BAB I Ilmu Tauhid

download BAB I Ilmu Tauhid

of 28

Transcript of BAB I Ilmu Tauhid

1

BAB I PENDAHULUAN

Ilmu tauhid adalah sumber semua ilmu-ilmu keislaman, sekaligus yang terpenting dan paling utama. Karena itu, hukum mempelajari ilmu tauhid adalah fardhu ain bagi setiap muslim dan muslimah sampai ia betul-betul memiliki keyakinan dan kepuasan hati serta akal bahwa ia berada di atas agama yang benar. Sedangkan mempelajari lebih dari itu hukumnya fardhu kifayah, artinya jika telah ada yang mengetahui, yang lain tidak berdosa. Allah swt. berfirman,

Artinya :Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Haq) melainkan Allah. (Muhammad: 19) Ilmu Kalam adalah salah satu dari empat disiplin keilmuan yang telah tumbuh dan menjadi bagian dari tradisi kajian tentang agama Islam. Tiga lainnya ialah disiplin-disiplin keilmuan Fiqh, Tasawuf, dan Falsafah. Sebagai unsur dalam studi klasik pemikiran keislaman. Ilmu Kalam menempati posisi yang cukup terhormat dalam tradisi keilmuan kaum Muslim. Ini terbukti dari jenis-jenis penyebutan lain ilmu itu, yaitu sebutan sebagai Ilmu Aqd'id (Ilmu Akidah-akidah, yakni, Simpul-simpul (Kepercayaan), Ilmu Tawhid (Ilmu tentang Kemaha-Esaan Tuhan), dan Ilmu Ushul al-Din (Ushuluddin, yakni, Ilmu Pokok-pokok Agama). Di negeri kita, terutama seperti yang terdapat dalam sistem pengajaran madrasah dan pesantren, kajian tentang Ilmu Kalam merupakan suatu kegiatan yang tidak mungkin ditinggalkan. Ditunjukkan oleh namanya sendiri dalam sebutan-sebutan lain tersebut di atas, Ilmu Kalam menjadi tumpuan

pemahaman tentang sendi-sendi paling pokok dalam ajaran agama Islam, yaitu simpul-simpul kepercayaan, masalah Kemaha-Esaan Tuhan, dan pokok-pokok ajaran agama. Karena itu, tujuan pengajaran Ilmu Kalam untuk menanamkan paham keagamaan yang benar. Maka dari itu pendekatannya pun biasanya doktrin, seringkali juga dogmatis. Dari pendahuluan di atas penulis akan menjelaskan sebagian materi tentang ilmu Tauhid dan kalam yang akan di jelaskan di bab berikutnya.

3

BAB ll PEMBAHASAN A. Definisi Ilmu Akhlak At-Tahawani (w. Abad II H) penyusun Kasyyaf Ishthilahat al-funun mendefinisikan ilmu akhlak yang disebutnya dengan istilah ilmu-ilmu perilaku (ulum as-suluk) sebagai pengetahuan tentang apa yang baik dan tidak baik.1 Dengan bahasa lain, ilmu ini membahas tentang diri manusi dari segi kecenderungan-kecenderungannya, hasrat-hasratnya, dan beragam potensi yang membuat manusia condong pada kebaikan atau keburukan. Ia juga membahas perilaku manusi dari segi apa yang seharusya dilakukan mausia dalam enghiasi diri dengan keutaman dan mejauhkan diri dari perilaku buruk dan rendah.2 Ini berarti bahwa ilmu akhlak memiliki kaitan erat dengan kajian-kajian psikologi, sebab baginya ia seperti premis-premis yang membantu meluruskan perilaku manusia hingga menjadi pribadi yang baik dan mampu mengontrol keinginannya dalam membuat segala sesuatu.3 1. Tujuannya Ibnu Miskawaih (w. 421), pengarang kitab tahzib al-akhlaq menyebutkan tujuan ilmu ini ketika menyinggung tujuannya menulis kitab tersebut.4 Ia mengatakan tujuan kami menyusun kitab ini adalah agar diri kita memperoleh moralitas (khuluq) yang memuat seluruh perbuatan kita terpuji1 At-tahawani, Kasyaf isthilahat al-funun, hlm. 44 dikutip dalam tasawuf islam dan akhlak, 2 Dr. Muhammad Fauqi Hajjaj, tashawuf al-Islam wa Al-Akhlak, alih bahasa : Kamran Asat Irsyady dan Fakhri Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011) h. 233. 3 Ibid. 4 Ibnu Miskawaih, tahzib al-akhlaq,hal. 3. Dalam tashawuf al-Islam wa AlAkhlak, Muhammad Fauqi Hajjaj

sehingga menjadikan diri kita pribadi yang mudah, tanpa beban dan sulit. Dengan bahasa lian, imu ini menurut visi Ibnu miskawaih bertujua agar manusia menjalankan perilaku yang baik dan santu tanpa unsur ketertekanan maupun keberatan. Hal itu terjadi ketika moralitas yang baik ini telah menjadi malakah (talenta) yang menancap kokh dalam diri hingga menjadi karakter dirinya. 2. Posisinya Ibnu Miskawaih juga menyinggung posisi ilmu akhlak di antara disipli ilmu-ilmu yang lain. Ia menyebutkan bahwa ilmu ini mengungguli semuanya karena ia berkaitan dengan manusia yang merupakan entitas termulia berikut perilaku mulia yang seharusnya ada pada dirinya. Ia mengatakan : Ilmu ini merupakan disiplin ilmu yang paling afdhal mengingat substansi manusia memiliki perilku istimewa yang tak dimiliki oleh entitas-entitas lain di alam semesta sehingga amnusia merupakan entitas alam semesta yang paling unggul. Dan mengingat ilmu ini bertumpu pada visi pelurusan perilaku perbuatan manusia higga seluruh perilaku dirinya yang jauh dari derajat keternistaan yang layak mendpaat murka Allah dan siksa yang pendih, mak ia pun menjadi disliplin ilmu yang paling mulia dan luhur.5 B. Pengertian Aqidah Islam atau Tauhid Aqidah atau Tauhid menurut bahasa dari bahas Arab dari kata wahhada, yuwahhidu, tawhidan. Asal arti Tauhid ialah meng Esa kan, maksudnya mengitikatkan bahwa Allah adalah Esa.65 Ibid. H. 224. 6 Muhammad Abduh, Pengantar Ilmu tauhid, (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1988), h. 1

