. Tanggungjawab hukum apakah

yang dapat di kenakan kepada

pihak pencemar terhadap

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.pdf · endemik. ... Appendiks I CITES mencakup segala jenis spesies baik flora maupun fauna yang terancam oleh kepunahan yang mungkin

11

No Peneliti dan Judul Penelitian Rumusan Masalah

Pencemaran Limbah Industri

Menurut Undang-Undang No.

23 Tahun 1997

kerusakan lingkungan yang di

timbulkan akibat dari limbah

industry

2. Upaya Hukum apakah yang

dapat ditempuh oleh masyarakat

akibat adanya pencemaran

limbah industry

3 I Putu Asmara Francesco

Confessa (Unud 2012) Suatu

Kajian Tentang Pemanfaatan

Tumbuhan dan Satwa Liar

ditinjau dari undang-undang

No. 8 Tahun 1999 tentang

pemanfaatan tumbuhan dan

satwa liar

1. Bagaimanakah pemanfaatan jenis

tumbuhan dan satwa liar yang

dilakukan di Indonesia

2. Lembagamanakah yang

menetapkan dan bertugas

mendokumentasikan, memelihara

dan mengelola hasil pengkajian

dan penelitian serta

pengembangannya.

Dengan demikian penelitian yang dilakukan peneliti memiliki

kekhususan yang menunjukkan orisinalitas.

1.5 Tujuan Penulisan

a. Tujuan umum

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut

mengenai aturan yang baik dan cukup dalam mengikat atau mengatur

transaksi perdagangan terhadap hewan yang terancam punah dan

frekuensi perdagangan ilegal terhadap binatang-binatang terancam punah

dalam korelasi tingkat ancaman binatang tersebut dan sejauh mana

Undang – undang dapat mempengaruhi atau menanggulangi perdagangan

ilegal tersebut.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.pdf · endemik. ... Appendiks I CITES mencakup segala jenis spesies baik flora maupun fauna yang terancam oleh kepunahan yang mungkin

12

b. Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui apa yang mendukung timbulnya perdagangan ilegal

terhadap spesies terancam punah dan pengaruh peraturan perundang –

undangan dalam melindungi spesies terancam punah ini.

2. Untuk mengetahui bagaimana perdagangan terhadap spesies yang

terancam punah dilakukan menurut Hukum Internasional dan apakah

peraturan yang berlaku sudah cukup melindungi atau tidak spesies

terancam punah tersebut

3. Menganalisis kasus-kasus perdagangan spesies yang terancam punah

dan kaitannya dengan Hukum Internasional secara umum serta CITES

secara khusus dan penyebab ketentuan-ketentuan tidak berjalan dengan

seharusnya.

1.6 Manfaat Penulisan

Sementara manfaat dari penulisan ini sendiri adalah:

1. Secara teoritis, penulisan ini memiliki manfaat untuk mengembangkan

atau memperkaya teori atau doktrin-doktrin hukum yang sudah ada,

khususnya dalam bidang hukum yang menjadi focus penelitian ini yaitu

tentang hewan terancam punah dan kaitannya dengan CITES selaku salah

satu sumber hukum internasional yang berlaku.

2. Secara praktis, manfaat penulisan ini lebih ditujukan kepada peraturan

yang cukup melindungi, mengawasi, dan melarang dalam proses

perdagangan hewan langka.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.pdf · endemik. ... Appendiks I CITES mencakup segala jenis spesies baik flora maupun fauna yang terancam oleh kepunahan yang mungkin

13

1.7 Landasan Teoritis

Sebagai bahan dalam dasar pembahasan masalah yang diangkat dalam skripsi

ini, penulis menggunakan asas-asas hukum internasional dan pandangan para

sarjana hukum sebagai landasan pembenaran teoritis tersebut, yaitu:

