BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86774/potongan/S2...2 BAB...

21
2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahasa adalah komponen terpenting dalam komunikasi manusia. Dengan bahasa, manusia bisa saling mentransfer serta menginterpretasikan pemikirannya dengan sesamanya. Menurut Oka (1994:1), manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan bahasa sebagai salah satu alat primer dalam pembentukan masyarakat. Hal itu dapat berarti bahwa bahasa memiliki hubungan yang erat dengan kebudayan. Ini sesuai dengan pengertian bahasa yang disampaikan oleh Silzer (dalam Chaer dan Leonie, 2010: 168) bahwa bahasa dan kebudayaan merupakan dua buah fenomena yang terikat bagai dua anak kembar siam, atau sekeping mata uang, yang pada satu sisi berupa sistem bahasa dan pada sistem yang lain adalah sistem budaya, sehingga apa yang tampak dalam budaya akan tercermin dalam bahasa, begitupula sebaliknya. Di samping itu, melalui bahasa, manusia dapat mengidentifikasi segala sesuatu yang ada di lingkungannya. Ia dapat menandai segala yang ada di sekitarnya menggunakan leksikon atau kata-kata. Leksikon ini sangat berguna untuk menandai segala sesuatu yang dikenal manusia, baik sesuatu yang konkret, maupun yang abstrak. Menurut Kridhalaksana (2011: 142), leksikon diartikan sebagai komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86774/potongan/S2...2 BAB...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86774/potongan/S2...2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahasa adalah komponen terpenting dalam komunikasi

2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Bahasa adalah komponen terpenting dalam komunikasi manusia. Dengan

bahasa, manusia bisa saling mentransfer serta menginterpretasikan pemikirannya

dengan sesamanya. Menurut Oka (1994:1), manusia sebagai makhluk sosial selalu

membutuhkan bahasa sebagai salah satu alat primer dalam pembentukan

masyarakat. Hal itu dapat berarti bahwa bahasa memiliki hubungan yang erat

dengan kebudayan. Ini sesuai dengan pengertian bahasa yang disampaikan oleh

Silzer (dalam Chaer dan Leonie, 2010: 168) bahwa bahasa dan kebudayaan

merupakan dua buah fenomena yang terikat bagai dua anak kembar siam, atau

sekeping mata uang, yang pada satu sisi berupa sistem bahasa dan pada sistem

yang lain adalah sistem budaya, sehingga apa yang tampak dalam budaya akan

tercermin dalam bahasa, begitupula sebaliknya.

Di samping itu, melalui bahasa, manusia dapat mengidentifikasi segala

sesuatu yang ada di lingkungannya. Ia dapat menandai segala yang ada di

sekitarnya menggunakan leksikon atau kata-kata. Leksikon ini sangat berguna

untuk menandai segala sesuatu yang dikenal manusia, baik sesuatu yang konkret,

maupun yang abstrak.

Menurut Kridhalaksana (2011: 142), leksikon diartikan sebagai komponen

bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam

bahasa.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86774/potongan/S2...2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahasa adalah komponen terpenting dalam komunikasi

3

Bahasa Indonesia memiliki kekayaan di bidang leksikon. Leksikon-leksikon

tersebut tidak hanya merujuk kepada segala hal yang konkret, akan tetapi ada

kalanya, leksikon digunakan untuk merujuk pada hal-hal yang abstrak, yang tidak

dapat dijangkau dengan pandangan manusia. Salah satu leksikon yang referennya

berwujud abstrak yakni leksikon makhluk halus, khususnya hantu.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat yang ditulis oleh Tim

Penyusun dari Pusat Bahasa (2008: 863), yang selanjutnya akan ditulis dengan

KBBI, makhluk halus diartikan sebagai makhluk yang dianggap hidup di alam

gaib yang berada di luar alam fisik (misalnya: setan, jin). Dikatakan halus, karena

makhluk ini tidak kasat mata, sehingga tidak ada perwujudan konkret dari bentuk

makhluk tersebut.

Selain itu, tidak semua orang dapat melihat wujud makhluk tersebut,

sehingga melalui bahasa, khususnya leksikon tentang makhluk halus, dapat

menandai wujud makhluk halus, sehingga menjadi lebih konkret dan dapat

dibayangkan oleh akal manusia yang tidak dapat melihatnya secara langsung.

Sejak jaman dahulu hingga jaman modern seperti saat ini, kepercayaan

terhadap adanya makhluk halus ataupun hantu, tetap ada dalam masyarakat.

Bahkan di dalam masing-masing kepercayaan (agama), juga disebutkan

keterangan tentang kepercayaan akan adanya makhluk halus ini. Dalam agama

Islam, misalnya, makhluk halus dipercayai benar-benar ada. Mempercayai tentang

adanya makhluk halus atau makhluk gaib termasuk ciri mukmin yang bertakwa

kepada Allah.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86774/potongan/S2...2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahasa adalah komponen terpenting dalam komunikasi

4

Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam kitab suci al-Quran, yang

berbunyi: “Al-Quran itu tiada keraguan padanya, menjadi petunjuk bagi mereka

yang bertakwa, yaitu mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan

sembahyang, dan menggunakan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada

mereka” (Q.S. Al-Baqarah: 2-4).

