BAB I (ISI)
-
Upload
rahmatr-salam -
Category
Documents
-
view
16 -
download
6
description
Transcript of BAB I (ISI)
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebijakan Fiskal merupakan sebuah kebijakan ekonomi yang digunakan
pemerintah untuk mengelola perekonomian kekondisi yang lebih baik dengan cara
mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan fiskal dapat juga
diartikan sebagai tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam bidang anggaran
belanja Negara dengan maksud untuk mempengaruhi jalanya perekonomian.
Menurut Islam, sistem ekonomi Islam pada dasarnya dibagi kedalam tiga sector
yang utama, yaitu sektor public, sektor swasta dan juga sektor keadilan sosial.
Fungsi daripada sektor fiskal menurut Islam:
1. Memelihara terhadap hukum, keadilan dan juga pertahanan
2. Perumusan dan pelaksanaan terhadap kebijakan eonomi
3. Manajemen kekayaan pemerintah yang ada di dalam BUMN
4. Intervensi ekonomi oleh pemerintah jika diperlukaN
Fungsi fiskal menurut konvensional adalah sebuah fungsi dalam tataran
perekonomian yang sangat identik kemampuan yang ada pada pemerintah dalam
masalah menghasilkan pendapatan untuk menutupi kebutuhanya dan lalu
mengalokasikan anggarannya yang ada, atau bisa disebut dengan anggaran belanja
Negara dan juga mendistribusikanya agar tercapai apa yan dinamakan dengan
efisiensi anggaran. Sedangkan instrument fiskal yang bisa digunakan adalah pajak
dan anggaran. Dalam pandangan ekonomi islam pendapatan dan anggaran
merupakan alat yang efektif dalam rangka untuk mencapai tujuan ekonomi.
Dalam ekonomi konvesional kebijakan fiskal dapat diartikan sebagai
langkah pemerintah untuk membuat perubahan-perubahan dalam system pajak
atau dalam pembelanjaan (dalam konsep makro disebut dengan government
expenditure). Tujuan kebijakan fiskal dalam perekonomian sekuler adalah
tercapainya kesejahteraan, yang didefenikan sebagai adanya benefit maksimal
1
bagi individu dalam kehidupan tanpa memandang kebutuhan spiritual manusia.
Fiskal terutama ditujukan untuk mencapai alokasi sumber daya secara efesian,
stabilitas ekonomi, pertumbuha, dan distribusi pendapatan serta kepemilikan.
Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk
mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa
pajak) pemerintah. Kebijakan fiskal berbeda dengan kebijakan moneter, yang
bertujuan men-stabilkan perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan
jumlah uang yang beredar. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran
dan pajak.
Selama ini kita mengenal tiga sistem perekonomian yang berlaku di dunia
yaitu sistem kapitalis, sistem sosialis dan sistem campuran. Salah satu dari tiga
sistem tersebut diterapkan di Indonesia yaitu sistem campuran, dimana sistem
campuran adalah sebuah sistem perekonomian dengan adanya peran pemerintah
yang ikut serta menentukan cara-cara mengatasi masalah ekonomi yang dihadapi
masyarakat. Tetapi campur tangan ini tidak sampai menghapuskan sama sekali
kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilakukan pihak swasta yang diatur menurut
prinsip-prinsip cara penentuan kegiatan ekonomi yang terdapat dalam
perekonomian pasar.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. POSISI KEBIJAKAN FISKAL
Biasa dikatakan, kebijakan fiskal memengang peranan penting dalam
system ekonomi islam bila dibandingkan dengan kebijakan moneter, adanya
larangan tentang riba serta kewajiban tentang pengeluaran zakat menyiratkan
tentang pentingnya kedudukan kebijakan fiskal dibandingkan dengan kebijakan
moneter. Larangan bunga yang diberlakukan pada tahun hijriah ke empat telah
mengakibatkan system ekonomi islam yang dilakukan oleh nabi terutama
bersandar pada kebijakan fiskalnya saja. Sementara itu, negera islam yang
dibangun oleh nabi tidak mewarisi harta sebagai mana layaknya dalam pendirian
suatu negera.
Pada masa kenabian dan kekhalifahan setelah, kaum muslimin cukup
berpengalaman dalam menerapkan beberapa instrument sebagai kebijakan fiskal,
yang diselenggarakan pada lembaga baitulmal(nasional treasuri). Dalam berbagai
macam instrument pajak diterapkan atas individu (jizyah dan pajak khusus
muslim), tanah kharaj, dan ushur(cukai) atas barang impor dari Negara yang
mengenakan cukai terhadap pedangang kaum muslimin, sehingga tidak
memberikan beban ekonomi yang berat bagi masyarakat.
