BAB I Kolelitiasis Eci

44
BAB I PENDAHULUAN Penyakit batu kkandung empedu merupakan penyakit yang sudah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu. Pada abad ke- 17 telah dicurigai sebagai penyebab penyakit pada manusia. Batu empedu awalnya merupakan penyakit yang sering dijumpai di Negara Barat dan jarang dinegara berkembang. Tetapi dengan membaiknya keadaan social ekonomi, perubahan menu diet ala Barat, serta perbaikan saran diagnosis khususnya ultrasonografi, prevalensi penyakit empedu di Negara berkembang termasuk Indonesia cenderung meningkat. 1 Prevalensi penyakit batu kandung empedu pada suku Indian di Amerika Serikat mencapai tingkat yang tinggi yaitu sekitar 40-70%. Di Amerika Serikat insiden batu empedu diperkirakan 20 juta orang, dengan 70% diantaranya didominasi oleh batu kolesterol dan 30% sisanya terdiri dari batu pigmen dan komposisi yang bervariasi. Seddangkan di Asia prevalensi berkisar antara 3-15%. 1 Di Indonesia angka kejadian oenyakit batu kandung empedu diduga tidak berbeda jauh dengan angka di Negara lain yang ada di Asia Tenggara. Berdasarkan penelitian di RSCM Jakarta dari 51 pasien dibagian Hepatologi ditemukan 1

description

cholelitiasis

Transcript of BAB I Kolelitiasis Eci

Page 1: BAB I Kolelitiasis Eci

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit batu kkandung empedu merupakan penyakit yang sudah dikenal sejak

ribuan tahun yang lalu. Pada abad ke-17 telah dicurigai sebagai penyebab penyakit

pada manusia. Batu empedu awalnya merupakan penyakit yang sering dijumpai di

Negara Barat dan jarang dinegara berkembang. Tetapi dengan membaiknya keadaan

social ekonomi, perubahan menu diet ala Barat, serta perbaikan saran diagnosis

khususnya ultrasonografi, prevalensi penyakit empedu di Negara berkembang

termasuk Indonesia cenderung meningkat.1

Prevalensi penyakit batu kandung empedu pada suku Indian di Amerika Serikat

mencapai tingkat yang tinggi yaitu sekitar 40-70%. Di Amerika Serikat insiden batu

empedu diperkirakan 20 juta orang, dengan 70% diantaranya didominasi oleh batu

kolesterol dan 30% sisanya terdiri dari batu pigmen dan komposisi yang bervariasi.

Seddangkan di Asia prevalensi berkisar antara 3-15%.1

Di Indonesia angka kejadian oenyakit batu kandung empedu diduga tidak

berbeda jauh dengan angka di Negara lain yang ada di Asia Tenggara. Berdasarkan

penelitian di RSCM Jakarta dari 51 pasien dibagian Hepatologi ditemukan 73%

pasien yang menderita penyakit batu empedu pigmen dan batu kolesterol pada 275

pasien.1

Prevalensi penderita penyakit batu kandung empedu meningkat sehubungan

dengan usia dan dua kali lebih tinggi pada wanita disbanding pria. Perbedaan gender

ini karna factor hormone estrogen yang meningkatkan sekresi kolesterol empedu.

Proses kehamilan meningkatkan resiko batu empedu karena terjaadinya gangguan

pada proses pengosongan kandung empedu. Gangguan pada proses ini disebabkan

oleh penggabungan pengaruh antar hormone estrogen dan hormone progesterone.

Akibat penggabungan ini meningkatkan hipersekresi kolesterol ke dalam empedu

yang mempengaruhi pembentukan batu empedu.1

1

Page 2: BAB I Kolelitiasis Eci

Batu empedu yang mengandung material Kristal atau amorf dapat mempunyai

berbagai macam bentuk. Batu ini dibentuk di dalam vesika felea. Empedu terdiri dari

larutan netral dari garam empedu yang terikat (conjugated bile salts) dalam bentuk

batrium, cholesterol, fosfolipid dan pigmen empedu.2,3

Insiden kolelitiasis dinegara Barat adalah 20% dan banyak menyerang orang

dewasa dan lanjut usia.kebanyakan kolelitiasis tidak bergejala atau bertanda. Angka

kejadian penyakit batu empedu dan penyakit saluran empedu di Indonesia diduga

tidak berbeda jauh dengan angka di Negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahun

1980-an agaknya berkaitan erat dengan cara diagnosis dengan ultrasonografi.4

Di Negara Barat 10-15% pasien dengan batu empedu juga disertai batu saluran

empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk primer

didalam saluran empedu intra atau ekstra hepatik tanpa melibatkan kandung empedu.

