BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan...

48
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawat profesional harus menghadapi tanggung jawab etik dan konflik yang mungkin meraka alami sebagai akibat dari hubungan mereka dalam praktik profesional. Kemajuan dalam bidang kedokteran, hak klien, perubahan sosial dan hukum telah berperan dalam peningkatan perhatian terhadap etik. Standart perilaku perawat ditetapkan dalam kode etik yang disusun oleh asosiasi keperawatan internasional, nasional, dan negera bagian atau provinsi. Perawat harus mampu menerapkan prinsip etik dalam pengambilan keputusan dan mencakup nilai dan keyakinan dari klien, profesi, perawat, dan semua pihak yang terlibat. Perawat memiliki tanggung jawab untuk melindungi hak klien dengan bertindak sebagai advokat klien (R. Rizal Isnanto. 2009). Keperawatan sebagai suatu profesi harus memiliki suatu landasan dan lindungan yang jelas. Para perawat harus tahu berbagai konsep hukum yang berkaitan dengan praktik keperawatan karena mereka mempunyai akuntabilitas terhadap keputusan dan tindakan profesional yang mereka lakukan. Secara umum terhadap dua alasan terhadap pentingnya para perawat tahu tentang hukum yang mengatur praktiknya. Alasan pertama untuk memberikan kepastian bahwa keputusan dan tindakan perawat yang dilakukan konsisten dengan prinsip-prinsip hukum. Kedua, untuk melindungi perawat dari liabilitas (Mujtahid, 2010). Saat ini profesi dan pelayanan kesehatan telah menjadi sasaran kritik dan sorotan media massa, terutama setelah adanya kasus Terri Schiavo di AS yang pada akhir Maret lalu meninggal dunia setelah pengadilan mengabulkan permohonan suaminya, Michael Schiavo. Kasus ini menjadi perhatian dunia, karena di-blow up oleh media internasional (Mujtahid, 2010). Di Indonesia sendiri, setelah kasus Ny Agian Isna Nauli Siregar mulai "pudar" dari publikasi media, seiring dengan kondisi kesehatannya yang kini kian membaik, sebenarnya ada kasus paling gres yang membuat publik Indonesia kembali gempar, menyusul permohonan euthanasia yang diajukanoleh suami Ny Siti Zulaeha, Rudi Hartono, ke PN Jakarta Pusat (Mujtahid, 2010).

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perawat profesional harus menghadapi tanggung jawab etik dan konflik

yang mungkin meraka alami sebagai akibat dari hubungan mereka dalam praktik

profesional. Kemajuan dalam bidang kedokteran, hak klien, perubahan sosial dan

hukum telah berperan dalam peningkatan perhatian terhadap etik. Standart

perilaku perawat ditetapkan dalam kode etik yang disusun oleh asosiasi

keperawatan internasional, nasional, dan negera bagian atau provinsi. Perawat

harus mampu menerapkan prinsip etik dalam pengambilan keputusan dan

mencakup nilai dan keyakinan dari klien, profesi, perawat, dan semua pihak yang

terlibat. Perawat memiliki tanggung jawab untuk melindungi hak klien dengan

bertindak sebagai advokat klien (R. Rizal Isnanto. 2009).

Keperawatan sebagai suatu profesi harus memiliki suatu landasan dan

lindungan yang jelas. Para perawat harus tahu berbagai konsep hukum yang

berkaitan dengan praktik keperawatan karena mereka mempunyai akuntabilitas

terhadap keputusan dan tindakan profesional yang mereka lakukan. Secara umum

terhadap dua alasan terhadap pentingnya para perawat tahu tentang hukum yang

mengatur praktiknya. Alasan pertama untuk memberikan kepastian bahwa

keputusan dan tindakan perawat yang dilakukan konsisten dengan prinsip-prinsip

hukum. Kedua, untuk melindungi perawat dari liabilitas (Mujtahid, 2010).

Saat ini profesi dan pelayanan kesehatan telah menjadi sasaran kritik dan

sorotan media massa, terutama setelah adanya kasus Terri Schiavo di AS yang

pada akhir Maret lalu meninggal dunia setelah pengadilan mengabulkan

permohonan suaminya, Michael Schiavo. Kasus ini menjadi perhatian dunia,

karena di-blow up oleh media internasional (Mujtahid, 2010).

Di Indonesia sendiri, setelah kasus Ny Agian Isna Nauli Siregar mulai

"pudar" dari publikasi media, seiring dengan kondisi kesehatannya yang kini kian

membaik, sebenarnya ada kasus paling gres yang membuat publik Indonesia

kembali gempar, menyusul permohonan euthanasia yang diajukanoleh suami Ny

Siti Zulaeha, Rudi Hartono, ke PN Jakarta Pusat (Mujtahid, 2010).

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

2

Sejauh ini Indonesia memang belum mengatur secara spesifik mengenai

euthanasia (Mercy Killing). Euthanasia atau menghilangkan nyawa orang atas

permintaan dirinya sendiri sama dengan perbuatan pidana menghilangkan nyawa

seseorang. Dan hal ini masih menjadi perdebatan pada beberapa kalangan yang

menyetujui tentang euthanasia dan pihak yang tidak setuju tentang euthanasia

(Kristiantoro. 2004).

Pihak yang menyetujui euthanasia dapat dilakukan, hal ini berdasarkan

bahwa setiap manusia memiliki hak untuk hidup dan hak untuk mengakhiri

hidupnya dengan segera dan hal ini dilakukan dengan alasan yang cukup

mendukung yaitu alasan kemanusian. Dengan keadaan dirinya yang tidak lagi

memungkinkan untuk sembuh atau bahkan hidup, maka ia dapat melakukan

permohonan untuk segera diakhiri hidupnya. Sementara sebagian pihak yang tidak

membolehkan euthanasia beralasan bahwa setiap manusia tidak memiliki hak

untuk mengakhiri hidupnya, karena masalah hidup dan mati adalah kekuasaan

mutlak Tuhan yang tidak bisa diganggu gugat oleh manusia (Kristiantoro. 2004).

Perdebatan ini tidak akan pernah berakhir, karena sudut pandang yang

dipakai sangatlah bertolak belakang, dan lagi-lagi alasan perdebatan tersebut

adalah masalah legalitas dari perbuatan euthanasia. Walaupun pada dasarnya

tindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam

pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) (Kristiantoro. 2004).

Di Negara-negara Eropa (Belanda) dan Amerika tindakan euthanasia

mendapatkan tempat tersendiri yang diakui legalitasnya, hal ini juga dilakukan

oleh Negara Jepang. Tentunya dalam melakukan tindakan euthanasia harus

melalui prosedur dan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi agar euthanasia

bisa dilakukan (Kristiantoro. 2004).

Ada tiga petunjuk yang dapat digunakan untuk menentukan syarat

prasarana luar biasa. Pertama, dari segi medis ada kepastian bahwa penyakit sudah

tidak dapat disembuhkan lagi. Kedua, harga obat dan biaya tindakan medis sudah

terlalu mahal. Ketiga, dibutuhkan usaha ekstra untuk mendapatkan obat atau

tindakan medis tersebut. Dalam kasus-kasus seperti inilah orang sudah tidak

diwajibkan lagi untuk mengusahakan obat atau tindakan medis (Tongat, 2005).

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

3

Bahkan, euthanasia dengan menyuntik mati disamakan dengan tindakan

pidana pembunuhan. Alternatif terakhir yang mungkin bisa diambil adalah

penggunaan sarana via extraordinaria. Jika memang dokter sudah angkat tangan

dan memastikan secara medis penyakit tidak dapat disembuhkan serta masih

butuh biaya yang sangat besar jika masih harus dirawat, apalagi perawatan harus

diusahakan secara ekstra, maka yang dapat dilakukan adalah memberhentikan

proses pengobatan dan tindakan medis di rumah sakit (Tongat, 2005).

Di Indonesia masalah euthanasia masih belum mandapatkan tempat yang

diakui secara yuridis dan mungkinkah dalam perkembangan Hukum Positif

Indonesia, euthanasia akan mendapatkan tempat yang diakui secara yuridis. Kasus

yang terakhir yang pengajuan permohonan euthanasia oleh suami Again ke

Pengadilan Negeri Jakarta, belum dikabulkan. Dan akhirnya korban yang

mengalami koma dan ganguan permanen pada otaknya sempat dimintakan untuk

dilakukan euthanasia, dan sebelum permohonan dikabulkan korban sembuh dari

komanya dan dinyatakan sehat oleh dokter (Tongat, 2005).

Menyangkut feomena yang ada akan menimbulkan beberapa permasalahan

yang harus kita selesaikan dengan seksama. Dari latar belakang demikian ini

penulis tertarik untuk membahas tentang permasalahan “Euthanasia dalam Aspek

Etik Dan Hukum Keperawatan”.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui

konsep etik dan hukum keperawatan khusunya dalam kasus euthanasia

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui konsep dasar tetang etik dan hukum keperawatan

2. Untuk mengetahui konsep dasar dari euthanasia dan permasalahan

yang timbul dari kasus euthanasia yang berhubungan dengan etik dan

hukum

3. Untuk mengetahui peran masing-masing profesi terkait dengan etik

dan hukum terhadap kasus euthanasia

4. Untuk mengetahui pemecahan masalah dan pengambilan keputusan

dalam kasus euthanasia tersebut

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

4

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Dasar Etik Keperawatan

2.1.1 Definisi

Etik merupakan prinsip yang menyangkut benar dan salah, baik dan buruk

dalam hubungan dengan orang lain (Makhfudli. 2009).

Etik merupakan studi tentang perilaku, karakter dan motif yang baik serta

ditekankan pada penetapan apa yang baik dan berharga bagi semua orang.Secara

umum, terminologi etik dan moral adalah sama. Etik memiliki terminologi yang

berbeda dengan moral bila istilah etik mengarahkan terminologinya untuk

penyelidikan filosofis atau kajian tentang masalah atau dilema tertentu. Moral

mendeskripsikan perilaku aktual, kebiasaan dan kepercayaan sekelompok orang

atau kelompok tertentu (Makhfudli. 2009).

Etik juga dapat digunakan untuk mendeskripsikan suatu pola atau cara

hidup, sehingga etik merefleksikan sifat, prinsip dan standar seseorang yang

mempengaruhi perilaku profesional. Cara hidup moral perawat telah

dideskripsikan sebagai etik perawatan.Berdasarkan uraian diatas, dapat

disimpulkan bahwa etik merupakan istilah yang digunakan untuk merefleksikan

bagaimana seharusnya manusia berperilaku, apa yang seharusnya dilakukan

seseorang terhadap orang lain (Makhfudli. 2009).

2.1.2 Tipe-Tipe Etik

Tipe-tipe etik antara lain:

1. Bioetik

Bioetik merupakan studi filosofi yang mempelajari tentang

kontroversi dalam etik, menyangkut masalah biologi dan pengobatan.

Lebih lanjut, bioetik difokuskan pada pertanyaan etik yang muncul

tentang hubungan antara ilmu kehidupan, bioteknologi, pengobatan,

politik, hukum, dan theology.

Pada lingkup yang lebih sempit, bioetik merupakan evaluasi etik

pada moralitas treatment atau inovasi teknologi, dan waktu

pelaksanaan pengobatan pada manusia. Pada lingkup yang lebih luas,

bioetik mengevaluasi pada semua tindakan moral yang mungkin

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

5

membantu atau bahkan membahayakan kemampuan organisme

terhadap perasaan takut dan nyeri, yang meliputi semua tindakan yang

berhubungan dengan pengobatan dan biologi. Isu dalam bioetik antara

lain : peningkatan mutu genetik, etika lingkungan, pemberian

pelayanan kesehatan

Dapat disimpulkan bahwa bioetik lebih berfokus pada dilema

yang menyangkut perawatan kesehatan modern, aplikasi teori etik dan

prinsip etik terhadap masalah-masalah pelayanan kesehatan.