Aspek politik dari kebijakan fiskal yang dilakukan oleh khalifah adalah dalam
rangka mengurusi dan melayani umat. Kemudian dilihat dari bagaimana islam
memecahkan problematika ekonomi. Maka berdasarkan kajian fakta
permasalahan ekonomi secara mendalam terungkap bahwa hakikat permasalahan
ekonomi terletak pada bagaimana distribusi harta dan jasa ditengah-tengah
masyarakat sehingga titik berat pemecahan permasalahan ekonomi adalah
bagaimana menciptakan suatu mekanisme distribusi ekonomi yang adil. Allah
SWT. Mengingatkana kita tentang betapa sangat urgennya masalah distribusi
harta ini dalam firman-Nya :
“… supaya harta itu jangan hanya beredar antara orang-orang kaya saja
diantara kamu…”(QS. Al-Hasyr:7)
3
Juga dalam hadist nabi Muhammad SAW:
“jika pada suatu pagi suatu kampung terdapat seseorang yang kelaparan, maka
Allah berlepas diri dari mereka”, dalam kesempatan lain ” tidak beriman lagi
pada-ku, orang yang tidur dalam keadaan kenyang, sementara ia tahu tetangganya
kelaparan.”(Hadis Qudsi).
B. ZISWA SEBAGAI KOMPONEN KEBIJAKAN FISKAL ISLAMI
Dalam islam kita kenal adanya konsep zakat infaq, sedekah, wakaf, dan
lain-lain (ZISWA). Zakat merupakan kewajiban untuk mengeluarkan sebagian
pendapatan atau harta seseorang yang telah memenuhi syarat syariah islam guna
diberikan kepada berbagai unsure masyarakat yang telah ditetapka dalam syariah
islam. Sementara infaq, sedakah, wakaf merupakan pengeluaran sukarela yang
juga sangat dianjurkan dalam islam. Dengan demikian ZISWA merupakan unsur-
unsur yang terkandung dalam kebijakan fiskal. Unsur-unsur tersebut ada yang
bersifat wajib seperti zakat dan ada pula yang bersifat sukarela.
salah satu kebijakan fiskal dalam islam, ZIKWA merupakan salah satu
sendi utama dari system ekonomi islam yang kalau mampu dilaksanakan dengan
baik akan memberikan dampak ekonomi yang luar biasa. Diharapkan system
ekonomi islam ini mampu menjadi alternatif bagi system pasar yang ternyata
menunjukan berbagai masalah didalam pelaksanaannya. Jelas ini memerlukan
kerja keras dari berbagi unsur keahlian untuk mewujudkannya apa yang dimakan
dengan system ekonomi islam.
1. ZAKAT
Dalam hal pengelolaan keuangan public, dunia islam dewasa kehilangan
minimal dua hal yaitu menghilangnya spirit religiositas dan kehilangan meknisme
teknik yang bermanfaat. Pertama , menghilangnya spirit regiliositas dalam
penemuhan dan penggunaan keuangan Negara disebabkan oleh pandangan
sekularisme yang melanda dunia islam, hal ini menyebabkan dunia islam
kehilangan daya dorong internal yang sangat vital. Kedua, tidak digunakannya
4
berbagai mekanisme yang berbau islam , justru dunia islam kehilangan metode
menyejahterakan rakyatnya.
Sebagai contoh , tidak diadopsikannya zakat dalam system ketatanegaraan, ini
menyebabkan dunia islam kehilangan kekuatan untuk menjalankan program
welfare. Program kesejahteraan untuk memecahkan masalah kemiskinan dan
bencana yang meliputi kesehatan, pangan, balita, dan manula tidak dikenal dengan
standar yang memuaskan diseluruh dunia islam. Menghilangnya regiliositas dari
panggung ketatanegaraan dengan serta-merta mengadopsi sekularisme dan
materialism yang tidak dipahami mendorong moralitas yang bobrok.
Zakat sendiri bukanlah satu kegiatan yang semata-mat a untuk tujuan duniawi,
seperti distribusi pendapatan, stabilitas ekonomi dan lainnya, tetapi mempunyai
implikasi untuk kehidupan diakhirat hal ini yang membedakan kebijakan fiskall
dalam islam dengan kebijakan fiskal dalam system ekonomi pasar. Coba
perhatikan QS. At-taubah ayat 103 yang artinya sebagai berikut :
“ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan₂ dan menyucikan₃ mereka dan berdoalah untuk”
₂maksudnya : zakat memberikan sebagian harta mereka dari kekikiran dan cinta
berlebih-lebihan kepada harta benda.
₃maksudnya : zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan
mengembangkan harta benda mereka.