1.7.1 Teori Tujuan Hukum

Seperti yang dikemukakan Gustav Radbruch seorang filosof hukum dan

seorang legal scholar dari Jerman yang terkemuka yang mengajarkan konsep tiga

ide unsur dasar hukum. Ketiga konsep dasar tersebut dikemukakannya pada era

Perang Dunia II. Tujuan hukum yang dikemukakannya tersebut oleh berbagai

pakar diidentikkan juga sebagai tujuan hukum Adapun tiga tujuan hukum tersebut

adalah kepastian, keadilan, dan kemanfaatan.10

a. Keadilan

Di dalam keadilan terdapat aspek filosofis yaitu norma hukum, nilai,

keadilan,moral, dan etika. Hukum sebagai pengemban nilai keadilan, nilai

keadilan juga menjadi dasar dari hukum sebagai hukum. Keadilan memiliki sifat

normatif sekaligus konstitutif bagi hukum. Keadilan menjadi landasan moral

hukum dan sekaligus tolak ukur sistem hukum positif dan tanpa keadilan, sebuah

aturan tidak pantas menjadi hukum. Hukum tidak memilki tujuan dalam dirinya

sendiri. Hukum adalah alat untuk menegakkan keadilan dan menciptakan

kesejahteraan sosial. Tanpa keadilan sebagai tujuan awalnya, hukum akan

terperosok menjadi alat pembenar kesewenang wenangan mayoritas atau

pihak penguasa terhadap minoritas atau pihak yang dikuasai. Itulah sebabnya

10 http:// bolmerhutasoit. wordpress. com /2011/10/07/artikel politik hukum tujuan hukum

menurut-gustav-radbruch.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.pdf · endemik. ... Appendiks I CITES mencakup segala jenis spesies baik flora maupun fauna yang terancam oleh kepunahan yang mungkin

14

maka fungsi utama dari hukum pada akhirnya menegakkan keadilan.

b. Kepastian

Kepastian hukum itu adalah kepastian undang-undang atau peraturan,

segalamacam cara, metode dan lain sebagainya harus berdasarkan undang-undang

atau peraturan. Di dalam kepastian hukum terdapat hukum positif dan hukum tertu

lis.Hukum tertulis ditulis oleh lembaga yang berwenang, mempunyai sanksi yang

tegas,sah dengan sendirinya ditandai dengan diumumkannya di Lembaga Negara.

c. Kemanfaatan

Dalam nilai kemanfaatan dapat dilihat bekerjanya hukum tersebut harus

efektif dan bermanfaat serta memberi daya guna (utility) bagi masyarakat.

1.7.2 Teori Hukum Fungsional

Roscoe Pound seorang ahli hukum menyatakan bahwa kontrol sosial

diperlukan untuk menguatkan peradaban masyarakat karena mengendalikan

perilaku antisosial yang bertentangan dengan kaidah-kaidah ketertiban sosial.

Hukum, sebagai mekanisme control sosial, merupakan fungsi utama dari negara

dan bekerja melalui penerapan kekuatan yang dilaksanakan secara sistematis dan

teratur oleh lembaga hukum yang ditunjuk untuk melakukan fungsi itu.11

Ia

mendefinisikan hukum dengan fungsi utama dalam melakukan kontrol sosial:

Hukum adalah suatu bentuk khusus dari kontrol sosial, dilaksanakan melalui

badan khusus berdasarkan ajaran yang otoritatif, serta diterapkan dalam konteks

11 http://www.scribd.com/doc/176457298/Teori-Hukum-Roscoe-Pound-2 diakses tanggal

30 Juni 2015.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.pdf · endemik. ... Appendiks I CITES mencakup segala jenis spesies baik flora maupun fauna yang terancam oleh kepunahan yang mungkin

15

dan proses hukum serta administrasi.12

Pound juga mengatakan bahwa fungsi

hukum sebagai alat perekayasa social. Suatu fungsi untuk mengubah masyarakat

kearah yang dicita-citakan dengan menggunakan hukum. Dengan demikian, jika

ada sesuatu yang ingin dicapai dibuatlah suatu aturan hukum, untuk mengubah

suatu tingkah laku/ perilaku ke arah yang dikehendaki

1.7.3 Teori Efektivitas Hukum

Untuk menjawab permasalahan kedua dalam penelitian ini akan

dipergunakan Teori Efektivitas Pelaksanaan Hukum dari Soerjono Soekanto

bahwa efektivitas hukum yang dimaksud, berarti mengkaji kaidah hukum yang

harus memenuhi syarat, yaitu berlaku secara yuridis, berlaku secara sosiologis,

dan berlaku secara filosofis. Oleh karena itu faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi hukum berfungsi dalam masyarakat yaitu (1) Faktor kaidah