2. Clinical ethics/Etik klinik

Etik klinik merupakan bagian dari bioetik yang lebih

memperhatikan pada masalah etik selama pemberian pelayanan pada

klien. Contoh clinical ethics : adanya persetujuan atau penolakan, dan

bagaimana seseorang sebaiknya merespon permintaan medis yang

kurang bermanfaat (sia-sia).

3. Nursing ethics/Etik Perawatan

Bagian dari bioetik, yang merupakan studi formal tentang isu

etik dan dikembangkan dalam tindakan keperawatan serta dianalisis

untuk mendapatkan keputusan etik (R. Rizal Isnanto, 2009).

2.1.3 Teori Etik

Teori-Teori etik antara lain:

1. Utilitarian

Kebenaran atau kesalahan dari tindakan tergantung dari konsekwensi

atau akibat tindakan Contoh : Mempertahankan kehamilan yang

beresiko tinggi dapat menyebabkan hal yang tidak menyenangkan,

nyeri atau penderitaan pada semua hal yang terlibat, tetapi pada

dasarnya hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan

bayinya.

2. Deontologi

Pendekatan deontologi berarti juga aturan atau prinsip. Prinsip-prinsip

tersebut antara lain autonomy, informed consent, alokasi sumber-

sumber, dan euthanasia.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

6

2.1.4 Prinsip-Prinsip Etik

1. Otonomi (Autonomy)

Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu

berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa

dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih

dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh

orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap

seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan

bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan

kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek

profesional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak

klien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.

2. Berbuat baik (Beneficience)

Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan,

memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan

kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang

lain. Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik

antara prinsip ini dengan otonomi.

3. Keadilan (Justice)

Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap

orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan

kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam prkatek profesional ketika

perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek

dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan

kesehatan.

4. Tidak merugikan (Nonmaleficience)

Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan

psikologis pada klien.

5. Kejujuran (Veracity)

Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan

oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran

pada setiap klien dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

7

Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk

mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat,

komprensensif, dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan

penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada

klien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya

selama menjalani perawatan. Walaupun demikian, terdapat beberapa

argument mengatakan adanya batasan untuk kejujuran seperti jika

kebenaran akan kesalahan prognosis klien untuk pemulihan atau

adanya hubungan paternalistik bahwa ”doctors knows best” sebab

individu memiliki otonomi, mereka memiliki hak untuk mendapatkan

informasi penuh tentang kondisinya. Kebenaran merupakan dasar

dalam membangun hubungan saling percaya.

6. Menepati janji (Fidelity)

Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan

komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya

dan menepati janji serta menyimpan rahasia klien. Ketaatan, kesetiaan,

adalah kewajiban seseorang untuk mempertahankan komitmen yang

dibuatnya. Kesetiaan, menggambarkan kepatuhan perawat terhadap

kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat

adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit,

memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan.

7. Karahasiaan (Confidentiality)

Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus

dijaga privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen

catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan

klien. Tidak ada seorangpun dapat memperoleh informasi tersebut

kecuali jika diijinkan oleh klien dengan bukti persetujuan. Diskusi

tentang klien diluar area pelayanan, menyampaikan pada teman atau

keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan lain harus dihindari.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

8

8. Akuntabilitas (Accountability)

Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang

profesional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa

terkecuali (R. Rizal Isnanto, 2009).

2.1.5 Kode Etik Keperawatan Indonesia

Kode etik adalah pernyataan standar profesional yang digunakan

sebagai pedoman perilaku dan menjadi kerangka kerja untuk membuat

keputusan.Aturan yang berlaku untuk seorang perawat Indonesia dalam

melaksanakan tugas/fungsi perawat adalah kode etik perawat nasional

Indonesia, dimana seorang perawat selalu berpegang teguh terhadap kode

etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan. Kode etik

keperawtan Indonesia :

1. Perawat dan Klien

a. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan menghargai

harkat dan martabat manusia, keunikan klien dan tidak terpengaruh

oleh pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis

kelamin, aliran politik dan agama yang dianut serta kedudukan

sosial.

b. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan senantiasa

memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai

budaya, adat istiadat dan kelangsungan hidup beragama klien.

c. Tanggung jawab utama perawat adalah kepada mereka yang

membutuhkan asuhan keperawatan.

d. Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang dikehendaki

sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya kecuali

jika diperlukan oleh yang berwenang sesuai dengan ketentuan

hukum yang berlaku.

2. Perawat dan praktek

a. Perawat memlihara dan meningkatkan kompetensi dibidang

keperawatan melalui belajar terus-menerus

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

9

b. Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang

tinggi disertai kejujuran profesional yang menerapkan pengetahuan

serta ketrampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien.

c. Perawat dalam membuat keputusan didasarkan pada informasi

yang akurat dan mempertimbangkan kemampuan serta kualifikasi

seseorang bila melakukan konsultasi, menerima delegasi dan

memberikan delegasi kepada orang lain

d. Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi

keperawatan dengan selalu menunjukkan perilaku profesional.

3. Perawat dan masyarakat

Perawat mengemban tanggung jawab bersama masyarakat untuk

memprakarsai dan mendukung berbagai kegiatan dalam memenuhi

kebutuhan dan kesehatan masyarakat.

4. Perawat dan teman sejawat

a. Perawat senantiasa memelihara hubungan baik dengan sesama

perawat maupun dengan tenaga kesehatan lainnya, dan dalam

memelihara keserasian suasana lingkungan kerja maupun dalam

mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara keseluruhan.

b. Perawat bertindak melindungi klien dari tenaga kesehatan yang

memberikan pelayanan kesehatan secara tidak kompeten, tidak etis

dan ilegal.

5. Perawat dan Profesi

a. Perawat mempunyai peran utama dalam menentukan standar

pendidikan dan pelayanan keperawatan serta menerapkannya

dalam kegiatan pelayanan dan pendidikan keperawatan

b. Perawat berperan aktif dalam berbagai kegiatan pengembangan

profesi keperawatan

c. Perawat berpartisipasi aktif dalam upaya profesi untuk membangun

dan memelihara kondisi kerja yang kondusif demi terwujudnya

asuhan keperawatan yang bermutu tinggi (Aziz Alimul Hidayat,

2004).

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

10

2.2 Konsep Dasar Profesional

2.2.1 Definisi Profesional

Secara umum , profesi merupakan pekerjaan yang memiliki pengetahuan

khusus, melaksanakan peranan bermutu, melaksanakan cara yang disepakati,

merupakan ideologi, terikat pada kesetiaan yang diyakini dan melalui pendidikan

perguruan tinggi. Profesi sebagai suatu pekerjaan dalam melaksanakan tugasnya

memerlukan tehnik dan prosedur, dedikasi, serta peluang lapangan pekerjaan yang

berorientasi pada pelayanan, memiliki kode etik yang mengarah pada orang atau

subyek. ( Atik Purwandari, 2008)

Profesi dapat pula diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan yang

menuntut keahlian dari para anggotanya. Keahlian tadi diperoleh melalui apa yang

disebut profesionalisasi, yang dilakukan baik sebelum seseorang menjalani profesi

itu (pendidikan/ latihan prajabatan) maupun setelah menjalani suatu profesi

(Inservice training) ( Djam’an Satori,dkk , 2008)

Pengertian profesional menunjuk pada dua hal, yaitu orang yang

menyandang suatu profesi dan penampilan seseorang dalam melakukan

pekerjaannya yang sesuai dengan profesinya. Dalam pengertian kedua ini, istilah

professional dikontraskan dengan “nonprofessional” atau “amatiran”. Dalam

kegiatan sehari-hari seorang profesional melakukan pekerjaann sesuai dengan

ilmu yang telah dimilikinya, jadi tidak asal tahu saja (Mirzal Tawi, 2008).

Selanjutnya, Walter Johnson (1998) mengartikan petugas professional

sebagai “seseorang yang menampilkan suatu tugas khusus yang mempunyai

tingkat kesulitan lebih dari biasa dan mempersyaratkan waktu persiapan dan

pendidikan cukup lama untuk menghasilkan pencapaian kemampuan,

keterampilan dan pengetahuan yang berkadar tinggi “(Djam’an Satori,dkk ; 2008).

Profesional juga dapat diartikan sebagai memberi pelayanan sesuai dengan

ilmu yang dimiliki dan manusiawi secara utuh/penuh tanpa mementingkan

kepentingan pribadi melainkan mementingkan kepentingan klien serta menghargai

klien sebagaimana mengahargai diri sendiri (Mirzal Tawi, 2008).

Seorang anggota profesi dalam melakukan pekerjaannya haruslah

professional. Setiap anggota profesi baik secara sendiri- sendiri atau dengan cara

bersama melalui wadah organisasi profesi dapat belajar, yaitu belajar untuk

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

11

mendalami pekerjaan yang sedang disandangnya dan belajar dari masyarakat apa

yang menjadi kebutuhan mereka saat ini dan saat yang akan datang sehingga

pelayanan kepada pemakai (klien) akan semakin meningkat (Mirzal Tawi, 2008).

2.2.2 Ciri-ciri Profesional

Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa seorang dikatakan

profesional, karena ia mempunyai standar kualitas dan ciri-ciri tertentu. Menurut

Anwar Jasin, ciri mendasar dari sebuah makna profesional tersebut antara lain:

1. Tingkat pendidikan spesialisasinya menuntut seseorang melaksanakan

jabatan/pekerjaan dengan penuh kapabilitas, kemandirian dalam

mengambil keputusan (independent judgement), mahir dan terampil

dalam mengerjakan tugasnya.

2. Motif dan tujuan utama seseorang memilih jabatan/pekerjaan itu

adalah pengabdian kepada kemanusiaan, bukan imbalan kebendaan

(bayaran) yang menjadi tujuan utama.

3. Terdapat kode etik jabatan yang secara sukarela diterima mejadi

pedoman perilaku dan tindakan kelompok profesional yang

bersangkutan. Kode etik tersebut menjadi standar perilaku

pekerjaannya.

4. Terdapat kesetia-kawanan seprofesi, yang diwujudkan dengan saling

menjalin kerja sama dan tolong menolong antar anggota dalam suatu

komunitas tertentu (Mujtahit, 2010).

Masih mengenai ciri-ciri profesional, pandangan yang hampir senada

dengan Jasin juga diungkapkan oleh Tilaar, bahwa para profesional mempunyai

ciri-ciri khusus. Mereka sesungguhnya bekerja untuk mengabdi pada suatu

profesi. Adapun ciri-ciri dari suatu profesi itu adalah memiliki suatu keahlian,

merupakan panggilan hidup, memiliki teori-teori yang baku secara universal,

mengabdikan diri untuk masyarakat dan bukan untuk diri sendiri, dilengkapi

dengan kecakapan diagnostik dan kompetensi yang aplikatif, memiliki otonomi

dalam melaksanakan pekerjaannya, mempunyai kode etik, mempunyai klien yang

jelas, mempunyai organisasi yang kuat, dan mempunyai hubungan dengan profesi

pada bidang-bidang yang lain (Mujtahit, 2010).