Batu saluran empedu primer lebih banyak ditemukan pada pasien di wilayah Asia

dibandingkan dengan pasien di Negara Barat. Perjalanan batu saluran empedu

sekunder belum jelas benar, tetapi komplikasi akan lebih sering dan berat

dibandingkan batu kandung empedu.5

2

Page 3: BAB I Kolelitiasis Eci

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Embriologi Saluran Empedu

Cikal bakal saluran empedu dan hati adalah penonjolan sebesar 3 mm yang

timbul di daerah ventral usus depan. Bagian cranial tumbuh menjadi hati, bagian

kaudal menjadi pancreas, sedangkan bagian sisanya menjadi kandung empedu.

Dari tonjolan berongga yang bagian padatnya kelak jadi sel hati, tumbuh saluran

empedu yang bercabang-cabang seperti pohon diantara sel hati tersebut.4,6

2.2 Anatomi Saluran Empedu

Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear

yang terletak pada permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 4–6 cm.

Kapasitasnya sekitar 30-60 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat

menggembung sampai 300 cc. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan

collum. Bagian fundus umumnya menonjol sedikit keluar tepi hati, dibawah

lengkung iga kanan, ditepi lateral m.rectus abdominis. Sebagian besar korpus

menempel dan tertanam didalam jaringan hati. Kandung empedu tertutup

seluruhnya oleh peritoneum visceral, tetapi infundibulum kandung empedu tidak

terfiksasi kepermukaan hati oleh lapisan peritoneum. Apabila kandung empedu

mengalami distensi akibat bendungan oleh batu, bagian infundubulum menonjol

seperti kantong yang disebut kantong Hartmann.4,7

Duktus sistikus panjangnya 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. dinding

lumennya mengandung katup berbentuk spiral disebut katup spiral Heister, yang

memudahkan cairan empedu mengalir masuk kedalam kandung empedu, tetapi

menahan aliran keluarnya.4,7

Saluran empedu ekstrahepatik terletak didalam ligamentum

hepatoduodenale yang bats atasnya porta hepatis, sedangkan batas bawahnya

distal papilla Vater. Bagian hulu saluran empedu intrahepatik berpangkal dari

3

Page 4: BAB I Kolelitiasis Eci

saluran paling kecil yang disebut kanalikulus empedu yang meneruskan curahan

sekresi empedu melalui duktus interlobaris keduktus lobaris, dan selanjutnya

keduktus hepatikus dihilus.4,7

Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm.

panjang duktus hepatikus komunis sangat bervariasi, bergantung pada letak

muara duktus sistikus. Duktus koledokus berjalan dibelakang duodenum

menembus jaringan pancreas dan dinding duodenum membentuk papilla Vater

yang terletak disebelah medial dinding duodenum. Ujung distalnya dikelilingi

oleh otot sfingter Oddi, yang mengatur aliran empedu kedalam duodenum.

Duktus pankreatikus umumnya bermuara ditempat yang sama dengan duktus

koledokus didalam papilla Vater, tetapi dapat juga terpisah.4,7

Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri

hepatica kanan. Vena cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta.

Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena–vena juga berjalan antara hati dan

kandung empedu.7

Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang

terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui

nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan arteri hepatica menuju ke nodi

lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus

coeliacus.7

Sering ditemukan variasi kandung empedu, saluram empedu, dan

pembuluh arteri yang memperdarahi kandung empedu dan hati. Variasi yang

kadang ditemukan dalam bentuk luas ini, perlu diperhatikan para ahli bedah

untuk menghindari komplikasi pembedahan, seperti perdarahan atau cedera pada

duktus hepatikus atau duktus koledokus.4,7

4

Page 5: BAB I Kolelitiasis Eci

Gambar 2.1 Anatomi vesica fellea dan organ sekitarnya.

