BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar...

25
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi seperti saat ini manusia dituntut untuk menguasai ketrampilan berbahasa terutama berbahasa asing. Bahasa Inggris adalah salah satu bahasa yang digunakan dunia internasional sebagai sarana berkomunikasi antarnegara, sehingga wajib dikuasai oleh pembelajar bahasa. Bahasa Inggris merupakan bahasa utama yang kurang lebih mendominasi seluruh aspek komunikasi internasional. Bahasa Inggris dituturkan di bagian-bagian dunia lebih banyak dari pada bahasa lain dan oleh lebih banyak orang dari pada bahasa lain (Kachru, 1985:75). Untuk mempelajari bahasa, pembelajar harus memiliki ketrampilan berbahasa. Menurut Nida (1957:19) dan Haris (1977:9) via Selviana (2002), ketrampilan berbahasa mempunyai empat komponen yaitu ketrampilan mendengarkan (listening skill), kertampilan berbicara (speaking skill), ketrampilan membaca (reading skill), dan ketrampilan menulis (writing skill). Setiap ketrampilan tersebut berhubungan satu sama lain. Dalam penelitian ini, penulis membahas aspek kemampuan menulis. Menulis merupakan suatu ketrampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, dan menulis merupakan kegiatan yang paling sulit dilakukan pembelajar dan paling sulit diajarkan oleh guru (Alwasilah, 1999). Dalam menulis, seseorang harus terampil dalam membangun ide dan gagasan di setiap paragraf dengan baik serta terampil memanfaatkan dan menggunakan

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar...

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam era globalisasi seperti saat ini manusia dituntut untuk menguasai

ketrampilan berbahasa terutama berbahasa asing. Bahasa Inggris adalah salah satu

bahasa yang digunakan dunia internasional sebagai sarana berkomunikasi

antarnegara, sehingga wajib dikuasai oleh pembelajar bahasa. Bahasa Inggris

merupakan bahasa utama yang kurang lebih mendominasi seluruh aspek

komunikasi internasional. Bahasa Inggris dituturkan di bagian-bagian dunia lebih

banyak dari pada bahasa lain dan oleh lebih banyak orang dari pada bahasa lain

(Kachru, 1985:75). Untuk mempelajari bahasa, pembelajar harus memiliki

ketrampilan berbahasa. Menurut Nida (1957:19) dan Haris (1977:9) via Selviana

(2002), ketrampilan berbahasa mempunyai empat komponen yaitu ketrampilan

mendengarkan (listening skill), kertampilan berbicara (speaking skill), ketrampilan

membaca (reading skill), dan ketrampilan menulis (writing skill). Setiap

ketrampilan tersebut berhubungan satu sama lain.

Dalam penelitian ini, penulis membahas aspek kemampuan menulis.

Menulis merupakan suatu ketrampilan berbahasa yang dipergunakan untuk

berkomunikasi secara tidak langsung, dan menulis merupakan kegiatan yang paling

sulit dilakukan pembelajar dan paling sulit diajarkan oleh guru (Alwasilah, 1999).

Dalam menulis, seseorang harus terampil dalam membangun ide dan gagasan di

setiap paragraf dengan baik serta terampil memanfaatkan dan menggunakan

grafologi, struktur bahasa dan kosakata. Menurut Allen dan Campbel (1972),

seseorang harus dapat membentuk gagasan, menyusunnya dalam wacana yang

terorganisasi dengan efektif dan mengungkapkannya dengan baik sesuai dengan

tata bahasa, diksi, dan sintaksis yang berterima. Oleh karena itu, aspek gramatika

dalam penulisan tidak dapat dihilangkan.

Bahasa Inggris merupakan bahasa kedua bagi sebagian negara di Asia, dan

sebagai bahasa asing di Indonesia. Pembelajaran bahasa Inggris di Indonesia mulai

dilakukan sejak taman kanak – kanak karena pada usia antara 5-7 tahun dan pada

usia 12-14 tahun merupakan titik transisi di dalam perkembangan bahasa. Pada

masa itu terjadi perubahan yang signifikan di dalam penguasaan bahasa. Pada usia

delapan tahun mereka umumnya sudah mampu menggunakan bahasa yang baik

dari segi morfologi ataupun sintaksis. Pemerolehan bahasa kedua anak juga

meliputi unsur internal bahasa seperti mofologi, fonologi, sintaksis, semantik dan

pragmatik. Khusus dalam pemerolehan kata (morfologi) dan kalimat (sintaksis)

bahasa kedua (L2) tahapan – tahapan yang dilalui sama seperti pemerolehan bahasa

pertama (L1) (Ellis, 1994). Brown (1973) dalam Littlewood (1988:2) menjelaskan

bahwa anak akan berkembang dari masa di mana anak tidak mempunyai

pengetahuan mengenai L2 sama sekali hingga anak mempunyai kompetensi yang

menyerupai penutur asli.