Selain itu, ada beberapa nama dalam masing-masing agama untuk menyebut

jenis-jenis makhluk halus. Dalam Islam, misalnya, dikenal istilah jin, setan, iblis,

malaikat. Sementara itu, Lucifer adalah salah satu nama setan yang dikenal oleh

umat Kristen. Nama lain untuk setan yang ditemukan dalam Perjanjian Baru

adalah Ba’alzabul (Shihab, 2007:132).

Di samping itu, kisah tentang makhluk halus telah menjadi mitos yang

dipercayai masyarakat. Masyarakat kita, utamanya, telah mengenal makhluk halus

secara turun-temurun. Dalam sejarah, diceritakan bahwa nenek moyang kita

seringkali menggunakan bantuan makhluk halus.

Ini terbukti, misalnya, dalam cerita legenda Candi Prambanan yang telah

menjadi cerita turun-temurun di kalangan masyarakat Indonesia. Dalam legenda

ini, dikisahkan bahwa Bandung Bondowoso diminta oleh Roro Jonggrang

menciptakan candi dalam satu malam. Masyarakat percaya, bahwa hal ini hanya

bisa diwujudkan dengan bantuan makhluk halus.

Selain itu, ada juga kisah legendaris tentang sang penguasa laut selatan yang

konon berpakaian serba hijau, Nyi Roro Kidul, yang untuk menghormatinya

dilakukan upacara larung sesaji yaitu melarungkan hasil panen masyarakat ke laut

selatan sebagai luapan rasa syukur dan harapan keselamatan.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86774/potongan/S2...2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahasa adalah komponen terpenting dalam komunikasi

5

Sementara itu, hantu (KBBI, 2008: 480) adalah roh jahat (yg dianggap

terdapat di tempat-tempat tertentu). Sama halnya dengan makhluk halus, hantu

juga merupakan makhluk yang tidak kasat mata. Genderuwo, kuntilanak, dan

tuyul adalah contoh leksikon yang menandai jenis hantu. Selain itu, di Bali,

adapula Leak dan Rangda yakni jenis hantu yang dipercayai keberadaannya oleh

masyarakat, dan menjadi cerita yang turun-temurun.

Tidak semua orang dapat melihat wujud hantu, bahkan orang yang

mempercayai keberadaan hantu, belum tentu pernah melihat wujud hantu secara

langsung. Kalaupun ada yang „mengaku‟ dapat melihat perwujudannya, bisa jadi

pengakuan antara pihak yang satu dengan yang lain terdapat perbedaan dan tidak

dapat dibuktikan secara ilmiah. Akan tetapi, merujuk dari keterangan pihak-pihak

yang mengaku dapat menyaksikan wujud hantu atau makhluk halus yang lain

tersebut, kemudian diperoleh gambaran umum yang diwujudkan melalui leksikon-

leksikon, baik yang menerangkan perwujudan hantu, maupun yang pada akhirnya

digunakan untuk menamai jenis hantu tertentu.

Dalam hal ini, bahasa melalui leksikon-leksikon tentang hantu adalah

perantara yang tepat untuk mewujudkan konsep hantu yang semula hanya ada

dalam pikiran, menjadi dapat didespripsikan menjadi lebih konkret. Dengan

adanya leksikon-leksikon tentang hantu tersebut, juga dapat ditarik simpulan

mengenai kognisi masyarakat mengenai hantu, yaitu gambaran apa yang ada

dalam pikiran masyarakat mengenai hantu, sekalipun dalam kenyataannya mereka

belum pernah melihat wujud hantu secara langsung.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86774/potongan/S2...2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahasa adalah komponen terpenting dalam komunikasi

6

Istilah-istilah mengenai hantu tidak muncul secara mendadak, akan tetapi

karena kepercayaan masyarakat terhadap makhluk-makhluk tersebut memang

sangat tinggi. Menurut Shihab (2007: 15), jauh sebelum mengenal agama-agama

besar, bahkan sejak masa awal sejarah kemanusiaan, kepercayaan tentang

makhluk halus telah ada. Dalam kepercayaan mereka, makhluk itu bermacam-

macam, ada yang tidak dapat dilihat sama sekali, ada yang menampakkan dirinya

pada orang-orang tertentu melalui mantra atau jimat, dan ada juga yang merasuk

pada sesuatu sehingga siapapun berkesempatan melihatnya.

Shihab (2007:17) menyebut bahwa pertanyaan mengenai mengapa manusia

sejak dahulu hingga kini percaya tentang adanya makhluk halus, juga sudah coba

dijawab oleh para peneliti, namun upaya tersebut belum juga tuntas. Ada yang

berpendapat bahwa kepercayaan tersebut lahir dari manusia primitive akibat

mimpi-mimpi yang dialaminya, sementara yang lain berpendapat bahwa

kepercayaan tentang adanya makhluk halus lahir dari keyakinan terhadap adanya

ruh bagi segala sesuatu yang ada di alam raya ini, walaupun secara lahiriah

kelihatan tidak hidup.

