Bab i Otonomi Daerah Jawa Barat
-
Upload
charly-swynta-pradyta -
Category
Documents
-
view
166 -
download
10
Transcript of Bab i Otonomi Daerah Jawa Barat
![Page 1: Bab i Otonomi Daerah Jawa Barat](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082315/557212e4497959fc0b9126c6/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Administrasi merupakan keseluruhan proses kerjasama antara dua orang
atau lebih berdasarkan atas Rasionalitas tertentu dalam rangka pencapaian tujuan
yang telah ditentukan sebelumnya dengan memanfaatkan sarana dan prasana
tertentu secara berdaya guna dan berhasil guna. Administrasi bertujuan jangka
panjang dan pendek dan pelaksanaannya akan lebih berdaya guna dan berhasil
guna apabila semua orang mampu menumbuhkan dan memelihara kerjasama
yang erat antara mereka.
1.1. Maksud dan Tujuan
A. Maksud
Penelitian ini dimaksudkan untuk menemukenali persoalan-persoalan yang
mungkin timbul dengan pemberlakuan desentralisasi dan otonomi daerah, sesuai
dengan UU No. 22/1999 dan UU No. 25/1999, secara efektif dan efisien sesuai
dengan prinsip Good Governance dan tekad menyelenggarakan negara yang
besih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme, sebagaimana diamanatkan dalam
UU No. 28/1999 jo. Tap MPR No. XI/MPR/1998.
B. Tujuan
Mengidentifikasi permasalahn dan isuisu internal eksisting yang telah ada d
daerah pra-penerapan otonomi daerah yang muncul sejak diberlakukannya
otonomi. Isu-isu eksternal yang dominan mempengaruhi implementasi
penerapan otonomi daerah dan desentarlisasi. Permasahan dan isu-isu
disusun berdasarkan tuingkat urgensi dan kepentingan bagi daerah;
Mengkaji alternatif penyelesaian permasalahan dan isu dengan rencana
tindakan / aksi yang disusun menurut skala prioritas;
Mengidentifikasi prasyarat-prasyarat pendukung yang kondusif dalam
tindakan penyelesaian permasalahan yang ada.
![Page 2: Bab i Otonomi Daerah Jawa Barat](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082315/557212e4497959fc0b9126c6/html5/thumbnails/2.jpg)
C. Sasaran
Teridentifikasinya berbagai permasalahan dan kendala dalam penerapan
dan desentralisasi daerah yang disusun berbagai tingkat kepentingan dan
urgensinya serta sesuai dengan situasi obyektif daerah;
Tersusunnya alternatif solusi tindakan terhadap permasalahan yang
disusun menurut skala prioritas aksi;
Terumuskannya sarana dan prasarana pendukung dalam tindakan
penyelesaian
persoalan, melalui ketersediaan sumberdaya kelembagaan dan kebijakan
daerah.
D. Ruang Lingkup Penelitian
Guna mencapai tujuan dan sasaran sebagaimana tersebut di atas, maka
penelitian ini akan meliputi :
a. Identifikasi masalah atas isu-isu yang ada :
b. Identifikasi masalah dan isu-isu situasi keuangan daerah dan proses
anggaran;
c. Identifikasi dan masalah isu-isu lembaga dan hubungan antar lembaga,
pemindahan personil pemerintah pusat dan pembangunan sumberdaya
manusia;
d. Identifikasi dan masalah isu-isu lembaga yang berhubungan dengan
peraturan pemerintah daerah;
e. Identifikasi masalah dan isu-isu kegiatan kapasitas kelembagaan
pembangunan dan aparatur daerah
f. Identifikasi Alternatif Penyelesaian :
g. Identifikasi Alternatif penyelesaian situasi keuangan daerah dan proses
penyusunan anggaran belanja daerah;
![Page 3: Bab i Otonomi Daerah Jawa Barat](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082315/557212e4497959fc0b9126c6/html5/thumbnails/3.jpg)
h. Identifikasi Alternatif pemecahan masalah dan isu-isu lembaga dan
hubungan antar lembaga, pemindahan personil pemerintah pusat dan
pembangunan sumberdaya manusia;
i. Identifikasi Alternatif pemecahan masalah dan isu-isu kelembagaan yang
berhubungan dengan perturan pemerintah daerah;
j. Identifikasi alternatif penyelesaian masalah-masalah dan isu-isu kegiatan
kapasitas pembangunan.
