BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang -...
-
Upload
vuongquynh -
Category
Documents
-
view
220 -
download
7
Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang -...
![Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8551/1/T2_912014021_BAB I… · yang mahal untuk menghadirkan sistem pembayaran non tunai yang murah](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081903/5a7a7a427f8b9abd768bd91e/html5/thumbnails/1.jpg)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sejak enam puluh tahun yang lalu sudah
muncul pemikiran tentang Cashless society. Para
pakar sudah memprediksikan adanya cashless society
ketika kartu pembayaran umum pertama kali
diperkenalkan di awal tahun 1950 (Garcia-Swartz,
Hahn, dan Layne-Farrar, 2006). Alat pembayaran
yang terus berkembang menjadi bukti bahwa Cash
Less Society sedang terjadi (Liao dan Handa, 2010).
Masih dalam jurnal yang sama, Liao dan Handa
mengungkapkan Industri alat pembayaran kini
menyediakan berbagai instrument pembayaran
seperti uang (baik kertas maupun koin), cek, hingga
alat pembayaran yang bersifat elektronik seperti kartu
debit, kartukredit, dan e-money.
Penelitian tentang era cashless (non tunai) telah
banyak dilakukan. Sebagai contoh Kanada, salah satu
negara di benua Amerika, menunjukkan rasio
penggunaan uang dibandingkan dengan peredaran
M1 menurun dari 42.75% menjadi 31.75% dalam
kurun waktu 14 tahun dari tahun 1985 hingga tahun
2002, sedangkan volume penggunaan alat
![Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8551/1/T2_912014021_BAB I… · yang mahal untuk menghadirkan sistem pembayaran non tunai yang murah](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081903/5a7a7a427f8b9abd768bd91e/html5/thumbnails/2.jpg)
2
pembayaran elektronik meningkat dari 24 % di tahun
1988 menjadi 54.7% di tahun 2000 (Liao dan Handa,
2010). Berpindah ke belahan dunia yang lain,
tepatnya di benua Australia, era non tunai semakin
berkembang ditandai dengan inovasi pembayaran di
sektor usaha kecil menengah (UKM). Angela
Vithoulas, direktur dari Vivo Café salah satu UKM
berkembang yang berbasis di Sydney, menerapkan
pembayaran melalui Short Message Service (SMS).
Pembayaran melalui SMS di Australia tercatat
memiliki nilai transaksi sebesar $US196.6 milyar, dan
menjadi nilai transaksi pembayaran mobile terbesar di
2014 (Watson, 2010). Lebih lanjut dalam media yang
sama, Vithoulas (2010) menegaskan sebagai
pengusaha kecil, pembayaran melalui sms lebih
dipilih, karena berhadapan dengan uang kas dapat
menimbulkan biaya yang mahal, yang dapat muncul
dari biaya pengamanan kas, dan biaya administrasi di
bank.
Masih di benua yang sama, industri perbankan
turut menyelaraskan diri dengan era non tunai. Hal
tersebut terlihat dari layanan-layanan elektronik yang
diberikan. Industri perbankan didorong untuk
mengembangkan layanan non-face-to-face banking
untuk mengurangi keberadaan bank secara fisik
(Watson, 2010). Kebijakan tersebut membuat layanan
![Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8551/1/T2_912014021_BAB I… · yang mahal untuk menghadirkan sistem pembayaran non tunai yang murah](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081903/5a7a7a427f8b9abd768bd91e/html5/thumbnails/3.jpg)
3
perbankan menjadi lebih mudah diakses oleh
nasabah, yang tidak perlu lagi menghampiri Bank.
NAB pay Wave adalah salah satu contoh teknologi
terkini pembayaran elektronik Contactless Payments.
Dengan NAB pay Wave, nasabah dapat melakukan
transaksi Visa dibawah nominal $US100. Cukup
mendekatkan kartu pada payWave reader, dana
nasabah telah terdebet dalam hitungan detik untuk
melakukan pembayaran.
Dampak dari era non tunai bukan hanya
dialami oleh Kanada dan Australia, namun juga
dialami di Indonesia, salah satu negara berkembang
di Asia tenggara. Walaupun masih banyak digunakan
untuk transaksi yang sifatnya kecil dalam hal
nominal, namun volume transaksi e-money di
Indonesia sudah mencapai Rp. 6,7 milyar per hari
hingga akhir 2013 (swa.com). Sumber yang sama juga
menyebutkan jumlah tersebut meningkat 378% dari
nilai transaksi di tahun 2009 yang berjumlah Rp. 1,4
milyar per hari. Regulator juga ikut mendorong
perkembangan era non tunai di Indonesia. Bank
Indonesia secara resmi mencanangkan Gerakan
Nasional Non Tunai (GNNT) pada 14 Agustus 2014
(bi.go.id). Pencanangan program tersebut ditandai
dengan penandatanganan nota kesepahaman antara
Bank Indonesia dengan Kementerian Koordinator
![Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8551/1/T2_912014021_BAB I… · yang mahal untuk menghadirkan sistem pembayaran non tunai yang murah](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081903/5a7a7a427f8b9abd768bd91e/html5/thumbnails/4.jpg)
4
Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan,
Pemerintah Daerah serta Asosiasi Pemerintahan
Provinsi Seluruh Indonesia. Tiga bank pemerintah
langsung menanggapi kebijakan tersebut dengan
melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman
mengenai integrasi Electronic Data Capture (EDC).