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

12

Sementara menurut Roestiyah, seorang profesional paling tidak memiliki

ciri atau kreteria sebagai berikut:

1. Berpendidikan professional.

2. Mengakui sadar profesinya. Jadi memiliki sikap dan mampu

mengembangkan profesinya, dan tidak bermaksud untuk

menjadikannya sebagai batu loncatan untuk memasuki profesi lain.

3. Menjadi anggota profesionalnya, yang dapat pengakuan pemerintah

maupun masyarakat.

4. Mengakui dan melaksanakan kode etik profesional yang tanpak pada

usaha untuk mengembangkan profesi serta ilmu, pengembangan diri,

dan mengakui serta menghormati norma-norma masyarakat.

5. Pengembangan diri dan profesi ini bukan karena tekanan dari luar

maupun karena profesi itu, melainkan timbul dari dalam diri yang

bersangkutan.

6. Mengikuti berpartisipasi dengan memanfaatkan alat komunikasi

dengan antar anggotanya maupun dengan pihak lembaga lain di luar

organisasi profesionalnya. Komunikasi itu antara lain dapat berbentuk

publikasi ilmiah dan sebagainya, dan ketujuh, dapat bekerja sama

dengan anggota maupun organisasi profesional lain, baik sebagai

individu maupun di dalam rangka organisasi (Mujtahit, 2010).

Dengan kreteria tersebut, seorang profesional merupakan hasil dari suatu

yang dipersiapkan dan dibina di pekerjaannya. Oleh sebab profesi tersebut terus

berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka

seorang profesional adalah seorang yang secara berkembang atau trainable.

Trainable dari seorang profesional tentunya akan lebih mudah apabila mereka

mempunyai dasar-dasar ilmu pengetahuan yang kuat.

Menurut Tantri Abeng, istilah profesional memiliki aspek-aspek tertentu.

Aspek yang dimaksud adalah menyangkut masalah ilmu pengetahuan

(knowledge), aspek ketrampilan (skill), serta sikap mental (attitude). Untuk yang

terakhir ini menjadi catatan khusus, yang melekat dalam diri profesional. Artinya

terbuka terhadap pandangan ataupun nilai-nilai baru yang lebih positif dan

menerima perbedaan pendapat serta berlaku jujur (Mujtahit, 2010).

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

13

Lebih lanjut, Tantri Abeng mengemukakan bahwa aspek pengetahuan,

ketrampilan dan sikap mental setara dan sama petingnya sebagai fondasi untuk

membangun kualitas dan mutu profesional. ilmu pengetahuan diperoleh dari hasil

pendidikan, oleh sementara ahli disyaratkan sampai pada advanced educational,

sedang skill atau keahlian di dapat dari latihan, dan aktivitas melaksanakan

pekerjaan atau learned on the job. Adapun attitude atau sikap mental merupakan

kepribadian, tetapi bisa dididik lewat pendidikan agama dan pendidikan moral

sejak dini, di samping tuntutan yang berasal dari lingkungannya (Mujtahit, 2010).

2.2.3 Ciri-Ciri atau Tanda-Tanda Profesionalisme Keperawatan (Miller)

Adapun ciri-ciri atau tanda-tanda Profesionalisme Keperawatan menurut

Miller adalah:

1. Peningkatan dasar pengetahuan yang diberikan pada tingkat universitas

dan orientasi pengetahuan pada tingkat pascasarjana dan doktor (graduate

level) keperawatan.

2. Perwujudan kompetensi yang berasal dari dasar teori penegakan diagnosa

dan penanganan respon manusia terhadap masalah kesehatan baik aktual

atau potential (ANA, 1980).

3. Spesialisasi ketrampilan dan kompetensi yang membatasi keahlian (Miller,

1985).

4. Secara umum tenaga profesional sering diidentifikasi sebagai:

a. seorang yang serius terhadap perkerjaannya,

b. berpenampilan sangat baik, dan mendemonstrasikan etik dan tanggung

jawab terhadap pekerjaannya (Ellis dan Hartley, 1980).

2.2.4 Peran utama perawat profesional

Peran utama perawat professional adalah memberikan asuhan

keperawatan kepada manusia (sebagai objek utama kajian filsafat ilmu

keperawatan: ontologism) yang meliputi (Nursalam, 2008) :

a. Memperhatikan individu dalam konteks sesuai kehidupan dan

kebutuhan klien

b. Perawat menggunakan proses keperawatan untuk mengidentifikasi

masalah keperawatan, mulai dari pemeriksaan fisik, psikis dan spiritual

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

14

c. Memberikan asuhan keperawatan kepada klien (klien, keluarga, dan

masyarakat) mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks.

Pelayanan yang diberikan oleh perawat harus dapat mengatasi

masalah-masalah fisik, psikis dan social spiritual pada klien dengan

fokus 7 utama merubah perilaku klien (pengetahuan, sikap dan

ketrampilannya) dalam mengatasi masalah kesehatan sehingga klien

dapat mandiri (Nursalam, 2008).

2.3 Konsep Hak-Hak Pasien

2.3.1 Pengertian-Pengertian

Hak : Kekuasaan / kewenangan yang dimiliki oleh seseorang atau suatu

badan hukum untuk mendapatkan atau memutuskan untuk berbuat sesuatu.

Kewajiban : Sesuatu yang harus diperbuat atau yang harus dilakukan oleh

seseorang atau suatu badan hokum

Pasien : Penerima jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit baik dalam

keadaan sehat maupun sakit

Perawat : seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam

maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku

Rumah Sakit : sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan

pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga

kesehatan dan penelitian

Hak pasien : hak-hak pribadi yang dimiliki manusia sebagai pasien

SE Direktur Jenderal Pelayanan Medik No.YM.02.04.3.5.2504 Tahun

1997 tentang pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah

Sakit (Mirzal Tawi, 2009).

2.3.2 Hak Dan Kewajiban Pasien Di Rumah Sakit :

2.3.2.1 Hak pasien

1. Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan

peraturan yang berlaku di rumah sakit.

2. Pasien berhak atas pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

15

3. Pasien berhak memperoleh pelayanan medis yang bermutu sesuai

dengan standar profesi kedokteran / kedokteran gigi dan tanpa

diskriminasi .

4. Pasien berhak memperoleh asuhan keperawatan dengan standar profesi

keperawatan

5. Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan

keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah

sakit.

6. Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan

pendapat klinis dan pendapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak

luar.

7. Pasien berhak meminta konsultasi kepada dokter lain yang terdaftar di

rumah sakit tersebut (second opinion) terhadap penyakit yang

dideritanya, sepengetahuan dokter yang merawat.

8. Pasien berhak atas “privacy” dan kerahasiaan penyakit yang diderita

termasuk data-data medisnya.

9. Pasien berhak mendapat informasi yang meliputi :

a. Penyakit yang diderita tindakan medik apa yang hendak dilakukan

b. Kemungkinan penyakit sebagai akibat tindakan tsb sebut dan

tindakan untuk mengatasinya

c. Alternatif terapi lainnya

d. Prognosanva.

e. Perkiraan biaya pengobatan

10. Pasien berhak menyetujui/memberikan izin atas tindakan yang akan

dilakukan oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya

11. Pasien berhak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap

dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung

jawab sendiri sesudah memperoleh informasi yang jelas tentang

penyakitnya.

12. Pasien berhak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.

13. Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai agama/kepercayaan yang

dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

16

14. Pasien berhak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam

perawatan di rumah sakit

15. Pasien berhak mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan

perlakuan rumah sakit terhadap dirinya.

16. Pasien berhak menerima atau menolak bimbingan moril maupun

spiritual (Mirzal Tawi, 2009).

2.3.2.2 Kewajiban Pasien

1. Pasien dan keluarganya berkewajiban untuk mentaati segala peraturan dan

tata tertib rumah skait

2. Pasien berkewajiban untuk mematuhi segala instruksi dokter dan perawat

dalam pengobatannya.

3. Pasien berkewajiban memberikan informasi dengan jujur dan

selengkapnya tentang penyakit yang diderita kepada dokter yang merawat.

4. Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban untuk melunasi semua

imbalan atas jasa pelayanan rumah sakit/dokter

5. Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban memenuhi hal-hal yang

telah disepakati/perjanjian yang telah dibuatnya (Mirzal Tawi, 2009).

2.4 Konsep Pengambilan Keputusan

2.4.1 Dasar-Dasar Pengambilan Keputusan

Dasar-dasar pengambilan keputusan menurut George R. Terry yaitu :

1. Intuisi

Pengambilan keputusan yang berdasarkan atas intuisi atau perasaan

memiliki sifat subjektif, sehingga mudah terkena pengaruh.

Pengambilan keputusan berdasarkan intuisi ini mengandung beberapa

kebaikan dan kelemahan.

Kebaikan antara lain sebagai berikut :

a. Waktu yang digunakan untuk pengambilan keputusan relatif

lebih pendek.

b. Untuk masalah yang pengaruhnya terbatas, pengambilan

keputusan akan memberikan kepuasan pada umumnya.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

17

c. Kemampuan mengambil keputusan dari pengambilan

keputusan itu sangat berperan, dan itu perlu dimanfaatkan

dengan baik.

Kelemahaan antara lain :

a. Keputusan yang dihasilkan relatif kurang baik

b. Sulit mencari alat pembandingnya, sehingga sulit di ukur

kebenaran dan keabsahaannya.

c. Dasar-dasar lain dalam pengambilan keputusan sering kali

diabaikan.

2. Pengalaman

Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman memiliki manfaat

bagi pengetahuan praktis. Karena pengalaman pengalaman seseorang

dapat memperkirakan keadaan sesuatu, dapat memperhitungkan

untung ruginya, baik-buruknya keputusan yang aka dihasilkan. Karena

pengalaman seseorang yang menduga masalahnya walaupun dengan

melihat sepintas saja mungkin sudah dapat menduga cara

penyelesaiannya.

3. Fakta

Pengambilan keputusan berdasarkan fakta dapat memberikan

keputusan yang sehat , solit, dan baik. Dengan fakta, maka tingkat

kepercayaan terhadap pengambil keputusan dapat lebih tinggi,

sehingga orang dapat menerima keputusan-keputusan yang dibuat itu

denganrela dan lapang dada.

4. wewenang

Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang biasanya dilakukannya

oleh pemimpin terhadap bawahannya atau orang yang lebih tinggi

kedudukannya kepada orang lainyang lebih rendah kedudukannya.

Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang juga memiliki

beberapa kelebihan dan kelemahan yaitu :

Kelebihannya antara lain :

a. Kebanyakan penerimaannyaadalah bawahan,terlepas apakah

penerimaan tersebut secara sukarela ataukah secara terpaksa.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

18

b. Keputusannya dapat bertahan dalam jangka waktu yang cukup

lama

c. Memiliki orientasi (otentik).

Kelemahannya antara lain sebagai berikut :

a. Dapat menimbulkan sifat rutinitas.

b. Mangansosiasikan dengan praktek dictatorial

c. Sering melewati permasalahan yang seharusnya dipecahkan

sehingga dapat menimbulkan kekaburan.