k. Perumusan Prasyarat Pendukung Tindakan Aksi
l. Identifikasi prasyarat pendukung terlaksananya tindkan terhadap
penyelesaian situasi keuangan daerah dan proses penyusunan anggaran
belanja daerah;
m. Identifikasi prasyrat pendukung terlaksananya tindakan terhadap
permasalahan yang berkaitan dengan pemecahan masalah dan isu-isu
lembaga dan hubungan antar lembaga, pemindahan personil pemerintah
pusat dan pembangunan sumberdaya manusia;
n. Identifikasi prasyarat pendukung terlaksananya tindakan pemerintahan
daerah;
o. Identifikasi prasyarat pendukung terlaksananya tindakan terhadap
permasalahan yang berkaitan dengan masalah-masalah dan isu-isu
kegiatan kapasitas pembangunan.
Hukum Administrasi Negara sendiri berarti pengkhususan dari Hukum
Tata Negara dimana Negara dipelajari dalam keadaan bergerak. Disini Hukum
menjadi pedoman dalam menyelenggarakan struktur dan kefungsian Administrasi.
Organisasi Negara ikut serta dalam lalu lintas masyarakat dan Hukum Administrasi
adalah peraturan yang mengatur hubungan timbal balik antar pemerintahan dan
rakyatnya.
![Page 4: Bab i Otonomi Daerah Jawa Barat](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082315/557212e4497959fc0b9126c6/html5/thumbnails/4.jpg)
Di tengah arus reformasi ini dimana perbuatan Pemerintah dalam
perbuatan Hukum Public memiliki suatu tantangan dengan dihadapkan pada
adanya Pengadilan Tata Usaha Negara sebagai parameter ujinya dirasakan masih
kurang. Oleh karena itu dalam Hukum Administrasi. Negara juga ada parameter uji
lainnya yaitu ABBB (Algemene Berginselen Van Beharlijke Bestuur) atau lebih
dikenal sebagai ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK.
Asas-asas Umum Pemerintahan yang baik terdiri dari pada:
Asas Kejujuran dimana dalam pelaksanaannya diupayakan sebanyak
mungkin mendekati Asas Keadilan. Kemudian Asas Kecermatan yang
menghendaki agar setiap penetapan kiranya telah melalui pertimbangan masa-
masa dan secara seksama sehingga tidak terjadi konflik. Asas Kemurnian Dalam
Tujuan disimpulkan tentang kewajiban Administrator agar penetapan dapat
menuju sasaran dengan tepat. Lalu Asas Keseimbangan dimana antara pihak
pemberi dan yang diberi penetapan terdapat keseimbangan kepentingan. Yang
terakhir adalah Asas Kepastian Hukum yang dalam hal ini mengutamakan
keadilan dan kewajiban telah dipenuhinya. Syarat formal dan materil suatu
ketetapan.
Dalam Administrasi Negara Eksekutiflah yang paling berperan dan
bertanggung jawab dalam penyelenggaraan Pemerintahan Administrasi Negara.
Dalam kehidupan kenegaraan peran pihak eksekutif dengan seluruh jajaran dan
birokratisasinya sangat besar, sedemikian besarnya sehingga ada kalanya
meskipun tidak tepat, Administrasi Negara diidentikkan dengan Administrasi
Pemerintahan Negara.
Ilmu Administrasi Negara mengajarkan bahwa Pemerintah Negara pada
hakekatnya menyelenggarakan dua jenis fungsi utama, yaitu fungsi pengaturan
dan fungsi pelayanan. Fungsi pengaturan biasanya dikaitkan dengan hakekat
![Page 5: Bab i Otonomi Daerah Jawa Barat](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082315/557212e4497959fc0b9126c6/html5/thumbnails/5.jpg)
Negara sebagai Negara Hukum (Legal State), sedangkan fungsi pelayanan
dikaitkan dengan hakikat Negara sebagai suatu Negara Kesejahteraan (Welfare
State). Baik fungsi pelayanan dan fungsi pengaturan seperti ditekankan di muka
dipercayakan kepada aparatur pemerintahan tertentu dan secara fungsional
bertanggung jawab atas bidang-bidang tertentu dari kedua fungsi tersebut.
System pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut
Undang-Undang Dasar 1945 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk
menyelenggarakan Otonomi Daerah. Dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah,
dipandang perlu lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta
masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan
keanekaragaman daerah yang seyogyanya pula disertai dengan ASAS-ASAS
UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK.