hukum/peraturan itu sendiri; (2) Faktor petugas/penegak hukum; (3) Faktor sarana

atau fasilitas yang digunakan oleh penegak hukum; (4) Faktor masyarakat atau

faktor kebudayaan masyarakat.13

Berikut ini penjelasan dari Soerjono Soekanto masing-masing faktor:

1. Faktor Hukum

Secara konsepsional maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada

kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-

kaidah yang mantap dan mengejawantahan dan sikap tindak sebagai rangkaian

penjabaran ini, tahap akhir untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan

12http://dimensilmu. blogspot. com/2013/11/ tujuan-dan-fungsi-hukum.htm diakses tanggal 30 Juni 2015.

13 Soerjono Soekanto, 2004, Op.Cit hal. 8.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.pdf · endemik. ... Appendiks I CITES mencakup segala jenis spesies baik flora maupun fauna yang terancam oleh kepunahan yang mungkin

16

kedamaian pergaulan hidup. Mengenai berlakunya hukum sebagai kaidah, Hal itu

di ungkapan sebagai berikut.

a) Kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya didasarkan

pada kaidah yang lebih tinggi tingkatannya atau terbentuk atas dasar yang

telah ditetapkan.

b) Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut efektif.

Artinya, kaidah dimaksud dapat dipaksakan (teori kekuasaan) atau kaidah

itu berlaku karena adanya pengakuan dari masyarakat.

c) Kaidah hukum berlaku secara filosofis, yaitu sesuai dengan cita hukum

sebagai nilai posistif yang tertinggi14

Kalau dikaji lebih dalam, agar hukum itu berfungsi maka setiap kaidah

hukum harus memenuhi ketiga macam unsur di atas, sebab apabila tidak: (1) Bila

kaidah hukum hanya berlaku secara yuridis, ada kemungkinan kaidah itu

merupakan kaidah mati; (2) Kalau hanya berlaku secara sosiologis dalam arti teori

kekuasaan, maka kaidah itu menjadi aturan pemaksa; (3) Apabila hanya berlaku

secara filosofis, kemungkinannya kaidah itu hanya merupakan hukum yang dicita-

citakan (ius constituendum).

Berdasarkan penjelasan di atas, tampak betapa rumitnya persoalan

efektifitas hukum di Indonesia. Oleh karena itu agar suatu kaidah hukum atau

peraturan tertulis benar-benar berfungsi, senantiasa dapat dikembalikan pada

empat faktor yang telah disebutkan.

14 Ibid , hal. 11-67

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.pdf · endemik. ... Appendiks I CITES mencakup segala jenis spesies baik flora maupun fauna yang terancam oleh kepunahan yang mungkin

17

2. Faktor Penegak Hukum

Pengertian dari istilah “penegakan hukum” demikian luas karena

mencakup baik secara langsung maupun secara tidak langsung dalam hal

penegakan hukum. Menurut Soerjono Soekanto bahwa:

Penegak hukum pada kalangan yang secara langsung berkecimpung

dalam bidang penegakan hukum tidak hanya mencakup ”law

enforcement” akan tetapi pula “peace maintenance” kalangan itu

mereka yang bertugas di bidang bidang kehakiman, kejaksaan,

kepolisian, kepengacaraan dan pemasyarakatan. 15

Oleh karena itu yang di maksud penegak hukum atau orang yang

bertugas menerapkan hukum mencakup ruang lingkup yang sangat luas, sebab

menyangkut petugas pada strata atas, menengah dan bawah. Artinya, di dalam

melaksanakan tugas-tugas penerapan hukum petugas seyogianya harus memiliki

suatu pedoman, di antaranya peraturan tertulis tertentu yang mencakup ruang

lingkup tugas-tugasnya. Di dalam hal penegakan hukum dimaksud, kemungkinan

petugas penegak hukum menghadapi hal-hal sebagai berikut.