5

Menurut istilah Aqidah ialah : Perkara- perkara yang dibenarkan oleh jiwa dan hati merasa tenang karenanya serta menjadi suatu keyakinan bagi pemiliknya yang tidak dicampuri keraguan sedikitpun.7 Menurut Muhammad Abduh : Tauhid ialah suatu ilmu yang membahas tentang wujud Allah, tentang sifat-sifat yang wajib tetap pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan kepada-Nya dan tentang sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan pada-Nya; juga membahas tentang rasul-rasul Allah, meyakinkan kerasulanan mereka, meyakinkan apa yang wajib bagi mereka, apa yang boleh dihubungkan (dinisbahkan) kepada mereka dan apa yang telah terlarang menghubungkanya kepada mereka.8 Pada zaman Rasulullah, Tauhid sebagai ilmu belum dikenal orang, sekalipun para ulama sependapat bahwa Tauhid adalah dasar pertama dan utama dalam ajaran Islam.9 Ilmu Tauhid mempunyai beberapa nama diantarnya : a. Ilmu Kalam dan para ahlinya disebut Mutakallimin, penemuan ilmu kalam sebenarnya untuk

membedakan antara Mutakallimin dengan Filosof Islam, kedua-duanya dalam mempertahankan atau memperkuat keyakinan mereka sama-sama

menggunakan metode Filsafat, hanya saja mereka berbeda dalam landasan pijakan awal. Filosof Islam berpijak pada logika dan Mutakallimin berpijak7 Kelompok Studi Islam Al Ummah, Aqidah Seorang Muslim, (Jakarta : Yayasan An Nizhom, 1999), Cet. IV, h. 9 8 Ibid, h. 1-2 9 Ibid, h. 3

lebih dahulu dari Al-Quran dan Al Hadist, akan tetapi tujuan yang hendak dicapai adalah satu, berbeda jalan untuk mencapai tujuan yang sama. Ilmu kalam menurut AL-Farabi : Ilmu kalam adalah disiplin ilmu yang membahas Dzat badan sifat Allah berserta eksistensi semua yang mungkin, mulai yang berkenaan dengan masalah dunia sampai masalah sesudah mati yang berlandaskan doktrin Islam.10b. Ilmu Ushuluddin, dinamakan Ilmu Ushuluddin

karena ilmu ini membahas pokok-pokok agama.11

Aspek yang penting dalam Ilmu Tauhid adalah keyakinan adanya Allah, Maha Sempurna, Maha Kuasa, dan sifat-sifat Maha kesempurnaan lainya. Keyakinan yang demikian sekaligus akan membawa kepada keyakinan adanya Malaikat, Kitab, Nabi/Rasul, Takdir, Hari Akhir dan kesadaran terhadap tugas dan kewaajiban kepada Khalik.12 Dalam membahas tentang keesaan Tuhan yang mana Tuhan adalah yang maha tunggal di perlukan suatu persaksian diri dan keyakinan di hati yang mana di dalamnya mencakup dua kalimat syahadat dan rukun iman. C. Rukun iman Dasar-dasar Aqidah Islam atau Ilmu Tauhid adalah Rukun Iman yang terdiri dari :

10 Rosihon Anwar, Abdul Rojak, Illmu Kalam, (Bandung : Pustaka Ceria, 2007), h. 15 11 Ibid, h.13 12 Ibid, h. 4

7

1. Iman kepada Allah SWT 2. Iman kepada para Malaikat 3. Iman kepada kita-kitab Allah 4. Iman kepada para Rasul 5. Iman kepada hari Akhir 6. Iman kepada Qadha dan Qadar Allah.13 Iman kepada Allah adalah kata kunci, dan sekaligus kewajiban. Iman yang benar menyangkut dua hal, yakni : keyakinan kuat yang tidak dicampuri keraguan, dan perbuatan yang membuktikan keyakinan itu. Iman kepada Malaikat merupakan tonggak kedua dari soko guru nilai-nilai imani. Mempercayai, diantara keragaman bentuk dan jenis ciptaan Allah itu ada makhluk yang immateri, makhluk ghaib yang mempunyai ketaatan puncak kepada Allah. Taat dan patuh serta memiliki kedisiplinan yang tinggi dan tidak pernah mendurhakai Allah. Iman kepada kitab-kitab Allah, yang mana Nabi diutus dilengkapi dengan ajaran yang harus disampaikan kepada umatnya, yakni berupa wahyu Allah. Beriman kepada kitab-kita Allah dirujuk berdasarkan perintah Allah dalam AlQuran :

pkr't t%!$# (#qYtB#u (#qYB#u !$$/$ &!quur =tF39$#ur %!$# tAtR 4n?t &!qu =tF69$#ur %!$# tAtRr& `B @6s% 4 `tBur 3t !$$/ mFs3n=tBur m7F.ur ur Qqu9$#ur zFy$# s)s @| Kxn=| #t/ Artinya : Wahai orang-orang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kepada Kitab yang Allah turunkan kepada Rasul Nya, serta kitap yang Allah turunkan sebelumnya, siapa yang Kafir kepada Allah, Malaikatmalaikatnya, Kitab-kitabnya, Rasul-rasulnya, dan hari Kemudian, maka orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. (Q.S. An-Nisa 136)

Iman kepada Rasul, tanpa kehadiran Rasul pasti manusia akan terjerumus di jalan yang sesat, Rasul hanyalah sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan.13 Kelompok Studi Islam Al Ummah, Op, Cit, h. 10

Iman kepada hari akhir mencakup keyakinan yang terangkum dalam rangkain peristiwa terjadinya kiamat, hingga keyakinan terhadap adanya kehidupan abadi di akhirat, yakni bahwa manusia akan menemui kematian, lalu dibangkitkan untuk hidup kembali dengan mempertanggung jawabkan semua perbuatanya selama menjalani kehidupan di dunia. Iman kepada takdir Allah yang mana segala kebaikan dan keburukan yang menimpah kita melainkan sudah ditakdirkan Allah atau sudah tertulis didalam kitabNya jauh sebelum manusia diciptakan di dunia ini.14

D. Marifat kepada Allah, dzat, sifat Allah Adapun yang dimaksud ilmu Marifat adalah, orang yang harus mengenal empat perkara : 1. Mengenal dirinya. 2. Mengenal Tuhanya 3. Mengenal dunia. 4. Mengenal akherat. Mengenal dirinya, maksudnya merasa bahwa dirinya adalah hamba Allah yang lemah dan membutuhkan. Arti mengenal Tuhanya ialah, mengetahui dengan sebenar-benarnya dan yakin, bahwa hanya Allah yang berhak disembah, yang Agung dan yang Berkuasa. Dengan mengenal dunia seseorang tidak akan tertarik olehnya dan dengan mengenal akhirat seseorang akan rindu terhadap akhirat yang mana kekekalan disanalah tempatnya.15 Dan janganlah merasa cukup dengan pemahamam dan pengenalan kita14 Jalaluddin, Islam Smiles, (Jakarta : Kalam Mulia, 2010), h. 64-70 15 Zakaria Adhan, Wasian Imam Ghazali, Minhajul Abidin, (Jakarta : Darul Ulum Press, 1996), h. 38

