BAB I Notaris

37
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kode Etik dalam arti materil adalah norma atau peraturan yang praktis baik tertulis maupun tidak tertulis mengenai etika berkaitan dengan sikap serta pengambilan putusan hal-hal fundamental dari nilai dan standar perilaku orang yang dinilai baik atau buruk dalam menjalankan profesinya yang secara mandiri dirumuskan, ditetapkan dan ditegakkan oleh organisasi profesi. Kode etik profesi adalah seperangkat kaidah, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang berlaku bagi anggota organisasi profesi yang bersangkuta. Kode etik profesi disusun sebagai sarana untuk melindungi masyarakat dan para anggota organisasi profesi dari penyalahgunaan keahlian profesi. Dengan berpedoman pada kode etik profesi inilah para profesional melaksanakan tugas profesinya untuk mencipatakan penghormatan terhadap martabat dan kehormatan manusia yang bertjuan menciptakan keadilan di masyarakat. Kode etik profesi tentunya membutuhkan organisasi profesi yang kuat dan berwibawa yang sekaligus mampu menegakkan etika profesi. Penegakkan kode etik profesi sendiri dimaksudkan sebagai alat kontrol dan pengawasan terhadap pelaksanaan nilai-nilai yang tertuang 1

description

etika notaris

Transcript of BAB I Notaris

Page 1: BAB I Notaris

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kode Etik dalam arti materil adalah norma atau peraturan yang praktis

baik tertulis maupun tidak tertulis mengenai etika berkaitan dengan sikap serta

pengambilan putusan hal-hal fundamental dari nilai dan standar perilaku orang

yang dinilai baik atau buruk dalam menjalankan profesinya yang secara mandiri

dirumuskan, ditetapkan dan ditegakkan oleh organisasi profesi.

Kode etik profesi adalah seperangkat kaidah, baik tertulis maupun tidak

tertulis, yang berlaku bagi anggota organisasi profesi yang bersangkuta. Kode etik

profesi disusun sebagai sarana untuk melindungi masyarakat dan para anggota

organisasi profesi dari penyalahgunaan keahlian profesi. Dengan berpedoman

pada kode etik profesi inilah para profesional melaksanakan tugas profesinya

untuk mencipatakan penghormatan terhadap martabat dan kehormatan manusia

yang bertjuan menciptakan keadilan di masyarakat. Kode etik profesi tentunya

membutuhkan organisasi profesi yang kuat dan berwibawa yang sekaligus mampu

menegakkan etika profesi. Penegakkan kode etik profesi sendiri dimaksudkan

sebagai alat kontrol dan pengawasan terhadap pelaksanaan nilai-nilai yang

tertuang dalam kode etik yang merupakan kesepakatan para pelaku profesi itu

sendiri dan sekaligus juga menerapkan sanksi terhadap terhadap setiap perilaku

yang bertentangan dengan nilai-nilai tersebut.1

Kode Etik Notaris merupakan suatu kaidah moral yang ditentukan oleh

perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia berdasarkan Keputusan Kongres

Perkumpulan dan/atau yang ditentukan dan diatur dalam peraturan perundang-

undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati

oleh setiap dan semua anggota perkumpulan dan semua orang yang menjalankan

tugas dan jabatan sebagai Notaris. Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyatakan bahwa “Organisasi Notaris

1 www.anggara.org

1

Page 2: BAB I Notaris

menetapkan dan menegakkan Kode Etik Notaris”. Ketentuan tersebut diatas

ditindaklanjuti dengan ketentuan Pasal 13 ayat (1) Anggaran Dasar Ikatan Notaris

Indonesia yang menyatakan :“Untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat

jabatan notaries, Perkumpulan mempunyai Kode Etik Notaris yang ditetapkan

oleh Kongres dan merupakan kaidah moral yang wajib ditaati oleh setiap anggota

Perkumpulan”.2 Sehingga dalam memberikan pelayanannya kepada masyarakat

senantiasa berpedoman kepada kode etik profesi dan berdasarkan Undang-undang

tentang Jabatan Notaris, yaitu Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004. Sejak

berlaku Undang-undang Jabatan Notaris yang baru ini, melahirkan perkembangan

hukum yang berkaitan langsung dengan dunia kenotariatan saat ini. Pertama,

adanya “perluasan kewenangan Notaris”, yaitu kewenangan yang dinyatakan

dalam Pasal 15 ayat (2) butir f, yakni: “kewenangan membuat akta yang berkaitan

dengan pertanahan”. Kewenangan selanjutnya adalah kewenangan untuk

membuat akta risalah lelang. Akta risalah lelang ini sebelum lahirnya Undang-

undang tentang Jabatan Notaris menjadi kewenangan juru lelang dalam Badan

Urusan Utang Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) berdasarkan Undang-undang

Nomor 49 Prp tahun 1960. Kewenangan lainnya adalah memberikan kewenangan

lainnya yang diatur dalam peraturan-perundang-undangan. Kewenangan lainnya

yang diatur dalam peraturan-perundang-undangan ini merupakan kewenangan

yang perlu dicermati, dicari dan diketemukan oleh Notaris, karena kewenangan ini

bisa jadi sudah ada dalam dalam peraturan-perundang-undangan, dan juga

kewenangan yang baru akan lahir setelah lahirnya peraturan-perundang-undangan

yang baru.

Kewenangan yang demikian luas ini tentunya harus didukung pula oleh

peningkatan kemampuan untuk melaksanakannya, sehingga program kegiatan

yang bertujuan untuk mengevaluasi dan meningkatkan kemampuan notaris

merupakan sebuah tuntutan yang merupakan sebuah keharusan. Namun karena

sedemikian luasnya kewenangan yang didapat oleh notaris,itu menjadi sebuah

„lahan basah“ untuk melakukan penyelewengan terhadap kode etik notaris,

sebagai contoh yang menjadi indikator ketidak sesuaian antara Das Sollen dengan

2 uu no 30 tahun 2004

2

Page 3: BAB I Notaris

Das Sein seorang notaris ialah Sepanjang tahun 2005 hingga 2008 para notaris,

termasuk notaris ‘nakal’, bisa bernafas lega. Sebab, selama periode tersebut baik

Ikatan Notaris Indonesia (INI) maupun Majelis Pengawas Notaris (MPN) tidak

pernah menjatuhkan sanksi pemecatan terhadap notaris ‘nakal’. Padahal saat

kongres INI XX di Surabaya berlangsung, mencuat banyak dugaan pelanggaran

yang dilakukan notaris. Mulai dari pelanggaran UU No. 30/2004 tentang Jabatan

Notaris, penggelapaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

yang dibayarkan klien, hingga membuat akta meski berada di balik jeruji besi.3

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis memilih judul : “ETIKA

PROFESI NOTARIS (Tinjauan Kritis Terhadap Pelaksanaan Etika Profesi

Notaris).