Banyak sekolah yang menerapkan sistem dua bahasa pada

pembelajarannya. Salah satu sekolah yang menerapkan sistem pembelajaran

menggunakan dua bahasa yaitu SMP Muhammadiyah 3 Yogyakarta. Dalam sistem

seleksi masuk kelas bilingual, pembelajar diharapkan telah menguasai beberapa

ketrampilan berbahasa, khususnya dua komponen ketrampilan berbahasa yaitu

ketrampilan berbicara dan ketrampilan menulis. Pada ketrampilan berbicara, siswa

diberi materi uji untuk mengungkapkan self-introduction. Hal ini dimaksudkan agar

dapat mengetahui seberapa jauh kompetensi berbicara dan keberanian siswa dalam

menggunakan bahasa Inggris. Sedangkan pada ketrampilan menulis siswa diberi

materi uji untuk menulis daily activity. Agar dapat mengetahui kompetensi menulis

pada siswa, aspek penilaian yang ditekankan ialah aspek gramatika dan koherensi

antarkalimat.

Prinsip menulis dalam bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia tidak jauh

berbeda. Akan tetapi, kaidah stuktur gramatika yang digunakan dalam bahasa

Inggris berbeda dengan kaidah struktur gramatika pada bahasa Indonesia. Contoh

perbedaan tersebut yaitu bahasa Inggris memiliki tenses (kala) untuk menandakan

waktu sedangkan bahasa Indonesia tidak memiliki bentuk gramatika yang spesifik

untuk menyatakan kala. Contohnya:

*I went to school yesterday.

(saya pergi ke sekolah kemarin)

Pada contoh di atas, tata bahasa dalam bahasa Inggris mengubah bentuk

verba sebagai penanda kalimat lampau sedangkan dalam bahasa Indonesia, verba

tidak diubah ke dalam bentuk lampau.

Menurut Lyons (1968:54) dalam belajar bahasa Inggris, salah satu masalah

terbesar yang dihadapi pelajar yaitu tata bahasa. Lebih lanjut Lyons menjelaskan

bahwa “tata bahasa adalah bentuk kata-kata dari bahasa itu sendiri dan kombinasi

mereka dalam frasa, klausa dan kalimat” atau dapat dikatakan bahwa tata bahasa

memberikan aturan tentang bagaimana mengkombinasikan kata-kata menjadi

kalimat. Dalam proses pembelajaran bahasa kedua, seorang pembelajar bahasa

tidak lepas dari kesalahan – kesalahan berbahasa. Hal itu merupakan hal yang

mendasar karena pembelajar bahasa kedua bukan merupakan penutur asli dari

bahasa tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya proses pembelajaran untuk

memperbaiki kesalahan berbahasa agar dapat meningkatkan kemampuan

berbahasanya.

Kesalahan berbahasa khususnya pada kompetensi menulis juga terjadi pada

siswa kelas bilingual di mana siswa sering sekali menggunakan bahasa ibu yang

diterjemahkan ke dalam bahasa kedua. Padahal, struktur gramatika bahasa ibu (L1)

berbeda dengan sturktur bahasa kedua (L2). Hal tersebut dapat dilihat pada contoh

di bawah ini:

“Saya ke Semarang kemarin”.

Ragam informal dalam bahasa Indonesia memungkinkan pembentukan

kalimat menggunakan verba. Di dalam bahasa Inggris, hal tersebut tidak mungkin

terjadi. Seperti halnya pada contoh di bawah ini :

*I to Semarang yesterday.

(I went to Semarang Yesterday)

Kalimat di atas memerlukan verba yang diletakkan sebelum kata keterangan

tempat. Jika tidak menggunakan verba, kalimat tersebut salah dan tidak mematuhi

aturan gramatika dalam bahasa Inggris.

Kesalahan gramatika tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya

kurangnya pemahaman dalam mempelajari bahasa kedua dan pengaruh bahasa ibu

dari pembelajar bahasa kedua. Corder (1973:10) menyebut kesalahan itu sebagai

mistake atau error of performance dan membedakannya dengan error yang disebut

error of competence. Penyebab terjadinya mistake tidak berhubungan dengan

kurangnya kemampuan berbahasa atau pengetahuan tentang sistem bahasa. Mistake

yang terjadi dapat disadari dan diperbaiki oleh penutur itu sendiri. Sementara error

merupakan kesalahan yang terjadi secara sistematis dan tidak mudah diperbaiki

secara tepat oleh pembelajar itu sendiri karena kurangnya pengetahuan bahasa atau

kompetensi.

Menurut Dulay dan Krashen, (1981: 50) Error analysis (analisis kesalahan)

berfokus pada form (bentuk) bahasa pembelajar, mengkaji bahasa pembelajar

berdasarkan tipe dasarnya: error of omission (penghilangan ), error of addition

(penambahan), error of selection (penggantian), dan error of ordering (kesalahan

susunan kata). Hal ini dapat ditemukan pada karangan siswa kelas bilingual seperti

pada contoh di bawah ini:

(1) *There, I enjoy the scene of the beach. (data no. 114)

(1a) There, I enjoyed the scene of the beach (data no. 114a)

(Disana, saya menikmati pemandangan pantai)

Bentuk kesalahan di atas termasuk dalam jenis kesalahan penghilangan

(omission). Kata kerja (enjoy) dalam kalimat tersebut tidak diubah ke dalam bentuk

past tense (enjoyed), karena bentuk karangan recount menggunakan pola kalimat

past tense.

(2) *Next day, we go to Taman Safari II

(2a) Next day, we went to Taman Safari II

(pada hari berikutnya, kami pergi ke Taman Safari II)

Bentuk kesalahan (2), termasuk jenis kesalahan penghilangan (omission).

