BAB I Kolelitiasis Eci
-
Upload
faizah-maruddani -
Category
Documents
-
view
89 -
download
9
description
Transcript of BAB I Kolelitiasis Eci
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit batu kkandung empedu merupakan penyakit yang sudah dikenal sejak
ribuan tahun yang lalu. Pada abad ke-17 telah dicurigai sebagai penyebab penyakit
pada manusia. Batu empedu awalnya merupakan penyakit yang sering dijumpai di
Negara Barat dan jarang dinegara berkembang. Tetapi dengan membaiknya keadaan
social ekonomi, perubahan menu diet ala Barat, serta perbaikan saran diagnosis
khususnya ultrasonografi, prevalensi penyakit empedu di Negara berkembang
termasuk Indonesia cenderung meningkat.1
Prevalensi penyakit batu kandung empedu pada suku Indian di Amerika Serikat
mencapai tingkat yang tinggi yaitu sekitar 40-70%. Di Amerika Serikat insiden batu
empedu diperkirakan 20 juta orang, dengan 70% diantaranya didominasi oleh batu
kolesterol dan 30% sisanya terdiri dari batu pigmen dan komposisi yang bervariasi.
Seddangkan di Asia prevalensi berkisar antara 3-15%.1
Di Indonesia angka kejadian oenyakit batu kandung empedu diduga tidak
berbeda jauh dengan angka di Negara lain yang ada di Asia Tenggara. Berdasarkan
penelitian di RSCM Jakarta dari 51 pasien dibagian Hepatologi ditemukan 73%
pasien yang menderita penyakit batu empedu pigmen dan batu kolesterol pada 275
pasien.1
Prevalensi penderita penyakit batu kandung empedu meningkat sehubungan
dengan usia dan dua kali lebih tinggi pada wanita disbanding pria. Perbedaan gender
ini karna factor hormone estrogen yang meningkatkan sekresi kolesterol empedu.
Proses kehamilan meningkatkan resiko batu empedu karena terjaadinya gangguan
pada proses pengosongan kandung empedu. Gangguan pada proses ini disebabkan
oleh penggabungan pengaruh antar hormone estrogen dan hormone progesterone.
Akibat penggabungan ini meningkatkan hipersekresi kolesterol ke dalam empedu
yang mempengaruhi pembentukan batu empedu.1
1
Batu empedu yang mengandung material Kristal atau amorf dapat mempunyai
berbagai macam bentuk. Batu ini dibentuk di dalam vesika felea. Empedu terdiri dari
larutan netral dari garam empedu yang terikat (conjugated bile salts) dalam bentuk
batrium, cholesterol, fosfolipid dan pigmen empedu.2,3
Insiden kolelitiasis dinegara Barat adalah 20% dan banyak menyerang orang
dewasa dan lanjut usia.kebanyakan kolelitiasis tidak bergejala atau bertanda. Angka
kejadian penyakit batu empedu dan penyakit saluran empedu di Indonesia diduga
tidak berbeda jauh dengan angka di Negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahun
1980-an agaknya berkaitan erat dengan cara diagnosis dengan ultrasonografi.4
Di Negara Barat 10-15% pasien dengan batu empedu juga disertai batu saluran
empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk primer
didalam saluran empedu intra atau ekstra hepatik tanpa melibatkan kandung empedu.
Batu saluran empedu primer lebih banyak ditemukan pada pasien di wilayah Asia
dibandingkan dengan pasien di Negara Barat. Perjalanan batu saluran empedu
sekunder belum jelas benar, tetapi komplikasi akan lebih sering dan berat
dibandingkan batu kandung empedu.5
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Embriologi Saluran Empedu
Cikal bakal saluran empedu dan hati adalah penonjolan sebesar 3 mm yang
timbul di daerah ventral usus depan. Bagian cranial tumbuh menjadi hati, bagian
kaudal menjadi pancreas, sedangkan bagian sisanya menjadi kandung empedu.
Dari tonjolan berongga yang bagian padatnya kelak jadi sel hati, tumbuh saluran
empedu yang bercabang-cabang seperti pohon diantara sel hati tersebut.4,6
2.2 Anatomi Saluran Empedu
Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear
yang terletak pada permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 4–6 cm.