B. Identifikasi Masalah

Dalam rangka memperjelas masalah dalam penulisan tentang judul yang

penulis pilih,maka diperlukan perumusan masalah,sebagai berikut :

1. Bagaimana implementasi seorang notaris terhadap pelaksanaan etika profesi

notaris,yang tercantum dalam UUJN?

2. Bagaimana tindakan hukum terhadap “notaris nakal”?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang dilakukan oleh penulis sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana implementasi seorang notaris terhadap

pelaksanaan etika profesi notaris.

2. Untuk mengetahui bagaimana tindakan hukum yang akan diberi untuk

“notaris nakal”.

D. Kegunaan Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik

teoritis maupun secara praktis dalam hal kenotariat, yaitu:

3 www.hukumonline.com

3

Page 4: BAB I Notaris

1. Kegunaan Praktis

Kegunaan bagi penulis dan masyarakat adalah sebagai bahan informasi

yang berkaitan dengan tinjauan kritis terhadap pelaksanaan etika profesi notaris

dan untuk mengetahui tindakan hukum terhadap notaris yang berindak tidak

sesuai UUJN.

2. Kegunaan Teoritis

Hasil dari penelitian berguna bagi tambahan wawasan yang positif bagi

perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam hal kenotariatan dan sebagai

referensi bagi penelitian hukum selanjutnya sebagai bahan kajian penelitian

tentang permasalahan kesenjangan yang terjadi dalam tatanan das sollen dan das

sein.

E. Kerangka Pemikiran

Sistem ialah istilah dari bahsa latin systema atau Yunani systema, artinya

suatu yang terorganisir, keseluruhan kompleks; dari kata itu pula dikenal istilah

synistanai, artinya digabungkan,dikombinasikan. Arti sekarang ialah kombinasi

hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk bagian kompleks atau kesatuan serta

keseluruhan, misalnya sistem pegunungan, sungai-sungai atau trusan-terusan,

asas-asas atau doktrin dalam bidang ilmu pengetahuan khusus, seperti filsafat

suatu metoda yang berkordinasi,atau suatu kompleks atau rencana

prosedur,seperti sistem pemerintahan dan lain-lain.4 Dalam kaitan penulisan ini,

sistem dapat dapat disingkat artinya susunan wewenang notaris dan jika

menyalahi maka akan diancam dengan pidana.

Kode Etik Notaris merupakan suatu kaidah moral yang ditentukan oleh

perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia berdasarkan Keputusan Kongres

Perkumpulan dan/atau yang ditentukan dan diatur dalam peraturan perundang-

undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati

oleh setiap dan semua anggota perkumpulan dan semua orang yang menjalankan

4 Hmazah, Andi , Sistem Pidana Dan Pemidanaan Indonesia, jakarta : Pradnya Paramita, 1993

4

Page 5: BAB I Notaris

tugas dan jabatan sebagai Notaris. Adapun sejarahnya, awal mula profesi notaris

sudah ada sejak masa penjajahan, untuk kepentingan pembuat akta-akta pada

masa itu, semula jabatan notaris merangkap sebagai pegawai VOC, dan hal ini

berlangsung sampai tahun 1632. Setelah VOC tidak berkuasa,profesi notaris

menjadi lebih terbuka. Perundang-undangan yang membahas tentang notaris

masih dipertahankan secara mutatis mutandis dari perundang-undangan jaman

penjajahan yaitu Reglement op het Notarisambt (Stbl. 1860 No.3) yang dikenal

dengan Perturan Jabatan Notaris (PJN). Menurut PJN 1860 bahwa jabatan notaris

adalah jabatan resmi untuk membuat akte otentik, sepanjang tidak ada peratuan

yang memberi wewenang serupa kepada pejabat lain.5 dan Untuk Saat ini

undang-undang yang mengatur tentang Notaris adalah UU No. 30 Tahun 2004

tentang jabatan Notaris6

Dalam menjalankan jabatannya, notaris harus menepati beberapa

kewajiban, antara lain:

a. Bertindak jujur

b. Saksama

c. Mandiri

d. Tidak Berpihak

e. Menjaga kepentingan pihaj yang terkait dalam pembuatan hukum (Pasal

16 (1) huruf a).

Dan beberapa larangan yang berlaku bagi Notaris adalah:

a. Menjalankan Jabatan di luar daerah jabatannya

b. Meninggalkan daerah jabatanya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-

turut tanpa alasan yang sah.

c. Merangkap sebagai pegawai negeri.

d. Merangkap jabatan sebagai pejabat negara.

e. Merangkap jabatan sebagai Advokat.

5 Usman, Suparman, Etika Dan Tanggung jawab Profesi Hukum di Indonesia, Jakarta: Gaya Media Pratama, 20086 Notaris adaah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagai dimaksud dalam UU No. 30 Tahun 2004.

5

Page 6: BAB I Notaris

f. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik

negara, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta.

g. Merangkap jabatan sebagai pejabat pembuat akte tanah diluar wilayah

jabatan Notaris.

h. Menjadi Notaris pengganti.

i. Melakukan pekerjaan lain yang berkaitan dengan norma agama,

kesusilaan,atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan

martabat Jabatan Notaris.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan paper ini adalah

Metode Deskriptif Kualitatif. Bersifat deskriptif karena paper ini dimaksudkan

untuk memberikan gambaran/uaraian secara rinci, sistematis dan menyeluruh

mengenai hal-hal atau fakta-fakta dan menghubungkannya dengan data untuk

menyimpulkan gejala yang diamati dan berkaitan dengan etika profesi notaris.

Kualitatif merupakan suatu cara analisis yang cenderung menggunakan

kata-kata atau pernyataan untuk menjelaskan fenomena ataupun data yang

didapatkan7.Adapun tekhnik pengumpulan data yang dipergunakan dalam

penyusunan paper ini menggunakan cara Studi kepustakaan/ Studi Dokumen.