Mereka. Sesungguhnya doa kamu itu(menjadi)ketenteraman jiwa bagi mereka
Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Sementara itu dampak untuk pengeluaran – pengeluaran lainnya seperti sedekah
dan lain-lain, coba perhatikan QS. Al-baqarah ayat yang artinya :
“perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan
hartanya dijalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan
tujuh butir, pada tiap-tiap butir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran)
5
bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas(karunia-Nya) lagi Maha
Mengetahui”
Zakat sesungguhnya merupaka instrument fiskal islami yang sangat luar biasa
potensinya, namun sayang, perhitung-perhitungan potensi zakat yang ada saat ini
masih bersifat perkiraan yang kasar. Sebagaian besar perhitunganyang telah
dilakukan hanya sebatas pada perhitungan potensi yang minimal. Angka yang
terkecil yang diperoleh dari beberapa perhitungan yang telah lakukan adalah
sebesar Rp.5,1 triliun (informasi dari dewan syariah dompet duafa, panduan zakat
praktis, tahun 24). Selanjutanya, disusun satu formula untuk menghitung potensi
zakat penghasilan atau profesi sebagai berikat :
Z = k rm Yk
Dimana :
Z = jumlah zakat penghasilan/profesi
k = konstanta kadar zakat penghasilan/profesi = 0,025
rm = persentase penduduk muslim Indonesia
Yk = total penghasilan pekerja Indonesia yang penghasilannya di atas nisab.
Realisasi zakat yang dikeluarkan oleh masyarakat muslim di Indonesia belum
dapat diketahui secaara pasti, mengingat tradisi masyarakat kita dalam
membayarkan zakatnya banyak secara langsung dibayar kepada mustahik. Dari
hasil survey PIRAC 2004 hanya sebesar 12,5% masyarakat muslim yang
menyalurkan zakatnya melalui lembaga resmi badan amil zakat (BAZ), lembaga
amil zakat atau yayasan amal lainnya, ada pun data yang tercatat pada departemen
agama, realisasi zakat pada tahun 2004 sebesar Rp.199,3 milyar. Jadi jika
dibandingkan antara realisasi zakat yang terhimpun pada berbagai lembaga
pengelola zakat dengan potensi zakat profesi, ternyata realisasinya hanya sekitar
1.6 persen dari potensi. Ini bisa dipahami Karena apabila dibandingkan dengan
zaman Rasulullah maka ada beberapa system manajemen yang tidak dilakukan
6
oleh pengelola zakat pada saat ini. Pada zaman Rasulullah, system manajemen
zakat dilalukan oleh amil zakat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
Katabah, petugas untuk mencatat para wajib zakat.
Hasabah, petugas untuk menafsir, menghitung zakat.
Jubah, petugas untuk menarik, mengambil zakat dari para muzaki.
Kahazanah, petugas untuk menghimpun dan memelihara harta zakat.
Qasamah, petugas untuk menyalurkan zakat kepada mustahik
Bila mencontoh manajemen zakat Rasulullah, bukan mustahil angka-angka
potensi di atas bisa terwujudkan. Jika itu terjadi, maka zakat akan benar-benar
berfungsi sebagai instrument fiskal islami, yang akan sangat membantu keuangan
Negara.
2. WAKAF
Wakaf merupakan satu instrument ekonomi islam yang belum
diberdayakan secara optimal di Indonesia. Padahal sejumlah Negara lain, seperti
mesir dan banglades, wakaf telah dikembangkan sedemikian rupa, sehingga
menjadi sumber pendanaan yang tiada habis-habisnya bagi pembangunan
ekonomi umat, dalam kondisi keterpurukan ekonomi seperti yang tengah dialami
Indonesia saat ini, alangkah baiknya bila kita mempertimbangkan pengembangan
instrument wakaf ini(masyita, 2003).
Wakaf memang tidak jelas dan tegas disebutkan dalam Al-Qur’an tetapi ada
beberapa ayat yang dapat dijadikan dasar hokum wakaf. Salah satunya adalah
firman Allah berikut ini, “ kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan(yang
sempurna), sebelum kamu nafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa
saja yang kamu nafkahkan maka sungguhnya Allah mengetahuinya”(QS.ali
imran[3];92). Begitu pula dalam sebuah hadist, Rasulullah bersabda,”apabila
seorang manusia meninggal, terputuslah amal perbuatannya, kecuali dari 3 yaitu
shadaqah jariyah(sedekah yang pahalanya tetap mengalir), ilmu pengetahuan
yang bermanfaat dan do’a anak yang saleh”. Beberapa ahli berpendapat, yang
termasuk sedekah jariyah dalam hadist itu, salah satunya, harta yang diwakafkan,
7
dalam hokum islam, wakaf berarti menyerahkan suatu hak milik yang tahan
lama(zatnya) kepada seseorang atau nadzir(penjaga wakaf) baik berupa
perorangan maupun lembaga, dengan ketentuan bahwa hasilnya digunakan sesuai
syariat islam.