5. Rasional

Pada pengambilan keputusan yang berdasarkan rasional, keputusan

yang di hasilkan bersifat objektif, logis, lebih transparan, konsisten

untuk memaksimumkan hasil atau nilai dalam batas kendala tertentu,

sehingga dapat dikatakan mendekati kebenaran atau sesuai dengan apa

yang kita inginkan. Pada pengambilan keputusan ini terdapat hala-hal

sebagai berikut :

a. Kejelasan masalah

b. Orientasi tujuan

c. Penegtahuan alternative

d. Preferensi yang jelas

e. Hasil maksimal

2.5 Konsep Hukum

Hukum adalah himpunan peraturan berupa perintah & larangan yg

mengurus tata tertib suatu masyarakat & karena itu harus ditaati oleh masyarakat

(E.Utrecht). Hukum adalah Keseluruhan kumpulan peraturan & kaedah dalam

suatu kehidupan bersama yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan sanksi

(Mertkusumo S).

Unsur-unsur hukum:

1. Sebagai alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat

2. Sebagai sarana utk mewujudkan keadialan sosial lahir dan batin

Sumber Hukum:

1. Undang-undang

2. Kebiasaan (convention)

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

19

3. Putusan Hakim (Jurisprudensi)

4. Traktat (Treaty)

5. Doktrin

Tata Urutan Peraturan UU di Indonesia

1. Ketetapan MPRS RI. No.XX/MPRS/1966

2. UUD 1945

3. Ketetapan MPR

4. UU & Peraturan Pemerintah Pengganti UU (PERPU)

5. Peraturan Pemerintah (PP)

6. Keputusan Presiden (KEPRES)

7. Peraturan Pelaksana lainnya.

2.5.1 Hukum Kesehatan

Hukum kesehatan adalah semua peraturan hukum yang berkaitan langsung

dengan pemberian pelayanan kesehatan dan penerapannya pada hukum perdata,

hukum pidana, serta hukum administrasi. Pengertian peraturan hukum tdk hanya

mencakup peraturan perundang-undangan & peraturan nasional saja, tetapi juga

mencakup pedoman internasional, hukum dan kebiasan (HJJ. Leenen, 1972)

Lingkup Hukum Kesehatan

1. Hukum kedokteran

2. Hukum Perumahsakitan

3. Hukum tentang limbah & Polusi

4. Hukum tentang makanan, minuman & obat-obatan

5. Hukum tentang keselamatan kerja

6. Hukum keperawatan

7. Hukum lingkungan

8. Hukum Kesehatan di RS

2.5.2 Fungsi Hukum dalam Praktek Keperawatan

Hukum mempunyai beberapa fungsi bagi keperawatan :

1. Hukum memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan

mana yang sesuai dengan hukum.

2. Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi yang lain.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

20

3. Membantu menentukan batas-batas kewenangan tindakan keperawatan

mandiri.

4. Membantu dalam mempertahankan standar praktek keperawatan

dengan meletakkan posisi perawat memiliki akuntabilitas di bawah

hukum (Kozier, Erb, 1990)

2.5.3 Undang-Undang Praktek Keperawatan

1. Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan

a. BAB I ketentuan Umum, pasal 1 ayat 3

Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri

dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau

keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk

jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya

kesehatan.

b. Pasal 1 ayat 4

Sarana kesehatan adalah tempat yang dipergunakan untuk

menyelenggarakan upaya kesehatan.

2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :

1239/MENKES/SK/XI/2001tentang Registrasi dan Praktek Perawat

(sebagai revisi dari SK No. 647/MENKES/SK/IV/2000)

a. BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 :

b. Dalam ketentuan menteri ini yang dimaksud dengan :

1) Perawat adalah orang yang telah lulus pendidikan perawat baik

di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2) Surat ijin perawat selanjutnya disebut SIP adalah bukti tertulis

pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan

keperawatan diseluruh Indonesia.

3) Surat ijin kerja selanjutnya disebut SIK adalah bukti tertulis

untuk menjalankan pekerjaan keperawatan di seluruh wilayah

Indonesia.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

21

c. BAB III perizinan,

Pasal 8, ayat 1, 2, & 3 :

1) Perawat dapat melaksanakan praktek keperawatan pada sarana

pelayanan kesehatan, praktek perorangan atau kelompok.

2) perawat yang melaksanakan praktek keperawatan pada sarana

pelayanan kesehatan harus memiliki SIK

3) Perawat yang melakukan praktek perorangan/berkelompok harus

memiliki SIPP

Pasal 9, ayat 1

1) SIK sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat 2 diperoleh

dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota setempat.

Pasal 10

1) SIK hanya berlaku pada 1 (satu) sarana pelayanan kesehatan.

Pasal 12

1) SIPP sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat 3 diperoleh dengan

mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota setempat.

2) SIPP hanya diberikan kepada perawat yang memiliki pendidikan ahli

madya keperawatan atau memiliki pendidikan keperawatan dengaan

kompetensi yang lebih tinggi.

3) Surat ijin praktek Perawat selanjutnya disebut SIPP adalah bukti

tertulis yang diberikan perawat untuk menjalankan praktek perawat.

Pasal 13

1) Rekomendasi untuk mendapatkan SIK dan atau SIPP dilakukan

melalui penilaian kemampuan keilmuan dan keterampilan bidang

keperawatan, kepatuhan terhadap kode etik profesi serta kesanggupan

melakukan praktek keperawatan.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

22

Pasal 15

1) Perawat dalam melaksanakan praktek keperawatan berwenang

untuk :

a. Melaksanakan asuhan keperawatan meliputi pengkajian, penetapan

diagnosa keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan

keperawatan dan evaluasi keperawatan.

b. Tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada butir (i)

meliputi: intervensi keperawatan, observasi keperawatan,

pendidikan dan konseling kesehatan.

c. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud

huruf (i) dan (ii) harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan

yang ditetapkan organisasi profesi.

d. Pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakuakn berdasarkan

permintan tertulis dari dokter.

Pengecualian pasal 15 adalah pasal 20 :

1) Dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa pasien/perorangan,

perawat berwenang untuk melakukan pelayanan kesehatan diluar

kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15.

2) Pelayanan dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam ayat

1 ditujukan untuk penyelamatan jiwa.

Pasal 21

1) Perawat yang menjalankan praktek perorangan harus mencantum

SIPP di ruang prakteknya.

2) Perawat yang menjalankan praktek perorangan tidak diperbolehkan

memasang papan praktek.

Pasal 31

1) Perawat yang telah mendapatkan SIK atau SIPP dilarang :

a. Menjalankan praktek selain ketentuan yang tercantum dalam

izin tersebut.

b. Melakukan perbuatan bertentangan dengan standar profesi.

2) Bagi perawat yang memberikan pertolongan dalam keadaan darurat

atau menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada tenaga

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

23

kesehatan lain, dikecualikan dari larangan sebagaimana dimaksud pada

ayat 1 butir a.

2.6 Konsep Dasar Euthanasia

2.6.1 Euthanasia dalam Persepektif Medis

Dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan tenologi di bidang medik,

kehidupan seorang pasien bisa diperpanjang dan hal ini seringkali membuat para

dokter dihadapkan pada sebuah dilema untuk memberikan bantuan tersebut apa

tidak dan jika sudah terlanjur diberikan bolehkah untuk dihentikan.

Tugas seorang dokter adalah untuk menolong jiwa seorang pasien, padahal jika

dilihat lagi hal itu sudah tidak bisa dilanjutkan lagi dan jika hal itu diteruskan

maka kadang akan menambah penderitaan seorang pasien. Nah, penghentian

pertolongan tersebut merupakan salah satu bentuk euthanasia.

Bardasarkan pada cara terjadinya, ilmu pengetahuan membedakan kematian

kedalam tiga jenis:

1. Orthothansia, merupakan kematian yang terjadi karena proses alamiah,

2. Dysthanasia, adalah kematian yang terjadi secara tidak wajar,

3. Euthanasia, adalah kematian yang terjadi dengan pertolongan atau tidak

dengan pertolongan dokter,

2.6.2 Definisi Euthanasia

Euthanasia adalah pembunuhan dalam segi medis yang disengaja, dengan

aksi atau dengan penghilangan suatu hak pengobatan yang seharusnya didapatkan

oleh pasien, agar pasien tersebut dapat meninggal secara wajar. Kata kuncinya

adalah disengaja, artinya jika aksi tersebut dilakukan dengan tidak sengaja, maka

hal tersebut bukanlah euthanasia.

Aksi ini dilakukan secara legal menurut undang-undang untuk pertama

kali adalah di negara Belanda, negara pertama di dunia yang telah secara hukum

menyetujuieuthanasia. Meskipun begitu, aksi tersebut dilakukan dengan sangat

hati-hati dan dengan berbagai perhitungan terlebih dahulu.

Pengertian euthanasia ialah tindakan memudahkan kematian seseorang

dengan sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan

meringankan penderitaan si sakit, baik dengan cara positif maupun negative, dan

biasanya tindakan ini dilakukan oleh kalangan medis. Sehingga dengan hal

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

24

demikian akan muncul yang namanya euthanasia positif dan euthanasia negative

dan berikut adalah contoh-contoh tersebut;

1. Kasus yang dialami oleh Nyonya Again (istri hasan) yang mengalami

koma selama tiga bulan dan dalam hidupnya membutuhkan alat bantu

pernafasan. Sehingga dia akan bisa melakukan pernafasan dengan otomatis

dengan bantuan alat pernafasan. Dan jika alat pernafasan tersebut di cabut

otomatis jantungnya akan behenti memompakan darahnya keseluruh

tubuh, maka tanpa alat tersebut pasien tidak akan bisa hidup. Namun, ada

yang menganggap bahwa orang sakit seperti ini sebagai "orang mati" yang

tidak mampu melakukan aktivitas. Maka memberhentikan alat pernapasan

itu sebagai cara yang positif untuk memudahkan proses kematiannya.

Hal tersebut adalah contoh dari yang namanya euthanasia positif yang

dilakukan secara aktif oleh medis.

Berbeda dengan euthanasia negative yang dalam proses tersebut tidak

dilakukan tindakan secara aktif (medis bersikap pasif) oleh seorang medis

dan contohnya sebagai berikut;

1. Penderita kanker yang sudah kritis, orang sakit yang sudah dalam

keadaan koma, disebabkan benturan pada bagian kepalanya atau

terkena semacam penyakit pada otak yang tidak ada harapan untuk

sembuh. Atau orang yang terkena serangan penyakit paru-paru yang

jika tidak diobati (padahal masih ada kemungkinan untuk diobati) akan

dapat mematikan penderita. Dalam hal ini, jika pengobatan

terhadapnya dihentikan akan dapat mempercepat kematiannya.

2. Seorang anak yang kondisinya sangat buruk karena menderita

kelumpuhan tulang belakang atau kelumpuhan otak. Dalam keadaan

demikian ia dapat saja dibiarkan (tanpa diberi pengobatan) apabila

terserang penyakit paru-paru atau sejenis penyakit otak, yang mungkin

akan dapat membawa kematian anak tersebut.

Dari contoh tersebut, "penghentian pengobatan" merupakan salah satu

bentuk eutanasia negatif. Menurut gambaran umum, anak-anak yang

menderita penyakit seperti itu tidak berumur panjang, maka

menghentikan pengobatan dan mempermudah kematian secara pasif

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

25

(eutanasia negatif) itu mencegah perpanjangan penderitaan si anak

yang sakit atau kedua orang tuanya.

Kode etik kedokteran Indonesia

Dalam KODEKI pasal 2 dijelaskan bahwa; “seorang dokter harus

senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar

profesi tertinggi”. Jelasnya bahwa seorang dokter dalam melakukan

kegiatan kedikterannya sebagai seorang profesi dikter harus sesuai

dengan ilmu kedikteran mutakhir, hukum dan agama.

KODEKI pasal 7d juga menjelaskan bahwa “setiap dokter harus

senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup insani”.