Studi pustaka (Library research) yaitu dengan mengadakan pemahaman

terhadap bahan-bahan yang tertuang dalam buku-buku pustaka yang berkaitan erat

dengan masalah yang sedang dibahas, yaitu:

a) Bahan hukum Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari

sumber pertama, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan

terdiri dari norma atau kaedah dasar, peraturan Undang-undang,

dan bahan hukum lainnya.

b) Bahan hukum Skunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer seperti hasil penelitian, atau

pendapat para pakar hukum dll.

7 Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-Press. 1984, h 50

6

Page 7: BAB I Notaris

G. Sitematika Penulisan

Guna mendapat pemahaman terhadap paper ini, maka perlu di jelaskan

sistematika penulisan paper ini terdiri atas 4 Bab yang masing-masing bab

disusun secara sistematis dan berkesinambungan satu sama lain.

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan mengenai latar belakang masalah, identifikasi

masalah, tujuan penulisan, keguanaan penelitian, Kerangka

pemikiran, Metode penelitian, Sistematika Penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka

Bab ini berisikan tinjauan umum mengenai etika profesi Notaris

yang terlampir dalam kode etik notaris serta kepribadian notaris,

serta sejarah singkat tentang notaris.

BAB III Pembahasan

Bab ini berisikan mengenai pembahasan dari masalah yang

diangkat yaitu mengenai Implementasi notaris terhadap UUJN No

30 Tahun 2004. Dan juga membahas mengenai permaslahan

Notaris nakal.

BAB IV Penutup

Bab ini berisikan simpulan serta saran yang ditulis penulis terhadap

permasalah implementasi notaris terhadap UUJN dan Tindakan

hukum terhadap notaris nakal.

7

Page 8: BAB I Notaris

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sejarah Notaris

Notaris adalah sebuah profesi yang dapat dilacak balik ke abad ke 2-3

pada masa roma kuno, dimana mereka dikenal sebagai scribae, tabellius atau

notarius. Pada masa itu, mereka adalah golongan orang yang mencatat pidato.

Istilah notaris diambil dari nama pengabdinya, notarius, yang kemudian menjadi

istilah/titel bagi golongan orang penulis cepat atau stenografer. Notaris adalah

salah satu cabang dari profesi hukum yang tertua di dunia.

Jabatan notaris ini tidak ditempatkan di lembaga yudikatif, eksekutif

ataupun yudikatif. Notaris diharapkan memiliki posisi netral, sehingga apabila

ditempatkan di salah satu dari ketiga badan negara tersebut maka notaris tidak lagi

dapat dianggap netral. Dengan posisi netral tersebut, notaris diharapkan untuk

memberikan penyuluhan hukum untuk dan atas tindakan hukum yang dilakukan

notaris atas permintaan kliennya. Dalan hal melakukan tindakan hukum untuk

kliennya, notaris juga tidak boleh memihak kliennya, karena tugas notaris ialah

untuk mencegah terjadinya masalah.

1. Notaris civil law

Notaris civil law yaitu lembaga notariat berasal dari italia utara dan juga

dianut oleh Indonesia.

Ciri-cirinya ialah: •Diangkat oleh penguasa yang berwenang; •tujuan

melayani kepentingan masyarakat umum; •mendapatkan honorarium dari

masyarakat umum.

2. Notaris common law

Notaris common law yaitu notaris yang ada di negara Inggris dan

Skandinavia.

Ciri-cirinya ialah: •Akta tidak dalam bentuk tertentu; •Tidak diangkat oleh

pejabat penguasa.

8

Page 9: BAB I Notaris

Sekitar abad ke 5, notaris dianggap sebagai pejabat istana.Di Italia utara

sebagai daerah perdagangan utama pada abad ke 11 - 12, dikenal Latijnse

Notariat, yaitu orang yang diangkat oleh penguasa umum, dengan tujuan

melayani kepentingan masyarakat umum, dan boleh mendapatkan honorarium

atas jasanya oleh masyarakat umum. Latijnse notariat ini murni berasal dari Italia

Utara, bukan sebagai pengaruh hukum romawi kuno. Pada tahun 1888, terbitlah

buku Formularium Tabellionum oleh Imerius, pendiri sekolah Bologna, dalam

rangka peringatan 8 abad sekolah hukum Bologna. Berturut-turut seratus tahun

kemudian ditebitkan Summa Artis Notariae oleh Rantero dari Perugia, kemudian

pada abad ke 13 buku dengan judul yang sama diterbitkan oleh Rolandinus

Passegeri. Ronaldinus Passegeri kemudian juga menerbitkan Flos Tamentorum.

Buku-buku tersebuut menjelaskan definisi notaris, fungsi, kewenangan dan

kewajiban-kewajibannya.

4 istilah notaris pada zaman Italia Utara:

1) Notarii: pejabat istana melakukan pekerjaan administratif;

2) Tabeliones: sekelompok orang yang melakukan pekerjaan tulis menulis,

mereka diangkat tidak sebagai pemerintah/kekaisaran dan diatur oleh

undang-undang tersebut;

3) Tabularii: pegawai negeri, ditugaskan untuk memelihara pembukuan

keuangan kota dan diberi kewenangan untuk membuat akta;Ketiganya

belum membentuk sebuah bentuk akta otentik,

4) Notaris: pejabat yang membuat akta otentik.

Karel de Grote mengadakan perubahan-perubahan dalam hukum peradilan

notaris, dia membagi notaris menjadi:

1. Notarii untuk konselor raja dan kanselarij paus;

2. Tabelio dan clericus untuk gereja induk dan pejabat-pejabat agama yang

kedudukannya lebih rendah dari paus.

Pada abad ke 14, profesi notaris mengalami kemunduran dikarenakan penjualan

jabatan notaris oleh penguasa demi uang dimana ketidaksiapan notaris dadakan

tersebut mengakibatkan kerugian kepada masyarakat banyak

9

Page 10: BAB I Notaris

Sementara itu, kebutuhan atas profesi notaris telah sampai di Perancis.