Diera modern ini wakaf tunai dipopulerkan oleh Prof. Dr. M. A.Mannann
dengan medirikan suatu badan yang bernama SIBL(social investment bank
limited) di bangladesh. SIBL memperkenalan produk sertifikasi wakaf tunai(cas
waaf certifcatei) yang pertama kali dalam sejarah perbankan. SIBL menggalang
dana dari orang kaya untuk dikelola dan keuntungan pengelolaan disalurkan
kepada rakyat miksin. Jika melihat pengalaman Negara lain, maka sebenarnya
lembaga wakaf dapat difungsikan untuk meningkatkan kesajahteraan umat. Untuk
mencapai itu. Tentu cara pandang masyarakat harus diluruskan dulu. Jangan lagi
memandang wakaf hanyalah untuk peruntukan peribadatan atau social semata.
Hasil dari pengembangan wakaf secara garis besar dimanfaatkan untuk membantu
kehidupan masyarakat miskin, anak yatim, pedagang kecil, dan kaum dhuafa
lainnya. Juga meningkatkan kesehatan masyarakat, mendirikan rumah sakit, dan
menyediakan obat-obatan bagi masyarakat. Selain itu digunakan pula mendirikan
dan memelihara masjid, dan sekolah. Dan tak kala pentingnya adalah untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
C. KEBIJAKAN PENDAPATAN EKONOMI ISLAM
Islam telah menentukan sector-sektor penerimaan pemerintah, melalui
zakat, ghanimah, fai, jizyah, kharaj, shadaqah, dan lain-lain. Jika diklarifikasi
maka pendapatan tersebut ada yang bersifat rutin seperti : zakat, jizyah, kharaj,
ushr, infak dan shadaqah. Seperti pajak jika diperlukan, dan ada yang bersifat
temporer seperti : ghanimah, fa.i dan harta yang tidak ada pewarisnya.
Secara umum ada kaidah-kaidah syar’iyah yang membatasi kebijakan pendapatan
tersebut. Khaf (1999) berpendapat sedikitnya ada tiga prosedur yang harus
dilakukan pemerintah islam modern dalam kebijakan pendapatan fiskalnya
dengan asumsi bahwa pemerintah tersebut sepakat adanya kebijakan pungutan
pajak (ter-lepas dari ikhtilaf ulama mengenai pajak).
8
1.Kaidah syar’iyah yang Berkaitan dengan Kebijakan Pungutan Zakat
Ajaran islam dengn rinci telah menentukan, syarat, kategori harta yang harus
dikelurkan zakatnya, lengkap dengan besaran (tarifnya). Maka dengan ketentuan
yang jelas tersebut tidak ada hal bagi pemerintah untuk mengubah tarif yang telah
ditentukan. Adapun mengenai kebijakan pemungutannya Nabi dan Para Sahabat
telah memberi contoh mengenai fleksibilitas, Nabi pernah menagguhkan zakat
pamannya Abbas karenakrisis yang dihadapinya. Selain fleksibilitas diatas kaidah
lainnya fleksibilitas dalam bentuk pembayaran zakat yaitu dapat berupa benda
atau nilai.
2.Kaidah-kaidah Syar’iyah yang Berkaitan dengan Hasil Pendapatan yang
Berasal dari Aset Pemerintah
Menurut kaidah syar’iyah pendapatan dari aset pemerintah dapat dibagi dalam 2
katagori: (a) pendapatan dari aset pemerintah yang umum, yaitu berupa investasi
aset pemerintah yang dikelola baik oleh pemerintah sendiri atau masyarakat. (b)
pendapatan dari aset yang masyarakat ikut memanfaatkannya adalah berdasarkan
kaidah syar’iyah yang menyatakan bahwa manusia berserikat dalam memiliki air,
api, garam dan yang semisalnya. Kaidah ini dalam konteks pemerintah modern
adalah sarana-sarana umum yang sangat dibutuhkan masyarakat.
3.Kaidah Syar’iyah yang Berkaitan dengan Kebijakan Pajak
prinsip ajaran islam tidak memberikan arahan dibolehkannya pemerintah
mengambil sebagian harta milik orang kaya secara paksa (undang-undang dalam
konteks ekonomi modern). Sesulit apapun kehidupan Rasulullah SAW. Di
madinah beliau tidak pernah menentukan kebijakan pungutan pajak. Seandainya
pungutan pajak tersebut di perbolehkan dalam islam maka kaidahnya harus
berdasarkan pada kaidah a’dalah dan kaidah dharurah yaitu pungutan tersebut
hanya bagi orang mampu atau kaya dan untuk pembiayaan yang betul-betul sangat
diperlukan dan pemerintah tidak memiliki sektor pemasukan lainnya.