Siswa tidak mengubah kata kerja (go) ke dalam bentuk irregular past tense (went).

Bentuk karangan recount seharusnya menggunakan bentuk kalimat past tense.

(3) *Last holiday me and my family went to Borobudur temple in

Magelang.

(3a) Last Holiday, my family and I went to Borobudur temple in Magelang

(Liburan yang lalu, aku dan keluargaku pergi ke candi Borobudur di

Magelang)

Bentuk kesalahan (3), termasuk jenis kesalahbentukan (misfromation-

alternating form of pronoun). Pada kalimat tersebut terdapat kesalahan kata ganti

orang yaitu kata (me) seharusnya diganti dengan (I). Hal tersebut dikarenakan

posisi (I) digunakan sebagai subject pronoun sedangkan (me) digunakan untuk

penyebutan pada object pronoun.

(4)*The salesman selled it so cheap.

(4a) The salesman sold it so cheap

(sales menjualnya sangat murah)

Kesalahan (4) termasuk dalam bentuk jenis kesalahbentukan (misformation-

over regularization). Kesalahan penggunaan irregular verb (sell) menjadi (selled)

yang seharusnya dalam bentuk past tense menjadi sold.

(5)*Actually, the airplane departed at 07.00 p.m to Jakarta.

(5a) Actually, the airplane departed to Jakarta at 07.00 P.M

(sebenarnya, pesawat terbang ke jakarta pukul 7 pagi)

Kesalahan (5) termasuk dalam jenis kesalah urutan (misordering). Dalam

struktur kalimat bahasa Inggris seharusnya keterangan tempat disebutkan terlebih

dahulu karena pada kata „Jakarta‟ termasuk dalam objek kalimat kemudian diikuti

oleh keterangan waktu.

Penelitian ini berfokus pada kompetensi menulis khususnya kesalahan

penulisan karangan recount. Pada karangan recount siswa harus menggunakan tata

bahasa bentuk lampau ketika menulis kalimat. Penggunaan tata bahasa bentuk

lampau (past tense) oleh siswa sekolah tingkat pertama dianggap lebih rumit

daripada tata bahasa bentuk sekarang (present tense). Dalam penggunaanya siswa

harus mengubah kata kerja beraturan (regular verb) dan kata kerja tidak beraturan

(irregular verb).

Oleh karena itu, pada penelitian ini, penulis ingin mengetahui bentuk

kesalahan gramatika yang sering dilakukan oleh siswa kelas bilingual serta

penyebab kesalahan gramatika yang terdapat pada karangan bahasa Inggris siswa

kelas bilingual dalam penulisan karangan recount. Pokok pembahasan dalam

penelitian ini mengenai kesalahan gramatika yang terdapat pada karangan recount

yang ditulis oleh siswa kelas VIII dan IX bilingual SMP Muhammadiyah III

Yogyakarta. Pemilihan kelas bilingual dirasa tepat sebab kelas bilingual dianggap

telah menguasai bahasa Inggris dengan baik dan benar. Dengan demikian,

penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai masukan untuk

meminimalisasi tingkat kesalahan berbahasa pada kompetensi menulis khususnya

pada aspek gramatika pembelajar bahasa kedua, dalam hal ini ialah siswa kelas

bilingual SMP Muhammadiyah III Yogyakarta.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasar latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, rumusan

masalah dalam penelitian ini ialah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah bentuk kesalahan gramatika pada karangan bahasa Inggris

siswa kelas VIII dan IX bilingual di SMP Muhammadiyah 3 Yogyakarta.

2. Apa saja faktor – faktor penyebab kesalahan berbahasa yang terdapat

dalam karangan bahasa Inggris siswa kelas VIII dan IX bilingual di SMP

Muhammadiyah 3 Yogyakarta?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan bentuk kesalahan gramatika pada karangan bahasa Inggris

siswa kelas bilingual di SMP Muhammadiyah 3 Yogyakarta.

2. Menjelaskan faktor – faktor penyebab kesalahan yang terdapat pada

karangan bahasa Inggris siswa kelas bilingual di SMP Muhammadiyah 3

Yogyakarta

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis yakni

manfaat pada bidang keilmuan (teoritis) dan manfaat praktis. Manfaat teoritis

dari hasil analisis kesalahan gramatika ini diharapkan dapat memperluas

pengetahuan linguistik, khususnya perbedaan antar bahasa. Sedangkan manfaat

praktis pada penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada

pengajar bahasa Inggris dalam mengajarkan bahasa Inggris sebagai bahasa

kedua untuk siswa sekolah menengah tingkat pertama sehingga dapat

meminimalisasi kesalahan berbahasa. Hasil penelitian ini diharapkan juga

dapat menjadi salah satu bentuk evaluasi yang dapat digunakan untuk

mengukur tingkat keberhasilan pembelajaran sehingga dapat melaksanakan

kegiatan belajar mengajar yang lebih baik dan bermutu.