Pada abad ke 13, terbitlah buku Les Trois Notaires oleh Papon. Pada 6 oktober

1791, pertama kali diundangkan undang-undang di bidang notariat, yang hanya

mengenal 1 macam notaris. Pada tanggal 16 maret 1803 diganti dengan

Ventosewet yang memperkenalkan pelembagaan notaris yang bertujuan

memberikan jaminan yang lebih baik bagi kepentingan masyarakat umum. Pada

abad itu penjajahan pemerintah kolonial Belanda telah dimulai di Indonesia.

Secara bersamaan pula, Belanda mengadaptasi Ventosewet dari Perancis dan

menamainya Notariswet. Dan sesuai dengan asas konkordasi, undang-undang itu

juga berlaku di Hindia Belanda/ Indonesia.

Notaris pertama yang diangkat di Indonesia adalah Melchior Kelchem,

sekretaris dari College van Schenpenen di jakarta pada tanggal 27 agustus 1620.

Selanjutnya berturut turut diangkat beberapa notaris lainnya, yang kebanyakan

adalah keturunan Belanda atau timur asing lainnya. Pada tanggal 26 januari 1860

diundangkanlah Notaris Reglement yang sejanjutnya dikenal sebagai Peraturan

Jabatan Notaris. Reglement atau ketentuan ini bisa dibilang adalah kopian dari

Notariswet yang berlaku di Belanda. Peraturan jabatan notaris terdiri dari 66

pasal. Peraturan jabatan notaris ini masih berlaku sampai dengan diundangkannya

undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan notaris.8

Setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17 agustus 1945, terjadi

kekosongan pejabat notaris dikarenakan mereka memilih untuk pulang ke negeri

Belanda. Untuk mengisi kekosongan ini, pemerintah menyelenggarakan kursus-

kursus bagi warga negara Indonesia yang memiliki pengalaman di bidang hukum

(biasanya wakil notaris). Jadi, walaupun tidak berpredikat sarjana hukum saat itu,

mereka mengisi kekosongan pejabat notaris di Indonesia Selanjutnya pada tahun

1954, diadakan kursus-kursus independen di universitas Indonesia. Dilanjutkan

dengan kursus notariat dengan menempel di fakultas hukum, sampai tahun 1970

diadakan program studi spesialis notariat, sebuah program yang mengajarkan

keterampilan (membuat perjanjian, kontrak dll) yang memberikan gelar sarjana

hukum (bukan CN – candidate notaris/calon notaris) pada lulusannya. Pada tahun

8 www.wapedia.mobi.com

10

Page 11: BAB I Notaris

2000, dikeluarkan sebuah peraturan pemerintah nomor 60 yang membolehkan

penyelenggaraan spesialis notariat. PP ini mengubah program studi spesialis

notarist menjadi program magister yang bersifat keilmuan, dengan gelar akhir

magister kenotariatan. Yang mengkhendaki profesi notaris di Indonesia adalah

pasal 1868 Kitab undang-undang hukum perdata yang berbunyi: “Suatu akta

otentik ialah suatu akta didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang,

yang dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu

ditempat dimana akta dibuatnya.” Sebagai pelaksanaan pasal tersebut,

diundangkanlah undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan notaris

(sebagai pengganti statbald 1860 nomor 30).

Menurut pengertian undang undang no 30 tahun 2004 dalam pasal 1

disebutkan definisi notaris, yaitu: “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang

untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana maksud dalam

undang-undang ini.” Pejabat umum adalah orang yang menjalankan sebagian

fungsi publik dari negara, khususnya di bidang hukum perdata.

Sebagai pejabat umum notaris adalah:

1. pancasila;

2. Taat kepada hukum, sumpah jabatan, kode etik notaris;

3. Berbahasa Indonesia yang baik;

Sebagai profesional notaris:

1. Memiliki perilaku notaris;

2. Ikut serta pembangunan nasional di bidang hukum;

3. Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat.

Notaris menertibkan diri sesuai dengan fungsi, kewenangan dan kewajiban

sebagaimana ditentukan di dalam undang-undang jabatan notaris.

11

Page 12: BAB I Notaris

B. Kode Etik Profesi Notaris

Kode etik profesi adalah seperangkat kaidah, baik tertulis maupun tidak

tertulis, yang berlaku bagi anggota organisasi profesi yang bersangkutan. Kode

etik profesi disusun sebagai sarana untuk melindungi masyarakat dan para

anggota organisasi profesi dari penyalahgunaan keahlian profesi. Dengan

berpedoman pada kode etik profesi inilah para profesional melaksanakan tugas

profesinya untuk mencipatakan penghormatan terhadap martabat dan kehormatan

manusia yang bertjuan menciptakan keadilan di masyarakat. Kode etik profesi

tentunya membutuhkan organisasi profesi yang kuat dan berwibawa yang

sekaligus mampu menegakkan etika profesi. Penegakkan kode etik profesi sendiri

dimaksudkan sebagai alat kontrol dan pengawasan terhadap pelaksanaan nilai-

nilai yang tertuang dalam kode etik yang merupakan kesepakatan para pelaku

profesi itu sendiri dan sekaligus juga menerapkan sanksi terhadap terhadap setiap

perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai tersebut.

Kode Etik Profesi Notaris merupakan suatu kaidah moral yang ditentukan

oleh perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia berdasarkan Keputusan Kongres

Perkumpulan dan/atau yang ditentukan dan diatur dalam peraturan perundang-

undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati

oleh setiap dan semua anggota perkumpulan dan semua orang yang menjalankan

tugas dan jabatan sebagai Notaris. Kode Etik Notaris dilandasi oleh kenyataan

bahwa Notaris sebagai pengemban profesi adalah orang yang memiliki keahlian

dan keilmuan dalam bidang kenotariatan, sehingga mampu memenuhi kebutuhan

masyarakat yang memerlukan pelayanan dalam bidang kenotariatan. Secara

pribadi Notaris bertanggungjawab atas mutu pelayanan jasa yang diberikannya.