9
D. KEBIJAKAN FISKAL MASA RASULULLAH
Segala kegiatan yang dilakukan oleh rasulullah dalam awal masa
pemerintahan dilakukan berdasarkan keikhlasan sebagai bagian dari kegiatan
dakwah yang ada. Umumnya para sahabat tidak meminta balasan material dari
segala kegiatan dalam dakwah tersebut.
Pada masa rasulullah juga sudah terdapat jizyah yaitu pajak yang dibayar oleh
orang nonmuslim khususnya ahli kitab, untuk jaminan perlindungan jiwa,
property, ibadah, bebas dari nilai-nilai dan tidak wajib militer. Besarnya jizyah
satu Dinar per tahun untuk orang dewasa yang mampu membayarnya. Tujuan
utamanya adalah kebersamaan dalam membangun beban Negara yang bertugas
memberikan perlindungan, keamanan, dan tempat tinggal bagi mereka dan juga
sebagai dorongan kepada kaum kafir untuk masuk Islam. Jizyah merupakan hak
Allah yang diberikan kepada kaum muslimin dari orang-orang kafir sebagai tanda
tunduknya mereka kepada Islam. Pihak yang wajib membayar jizyah adalah para
ahli kitab yaitu orang-orang Yahudi dan Nasrani dan yang bukan ahli kitab seperti
orang-orang Majusi, Hindu, Budha dan komunis yang telah menjadi warga
Negara Islam.
Pengertian kharaj (pajak tanah) adalah kebijakan fiscal yang diwajibkan atas tanah
pertanian di Negara-negara islam yang baru berdiri. Para fuqaha menetapkan
bahwa Al-Kharaj adalah rezeki yang diberikan oleh Allah kepada kaum Mualimin
karena kemenangan atas musuh-musuh mereka, kewajiban kharaj dilaksanakn
setiap satu tahun sekali. Sedangkan ushr adalah bea impor yang dikenakan kepada
semua pedagang, dibayar hanya sekali dalam setahun dan hanya berlaku bagi
barang yang nilainya kebih dari 200 dirham.
Dasar-dasar kebijakan fiskal menyangkut penentuan subjek dan objek kewajiban
membayar kharaz, zakat, ushr, jizyah, dan kafarat, termasuk penentuan batas
minimal terkena kewajiban (nisab). Umur objek ter kena kewajiban (haul), dan
tarifnya. Karena membayar zakat merupakan ibadah wajib untuk umat islam ,
maka menghitung berapa besar zakat yang harus dibayar dapat dilakukan sendiri
dengan penuh kesadaran iman dan taqwa.
10
Begitulah Rasulullah meletakkan dasar-dasar kebijakan fiskal yang berlandaskan
keadilan, sejak masa awal pemerintah islam. Setelah Rasulullah wafat, kebijakan
fiskal itu dilanjutkan bahkan dikembangkan oleh para penerusnya.
E. KEBIJAKSANAAN FISKAL MASA SAHABAT
1. Khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq (51SH-13 H/573-634 M)
Langkah yang dilakukan Abu Bakar dalam menyempurnakan ekonomi
Islam:
Perhatian terhadap keakuratan perhitungan zakat yang dikatakan anas (seorang
amil) bahwa: Jika seseorang yang harus membayar unta betina ber umur satu
tahun sedangkan dia tidak memilikinya dan ia menawarkan untuk memberikan
seekor unta betina berumur dua tahu, hal tersebut dapat diterima. Kolektror zakat
akan mengembalikan 20 dirham atau dua ekor kambing padanya (sebagai
kelebihan pembayaran). Dalam kesempatan lain Abu Bakar juga mengintruksikan
kepada amil yang sama, kekayaan dari orang yang berbeda tidak dapat digabung
atau kekayaan dari orang yang berbeda yang tidak bias di pisahkan (dikhawatirkan
akan kelebihan pembayaran atau kekurangan penerimaan zakat).
Pengembangan pembangunan baitulmal dan penanggung jawab baitulmal
(Abu Ubaida).
Menerapkan konsep balance bubget policy pada baitulmal.
Melakukan penegakkan hokum terhadap pihak yang tidak mau membayar
zakat dan pajak.
Secara individu Abu bakar adalah seorang praktisi akad-akad perdagangan.
2. Khalifah Umar Bin Khatab (40 SH-23 H/ 584-644 M)
Kontribusi yang diberikan Umar untuk mengembangkan ekonomi Islam:
Reorganisasi baitulmal, dengan mendirikan Diwan Islam yang pertama yang
disebut dengan al-Divan (sebuah kantor yang ditujukan untuk membayar
tunjangan-tunjangan angkatan perang dan pension dan tunjangan-tunjangan lain.