a) Sampai sejauh mana petugas terikat dari peraturan-peraturan yang ada?

b) Sampai batas-batas mana petugas berkenan memberikan kebijakan ?

c) Teladan macam apakah yang sebaiknya diberikan oleh petugas kepada

masyarakat?

d) Sampai sejauh manakah derajat sinkronisasi penugasan-penugasan yang

diberikan kepada para petugas sehingga memberikan batas-batas yang

tegas pada wewenangnya.16

15 Soerjono Soekanto IV, Ibid, hal.13 16 H. Abdulmanan, 2005, Aspek-aspek Pengubah Hukum, Kencana Pressnada Media,

Jakarta, hal. 98

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.pdf · endemik. ... Appendiks I CITES mencakup segala jenis spesies baik flora maupun fauna yang terancam oleh kepunahan yang mungkin

18

3. Faktor Sarana/Fasilitas

Fasilitas atau sarana amat penting untuk mengefektifkan suatu aturan

tertentu. Ruang lingkup sarana dimaksud, terutama sarana fisik yang berfungsi

sebagai faktor pendukung. Misalnya, bila tidak ada kertas dan karbon yang cukup

serta mesin ketik yang cukup baik, bagaimana petugas dapat membuat berita acara

mengenai suatu kejahatan. Bagaimana polisi dapat bekerja dengan baik apabila

tidak dilengkapi dengan kendaraan dan alat-alat komunikasi yang proporsional.

Kalau peralatan dimaksud sudah ada, faktor-faktor pemeliharaannya juga

memegang peran yang sangat penting. Memang sering terjadi bahwa suatu

peraturan yang semula bertujuan untuk memperlancar proses, malahan

mengakibatkan terjadinya kemacetan. Mungkin ada baiknya ketika hendak

menerapkan suatu peraturan secara resmi ataupun memberikan tugas kepada

petugas, dipikirkan mengenai fasilitas-fasilitas yang berpatokan kepada: (1) apa

yang sudah ada, dipelihara terus agar setiap saat berfungsi; (2) apa yang belum

ada, perlu diadakan dengan memperhitungkan jangka waktu pengadaannya; (3)

apa yang kurang, perlu dilengkapi; (4) apa yang telah rusak, diperbaiki atau

diganti; (5) apa yang macet, dilancarkan; (6) apa yang telah mundur, ditingkatkan.

4. Faktor Masyarakat

Salah satu faktor yang mengefektifkan suatu peraturan adalah warga

masyarakat. Yang dimaksud di sini adalah kesadaran untuk mematuhi suatu

peraturan perundang-undangan, yang kerap disebut derajat kepatuhan. Secara

sederhana dapat dikatakan, bahwa derajat kepatuhan masyarakat terhadap hukum

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.pdf · endemik. ... Appendiks I CITES mencakup segala jenis spesies baik flora maupun fauna yang terancam oleh kepunahan yang mungkin

19

merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan. Sebagai

contoh dapat diungkapkan sebagai berikut.

1) Apabila derajat kepatuhan terhadap peraturan rambu-rambu lalu lintas

adalah tinggi maka peraturan lalu lintas dimaksud, pasti akan berfungsi,

yaitu mengatur waktu penyeberangan pada persimpangan jalan. Oleh

karena itu, bila rambu-rambu lintas warna kuning menyala, para

pengemudi diharapkan memperlambat laju kendaraannya. Namun bila

terjadi sebaliknya, kendaraan yang di kemudikan di percepat lajunya

atau tancap gas besar kemungkinan akan terjadi tabrakan.