Spirit Kode Etik Notaris adalah penghormatan terhadap martabat manusia

pada umumnya dan martabat Notaris pada khususnya. Dengan dijiwai pelayanan

yang berintikan “penghormatan terhadap martabat manusia pada umumnya dan

martabat Notaris pada khususnya”, maka pengemban Profesi Notaris mempunyai

ciri-ciri mandiri dan tidak memihak; tidak mengacu pamrih; rasionalitas dalam

arti mengacu pada kebenaran obyektif; spesifitas fungsional serta solidaritas antar

sesama rekan seprofesi. Lebih jauh, dikarenakan Notaris merupakan profesi yang

12

Page 13: BAB I Notaris

menjalankan sebagian kekuasaan negara di bidang hukum privat dan mempunyai

peran penting dalam membuat akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian

sempurna dan oleh karena jabatan Notaris merupakan jabatan kepercayaan, maka

seorang Notaris harus mempunyai perilaku yang baik. Perilaku Notaris yang baik

dapat diperoleh dengan berlandaskan pada Kode Etik Notaris. Dengan demikian,

maka Kode Etik Notaris mengatur mengenai hal-hal yang harus ditaati oleh

seorang Notaris dalam menjalankan jabatannya dan juga di luar menjalankan

jabatannya.

Pasal 83 ayat (1) UUJN menyatakan :

“Organisasi Notaris menetapkan dan menegakkan Kode Etik Notaris”.

Atas dasar ketentuan Pasal 83 ayat (1) UUJN tersebut Ikatan Notaris Indonesia

pada Kongres Luar Biasa di Bandung pada tanggal 27 Januari 2005, telah

menetapkan Kode Etik yang terdapat dalam Pasal 13 Anggaran Dasar:

1. Untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat jabatan Notaris,

Perkumpulan mempunyai Kode Etik yang ditetapkan oleh Kongres dan

merupakan kaidah moral yang wajib ditaati oleh setiap anggota perkumpulan.

2. Dewan Kehormatan melakukan upaya-upaya untuk menegakkan Kode Etik .

3. Pengurus perkumpulan dan/atau Dewan Kehormatan bekerjasama dan

berkoordinasi dengan Majelis Pengawas untuk melakukan upaya penegakkan

Kode Etik.

Berdasarkan atas kode etik Notaris Indonesia dan kepribadian Notaris9,

disebutkan bahwa dalam hal menjalankan tugas notaris harus menyadari

kewajibannya, bekerja senderi,jujur, tidak berpihak, dan penuh rasa tanggung

jawab. Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatanny menggunakan suatu

kantornya yang telah ditetapkannya sesuai dengan undang-undang dan tidak

mengadakan kantor cabang perwakilan dan tidak menggunakan perantara-

perantara. Dan juga notaris dalam melakukan tugas jabatannya tidak

mempergunakan mass media yang bersifat promosi.

Dalam hal Notaris dengan Kliennya yaitu dalam melakukan tugas

jabatannya memberikan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan jasanya

9 Sungguh,As’ad, Dua puluh Lima etika profesi, Jakarta: Sinar Grafika, 2004, h 36

13

Page 14: BAB I Notaris

dengan sebaik-baiknya. Notaris dalam melakukan tugas jabatanya memberikan

penyuluhan hukum untuk mencapai kesadaran hukum yang tinggi dalam

masyarakat agar masyarakat menyadari dan menghayati hak dan kewajibannya

sebagai warga negara dan anggota masyarakat, selain itu notaris juga

memberikan jasanya kepada anggota masyarakat yang kurang mampu, dengan

cuma-cuma.

Selain berinterkasi dengan kliennya notaris juga berinteraksi dengan

sesama rekan notaris, yaitu notaris dengan sesama rekan notaris hendaklah hormat

menghormati dalam suasana kekeluargaan, dan juga dalam melakukan tugas

jabatannya tidak melakukan perbuatan ataupun persaingan yang merugikan

sesama rekan Notaris, baik moral maupun materiil dan menjauhkan diri dari

usaha-usaha untuk mencari keuntungan dirinya semata, serta notaris harus saling

menjaga dan membela kehormatan dan nama baik korp notaris atas dasar rasa

solideritas dan sikap tolong menolong secara kontruktif.

Kesemua prilaku notaris ini tentunya memiliki pengawasan dari instasi

yang berkompeten. Pengawasan atas pelaksanaan Kode Etik Notaris ini dilakukan

oleh majelis Kehormatan Daerah Ikatan Notarisn Indonesia dan atau majelis

kehormatan Ikatan Notaris Indonesia Pusat.

Pengawasan notaris menurut UUJN (pasal 67-81) Notaris merupakan

jabatan yang mandiri dan tidak memiliki atasan secara struktural, jadi notaris

bertanggung jawab langsung kepada masyarakat. Pengawas notaris adalah menteri

Hukum dan HAM, yang dalam rangka mengawasi notaris membentuk majleis

pengawas dengan unsur:

Pemerintah; Sebagai penguasa yag mengangkat pejabat notaris.

Notaris; Notaris dilibatkan karena notaris yang mengetahui seluk-beluk

pekerjaan notaris.

Akademisi. Kehadirannya dikaitkan dengan perkembangan ilmu hukum,

karena lingkup kerja notaris bersifat dinamis dan selalu berkembang

14

Page 15: BAB I Notaris

Yang diawasi oleh majelis pengawas:

Tingkah laku notaris;

Pelaksanaan jabatan notaris;

Pemenuhan kode etik notaris, baik kode etik dalam organisasi notaris

ataupun yang ada dalam UUJN;

Organisasi notaris adalah wadah perkumpulan notaris. Di Indonesia, hanya

ada satu organisasi yang diakui yaitu Ikatan Notaris Indonesia (INI). INI telah ada

dari awal munculnya profesi notaris di Indonesia. Wadah yang diakui hanya satu

karena wadah profesi ini memiliki satu kode etik. Dan juga diakui oleh

Departemen Hukum dan HAM, sesuai dengan keputusan menteri Hukum dan

HAM No.M.01/2003 pasal 1 butir 13.

15

Page 16: BAB I Notaris

BAB III

PEMBAHASAN

A. Implementasi Notaris Terhadap UUJN (No 30 Tahun 2004)

Di sini hukum tidak dapat hanya dipandang sebagai pasal-pasal yang

bersifat imperatif atau keharusan-keharusan yang bersifat das sollen, melainkan

harus dipandang sebagai subsistem yang dalam kenyataan (das sein) bukan tidak

mungkin sangat ditentukan oleh politik, baik dalam perumusan materi dan pasal-

pasalnya maupun dalam implementasi dan penegakannya.