11
Pemerintah bertanggung jawab pemenuhan kebutuhan makanan dan pakaian
kepada warga Negaranya.
Diversifikasi terhadap objek zakat (zakat tehadap karet di Semenanjungkan
Yaman), tariff zakat (misalnya mengenakan dasar advalorem, satu dirham untuk
40 dirham).
Pengembangan ushr (pajak) pertanian (misalnya perbebanan sepersepuluh
hasil pertanian).
Undang-undang perubahan pemilikan tanah (land reform).
Pengelompokan pendapatan Negara dalam 4 bagian:
SUMBER
PENDAPATAN
PENGELUARAN
Zakat dan ushr Pendistribusian untuk local jika berlebihan
disimpan
Khums dan Shadaqah Fakir miskin dan kesejahteraan
Kharaj, fay, jizyah, ushr
sewa tetap
Dana pension, Dana pinjaman (allowance)
Pendapatan dari semua
sumber
Pekerja, pemeliharan anak terlantar dan dana
sosial
3. Khalifah Usman Bin Affan (47SH-35H/577-656 M)
Pada awal pemerintahan Usman mencoba melanjutkan dan mengembangkan
kebijaksanaan yang dijalankan khalifah Umar. Pada enam tahun
kepemimpinannya hal-hal yang dilakukan:
Pembangunan pengairan.
Pembentukan organisasi kepolisian untuk menjaga keamanan perdagangan.
Pembangunan gedung pengadilan guna penegakkan hukum.
Kebijakan pembagian lahan luas milik raja Persia kepada individu dan hasilnya
mengalami peningkatan bila dibandingkan pada masa Umar dari 9 juta menjadi 50
juta dirham.
12
Selama enam tahun terakhir dari pemerintahan Usman situasi politik Negara
sangat kacau. Kepercayaan terhadap pemerintahan Usman mulai berkurang dan
puncaknya rumah Usman dikepung dan mulai di bunuh dalam usia 82 tahun.
4. Khalifah Ali Bin Abi Talib (23SH-40H/600-661 M)
Khalifah Ali memiliki konsep yang jelas tentang pemerintahan dan
administrasi umum. Konsep ini dijelaskan dalam suratnya yang terkenal yang
ditujukan kepada Malik Ashter bin Harith, dimana surat tersebut mendeskripsikan
tugas kewajiban dan tanggung jawab penguasa menyusun prioritas dalam
melakukan dispensasi terhadap keadilan, control terhadap pejabat tinggi dan staf,
menguraikan pendapat pegawai administrasi dan pengadaan bendahara.
Beberapa perubahan kebijaksanaan yang dilakukan pada masa khalifah Ali antara
lain:
1. Pendistribusian seluruh pendapatan yang ada pada baitulmal berbeda dengan
Usmar yang menyisihkan untuk cadangan.
2. Pengeluaran angkatan laut dihilangkan.
3. Adanya kebijakan pengetatan anggaran.
F. FORMULASI KEBIJAKSANAAN FISKAL ISLAMI DI ERA MODERN
Kebijaksanaan fiscal tidak hanya menaruh perhatian pada pendapatan dan
pembelanjaan Negara, tetapi juga pada pilihan berbagai instrument kebijakan
perpajakan dan pola pembelanjaan Negara. Cara yang berbeda dalam menaikan
dan pembelanjaan anggaran memiliki dampak ekonomi yang berbeda.
Pandangan bahwa fungsi dan tanggung jawab sebuah Negara islam memiliki
fleksibelitas yang luas didasarkan pada premis bahwa islam bertujuan untuk
kesejahteraan umum masyarakat, sehingga sebuah Negara islami dapat
mendefinisikan apa pun fungsinya dalam mencapai sasaran tersebut. Menurut
Siddiqi (1983), mengklasifikasikan fungsi Negara islam dalam 3 kategori:
1. Fungsi yang diamanahkan syariah secara permanen, meliputi:
a. Pertahanan.
b. Hukum dan ketertiban.
13
c. Keadilan.
d. Pemenuhan kebutuhan.
e. Dakwah.
f. Amar maruf nahi munkar.
g. Administrasi sipil.
h. Pemenuhan kewajiban-kewajiban social (furud kifayah) jika sector swasta gagal
memenuhinya.
2. Fungsi turunan syariah yang berbasis ijtihad sesuai kondisi social dan ekonomi
pada waktu tertentu, meliputi 6 fungsi:
a. Perlindungan lingkungan,
b. Penyediaan sarana kepentingan umum.
c. Penelitian umum.
d. Pengumpulan modal dan pembangunan ekonomi,
e. Penyediaan subsidi pada kegiatan swasta tertentu, dan
f. Pembelanjaan yang diperlukan untuk stabilisasi kebijakan.