Artinya dalam setiap tindakan dokter harus bertujuan untuk

memelihara kesehatan dan kebahagiaaan manusia. Jadi dalam

menjalankan prifesinya seorang dokter tidak boleh melakukan;

Menggugurkan kandungan (Abortus Provocatus), mengakhiri

kehidupan seorang pasien yang menurut ilmu dan pengetahuan tidak

mungkin akan sembuh lagi (euthanasia).

Kode Etik Kedokteran Indonesia menggunakan euthanasia dalam tiga

arti:

1. Berpindahnya ke alam baka dengan tenang & aman tanpa

penderitaan, buat yang beriman dengan nama Tuhan di bibir.

2. Waktu hidup akan berakhir, diringankan penderitaan si sakit

dengan memberi obat penenang.

3. Mengakhiri penderitaan & hidup seorang sakit dengan sengaja atas

permintaan pasien sendiri & keluarganya.

2.6.3 Macam-Macam Euthanasia

Ada berbagai macam jenis euthanasia menurut cara melakukannya serta

alasan diberlakukan euthanasia itu sendiri, antara lain:

1. Euthanasia sukarela

Apabila si pasien itu sendiri yang meminta untuk diakhiri hidupnya.

2. Euthanasia non-sukarela

Apabila pesien tersebut tidak mengajukan permintaan atau menyetujui untuk

diakhiri hidupnya.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

26

3. Involuntary Euthanasia

Pada prinsipnya sama seperti euthanasia non-sukarela, tapi pada kasus ini, si

pasien menunjukkan permintaaneuthanasia lewat ekspresi.

4. Assisted suicide

Atau bisa dikatakan proses bunuh diri dengan bantuan suatu pihak. Seseorang

memberi informasi atau petunjuk pada seseorang untuk mengakhiri hidupnya

sendiri. Jika aksi ini dilakukan oleh dokter maka disebut juga,“physician

assisted suicide”.

5. Euthanasia dengan aksi

Dengan sengaja menyebabkan kematian seseorang dengan melakukan suatu

aksi, salah satu contohnya adalah dengan melakukan suntik mati.

6. Euthanasia dengan penghilangan

Dengan sengaja menyebabkan kematian seseorang dengan menghentikan

semua perawatan khusus yang dibutuhkan seorang pasien. Tujuannya adalah

agar pasien itu dapat dibiarkan meninggal secara wajar.

2.6.4 Bagaimana Ilmu Pengetahuan Mendefinisikan Kematian

Sebuah teori yang berbahaya jika kematian dianggap sesuatu yang ambigu.

Dan jika suatu telah massa membuktikan bahwa euthanasia bukanlah musuh

masyarakat, melainkan sesuatu yang dapat menyelamatkan seseorang dari

penderitaan yang amat sangat.

Menurut penelitian terakhir yang dilakukan oleh Dr. James Dubois dari

Universitas Saint Louis dan Tracy Schmidt dari Intermountain Donor Service,

hampir 84% dari seluruh warga Amerika setuju dengan pendapat bahwa seseorang

dapat dikatakan mati apabila yang membuatnya tetap bernafas adalah obat-obatan

dan mesin medis, dan 60% setuju dengan pernyataan bahwa seseorang dapat mati

meskipun jantungnya masih berdetak. Dari survey tersebut, 70% dari antaranya

berasal dari golongan beragama.

Konsep medis dari “kematian otak” telah berkembang di Amerika Serikat

pada tahun 1968 bersamaan dengan revolusi dari penelitian tentang transplantasi

organ tubuh. Seperti dijelaskan oleh M.L. Tina Stevens dalam Bioetik Amerika

(2000), semakin maraknya kasus transplantasi organ sebenarnya diawali dari

penyumbangan besar secara medis untuk penelitian Biomedis federal sebelum

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

27

Perang Dunia ke-II. Hasil dari semua itu datang seiring dengan berkembangnya

teknologi medis seperti sistem respirasi mekanis, dan genetic screening, semuanya

mendatangkan efek pada bentuk obat-obat modern, meningkatkan pertanyaan-

pertanyaan baru tentang hidup dan mati baik untuk pasien maupun dokter.

“Transplantasi adalah contoh klasik dari investigasi therapeutic,” begitu

kata Thomas Starzl, seorang ahli bedah transplantasi. “Apa yang dilakukan dalam

transplantasi jaman dulu kadang-kadang terbilang bodoh tapi tidak hina.” Yang

mendorong para perintis bedah transplantasi ini adalah satu keinginan untuk tidak

meninggalkan satu tempat pun untuk eksperimen yang tidak dicoba.

Pada awalnya, bedah transplantasi tidak berhasil dengan tujuannya untuk

memindahkan organ tubuh dari pasien yang telah meninggal ke pasien yang masih

hidup. Tapi beberapa dokter percaya mereka bisa mendapatkan organ yang bisa

ditransplantasi dari orang mati suri, yang masih dikatakan hidup sampai waktu

tertentu dalam standar medis. Kematian otak, menawarakan solusi yang

memungkinkan. Juga menyebabkan sebuah perubahan dalam pemikiran tentang

hukum kematian.

2.6.5 Eutanasia ditinjau dari sudut cara pelaksanaannya

Bila ditinjau dari cara pelaksanaannya, eutanasia dapat dibagi menjadi tiga

kategori, yaitu eutanasia agresif, eutanasia non agresif, dan eutanasia pasif.

1. Eutanasia agresif, disebut juga eutanasia aktif, adalah suatu tindakan

secara sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya

untuk mempersingkat atau mengakhiri hidup seorang pasien. Eutanasia

agresif dapat dilakukan dengan pemberian suatu senyawa yang

mematikan, baik secara oral maupun melalui suntikan. Salah satu contoh

senyawa mematikan tersebut adalah tabletsianida.

2. Eutanasia non agresif, kadang juga disebut eutanasia otomatis

(autoeuthanasia) digolongkan sebagai eutanasia negatif, yaitu kondisi

dimana seorang pasien menolak secara tegas dan dengan sadar untuk

menerima perawatan medis meskipun mengetahui bahwa penolakannya

akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Penolakan tersebut

diajukan secara resmi dengan membuat sebuah "codicil" (pernyataan

tertulis tangan). Eutanasia non agresif pada dasarnya adalah suatu praktik

eutanasia pasif atas permintaan pasien yang bersangkutan.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

28

3. Eutanasia pasif dapat juga dikategorikan sebagai tindakan eutanasia

negatif yang tidak menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk

mengakhiri kehidupan seorang pasien. Eutanasia pasif dilakukan dengan

memberhentikan pemberian bantuan medis yang dapat memperpanjang

hidup pasien secara sengaja. Beberapa contohnya adalah dengan tidak

memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam

pernapasan, tidak memberikan antibiotika kepada penderita pneumonia

berat meniadakan tindakan operasi yang seharusnya dilakukan guna

memperpanjang hidup pasien, ataupun pemberian obat penghilang rasa

sakit seperti morfin yang disadari justru akan mengakibatkan kematian.

Tindakan eutanasia pasif seringkali dilakukan secara terselubung oleh

kebanyakan rumah sakit.

Penyalahgunaan eutanasia pasif bisa dilakukan oleh

tenaga medis maupun pihak keluarga yang menghendaki kematian

seseorang, misalnya akibat keputusasaan keluarga karena

ketidaksanggupan menanggung beban biaya pengobatan. Pada beberapa

kasus keluarga pasien yang tidak mungkin membayar biaya pengobatan,

akan ada permintaan dari pihak rumah sakit untuk membuat "pernyataan

pulang paksa". Meskipun akhirnya meninggal, pasien diharapkan

meninggal secara alamiah sebagai upaya defensif medis.

2.6.6 Aspek-Aspek Dalam Pelaksanaan Euthanasia Di Indonesia

2.6.6.1 Aspek Hukum

Undang-undang yang tertulis dalam KUHP hanya melihat dari sisi dokter

sebagai pelakuutama euthanasia, khususnya euthanasia aktif & dianggap sebagai

pembunuhan berencana, ataudengan sengaja menghilangkan nyawa seseorang.

Sehingga dalam aspek hukum, dokter selalu pada pihak yang dipersalahkan dalam

tindakan euthanasia, tanpa melihat latar belakang dilakukannya euthanasia

tersebut, tidak peduli apakah tindakan tersebut atas permintaan pasienitu sendiri

atau keluarganya, untuk mengurangi penderitaan pasien dalam keadaan sekarat

ataurasa sakit yang sangat hebat yang belum diketahui pengobatannya (Aprilia

Eka Puspita, 2010).

Masalah euthanasia dapat menyangkut dua aturan hukum, yakni pasal 338

& 344 KUHP. Dalam hal ini terdapat apa yang disebut “Concursus Idealis” yang

diatur dalam pasal 63 KUHP, yang menyebutkan bahwa:

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

29

1. Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka

yang dikenakan hanya salah satu diantara aturan-aturan itu, jika

berbeda-beda yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok

yang paling berat

2. Jika suatu perbuatan yang masuk dalam suatu aturan pidana yang

umum diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang

khusus itulah yang dikenakan.Pasal 63 (2) KUHP ini mengandung asas

“specialis derogat legi generalis”, yaitu peraturan yang khusus akan

mengalahkan peraturan yang sifatnya umum.

2.6.6.2 Aspek Hak Azasi

Hak asasi manusia selalu dikaitkan dengan hak hidup, damai dan

sebagainya. Tapi tidak tercantum dengan jelas adanya hak seseorang untuk mati.

Mati sepertinya justru dihubungkan dengan pelanggaran hak asasi manusia. Hal

ini terbukti dari aspek hukum euthanasia yang cenderung menyalahkan tenaga

medis dalam euthanasia. Sebetulnya dengan dianutnya hak untuk hidup layak dan

sebagainya, secara tidak langsung seharusnya terbersit adanya hak untuk mati,

apabila dipakai untuk menghindarkan diri dari segala ketidak nyamanan atau lebih

tegas lagi dari segala penderitaan yang hebat (Aprilia Eka Puspita, 2010).

2.6.6.3 Aspek Ilmu Pengetahuan

Iptekdok dapat memperkirakan kemungkinan keberhasilan upaya tindakan

medis untuk mencapai kesembuhan atau pengurangan penderitaan pasien. Apabila

secara iptekdok hampir tidak ada kemungkinan untuk mendapat kesembuhan

ataupun pengurangan penderitaan, apakahseseorang tidak boleh mengajukan

haknya untuk tidak diperpanjang lagi hidupnya? Segala upayayang dilakukan

akan sia-sia, bahkan sebaliknya dapat dituduhkan suatu kebohongan, karena

disamping tidak membawa kesembuhan, keluarga yang lain akan terseret dalam

habisnyakeuangan (Aprilia Eka Puspita, 2010).