Dalam hal ini kami menyoroti pasal 18 tentang kedudukan dan wilayah

jabatan notaries serta kantornya. Pasal 15 ayat (2) huruf f juga perlu dibahas

dalam paper ini karena terkait dengan peraturan perundang-undangan lain yang

mengatur ketersinggungan kewenangan institusi lain di bidang kenotariatan.

Selain ketentuan di atas, Pasal 20 dan beberapa ketentuan delegasian kepada

Menteri Hukum dan HAM perlu juga dimunculkan dalam kesempatan ini, dalam

rangka memperoleh masukan bagaimana nantinya substansi peraturan

pelaksanaan yang akan dipersiapkan oleh Departemen Hukum dan HAM untuk

mengatur persyaratan dalam menjalankan jabatan notaris dalam satu perkumpulan

perdata, termasuk format kerahasiaan akta dan protokol notaris.10

1. Kedudukan dan wilayah notaris

Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 18 UUJN, notaris mempunyai

tempat kedudukan di daerah kabupaten atau kota dan notaris mempunyai

wilayah jabatan meliputi seluruh wilayah provinsi dari tempat kedudukannya.

Dalam penjelasan pasal tidak dijelaskan oleh pembentuk undang-undang

karena ketentuan tersebut memang sudah jelas. Pasal 19 lebih lanjut

menentukan bahwa notaris wajib mempunyai hanya satu kantor, yaitu di

tempat kedudukannya, dan notaris tidak berwenang secara teratur menjalankan

jabatan di luar tempat kedudukannya. Dengan demikian, notaries dilarang

mempunyai kantor cabang, perwakilan, dan/atau bentuk lainnya. Ketentuan ini

selain membatasi kewenangan notaris, juga akan menambah pekerjaan Majelis

10 www.legalitas.org

16

Page 17: BAB I Notaris

Pengawas (yang dibentuk oleh Menteri berdasarkan Pasal 67 UUJN) untuk

selalu mengawasi notaris dalam menjalankan jabatannya. Pasal 17

menentukan secara tegas bahwa notaris dilarang menjalankan jabatan di luar

wilayah jabatannya. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberi kepastian

hukum kepada masyarakat dan sekaligus mencegah terjadinya persaingan

tidak sehat antar-notaris dalam menjalankan jabatannya. Jadi, jika notaris

berkedudukan di Kabupaten Bogor, maka wilayah jabatannya adalah seluruh

wilayah provinsi Jawa Barat.

Ketentuan mengenai tempat kedudukan dan wilayah jabatan notaris di atas

terkait dengan hubungan “teposeliro” antarnotaris dalam mencari (melayani)

klien sehingga di sini diperlukan suatu kerja sama dan saling menghargai satu

sama lain. Kebersamaan lebih ditekankan dalam membina korps profesi

jabatan notaris.

2. Kewenangan Notaris

Pasal 15 UUJN menentukan kewenangan notaris secara rinci, termasuk

pengecualiannya. Pengecualian tersebut dapat dilakukan, namun ditentukan

terlebih dahulu oleh suatu undang-undang. Pengecualian atas kewenangan

semacam ini secara relatif memang sulit dilakukan, namun perlu diwaspadai

bahwa pembentuk undang-undang kemungkinan nantinya akan melakukan

manuver untuk mengurangi kewenangan notaris. Model yang terakhir ini

sering dilakukan demi kepentingan sektor tertentu untuk memperoleh

kewenangan baru atau malah mengambil kewenangan sektor lain melalui

pembentukan suatu undang-undang.

Dalam bagian ini, hanya dibahas mengenai kewenangan notaris yang

ditentukan dalam Pasal 15 ayat (2) huruf f yang berbunyi “notaris berwenang

membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan”. Ketentuan semacam ini

sudah barang tentu membawa konsekuensi yuridis dan politis yang besar di

lingkungan pemerintahan, khususnya yang terkait dengan tugas pendaftaran

tanah yang telah dilaksanakan oleh pejabat pembuat akta tanah.

17

Page 18: BAB I Notaris

Permasalahan di atas harus segera dibenahi bersama oleh pemerintah

sebagai pelaksana undang-undang. Kelemahan Pasal 15 ayat (2) huruf f UUJN

ini terlihat tidak adanya ketentuan peralihan yang menjembatani pelaksanaan

pendaftaran tanah yang selama ini dilakukan oleh pejabat pembuat akta tanah

yang didasarkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang

Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Kedua Peraturan Pemerintah di atas sering dipermasalahkan oleh orang,

terutama oleh akademisi, karena materi muatan yang diaturnya adalah materi

muatan undang-undang. Di samping itu, kedua Peraturan Pemerintah tersebut

dibentuk bukan atas dasar pendelegasian yang jelas dari suatu undang-undang.

Makna melaksanakan pendaftaran hanyalah tindakan adminstratif mendata,

bukan memberikan hak tertentu dan membebani kewajiban kepada

masyarakat. Tampaknya Pasal 15 ayat (2) huruf f ini akan mengembalikan

posisi kewenangan semula melalui satu pintu. Jika hal ini yang diinginkan,

maka seyogyanya pemerintah mengambil inisiatif untuk membenahi dengan

menetapkan suatu peraturan pemerintah yang mengatur mengenai masa

transisi beralihnya lembaga pendaftaran tanah ke lembaga kenotariatan.

Dengan demikian, pemerintah, dalam hal ini BPN, hanya mendata dan

mengatur mengenai rangkaian kegiatan yang meliputi pengumpulan,

pengelolaan, pembukuan, penyajian, dan pemeliharaan data fisik dan data

yuridis bidang-bidang tanah dalam bentuk peta dan daftar.

Suatu keinginan yang patut dipuji bahwa notaris dalam menjalankan

jabatannya mempunyai kemauan untuk berkumpul bersama dalam satu kantor.

Hal ini menunjukkan bahwa solidaritas antarnotaris semakin dapat diwujudkan di

masa mendatang karena kesulitan notaris (baik materiel maupun nonmateriel)

yang satu dengan lainnya tidaklah sama. Di samping itu, kebersamaan ini dapat

dijadikan ajang untuk belajar dan menimba bidang-bidang ilmu dari notaris yang

mempunyai pengalaman lebih. Pembidangan ilmu bagi notaris yang berkeinginan

untuk bergabung bersama perlu dilakukan, namun tetap memperhatikan

18

Page 19: BAB I Notaris

proporsional pendapatan pemberian pelayanan kepada klien dengan melakukan

perjanjian tertentu. Berdasarkan Pasal 20 ayat (3), persyaratan dalam menjalankan

jabatan notaris dalam satu kantor bersama akan diatur dalam Peraturan Menteri.