Selain itu, Shihab (2007: 18) menambahkan bahwa faktor bahasa ikut

mengukuhkan hal ini, yakni melalui adanya bahasa yang kaya dan miskin akan

kosakata. bahasa yang miskin pun mengenal makna hakiki dan metafora. Apabila

seseorang mendengar kata “ibu pertiwi”, boleh jadi ia menduga bahwa bumi

adalah ibunya karena pertiwi antara lain bermakna bumi, atau ia menduga bahwa

ada dewi di bumi ini atau pada setiap yang berwujud. Ini karena pertiwi juga

berarti dewi yang menguasai bumi.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86774/potongan/S2...2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahasa adalah komponen terpenting dalam komunikasi

7

Kepercayaan terhadap makhluk halus ataupun hantu terbukti melalui

banyaknya ritual yang dilakukan. Ada ritual khusus untuk mengundang hantu,

maupun ritual khusus untuk meminta pertolongan hantu yang ditandai dengan

memberi sesaji-sesaji yang disertai mantra-mantra khusus. Belum lagi, dengan

adanya kepercayaan masyarakat terhadap dukun atau paranormal yang dianggap

sebagai sosok yang memahami dunia perhantuan. Hal ini terbukti dari masih

banyaknya praktik perdukunan yang ramai didatangi masyarakat.

Dari sisi bahasa, kepercayaan masyarakat terhadap hantu juga dapat terbukti

dari banyaknya leksikon mengenai hantu yang dikenal dan dipercayai

keberadaannya oleh masyarakat. Perbedaan budaya dapat mengakibatkan

perbedaan konsep maupun jenis leksikon hantu yang ada di setiap daerah. Hantu

pocong, misalnya, sangat khas dan hanya ada di wilayah Nusantara dan Melayu.

Hantu ini tidak dikenal di Amerika atau Eropa, di sana lebih dikenal hantu

semacam vampire, dracula atau zombie.

Sementara itu, setiap leksikon hantu memiliki wujud fisik yang khas.

Misalnya, leksikon hantu kuntilanak, diyakini memiliki wujud berupa sosok

wanita cantik berpakaian putih dengan tawa cekikikan yang khas, sementara tuyul

berwujud anak-anak berkepala gundul dan suka mencuri uang.

Dalam pandangan agama, istilah hantu yang dikenal berbeda jenisnya

dengan yang dipercayai dalam kebudayaan masyarakat. Dalam Islam, misalnya,

lebih dikenal jenis makhluk halus semisal malaikat, jin, syetan, dan sebagainya

(Shihab, 2007). Sementara itu dalam budaya masyarakat lebih dikenal istilah

siluman, lelembut, dan berbagai macam jenis hantu (Zein, 2014). Khusus dalam

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86774/potongan/S2...2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahasa adalah komponen terpenting dalam komunikasi

8

penelitian ini, penulis akan mencoba mengangkat leksikon mengenai hantu yang

banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia secara umum, yang sumbernya

diperoleh dari sumber tertulis seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),

kamus Tesaurus Bahasa Indonesia (TBI), serta beberapa rujukan lain seperti film

dan buku-buku tentang hantu untuk menambah kevalidan data. Pada salah satu

bab juga akan dibahas mengenai perbedaan pandangan mengenai leksikon hantu

secara agama maupun budaya, serta bagaimana gambaran yang ada dalam pikiran

masyarakat Indonesia terhadap leksikon hantu melalui ungkapan-ungkapan atau

istilah-istilah yang digunakan.

Tentu menjadi sangat menarik untuk mengetahui alasan di balik semua

perbedaan tersebut, serta mengetahui kaitannya dengan kebudayaan masyarakat.

Di samping itu, hantu sebagai mitos dalam masyarakat juga merupakan salah satu

aset budaya bangsa yang telah ada dan dikenal sejak jaman nenek moyang bangsa

Indonesia. Dengan berdasar pada alasan tersebut, maka penelitian ini

dimaksudkan untuk menambah khasanah kebudayaan dan kebahasaan mengenai

hantu yang selama ini belum begitu banyak dibahas secara mendalam.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1) Apa saja leksikon hantu dalam bahasa Indonesia?

2) Bagaimana klasifikasi leksikon hantu dalam bahasa Indonesia?

3) Bagaimana kognisi orang Indonesia dalam memikirkan tentang hantu?

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86774/potongan/S2...2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahasa adalah komponen terpenting dalam komunikasi

9

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Sesuai rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1) Menginventarisasi dan mendeskripsikan leksikon hantu dalam bahasa

Indonesia.

2) Mengklasifikasikan leksikon hantu dalam bahasa Indonesia.