2.3 Fisiologi Saluran Empedu

Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 ml/hari. Diluar

waktu makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan

disini mengalami pemekatan sekitar 50%.4

Pengaliran cairan empedu diatur oleh 3 faktor, yaitu sekresi empedu oleh

hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan

puasa, empedu yang diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam kandung empedu.

Setelah makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter relaksasi dan empedu

mengalir ke dalam duodenum. Aliran tersebut sewaktu-waktu seperti

disemprotkan karena secara intermiten tekanan saluran empedu akan lebih tinggi

daripada tahanan sfingter.4

Kolesistokinin (CCK) hormone sel APUD dari selaput lender usus halus,

1dikeluarkan atas rangsang makanan berlemak atau produk lipolitik di dalam

5

Page 6: BAB I Kolelitiasis Eci

lumen usus. Hormone ini merangsang nervus vagus sehingga terjadi kontraksi

kandung empedu setelah makan.4

Pengosongan Kandung Empedu

Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial

kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak

kedalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin

dari mukosa duodenum, hormon kemudian masuk kedalam darah, menyebabkan

kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak

pada ujung distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga

memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. Garam–

garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam

usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi lemak. Proses koordinasi

kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu:8

a. Hormonal

Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan

merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas.

Hormon ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung

empedu.

b. Neurogen:

Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi

cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan

menyebabkan kontraksi dari kandung empedu.

Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum

dan mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana

kandung empedu lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar walaupun

sedikit.

Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis

maupun hormonal memegang peran penting dalam perkembangan inti batu.8

6

Page 7: BAB I Kolelitiasis Eci

Komposisi Cairan Empedu8

Komponen Dari hati Dari kandung emoedu

Air 97,5 gr/dl 92 gr/dl

Garam empedu 1,1 gr/dl 6 gr/dl

Bilirubin 0,04 gr/dl 0,3 gr/dl

Kolesterol 0,1 gr/dl 0,3-0,9 gr/dl

Asam-asam lemak 0,12 gr/dl 0,3-1,2 gr/dl

Lesitin 0,04 gr/dl 0,3 gr/dl

Na+ 145 mEq/liter 130 mEq/liter

K+ 5 mEq/liter 12 mEq/liter

Ca+ 5 mEq/liter 23 mEq/liter

Cl- 100 mEq/liter 25 mEq/liter

HCO3 28 mEq/liter 10 mEq/liter

Metabolisme Billirubin

Bila sel darah merah sudah habis masa hidupnya (rata-rata 120 hari) dan

menjadi terlalu rapuh untuk bertahan dalam system sirkulasi, membrane selnya

pecah dan hemoglobin yang lepas difagositosis oleh jaringan makrofag (disebut

juga system retikuloendotelial) di seluruh tubuh. Hemoglobin pertama kali

dipecah menjadi heme dan globin, dan cincin heme dibuka untuk memberikan (1)

besi bebas yang ditranspor ke dalam darah oleh transferin, dan (2) rantai lurus

dari empat inti pirol yaitu substrat yang nantinya akan dibentuk menjadi pigmen

empedu. Pigmen pertama yang dibentuk adalah biliverdin, tetapi pigmen ini

dengan cepat direduksimenjadi bilirubin bebas yang secara bertahap dilepaskan

dari makrofag ke dalam plasma. Bilirubin bebas dengan segera bergabung sangat

kuat dengan albumin plasma dan ditranspor dalam kombinasi ini melalui darah

dan cairan interstitial. Sekalipun berikatan dengan protein plasma, bilirubin ini

masih disebut ”bilirubin bebas”.

7

Page 8: BAB I Kolelitiasis Eci

Dalam beberapa jam, bilirubin bebas diabsorbsi melalui membrane sel hati.

Sewaktu memasuki sel hati, bilirubin dilepaskan dari albumin plasma dan segera

setelah itu kira-kira 80 persen dikonjugasi dengan asam glukuronat membentuk

bilirubin glikuronida, kira-kira 10 persen berkonjugasi dengan berbagai zat

lainnya. Dalam bentuk ini, bilirubin dikeluarkan melalui proses transpor aktif ke

dalam kanalikuli empedu dan kemudian masuk ke usus.