2) Bagi orang Islam Indonesia termasuk warga masyarakat Islam yang

mendiami Kota Palu, tahu dan paham tentang Undang-Undang Nomor

38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat. Undang-undang dimaksud,

lahir dari adanya ajaran Islam yang mewajibkan berzakat bagi setiap

muslim yang mempunyai penghasilan, baik penghasilan dari pekerjaan

profesi sebagai pegawai negeri, pejabat structural, maupun pejabat

fungsional. Namun demikian, masih ditemukan pegawai negeri sipil

dimaksud, mengeluarkan zakatnya tanpa melembaga. Artinya orang

Islam dimaksud, memerikan zakat kepada orang yang dianggap berhak

menerimanya. Padahal baik peraturan perundang-undangan maupun

ajaran Islam (Aquran) menghendaki agar zakat dikeluarkan melalui

lembaga amil zakat. Sebab, salah satu fungsi sosial zakat adalah

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.pdf · endemik. ... Appendiks I CITES mencakup segala jenis spesies baik flora maupun fauna yang terancam oleh kepunahan yang mungkin

20

pemenuhan hak bagi delapan golongan yang berhak menerima zakat

dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial.17

Berdasarkan dua contoh di atas, persoalan adalah (1) Apabila peraturan

baik, tetapi warga masyarakat tidak mematuhinya, faktor apakah yang

menyebabkannya? (2) Apabila peraturan itu baik serta petugas cukup berwibawa,

fasilitas cukup, mengapa masih ada yang tidak mematuhi peraturan perundang-

undangan?

Selain masalah-masalah di atas, masih ada persoalan lain, yaitu adanya

suatu asumsi yang menyatakan bahwa apabila semakin besar peran sarana

pengendalian sosial selain hukum seperti agama dan adat istiadat, semakin kecil

peran hukum. Seperti halnya peraturan yang mengatur tentang specis langka

mempunyai peran yang sangat besar terhadap pelanggaran/perdagangan species

langka. Oleh karena itu, hukum tidak dapat dipaksakan keberlakuannya di dalam

segala hal, selama masih ada sarana lain yang ampuh. Hukum hendaknya

dipergunakan pada tingkat yang terakhir bila sarana lainnya tidak mampu lagi

untuk mengatasi masalah. Terkait dengan hal tersebut perlu diungkapkan hal-hal

yang berkaitan dengan kesadaran masyarakat terhadap hukum, yaitu (1)

Penyuluhan hukum yang teratur; (2) Pemberian teladan yang baik dari petugas

dalam hal kepatuhan terhadap hukum dan respek terhadap hukum; (3)

Pelembagaan yang terencana dan terarah.

17 Soetandyo Wignjosoebroto, 2008, Hukum Dalam Masyarakat Perkembangan dan

Masalah, Banyumedia Publisihng, Malang, hal.162

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.pdf · endemik. ... Appendiks I CITES mencakup segala jenis spesies baik flora maupun fauna yang terancam oleh kepunahan yang mungkin

21

5. Faktor Kebudayaan

Faktor kebudayaan yang sebenarnya bersatupadu dengan faktor

masyarakat sengaja dibedakan, karena di dalam pembahasannya diketengahkan

masalah sistem nilai-nilai yang menjadi inti dari kebudayaan spiritual atau non-

materiil. Sebagai suatu sistem (atau subsistem dari sistem kemasyarakatan), maka

hukum mencakup struktur, subtansi, dan kebudayaan. Struktur mencakup wadah

ataupun bentuk dari sistem tersebut umpamanya, mencakup tatanan lembaga-

lembaga hukum formal, hubungan antara lembaga-lembaga tersebut, hak-hak dan

kewajiban-kewajiban dan seterusnya, substansi mencakup isi norma-norma

hukum beserta perumusannya maupun cara untuk menegakkan yang berlaku bagi

pelaksana hukum maupun pencari keadilan. Kebudayaan (sistem) hukum pada

dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai

yang merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik

(sehingga dianuti) dan apa yang dianggap buruk (dihindari). Nilai-nilai tersebut,

lazimnya merupakan pasangan nilai-nilai yang mencerminkan dua keadaan

ekstrim yang harus diserasikan. Hal itulah yang akan menjadi pokok pembicaraan

di dalam bagian mengenai faktor kebudayaan ini.