Otonomi daerah dipandang perlu dalam menghadapi perkembangan
keadaan, baik dalam dan luar negeri, serta tantangan persaingan global. Otonomi
daerah memberikan kewenangan yang luas dan nyata, bertanggung jawab kepada
daerah secara proposional, yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan
kemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan pusat dan
daerah. Itu semua harus dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran
masyarakat, pemerataan, keadilan, serta potensi dan keanekaragaman daerah
yang dilaksanakan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
1.2. Rumusan Masalah
Otonomi Daerah adalah suatu pemberian hak dan kewenangan kepada
daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan. Kewenangan tersebut diberikan
secara proposional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan
pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan
keuangan pusat dan daerah sesuai dengan ketetapan MPR-RI Nomor
XV/MPR/1998.
![Page 6: Bab i Otonomi Daerah Jawa Barat](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082315/557212e4497959fc0b9126c6/html5/thumbnails/6.jpg)
Penyelenggaraan Otonomi di daerah didasarkan pada isi dan jiwa yang
terkandung dalam pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 beserta penjelasannya.
Menurut Hukum Tata Pemerintahan Negara atau Hukum Administrasi Negara
Otonomi Daerah merupakan suatu kewenangan daerah untuk menjalankan
pengaturan, penetapan, penyelenggaraan, pengawasan, pertanggungjawaban
Hukum dan Moral dan Penegakan Hukum Administrasi di daerah untuk terciptanya
pemerintahan yang taat hukum, jujur, bersih, dan berwibawa berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Otonomi daerah sebagai suatu kebijakan Desentralisasi ini diberlakukan
dikarenakan Otonomi Daerah diharapkan dapat menjadi solusi terhadap problema
ketimpangan pusat dan daerah, disintegrasi nasional, serta minimnya penyaluran
aspirasi masyarakat local. Otonomi merupakan solusi terpenting untuk menepis
disintegrasi.
Negara Indonesia merupakan suatu eenheidsstaat, maka Indonesia tidak
akan mempunyai daerah dalam lingkungannya yang bersifat staat juga.
DaerahIndonesia dibagi dalam daerah propinsi dan daerah propinsi akan dibagi
dalam darah yang lebih kecil. Di dalam daerah-daerah yang bersifat otonom
(Streek an Locale Rechtgemeenschappen) atau bersifat Administrasi belaka,
semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan Undang-Undang. Di
daerah-daerah yang bersifat otonom akan diadakan Badan Perwakilan Daerah
oleh karena itu di daerah pun, pemerintahan akan bersendikan atas dasar
permusyawarahan.
Mengapa propinsi mendapat kedudukan sebagai daerah otonom dan sekaligus
sebagai wilayah administrasi ? Ada beberapa pertimbangan yang mendasarinya,
yaitu:
![Page 7: Bab i Otonomi Daerah Jawa Barat](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082315/557212e4497959fc0b9126c6/html5/thumbnails/7.jpg)
1.Untuk memelihara hubungan yang serasi antara pusat dan daerah dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.Untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah yang bersifat lintas daerah
kabupaten dan daerah kota serta melaksanakan kewenangan Otonomi
Daerah yang belum dapat dilaksanakan untuk daerah kabupaten dan
daerah kota.
3.Untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan tertentu yang dilimpahkan
dalam rangka pelaksanaan Asas Dekonsentrasi.
Otonomi untuk daerah propinsi diberikan secara terbatas yang meliputi
kewenangan lintas kabupaten dan kota, dan kewenangan yang tidak atau belum
dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan daerah kota, serta kewenangan bidang
pemerintahan tertentu lainnya.
Dari uraian diatas, saat ini yang menjadi permasalahannya adalah
“Siapkah sumber daya manusia di daerah dalam menerima otonomi”
1.3. Kerangka Teori
Permasalahan yang akan kita bahas, meliputi beberapa hal antara lain:
1.Penyebab timbulnya otonomi daerah
2.Permasalahan-permasalahan yang timbul akibat otonomi daerah.
3.Antisipasi terhadap problem yang terjadi akibat pemberlakuan otonomi
daerah.
![Page 8: Bab i Otonomi Daerah Jawa Barat](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082315/557212e4497959fc0b9126c6/html5/thumbnails/8.jpg)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Penyebab Timbulnya Otonomi Daerah
Otonomi merupakan wacana yang tidak asing lagi bagi publik. Disaat kondisi
Bangsa demikian kompleks dan belum jelas kepastian arahnya. Hal ini
dikarenakan otonomi daerah diharapkan dapat menjadi salah satu pilihan yang
dapat mencegah kemungkinan terjadinya Disintegrasi sosial, bahkan sebagai
solusi mengamankan integrasi nasional.