3) Mendeskripsikan kognisi orang Indonesia dalam memikirkan tentang

hantu.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Secara teoretis, penelitian harus bermanfaat bagi ilmu pengetahuan,

sedangkan secara praktis, penelitian harus bermanfaat bagi kepentingan negara/

masyarakat. Untuk itu, manfaat yang dapat diharapkan dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat Teoretis

Secara teoretis, dengan adanya penelitian ini diharap dapat memberi

manfaat dalam ilmu linguistik, khususnya yang berkaitan dengan kebudayaan.

Dalam hal ini yaitu teori-teori dalam ranah linguistik antropologis, sekaligus

untuk menambah pengetahuan mengenai kebudayaan yang berkaitan dengan

leksikon hantu.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86774/potongan/S2...2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahasa adalah komponen terpenting dalam komunikasi

10

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain:

1) sebagai salah satu usaha pelestarian bahasa dan budaya yang merupakan

kearifan lokal bangsa Indonesia, 2) sebagai bentuk pendokumentasian mengenai

leksikon hantu yang ada di Indonesia, yang dapat dimanfaatkan dalam

penyusunan kamus dan ensiklopedi, serta 3) sebagai acuan bagi penelitian-

penelitian lain yang sejenis.

1.5 TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian maupun tulisan terdahulu mengenai hantu sudah pernah

dilakukan. Akan tetapi, penelitian/tulisan tersebut kebanyakan membahas

mengenai hantu bukan dari segi kebahasaan. Penelitian terdahulu mengenai hantu

di antaranya pernah dilakukan oleh Ahmadi (2012) tentang “Legenda Hantu

Kampus di Surabaya: Kajian Folklor Hantu (Ghostlore) Kontemporer”,

Golodstein (2007) tentang Haunting Experiences: Ghost in Contemporary

Folklore, Geerts (1960) yang dituangkan dalam bukunya “Religion of Java”, dan

Koven (2008) tentang “Film, Folklore, & Urban Legend”.

Penelitian yang dilakukan Ahmadi (2012) menghasilkan jenis dan pola

(pattern) tipologis hantu kampus di Surabaya. Penelitian ini dilakukan pada 7

kampus di Surabaya dan dikaji menggunakan kajian folklor hantu (Ghostlore).

Penelitian Goldstein (2007) membandingkan antara hantu tradisional

dengan hantu modern, yang di dalamnya di antaranya membahas tentang

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86774/potongan/S2...2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahasa adalah komponen terpenting dalam komunikasi

11

“kegunaan hantu” untuk meningkatkan pemahaman antara kedua alam—yakni

alam supranatural dengan pandangan dan budaya kita, “gender dan hantu”, serta

“komodifikasi kepercayaan” terhadap hantu yaitu bahwa adanya kepercayaan

terhadap hantu dapat menghasilkan keuntungan semisal melalui wisata hantu,

promosi penjualan real estate angker, dan sebagainya.

Penelitian yang dilakukan Geertz (1960) yang dituangkan dalam bukunya

Religion of Java yang juga diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul

Agama Jawa, dilakukan di Mojokuto (Mojokerto) Jawa Timur yang di antaranya

membagi kelompok hantu di Jawa ke dalam 3 golongan, yaitu jenis

memedi,lelembut, dan tuyul. Penelitian ini menggunakan tinjauan antropologi,

meskipun di kalangan antropolog Indonesia sendiri penelitian Geertz ini

menimbulkan perdebatan.

Penelitian Koven (2008) yang dituangkan dalam bukunya film, folklore, &

urban legend dilakukan dengan meneliti film-film Hollywood di antaranya film

Alligator, Candyman, The Curve, Dead Man on Campus, I Know What You Did

Last Summer, Urban Legend, Weekend at Bernie's, The Wicker Man, dan lain-

lain. Dibagi menjadi 5 bagian, penelitian Koven ini berfokus pada studi tentang

urban legend dan bagaimana narasi ini digunakan sebagai inspirasi dalam

sejumlah film.

Sementara itu, tulisan mengenai hantu juga banyak ditemukan. Tulisan-

tulisan tersebut di antaranya adalah tulisan yang meninjau hantu dari segi ilmu

budaya (termasuk folklore), seperti tulisan Endraswara (2004) tentang Dunia

hantu orang Jawa, Ahmadi (2014) tentang Literasi hantu sungai dalam sastra

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86774/potongan/S2...2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahasa adalah komponen terpenting dalam komunikasi

12

lisan Jawa Timur; maupun yang meninjau hantu dari segi ilmu agama seperti

Shihab (2007) tentang Jin, Iblis, Setan, dan Malaikat: Yang Tersembunyi, serta

Basalamah (1993) tentang Manusia dan Alam Gaib.

