BAB I-III emil
-
Upload
emilarya8707 -
Category
Documents
-
view
605 -
download
3
Transcript of BAB I-III emil
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada zaman sekarang ini, dunia bisnis telah merambah ke dunia pendidikan.
Di banyak kota terutama kota-kota besar telah bermunculan sekolah swasta dalam
berbagai tingkatan, contohnya playgroup dengan berbagai macam kualitas, dan
tentunya lembaga bimbingan belajar yang mengajarkan berbagai macam mata
pelajaran.
Fenomena ini dimulai oleh minat masyarakat yang semakin memperhatikan
pendidikan sebagai hal yang penting bagi diri mereka. Pendidikian dianggap penting
bukan hanya dengan tujuan untuk menambah pengetahuan, namun juga sebagai
investasi masa depan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik terutama
dengan tingkat persaingan tinggi di era globalisasi seperti sekarang ini.
Salah satu hal yang paling menonjol dari fenomena dunia bisnis di atas
adalah menjamurnya lembaga bimbingan belajar untuk siswa SD, SMP, dan SMA.
Di berbagai kota terutama di kota-kota besar hampir sudah tak terhitung lagi jumlah
lembaga bimbingan belajar yang berdiri baik lembaga yang dikenal secara nasional
maupun hanya skala lokal saja.
Lembaga bimbingan belajar ini muncul untuk mewadahi siswa-siswa sekolah
dalam memperdalam pelajaran yang didapatkannya di sekolah baik dari segi
pemahaman maupun metode penyelesaian soal-soal yang tidak diajarkan secara
umum di sekolah-sekolah. Dengan pendalaman pelajaran tersebut maka siswa
diarahkan agar mampu meraih nilai yang tinggi dalam ujian-ujian yang akan dilewati
2
seperti, ujian tengah semester, ujian akhir semester, ujian akhir sekolah, dan yang
juga yang penting adalah seleksi penerimaan mahasiswa baru tingkat universitas.
Seperti halnya di kota-kota besar lainnya, kota Makassar juga dipenuhi oleh
berbagai macam lembaga bimbingan belajar yang menawarkan berbagai macam
program berikut dengan keunggulan masing-masing. Lembaga-lembaga tersebut
diantaranya adalah Primagama, Jakarta Intensive Learning Center (JILC), Ganesha
Operation (GO), Gama College, Ranu Prima College (RPC), dan Multi Prima
College (MPC).
Salah satu lembaga bimbingan belajar yang prestasinya sedang naik daun
dalam beberapa tahun belakangan ini adalah Multi Prima College (MPC). MPC yang
menggunakan metode belajar Quantum Learning, kini sangat diminati oleh siswa
karena persentase tingkat kelulusan yang tinggi yaitu hampir mencapai 100% untuk
Ujian Nasional dan mencapai 90% lebih untuk SNM-PTN. Hal ini juga dapat dilihat
pada jumlah siswanya yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Kini jumlah
siswa telah melebihi 1000 orang (database MPC, 2009). Ini merupakan suatu
pencapaian yang terbilang mengesankan
Fakta yang membuat pencapaian prestasi MPC begitu menarik adalah
semua prestasi itu diraih pada umur yang terbilang muda yaitu 5 tahun berdiri. Hal
ini tentunya sangat fenomenal jika dibandingkan dengan pesaing-pesaingnya yang
telah berdiri lebih awal dan bahkan beberapa diantaranya telah berumur lebih dari
10 tahun. MPC sendiri baru berdiri pada tahun 2004 dan merupakan anak usaha
dari PT. Multi Niaga Group.
MPC sendiri telah membuat 4 macam program sebagai product line mereka
untuk membidik pasar yang mereka targetkan yaitu: Program Reguler Utama,
Program Reguler Khusus, Program Excellent Class, dan Program Superior Class.
3
Sebagai market challenger, kinerja MPC dapat dilihat dari market share yang
kini dikuasainya. Pada bulan Oktober tahun 2009, mereka telah menguasai kurang
lebih 15% dari pasar kota Makassar. Secara peringkat, MPC kini menduduki
peringkat keempat dari 6 jumlah pemain yang ada. Posisi pertama sendiri masih
dikuasai oleh JILC dengan pangsa pasar yang dominan sekitar 50 persen (database
MPC 2009)
Persaingan di pasar lembaga bimbingan belajar di Makassar dapat
diigambarkan sebagai pasar yang ketat dengan kata lain masuk dalam kategori red
ocean. Jumlah pemain dalam pasar yang banyak merupakan alasan utama.
Sebagai contoh, di kompleks BTP di kota Makassar terdapat 3 lembaga bimbingan
belajar yang berdiri di lokasi yang sangat berdekatan dan sudah tentunya mengincar
pasar yang sama. Hal ini juga terjadi di lokasi lain di Makassar.