Sekali berada dalam usus, kira-kira setengah dari bilirubin “konjugasi”

diubah oleh kerja bakteri menjadi urobilinogen yang mudah larut. Beberapa

urobilinogen direabsorbsi melalui mukosa usus kembali ke dalam darah.

Sebagian besarnya diekskresikan kembali oleh hati ke dalam usus, tetapi kira-

kira 5 persen diekskresikan oleh ginjal ke dalam urin. Setelah terpapar dengan

udara dalam urin, urobilinogen teroksidasi menjadi urobilin. Sedangkan di dalam

feses, urobilinogen diubah dan dioksidasi menjadi sterkobilin.8

2.4 Biokimia Saluran Empedu

Garam empedu, lesitin dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%)

cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak dan garam anorganik.4

Garam empedu adalah molekul steroid yang dibuat oleh hepatosit dan

berasal dari kolesterol. Pengaturan produksinya dipengaruhi mekanisme umpan

balik yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal kalau diperlukan.4

2.5 Definisi

Kolelitiasis merupakan adanya atau pembentukan batu empedu; batu yang

terdapat dalam kandung empedu disebut kolesistolitiasis dan batu yang terdapat

dalam saluran empedu (ductus choledochus) disebut koledokolitiasis.4

Sinonim kolelitiasis adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus.

Namun istilah kolelitiasis lebih dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam

kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur

yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung

empedu.

8

Page 9: BAB I Kolelitiasis Eci

Gambar 2.1 Batu dalam kandung empedu.

2.6 Faktor Resiko

Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini.

Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar

kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:2,4,5

a. Jenis Kelamin

Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis

dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen

berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu.

Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko

terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen)

dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan

aktivitas pengosongan kandung empedu.

9

Page 10: BAB I Kolelitiasis Eci

b. Usia

Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan

bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk

terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.

c. Berat badan (BMI)

Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih

tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka

kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi

garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.

d. Makanan

Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti

setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia

dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.

e. Riwayat keluarga

Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih

besar dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga.

f. Aktifitas fisik

Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko

terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih

sedikit berkontraksi.

g. Penyakit usus halus

Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn

disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.

h. Nutrisi intravena jangka lama

Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak

terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang

melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi

meningkat dalam kandung empedu.

10

Page 11: BAB I Kolelitiasis Eci

2.7 Klasifikasi

Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di

golongkankan atas 3 (tiga) golongan, yaitu:1,4,5,8

a) Batu kolesterol

Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%

kolesterol.

b) Batu kalsium bilirubinan (pigmen coklat)

Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung

kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama.

c) Batu pigmen hitam

Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan

kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi.

2.8 Patofisiologi

a. Batu Kolesterol

Pembentukan batu Kolesterol melalui tiga fase yaitu:2,4,8

a. Fase Supersaturasi

Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah

komponen yang tak larut dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan

tertentu membentuk micelle yang mudah larut. Di dalam kandung empedu

ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima sampai tujuh kali lipat. Pelarutan

kolesterol tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin dan garam

empedu, dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada keadaan

supersaturasi dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1

: 13. Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap.

Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut:

Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam empedu dan

lecithin jauh lebih banyak.

Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga

terjadi supersaturasi.

11

Page 12: BAB I Kolelitiasis Eci

Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet).

Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan

tinggi.

Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada

gangguan ileum terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan

sirkulasi enterohepatik).

Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat dan

kadar chenodeoxycholat rendah, padahal chenodeoxycholat efeknya

melarutkan batu kolesterol dan menurunkan saturasi kolesterol.

Penelitian lain menyatakan bahwa tablet KB pengaruhnya hanya

sampai tiga tahun.

b. Fase Pembentukan inti batu

Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen. Inti

batu heterogen bisa berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau

sel-sel yang lepas pada peradangan. Inti batu yang homogen berasal dari

kristal kolesterol sendiri yang menghadap karena perubahan rasio dengan

asam empedu.

c. Fase Pertumbuhan batu menjadi besar

Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup

waktu untuk bisa berkembang menjadi besar. Pada keadaan normal dimana

kontraksi kandung empedu cukup kuat dan sirkulasi empedu normal, inti

batu yang sudah terbentuk akan dipompa keluar ke dalam usus halus. Bila

konstruksi kandung empedu lemah, kristal kolesterol yang terjadi akibat

supersaturasi akan melekat pada inti batu tersebut. Hal ini mudah terjadi

pada penderita Diabetes Mellitus, kehamilan, pada pemberian total parental

nutrisi yang lama, setelah operasi trunkal vagotomi, karena pada keadaan

tersebut kontraksi kandung empedu kurang baik. Sekresi mucus yang

berlebihan dari mukosa kandung empedu akan mengikat kristal kolesterol

dan sukar dipompa keluar. 