Selain itu, ditemukan pula penelitian lain yang walaupun tidak meneliti

tentang leksikon hantu akan tetapi dapat dijadikan sebagai acuan, karena dianggap

sejenis serta memiliki beberapa kesamaan, di antaranya penelitian tersebut di

dalamnya terkandung analisis leksikon serta analisis menggunakan kajian

etnolinguistik/ linguistik antropologis. Penelitian-penelitian tersebut antara lain;

penelitian berupa skripsi oleh Dhimas Damarwarih (2014) mengenai “Leksikon

Warna dalam Bahasa Indonesia”, penelitian berupa tesis oleh Nur Fatehah (2008)

tentang “Leksikon Perbatikan di Pekalongan (Kajian Etnolinguistik)”, tesis oleh

Novita Purnaningsih (2014) mengenai “Jargon Wartawan : Leksikon Khas

Cermin Kehidupan Profesi Jurnalis”, tesis oleh Nuril Hidayah (2011) mengenai

“Leksikon untuk Perempuan Berdasarkan Ciri-ciri Fisiknya dalam Bahasa

Arab”, tesis oleh Rina Susanti (2009) mengenai “Leksikon tentang Lelaki dan

Perempuan dalam Bahasa Arab: Kajian Etnosemantik”, dan penelitian berupa

tesis oleh Arif Humaini (2007) mengenai “Leksikon Unta dalam Bahasa Arab

Kajian Etnosemantik”. Sementara itu, penelitian yang berupa disertasi dilakukan

oleh Suhandano (2004) mengenai “Klasifikasi Tumbuh-Tumbuhan dalam Bahasa

Jawa (Sebuah Kajian Linguistik Antropologis)”.

Penelitian yang dilakukan Dimas Damarwarih (2014) bertujuan untuk

mendeskripsikan bentuk-bentuk leksikon warna, klasifikasi warna dalam objek

tertentu, serta penggunaannya dalam idiom. Teori analisis data yang digunakan

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86774/potongan/S2...2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahasa adalah komponen terpenting dalam komunikasi

13

dalam penelitian tersebut adalah teori medan makna dan teori warna dasar

menurut Berlin dan Kay. Perbedaannya dengan penelitian ini yaitu terletak pada

data yang digunakan, serta teori analisis data.

Penelitian berupa tesis yang dilakukan oleh Nur Fatehah (2008) tentang

“Leksikon Perbatikan di Pekalongan (Kajian Etnolinguistik)” ini memiliki tiga

tujuan, yaitu 1. Mengklasifikasikan dan mendeskripsikan leksikon perbatikan di

Pekalongan, 2. Mengungkap fungsi leksikon perbatikan di Pekalongan, dan 3.

Menjelaskan cerminan gejala kebudayaan yang muncul berdasarkan leksikon

perbatikan yang diuraikan pada poin sebelumnya. Perbedaannya dengan penelitian

tentang leksikon hantu ini terletak pada objek penelitian serta rumusan masalah,

sehingga kedua penelitian ini akan menghasilkan tujuan yang berbeda.

Selain itu, ada pula penelitian berupa tesis oleh Novita Purnaningsih (2014)

mengenai “Jargon Wartawan : Leksikon Khas Cermin Kehidupan Profesi

Jurnalis”. Walaupun penelitian ini masih sama-sama membahas mengenai

leksikon, akan tetapi penelitian ini berbeda dengan penelitian tentang leksikon

hantu yang akan dilakukan, sebab penelitian ini menggunakan teori

sosiolinguistik, berbeda dengan penelitian leksikon hantu yang akan dikaji secara

linguistik antropologis.

Penelitian berupa tesis oleh Nuril Hidayah (2011) mengenai “Leksikon

untuk Perempuan Berdasarkan Ciri-ciri Fisiknya dalam Bahasa Arab” ini

bertujuan untuk mendaftar dan mendeskripsikan leksikon perempuan berdasarkan

ciri-ciri fisiknya dalam bahasa Arab, mengungkap fitur-fitur pembeda antara unit-

unit leksikal, serta mengungkap pengaruh faktor budaya dan bahasa terhadap

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86774/potongan/S2...2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahasa adalah komponen terpenting dalam komunikasi

14

keragaman leksikon tersebut.

Selain itu, tesis oleh Rina Susanti (2009) mengenai “Leksikon tentang

Lelaki dan Perempuan dalam Bahasa Arab: Kajian Etnosemantik” bertujuan

untuk memahami pandangan budaya masyarakat Arab terhadap keberadaan lelaki

dan perempuan berdasarkan keberadaan leksikon-leksikonnya.

Penelitian berupa tesis oleh Arif Humaini (2007) mengenai “Leksikon Unta

dalam Bahasa Arab Kajian Etnosemantik” bertujuan untuk mengetahui peranan

dan pengaruh pemakaian leksikon untuk unta, serta mengetahui alasan banyaknya

leksikon untuk unta dalam bahasa Arab. Penelitian ini dan penelitian tentang

leksikon hantu yang akan dilakukan, memiliki kesamaan yakni sama-sama

menganalisis tentang leksikon, hanya saja penelitian ini menggunakan

etnosemantik, sementara analisis leksikon hantu menggunakan teori linguistik

antropologis.

Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Suhandano (2004) berupa

disertasi mengenai “Klasifikasi Tumbuh-Tumbuhan dalam Bahasa Jawa (Sebuah

Kajian Linguistik Antropologis)” merupakan penelitian yang sangat kompleks. Di

dalamnya, dijelaskan mengenai klasifikasi tanaman secara lengkap, baik

menggunakan taksonomi tumbuh-tumbuhan,maupun klasifikasi secara bahasa.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penutur bahasa jawa

mengklasifikasikan tumbuh-tumbuhan di sekitarnya sebagaimana tercermin dalam

bahasa mereka dan menafsirkan pandangan budaya yang melatarbelakangi

pengklasifikasian tersebut, di samping juga untuk mengetahui kesesuaian prinsip

umum klasifikasi Berlin (1973) pada bahasa Jawa.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86774/potongan/S2...2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahasa adalah komponen terpenting dalam komunikasi

15

Berdasarkan pemaparan di atas, diketahui bahwa kajian linguistik

antropologis mengenai leksikon hantu dalam bahasa Indonesia ini belum pernah

dilakukan sebelumnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini berbeda

dengan kajian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini membahas tentang

jenis-jenis leksikon hantu berdasarkan klasifikasi yang dilakukan dengan melihat

dari sisi kebahasaan. Di samping itu, penelitian ini juga membahas tentang citra

leksikon hantu dalam masyakat Indonesia, yaitu mengenai cara berpikir atau

gambaran yang ada dalam pikiran masyarakat Indonesia dalam memikirkan hantu.

1.6 KERANGKA TEORI

Menurut Kridhalaksana (2011: 142), leksikon diartikan sebagai komponen

bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam

bahasa. Tidak semua kata atau leksem memiliki acuan konkret di dunia nyata.

Misalnya leksem <agama>, <cinta>, <kebudayaan>, dan <hantu>. Leksem-

leksem tersebut tidak dapat ditampilkan referennya secara konkret.

Penelitian tentang leksikon umumnya tercakup dalam teori semantik

leksikal. Menurut Parera (2004: 44), semantik adalah suatu studi dan analisis

tentang makna-makna linguistik. Menurut Chaer (2002: 60), leksikal adalah

bentuk ajektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon (kosa kata). Jadi,

semantik leksikal menyelidiki makna yang terdapat dalam leksem dari bahasa

tersebut (makna leksikal). Menurut Pateda (2001: 74), semantik leksikal berfokus

pada pembahasan sistem makna yang terdapat dalam kata.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86774/potongan/S2...2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahasa adalah komponen terpenting dalam komunikasi

16

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, leksikon hantu memiliki

berbagai macam istilah dalam bahasa yang satu dengan bahasa yang lain. Istilah

hantu vampire di Amerika, berbeda dengan hantu vampire di China, lebih berbeda

lagi dengan hantu pocong di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan perbedaan

kebudayaan serta cara pandang penuturnya dalam menafsirkan fenomena hantu di

sekelilingnya.

Penafsiran manusia terhadap lingkungannya dapat dicerminkan melalui

bahasa. Para ahli pun telah sepakat tentang hal ini. Hipotesis Sapir-Whorf atau

teori relativitas bahasa menyatakan bahwa bahasa membentuk cara pandang

penuturnya terhadap dunia. Edward Sapir berpandangan bahwa bahasa, budaya

dan personalitas adalah paduan yang utuh. Sementara itu, kajian Benjamin Lee

Whorf tentang bahasa Hopi melahirkan teori relativitas. Dalam teori relativitas,

gramatika, dan kategori semantik dari setiap bahasa digunakan sebagai sebuah

instrumen untuk mengomunikasikan pikiran manusia, bentuk ide, dan program

aktivitas mental. Ia mengungkapkan bahwa tanda yang pasti dari perilaku

seringkali ditampakkan dari analogi bentuk linguistik, tempat situasi tutur, dan

untuk tataran tertentu dianalisis dan diklasifikasi, secara tidak sadar terbentuk

dalam perilaku bahasa sebuah kelompok (Whorf, 1956: 137). Pandangan Sapir

Whorf tersebut juga dikutip dalam Duranti sebagai berikut:

This intuition was later modified by Sapir and by Whorf who argued that if

a language encodes a particular experience of the world, its use might

predispose its speakers to see the world according to the experience

encoded in it. (Duranti, 1997: 56).

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86774/potongan/S2...2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahasa adalah komponen terpenting dalam komunikasi

17

Hal tersebut juga sesuai pendapat Wierzbicka (1992: 7), bahwa bahasa

mencerminkan penafsiran manusia terhadap dunia. Apabila dikaitkan dengan

dunia makhluk halus, dalam hal ini khususnya dunia hantu, dapat dikatakan

bahwa penutur bahasa Indonesia dalam memikirkan mengenai hantu dapat dilihat

dari bahasanya. Dalam penelitian ini, bagian bahasa yang menjadi acuan dalam

memikirkan hantu adalah kosakata atau leksikonnya, yaitu leksikon yang

berkaitan dengan dunia hantu atau leksikon hantu, bukan hanya melulu berfokus

pada tata bahasanya saja.