9

terhadap Allah, sebab semakin memahami dan mengenal-Nya kita akan merasa lebih dekat denganNya.16 Keesaan dzat Allah diakui oleh seluruh kaum muslimin. Allah swt berbeda dengan mahkluknya, ini merupakan makna pokok yang disepakati tanpa ada yang mengingkari. Allah Taala berfirman : uqd !$# %!$# Iw tms9) w) uqd 7=yJ9$# r)9$# Nn=9$# `BsJ9$# JygJ9$# y9$# $6yf9$# i9x6tGJ9$# 4 z`ys6 !$# $Jt cq2 uqd !$# ,=y9$# $t79$# hq| J9$# ( &s! !$yJF{$# 4o_s9$# 4 xm7| ms9 $tB NuqyJ9$# F{$#ur ( uqdur y9$# O3pt: $#

Artinya : Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, raja yang maha Suci, yang maha Sejahterah, yang mengaruniakan Keamanan, yang maha Pemelihara, yang maha Perkasa, yang maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, maha suci Allah dari apa yang mereka sekutukan, Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang mempunyai Nama yang paling Baik, Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi, dan Dialah yang maha Perkasa lagi maha Bijaksana. (Q.S. Al Hasyr : 23-24)17

Para ulama-ulama yang berpegang teguh pada nash-nash Al-Quran, ketika mendefinisikan tentang Dzat yang maha tinggi mereka berpedoman pada apa yang diberikan oleh al quran, yaitu melalui al-asmaul husnah (namanamanya yang baik). Namun, dalam hal mereka berpegang pada nash-nash dan Al-Asmaul Husna yang terdapat dalam Al-Quran merekapun menetapkan hakikat yang jelas sebagai berikut : Bahwa meskipun nama-nama itu serupa dalam namanya dengan sifat-sifat manusia seperti : kemampuan, kehendak dan kehidupan, namun hakikat makna-makna yang dinisbatkan kepada Allah Taala, lain dari makna-makna yang dikenal pada hamba-hambanya.18

Dalam membicarakan masalah sifat-sifat Allah, timbullah persoalan sifat16 Irwan Prayitno, Kepribadian Muslim, (Jakarta : Mitra Grafika, 2005), h.115 17 Bachtiar Surin, Terjemah Dan Tafsir Huruf Al Qur;An, (Bandung : Fa Sumatra, 1978), h. 1278-1279 18 Muhammad Abu Zahra, Hakekat Aqidah QurAni, (Surabaya : Pustaka Progressif, 1991), h. 36-37

dan menjadi pembicaraan golongan-golongan Islam, antara lain : 1. Golongan Musyabbihah yang mengatakan, bahwa Tuhan mempunyai muka, dua tangan dan duaa kaki,bahkan lebih dari itu, Tuhan adalah jisim (tubuh) lain dari tubuh biasa. 2. Golongan Mutazilah yang mensifati Tuhan dengan Esa, Qadim dan berbeda dari makhluk. 3. Golongan Filosof-filosof Islam yang tidak meniadakan sifatsifat, tetapi lebih suka mensucikan Tuhan sejauh mungkin. 4. Golongan Asyariyyah mendasarkan pendapatnya kepada apa yang dilihatnya pada manusia dan sifatnya. Dengan perkataan lain, ia mengharuskan berlakunya soal-soal kemanusian kepada Tuhan, atau mengharuskan berlakunya hukum yang berlaku pada alam lahir pada alam ghaib. 5. Golongan Maturidy mengatakan bahwa pembicaraan tentang sifat harus didasarkkan atas pengakuan bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat yang sejak zaman azaly, tanpa pemisahan antara sifat-sifat dzat, seperti qodrat, dan sifat-sifat activa (perbuatan, sifat afal), seperti menciptakan, menghidupkan, memberi rizki dan lain-lain, sifat-sifat tersebut kesemuanya tidak boleh diperbincangkan apakah hakikat dzat atau bukan. 6. Golongan Ibn Rusdy mengatakan bahwa sifat-sifat Tuhan yang disebutkan di dalam Quran tidak perlu menimbulkan bilangan sama sekali pada dzatnya, meskipun bilangan yang tidak menghilangkan ke Esaan Tuhan, karena sifat-sifat Tuhan dibagi menjadi dua : a. Sifat dzat dan wujud, yaitu sifat-sifat yang meniadakan dari Tuhan segi-segi kelemahan, yang bisa terdapat pada manusia.b. Sifat-sifat perbuatan, yaitu yang menentukan hubungan Tuhan

dengan mahkluk.19

E. Iman pada Nabi dan Rasul Iman pada nabi dan rasul adalah buah dari syahadat, syahadat adalah sebuah pengakuan bahwa Allah itu esa dan Muhammad itu rasul Allah (utusanaNya) yang merupakan kunci untuk membuka pintu masuk kedalam

19 Hanafi, Theology Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1979), h. 102-110

11

ruangan Islam.20 Agama Islam dalam mengajak manusia untuk beriman kepada akidahnya dan mempercayai ajaranya, tidaklah hendak mempergunakan jalan kekerasan dan paksaan, karena sifat keimanan itu sendiri bertentangan dengan kekerasan dan paksaan, dalam bentuk manapun.21 Berkenaan dengan masalah iman kepada nabi dan rasul, Allah Taala berfirman :

q9q% $YtB#u !$$/ !$tBur tAR& $uZs9) ! #) $tBur tAR& #nq)tur $t6F{$#ur !$tBur uAr& 4yqB 4|ur !$tBur uAr& cq;Y9$# `B Ogn/ w -hxR tt/ 7tnr& OgYiB `twUur ms9 tbqK=B b*s (#qZtB#u @VJ/ !$tB LYtB#u m/ s)s (#rytGd$# ( b)r (#q9uqs? $oV*s Nd 5-$s) ( Ngx63u|s !$# 4 uqdur J9$# O=y9$# Artinya : Katakanlah (hai orang-orang mukmin) : Kami beriman kepada Allah apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrohim, Ismail, Ishaq, Yaqub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepadanya. Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan dialah yang maha mendengar lagi maha mengetahui.(Q.S. Al Baqarah : 136-137).22