1.5 Tinjauan Pusataka

Beberapa penelitian mengenai kesalahan pada pembelajaran bahasa

kedua telah banyak dilakukan. Seon-hee, Min (2009) yang mengadakan

penelitian dalam tesisnya yang berjudul “Analisis Kesalahan Berbahasa Korea

(Studi Kasus Karangan Mahasiswa Jurusan Bahasa Korea, Fakultas Ilmu

Budaya, Universitas Gadjah Mada)”. Hasil penelitian tersebut menunjukan

kesalahan pelafalan yang tercermin pada penulisan bahasa Korea yang terjadi

pada pelafalan konsonan (onset), khususnya alam membedakan bunyi lax,

reinforces, dan aspirate dalam pasangan minimal. Seon- hee juga menjelaskan

mengenai faktor penyebab kesalahan dalam bidang fonologi antara bahasa

Indonesia dan bahasa Korea. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa

kesalahan tidak hanya terjadi karena interferensi bahasa Indonesia saja, tetapi

juga dikarenakan faktor-faktor lain. Walaupun demikian, aspek interferensi

bahasa ibu sangat ditekankan dalam analisisnya.

Hasil penelitian serupa dilakukan Erizal (2005) mengenai analisis

kesalahan gramatika dalam karangan bahasa jepang mahasiswa STBA

HARAPAN MEDAN. Kesimpulan pada tesis tersebut menunjukan bahwa

kesalahan gramatika yang terdapat dalam karangan mahasiswa tersebut lebih

dipengaruhi oleh unsur – unsur sintaksis bahasa Jepang daripada unsur – unsur

sintaksis bahasa Indonesia atau kesalahan tersebut disebabkan oleh pengaruh

antarunsur dalam struktur kalimat bahasa Jepang yang jauh lebih dominan

daripada pengaruhi antarunsur dalam struktur kalimat bahasa Indonesia.

Kalimat – kalimat bahasa Jepang mahasiswa masih dapat dipahami atau

dimengerti maknanya, sekalipun terdapat kesalahan gramatika di dalamnya. Ini

terjadi karena unsur – unsur yang dihilangkan dan digabungkan oleh

mahasiswa merupakan morfem gramatika yang hanya mempunyai peran kecil

dalam pembentukan makna kalimat secara keseluruhan. Pengaruh bahasa

Indonesia terhadap bahasa Jepang sebagian besar ditemukan pada kesalahan –

kesalahan karena penghilangan dan salah penempatan. Ini terjadi karena

adanya sistem sintaksis pada kedua bahasa tersebut.

Hasil penelitian Winly Jovi (2013) mengenai kesalahan – kesalahan

gramatikal bahasa Inggris pada karangan deskriptive siswa SMKN1 Amurang

Manado. Kesimpulan pada skripsi tersebut ditemukan 27 jenis kesalahan

gramatikal bahasa Inggris pada karangan deskriptif siswa. Dari data kesalahan-

kesalahan gramatikal di atas dapat dilihat bahwa dalam proses pembelajaran

siswa mengenai bahasa Inggris masih terdapat banyak kesalahan yang dibuat.

Kesalahan ini biasanya dipengaruhi oleh bahasa pertama atau bahasa ibu yang

diterapkan dalam bahasa kedua dan juga kompetensi siswa dalam menyerap

materi yang diberikan oleh pengajar. Melalui kesalahan-kesalahan yang

didapat bisa menjadi proses evaluasi bagi perkembangan pembelajaran bahasa

Inggris entah itu pada minat belajar siswa atau sistem pembelajaran yang

diterapkan oleh pengajar. Kesalahan-kesalahan gramatikal sering terjadi karena

bahasa Inggris merupakan sebagai bahasa asing bagi siswa-siswa tersebut.

Dari contoh penelitian serupa yang telah dilakukan, penelitian ini

membahas analisis kesalahan gramatika pada karangan bahasa Inggris siswa

kelas bilingual di SMP Muhammadiyah 3 Yogyakarta. Penelitian sebelumnya,

menggunakan mahasiswa sebagai objek penelitian, sedangkan penelitian ini

menggunakan siswa – siswa kelas bilingual di sekolah menengah tingkat

pertama untuk dikaji menjadi objek penelitian. Penulis berasumsi bahwa siswa

– siswi kelas bilingual lebih menguasai bahasa Inggris dibanding kelas reguler.

Dengan demikian, kemampuan berbahasa yang dimiliki oleh siswa kelas

billigual dipandang lebih bagus daripada mahasiswa tingkat pertama yang

belum menguasai bahasa Inggris dengan baik.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya ialah terletak

pada bahasa yang diteliti. Soen-Hee, Min (2009) mengadakan penelitian studi

kasus bahasa Korea sedangkan penelitian Erizal (2005) mengarah pada

kesalahan gramatika bahasa Jepang. Penelitian lain yang telah ada tentang

kesalahan gramatika lebih mengarah pada bidang pendidikan bukan mengacu

pada bidang linguistik sehingga penulis merasa perlu melakukan penelitian

tentang kesalahan gramatika dalam ranah linguistik.

1.6 Landasan Teori

1.6.1 Pemerolehan Bahasa Kedua atau Second Language Acquisition

(SLA)

Gass dan selinker (2008:1) mengemukakan perolehan bahasa

kedua atau second language acquisition (SLA) adalah ilmu tentang

pemerolehan sebuah bahasa yang bukan bahasa utama (non primary);

yang merupakan pemerolehan bahasa selain bahasa ibu. Ilmu yang

mempelajari mengapa kebanyakan pembelajar bahasa kedua tidak dapat

mencapai target pengetahuan dan penguasaan yang sama dalam

memperoleh bahasa kedua mereka yang tidak sebaik seperti

pemerolehan bahasa pertama.