12

Page 13: BAB I Kolelitiasis Eci

Kolesterol normalnya tidak akan mengendap di empedu karena empedu

mengandung garam empedu terkonjugasi dan fosfatidilkolin dalam jumlah

cukup agar kolesterol berada di dalam larutan misel. Jika rasio konsentrasi

meningkat, kolesterol dalam kisaran yang kecil akan tetap berada di dalam

larutan misel yang sangat jenuh. Kondisi yang sangat jenuh ini juga mungkin

karena hati juga menyekresi kolesterol dalam bentuk konsentrasi tinggi di

dalam nucleus vesikel yang berdiameter 50-100 nm. Jika kandungan

kolesterol relative semakin meningkat, akan dibentuk vesikel multimisel

(hingga 1000 nm). Zat ini kurang stabil dan akan melepaskan kolesterol dan

kemudian diendapkan pada lingkungan cairan dalam bentuk Kristal kolesterol.

Penyebab peningkatan rasio yang penting yaitu :

Peningkatan sekresi kolesterol

Hal ini terjadi karena peningkatan sintesis kolesterol (peningkatan

aktifitas 3-hidroksi-3-metilglutaril [HMG]-KoA-kolesterol reduktase)

atau penghambatan esterifikasi kolesterol, misalnya oleh progesteron

selama kehamilan (penghambat asetil-KoA-kolesterol-asetil tranferase

[ACAT].

Penurunan sekresi garam empedu

Hal ini terjadi karena penurunan simpanan garam empedu, seperti pada

penyakit Crohn atau setelah reseksi usus atau karna sekuestrasi garam

empedu yang memanjang di kandung empedu, seperti pada puasa (bahkan

pada puasa yang hanya berlangsung semalam) atau pada pemberian

nutrisi parenteral yang dapat menurunkan sirkulasi enterohepatika garam

empedu sehingga sekresinya ke dalam empedu berkurang.

Penurunan sekresi fosfatidilkolin

Sebagai penyebab batu kolesterol telah ditemukan pada perempuan chili,

yang hidupnya hampir hanya dengan memakan sayur-sayuran.

13

Page 14: BAB I Kolelitiasis Eci

14

Page 15: BAB I Kolelitiasis Eci

b. Batu bilirubin/Batu pigmen

Batu bilirubin dibagi menjadi dua kelompok yaitu:2,4,8

a. Batu Calcium bilirubinat (batu infeksi).

b. Batu pigmen murni (batu non infeksi).

Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase yaitu :

a. Saturasi bilirubin

Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena

pemecahan eritrosit yang berlebihan, misalnya pada malaria dan penyakit

Sicklecell. Pada keadaan infeksi saturasi bilirubin terjadi karena konversi

konjugasi bilirubin menjadi unkonjugasi yang sukar larut. Konversi

terjadi karena adanya enzim b glukuronidase yang dihasilkan oleh

Escherichia Coli. Pada keadaan normal cairan empedu mengandung

glokaro 1,4 lakton yang menghambat kerja glukuronidase.

b. Pembentukan inti batu

Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan sel

bisa juga oleh bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Maki

melaporkan bahwa 55 % batu pigmen dengan inti telur atau bagian badan

dari cacing ascaris lumbricoides. Sedangkan Tung dari Vietnam

mendapatkan 70 % inti batu adalah dari cacing tambang.

Sebagian besar terdiri atas kalsium bilirubinat (sekitar 50%) yang akan

memberikan warna hitam atau coklat. Batu hitam juga mengandung kalsium

karbonat dan fosfat, sedangkan batu coklat juga mengandung stearat, palmitat

dan kolesterol. Peningkatan jumlah bilirubin tidak terkonjugasi dalam

empedu, yang hanya larut dalam misel, merupakan penyebab utama

pembentukan pigmen batu; normalnya empedu hanya mengandung 1-2%.