Orang-orang mukmin yang tulus dalam keimananya, mereka menjadi saksi kebenaran terhadap manusia, apakah mereka telah mengikuti nabi-nabi mereka atau tidak. Adapun tanda-tanda mengikuti para nabi ialah menyembah Allah

20 Fachruddin, Akidah Dan Syariah Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1994), h. 4 21 Ibid, h. 7 22 Bachtiar Surin, op. cit, h. 41

Taala saja, tanpa menyekutukan sesuatu pun dengan-Nya. F. Iman Pada Hal-Hal Yang Ghaib Quran mengemukakah di sekitar hal yang bertalian dengan metapysic (dibalik alam nyata), dimana manusia tiada dikaruniai tenaga cukup untuk mendalami hakikat alam-alam ghaib itu. Hanya satu saluran saja untuk mempercayai adanya Malaikat dan Jin, yaitu Wahyu yang dipastikan kebenarannya, dari Allah kepada Rasul. Yang perlu diingat pula, biarpun Quran banyak kali membicarakan di sekitar Jin, tetapi tidak menjadikan iman dengan jin sebagai akidah Islam. Lain halnya dengan Malaikat. Quran hanya membicarakan jin itu dalam rangka yang sama dengan membicarakan manusia. Jadi soal membenarkan adanya jin itu adalah termasuk kelanjutan membenarkan Quran dan membenarkan keterangan yang ada di dalamnya. Quran dalam menuntut iman dengan malaikat itu bukan hanya sekedar percaya bahwa malaikat itu ada. Tetapi juga iman dengan seluruh tugas dan fungsinya berhubungan dengan urusan keagamaan, umpama pendidikan (pembersihan), mengarahkan kepada yang baik serta memperkuat keinginan baik dalam hati manusia. Tugas itu bukanlah tugas jin yang sederajat dengan manusia dalam menghadapi kekuatan baik dan buruk. Agama hanya menuntut agar manusia iman dengan sesuatu yang memperkuat dorongan baik dan bukan sesuatu yang memperkuat dorongan jahat atau sesuatu yang sama kuat dorongannya untuk kebaikan dan kejahatan.23 Al Quran adalah pokok pegangan yang cukup lengkap bagi ajaran-ajaran Islam. Mengenai iman kepada hal-hal ghaib, yang mana malaikat dan jin itu adalah23 Ibid., h. 24-25

13

termasuk ghaib, bukan alam benda, sifat dan keadaan malaikat dan jin itu bisa menampakan dirinya di alam benda. Allah Taala berfirman :

% q9 c%x. F{$# px6n=tB @ cqJt tiYyJB $uZ9t\s9 Ogn=t iB !$yJ9$# $Z6n=tB Zwq Artinya : Katakanlah jika seandainya ada sebangsa malaikat yang dapat tinggal dibumi, dan berjalan dengan tenangnya, tentulah kami turunkan dari langit malaikat sebagai rasul.(Q.S. Al Isra : 95)24

Jika didalam Al Quran menyebutkan bahwa malaikat itu hamba Allah yang mulia dan tidak pernah durhaka dan melanggar perintah Allah, sebaliknya Al Quran menyebukan jin itu ada yang saleh dan ada pula yang durhaka, yang sesuai dengan firman Allah Taala :

Rr&ur $ZB tbqJ=J9$# $ZBur tbqs)9$# ( $ `yJs zNn=r& y7s9'r's (#rptrB #Yxu $Br&ur tbqs)9$# (#qR%s3s zOYygyf9 $Y7sym Artinya : diantara kami (jin) ada orang-orang yang patuh (kepada Tuhan) dan ada pula yang tidak jujur. Siapa yang patuh (kepada Tuhan), itulah orangorang yang sengaja menempuh jalan yang benar. Tetapi orang-orang yang tidak jujur, mereka menjadi kayu api neraka jahanam.(Q.S.Al Jin : 14-15)25 Dalam Al Qur;an, malaikat di perhubungkan dengan penghidupan manusia dilapangan kerohanian, sedangkan jin diserupakan tingkah lakunya dengan manusia, seperti membisikan dan menipu supaya orang melakukan kejahatan.26

24 Bachtiar Surin, op. cit, h. 612 25 Bachtiar Surin, op. cit, h. 1350 26 Fachruddin, op. cit, h. 24

G. Bentuk-bentuk Kufur dalam Al-Quran Kezindikan (kufur) ialah orang yang membangkang, tidak tunduk kecuali kepada materi semata, karena mereka menganggap segala yang ada mestilah dapat diraba oleh panca indra dan selain itu tidak ada.27 Allah Taala menggambarkan dalam firmanya :

rysy_ur $pk5 !$ygFoYs)oK$#ur NkRr) $VJ= #vq=ur 4 R$$s y#x. tb%x. pt7)t tJ9$# Artinya : Dan mereka menyangkal keterangan-keterangan Tuhan karena mereka zalim dan sombong, biarpun hati mereka telah meyakini kebenaranya. (Q.S. Al An-Naml : 14)28 Dalam hal ini tiadalah termasuk muslim, mereka yang tidak beriman dengan Wujud (ada) Allah dan Wahdaniat-Nya (Keesaanya). Juga mereka yang tiada percaya, bahwa Allah bersifat bersih dari serupa dengan mahkluk atau bertempat dan bersatu dengan mahkluknya, tiada mempercayai Allah itu berkuasa sendiri dalam mengatur dan menyusun alam ini.29

H. Hubungan antara Iman dan Ikhsan Iman artinya percaya, percaya dengan cara membenarkan sesuatu dalam hati, kemudian diucapkan oleh lisan dan dikerjakan dengan amal perbuatan. Menurut Imam al-Ghazali iman berarti pembenaran tasdik. Dan tasdik27 Muhammad Abu Zahra, op. cit, h. 132 28 Bachtiar Surin, op. cit, h. 825 29 Fachruddin, op. cit, h. 5

15

mempunyai tempat khusus, yaitu di dalam hati. Islam berarti setundukan (taslim), kepasrahan, menerima, tidak menolak, tidak membantah, dan tidak membangkang. Maksudnya, yaitu penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah SWT. Agama Islam artinya agama yang berserah diri. Berserah diri atas berbagai ketentuan yang digariskan oleh Allah SWT bagi kebaikan hamba-hamba-Nya. Adapun Ihsan berarti kebaikan. Ihsan adalah memberi lebih banyak dan mengambil lebih sedikit. Artinya berbuat kebaikan dengan ukuran lebih dari yang telah dilakukan orang lain kepada kita. Ihsan adalah satu sifat yang menjadikan pemiliknya memperlakukan pihak lain

dengan baik meskipun pihak lain memperlakukannya dengan buruk. Karenanya, ihsan adalah sebuah kebaikan yang lahir dari kesadaran batin terdalam. Ihsan adalah perwujudan keinginan perbuat lebih baik atas apa yang orang lain lakukan. Imam Ghazali menjelaskan bahwa iman adalah pembenaran dengan hati (tasdik). Islam adalah setundukan dan kepatuhan (taslim) dan ihsan adalah kebaikan terdalam (ahsan/tahsin). Ketiga istilah ini adalah tiga hal yang berbeda namun saling terjalin erat.