Bahasa kedua bisa disingkat dengan L2. Konteks kedua dalam

perolehan bahasa kedua juga mengacu pada beberapa bahasa yang

dipelajari setelah bahasa ibu baik itu bahasa ketiga, keempat atau bahasa

asing. Sehingga belajar bahasa secara natural atau alami sebagai akibat

tinggal di negara di mana bahasa itu dituturkan atau belajar bahasa

dalam ruang kelas bahasa tersebut digunakan sebagai bahasa pengantar

merupakann bagian dari disiplin ilmu pemerolehan bahasa kedua second

language acquisition (Ellis, 1997:3)

1.6.2 Gramatika

Istilah gramatika berasal dari bahasa Inggris yang berarti tata

bahasa. Kridalaksana (1993:66) mendefinisikan gramatika sebagai sub

sistem dalam organisasi bahasa di mana satuan – satuan bermakna

bergabung untuk membentuk satuan – satuan yang lebih besar. Secara

kasar, gramatika terbagi atas morfologi dan sintaksis. Lewis (1993:8)

mendefiniskan gramatika sebagai rangkaian bentuk kalimat yang di

dalamnya terdapat kata – kata yang sesuai yang bisa ditempatkan, di

samping itu Paulston dan Bruder (1971:1) merumuskan gramatika

sebagai bentuk dan penyusunan kata yang berterima dalam frase dan

kalimat. Sesuai dengan beberapa definisi mengenai gramatika di atas

dapat disimpulkan bahwa gramatika merupakan aturan pembentukan

kalimat yang mencakup dua aspek yaitu aspek pembentukan kata

(morfologi) dan aspek pembentukan kalimat (sintaksis).

1.6.3 Recount Text

Dalam recount text siswa dituntut untuk membangun sebuah teks

yang terorganisasi atau terstruktur yang dirangkai untuk menceriakan

kejadian – kejadian pada masa lalu. Dengan kata lain, siswa

menceritakan kejadian yang dialami kepada orang lain yang dapat

diungkapkan melalui bentuk tulisan yang didalamnya dituliskan

kronologis peristiwa – peristiwa yang terjadi. Recount text adalah jenis

teks yang berisi tentang pengalaman pribadi seseorang yang disampaikan

secara runtut (Fadlun, 2011:98).

Menurut Anderson (1997:48) recount text bertujuan untuk

memberikan gambaran kepada pembaca tentang sebuah peristiwa yang

terjadi menurut waktu dan tempat kejadian yang difokuskan adalah

kejadian yang ditulis secara berurutan. Terdapat tiga jenis recount text,

yaitu (1) personal recount; menceritakan kembali pengamalan di mana

penulis telah terlibat secara langsung, (2) factual recount: menceritakan

kembali kejadian seperti berita dikoran, laporan kecelakaan; dan (3)

imaginative recount: menceritakan peran yang bersifat imajinatif dan

menghubungkan kejadian khayalan (Emilia dkk, 2008:16).

Recount text memiliki tata bahasa alam penulisanya seperti

penggunaan past tense, adverb of sequence time (kata keterangan urutan

waktu) seperti: first, then, next, finally, etc; memakai personal pronoun

(pronominal) seperti: he, we, they, etc (Fadlun: 2011:98).

1.6.4 Analisis Kesalahan

Analisis kesalahan tersebut membandingkan interlanguage

dengan bahasa sasaran dan berbeda dengan analisis konstrastif yang

membandingkan bahasa ibu dan bahasa sasaran. Pateda (1989:35)

menyatakan bahwa analisis kesalahan dimaksudkan supaya pada

pengajar mengetahui kesalahan – kesalahan yang dilakukan oleh para

pembelajar, memperbaiki metode atau teknik pengajarannya, serta

merencakan sistem pengajaran bahasa yang dipelajari dengan baik.

Selain bermanfaat bagi pengajar, pembelajar pun diberikan kesempatan

untuk memahami kesalahan – kesalahan yang sering muncul sehingga

dapat membantu dalam mempelajari bahasa sasaran tersebut.

Ada beberapa kesalahan yang sering dilakukan oleh pembelajar

bahasa yaitu kekeliruan (mistake), kesalahan (error), dan keseleo lidah

(slip of the tounge). Kekeliruan merujuk pada kesalahan performa, di

mana pembelajar bahasa tersebut mengetahui sistemnya tetapi gagal

dalam menggunakannya. Kekeliruan juga diartikan sebagai bentuk –

bentuk bahasa yang tidak benar secara gramatika. Sedangkan kesalahan

adalah hasil dari kompetensi sistematik seseorang (sistem pembelajar

yang tidak tepat). Kekeliruan harus dibedakan secara teliti dari

kesalahan pembelajar bahasa kedua, kejanggalan dalam bahasa

pembelajar bersangkutan merupakan manifestasi langsung sebuah

sistem yang ia jalankan saat itu (Brown, 2007:283). Sebuah kesalahan

tidak bisa dikoreksi sendiri, sedangkan kekeliruan bisa dikoreksi sendiri

jika penyimpangan ditunjukan kepada penutur. Selip lidah atau keseleo

lidah adalah kesalahan yang dilakukan oleh penutur asli yang tidak

disadari. Berdasar teori tersebut fokus penelitian ini adalah kesalahan

gramatika yang dilakukan oleh pembelajar bahasa kedua.