Mengingat kaitan antara leksikon hantu dengan kebudayaan yang

melatarbelakangi cara pandang penuturnya, maka analisis tentang leksikon lebih

tepat menggunakan teori bahasa yang berkaitan dengan kebudayaan. Hal ini

berguna dalam upaya untuk mengungkapkan budaya penuturnya.

Mengadopsi pendapat Levi-Strauss dalam Ahimsa-Putra (2006: 99), ada

banyak kesamaan antara ilmu bahasa (linguistik) dengan ilmu budaya

(antropologi) dalam hal ciri dan sifat obyek yang dikaji. Salah satu gejala budaya

yang sangat banyak persamaannya dengan gejala bahasa adalah mitos atau myth.

Ini sama halnya dengan leksikon hantu yang merupakan mitos yang diperacayai

masyarakat Indonesia.

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah, yang

merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi/akal), yaitu hal-hal yang berkaitan

dengan budi dan akal manusia (Koentjaraningrat, 2009: 144). Ada berbagai teori

yang dikemukakan oleh para linguis mengenai hubungan antara bahasa dan

kebudayaan.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86774/potongan/S2...2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahasa adalah komponen terpenting dalam komunikasi

18

Di Amerika, ilmu yang mengkaji masalah ini dinamakan antropologi

linguistik atau disebut juga linguistik antropologis yang dipelopori oleh Franz

Boas, sedangkan di Eropa digunakan istilah etnolinguistik (Duranti, 1997). Pada

dasarnya, antropologi linguistik, linguistik antropologis dan etnolinguistik

memiliki kesamaan. Menurut Foley (1997), etnolinguistik atau linguistik

antropologis adalah disiplin ilmu yang bersifat interpretatif , yang secara lebih

jauh mengkaji bahasa untuk menemukan pemahaman budaya. Oleh karena itu,

penggunaan kajian antropologi linguistik ini sangat cocok untuk mengkaji

leksikon hantu yang ditinjau dari sisi kebahasaannya, serta menginterpretasikan

pemikiran masyarakat mengenai leksikon hantu tersebut guna memperoleh

pemahaman budaya yang ada dalam masyarakat.

Dalam kaitannya dengan analisis leksikon hantu dalam bahasa Indonesia

ini, teori yang dirasa tepat antara lain teori etnolinguistik yang menghubungkan

antara bahasa dan budaya. Sementara itu, yang dimaksud dengan kosakata atau

leksikon dunia hantu di sini mencakup pengertian yang luas, tidak hanya kata,

tetapi juga bentuk-bentuk bahasa yang lain yang mengandung informasi yang

berkaitan dengan dunia perhantuan.

1.7 METODE PENELITIAN

Menurut Moleong (2002: 13), metode adalah cara yang teratur dan terpikir

baik-baik untuk mencapai maksud; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan

pelaksanaan kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu. Teknik adalah jabaran

metode yang sesuai dengan alat dan sifat alat.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86774/potongan/S2...2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahasa adalah komponen terpenting dalam komunikasi

19

Penelitian ini adalah penelitian bahasa yang berkaitan dengan budaya.

Menurut Mathiot (dalam Suhandano, 2004) berkaitan dengan metodologi dalam

penelitian bahasa dan budaya, ada dua kemungkinan arah metodologi yang dapat

ditempuh oleh peneliti, yaitu peneliti berangkat dari bahasa ke budaya, atau

sebaliknya, peneliti berangkat dari budaya ke bahasa. Dalam penelitian ini akan

digunakan arah penelitian yang pertama, yaitu berawal dari fenomena kebahasaan,

dengan cara memeriksa kandungan linguistik yang ada dalam kelas-kelas budaya.

Tahap-tahap penelitian ini akan dibagi menjadi tiga, yaitu tahap

pengumpulan data, tahap analisis data, dan tahap pemaparan hasil analisis data

(Sudaryanto, 1993: 5).

1.7.1 Tahap Pengumpulan Data Penelitian

Tahap yang pertama adalah tahap pengumpulan data. Data adalah hasil

pencatatan penelitian baik yang berupa fakta ataupun angka. Menurut Arikunto

(2002: 98), data adalah segala fakta dan angka yang dapat dijadikan bahan untuk

menyusun suatu informasi. Sedangkan informasi adalah hasil pengolahan data

yang dipakai untuk suatu keperluan.