I. Dalil-Dalil Keimanan Makna iman : iman menurut bahasa artinya membenarkan dan dalam istilah adalah pembenaran dengan hati, diucapkan dengan lidah (lisan) dan dikerjakan dengan anggota tubuh dalam amalan nyata (kongkrit) seharihari.30Allah berfirman dalam Surat Al-Baqarah Ayat 25:

30 Kelompok Studi Islam Al Ummah, op. cit, h. 41

eo0ur %!$# (#qYtB#u (#q=Jtur Mys=9$# br& Nlm; ;MYy_ grB `B ) #$}$ygFtrB ygRFArtinya : "dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya.An-Nahl : 97

`tB @Jt $[s=| `iB @2s rr& 4s\R& uqdur `BsB mZtsZn=s Zo4quym Zpt6hs ( OgYtfuZs9ur Ndt_r& `|mr'/ $tB (#qR$2 tbq=yJt Artinya : Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik[839] dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. Iman adalah anugerah Allah yang paling berharga, tiada kenikmatan di dunia ini yang paling berharga daripada iman.31

J. Aqidah antara Akal dan Wahyu Teologi sebagai ilmu yang membahas soal ke-Tuhanan dan kewajibankewajiban manusia terhadap Tuhan, memakai akal dan wahyu dalam memperoleh pengetahuan tentang kedua soal tersebut. Akal,sebagai daya berfikir yang ada dalam diri manusia, berusaha keras untuk sampai kepada diri

31 Chodidjah Qadir, Kumpulan Pidato Praktis 1, (Bangil : Pustaka Salafiyah, 1996), h. 166

17

Tuhan, dan wahyu sebagai pengkhabaran dari alam metafisika turun kepada manusia dengan keterangan-keterangan tentang tuhan dan kewajiban-kewajiban manusia terhadap Tuhan. Tuhan berdiri di puncak alam wujud dan manusia di kakinya berusaha dengan akalnya untuk sampai kepada tuhan dan tuhan sendiri dengan belas-kasihanNya terhadap kelemahan manusia, diperbandingkan dengan ke Maha Kuasaan Tuhan, menolong manusia dengan menurunkan wahyu melalui Nabi-nabi dan Rasul-rasul.32 Alquran telah mempertemukan akal dengan agama, pertama-tama kali dalam kitab suci itu sendiri, dengan perantaraan lisan nabi yang diutus tuhan dengan cara terus terang dan tidak memerlukan takwil. Telah merupakan suatu ketetapan di kalangan kaum muslimin, kecuali orang yang tidak percaya kepada akal dan agamanya, bahwa sebagian dari ketentuan-ketentuan agama itu, adalah tidak mungkin untuk meyakinkannya, kecuali melalui akal, seperti mengetahui tentang adanya Allah dan kudrat-Nya untuk mengutus para rasul, tentang ilmuNya mengenai apa yang diwahyukanNya kepada para rasul itu, tentang iradat (kehendak)Nya yang mutlak untuk menentukan siapa yang akan menjadi rasul itu, dan tentang segala sesuatu yang bersangkut paut dengan pengertian kerasulan, seperti membenarkan adanya rasul itu sendiri. Kaum muslimin berpendapat juga, bahwa justru agama itu datang untuk mengatai paham dan pengertian manusia yang berakal, maka adalah suatu hal yang mustahi jika ia membawa sesuatu yang bertentangan dengan akal itu. Dengan adanya ketentuan mengenai hukum akal, dan terdapatnya ayat-ayat mutasyabihat di dalam al Quran, maka hal itu merupakan jalan peluang bagi mereka yang suka berpikir, terutama karena panggilan agama, untuk32 Harun Nasution, Teologi Islam, (Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia, 1986), h. 79

memikirkan semua makhluk tuhan, tidak terbatas oleh suatu pembatasan dan tidak pula dengan sesuatu syarat apapun juga, karena mengerti, bahwa segala pemikiran yang benar akan membawa kepercayaan terhadap allath, menurut sifat-sifat yang telah ditetapkan olehNya dengan tidak terlalu menganggap sepi dan tidak pula membatasi pikiran itu.33

K. Aliran-aliran dalam Islam Aliran- aliran dalam islam antara lain : 1. Khawarij Secara etimologi khawarij berasal dari bahasa Arab, yaitu kharaja yang berati keluar, muncul, timbul, atau memberontak. Ini yang mendasari Syahrastani untuk menyebut khawarij terhadap orang yang memberontak imam yang sah. Adapun yang dimaksud khawarij dalam terminologi ilmu kalam adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidak sepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim), dalam perang siffin pada tahun 37 H/648 m, dengan kelompok bughat (pemberontak) Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khilafah. 2. Al-Murjiah Nama Murjiah diambil dari kata irja atau arjaa yang bermakna penundaan, dan pengharapan. Kata arjaa mengandung pula arti memberi harapan, yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan rahmat Allah. Selain itu, arjaa berati pula meletakkan dibelakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal dari iman. Oleh karena itu Murjiah artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yakni Ali dan Muawiyah serta pasukanya masing-masing, ke hari kiamat kelak. 3. Jabariyah Kata Jabariyah bersal dari kata Jabara yang berarti memaksa. Dan dalam munjid, dijelaskan bahwa nama Jabariyah berasal dari kata Jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskanya33 Muhammad Abduh, op. cit, h. 5-6