3. Fungsi yang diamanahkan secara kontekstual berdasarkan proses musyawarah
(syuraa), meliputi semuakegiatan yang dipercayakan masyarakat kepada sebuah
proses syuraa. Inilah yang menurut siddiqi terbuka dan berbeda pada setiap
Negara tergantung pada keadaan masing-masing.
Pandangan berbeda tentang fungsi dan tanggung jawab Negara banyak
disampingkan pemikiran lain. Kahf (1983) menyatakan Negara tidak bebas
menentukan prioritas politik dan ekonomi, ataupun memaksakan pola
pembelanjaan Negara, politik dan ekonomi yang membatasi kebebasan dan hak
inividu yang diberikan Tuhan.
Lebih lanjut khaf , menyatakan sasaran utama Negara Islami melindungi agama
dan supremasi kalimattullah. Negara harus membantu kaum muslimin
melaksanakan kewajiban agamanya. Selanjutnya Negara Islam harus bertanggung
jawab menyampaikan kalimatullah ke kalangan nonmuslim melalui dakwah.
14
G. PERBANDINGAN KEBIJAKAN FISKAL KONVENSIONAL DENGAN
EKONOMI ISLAM
Anggaran belanja negara terdiri dari penerimaan dan pengeluaran.
Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang diambil pemerintah untuk membelanjakan
pendapatannya dalam merealisasikan tujuan-tujuan ekonomi. Adapun dalam Islam
kebijakan fiskal dan anggaran ini bertujuan untuk mengembangkan suatu
masyarakat yang didasarkan atas distribusi kekayaan berimbang dengan nilai-nilai
material dan spiritual pada tingkat yang sama
PERBEDAAN
1. Politik ekonomi kebijakan fiskal konvensional
seperti yang diterapkan di Indonesia menempatkan pertumbuhan ekonomi
sebagai asas atau sasaran yang harus dicapai perekonomian nasional. Dalam
pembahasan RAPBN hingga menjadi APBN antara pemerintah dan DPR,
termasuk pandangan para pengamat ekonomi, salah satu isu sentralnya adalah
pertumbuhan ekonomi. Adapun argumentasi pemerintah, DPR, dan pengamat
ekonomi yang menempatkan pertumbuhan ekonomi sebagai sasaran utama
kebijakan fiskal (dalam kerangka lebih luas kebijakan makro ekonomi), yaitu
untuk menuntaskan berbagai permasalahan krusial ekonomi seperti kemiskinan
dan pengangguran bahwa untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran
diperlukan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Agar pertumbuhan ekonomi yang tinggi tercapai maka kebijakan-kebijakan makro
ekonomi dan fiskal diarahkan untuk menggenjot tingkat produksi nasional melalui
peningkatan investasi, konsumsi masyarakat, dan ekspor. Lantas bagaimanakah
caranya agar hal tersebut dapat dicapai? Logikanya, untuk meningkatkan ekspor,
kapasitas terpasang industri dalam negeri harus ditingkatkan, tapi hal ini sangat
tergantung pada daya saing dan permintaan pasar dunia terhadap komoditas-
komoditas yang diproduksi di Indonesia. Begitu pula untuk meningkatkan
konsumsi masyarakat, tingkat pendapatan masyarakat harus didorong, antara lain
melalui penyerapan tenaga kerja baru dan pengangguran. Artinya untuk menyerap
15
tenaga kerja sebanyak mungkin, investasi dan kapasitas terpasang industri di
Indonesia harus ditingkatkan. Sebaliknya agar investasi meningkat, pasar dalam
negeri harus memilki daya tarik bagi para investor, antara lain berupa tingginya
pemintaan (konsumsi) masyarakat. Jadi dalam logika ini, kunci peningkatan
output Indonesia (baik PDB dan PNB) adalah peningkatan investasi, dengan kata
lain tingkat investasi yang tinggi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi
yang tinggi.
2. Politik Ekonomi Kebijakan Fiskal Islam
Menurut an-Nabhani, realitas menunjukkan kebutuhan-kebutuhan manusia
yang harus dipenuhi adalah kebutuhan setiap individunya bukan kebutuhan
manusia secara kolektif (seperti kebutuhan bangsa Indonesia). Kunci
permasalahan ekonomi terletak pada distribusi kekayaan kepada setiap warga
negara.