Penyebab meningkatnya konsentrasi bilirubin tidak terkonjugasi adalah :

Peningkatan pelepasan hemoglobin, missal pada anemia hemolitik.

Karena jumlah bilirubin yang sangat banyak, proses konjugasi yang

diperantarai oleh glukuronidase di hati tidak dapat memenuhi kebutuhan.

15

Page 16: BAB I Kolelitiasis Eci

Penurunan kemampuan konjugasi di hati, misalnya pada sirosis hati.

Dekonjugasi bilirubin non-enzimatik (terutama monoglukuronat) di

empedu

Dekonjugasi enzimatik (β-glukosidase) oleh bakteri.

Dekonjugasi enzimatik hampir selalu merupakan penyebab batu pigmen

coklat. Bakteri juga mendekonjugasi garam empedu secara enzimatik

(penurunan pembentukan misel dengan pengendapan kolesterol) dan

melepaskannya melalui fosfolipase A2, palmitat dan stearat (dari

fosfatidilkolin) yang akan mengendap sebagai garam kalsium. Batu hitam,

terutama dibentuk oleh tiga mekanisme pertama yang telah disebutkan di atas,

disamping komponen lain juga mengandung kalsium karbonat dan fosfat.

Kalsium karbonat dan fosfat diduga terbentuk karena kemampuan kandung

empedu untuk melakukan pengasaman menurun.

16

Page 17: BAB I Kolelitiasis Eci

2.9 Manifestasi Klinis1,2,4,5

Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut

bermigrasi menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga

gambaran klinisnya bervariasi dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan

sampai berat karena adanya komplikasi.

Dijumpai nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang kadang-kadang

disertai kolik bilier yang timbul menetap/konstan. Rasa nyeri kadang-kadang

dijalarkan sampai di daerah subkapula disertai nausea, vomitus dan dyspepsia,

flatulen dan lain-lain. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan

hipokondrium kanan, dapat teraba pembesaran kandung empedu dan tanda

Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus. Ikterus dijumpai pada 20 % kasus,

umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila kadar bilirubin tinggi,

perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatic.

Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri

viseral ini berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus oleh

batu. Dengan istilah kolik bilier tersirat pengertian bahwa mukosa kandung

empedu tidak memperlihatkan inflamasi akut.

Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama

antara 30–60 menit, menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah epigastrium.

17

Page 18: BAB I Kolelitiasis Eci

Nyeri dapat menjalar ke abdomen kanan, ke pundak, punggung, jarang ke

abdomen kiri dan dapat menyerupai angina pektoris. Kolik bilier harus dibedakan

dengan gejala dispepsia yang merupakan gejala umum pada banyak pasien

dengan atau tanpa kolelitiasis.

Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan tanpa

menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula vateri

sehingga timbul pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone

pancreatitis). BSE yang tidak keluar spontan akan tetap berada dalam saluran

empedu dan dapat membesar. Gambaran klinis koledokolitiasis didominasi

penyulitnya seperti ikterus obstruktif, kolangitis dan pankreatitis.

2.10 Diagnosis

a. Anamnesis

Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis.

Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepdia yang kadang disertai

intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama

berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium.

Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15

18

Page 19: BAB I Kolelitiasis Eci

menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri

kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba.1,2,4,5

Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke

puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita

melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau

terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik

nafas dalam.1,2,4,5

b. Pemeriksaan Fisik

c. Batu kandung empedu

Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan

komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau

umum, hidrop kandung empedu, empiema kandung empedu, atau

pangkretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan

punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda

Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita

menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang

tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik

nafas.4

d. Batu saluran empedu

Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase

tenang. Kadang teraba hatidan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila

kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejal ikterik tidak jelas.

Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul

ikterus klinis.4

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium

Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak

menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi

peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma

mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat

19

Page 20: BAB I Kolelitiasis Eci

penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang

tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus.

Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum

biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.4

e. Pemeriksaan radiologis

Foto polos Abdomen

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran

yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang

bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung

cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto

polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang

membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai

massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan

gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica.