19

melakukan sesuatu. Kalau dikatakan, Allah mempunyai sifat Al Jabar itu artinya Allah maha Memaksa. Lebih lanjut Asy-Syahratsan menegaskan bahwa paham Al-Jabr berarti menghilangkan perbuatan manusia dalam arti yang sesungguhnya dan menyandarkan kepada Allah. Dengan kata lain manusia mengerjakan perbuatanya dalam keadaan terpaksa. Dalam bahasa inggris Jabariyah yaitu faham yang menyebutkan bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh qadha dan qadar Tuhan. 4. Qadariyah Qadariyah berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata qadara yang artinya kemampuan dan kekuatan. Adapun menurut pengertian terminologi, Qadariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak intervensi oleh Tuhan. Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatanya; ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkanya atas kehendaknya sendiri. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dipahami bahwa bahwa Qadariyah dipakai untuk nama suatu aliran untuk memberi suatu penekanan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya. 5. Mutazilah Secara harfiah kata Mutazilah berasl dari itazala yang berarti berpisan atau memisahkan diri, yang berarti juga menjauh atau menjauhkan diri. Ada lima prinsip pokok ajaran Mutazilah yang mengharuskan bagi pemeluk ajaran ini untuk memegangnya, yang dirumuskan oleh Abu Huzail al-Allaf : a. Al Tauhid (keesaan Allah) b. Al Adl (keadlilan tuhan) c. Al Wad wa al waid (janji dan ancaman) d. Al Manzilah bain al Manzilatain (posisi diantara posisi) e. Amar Mauruf dan Nahi mungkar. 6. Ahlulssunnah (Al-Asyary dan Al-Maturidi) a. Pengertian dan para tokoh serta pemikiran-pemikiran mereka. Ahlussunnah berarti penganut atau pengikut sunnah Nabi Muhammad SAW, dan jemaah berarti sahabat nabi. Jadi Ahlussunnah wal jamaah mengandung arti penganut Sunnah (ittikad) Nabi dan para sahabat beliau. Ahlussunnah sering juga disebut dengan Sunni dapat di bedakan menjadi 2 pengertian, yaitu khusus dan umum, Sunni dalam pengertian umum adalah lawan kelompok Syiah, Dalam pengertian ini, Mutazilah sebagai mana juga Asyariyah masuk dalam barisan Sunni. Sunni

dalam pengertian khusus adalah mazhab yang berada dalambarisan Asyariyah dan merupakan lawan Mutazilah. Aliran ini, muncul sebagai reaksi setelah munculnya aliran Asyariyah dan Maturidiyah, dua aliran yang menentang ajaran-ajaran Mutazilah. Tokoh utama yang juga merupakan pendiri mazhab ini adalah Abu al Hasan al Asyari dan Abu Mansur al Maturidi. a. Abu al Hasan al Asyari 1. Pokok-pokok pemikirannya Sifat-sifat Tuhan. Menurutnya, Tuhan memiliki sifat sebagaiman di sebut di dalam Alquran, yang di sebut sebagai sifat-sifat yang azali, Qadim, dan berdiri diatas zat tuhan. Sifat-sifat itu bukanlah zat tuhan dan bukan pula lain dari zatnya. Al-Quran, Manurutnya, Al-Quran adalah Qadim dan bukan makhluk diciptakan. Melihat Tuhan, menurutnya, Tuhan dapat dilihat dengan mata oleh manusia di Akhirat nanti. Perbuatan Manusia. Menurutnya, perbuatan manusia di ciptakan Tuhan, bukan di ciptakan oleh manusia itu sendiri. Keadlian Tuhan, Menurutnya, Tuhan tidak mempunyai kewajiban apapun untuk menentukan tempat manusia di akhirat. Sebab semua itu merupakan kehendak mutlak Tuhan sebab Tuhan maha Kuasa atas Segalanya. Muslim yang berbuat dosa. Menurutnya, yang berbuat dosa dan tidak sempat bertobat diakhir hidupnya tidaklah kafir dan tetap mukmin. b. Abu manshur Al-Maturidi 1.Pokok-pokok pemikirannya : Sifat Tuhan. Pendapatnya sejalan dengan Al Asyari Perbuatan Manusia. Menurutnya, Perbuatan manusia sebenarnya di wujudkan oleh manusia itu sendiri, dan bukan merupakan perbuatan Tuhan. Al Quran. Pendapatnya sejalan dengan Al Asyari Kewajiban Tuhan. Menurutnya, Tuhan memiliki kewajiban-kewajiban tertentu. Muslim yang berbuat dosa. Pendapatnya sejalan dengan Al Asyari Janji Tuhan. Menurutnya, janji pahala dan siksa mesti terjadi, dan itu merupakan janji Tuhan yang tidak mungkin di pungkirinya.34 . 1. ALIRAN-ALIRAN DALAM ISLAM KHAWARIJ Kelompok Khawarij pada mulanya memandang Ali dan pasukanya berada dipihak yang benar karena Ali merupakan khalifah sah yang telah34 Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung : Pustaka Setia, 2007), h. 49-131

21

dibaiat mayoritas umat Islam, sementara muawiyah berada dipihak yang salah karena memberontak khalifah yang sah. Lagi pula berdasarkan estimasi khawarij, pihak Ali hampir memperoleh kemenangan pada peperangan itu, tetapi karena Ali menerima tipu daya licik ajakan damai muawiyah, kemenangan yang hampir diraih itu menjadi raib. Ali sebenaranya sudah mencium kelicikan ajakan damai muawiyah sehingga ia bermaksud menolak permintaan itu. Namun, karena desakan sebagian pengikutnya, terutama ahli qurra seperti Al-Asyats bin Qais, Masud bin Fudaki At-Tamimi, dan Zaid bin Husein Ath Thai, dengan sangat terpaksa Ali memerintahkan Al-Asytar (komando pasukan) untuk menghentikan peperangan. Khawrij dan doktrin-doktrin pokoknya; Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam. Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang muslim berhak menjadi khalifah apabila sudah memenuhi syarat. Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersifat adil dan menjalankan syariat Islam. Ian harus dijatuhkan bahkan dibunuh jika melakukan kezaliman. Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar, dan Ustman) adalah sah, tetapi setelah tahun ketuju dari masa kekhalifahannya, Ustman r.a. dianggap telah menyeleweng. Khalifah Ali adalah sah tetapi setelah terjadi abritase (tahkim), ia dianggap telah menyeleweng. Muawiyah dan Amr bin Al-Ash serta Abu Musa Al-Asyari juga dianggep menyeleweng dan telah menjadi kafir. Pasukan perang jamal yang melawan Ali juga kafir. Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus dibunuh. Yang sangat anarkis (kacau) lagi, mereka menganggap bahwa seorang muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan resiko ia menanggung beban harus dilenyapkan pula. Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila tidak mau bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam dar al-hard (negara musuh) sedangkan golongan mereka sendiri dianggap berada dalam dar al-Islam (negara Islam). Seseorang harus menghindari dari pimpinan yang menyeleweang. Adanya waad dan waid (orang yang baik harus masuk surga, sedangkan orang yang jahat harus masuk neraka). Amr maruf nahi munkar. Memalingkan ayat-ayat Al-Quran yang tampak mustasabihat (samar). Quran adalah mahkluk. Manusia bebas memutuskan perbuatanya bukan dari Tuhan.35