Kebijakan praktis lain yang ikut ditetapkan
pemerintah seperti penggunaan E-Ticket KAI bagi
para penumpang KRL Commuter di Jabodetabek,
pembayaran parkir di 114 area parkir di DKI Jakarta,
dan penggunaan system e-money sebagai salah satu
syarat untuk mendaftar sebagai pedagang kaki lima
(PKL) di lingkup Ibu Kota (liputan6.com). Dengan
adanya kebijakan yang bersifat menjangkau hingga
masyarakat umum tersebut, maka kesadaran dan
kesiapan pengguna jasa keuangan dipertanyakan.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana
perubahan perilaku masyarakat dalam menanggapi
era non tunai yang diiringi oleh kebijakan pemerintah
dan perkembangan instrumen pembayaran.
Beragam kebijakan pemerintah di Indonesia,
baik pemerintahan pusat maupun daerah untuk
membentuk era non tunai telah diterapkan
sebelumnya oleh Amerika Serikat, Australia, dan
Eropa. Pengambil kebijakan di Amerika Serikat,
Australia, dan Eropa juga telah melakukan langkah –
![Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8551/1/T2_912014021_BAB I… · yang mahal untuk menghadirkan sistem pembayaran non tunai yang murah](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081903/5a7a7a427f8b9abd768bd91e/html5/thumbnails/5.jpg)
5
langkah intervensi ke pasar dengan memanfaatkan
beragam instrumen alat pembayaran untuk
menciptakan cashless society (Garcia-Swartz et al.,
2006). Intervensi juga dilakukan pemerintah
Indonesia, bahkan hingga menyentuh masyarakat
kalangan bawah. Menteri Sosial Khofifah Indar
Parawansah mengatakan bahwa evaluasi yang akan
dilakukan terhadap penyaluran raskin di tahun 2015,
membuka kemungkinan pembagian raskin akan
menggunakan e-Money (merdeka.com). Pada
kesempatan yang sama, Menteri Khofifah
menggunakan penilaian Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) sebagai dasar argumen bahwa
kebijakan yang akan diambilnya tersebut dapat
digunakan untuk meminimalisir adanya penyalah
gunaan penyaluran raskin.
Pemberi jasa keuangan dalam hal ini industri
perbankan, dituntut untuk melakukan inovasi terkait
instrumen yang akan digunakan untuk menunjang
terciptanya era non tunai. Semakin banyak inovasi
alat pembayaran, dan semakin murah sistem e-money
yang diterapkan, maka semakin besar jumah
penggunaan alat pembayaran non kas (Liao dan
Handa, 2010). Pernyataan yang dikemukakan Liao
dan Handa di Kanada tersebut, merupakan hasil
penelitian untuk menjawab pertanyaan apakah
![Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8551/1/T2_912014021_BAB I… · yang mahal untuk menghadirkan sistem pembayaran non tunai yang murah](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081903/5a7a7a427f8b9abd768bd91e/html5/thumbnails/6.jpg)
6
perkembangan ekonomi sedang menuju era non tunai
dengan fokus menggunakan sistem alat pembayaran
di Kanada sebagai buktinya.
Berbeda dengan masyarakat di Kanada yang
sudah tergolong negara maju, masyarakat di
Indonesia yang notabene adalah masyarakat negara
berkembang perlu dikaji kesiapannya dalam
menghadapi inovasi instrumen pembayaran yang
dihadirkan oleh industri perbankan untuk
menghadapi era non tunai. Sebagai contoh pada
Januari 2015 lalu, Bank DKI bersama bank Mandiri,
BNI, BRI, BCA, dan Bank Mega digandeng oleh
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama
untuk meluncurkan uang elektronik yang dapat
digunakan untuk pembayaran parkir di 114 area di
provinsi DKI Jakarta. Menjadi percuma bila investasi
yang mahal untuk menghadirkan sistem pembayaran
non tunai yang murah dan aman, namun dari sisi
masyarakat pengguna belum memiliki kesiapan
untuk menggunakannya. Tanggapan dari masyarakat
atas adanya intervensi yang dilakukan oleh
pemerintah bisa jadi beragam. Ada kemungkinan
masyarakat justru menganggap kebijakan pemerintah
tersebut sebagai suatu hal yang merepotkan, alih –
alih melihat kebijakan tersebut sebagai kebijakan
yang mengedepankan sisi keamanan dan kepraktisan.
![Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8551/1/T2_912014021_BAB I… · yang mahal untuk menghadirkan sistem pembayaran non tunai yang murah](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081903/5a7a7a427f8b9abd768bd91e/html5/thumbnails/7.jpg)
7
1.2. Masalah Penelitian
Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Liao, dan
Handa (2010) membuktikan sedang terjadinya
cashless society, dengan melihat perkembangan jenis
alat pembayaran elektronik yang membuat
masyarakat mulai meninggalkan alat pembayaran
tunai. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh
Garcia-Swartz, Hahn, dan Layne-Farrar (2006)
menunjukkan bertransaksi secara non tunai lebih
menguntungkan bagi konsumen karena kemudahan
dan biaya transaksi yang lebih murah. Kedua
penelitian tersebut belum meneliti bagaimana peran
kebiasaan (habbit) juga turut membentuk perilaku
bertransaksi non tunai, disamping ketersediaan
fasilitas dan keuntungan dalam penggunaan
transaksi non tunai. Habit diduga menjadi faktor
penting yang dapat membentuk sebuah perilaku
disamping minat dan kondisi yang memfasilitasi.
Triandis (1977) memiliki teori yang dapat
mengakomodir research gap tersebut. Theory of
Interpersonal Behaviour (TIB) yang dikemukakan
Triandis (1977) menjabarkan bahwa ketersediaan,
kemudahan, dan keuntungan dari penggunaan
fasilitas transaksi non tunai hanya menjadi moderator
![Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8551/1/T2_912014021_BAB I… · yang mahal untuk menghadirkan sistem pembayaran non tunai yang murah](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081903/5a7a7a427f8b9abd768bd91e/html5/thumbnails/8.jpg)
8
yang dapat memperkuat ataupun memperlemah
pembentukan perilaku seorang individu.
Theory of Interpersonal Behaviour menjelaskan
bahwa perilaku seorang individu dibentuk dari
intention dan habits yang kemudian dapat diperkuat
maupun diperlemah oleh facilitating conditions
sebagai moderatornya, papar Darnton (2008) yang
mengutip Theory of Interpersonal Behaviour (TIB) dari
Triandis (1977). Intention yang merupakan endogenus
variable talent dalam TIB dipengaruhi oleh attitude,
social factors, dan affect. Sedangkan meskipun
menjadi faktor yang dapat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, dalam teori TIB habits diyakini dibentuk
dari perilaku berulang dimasa lalu (frequency of past
behaviour). Berdasarkan teori tersebut, akan diteliti:
a. Bagaimana pengaruh attitude, social factors,
dan affect dalam membentuk minat
masyarakat pada era non tunai.
b. Bagaimana pengaruh frequency of past
behaviour pada kebiasaan bertransaksi
masyarkat.
c. Bagaimana pengaruh minat dan kebiasaan
dalam membentuk perilaku individu.
d. Bagaimana facilitating conditions sebagai
moderator dalam mempengaruhi proses
![Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8551/1/T2_912014021_BAB I… · yang mahal untuk menghadirkan sistem pembayaran non tunai yang murah](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081903/5a7a7a427f8b9abd768bd91e/html5/thumbnails/9.jpg)
9
pembentukan minat menjadi sebuah
perilaku.
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat eksplanatif karena
penelitian ini menguji Theory of Interpersonal
Behaviour (TIB) yang dikemukakan oleh Triandis
(1977). Diharapkan dari penelitian ini dapat diketahui
bagaimana kehadiran era non tunai membentuk
perilaku sebuah komunitas dalam menghadapinya,
khususnya di masyarakat Indonesia. Nantinya dapat
diketahui apakah sikap masyarakat, kebijakan
pemerintah serta lingkungan sosial yang membentuk
minat masyarakat ditambah dengan kondisi-kondisi
yang memfasilitasi telah cukup untuk merubah
kebiasaan masyarakat dari bertransaksi tunai
menjadi bertransaksi non tunai. Manfaat dari
penelitian ini, yang pertama adalah dapat melengkapi
penelitian sebelumnya terkait cashless society,
dengan menguji TIB yang dikemukakan oleh Triandis
(1977) untuk membuktikan bahwa selain faktor
perkembangan jenis alat pembayaran, dan
kemudahan transaksi, terdapat faktor kebiasaan
(habit) yang mempengaruhi perilaku transaksi non
tunai. Selain itu, hasil penelitian ini nantinya
bermanfaat untuk menjadi indikator kecukupan
![Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8551/1/T2_912014021_BAB I… · yang mahal untuk menghadirkan sistem pembayaran non tunai yang murah](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081903/5a7a7a427f8b9abd768bd91e/html5/thumbnails/10.jpg)
10
sosialisasi dan edukasi atas kebijakan terkait era non
tunai, dan memberikan gambaran bagi industri
perbankan tentang seberapa jauh pengenalan dan
penguasaan masyarakat terhadap produk e-money
yang sudah ada.