Corder (1973:11) memaparkan tiga alasan pentingnya

pelaksanaan analisis kesalahan. Pertama, hasil analisis kesalahan

berperan penting bagi pembelajar karena dapat mengetahui sejauh

mana tujuan pembelajaran tercapai dan hal-hal yang harus dikerjakan

untuk meningkatkan kualitas hasil pembelajaran. Kedua, dengan hasil

analisis kesalahan, pengajar dapat mengetahui bagaimana pembelajar

mempelajari atau memperoleh bahasa dan strategi atau proses yang

digunakan oleh pembelajar dalam mempelajari bahasa. Ketiga, sebagai

aspek terpenting, analisis kesalahan perlu dilakukan karena dapat

membantu pembelajar dalam mempelajari dan memahami bahasa

melalui kesalahan dan mempelajarinya. Sebuah pembedaan. utama

dilakukan sejak awal antara kesalahan terbuka dan tertutup. Ujaran –

ujaran salah yang terbuka sudah pasti tidak gramatika pada taraf

kalimat. Ujaran salah yang tertutup adalah benar secara gramatika

tetapi tidak ditafsirkan dalam konteks komunikasi (Brown, 2007: 286).

1.6.5 Klasifikasi Tipe Kesalahan

Crystal (1980) seperti yang dikutip oleh Pateda berpendapat

bahwa analisis kesalahan adalah suatu teknik mengidentifikasi,

mengklasifikasi, dan menginterpretasikan secara sistematis kesalahan

bahasa kedua berdasarkan teori linguistik.

Jenis – jenis kesalahan dapat diidentifikasi berdasarkan

klasifikasi yang dibuat oleh Richard (1971) yaitu kesalahan tatabahasa

(syntatical error), kesalahan kosakata (lexical error), kesalahan

morfologi (morfological error). Pada penelitian ini, lebih mengacu

pada kesalahan tata bahasa sehingga penulis menggunaakan teori

comparative taxonomy dari Dulay et al (1981) yaitu penambahan

(additon), pengurangan (ommision), salah formasi (misformation), dan

salah susun (missordering).

1. Penanggalan (omission), penutur bahasa menanggalkan satu atau

lebih unsur-unsur bahasa yang diperlukan dalam suatu frasa atau

kalimat. Akibatnya terjadi penyimpangan konstruksi frasa atau

kalimat.

2. Penambahan (addition), penutur bahasa menambahkan satu atau

lebih unsur-unsur bahasa yang tidak diperlukan dalam suatu frasa

atau kalimat. Akibatnya terjadi penyimpangan konstruksi frasa atau

kalimat.

3. Kesalahbentukan (misformation), penutur membentuk suatu frasa

atau kalimat yang tidak sesuai kaidah bahasa itu. Akibatnya

konstruksi frasa atau kalimat menjadi salah (penyimpangan) kaidah

bahasa.

4. Kesalahurutan (misordering), penutur menyusun atau mengurutkan

unsurunsur bahasa dalam suatu konstruksi frasa atau kalimat di luar

kaidah bahasa itu. Akibatnya frasa atau kalimat itu menyimpang

dari kaidah bahasa.

Richard (1971:173 -174) menggolongkan kesalahan ke dalam

tiga kategoti yaitu interlingual errors, developmental error, dan

intralingual errors. Interlinguial error adalah kesalahan yang terjadi

arena adanya perbedaan bahasa ibu dan bahasa sasaran. Kesalahan itu

sangat bergantung pada sistem bahasa ibu pembelajar. Berbeda dengan

interlingual error tersebut, developmental error dan intralingual errors

terlepas dari pengaruh bahasa ibu pembelajar, tetapi memperlihatkan

kesalahan secara umum dalam pembelajaran bahasa asing.

Berdasarkan taksonomi komparatif, kesalahan dibedakan

menjadi 4 (empat) tataran kesalahan. Berikut adalah keempat jenis

kesalahan berdasarkan taksonomi komparatif:

1. Kesalahan interlingual disebut juga kesalahan interferensi, yakni:

kesalahan yang bersumber (akibat) dari pengaruh bahasa pertama

(B1) terhadap bahasa kedua (B2).

2. Kesalahan intralingual adalah kesalahan akibat perkembangan.

Kesalahan berbahasa bersumber dari penguasaan bahasa kedua (B2)

yang belum memadai.

3. Kesalahan ambigu adalah kesalahan berbahasa yang merefleksikan

kesalahan interlingual dan intralingual. Kesalahan ini diakibatkan

kesalahan pada interlingual dan intralingual.

4. Kesalahan unik adalah kesalahan bahasa yang tidak dapat

dideskripsikan berdasarkan tataran kesalahan interlingual dan

intralingual. Kesalahan ini tidak dapat dilacak dari B1 maupun B2.

Berdasarkan kategori efek komunikasi, kesalahan bahasa dapat

dibedakan menjadi kesalahan lokal dan kesalahan global. Berdasarkan

jenis penyimpangan bahasa, kesalahan lokal adalah kesalahan

konstruksi kalimat yang ditanggalkan (dihilangkan) salah satu

unsurnya. Akibatnya proses komunikasi menjadi terganggu. Adapun

kesalahan global adalah tataran kesalahan bahasa yang menyebabkan

seluruh tuturan atau isi yang dipesankan dalam berkomunikasi, baik

lisan maupun tulis, sehingga tuturan menjadi tidak dapat dipahami.