Al-MURJIAH Ada beberapa teori yang

berkembang

mengenai asal usul

35 Ibid., h. 50-52

kemunculan murjiah. Teori pertama mengatakan bahwa gagasan irja atau arja dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat Islam ketika terjadi pertikaian politik dan juga bertujuan untuk menghindari sektarianisme. Murjiah, baik sebagai kelompok politik, maupun teologis, diperkirakan lahir bersama dengan kemunculan Syiah dan Khawarij. Kelompok ini merupakan musuh besar Khawarij. Teori lain mengatakan bahwa gagasan irja, yang merupakn basis doktrin Murjiah, muncul pertama kali sebagai gerakan politik yang diperlihatkan oleh cucu Ali bin Abi Thalib, al Hasan bin Muhammad AlHanafiyah, sekitar tahun 695. Penggagas teori ini menceritakan bahhwa 20 tahun setelah kematian Muawiyah, pada tahun 680, dunia Islam dikoyak oleh pertikaian sipil. Doktri pokok Murjiah menurut Harun Nasution; a. Menunda hukuman atas Ali, Muawiyah, Amr bin Ash, dan Abu Musa Al-Asyari yang terlibat tahkim dan menyerahkannya kepada Allah dihari kiamat kelak. b. Menyerahkan keputusan kepada Allah atas seorang muslim yang berdosa besar. c. Meletakkan (pentingnya) iman dari pada amal. d. Memberikan pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.36

JABARIYAH Faham al-jabar pertama kali diperkenalkan oleh Jad bin Dirham kemudian disebarkan oleh Jahm bin Shafwan dari Khurasan. Dalam sejarah teologi Islam, Jahm tercatat sebagi tokoh yang mendirikan aliran Jamhiyah dalam kalangan Murjiah. Ia adalah sekretaris Surain bin AlUmayah. Namun, dalam perkembanganya faham al-jabar juga dikembangkan oleh tokoh lainya antaranya Al-Husein bin Muhammad An-Najjar dan Jad bin Dirrar. Mengenai kemunculan faham al-jabar ini, para ahli sejarah dan pemikir mengkajinya melalui pendekatan geokultural bahasa Arab. Diantara ahli yang dimaksud adalah Ahmad Amin. Ia menggambarkan bahwa kehidupan bangsa Arab yang dikungkung oleh gurun pasir Sahara memberikan pengaruh besar ke dalam cara hidup mereka. Ketergantungan mereka kepada alam Sahara yang ganas telah memunculkan sikap penyerahan diri terhadap alam. Lebih lanjut Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam situasi yang demikian, masyarakat Arab tidak melihat jalan untuk mengubah keadaan sekeliling mereka sesuai dengan keinginannya sendiri. Mereka merasa banyak bergantung pada kehendak alam. Hal ini membawa mereka kepada sikap fatalism.37 QADARIYAH Dalam hal ini, Harun Nasution menegaskan bahwa kaum Qadariyah

36 Ibid., h. 58-59 37 Ibid., h. 64

23

berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Allah. Seharusnya sebutan Qadariyah diberikan kepada aliran yan berpendapat bahwa Qadar menentukan segala tingkah laku manusia, baik yang bagus maupun yang jahat. Namun sebutan itu telah melekat kaun sunni, yang percaya bahwa manusia mempunyai kebebasan berkehendak. Dapat difahami bahwa doktrin Qadariyah pada dasarnya menyatakan bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu , ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula mendapatkan hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya. Dalam kaitan ini, bila seseorang diberi ganjaran baik dengan balasan surga kelak diakherat dan diberi ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di akherat, itu berdasarkan oilihan pribadinya sendriri, bukan oleh takdir Tuhan. Sungguh tidak pantas, manusia menerima siksaan atau tindakan salah yang dilakukan bukan atas keinginan dan kemapuannya sendiri.38

MUTAZILAH Lima pokok doktrin Mutazilah: a. At-Tauhid At-Tauhid menurupakan prinsip utama dan intisari ajaran Mutajilah. Sebenarnya, setiap mazhab teologis dalam Islam memegang doktrin ini. Namun menurut Mutazilah mempunyai teori yang lebih spesifik. Tuhan harus disucikan dari segala sesuatu yang dapat mengurangi kemahaesaan-Nya. Tuhanlah satu-satunya yang Esa, yang unik dan tak ada satupun yang menyamainya. Oleh karena itu, hanya dialah yang qadim. Bila ada yang qadim lebih dari satu, maka telah terjadi taaddud al-qudama (berbilangnya dzat yang tak berpemulaan). Untuk memurnikan keesaan Tuhan (tanzih), Mutazilah menolak konsep Tuhan memiliki sifat-sifat, penggambaran fisik Tuhan (antromorfisme tajassum), dan Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala. Mutazila berpendapat bahwa Tuhan itu Esa, tak ada satupun yang menyerupai-Nya. Dia lah maha melihat, mendengar, kuasa, mengetahui, dan sebagainya. Namun, mendengar, kuasa, mengetahui, dan sebagainya itu bukan sifat melainkan dzat-Nya. b. Al-Adl Ajaran Mutazilah yang kedua adalah Al-Adl, yang berarti Tuhan maha Adil. Adil ini merupakan sifat yang paling gamblang untuk menunjukan kesempurnaanya. Karena Tuhan maha sempurna, dia sudah pasti Adil. Ajaran ini bertujuan ingin menempatkan Tuhan benar-benar Adil menurut sudut pandang manusia, karena alam semesta ini sesungguhnya diciptakan untuk kepentingan umat