Kapasitasnya sekitar 30-60 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat
menggembung sampai 300 cc. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan
collum. Bagian fundus umumnya menonjol sedikit keluar tepi hati, dibawah
lengkung iga kanan, ditepi lateral m.rectus abdominis. Sebagian besar korpus
menempel dan tertanam didalam jaringan hati. Kandung empedu tertutup
seluruhnya oleh peritoneum visceral, tetapi infundibulum kandung empedu tidak
terfiksasi kepermukaan hati oleh lapisan peritoneum. Apabila kandung empedu
mengalami distensi akibat bendungan oleh batu, bagian infundubulum menonjol
seperti kantong yang disebut kantong Hartmann.4,7
Duktus sistikus panjangnya 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. dinding
lumennya mengandung katup berbentuk spiral disebut katup spiral Heister, yang
memudahkan cairan empedu mengalir masuk kedalam kandung empedu, tetapi
menahan aliran keluarnya.4,7
Saluran empedu ekstrahepatik terletak didalam ligamentum
hepatoduodenale yang bats atasnya porta hepatis, sedangkan batas bawahnya
distal papilla Vater. Bagian hulu saluran empedu intrahepatik berpangkal dari
3
saluran paling kecil yang disebut kanalikulus empedu yang meneruskan curahan
sekresi empedu melalui duktus interlobaris keduktus lobaris, dan selanjutnya
keduktus hepatikus dihilus.4,7
Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm.
panjang duktus hepatikus komunis sangat bervariasi, bergantung pada letak
muara duktus sistikus. Duktus koledokus berjalan dibelakang duodenum
menembus jaringan pancreas dan dinding duodenum membentuk papilla Vater
yang terletak disebelah medial dinding duodenum. Ujung distalnya dikelilingi
oleh otot sfingter Oddi, yang mengatur aliran empedu kedalam duodenum.
Duktus pankreatikus umumnya bermuara ditempat yang sama dengan duktus
koledokus didalam papilla Vater, tetapi dapat juga terpisah.4,7
Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri
hepatica kanan. Vena cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta.
Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena–vena juga berjalan antara hati dan
kandung empedu.7
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang
terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui
nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan arteri hepatica menuju ke nodi
lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus
coeliacus.7
Sering ditemukan variasi kandung empedu, saluram empedu, dan
pembuluh arteri yang memperdarahi kandung empedu dan hati. Variasi yang
kadang ditemukan dalam bentuk luas ini, perlu diperhatikan para ahli bedah
untuk menghindari komplikasi pembedahan, seperti perdarahan atau cedera pada
duktus hepatikus atau duktus koledokus.4,7
4
Gambar 2.1 Anatomi vesica fellea dan organ sekitarnya.
2.3 Fisiologi Saluran Empedu
Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 ml/hari. Diluar
waktu makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan
disini mengalami pemekatan sekitar 50%.4
Pengaliran cairan empedu diatur oleh 3 faktor, yaitu sekresi empedu oleh
hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan
puasa, empedu yang diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam kandung empedu.
Setelah makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter relaksasi dan empedu
mengalir ke dalam duodenum. Aliran tersebut sewaktu-waktu seperti
disemprotkan karena secara intermiten tekanan saluran empedu akan lebih tinggi
daripada tahanan sfingter.4
Kolesistokinin (CCK) hormone sel APUD dari selaput lender usus halus,
1dikeluarkan atas rangsang makanan berlemak atau produk lipolitik di dalam
5
lumen usus. Hormone ini merangsang nervus vagus sehingga terjadi kontraksi
kandung empedu setelah makan.4
Pengosongan Kandung Empedu
Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial
kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak
kedalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin
dari mukosa duodenum, hormon kemudian masuk kedalam darah, menyebabkan
kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak
pada ujung distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga
memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. Garam–
garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam
usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi lemak. Proses koordinasi
kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu:8
a. Hormonal
Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan
merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas.
Hormon ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung
empedu.
b. Neurogen:
Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi
cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan
menyebabkan kontraksi dari kandung empedu.
Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum
dan mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana
kandung empedu lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar walaupun
sedikit.
Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis
maupun hormonal memegang peran penting dalam perkembangan inti batu.8
6
Komposisi Cairan Empedu8
Komponen Dari hati Dari kandung emoedu
Air 97,5 gr/dl 92 gr/dl
Garam empedu 1,1 gr/dl 6 gr/dl
Bilirubin 0,04 gr/dl 0,3 gr/dl
Kolesterol 0,1 gr/dl 0,3-0,9 gr/dl
Asam-asam lemak 0,12 gr/dl 0,3-1,2 gr/dl
Lesitin 0,04 gr/dl 0,3 gr/dl
Na+ 145 mEq/liter 130 mEq/liter
K+ 5 mEq/liter 12 mEq/liter
Ca+ 5 mEq/liter 23 mEq/liter
Cl- 100 mEq/liter 25 mEq/liter
HCO3 28 mEq/liter 10 mEq/liter
Metabolisme Billirubin
Bila sel darah merah sudah habis masa hidupnya (rata-rata 120 hari) dan
menjadi terlalu rapuh untuk bertahan dalam system sirkulasi, membrane selnya
pecah dan hemoglobin yang lepas difagositosis oleh jaringan makrofag (disebut
juga system retikuloendotelial) di seluruh tubuh. Hemoglobin pertama kali
dipecah menjadi heme dan globin, dan cincin heme dibuka untuk memberikan (1)
besi bebas yang ditranspor ke dalam darah oleh transferin, dan (2) rantai lurus
dari empat inti pirol yaitu substrat yang nantinya akan dibentuk menjadi pigmen
empedu. Pigmen pertama yang dibentuk adalah biliverdin, tetapi pigmen ini
dengan cepat direduksimenjadi bilirubin bebas yang secara bertahap dilepaskan
dari makrofag ke dalam plasma. Bilirubin bebas dengan segera bergabung sangat
kuat dengan albumin plasma dan ditranspor dalam kombinasi ini melalui darah
dan cairan interstitial. Sekalipun berikatan dengan protein plasma, bilirubin ini
masih disebut ”bilirubin bebas”.
7
Dalam beberapa jam, bilirubin bebas diabsorbsi melalui membrane sel hati.
Sewaktu memasuki sel hati, bilirubin dilepaskan dari albumin plasma dan segera
setelah itu kira-kira 80 persen dikonjugasi dengan asam glukuronat membentuk
bilirubin glikuronida, kira-kira 10 persen berkonjugasi dengan berbagai zat
lainnya. Dalam bentuk ini, bilirubin dikeluarkan melalui proses transpor aktif ke
dalam kanalikuli empedu dan kemudian masuk ke usus.
Sekali berada dalam usus, kira-kira setengah dari bilirubin “konjugasi”
diubah oleh kerja bakteri menjadi urobilinogen yang mudah larut. Beberapa
urobilinogen direabsorbsi melalui mukosa usus kembali ke dalam darah.
Sebagian besarnya diekskresikan kembali oleh hati ke dalam usus, tetapi kira-
kira 5 persen diekskresikan oleh ginjal ke dalam urin. Setelah terpapar dengan
udara dalam urin, urobilinogen teroksidasi menjadi urobilin. Sedangkan di dalam
feses, urobilinogen diubah dan dioksidasi menjadi sterkobilin.8
2.4 Biokimia Saluran Empedu
Garam empedu, lesitin dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%)
cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak dan garam anorganik.4
Garam empedu adalah molekul steroid yang dibuat oleh hepatosit dan
berasal dari kolesterol. Pengaturan produksinya dipengaruhi mekanisme umpan
balik yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal kalau diperlukan.4
2.5 Definisi
Kolelitiasis merupakan adanya atau pembentukan batu empedu; batu yang
terdapat dalam kandung empedu disebut kolesistolitiasis dan batu yang terdapat
dalam saluran empedu (ductus choledochus) disebut koledokolitiasis.4
Sinonim kolelitiasis adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus.
Namun istilah kolelitiasis lebih dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam
kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur
yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung
empedu.
8
Gambar 2.1 Batu dalam kandung empedu.
2.6 Faktor Resiko
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini.
Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar
kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:2,4,5
a. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen
berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu.
Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko
terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen)
dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan
aktivitas pengosongan kandung empedu.
9
b. Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan
bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk
terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.
c. Berat badan (BMI)
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih
tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka
kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi
garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
d. Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti
setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia
dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
e. Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih
besar dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga.
f. Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko
terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih
sedikit berkontraksi.
g. Penyakit usus halus
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn
disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
h. Nutrisi intravena jangka lama
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak
terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang
melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi
meningkat dalam kandung empedu.
10
2.7 Klasifikasi
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di
golongkankan atas 3 (tiga) golongan, yaitu:1,4,5,8
a) Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%
kolesterol.
b) Batu kalsium bilirubinan (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung
kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama.
c) Batu pigmen hitam
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan
kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi.