20

Page 21: BAB I Kolelitiasis Eci

Gambar 2.2 Foto rontgen pada kolelitiasis

Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas

yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran

saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG

juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena

fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab

lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit

dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG

punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang

ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.

21

Page 22: BAB I Kolelitiasis Eci

Gambar 2.3 Hasil USG pada kolelitiasis

Kolesistografi

Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup

baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk

melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran

batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik,

muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus,

dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak

dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna

pada penilaian fungsi kandung empedu.

22

Page 23: BAB I Kolelitiasis Eci

Gambar 2.4 Hasil kolesistografi pada kolelitiasis

ERCP (endoscopic retrograde cholangiopancreatography)

Merupakan teknik yang menggabungkan penggunaan

endoskopi dan fluoroskopi untuk mendiagnosa dan mengobati

masalah tertentu dari empedu atau system duktus pancreas,

termasuk batu empedu, penyempitan inflamasi (bekas luka),

kebocoran (dari trauma dan operasi) dan kanker

2.11 Penatalaksanaan

f. Non Bedah

Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan.

Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari

atau mengurangi makanan berlemak. Selain itu tatalaksana non bedah

terdiri dari atas lisis batu dan pengeluaran secara endoskopik. Selain itu

dapat dilakukan pencegahan kolelitiasis pada orang yang cenderung

memiliki empedu litogenik dengan mencegah infeksi dan menurunkan

kadar kolesterol serum dengan cara mengurangi asupan atau menghambat

sintesis kolesterol. Obat golongan statin dikenal dapat menghambat enzim

HMG-CoA reduktase.4,5

Lisis batu

Disolusi batu dengan sediaan garam empedu kolelitolitik

mungkin berhasil pada batu kolesterol. Terapi berhasil pada separuh

penderita dengan pengobatan selama satu sampai dua tahun. Lisis

kontak melalui kateter perkutan kedalam kandung empedu dengan

metilbutir eter berhasil setelah beberapa jam. Terapi ini merupakan

terapi invasive tetapi kerap disertai penyulit.

Pembedahan memang dilakukan untuk batu kandung empedu

yang simtomatik. Masalahnya, perlu ditetapkan apakah akan dilakukan

kolesistektomi profilaksis secara efektif pada yang asimtomatik.

Indikasi kolesistektomi elektif konvensional maupun laparoskopik

23

Page 24: BAB I Kolelitiasis Eci

adalah kolelitiasis asimtomatik pada penderita diabetes mellitus karena

serangan kolelitiasis akut dapat menimbulkan komplikasi berat.

Indikasi lain adalah kandung empedu yang tidak terlihat pada

kolesistografi oral, yang menandakan stadium lanjut, atau kandung

empedu dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2 cm karena batu

yang besar lebih sering menimbulkan kolesistitis akut disbanding

dengan batu yang lebih kecil. Indikasi lain asalah klasifikasi kandung

empedu karena dihubungkan dengan kejhadian karsinoma. Pada

semua keadaan tersebut dianjurkan kolesistektomi.4

Pengeluaran secara endoskopik.

Apabila setelah tindakan diatas keadaan umum tidak membaik

atau kondisi penderita malah semakin memburuk, dapat dilakukan

sfingterotomi endoskopik untuk menyalir empedu dan nanah dan

membersihkan duktus koledokus dari batu. Kadang dipasang pipa

nasobilier.4

Cara ini juga berhasil melalui sfingterotomisfingter Oddi di

papilla Vater, yang memungkinkan batu keluar secara spontan atauu

melalui kateter Fogarty atau kateter basket. Indikasi lain dari

sfingterotomi endoskopik ialah adanya riwayat kolesistektomi.

Apabila batu duktus koledokus besar, yaitu berdiameter lebih dari 2

cm, sfingterotomi endoskopik mungkin tidak dapat mengeluarkan batu

ini. Pada penderita ini dianjurkan litotripsi lebih dahulu untuk

mengeluarkan batu duktus koledokus secara mekanik melalui papilla

vater dengan alat ultrasonic atau laser. Umumnya penghancuran ini

dilakukan bersama-sama atau dilengkapi dengan sfingterotomi

endoskopik.4

Penyaliran bilier transhepatik perkutan (percutaneous

transhepatic biliar drainage= PTBD) biasanya bersifat darurat dan

sementara sebagai salah satu alternative untuk mengatasi sepsis pada

kolangitis berat, atau mengurangi ikterus berat pada obstruksi saluran

24

Page 25: BAB I Kolelitiasis Eci

empedu distal karena keganasan. Pada pasien dengan pipa T pada

saluran empedu dapat juga dimasukkan koledoskop dari luar untuk

membantu mengambil batu intrahepatik.