Selain itu otonomi daerah dianggap sebagai opsi tepat untuk meningkatkan derajat
keadilan sosial serta distribusi kewenangan secara proposional antara pemerintah
pusat, pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten serta kota dalam hal
penentuan kebijakan publik, penguasaan aset ekonomi dan politik serta
pengaturan sumber daya lokal.
Otonomi daerah juga merupakan sarana kebijakan yang dianggap tepat secara
politik untuk memelihara keutuhan “Negara Bangsa” dan meredam ketidakpuasan
daerah-daerah. Dengan otonomi daerah akan kembali diperkuat ikatan semangat
kebangsaan, persatuan dan kesatuan dalam wadah negara kesatuan Republik
Indonesia.
Disisi lain muncul berbagai permasalahan yang menyebabkan otonomi daerah
segera dilaksanakan agar tidak terjadi perpecahan pada negara Indonesia.
![Page 9: Bab i Otonomi Daerah Jawa Barat](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082315/557212e4497959fc0b9126c6/html5/thumbnails/9.jpg)
1. Adanya eksploitasi kekayaan alam yang cenderung menguntungkan
pemerintah pusat dibandingkan masyarakat lokal.
2. Kebijakan pemerintah pusat yang cenderung ekspoitatif maupun system bagi
hasil yang timpang.
3. Kecenderungan kebijakan pemerintah pusat yang tidak menguntungkan
daerah, maka muncullah dikotomi pusat dengan daerah.
2.2. Permasalahan-permasalahan Yang muncul setelah adanya
otonomi daerah
Selama hampir setengah abad, masyarakat di daerah merasa tidak
mendapat perlakukan yang wajar dan adil. Bahkan selama tiga puluh tahun lebih
masyarakat di daerah mengalami proses marjinalisasi dari panggung politik
nasional. Hal itu terjadi sebagai akibat dari begitu kuatnya sentralisasi kekuasaan
selama ini.
Sejak 1 Januari 2001, kita mulai mengimplementasikan kebijakan otonomi
daerah yang tentu saja berbeda sama sekali dengan apa yang sudah dipraktekkan
selama 25 tahun melalui UU nomer 5 tahun 1974. Selama itu pula, sentralisasi
kekuasaan dan pola hubungan antara pemerintah pusat dengan daerah diatur
melalui asas “Dekonsentrasi”. Atas nama menjaga persatuan dan kesatuan,
daerah tidak dilibatkan secara penuh dan lebih banyak menerima kebijakan yang
diturunkan dari pusat serta tidak diberi peluang untuk mengambil inisiatif jika
sekiranya akan merugikan kepentingan pusat, termasuk didalamnya yang terkait
dengan rekrutmen politik dan birokrasi pada tingkat lokal.
Dan setelah pemberlakuan otonomi daerah yang mendadak
mengakibatkan timbulnya berbagai permasalahan, antara lain:
1.Dengan pemberlakuan otonomi daerah yang mendadak mengejutkan
pihak-pihak daerah yang tidak memiliki sumber daya manusia kualitatif.
Terjadilah artikulasi otonomi daerah kepada aspek-aspek finansial tanpa
pemahaman substatife yang cukup terhadap hakekat otonomi itu sendiri.
![Page 10: Bab i Otonomi Daerah Jawa Barat](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082315/557212e4497959fc0b9126c6/html5/thumbnails/10.jpg)
2.Bangkitnya egiosemtrisme ditiap daerah.
3.Karena keberhasilan ekonomi lebih dilandaskan pada aspek-aspek finansial
(tercermin dalam PAD. APBD, dan lain-lain) pemerintah daerah
4.bisa melupakan visi dan misi otonomi yang seharusnya untuk kedaulatan
dan kesejahteraan rakyat.
5.Resiko KKN.
6.Orientasi Pemda pada cash inflow, bukan pendapatan. Orientasi pada
pemasukan kas dapat mendorong pemda untuk mengambil langkah
apapun untuk menambal kekurangan APBD.
2.3. Antisipasi Terhadap Problem yang Terjadi Akibat Pemberlakuan
Otonomi Daerah yang Mendadak
Yang sebaiknya dilakukan agar otonomi daerah dapat berhasil mencapai
tujuannya. Adapun hal-hal yang perlu dilakukan adalah:
1. Memperkuat fungsi kontrol terhadap pemda yang dilakukan oleh
masyarakat dan lembaga legislatif daerah.