2.6.6.4 Aspek Agama

Kelahiran & kematian merupakan hak prerogatif Tuhan & bukan hak

manusia sehinggatidak ada seorangpun di dunia ini yang mempunyai hak untuk

memperpanjang atau memperpendek umurnya sendiri. Atau dengan kata lain,

meskipun secara lahiriah atau tampak jelas bahwa seseorang menguasai dirinya

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

30

sendiri, tapi sebenarnya ia bukan pemilik penuh atas dirinya. Ada aturan-aturan

tertentu yang harus kita patuhi & kita imani sebagai aturan Tuhan. Jadi, meskipun

seseorang memiliki dirinya sendiri, tetapi tetap saja ia tidak boleh membunuh

dirinya sendiri. Pernyataan ini menurut ahli agama secara tegas melarang tindakan

euthanasia, apapun alasannya. Dokter dapat dikategorikan melakukan dosa besar

& melawan kehendak Tuhan dengan memperpendek umur seseorang. Orang yang

menghendaki euthanasia, walaupun dengan penuh penderitaan bahkan kadang-

kadang dalam keadaan sekarat dapat dikategorikan putus asa, &putus asa tidak

berkenan di hadapan Tuhan.Tetapi putusan hakim dalam pidana mati pada

seseorang yang segar bugar, & tentunya sangat tidak ingin mati, & tidak sedang

dalampenderitaan apalagi sekarat, tidak pernah dikaitkan dengan pernyataan

agama yang satu ini.Aspek lain dari pernyataan memperpanjang umur, sebenarnya

bila dikaitkan dengan usaha medisdapat menimbulkan masalah lain (Aprilia Eka

Puspita, 2010).

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

31

BAB III

TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

3.1 Tinjauan Kasus

SKENARIO 1

Seorang ibu Ny.T, umur 36 tahun, diantar oleh tenaga kesehatan ke RS.C,

klien melahirkan anak pertama, ibu dilakukan tindakan operasi caesar oleh dokter.

Pada saat operasi tiba-tiba TD menurun, dokter memberikan obat untuk

meningkatkan TD ,tapi kondisi klien malah sebaliknya, kesadaran menurun,

keadaan umum memburuk dan akhirnya klien dirawat di ICU, bayi klien selamat.

Saat ini sudah lebih dari 1 bulan klien di ICU dengan diagnosa Braindeath.

Keluarga tidak sanggup membayar biaya rawatan dan keluarga minta dilakukan

tindakan euthanasia saja.

3.2 Pembahasan

Pertanyaan :

1. Apa yang seharusnya dilakukan oleh keluarga, tenaga kesehatan dan

dokter dalam kasus ini?

Jawab:

a. Tindakan yang harus dilakukan oleh keluarga

1) Meminta penjelasan kepada dokter, perawat dan tenaga kesehatan

lain tentang penyakit yang diderita oleh pasien dan berapa persen

kemungkinan kesembuhan pasien

2) Keluarga tidak boleh menyerah, keluarga harus tetap berupaya

untuk mengusahakan pengobatan klien karena kepasrahan akan

memperburuk keadaan klien

3) Keluarga harus selalu memberikan dukungan spiritual kepada klien

dengan cara berdo’a dan optimis

4) Keluarga tetap mengupayakan biaya pengobatan klien dengan cara

mengajukan keringanan biaya ke pihak rumah sakit/instansi terkait.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

32

b. Tenaga Kesehatan (Perawat dan Dokter)

1. Tenaga kesehatan menjelaskan kepada keluarga bahwa euthanasia

bertentangan dengan nilai-nilai etik/moral, hukum, agama dan

social budaya dan aspek lainnya.

a) Berdasarkan hukum di Indonesia maka euthanasia adalah

sesuatu perbuatan yang melawan hukum, hal ini dapat dil lihat

pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada pasal

344 kitab undang-undang hukum pidana yang menyatakan

bahwa “barang siapa yang menghilangkan nyawa orang lain

atas permintaan orang itu sendiri yang disebutkannya dengan

nyata dan sunggu-sungguh, dihukum penjara selama-selamanya

12 tahun. Juga demikian halnya tampak pada pengatura pasal-

pasal 338, 340, 345, dan 359 KUHP yang juga dapat dikatakan

memenuhi unsure-unsur delik dalam perbuatan euthanasia.

Dengan demikian, secara formal hukum yang berlaku dinegara

kita tidak mengizinkan tindakan euthanasia kepada siapapun.

b) Dalam Norma agama pun euthanasia sangat dilarang karena

menurut islam tidak ada salah satupun alasan yang

membenarkan euthanasia dalam keadaan apapun, sesuai dengan

Qs. Annisa: 39 yang artinya “ janganlah kamu saling

berbunuhan”. Dengan demikian seorang muslim (dokter) yang

membunuh muslim lainnya (pasien) disetarakan dengan

membunuh dirinya sendiri dan hukumnya adalah haram

c) Euthanasia sangat bertentangan dengan hak azasi manusia.

Hak asasi manusia selalu dikaitkan dengan hak hidup, damai

dan sebagainya. Tapi tidak tercantum dengan jelas adanya hak

seseorang untuk mati. Euthanasia sangan berhubungan dengan

pelanggaran hak asasi manusia.

2. Dalam pemberian asuhan keperawatan harus berupaya semaksimal

mungkin tetap melaksanakan sesuai kode etik diantaranya seorang

perawat menghargai hak hidup manusia, mencegah penyakit dan

memulihkan kesehatan pasien. Dimana menurut Farid Anfusal

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

33

euthanasia tidak sesuai dengan etika yang dianut oleh bangsa dan

melanggar hukum positif yang masih berlaku yaitu KUHP.

2. Bagaimana peran masing-masing profesi jika dikaitkan dengan etik dan

hukum dalam kasus tersebut?

Jawab:

a. Peran Dokter

Dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan tenologi di bidang medik,

kehidupan seorang pasien bisa diperpanjang dan hal ini seringkali

membuat para dokter dihadapkan pada sebuah dilema untuk

memberikan bantuan tersebut apa tidak dan jika sudah terlanjur

diberikan bolehkah untuk dihentikan.

Euthanasia merupakan salah satu permasalahan yang menyulitkan bagi

para dokter dan tenaga kesehatan lainnya

Tugas seorang dokter adalah untuk menolong jiwa seorang pasien,

padahal jika dilihat lagi hal itu sudah tidak bisa dilanjutkan lagi dan

jika hal itu diteruskan maka kadang akan menambah penderitaan

seorang pasien.

Kode etik kedokteran Indonesia

Dalam KODEKI pasal 2 dijelaskan bahwa; “seorang dokter harus

senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar

profesi tertinggi”. Jelasnya bahwa seorang dokter dalam melakukan

kegiatan kedikterannya sebagai seorang profesi dikter harus sesuai

dengan ilmu kedikteran mutakhir, hukum dan agama.

KODEKI pasal 7d juga menjelaskan bahwa “setiap dokter harus

senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup insani”.

Artinya dalam setiap tindakan dokter harus bertujuan untuk

memelihara kesehatan dan kebahagiaaan manusia. Jadi dalam

menjalankan profesinya seorang dokter tidak boleh melakukan

mengakhiri kehidupan seorang pasien yang menurut ilmu dan

pengetahuan tidak mungkin akan sembuh lagi (euthanasia).

Jadi dokter harus memberikan penjelasan semaksimal mungkin

tentang resiko dari keputusan tersebut dan menolak untuk melakukan

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

34

tindakan euthanasia dan kembali pada prinsip kode etik kedokteran

yaitu memberikan pengobatan semaksimal mungkin sampai akhirnya

pasien menghembuskan nafas terakhirnya (menjelang ajal) dengan

tenang karena euthanasia bukanlah keputusan final

b. Peran perawat

Kasus ini merupakan dilema etik bagi tenaga kesehatan

terutama perawat dan dokter yaitu suatu masalah yang melibatkan dua

atau lebih landasan moral tetapi tidak dapat dilakukan keduanya

meruapakan suatu situasi dimana tidak ada alternative yang

memuaskan. Suatu situasi dimana alternative yang memuaskandan

yang tidak memuaskan sebanding, tidak ada yang benar dan tidak ada

yang salah (Reflita, 2010).

Dalam hal ini peran perawat yang dikaitkan dengan etik dan

hukum dalam kasus euthanasia tersebut adalah sebagai advokasi bagi

pasien.

Peran ini dilakukan perawat membantu klien, keluarga dalam

menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan,

kususnya dalam mengambil persetujuan atas tindakan keperawatan

yang diberikan kepada klien. Selain itu dapat berperan

mempertahankan dan melindungi hak-hak klien, yang meliputi hak

atas pelayanan yang sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang

penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri

dan hak untuk mendapatkan ganti rugi akibat dari kalalaian tindakan

(Mubarak & Chayatin, 2009:77).

Perawat memberikan informasi tambahan bagi klien yang

sedang berusaha untuk memutuskan tindakan yang terbaik baginya,

menjelaskan dengan semaksimal mungkin tentang dampak positif dan

negative dari keputusan yang di ambil oleh keluarga pasien. Perawat

juga melindungi hak-hak klien melalui cara-cara yang umum dengan

menolak aturan atau tindakan yang mungkin membahayakan kesehatan

klien atau menentang hak-hak klien.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

35

Dan apabila keputusan ini diterima oleh dokter untuk melakukan

euthanasia, maka perawat berhak untu melakukan pembelaan dan

menolak karena ini bertentangan dengan nilai-nilai etik/moral, hukum,

agama dan social budaya dan aspek lainnya dan berhak mengadukan

ke pengadilan kerena tidak sesuai dengan nilai kemanusiaan.

3. Siapa yang memegang peranan penting?

Jawab:

Yang memegang peranan penting adalah seorang dokter. Sesuai

dengan KUHP pidana yang menyatakan bahwa seorang dokter adalah pelaku

utama dalam melakukan tindakan euthanasia. Dalam kasus ini seorang dokter

yang memiliki andil dan tanggung jawab untuk memutuskan tindakan

terhadap pasienya sesuai dengan keadaan pasien. Tetapi juga ditentukan oleh

persetujuan dari keluarga. Seorang dokter juga harus memberikan informasi

mengenai keadaan dan tindakan yang dilakukan pada pasien, termasuk dalam

hal ini adalah tindakan euthanasia yang diinginkan oleh keluarga. Dokter perlu

memberikan penjelasan tentang euthanasia itu sendiri, serta dampak yang

ditemukan jika melakukan tindakan tersebut. Dokter juga harus memberikan

alternatif tindakan lain, selain melakukan euthanasia, seperti melakukan

transplantasi otak, sebagai salah satu alternatif terhadap penyakit braindeath.

Setelah diberikan berbagai penjelasan tentang informasi tersebut dari dokter,

maka segala keputusan diserahkan kembali kepada keluarga untuk dapat

mempertimbangkan keputusan yang akan dipilih oleh keluarga dengan syarat

keputusan etis yang diambil harus dengan pemikirann yang rasional tidak

emosional.

4. Apa solusi yang akan dilakukan dan siapa yang berhak memutuskannya?

Berikan alasan?

Jawab:

Yang berhak memutuskannya dilakukan euthanasia adalah dokter atas

persetujuan keluarga tapi dalam hal ini keputusan untuk melakukan

euthanasia harus ditolak oleh dokter. keputusan yang diambil oleh dokter

harus pada pengambilan keputusan yang rasional, keputusan yang dihasilkan

Page 36: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

36

bersifat objektif, logis, lebih transparan, konsisten untuk memaksimumkan

hasil atau nilai dalam batas kendala tertentu.