2.8 Patofisiologi
a. Batu Kolesterol
Pembentukan batu Kolesterol melalui tiga fase yaitu:2,4,8
a. Fase Supersaturasi
Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah
komponen yang tak larut dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan
tertentu membentuk micelle yang mudah larut. Di dalam kandung empedu
ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima sampai tujuh kali lipat. Pelarutan
kolesterol tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin dan garam
empedu, dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada keadaan
supersaturasi dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1
: 13. Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap.
Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut:
Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam empedu dan
lecithin jauh lebih banyak.
Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga
terjadi supersaturasi.
11
Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet).
Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan
tinggi.
Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada
gangguan ileum terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan
sirkulasi enterohepatik).
Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat dan
kadar chenodeoxycholat rendah, padahal chenodeoxycholat efeknya
melarutkan batu kolesterol dan menurunkan saturasi kolesterol.
Penelitian lain menyatakan bahwa tablet KB pengaruhnya hanya
sampai tiga tahun.
b. Fase Pembentukan inti batu
Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen. Inti
batu heterogen bisa berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau
sel-sel yang lepas pada peradangan. Inti batu yang homogen berasal dari
kristal kolesterol sendiri yang menghadap karena perubahan rasio dengan
asam empedu.
c. Fase Pertumbuhan batu menjadi besar
Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup
waktu untuk bisa berkembang menjadi besar. Pada keadaan normal dimana
kontraksi kandung empedu cukup kuat dan sirkulasi empedu normal, inti
batu yang sudah terbentuk akan dipompa keluar ke dalam usus halus. Bila
konstruksi kandung empedu lemah, kristal kolesterol yang terjadi akibat
supersaturasi akan melekat pada inti batu tersebut. Hal ini mudah terjadi
pada penderita Diabetes Mellitus, kehamilan, pada pemberian total parental
nutrisi yang lama, setelah operasi trunkal vagotomi, karena pada keadaan
tersebut kontraksi kandung empedu kurang baik. Sekresi mucus yang
berlebihan dari mukosa kandung empedu akan mengikat kristal kolesterol
dan sukar dipompa keluar.
12
Kolesterol normalnya tidak akan mengendap di empedu karena empedu
mengandung garam empedu terkonjugasi dan fosfatidilkolin dalam jumlah
cukup agar kolesterol berada di dalam larutan misel. Jika rasio konsentrasi
meningkat, kolesterol dalam kisaran yang kecil akan tetap berada di dalam
larutan misel yang sangat jenuh. Kondisi yang sangat jenuh ini juga mungkin
karena hati juga menyekresi kolesterol dalam bentuk konsentrasi tinggi di
dalam nucleus vesikel yang berdiameter 50-100 nm. Jika kandungan
kolesterol relative semakin meningkat, akan dibentuk vesikel multimisel
(hingga 1000 nm). Zat ini kurang stabil dan akan melepaskan kolesterol dan
kemudian diendapkan pada lingkungan cairan dalam bentuk Kristal kolesterol.
Penyebab peningkatan rasio yang penting yaitu :
Peningkatan sekresi kolesterol
Hal ini terjadi karena peningkatan sintesis kolesterol (peningkatan
aktifitas 3-hidroksi-3-metilglutaril [HMG]-KoA-kolesterol reduktase)
atau penghambatan esterifikasi kolesterol, misalnya oleh progesteron
selama kehamilan (penghambat asetil-KoA-kolesterol-asetil tranferase
[ACAT].
Penurunan sekresi garam empedu
Hal ini terjadi karena penurunan simpanan garam empedu, seperti pada
penyakit Crohn atau setelah reseksi usus atau karna sekuestrasi garam
empedu yang memanjang di kandung empedu, seperti pada puasa (bahkan
pada puasa yang hanya berlangsung semalam) atau pada pemberian
nutrisi parenteral yang dapat menurunkan sirkulasi enterohepatika garam
empedu sehingga sekresinya ke dalam empedu berkurang.
Penurunan sekresi fosfatidilkolin
Sebagai penyebab batu kolesterol telah ditemukan pada perempuan chili,
yang hidupnya hampir hanya dengan memakan sayur-sayuran.
13
14
b. Batu bilirubin/Batu pigmen
Batu bilirubin dibagi menjadi dua kelompok yaitu:2,4,8
a. Batu Calcium bilirubinat (batu infeksi).
b. Batu pigmen murni (batu non infeksi).
Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase yaitu :
a. Saturasi bilirubin
Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena
pemecahan eritrosit yang berlebihan, misalnya pada malaria dan penyakit
Sicklecell. Pada keadaan infeksi saturasi bilirubin terjadi karena konversi
konjugasi bilirubin menjadi unkonjugasi yang sukar larut. Konversi
terjadi karena adanya enzim b glukuronidase yang dihasilkan oleh
Escherichia Coli. Pada keadaan normal cairan empedu mengandung
glokaro 1,4 lakton yang menghambat kerja glukuronidase.
b. Pembentukan inti batu
Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan sel
bisa juga oleh bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Maki
melaporkan bahwa 55 % batu pigmen dengan inti telur atau bagian badan
dari cacing ascaris lumbricoides. Sedangkan Tung dari Vietnam
mendapatkan 70 % inti batu adalah dari cacing tambang.
Sebagian besar terdiri atas kalsium bilirubinat (sekitar 50%) yang akan
memberikan warna hitam atau coklat. Batu hitam juga mengandung kalsium
karbonat dan fosfat, sedangkan batu coklat juga mengandung stearat, palmitat
dan kolesterol. Peningkatan jumlah bilirubin tidak terkonjugasi dalam
empedu, yang hanya larut dalam misel, merupakan penyebab utama
pembentukan pigmen batu; normalnya empedu hanya mengandung 1-2%.
Penyebab meningkatnya konsentrasi bilirubin tidak terkonjugasi adalah :
Peningkatan pelepasan hemoglobin, missal pada anemia hemolitik.
Karena jumlah bilirubin yang sangat banyak, proses konjugasi yang
diperantarai oleh glukuronidase di hati tidak dapat memenuhi kebutuhan.
15
Penurunan kemampuan konjugasi di hati, misalnya pada sirosis hati.
Dekonjugasi bilirubin non-enzimatik (terutama monoglukuronat) di
empedu
Dekonjugasi enzimatik (β-glukosidase) oleh bakteri.
Dekonjugasi enzimatik hampir selalu merupakan penyebab batu pigmen
coklat. Bakteri juga mendekonjugasi garam empedu secara enzimatik
(penurunan pembentukan misel dengan pengendapan kolesterol) dan
melepaskannya melalui fosfolipase A2, palmitat dan stearat (dari
fosfatidilkolin) yang akan mengendap sebagai garam kalsium. Batu hitam,
terutama dibentuk oleh tiga mekanisme pertama yang telah disebutkan di atas,
disamping komponen lain juga mengandung kalsium karbonat dan fosfat.
Kalsium karbonat dan fosfat diduga terbentuk karena kemampuan kandung
empedu untuk melakukan pengasaman menurun.
16
2.9 Manifestasi Klinis1,2,4,5
Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut
bermigrasi menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga
gambaran klinisnya bervariasi dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan
sampai berat karena adanya komplikasi.
Dijumpai nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang kadang-kadang
disertai kolik bilier yang timbul menetap/konstan. Rasa nyeri kadang-kadang
dijalarkan sampai di daerah subkapula disertai nausea, vomitus dan dyspepsia,
flatulen dan lain-lain. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan
hipokondrium kanan, dapat teraba pembesaran kandung empedu dan tanda
Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus. Ikterus dijumpai pada 20 % kasus,
umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila kadar bilirubin tinggi,
perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatic.
Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri
viseral ini berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus oleh
batu. Dengan istilah kolik bilier tersirat pengertian bahwa mukosa kandung
empedu tidak memperlihatkan inflamasi akut.
Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama
antara 30–60 menit, menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah epigastrium.
17
Nyeri dapat menjalar ke abdomen kanan, ke pundak, punggung, jarang ke
abdomen kiri dan dapat menyerupai angina pektoris. Kolik bilier harus dibedakan
dengan gejala dispepsia yang merupakan gejala umum pada banyak pasien
dengan atau tanpa kolelitiasis.
Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan tanpa
menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula vateri
sehingga timbul pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone
pancreatitis). BSE yang tidak keluar spontan akan tetap berada dalam saluran
empedu dan dapat membesar. Gambaran klinis koledokolitiasis didominasi
penyulitnya seperti ikterus obstruktif, kolangitis dan pankreatitis.
2.10 Diagnosis
a. Anamnesis
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis.
Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepdia yang kadang disertai
intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama
berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium.
Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15
18
menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri
kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba.1,2,4,5
Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke
puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita
melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau
terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik
nafas dalam.1,2,4,5
b. Pemeriksaan Fisik
c. Batu kandung empedu
Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan
komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau
umum, hidrop kandung empedu, empiema kandung empedu, atau
pangkretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan
punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda
Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita
menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang
tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik
nafas.4
d. Batu saluran empedu
Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase
tenang. Kadang teraba hatidan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila
kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejal ikterik tidak jelas.
Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul
ikterus klinis.4
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak
menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi
peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma
mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat
19
penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang
tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus.
Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum
biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.4
e. Pemeriksaan radiologis
Foto polos Abdomen
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran
yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang
bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung
cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto
polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang
membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai
massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan
gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica.
20
Gambar 2.2 Foto rontgen pada kolelitiasis
Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas
yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran
saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG
juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena
fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab
lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit
dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG
punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang
ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.
21
Gambar 2.3 Hasil USG pada kolelitiasis
Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup
baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk
melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran
batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik,
muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus,
dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak
dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna
pada penilaian fungsi kandung empedu.
22
Gambar 2.4 Hasil kolesistografi pada kolelitiasis
ERCP (endoscopic retrograde cholangiopancreatography)
Merupakan teknik yang menggabungkan penggunaan
endoskopi dan fluoroskopi untuk mendiagnosa dan mengobati
masalah tertentu dari empedu atau system duktus pancreas,
termasuk batu empedu, penyempitan inflamasi (bekas luka),
kebocoran (dari trauma dan operasi) dan kanker
2.11 Penatalaksanaan
f. Non Bedah
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan.
Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari
atau mengurangi makanan berlemak. Selain itu tatalaksana non bedah
terdiri dari atas lisis batu dan pengeluaran secara endoskopik. Selain itu
dapat dilakukan pencegahan kolelitiasis pada orang yang cenderung
memiliki empedu litogenik dengan mencegah infeksi dan menurunkan
kadar kolesterol serum dengan cara mengurangi asupan atau menghambat
sintesis kolesterol. Obat golongan statin dikenal dapat menghambat enzim
HMG-CoA reduktase.4,5
Lisis batu
Disolusi batu dengan sediaan garam empedu kolelitolitik
mungkin berhasil pada batu kolesterol. Terapi berhasil pada separuh
penderita dengan pengobatan selama satu sampai dua tahun. Lisis
kontak melalui kateter perkutan kedalam kandung empedu dengan
metilbutir eter berhasil setelah beberapa jam. Terapi ini merupakan
terapi invasive tetapi kerap disertai penyulit.
Pembedahan memang dilakukan untuk batu kandung empedu
yang simtomatik. Masalahnya, perlu ditetapkan apakah akan dilakukan
kolesistektomi profilaksis secara efektif pada yang asimtomatik.
Indikasi kolesistektomi elektif konvensional maupun laparoskopik
23
adalah kolelitiasis asimtomatik pada penderita diabetes mellitus karena
serangan kolelitiasis akut dapat menimbulkan komplikasi berat.
Indikasi lain adalah kandung empedu yang tidak terlihat pada
kolesistografi oral, yang menandakan stadium lanjut, atau kandung
empedu dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2 cm karena batu
yang besar lebih sering menimbulkan kolesistitis akut disbanding
dengan batu yang lebih kecil. Indikasi lain asalah klasifikasi kandung
empedu karena dihubungkan dengan kejhadian karsinoma. Pada
semua keadaan tersebut dianjurkan kolesistektomi.4
Pengeluaran secara endoskopik.
Apabila setelah tindakan diatas keadaan umum tidak membaik
atau kondisi penderita malah semakin memburuk, dapat dilakukan
sfingterotomi endoskopik untuk menyalir empedu dan nanah dan
membersihkan duktus koledokus dari batu. Kadang dipasang pipa
nasobilier.4
Cara ini juga berhasil melalui sfingterotomisfingter Oddi di
papilla Vater, yang memungkinkan batu keluar secara spontan atauu
melalui kateter Fogarty atau kateter basket. Indikasi lain dari
sfingterotomi endoskopik ialah adanya riwayat kolesistektomi.