Dalam Peraturan Menteri harus diatur pula makna “kemandirian” and

“ketidakberpihakan” dalam menjalankan jabatannya.

B. Tindakan Hukum Terhadap “Notaris Nakal”

Notaris diminta untuk selalu berpedoman pada kode etik profesi dan UU

Nomor 30 Tahun 2004 tentang jabatan notaris. Ini karena jabatan notaris dinilai

mudah tergelincir pada hal yang merugikan dan melanggar kode etik profesi

Notaris.11 Dari kutipan pidato ini, dapat diambil hikmah bahwa dalam

menjalankan jabatan profesi sebagai notaris harus tetap terus pada koridor yang

telah ditentukan oleh pemerintah, dan harus ada pengawasan dari instansi atau

badan hukum yang khusus mengawasi tindak tanduk notaris dalam hal ini MPN

(Majelis Pengawas Notaris). Karena berdasarkan data yang didapat sepanjang

tahun 2005 hingga tahun 2008 para notaris (termasuk “notaris nakal”) dapat

bernafas lega. sebab selama periode tersebut baik Ikatan Notaris Indonesia (INI)

maupun Majelis Pengawas Notaris (MPN) tidak pernah menjatuhkan sanksi

pemecatan terhadap notais “nakal”. Padahal saat kongres INI XX di Surabaya

berlangsung, mencuat banyak dugaan pelanggaran yang dilakukan notaris. Mulai

dari pelanggaran UU No. 30/2004 tentang Jabatan Notaris, penggelapaan Bea

Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang dibayarkan klien, hingga

membuat akta meski berada di balik jeruji besi.

Tidak adanya notaris yang dikenakan sanksi oleh organisasi memang patut

dipertanyakan karena sudah ada Majelis Pengawas Notaris. Selain oleh MPN,

kalangan anggota Komisi Hukum DPR pun mengaku tetap mengawasi. “Komisi

III akan terus mengawasi perilaku notaris dan pejabat pembuat akta tanah, karena

banyak notaris yang seenak-enaknya membuat akta dan mereka harus

memperbaharui izin pertahun. Pelanggaran oleh profesi notaris dapat

menimbulkan ketidakpercayaan dikalangan masyarakat.“Seharusnya untuk 11pidato menteri hukum dan ham Andi Mattalatta pada saat seminar tentang UU No 40 Tahun 2007 tentang PT di Yogyakarta. dikutip dari Kompas edisi senin 7 juli 2008.

19

Page 20: BAB I Notaris

meningkatkan etika profesi notaris, INI menyelenggarakan ujian kode etik tiap

tahun, selain itu anggota INI yang duduk MPN baik di tingkat daerah, pusat

maupun wilayah melaporkan hasil keraja MPN kepada ini tiap enam bulan”12.

Namun dalam hal ini ada pendapat lain, bahwa minimnya penindakan

notaris nakal disebabkan MPN tidak bisa proaktif, artinya MPN tidak bisa

bertindak tanpa ada laporan dari masyrakat,hal ini di pertegas oleh Pasal 70 UU

Jabatan Notaris huruf g hanya memberi wewenang kepada MPN Daerah untuk

menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode

etik. Oleh sebab itu ada kabar bahwa dengan tidak maksimalnya kinerja MPN

dalam menangani permasalahan notaris nakal dan karena dirasa tidak terlalu

memahami peran notaris,maka MPN akan dihapuskan. Sebab dalam hal

pengawasan dan lain-lain Dewan Kehormatan INI sebenarnya memiliki

kewenangan untuk menindak notaaris nakal. Namun karena ada MPN yang

tugasnya sama-sama melakukan pembinaan dan pengawasan, dewan kehormatan

tidak bisa berperan aktif karena terjadi tumpang tindih dengan MPN.

Untuk menindak notaris nakal seharusnya UUJN memuat ketentuan

pidana khusus untuk notaris yang melanggar jabatan, baik itu berupa denda

sampai dengan kurungan atau penjara. Karena pada dasarnya notaris bekerja utuk

membuat akta. Dengan akta itu, notaris dapat menyebabkan seseorang kehilangan

haknya. Seandainya hak orang itu sampai hilang, otomatis masyarakat akan

dirugikan,karena itu perilaku notaris perlu diawasi dan pembinaan. untuk

pembinaan seharusnya dilakukan oleh Mahkamah Agung, sebab produk notaris

ialah akta otentik yang bisa menjadi bukti yang sempurna di Pengadilan.

Pembinaan itu dilakukan dengan melakukan pemeriksaan pembukuan dan

protokoler notaris. Dalam hal ini masyarakat juga dapat membuat komisi

independen yang bertugas sebagai komisi pengawas notaris khusus. komisi ini

sifatnya hanya melihat dan melaporkan, tidak bisa melakukan penindakan, Seperti

komisi Perlindungan Anak Indonesia.“masyarakat dapat dilibatkan tapi bentuknya

tidak dalam bentuk majelis“13

12 dikutip dari Tien Norman Lubis (Ketua umum INI)13 diambil dari www.hukumoline.com dikutip dari widyatmoko

20

Page 21: BAB I Notaris

Sebagi contoh dari adanya notaris nakal ialah menurut survei integritas

yang dilakukan KPK, belum lama ini menunjukan bahwa 80% pengguna layanan

di Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Depkumham, umumnya notaris

menggunakan uang pelicin agar ditempatkan di lahan basah. Selain urusan pelicin

tadi, dinamika dunia notaris layak mendapat perhatian. Di milis notaris misalnya

berkembang wacana tentang adanya notaris yang bekerja sambilan sebagai legal

officer di perusahaan swasta. Pasal 17 UU No. 30 Tahun 2004 sudah tegas

melarang notaris pegawai atau pemimpin badan usaha milik negara atau milik

swasta. Memang, sulit membuktikan sinyalemen ini kalau tanpa diungkap ke

permukaan disertai bukti. Apalagi ternyata tidak gampang menyeret notaris yang

rangkap jabatan semacam itu ke ranah hukum.