Alasan kenapa dokter yang berhak memutuskan yaitu :

Euthanasia menurut kode etik kedokteran dan hukum di Indonesia, Seorang

dokter harus menjaga dan melindungi hidup seorang insan, ini berarti dokter

tidak boleh mengakhiri hidup seseorang meskipun dia tidak akan sembuh lagi

Berdasarkan hukum di Indonesia maka euthanasia adalah suatu perbuatan

yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-

undangan yang ada yaitu pada pasal 338, 340, 344, 345, dan 359

Menurut Aspek hukum

Undang-undang yang tertulis dalam KUHP hanya melihat dari sisi dokter

sebagai pelaku utama euthanasia, khususnya euthanasia aktif & dianggap

sebagai pembunuhan berencana, atau dengan sengaja menghilangkan nyawa

seseorang. Sehingga dalam aspek hukum, dokter selalu pada pihak yang

dipersalahkan dalam tindakan euthanasia, tanpa melihat latar belakang

dilakukannya euthanasia tersebut, tidak peduli apakah tindakan tersebut atas

permintaan pasien itu sendiri atau keluarganya, untuk mengurangi

penderitaan pasien dalam keadaan sekarat atau rasa sakit yang sangat hebat

yang belum diketahui pengobatannya

Solusinnya adalah

a. Menjelaskan kepada keluarga tentang keadaan klien yang sebenarnya,

upaya-upaya pengobatan yang telah dilakukan kepada pasien dan berapaa

persen kemungkinan kesembuhan pasien

b. Menjelaskan tentang euthanasia dan hukumnya di Indonesia bahwa

euthanasia adalah perbuatan yang melanggar hukum dan dapat dijerat

hukum pidana tidak hanya bagi nakes yang melakukan tapi juga keluarga

yang menginginkan tindakan euthanasia walaupun itu dengan alasan kasih

sayang dan tidak tega melihat penderitaan kepada pasien

c. Menolak tindakan euthanasia dan tetap memberikan pengobatan dan

pelayanan kesehatan semaksimal mungkin sampai klien menemui ajalnya

dengan tenang (alamiah).

Page 37: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

37

5. Apakah dalam kasus tersebut terdapat unsur kelalaian dan malpraktek?

Jawab:

Menurut Hanafiah dan Amir (1999) Kelalaian adalah sikap yang kurang

hati-hati yaitu tidak melakukan sesuatu yang seharusnya seseorang lakukan

dengan sikap hati-hati dan wajar, atau sebaliknya melakukan sesuatu dengan sikap

hati-hati tetapi tidak melakukannya dalam situasi tertentu.

Guwandi (1994) mengatakan bahwa kelalaian adalah kegagalan untuk

bersikap hati-hati yang pada umumnya wajar dilakukan oleh seseorang harusnya

bersikap hati-hati.

Jadi kelalaian adalah bersifat ketidaksengajaan, kurang teliti, kurang hati –

hati, acuh tak acuh, sembrono, tidak peduli terhadap kepentingan orang lain tetapi

akibat tindakan bukanlah tujuannya. Kelalaian bukan suatu pelanggaran hukum

atau kejahatan. Jika kelalaian itu tidak sampai membawa kerugian atau cedera

kepada orang lain dan orang itu dapat menerimannya, namun jika kelalaian itu

mengakibatkan kerugian materi, mencelakakan atau bahkan merenggut nyawa

orang lain ini diklasifikasikan sebagai kelalaian berat, serius dan kriminal.

Menurut (Hanafiah dan Amir,1999) malpraktek adalah kelalaian seorang

tenaga kesehatan untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu

pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam merawat klien atau orang yang

terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama (Hanafiah dan Amir ( 1999).

Berdasarkan kasus diatas, tindakan yang dilakukan oleh dokter tidak

tergolong kedalam kelalaian maupun malpraktek karena dokter dan perawat sudah

melaksanakan tindakan sesuai dengan apa yang seharusnya dilakukan terhadap

klien tersebut dan juga sudah sesuai dengan standar operasional prosedur yaitu

pada saat operasi tiba-tiba tekanan darah menurun, dokter harus melakukan

tindakan kritis dan secepat mungkin untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak

diinginkan.

6. Bagaimana tindakan yang profesional?

Jawab:

Tindakan yang professional terkait dengan masalah euthanasia di

atas adalah setiap profesi baik itu dokter maupun perawat harus

melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi tertinggi.

Page 38: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

38

Dilihat dari kode etik kedokteran di Indonesia

Dalam KODEKI pasal 2 dijelaskan bahwa; “seorang dokter harus

senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar

profesi tertinggi”. Jelasnya bahwa seorang dokter dalam melakukan

kegiatan kedikterannya sebagai seorang profesi dikter harus sesuai dengan

ilmu kedikteran mutakhir, hukum dan agama.

KODEKI pasal 7d juga menjelaskan bahwa “setiap dokter harus senantiasa

mengingat akan kewajiban melindungi hidup insani”. Artinya dalam setiap

tindakan dokter harus bertujuan untuk memelihara kesehatan dan

kebahagiaaan manusia. Jadi dalam menjalankan profesinya seorang dokter

yang profesional tidak boleh melakukan mengakhiri kehidupan seorang

pasien yang menurut ilmu dan pengetahuan tidak mungkin akan sembuh

lagi (euthanasia) karena ini termasuk tindakan yang tidak professional.

Kode Etik Kedokteran Indonesia menggunakan euthanasia dalam tiga arti:

1. Berpindahnya ke alam baka dengan tenang & aman tanpa penderitaan,

buat yang beriman dengan nama Tuhan di bibir.

2. Waktu hidup akan berakhir, diringankan penderitaan si sakit dengan

memberi obat penenang.

3. Mengakhiri penderitaan & hidup seorang sakit dengan sengaja atas

permintaan pasien sendiri & keluarganya.

Jadi dokter harus memberikan penjelasan semaksimal mungkin

tentang resiko dari keputusan tersebut dan menolak untuk melakukan

tindakan euthanasia.

Begitu juga dengan profesi keperawatan, dalam melakukan suatu

tindakan harus sesuai dengan kode etik perawat nasional Indonesia, di

mana seorang perawat selalu berpegang teguh terhadap kode etik

sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan. Tindakan

professional yang dilakukan perawat terkait dengan kasus euthanasia

di atas adalah perawat harus tetap senantiasa memberikan asuhan dan

pelayanan keperawatan yang holistik dan komprehensif kepada pasien

tersebut.

Page 39: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

39

7. Apakah harus memiliki aturan dan perlu dita’ati ?

Jawab:

Aturan itu sangat penting agar tindakan yang dilakukan memiliki pedoman

dan apa yang menjadi tujuan bisa tercapai. Aturan itu harus dita’ati karena

dengan mena’ati peraturan dapat meminimalkan terjadinya kesalahan dalam

melakukan tindakan dan dapat meningkatkan keprofesionalan dalam bekerja.

Dalam masalah euthanasia ini, harus ada aturan yang mengatur sebab kalau

tidak ada aturan, maka tindakan euthanasia akan dilakukan seenaknya saja

tanpa pertimbangan yang matang.

Karena euthanasia dikategorikan sebagai kejahatan, bunuh diri atau

membiarkan dirinya dibunuh adalah melanggar hukum di Indonesia.

Dan harus ditaati walaupun euthanasia merupakan salah satu permasalahan

yang menyulitkan bagi para dokter dan tenaga kesehatan termasuk keluarga

pasien tersebut yang meminta pasien tersebut untuk di euthanasia

8. Bagaimana dengan peran Etik?

Jawab:

Etik merupakan prinsip yang menyangkut benar dan salah, baik dan buruk

dalam hubungan dengan orang lain.

Etik merupakan studi tentang perilaku, karakter dan motif yang baik serta

ditekankan pada penetapan apa yang baik dan berharga bagi semua orang. Secara

umum, terminologi etik dan moral adalah sama. Etik memiliki terminologi yang

berbeda dengan moral bila istilah etik mengarahkan terminologinya untuk

penyelidikan filosofis atau kajian tentang masalah atau dilema tertentu. Moral

mendeskripsikan perilaku aktual, kebiasaan dan kepercayaan sekelompok orang

atau kelompok tertentu.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa etik merupakan

istilah yang digunakan untuk merefleksikan bagaimana seharusnya manusia

berperilaku, apa yang seharusnya dilakukan seseorang terhadap orang lain.

Etika bisa diartikan juga sebagai, yang berhubungan dengan pertimbangan

keputusan, benar atau tidaknya suatu perbuatan karena tidak ada undang-undang

atau peraturan yang menegaskan hal yang harus dilakukan. Etika berbagai profesi

digariskan dalam kode etik yang bersumber dari martabat dan hak manusia (yang

Page 40: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

40

memiliki sikap menerima) dan kepercayaan dari profesi. Profesi menyusun kode

etik berdasarkan penghormatan atas nilai dan situasi individu yang dilayani.

Pelaksanaan kode etik sangat berhubungan dengan profesionalisme dari

suatu profesi. Kode etik menerapkan konsep etis karena profesi bertanggung

jawab pada manusia dan menghargai kepercayaan serta nilai individu. Pada

dasarnya, peran kode etik adalah upaya dalam menjalankan setiap tugas dan

fungsinya, dapat menghargai dan menghormati martabat manusia. Salah satu

peranan kode etik adalah merupakan dasar dalam mengatur hubungan antara

perawat dengan pasien

Perawat profesional harus menghadapi tanggung jawab etik dan konflik

yang mungkin meraka alami sebagai akibat dari hubungan mereka dalam praktik

profesional. Kemajuan dalam bidang kedokteran, hak klien, perubahan sosial dan

hukum telah berperan dalam peningkatan perhatian terhadap etik. Standart

perilaku perawat ditetapkan dalam kode etik yang disusun oleh asosiasi

keperawatan internasional, nasional, dan negera bagian atau provinsi. Perawat

harus mampu menerapkan prinsip etik dalam pengambilan keputusan dan

mencakup nilai dan keyakinan dari klien, profesi, perawat, dan semua pihak yang

terlibat. Perawat memiliki tanggung jawab untuk melindungi hak klien dengan

bertindak sebagai advokat klien.

Keperawatan sebagai suatu profesi harus memiliki suatu landasan dan

lindungan yang jelas. Para perawat harus tahu berbagai konsep hukum yang

berkaitan dengan praktik keperawatan karena mereka mempunyai akuntabilitas

terhadap keputusan dan tindakan profesional yang mereka lakukan. Secara umum

terhadap dua alasan terhadap pentingnya para perawat tahu tentang hukum yang

mengatur praktiknya. Alasan pertama untuk memberikan kepastian bahwa

keputusan dan tindakan perawat yang dilakukan konsisten dengan prinsip-prinsip

hukum. Kedua, untuk melindungi perawat dari liabilitas.

9. Bagaimana peranan Hukum?

Jawab:

Hukum mempunyai beberapa peranan:

a. Hukum memberikan kerangka untuk menentukan tindakan mana yang

sesuai dengan hukum.

Page 41: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

41

b. Membedakan tanggung jawab masing-masing profesi .

c. Membantu menentukan batas-batas kewenangan masing-masing

profesi.

d. Membantu dalam mempertahankan standar praktek dengan

meletakkan posisi masing-masing profesi memiliki akuntabilitas di

bawah hukum

e. Melindungi hak pasien sebagai penerima pelayanan (Kozier, Erb,

1990)

Dalam kasus euthanasia, situasi ini menimbulkan dilema etik bagi dokter

dan perawat, apakah ia mempunyai hak hukum untuk mengakhiri hidup seorang

pasien atas permintaan pasien itu sendiri atau keluarganya dengan dalih

mengakhiri penderitaan yang berkepanjangan, tanpa dokter itu sendiri

menghadapi konsekuensi hukum.

Berdasarkan hukum di Indonesia maka euthanasia adalah sesuatu perbuatan yang

melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada perundang-undangan yang ada.