Pasangan nilai yang berperanan dalam hukum adalah sebagai berikut :

1. Nilai ketertiban dan nilai ketentraman,

2. Nilai jasmaniah/kebendaan dan nilai rohaniah/keakhlakan,

3. Nilai kelanggengan/ konservatisme dan nilai kebaruan/ inovasitisme.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.pdf · endemik. ... Appendiks I CITES mencakup segala jenis spesies baik flora maupun fauna yang terancam oleh kepunahan yang mungkin

22

Di dalam keadaaan sehari-hari maka nilai ketertiban biasanya disebut

dengan keterikatan atau disiplin sedangkan nilai ketentraman merupakan suatu

kebebasan. Secara Psikologis keadaan tenteram ada bila seorang tidak merasa

khawatir, tidak merasa diancam dari luar, dan tidak terjadi konflik bathiniah.

Pasangan nilai-nilai tersebut yaitu ketertiban dan ketentraman, dimana kedua hal

tersebut sebenarnya sejajar dengan nilai kepentingan umum dan kepentingan

pribadi. Di dalam bidang tata hukum maka bidang hukum publik (seperti misalnya

hukum tata negara, hukum administrasi negara dan hukum pidana) harus

mengutamakan nilai ketertiban dan dengan sendirinya merunut nilai kepentingan

umum. Akan tetapi di dalam bidang hukum perdata (misalnya hukum pribadi,

hukum harta kekayaan, hukum keluarga, dan hukum waris), maka nilai

ketentraman lebih diutamakan. Hal ini berarti bahwa di dalam hukum publik nilai

ketenteraman boleh diabaikan, sedangkan di dalam hukum perdata nilai ketertiban

sama sekali tidak diperhatikan. Pasangan nilai ketertiban dan nilai ketenteraman,

merupakan pasangan nilai yang bersifat universal; mungkin keserasiannya

berbeda menurut keadaan masing-masing kebudayaan, di mana pasangan nilai

tadi diterapkan.

1.8 Metode Penulisan

Dalam rangka memperoleh, kemudian mengumpulkan serta

menganalisa setiap sumber hukum, tentunya dibutuhkan suatu metode dengan

tujuan agar suatu karya tulis ilmiah mempunyai susunan yang sistematis, terarah

dan konsisten. Adapun metode penelitian ini adalah sebagai berikut:

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.pdf · endemik. ... Appendiks I CITES mencakup segala jenis spesies baik flora maupun fauna yang terancam oleh kepunahan yang mungkin

23

a. Jenis penelitian

Dalam penyusunan skripsi ini dipergunakan pendekatan yuridis normatif.

Permasalahan dibahas berlandaskan pada peraturan perundang-undangan dalam

hal ini adalah peraturan perundang-undangan yang sedang berlaku terkait dengan

pengaturan perlindungan species langka dari akibat sindikasi perdagangan spesies

langka.

b. Jenis Pendekatan

Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitiian normatif ada beberapa

macam yaitu: pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus, pendekatan

perbandingan, dan perdekatan konsetual. Dalam penulisan ini akan menggunakan

beberapa jenis pendekatan yaitu, pendekatan perundang-undangan berkaitan

peraturan perundang-undangan yang sedang berlaku mengatur perlindungan

species langka dari akibat sindikasi perdagangan species langka. Penelitian ini

juga menggunakan pendekatan konseptual yaitu dengan beranjak dari pandangan-

pandangan dan dokrin-dokrin yang berkembang di dalam ilmu hukum terkait

dengan perlindungan species langka dari akibat sindikasi perdagangan species

langka. Dengan memperlajari pandagangan dan doktrin di dalam ilmu hukum

peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum,

konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang

dihadapi.

c. Sumber Bahan Hukum

Pembahasan dalam penulisan ini menggunakan bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang

mengikat.18

Dalam penulisan ini yang digunakan adalah undang-undang:

18 Amiruddin & Zainal Asikin, 2006, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja

Grafindo Persada, Jakarta, hal. 31

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.pdf · endemik. ... Appendiks I CITES mencakup segala jenis spesies baik flora maupun fauna yang terancam oleh kepunahan yang mungkin