Dalam penelitian ini data yang utama berupa leksikon-leksikon tentang

hantu yang diperoleh melalui metode simak dengan teknik catat (Kesuma, 2007:

45). Metode tersebut digunakan untuk mengumpulkan data dengan menyimak

leksikon tentang hantu yang dikumpulkan dari sumber data berupa Kamus Besar

Bahasa Indonesia yang selanjutnya akan disebut sebagai KBBI, Tesaurus Bahasa

Indonesia yang selanjutnya akan disebut TBI, dan sumber lain, khususnya film

atau buku yang berkaitan dengan hantu. Sumber data kamus digunakan untuk

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86774/potongan/S2...2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahasa adalah komponen terpenting dalam komunikasi

20

lebih membatasi data sekaligus karena leksikon yang telah diserap dalam kamus-

kamus tersebut dianggap sebagai leksikon yang sudah baku, sementara sumber

film hanya digunakan untuk menambah kelengkapan data.

Selain itu, untuk menambah kevalidan data, digunakan juga sumber data

lisan yang diperoleh melalui metode cakap/wawancara kepada narasumber yang

dianggap memahami permasalahan hantu, yaitu dukun/ paranormal dan kyai, di

samping juga digunakan responden awam untuk pendukung dan penguat data

sekaligus untuk memberikan gambaran awal tentang pendapat masyarakat

mengenai jenis-jenis hantu tertentu. Dari pengumpulan data awal diperoleh

sampel sekurang-kurangnya 67 leksikon tentang hantu.

1.7.2 Tahap Analisis Data

Teknik analisis data adalah cara bagaimana mengorganisasikan dan

mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat

ditemukan tema dan dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja

seperti yang disarankan oleh data (Moleong, 2002: 103). Sementara itu, menurut

Sudaryanto (1993: 6), analisis data merupakan upaya yang dilakukan peneliti

untuk menangani masalah yang terkandung dalam data.

Dalam peneitian ini, data yang telah berhasil dikumpulkan kemudian

diinventarisasi. Data yang dianggap tidak memenuhi syarat kemudian disisihkan.

Selanjutnya, analisis data dilakukan dengan menggunakan metode analisis

deskriptif kualitatif (Moleong, 2002: 288). Metode ini dilakukan dengan

mengklasifikasi data yang terkumpul yaitu berupa elemen-elemen kebahasaan

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86774/potongan/S2...2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahasa adalah komponen terpenting dalam komunikasi

21

yang diteliti secara akurat, lalu menyajikannya secara deskriptif baik melalui

tulisan maupun tabel dan bagan.

Selain itu, digunakan juga metode introspeksi, sesuai dengan saran

Wierzbicka (dalam Suhandano, 2004). Metode introspeksi dilakukan dengan cara

mengajukan pertanyaan pada diri sendiri secara intensif mengenai objek yang

diteliti sampai diperoleh jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan. Jawaban

tersebut selanjutnya dicek kembali kepada informan untuk memperoleh verifikasi.

Adapun untuk mengetahui kognisi orang Indonesia terhadap hantu akan

digunakan metode etnosemantik. Etnosemantik adalah pendekatan yang

menggabungkan antara studi bahasa tentang makna (semantik) dengan budaya

yang dimiliki suatu etnik tertentu. Untuk menerapkan metode tersebut, peneliti

akan menafsirkan fakta-fakta bahasa dengan fakta-fakta budaya untuk mengetahui

pengaruh-pengaruh budaya di Indonesia terhadap pemakaian leksikon hantu.

1.7.3 Tahap Penyajian Analisis Data

Dalam tahapan ini, akan disajikan hasil analisis data mengenai leksikon

hantu, yakni tentang klasifikasinya, serta dijelaskan bagaimana kognisi orang

mengenai leksikon tersebut. Hasil analisis data akan disajikan secara informal atau

secara deskriptif, yaitu perumusan atau pengungkapan hasil analisis data dengan

menggunakan kata-kata atau dengan kalimat-kalimat (Mahsun, 2005: 70).

Di samping itu, hasil analisis ini juga akan dipaparkan melalui metode

formal yang dilakukan dengan menyajikan data berupa bagan-bagan dan tabel.

Bagan dan tabel tersebut akan berisi bab-bab yang akan dibahas di dalam tesis ini.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86774/potongan/S2...2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahasa adalah komponen terpenting dalam komunikasi

22

1.8 SISTEMATIKA PENYAJIAN

Penelitian ini akan disajikan dalam empat bab, yaitu:

BAB I berjudul „Pendahuluan‟. Bab ini berisi latar belakang, ruang lingkup

penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori,

metode penelitian, serta sistematika penyajian.

BAB II berjudul “Jenis-Jenis Leksikon Hantu” berisi tentang jenis-jenis leksikon

hantu sesuai klasifikasi berdasarkan segi kebahasaan.

BAB III berjudul “Citra Leksikon Hantu dalam Bahasa Indonesia” berisi tentang

kognisi masyarakat Indonesia dalam memikirkan leksikon hantu, dan

BAB IV „Penutup‟ berisi simpulan dan saran penelitian.

Pada bagian akhir tesis ini dilampirkan daftar pustaka sebagai daftar

referensi pustaka yang digunakan dalam penyusunan tesis ini. Selain daftar

pustaka, pada bagian akhir juga terdapat lampiran.