BAB IV

PENUTUP

21

Page 22: BAB I Notaris

A. Simpulan

Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya, maka

pada bab ini akan dikemukakan suatu simpulanatau intisaridari permasalahan

yang diteliti, adalah sebagai berikut:

1. Dengan disahkannya UUJN No 30 Tahun 2004 ini,

telah memunculkan bebagai macam tanggapan, baik yang datang dari

kalangan notaris sendiri maupun dari pihak lain yang merasa UU tersebut

memangkas kewenangan yang selama ini merupakan kewenangannya.

dalam hal implementasi pula harus sejalan antara das sollen dengan das sein

nya, artinya dalam hal tindak tanduk/prilaku notaris yang telah diatuar oleh

UU No 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris harus di implementasikan

ke visual yang nyata,bukan hanya dijadikan sebagai formalitas Undang-

undang saja. Misalanya seperti telah penulis sebutkan diawal bawha pasal

18 mengenai kedudukan dan wilayah jabatan notaris dan pasal 15 ayat (2)

huruf f mengenai kewenangan notaris perlu di perjelas karena menyangkut

dengan peraturan perundang-undangan yang lain yang mengatur

ketersinggungan kewenangan institusi lain dibidang kenotariatan dan juga

pasal 20, ini harus dipertegas batsannya agar tidak menimbulkan polemik

yang lebih lanjut.

Namun dalam hal ini ada nilai plus yang membuat angin segar,

adalah suatu keinginan yang patut di puji bahwa notaris dalam menjalankan

jabatanya mempunyai keinginan berkumpul bersama dalam satu kantor. hal

ini menunjukan bahwa solidaritas antar notaris semakin dapat diwujudkan

dimasa mendatang. Di samping itu, kebersamaan ini dapat dijadikan ajang

untuk belajar dan menimba bidang-bidang ilmu dari notaris yang

mempunyai pengalaman lebih. Pembidangan ilmu bagi notaris yang

berkeinginan untuk bergabung bersama perlu dilakukan, namun tetap

memperhatikan proporsional pendapatan pemberian pelayanan kepada klien

dengan melakukan perjanjian tertentu. Berdasarkan Pasal 20 ayat (3),

persyaratan dalam menjalankan jabatan notaris dalam satu kantor bersama

akan diatur dalam Peraturan Menteri. Dalam Peraturan Menteri harus diatur

22

Page 23: BAB I Notaris

pula makna “kemandirian” and “ketidakberpihakan” dalam menjalankan

jabatannya.

2. Notaris dalam hal ini dituntut agar selalu mematuhi UU No 30

Tahun 2004 dan berpedoman pada kode etik profesi dalam beraktifiitas

kenotariatan, karena dinilai jabatan notaris rentan akan pelanggaran kode

etik profesi khususnya kode etik profesi notaris. Tentunya notaris dalam

melayani masyarakat harus senantiasa berpedoman pada kode etik profesi

dan berdasarkan UUJN, untuk mencegah dan menghapus korupsi, kolusi,

dan nepotisme serta suap, sekaligus menciptakan tata kelola pemerintah

yang bersih.

Misalanya saja, dalam salah satu situs menyebutkan bahawa

notaris terlibat 153 kasus pidana sejak tahun 2005 samapai tahhun 2007 di

Direktorat Reskrim dan satuan wilayah di jajaran Poldasu, dimana 10 orang

telah dinyatakan sebagia tersangka dan sebanyak 143 orang jadi saksi. Dan

pada umumnya mereka terlibat kasus pidana pasal 231 KUHP, pasal 263

KUHP, pasal 266 KUHP, dan pasal 372 serta pasal 378 KUHP. Dalam

contoh kasus ini jelas hanya terdapat dalam satu kawasan saja,dan masih

banyak kawasan-kawasan lain yang mungkin mengalami hal yang sama

yaitu.

 

B. Saran

23

Page 24: BAB I Notaris

1. Untuk menjalankan dan melaksanakan UUJN, salah satunya,

adalah dengan secepatnya menetapkan Peraturan Menteri yang memang

diminta oleh UUJN. Ada 6 (enam) Peraturan Menteri yang harus

ditetapkan oleh Menteri Hukum dan HAM, yakni:

a. Peraturan Menteri tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan dan

Pemberhentian Notaris;

b. Peraturan Menteri tentang Bentuk dan Ukuran Cap/Stempel

Lambang Negara RI;

c. Peraturan Menteri tentang Persyaratan dalam Menjalankan Jabatan

Notaris;

d. Peraturan Menteri tentang Formasi Jabatan Notaris;

e. Peraturan Menteri tentang Tata Cara Permohonan Pindah Wilayah

Jabatan Notaris;

f. Peraturan Menteri tentang Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian

Anggota, Susunan Organisasi dan Tata Kerja, serta Tata Cara

Pemeriksaan Majelis Pengawas.

Proses pembentukan keenam Peraturan Menteri di atas perlu

dipantau oleh organisasi notaris dalam rangka penyeimbangan substansi

agar tidak terjadi ketimpangan pengaturan.

2. Untuk menindak notaris nakal seharusnya UUJN memuat ketentuan pidana

khusus untuk notaris yang melanggar jabatan, baik itu berupa denda

sampai dengan kurungan atau penjara. Karena pada dasarnya notaris

bekerja utuk membuat akta. Dengan akta itu, notaris dapat menyebabkan

seseorang kehilangan haknya. Seandainya hak orang itu sampai hilang,

otomatis masyarakat akan dirugikan,karena itu perilaku notaris perlu

diawasi dan pembinaan. untuk pembinaan seharusnya dilakukan oleh

Mahkamah Agung, sebab produk notaris ialah akta otentik yang bisa

menjadi bukti yang sempurna di Pengadilan. Pembinaan itu dilakukan

dengan melakukan pemeriksaan pembukuan dan protokoler notaris. Dalam

hal ini masyarakat juga dapat membuat komisi independen yang bertugas

24

Page 25: BAB I Notaris

sebagai komisi pengawas notaris khusus. komisi ini sifatnya hanya melihat

dan melaporkan, tidak bisa melakukan penindakan, Seperti komisi

Perlindungan Anak Indonesia.“masyarakat dapat dilibatkan tapi bentuknya

tidak dalam bentuk majelis

25