Kesalahan yang dihasilkan oleh pembelajar bahasa asing bukan hanya

disebabkan oleh interferensi bahasa pertama. Pada tataran tatabahasa,

yaitu morfologi dan sintaksis, kesalahan yang terjadi merupakan

kesalahan intralingual dan kesalahan proses atau kesalahan

keberkembangan dalam bahasa. Dalam analisis kesalahan, dikenal

adanya developmental errors, yaitu kesalahan yang seperti yang

dialami anak kecil ketika mempelajari bahasa pertamanya. Dengan kata

lain, seorang pembelajar bahasa kedua mengalami proses-proses yang

seperti ketika mereka mempelajari bahasa pertama dan menghasilkan

kesalahan-kesalahan umum belajar bahasa.

Berdasarkan pengalamannya dalam pengajaran bahasa Inggris

untuk orang asing, Jack Richards (dalam Parera, 1997: 139)

mengelompokkan kesalahan berbahasa menjadi kesalahan intralingual

dan keprosesan sebagai berikut:

a. Generalisasi berlebih, meliputi fakta dan kebiasaan pembelajar yang

membuat bentuk yang ia tahu dalam bahasa yang dipelajarinya.

b. Ketidaktahuan batas kaidah, meliputi kesalahan pembentukan

kebahasaan yang berdasarkan analogi.

c. Ketaklengkapan penerapan kaidah, meliputi penerapan kaidah

bahasa secara berlebihan atau ketidaklengkapan penerapan kaidah

karena menghindari beban linguistik yang terlalu besar.

Berdasarkan jenis-jenis kesalahan di atas, dapat dibuktikan

bahwa interferensi bahasa pertama bukanlah satu-satunya penyebab

kesalahan. Bahkan, Dulay (1981) menegaskan bahwa pengaruh bahasa

pertama sekali sekali pengaruh bahasa pertama sebagai faktor penyebab

kesalahan. Kesalahan yang disebabkan faktor lingual lebih banyak

disebabkan karena proses psikologi dalam proses pembelajaran bahasa

kedua.

Berdasarkan kategori kesalahan berbahasa yang telah

diklasifikasikan sebelumnya, Dulay (1981) membedakan juga

kesalahan global (global errors) dengan kesalahan lokal (local errors).

Kesalahan global adalah kesalahan yang mempengaruhi keseluruhan

organisasi kalimat dan mempengaruhi proses komunikasi. Kesalahan

ini berhubungan dengan wilayah sintaksis yang luas.

Kesalahan lokal adalah kesalahan yang hanya mempengaruh

elemen-elemen tertentu dalam sebuah kalimat dan tidak terlalu

mengganggu proses penyampaian informasi. Dalam bahasa Inggris,

kesalahan lokal ini termasuk kesalahan yang terjadi pada kata benda,

infleksi kata kerja, artikel, dan kata kerja bantu. Selain itu, ada tipe-tipe

kesalahan yang didasarkan pada perbandingan antara struktur bahasa

kedua dengan tipe-tipe konstruksi tuturan tertentu.

1.6.6 Penyebab Kesalahan

Penyebab kesalahan berbahasa bukan hanya bersumber pada

faktor linguistik, tetapi juga berasal dari faktor nonlinguistik. Perbedaan

sistem antara bahasa ibu dengan bahasa target menimbulkan transfer

negatif sehingga mendorong terjadinya kesalahan. Sebaliknya, pola-

pola yang sama antara dua bahasa akan menimbulkan transfer positif

sehingga mempermudah proses pembelajaran bahasa asing.

Penggunaan bahasa target yang dipaksakan dan masih dalam kondisi

kurang menguasai akan banyak menghasilkan bentuk-bentuk

kebahasaan yang salah dalam proses pemerolehan bahasa kedua.

1.6.7 Interlingual

Istilah interlanguage pertama kali digunakan oleh Selinker pada

tahun 1969 untuk membedakan perspektif mengajar (teaching

perspective) dan perpektif belajar (learning perspective). Ketika peserta

didik mentransformasi dan menghasilkan pola – pola bahasa akibat

aktivitas berlajarnya, pengaruh dari bahasa pertama selalu muncul.

Aktivitas belajar yang menghasilkan pola – pola pada bahasa kedua

yang dipengaruhi oleh bahasa pertama disebut interlingual (Selinker via

Pateda, 1989:73).

Dengan mengobservasi dan mengidentifikasi proses interlingual

sehingga dapat mempelajari proses psikolinguistik yang terbagi dalam

lima proses, antara lain:

a. Transfer bahasa (language transfer)

b. Transfer latihan (language training)

c. Transfer belajar bahasa kedua (strategies od second language

learning)

d. Strategi komunikasi bahasa kedua (strategies of second language

communication)

e. Pemukulrataan materi linguistik bahasa yang sedang dipelajari

(overgeneralization of target language linguistic material)

Proses psikologistik dalam belajar bahasa inilah yang

menyebabkan terjadinya kesalahan dalam memperoleh bahasa target.

Pada proses interlingual inilah kesalaha – kesalahan berbahasa

diproduksi.

1.7 Metode Penelitian

Metode penelitian dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahap penyediaan

data, tahap analisis data, dan tahap penyajian hasil analisis data (Sudaryanto,

1993: 5-7).