24

a) Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam

Hayati dan Ekosistemnya,

b) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis

Tumbuhan dan Satwa, LN. No. 14 tahun 1999, TLN No.3803

c) PP nomor 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Hewan,

LN No. 15 tahun 1999, TLN No.3804.

d) Keputusan Menteri Kehutanan No: 62/kpts-II/1998 tentang Tata Usaha

peredaran tumbuhan dan Satwa Liar

e) Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No.104/kpts-II/2000

tentang Tata Cara Mengambil Tumbuhan Liar dan Menangkap satwa

Liar

f) fatwa No.4 tahun 2014 tentang Perlindungan Satwa Langka untuk

Keseimbangan Ekosistem

Bahan hukum primer yaitu bahan yang memberikan penjelesan mengenai

bahan hukum primer, seperti rancangan, hasil-hasil penelitian, atau pendapat

pakar hukum, buku literatur dibidang hukum perlindungan species.

Bahan hukum sekunder bersumber dari penelitian kepustakaan, yaitu dengan

membaca buku-buku yang berkaitan dengan masalah yang dibahas, yang fungsi

untuk melakukan klarifikasi dan justifikasi ilmiah.

Studi kepustakaan adalah merupakan penelahaan peraturan perundang-

undnagan yang terkait serta buku-buku atau literatur sebagai bahan bacaan.

Menurut Burhan Ashshofa, kepustakaan adalah research yang dilakukan di

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.pdf · endemik. ... Appendiks I CITES mencakup segala jenis spesies baik flora maupun fauna yang terancam oleh kepunahan yang mungkin

25

perpustakan-perpustakaan, arsip-arsip, musiun dan lain-lain, dimana penelitiannya

memiliki nilai kristisme tinggi.19

d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Pengumpulan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder

dilakukan dengan sistem kartu (card system), yaitu meneliti literatur dan peraturan

perundang-undnagan yang masih berlaku dan ada kaitannya dengan materi yang

dibahas dalam skripsi ini, kemudian dicatat dalam kertas lepas dengan

mencantumkan nama pengarang, tahun terbit, judul buku, nama penerbit, dan

nomor halaman yang dikutif.20

e. Teknik Pengolahan dan Analisis Sumber Hukum

Dari bahan-bahan hukum yang berhasil dikumpulkan, baik bahan

hukum primer maupun bahan hukum sekunder kemudian dianalisis dengan

menggunakan tehnik diskripsi, interpretasi, argumentasi, evaluasi dan

sistimatisasi. Pengertian masing-masing tehnik analisis dimaksud sebagai berikut:

a. Deskripsi yaitu memaparkan bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder secara apa adanya.

b. Tehnik interprestasi adalah berupa penggunan jenis-jenis penafsiran

dalam ilmu hukum, terutama penafsiran historis dan penafsiran

kontekstualnya.

c. Tehnik argumentasi, yaitu berupa penilaian yang didasarkan pada

alasan-alasan yang bersifat penalaran hukum.

19 Burhan Ashshofa, 2001, Metode Penelitian Hukum, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, hal. 103

20 Setyo Yuwono Sudikni, 1983, Pengantar Penyusunan Karya Ilmiah, Aneka Ilmu

Jakarta, hal. 37

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.pdf · endemik. ... Appendiks I CITES mencakup segala jenis spesies baik flora maupun fauna yang terancam oleh kepunahan yang mungkin

26

d. Tehnik evaluasi, yaitu penilaian tepat atau tidak tepat, benar atau salah,

sah atau sah terhadap suatu pandangan atau proposisi, pernyataan

rumusan norma, keputusan baik yang tertera dalam bahan hukum

primer dan bahan hukum sekunder.

e. Sistematisasi artinya pemaparan terhadap hubungan hierarkis antara

aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan permasalahan pada skripsi

ini. Disamping itu, antara bahan hukum primer dengan bahan hukum

sekunder tidaklah kontradiksi.21

21 _____, 2009, Buku Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana,

Denpasar, h.76

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.pdf · endemik. ... Appendiks I CITES mencakup segala jenis spesies baik flora maupun fauna yang terancam oleh kepunahan yang mungkin

27