2. Pemberdayaan politik warga masyarakat.
3. Pemahaman terhadap asas-asas umum pemerintahan yang baik meliputi:
Asas persamaan
Asas Kepercayaan
Asas Kepastian Hukum
Asas Kecermatan
Asas Pemberian Alasan
Asas Larangan bertindak kesewenang-wenangan
Dan lain-lain.
4. Dan yang terakhir adalah meningkatkan mutu pendidikan sehingga
memunculkan sumber daya manusia yang berkualitas.
![Page 11: Bab i Otonomi Daerah Jawa Barat](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082315/557212e4497959fc0b9126c6/html5/thumbnails/11.jpg)
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Pemberian otonomi daerah yang mendadak mengakibatkan artikulasi otonomi
daerah kepada aspek-aspek finansial tanpa pemahaman yang cukup terhadap
hakekat otonomi itu sendiri.
2. Pemberlakuan otonomi daerah akibat kecenderungan pemerintah pusat yang
tidak menguntungkan daerah.
3. Di daerah sumber daya manusia yang berkualitas masih sedikit karena
terdistribusi ke pusat.
4. Dengan otonomi maka daerah bebas melakukan apa saja.
5. Dengan otonomi daerah pusat akan melepaskan tanggung jawab untuk
membantu dan membina darah.
3.2. Saran-Saran
Dalam suatu organisasi modern dikemudikan dan dikendalikan oleh
pendekatan kesisteman. Pendekatan kesisteman berarti bahwa organisasi
diperlakukan, digunakan sebagai suatu kesatuan yang bulat dan utuh. Pendekatan
kesisteman ini juga berlaku bagi organisasi pemerintahan. Tidak perlu
dipersoalkan bagaimana organisasi pemerintahan itu disusun dalam arti jumlah
department, aparat pemerintahan daerah dan aparatur pemerintahan negara.
Yang harus terjadi adalah organisasi pemerintahan itu harus bergerak dalam
irama yang sama.
Berkaitan dengan pengembangan system adalah pengembangan
kelembagaan. Keterkaitan tersebut tidak hanya sebagai upaya menjamin agar
keseluruhan organisasi bergerak sebagai suatu kesatuan yang bulat dan utuh.
Pengembangan kelembagaan dimaksudkan agar:
![Page 12: Bab i Otonomi Daerah Jawa Barat](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082315/557212e4497959fc0b9126c6/html5/thumbnails/12.jpg)
a. Semua fungsi dan kegiatan yang berlangsung terus menerus dan jelas
pewadahannya.
b. Satuan-satuan kerja yang diciptakan benar-benar sesuai dengan beban kerja.
c. Spesialisasi tugas tertampung secara tepat.
d. Tercipta pola dasar organisasi yang relatif permanen.
e. Tidak terjadi duplikasi atau tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas.
![Page 13: Bab i Otonomi Daerah Jawa Barat](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082315/557212e4497959fc0b9126c6/html5/thumbnails/13.jpg)
DAFTAR PUSTAKA
Bachsan Mustafa, SH., “Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara”,
Alumni,Bandung, 1985.
Indra Lesmana, “Ranjau-Ranjau Otonomi Daerah”, Pondok Edukasi, Solo, 2002.
Philipus M. Hadjon – R. Sri Soemantri Martosoewignjosejaohan Basah – Bagir
Manan – H. M. Laka Marsuki J. B. J. M. Ten Berge – P. J. J Van Buuren –
F. A. M s=Stroink, “Pengantar Hukum Administrasi Indonesia”, Gajah
Mada University Press, Yogyakarta, 1995.
Sondang P. Siagian, “Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, PN Balai
Pustaka, Jakarta, 1995.
![Page 14: Bab i Otonomi Daerah Jawa Barat](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082315/557212e4497959fc0b9126c6/html5/thumbnails/14.jpg)
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN Halaman 1.
Latar Belakang Halaman 1.
PEMBAHASAN Halaman 1.
1. Maksud dan tujuan Halaman 1.A. Maksud Halaman 1B. Tujuan Halaman 1C. Sasaran Halaman 2D. Ruang Lingkup Halaman 2
2. Rumusan Masalah Halaman 53. Kerangka teori Halaman 6
PEMBAHASAN Halaman 7
1. Penyebab timbulnya otonomi daerah Halaman 7
2. Permasalahan-permasalahan yang muncul setelah
Adanya otonomi daerah Halaman 8
3. Antisipasi terhadap problem yang terjadi akibat
Pemberlakukan otonomi daerah yang mendadak Halaman 9
PENUTUP Halaman 10
1. Kesimpulan Halaman 10
2. Saran-saran Halaman 10
DAFTAR PUSTAKA Halaman 12