Pada Koledokolitiasis.

Penderita yang menunjukkan gejala kolangitis akut harus dirawat

dan dipuasakan. Apabila ada distensi perut, dipasang pipa lambung.

Dilakukan koreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,

penanganan syok, pemberian antibiotika sistemik dan pemberian

vitamin K sistemik kalau ada koagulapati. Biasanya keadaan umum

dapat diperbaiki dalam waktu 24-48 jam.

g. Bedah

Pilihan penatalaksanaan bedah antara lain:4

a) Kolesistektomi terbuka

Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien

denga kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang

dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2%

pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari

0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik

biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.

b) Kolesistektomi laparaskopi

Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa

adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman,

banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan

kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara

teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional

adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang

dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan

perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan

dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera

25

Page 26: BAB I Kolelitiasis Eci

duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama

kolesistektomi laparaskopi.

Gambar 2.5 Tindakan kolesistektomi

c) Disolusi medis

Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah

digunakan adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang

dikeluarkan. Zat disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya untuk batu

empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam

xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnnya

batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan,

kekambuhan batu tejadi pada 50% pasien.

d) Disolusi kontak

Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol

yang poten (metil-ter-butil-eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu

melalui kateter yang diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam

26

Page 27: BAB I Kolelitiasis Eci

melarutkan batu empedu pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini

invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi

(50% dalam 5 tahun).

e) Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)

Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis

biaya-manfaat pad saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya

terbatas pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk

menjalani terapi ini.

f) Kolesistotomi

Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal

bahkan di samping tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur

yang bermanfaat, terutama untuk pasien yang sakitnya kritis.

2.12 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis:4,5

a. Asimtomatik

b. Obstruksi duktus sistikus

c. Kolik bilier

d. Kolesistitis akut

Empiema

Perikolesistitis

Perforasi

e. Kolesistitis kronis

Hidrop kandung empedu

Empiema kandung empedu

Fistel kolesistoenterik

Ileus batu empedu (gallstone ileus)

27

Page 28: BAB I Kolelitiasis Eci

2.13 Pencegahan

Pada kasus kolelitiasis jumlah kolesterol dalam empedu ditentukan oleh

jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol dari

metabolisme lemak, sehingga pasien dianjurkan atau dibatasi dengan makanan

cair rendah lemak. Menghindari kolesterol yang tinggi terutama yang berasal

dari lemak hewani. Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat

diaduk ke dalam susu skim dan adapun makanan tambahan seperti: buah yang

dimasak, nasi ketela, daging tanpa lemak, sayuran yang tidak membentuk gas,

roti, kopi atau teh.2,4,5

28

Page 29: BAB I Kolelitiasis Eci

BAB III

ILUSTRASI KASUS

29

Page 30: BAB I Kolelitiasis Eci

DAFTAR PUSTAKA

1. Ginting S. A description characteristic risk factor of the kolelitiasis disease in

the Colombia asia medan hospital. 2011.p.38-45.

2. Hadi S. Gastrienterologi. Edisi ke-7. Bandung : PT.Alumni Bandung.2002.

hal.402.

3. Gustawan IW, Putra S. Kolelitiasis pada anak. Maj kedokt indon. Vol.57.

No.10. 2007.p.353-362.

4. De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta : EGC.

2004.hal.570-7

5. Lesmana, Laurentius A. Penyakit Batu Empedu. Dalam : Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Edisi Keempat. Jilid I. Jakarta : Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

2006. Hal.479-81.

6. Sadler TW. Embriologi kedokteran langman. Edisi ke-7. Jakarta : EGC.1997.

hal.255-259.

7. Dharma Adji. Richard Snell Anatomi Klinik. Edisi ke-3. Jakarta :

EGC.1997.hal. 264-6.

8. Guyton, Hall, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11, Jakarta : EGC.2008.

hal. 908.

30