Berpijak pada pemikiran ini, sasaran pemecahan permasalahan ekonomi
seperti kemiskinan adalah kemiskinan yang menimpa individu bukan kemiskinan
yang menimpa negara atau bangsa. Dengan terpecahkannya permasalahan
kemiskinan yang menimpa indvidu dan terdistribusikannya kekayaan nasional
secara adil dan merata, maka hal itu akan mendorong mobilitas kerja warga
negara sehingga dengan sendirinya akan meningkatkan kekayaan nasional. Ketika
kunci permasalahan ekonomi terletak pada distribusi kekayaan yang adil, maka
yang harus dijelaskan adalah bagaimanakah metode untuk menciptakan distribusi
kekayaan yang adil melalui kebijakan fiskal, sebagaimana yang dikatakan Allah
dalam Qs. al-Hasyr [59]: 7 yang artinya Supaya harta itu jangan hanya beredar di
antara orang-orang kaya saja di antara kamu.
Dalam Islam, kebijakan fiskal hanyalah salah satu mekanisme untuk
menciptakan distribusi ekonomi yang adil. Karenanya kebijakan fiskal tidak akan
berfungsi dengan baik bila tidak didukung oleh mekanisme-mekanisme lainnya
yang diatur melalui syariat Islam, seperti mekanisme kepemilikan, mekanisme
pemanfaatan dan pengembangan kepemilikan, dan mekanisme kebijakan ekonomi
negara.Dengan kata lain, syariat Islam harus diterapkan secara menyeluruh
16
(kaffah) tanpa dipilah-pilah (parsial) agar syariah mechanism dapat dengan
sempurna mengatur distribusi ekonomi yang adil. Adapun peranan kebijakan
fiskal sebagai salah satu bentuk intervensi pemerintah dalam perekonomian
merupakan konsekuensi logis dari kewajiban syariat sebagai jawaban atas salah
satu realitas yang menunjukkan bahwa tidak semua warga negara memiliki
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang dalam ekonomi
konvensional dikenal sebagai masalah eksternalitas dan kegagalan pasar (market
failure).
Persamaan
Tujuan kebijakan fiskal dalam ekonomi Islam berbeda dari ekonomi
konvensional, namun ada kesamaan yaitu dari segi sama-sama menganalisis dan
membuat kebijakan ekonomi. Tujuan dari semua aktivitas ekonomi – bagi semua
manusia – adalah untuk memaksimumkan kesejahteraan hidup manusia, dan
kebijakan publik adalah suatu alat untuk mencapai tujuan tersebut.
Pada sistem konvensional, konsep kesejahteraan hidup adalah untuk
mendapatkan keuntungan maksimum bagi individu di dunia ini. Namun dalam
Islam, konsep kesejahteraannya sangat luas, meliputi kehidupan di dunia dan di
akhirat serta peningkatan spiritual lebih ditekankan daripada pemilikan material.
Kebijakan fiskal dalam ekonomi kapitalis bertujuan untuk
a. pengalokasian sumber daya secara efisien;
b. pencapaian stabilitas ekonomi;
c. mendorong pertumbuhan ekonomi; dan
d. pencapaian distribusi pendapatan yang sesuai.
Sebagaimana ditunjukkan oleh Faridi dan Salama (dua ekonom muslim)
bahwa tujuan ini tetap sah diterapkan dalam sistem ekonomi Islam walaupun
penafsiran mereka akan menjadi berbeda.
17
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang meliputi kegiatan penerimaan dan
pengeluaran negara yang digunakan pemerintah untuk menjaga stabilitas ekonomi
serta mendorong pertumbuhan ekonomi. Kebijakan fiskal telah dikenal dalam
ekonomi Islam sejak zaman Rasulullah saw.
Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk
mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa
pajak) pemerintah. Kebijakan fiskal berbeda dengan kebijakan moneter, yang
bertujuan men-stabilkan perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan
jumlah uang yang beredar. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran
dan pajak.
Dalam Islam, kebijakan fiskal hanyalah salah satu mekanisme untuk menciptakan
distribusi ekonomi yang adil. Karenanya kebijakan fiskal tidak akan berfungsi
dengan baik bila tidak didukung oleh mekanisme-mekanisme lainnya yang diatur
melalui syariat Islam, seperti mekanisme kepemilikan, mekanisme pemanfaatan
dan pengembangan kepemilikan, dan mekanisme kebijakan ekonomi
negara.Dengan kata lain, syariat Islam harus diterapkan secara menyeluruh
(kaffah) tanpa dipilah-pilah (parsial) agar syariah mechanism dapat dengan
sempurna mengatur distribusi ekonomi yang adil. Adapun peranan kebijakan
fiskal sebagai salah satu bentuk intervensi pemerintah dalam perekonomian
merupakan konsekuensi logis dari kewajiban syariat sebagai jawaban atas salah
satu realitas yang menunjukkan bahwa tidak semua warga negara memiliki
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang dalam ekonomi
konvensional dikenal sebagai masalah eksternalitas dan kegagalan pasar (market
failure).
18