38 Ibid., h. 73-74

manusia. Tuhan dipandang adil apabila bertindak hanya yang baik (ash-shalah) dan terbaik (al-ashlah), dan bukan yang tidak baik. Begitu pula Tuhan juga adil bila tidak melanggar janjinya. c. Al-Wad wa al-Waid Ajaran ketiga ini sangat erat kaitanya dengan ajaran yang kedua diatas, Al-Wad wa al-Waid berarti janji dan ancaman. Tuhan maha adil dan maha bijaksana, tidak akan melanggar janjinya. Perbuatan Tuhan terikat dan dibatasi oleh janjinya sendiri, yaitu memberi pahala surga bagi yang berbuat baik (al-muthi) dan ancaman dengan siksa neraka atas orang yang durhaka (al-ashi). Begitu pula janji Tuhan untuk memberi pengampuna kepada orang yang bertobat nasuha pasti benar adanya. d. Al-Manzilah bain al-manzilatain Inilah ajaran yang mula-mula menyebabkan lahirnya mazhab Mutazilah. Ajaran ini dikenal dengan status orang beriman (mukmin) yang melakukan dosa besar. Seperti tercatat dalam sejarah, Khawarij menganggap orang tersebut sebagai kafir bahkan musyrik, sedangkan Murjiah berpendapat bahwa orang itu tetap mukmin dan dosanya sepenuhnya diserahkan kepada Allah. Boleh jadi dosa itu diampuni oleh Tuhan. Adapun pendapat Wasil bin Ata (pendiri mazhab Mutajilah) lain lagi. Menurtnya orang tersebut, berada diantar dua posisi (al-manzilah bain al-manzilah). Karena ajaran inilah, Wasil al ata dan sahabatnya Amir bin Ubaid harus memisahkan diri (itizal) dari majelis gurunya. e. Al-Amr bi Al-Maruf wa An-Nahy an Munkar Ajaran ini berpihak menekankan kepada kebenaran dan kebaikan. Ini merupakan konsekuensi logis dari keimanan seseorang. Pengakuan keimanan harus dibuktikan dengan perbuatan baik, diantaranya dengan menyuruh orang berbuat baik dna mencegahnya dari kejahatan.39

2. IMAN DAN KUFUR

Agenda persoalan yang pertama muncul timbul dalam teologi Islam adalah masalah iman dan kufur. Persoalan ini dimunculkan pertama kali oleh aliran Khawarij tatkala mencap kafir sejumlah tokoh shahabat Nabi SAW. Yang dipandang telah melakukan dosa besar, antara lain Ali bin Abi Thalib, Muawiyah bin Abi Sufyan, Abu Musa Al-Asyari, Amr bin Al-Ash, Thalhab39 Ibid., h. 80-86

25

bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, dan Aisyah, istri rasulullah SAW. Masalah ini lalu dikembangkan oleh Khawarij dengan tesis utamanya bahwa setiap pelaku dosa besar adalah kafir. Perbincangan konsep iman dan kufur ini menurut tiap-tiap aliran teologi Islam, seperti yang terlihat dalam linteratur ilmu kalam, acapkali lebih dititik beratkan pada satu aspek saja dari dua term, yaitu iman dan kufur. Ini dapat dipahami sebab kesimpulan tentang konsep iman bila dilihat kebalikannya juga berarti kesimpulan dalam konsep Kufur. Menurut hasan hanafi, ada empat macam istilah kunci yang biasanya dipergunakan oleh para teolog muslim dalam membicarakan konsep iman, yaitu; 1. Marifah bi al-aql, (mengetahui dengan akal). 2. Amal, perbuatan baik atau patuh. 3. Iqrar, pengakuan secara lisan.4. Tashdiq, membenarkan dalam hati termasuk pula didalamnya

marifah bi al-qalb (mengetahui dengan hati).40

40 Ibid., h. 141-142

BAB III KESIMPULAN

Aspek pokok dalam pembahasan ilmu tauhid adalah keyakinan akan eksistensi Allah yang maha sempurna adalah : 1. Hal-hal yang berhubungan dengan Allah Swt. Dalam bagian ini termasuk pula masalah takdir. 2. Hal-hal yang berhubungan dengan utusan Allah Swt sebagai perantara antara manusia dan Allah. Yang meliputi: malaikat, Nabi/Rasul, dan kitab suci dan wajib kita imani.

27

3. Hal-hal yang berhubungan dengan hari yang akan datang atau disebut juga maad. Yang meliputi: syurga, Neraka, dan sebagainya. Pengajaran Ilmu Tauhid dan kalam bertujuan untuk memantapkan keyakinan seseorang hamba kepada Allah Swt. Dengan menggunakan dalil naqli (Al-Quran & Hadits) dan dalil aqli (akal pikiran). Ilmu tauhid mengajarkan satu keteguhunan hati dalam diri guna mencapai sutu keselamatan di dunia dan di akhirat. ilmu Tauhid menuntun guna meluruskan akidah-akidah yang menyeleweng dari dalam diri. Perbedaan di dalam Islam merupakan Rahmat Tuhan yang wajib kita syukuri, Perbedaan mencerminkan kemaha esaan Tuhan dan lambang kemaha penciptaan Tuhan, tanpa kita jadikan persoalan, perdebatan dan pertentangan guna tercapainya kerukunan, kedamaian dalam proses pengabdian diri dalam menuju Ridho Tuhan.

DAFTAR PUSATAKA

Muhammad Abduh, Pengantar Ilmu tauhid, Jakarta, Pedoman Ilmu Jaya, 1988 Kelompok Studi Islam Al Ummah, Aqidah Seorang Muslim, Jakarta, Yayasan An Nizhom, 1999, Cet. IV Rosihon Anwar, Abdul Rojak, Illmu Kalam, Bandung, Pustaka Ceria, 2007 Chodidjah Qadir, Kumpulan Pidato Praktis 1, Bangil, Pustaka Salafiyah, 1996

Fachruddin, Akidah Dan Syariah Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 1994 Jalaluddin, Islam Smiles, Jakarta, Kalam Mulia, 2010 Zakaria Adhan, Wasian Imam Ghazali, Minhajul Abidin, Jakarta, Darul Ulum Press, 1996 Irwan Prayitno, Kepribadian Muslim, Jakarta, Mitra Grafika, 2005 Muhammad Fauqi Hajjaj, Tashawuf al-Islam wa Al-Akhlak, alih bahasa : Kamran Asat Irsyady dan Fakhri Ghazali, Tasawuf Islam dan Akhlak, Jakarta: Bumi Aksara, 2011

Bachtiar Surin, Terjemah Dan Tafsir Huruf Al Qur;An, Bandung, Fa Sumatra, 1978 Muhammad Abu Zahra, Hakekat Aqidah QurAni, Surabaya, Pustaka Progressif, 1991 Hanafi, Theology Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1979 Fachruddin, Akidah Dan Syariah Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 1994 Chodidjah Qadir, Kumpulan Pidato Praktis 1,(Bangil, Pustaka Salafiyah, 1996 Harun Nasution, Teologi Islam, Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia, 1986 Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Bandung, Pustaka Setia, 2007