Meskipun euthanasia bukan merupakan istilah yuridis, namun mempunyai

implikasi hukum yang sangat luas, baik pidana maupun perdata. Pasal-pasal

dalam KUHP menegaskan bahwa euthanasia baik aktif maupun pasif tanpa

permintaan adalah dilarang. Demikian pula dengan euthanasia aktif dengan

permintaan. Berikut adalah bunyi pasal-pasal dalam KUHP tersebut:

a. Pasal 338: “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain

karena pembunuhan biasa, dihukum dengan hukuman penjara selama-

lamanya lima belas tahun.”

b. Pasal 340: “Barangsiapa dengan sengaja & direncanakan lebih dahulu

menghilangkan jiwa orang lain, karena bersalah melakukan pembunuhan

berencana, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau

penjara sementara selama-lamanya duapuluh tahun.”

c. Pasal 344: “Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan

orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata & sungguh-sungguh

dihukum penjara selama-lamanya duabelas tahun.”

d. Pasal 345: “Barangsiapa dengan sengaja membujuk orang lain untuk

bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana

Page 42: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

42

kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat

tahun, kalau orang itu jadi bunuh diri.”

e. Pasal 359: “Menyebabkan matinya seseorang karena kesalahan atau

kelalaian, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun atau

pidana kurungan selama-lamanya”.

Indonesia melalui pasal 344 KUHP jelas tidak mengenal hak untuk mati

dengan bantuan orang lain. Undang-undang yang tertulis dalam KUHP

hanya melihat dari sisi dokter sebagai pelaku utama euthanasia, khususnya

euthanasia aktif & dianggap sebagai pembunuhan berencana, atau dengan

sengaja menghilangkan nyawa seseorang. Sehingga dalam aspek hukum,

dokter selalu pada pihak yang dipersalahkan dalam tindakan euthanasia,

tanpa melihat latar belakang dilakukannya euthanasia tersebut, tidak peduli

apakah tindakan tersebut atas permintaan pasien itu sendiri atau

keluarganya, untuk mengurangi penderitaan pasien dalam keadaan sekarat

atau rasa sakit yang sangat hebat yang belum diketahui pengobatannya.

10. Apa dasar dalam membuat keputusan?

Jawab:

Sesuai anjuran WHO yang menyarankan, untuk meningkatkan

kualitas pelayanan kesehatan setiap tenaga kesehatan harus menggunakan

pendekatan proses pengambilan keputusan etis berdasarkan evidance

based dalam praktiknya.

Pengambilan keputusan etis yang dibuat oleh seorang tenaga

kesehatan sangat menentukan kualitas pelayanan kesehatan. Pengambilan

keputusan etis dapat terjadi mengikuti suatu proses yang sistemetis, logis

dan jelas. Proses pengambilan keputusan dapat dijelaskan, diajarkan dan

dipraktikkan secara gamblang. Kemampuan ini tidak hanya tergantung

pada pengumpulan informasi, tetapi tergantung juga pada kemampuan

untuk menyusun, menafsirkan dan mengambil tindakan atas dasar

informasi yang didapat saat pengkajian. Kemampuan dalam pengambilan

keputusan sangat tergantung pada pengalaman, pengetahuan dan latihan

praktik. Ketiga faktor ini sangat berpengaruh terhadap pengambilan

Page 43: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

43

keputusan yang dibuat sehingga menentukan tepat tidaknya tindakan yang

petugas kesehatan berikan pada klien.

Seorang tenaga klinis apabila dihadapkan pada situasi dimana

terdapat suatu keadaan panik, membingungkan dan memerlukan keputusan

cepat (biasanya dalam kasus emergency ) maka 2 hal yang dilakukan :

a. Mempertimbangkan satu solusi berdasarkan pengalaman dimasa

lampau.

b. Meninjau simpanan pengetahuan yang relevan dengan keadaan ini

dalam upaya mencari suatu solusi.

Apabila tidak ada pengalaman yang dimiliki dengan situasi ini dan

simpanan pengetahuan belum memadai, maka tenaga klinis tersebut akan

mengalami kebingungan dan tidak mampu memecahkan masalah yang

ada. Oleh karena itu tenaga kesehatan harus terus menerus memperbaharui

pengetahuannya, sambil melatih terus keterampilannya dengan

memberikan jasa pelayanan klinisnya.

Dasar dalam mengambil keputusan etis adalah pemikiran yang

rasional tidak emosional. Pada pengambilan keputusan yang berdasarkan

rasional, keputusan yang di hasilkan bersifat objektif, logis, lebih

transparan, konsisten untuk memaksimumkan hasil atau nilai dalam batas

kendala tertentu, sehingga dapat dikatakan mendekati kebenaran atau

sesuai dengan apa yang kita inginkan

Berdasarkan kasus diatas pengambilan keputusan rasional yaitu

untuk tidak melakukan Euthanasia didasarkan kepada:

1. Tidak sesuai dengan norma hukum, seperti yang terdapat dalam

pasal 344 kitab UU Hukum pidana yang menyatakan bahwa barang

siapa yang menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang

itu sendiri yang disebutkan dengan nyata maka akan dihukum 12

tahun penjara demikian secara formal hukum yang berlaku dinegara

kita tidak mengizinkan tindakan euthanasia kepada siapapun.

2. Tidak sesuai dengan norma agama karena menurut islam tidak ada

salah satupun alasan yang membenarkan euthanasia dalam keadaan

apapun (QS. Annisa :39).

Page 44: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

44

3. Tidak sesuai dengan kode etik keperawatan, konsep moral

keperawatan, dan teori/prinsip etika.

Page 45: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

45

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Mengingat kondisi demikian, yang dibutuhkan kemudian adalah

perawatan dan pendampingan, baik bagi si pasien maupun bagi pihak keluarga.

Perhatian dan kasih sayang sangat diperlukan bagi penderita sakit terminal, bukan

lagi bagi kebutuhan fisik, tetapi lebih pada kebutuhan psikis dan emosional,

sehingga baik secara langsung maupun tidak kita dapat membantu si pasien

menyelesaikan persoalan-persoalan pribadinya dan kemudian hari siap menerima

kematian penuh penyerahan kepada penyelenggaraan Tuhan Yang Maha Esa.

Bagaimanapun si pasien adalah manusia yang masih hidup, maka perlakuan yang

seharusnya adalah perlakuan yang manusiawi kepadanya.

4.1.1 Yang berhak memutuskannya dilakukan euthanasia adalah dokter atas

persetujuan keluarga. Alasannya:

a. Euthanasia menurut etika kedokteran dan hukum di Indonesia

Seorang dokter harus menjaga dan melindungi hidup seorang insan, ini

berarti dokter tidak boleh mengakhiri hidup seseorang meskipun dia

tidak akan sembuh lagi

b. Berdasarkan hukum di Indonesia

Euthanasia merupakan perbuatan yang melanggar hukum jika

dilihat dari UU pasal 338, 340, 344, 345, dan 359.

Solusinya adalah menjelaskan kepada keluarga tentang keadaan klien yang

sebenarnya, menjelaskan tentang euthanasia dan hukumnya di Indonesia

bahwa euthanasia adalah perbuatan yang melanggar hukum, dan menolak

dengan baik untuk melakukan tindakan euthanasia

4.1.2 Yang memegang peranan penting adalah seorang dokter. Sesuai dengan

KUHP pidana yang menyatakan bahwa seorang dokter adalah pelaku

utama dalam melakukan tindakan euthanasia

4.1.3 Tindakan yang dilakukan oleh dokter tidak tergolong kedalam kelalaian

maupun malpraktek karena dokter dan perawat sudah melaksanakan

tindakan sesuai dengan apa yang seharusnya dilakukan.

Page 46: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

46

4.2.4 Berdasarkan kasus diatas pengambilan keputusan untuk tidak melakukan

Euthanasia didasarkan kepada:

a. Tidak sesuai dengan norma hukum, seperti yang terdapat dalam pasal

344 kitab UU Hukum pidana yang menyatakan bahwa barang siapa

yang menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu

sendiri yang disebutkan dengan nyata maka akan dihukum 12 tahun

penjara demikian secara formal hukum yang berlaku dinegara kita

tidak mengizinkan tindakan euthanasia kepada siapapun.

b. Tidak sesuai dengan norma agama karena menurut islam tidak ada

salah satupun alasan yang membenarkan euthanasia dalam keadaan

apapun (QS. Annisa :39).

c. Tidak sesuai dengan hak azasi manusia. Euthanasia berhubungan

dengan pelanggaran hak azasi manusia

4.2 Saran

4.2.1 Dalam keadaan ini pihak pemerintah harus memberikan keringanan biaya

bahkan membebaskan biaya pengobatan bagi masyarakatnya yang sangat

membutuhkan. Dana kompensasi BBM seharusnya bisa di alokasikan untuk

membantu orang-orang yang menderita seperti dalam keadaan kritis seperti

kasus di atas

4.2.2 Apabila hukum di Indonesia kelak mau menjadikan persoalan eutanasia

sebagai salah satu materi pembahasan, semoga tetap diperhatikan dan

dipertimbangkan sisi nilai-nilainya, baik sosial, etika, maupun moral.

4.2.3 Bagi Tenaga kesehatan khususnya perawat sebaiknya berupaya semaksimal

mungkin memberikan asuhan kesehatan biopsikososial spiritual dan

cultural, walaupun tidak berhasil, tetapi petugas akan puas dengan usahanya,

pasien akan tenang dalam menemui ajalnya dan keluarga akan dengan

tentang dalam menghadapi proses kehilangan. Serta perawat sebagai

advokasi berupaya mengusahakan keringanan biaya kepada instansi

pemerintah, organisasi social masyarakat untuk kesembuhan klien.

Page 47: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

47

DAFTAR PUSTAKA

Agungrakhmawan. 2009. Malpraktek dalam Pelayanan Kesehatan.

http://agungrakhmawan.wordpress.com. Diakses tanggal 13 Oktober

2011 jam 08.10 am

Ariani. 2007. http://www.google.com. Diakses tanggal 8 Februari 2011 jam 8:10

am

Hidayat, Aziz Alimul. 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta:

Salemba Medika.

Kristiantoro. 2004. Eutanasia, Perspektif Moral Hidup. http://www.kompas.com.

Diakses tanggal 8 Februari 2011 jam 8:10 am

Makhfudli. 2009. Konsep Dasar Etika Keperawatan. http:// slideshare.net.

Diakses tanggal 13 Oktober 2011 JAM 08.10 am

Mujtahid. 2010. Mengenal Konsep Profesional. http://mujtahid-

komunitaspendidikan.blogspot.com. Diakses tanggal 13 Oktober 2011.

Nasution, Bahder Johan. 2005. Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter.

Jakarta: Rineka Cipta.

Nurhayati. 2009. Issue Legal dalam Keperawatan yang Berkaitan dengan Hak

Pasien. http://stikes-mataram.ac.id. Diakses tanggal 13 Oktober 2011.

Qardhawi, Yusuf. 2003. Fatwa-fatwa Kontemporer. . http://www.google.com.

Diakses tanggal 8 Februari 2011 jam 8:10 am

Tongat. 2005. Euthanasia dalam persepektif hukum pidana di Indonesia.

.http://www.kompas.com. Diakses tanggal 8 Februari 2011 jam 8:10 am

Suswati, Irma. 2005. Euthanasia, (makalah). Malang,14 Februari 2005.

.http://www.kompas.com. Diakses tanggal 8 Februari 2011 jam 8:10 am

Tawi, Mirzal. 2008. Hak Pasien dan Perawat. http://syehaceh.wordpress.com.

Diakses tanggal 13 Oktober 2011.

Page 48: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · PDF filetindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ... masalah

48