Pada tahap penyediaan data dalam penelitian ini diperoleh melalui

metode simak yaitu melalui pengamatan langsung dengan mengumpulkan

karangan bahasa Inggris siswa kelas VIII dan IX bilingual SMP

Muhammadiyah 3 Yogyakarta. Pengamatan dilakukan pada siswa kelas VIII

dan IX bilingual yang mengikuti pembelajar bahasa Inggris di kelas dengan

materi pokok karangan recount dan tata bahasa bentuk lampau di SMP

Muhammadiyah 3 Yogyakarta.

Materi jenis – jenis karangan dalam bahasa Inggris telah diajarkan oleh

guru bahasa Inggris sejak kelas VI hingga kelas IX. Penggunaan pola kalimat

lampau juga telah diajarkan pada awal kelas. Pemilihan informan pada siswa

kelas VIII dan IX bilingual ini didasarkan atas asumsi bahwa siswa kelas VIII

dan IX bilingual telah menguasai bahasa Inggris lebih baik dari pada kelas

regular karena bahasa pengantar dalam pengajaran dikelas bilingual

menggunakan bahasa Inggris kecuali beberapa pelajaran tertentu seperti bahasa

Jawa dan bahasa Indonesia. Oleh karena itu, mereka dianggap telah dapat

menggunakan bahasa Inggris dengan baik untuk kegiatan pembelajaran

maupun komunikasi sehari – hari.

Data dalam penelitian ini merupakan karangan yang ditulis oleh 80

orang siswa kelas VIII dan IX bilingual di SMP Muhammadiyah 3 Yogyakarta

pada mata pelajaran bahasa Inggris dengan materi pembelajaran menulis

karangan recount. Kumpulan karangan tersebut merupakan hasil tugas menulis

cerita pendek dengan topik yang sudah ditentukan oleh pengajar yaitu holiday.

Karangan tersebut berjumlah jumlah 80 karangan. Jumlah kalimat yang

diambil untuk data penelitan adalah 318 kalimat. Sedangkan kalimat yang

dianalisis dalam penelian ini berjumlah 90 kalimat. Kesalahan pada segi

gramatika yang terdapat pada data tersebut kemudian diklasifikasikan menurut

surface strategy taxonomy.

Data mengenai penyebab – penyebab kesalahan diperoleh dari

pengamatan terhadap data karangan bahasa Inggris yang dibuat oleh siswa

kelas bilingual. Untuk menambah keakuratan data, penulis melakukan

pengamatan pada data pendukung yaitu tugas – tugas bahasa Inggris siswa

kelas bilingual. Dengan demikian, peneliti dapat mengetahui kekurangan dan

kelebihan setiap siswa dalam segi penguasaan gramatikanya serta dapat

mengetahui kesalahan gramatika yang sering dilakukan oleh siswa kelas

bilingual. Objek dalam penelitian ini adalah kesalahan – kesalahan gramatika

dalam karangan bahasa Inggris siswa kelas VIII dan IX bilingual di SMP

Muhammadiyah 3 Yogyakarta.

Pada tahap analisis data, penelitian ini dianalisis secara kualitatif dan

kuantitatif dengan cara mengelompokan bentuk – bentuk kesalahan gramatika

dalam kartu kemudian menganalisisnya. Bentuk – bentuk kesalahan dianalisis

berdasarkan tataranya dalam segi gramatika. Setelah itu, hasil pengelompokan

bentuk – bentuk kesalahan pada segi gramatika tersebut dihubungkan dengan

penyebab – penyebab kesalahan sehingga dapat diketahui bagaimana

terjadinya kesalahan - kesalahan tersebut. Dalam satu karangan siswa di ambil

beberapa kalimat yang memuat kesalahan gramatika, kemudian dipilah

menurut klasifikasi kesalahan gramatika tersebut. Setelah itu kalimat yang

memiliki kesalahan gramatika dianalisis menurut jenis kesalahan gramatika.

Hasil penelitian ini akan disajikan secara deskriptif. Data pada penelitian

ini akan disajikan menggunakan tabel yang telah diklasifikasikan menurut

jenis kesalahan. Hasil penelitian juga disajikan dalam tabel persentase

kesalahan pada tiap – tipa klasifikasi tipe kesalahan gramatika. Pada

penomeran data sesuai dengan urutan data yang menjadi data sampel yang di

analisis. Sedangkan penomeran data penelitian sesual dengan klasifikasi data

secara keseluruhan serta menggunakan huruf (a) kecil sebagai tanda

pembetulan kesalahan pada karangan bahasa Inggris siswa oleh peneliti.

Peletakan tanda asterik (*) sebagai tanda adanya kesalahan gramatika pada

sebuah kalimat.

1.8 Sistematika Penyajian

Laporan penelitian ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai

berikut supaya pemahaman terhadap kajian ini menjadi lebih terarah. Bab I

berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan

sistematika penyajian. Bab II mendeskripsikan bentuk-bentuk kesalahan

berbahasa pada tataran gramatika oleh pembelajar bahasa Inggris kelas

bilingual. Bab III menjelaskan penyebab-penyebab kesalahan berbahasa pada

tataran gramatika. Terakhir, bab IV berupa penutup yang berisi kesimpulan

dan saran.