Apabila batu duktus koledokus besar, yaitu berdiameter lebih dari 2
cm, sfingterotomi endoskopik mungkin tidak dapat mengeluarkan batu
ini. Pada penderita ini dianjurkan litotripsi lebih dahulu untuk
mengeluarkan batu duktus koledokus secara mekanik melalui papilla
vater dengan alat ultrasonic atau laser. Umumnya penghancuran ini
dilakukan bersama-sama atau dilengkapi dengan sfingterotomi
endoskopik.4
Penyaliran bilier transhepatik perkutan (percutaneous
transhepatic biliar drainage= PTBD) biasanya bersifat darurat dan
sementara sebagai salah satu alternative untuk mengatasi sepsis pada
kolangitis berat, atau mengurangi ikterus berat pada obstruksi saluran
24
empedu distal karena keganasan. Pada pasien dengan pipa T pada
saluran empedu dapat juga dimasukkan koledoskop dari luar untuk
membantu mengambil batu intrahepatik.
Pada Koledokolitiasis.
Penderita yang menunjukkan gejala kolangitis akut harus dirawat
dan dipuasakan. Apabila ada distensi perut, dipasang pipa lambung.
Dilakukan koreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,
penanganan syok, pemberian antibiotika sistemik dan pemberian
vitamin K sistemik kalau ada koagulapati. Biasanya keadaan umum
dapat diperbaiki dalam waktu 24-48 jam.
g. Bedah
Pilihan penatalaksanaan bedah antara lain:4
a) Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien
denga kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang
dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2%
pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari
0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik
biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
b) Kolesistektomi laparaskopi
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa
adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman,
banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan
kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara
teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional
adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang
dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan
perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan
dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera
25
duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama
kolesistektomi laparaskopi.
Gambar 2.5 Tindakan kolesistektomi
c) Disolusi medis
Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah
digunakan adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang
dikeluarkan. Zat disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya untuk batu
empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam
xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnnya
batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan,
kekambuhan batu tejadi pada 50% pasien.
d) Disolusi kontak
Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol
yang poten (metil-ter-butil-eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu
melalui kateter yang diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam
26
melarutkan batu empedu pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini
invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi
(50% dalam 5 tahun).
e) Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis
biaya-manfaat pad saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya
terbatas pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk
menjalani terapi ini.
f) Kolesistotomi
Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal
bahkan di samping tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur
yang bermanfaat, terutama untuk pasien yang sakitnya kritis.
2.12 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis:4,5
a. Asimtomatik
b. Obstruksi duktus sistikus
c. Kolik bilier
d. Kolesistitis akut
Empiema
Perikolesistitis
Perforasi
e. Kolesistitis kronis
Hidrop kandung empedu
Empiema kandung empedu
Fistel kolesistoenterik
Ileus batu empedu (gallstone ileus)
27
2.13 Pencegahan
Pada kasus kolelitiasis jumlah kolesterol dalam empedu ditentukan oleh
jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol dari
metabolisme lemak, sehingga pasien dianjurkan atau dibatasi dengan makanan
cair rendah lemak. Menghindari kolesterol yang tinggi terutama yang berasal
dari lemak hewani. Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat
diaduk ke dalam susu skim dan adapun makanan tambahan seperti: buah yang
dimasak, nasi ketela, daging tanpa lemak, sayuran yang tidak membentuk gas,
roti, kopi atau teh.2,4,5
28
BAB III
ILUSTRASI KASUS
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Ginting S. A description characteristic risk factor of the kolelitiasis disease in
the Colombia asia medan hospital. 2011.p.38-45.
2. Hadi S. Gastrienterologi. Edisi ke-7. Bandung : PT.Alumni Bandung.2002.
hal.402.
3. Gustawan IW, Putra S. Kolelitiasis pada anak. Maj kedokt indon. Vol.57.
No.10. 2007.p.353-362.
4. De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta : EGC.
2004.hal.570-7
5. Lesmana, Laurentius A. Penyakit Batu Empedu. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi Keempat. Jilid I. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2006. Hal.479-81.
6. Sadler TW. Embriologi kedokteran langman. Edisi ke-7. Jakarta : EGC.1997.
hal.255-259.
7. Dharma Adji. Richard Snell Anatomi Klinik. Edisi ke-3. Jakarta :
EGC.1997.hal. 264-6.
8. Guyton, Hall, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11, Jakarta : EGC.2008.
hal. 908.
30