Situasi persaingan diatas telah memaksa semua lembaga untuk bekerja
keras menciptakan keunggulan-keunggulan sebagai bahan jualan yang akan
membuat konsumen lebih memilih mereka. Bahan jualan ini bisa dalam bentuk yang
bermacam-macam diantaranya adalah: gedung yang bagus, harga yang terjangkau,
fasilitas hotspot, tentor yang berpengalaman, metode belajar yang up to date,
beasiswa pendidikan, dan lain-lain. Namun sayangnya sebagian besar keunggulan
yang diatas dapat ditiru dengan cepat oleh pesaing yang lain.
MPC sendiri lebih berfokus pada segi pelayanan dalam menciptakan
keunggulan. Dengan penerapan service excellence MPC berharap dapat
menciptakan ikatan emosional dengan pelanggan sehingga akan menciptakan
keunggulan yang tidak mudah ditiru oleh pesaing. Ikatan emosional juga diharapkan
dapat menciptakan word of mouth yang bagus di kalangan siswa yang pada
akhirnya akan menjadi media promosi yang efektif bagi pencitraan MPC.
4
Penerapan service excellence ini sendiri bukannya tanpa kendala dan
masalah. Salah satu hal yang menjadi beban pikiran manajemen MPC adalah hal-
hal yang berkaitan dengan tentor atau tenaga pengajar. Tentor merupakan tulang
punggung dari sebuah lembaga bimbingan belajar karena kinerja tentor akan
berpengaruh sangat signifikan terhadap tingkat keberhasilan siswa didikan. Kontak
utama dengan siswa atau moment of truth, juga terjadi pada pertemuan antara
siswa dan tentor sehingga penting bagi tentor untuk menjaga hubungan dengan
siswa baik di kelas maupun diluar kelas karena ini akan menjadi bahan penilaian
bagi siswa. Bahan penilaian ini tentunya akan menjadi word of mouth di kalangan
siswa. Gambaran di atas menjadi satu contoh bagaimana pentingnya meningkatkan
kualitas layanan sebagai sebuah keunggulan. Ketidakpuasan pelanggan dapat
menyebabkan pelanggan tersebut beralih ke lembaga bimbingan belajar yang lain
dan mengakibatkan menurunnya profit perusahaan.
Berdasarkan kondisi tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti sejauh
mana MPC memberikan layanan terbaiknya kepada pelanggan dilihat dari segi
kesenjangan antara harapan dan kinerja yang dirasakan oleh pelanggan ke dalam
skripsi berjudul “ Analisis Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pelanggan
Jasa Bimbingan Belajar Multi Prima College Cabang Bumi Tamalanrea Permai
Kota Makassar.“
1.2 Rumusan Masalah
Atas dasar latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka masalah
pokok dalam penulisan ini adalah: “Apakah kualitas pelayanan yang dilaksanakan
oleh Multi Prima College cabang Bumi Tamalanrea Permai kota Makassar telah
5
berhasil memuaskan pelanggannya, dilihat dari tingkat kesenjangan kualitas
pelayanan jasa yang diharapkan dengan kualitas pelayanan jasa yang dirasakan. “
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kepuasan
pelanggan yang diukur dari kualitas pelayanan jasa bimbingan belajar Multi
Prima College cabang Bumi Tamalanrea Permai kota Makassar.
Manfaat
Manfaat dari penelitian ini :
1. Sebagai sarana untuk mengembangkan wawasan dan pengetahuan
mengenai masalah kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan utamanya
di bidang jasa bimbingan belajar.
2. Sebagai gambaran untuk memberikan masukan sekaligus sebagai bahan
pertimbangan bagi perusahaan khususnya menyangkut kualitas pelayanan
bimbingan belajar Multi Prima College di Makassar.
3. Sebagai bahan bacaan atau literatur bagi penelitian selanjutnya yang
berkaitan dengan penelitian ini.
1.4 Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai hal-hal yang
dibahas dalam penulisan ini, maka penulisannya dibagi dalam enam bab yang
komposisinya sebagai berikut:
1. Bab I: Merupakan bab pendahuluan yang menguraikan latar belakang,
rumusan masalah, tujuan, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan
6
2. Bab II: Berisikan landasan pemikiran teoritis yang meliputi tinjauan pustaka/
kerangka teoritis serta mengemukakan kerangka pikir yang mendasari
penelitian dan pemaparan hipotesis penelitian.
3. Bab III: Mengemukakan metode penelitian yang meliputi: lokasi penelitian,
populasi dan sampel, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data,
metode analisis, dan variabel penelitian
4. Bab IV: Menyajikan gambaran umum perusahaan yang meliputi: sejarah
singkat perusahaan, visi, misi, budaya perusahaan, struktur organisasi, serta
pembagian tugas.
5. Bab V: Merupakan analisis dan pembahasan dari penelitian yang meliputi:
karakteristik pelanggan, analisis dan pembahasan dari 5 dimensi yaitu
tangible, reliability, responsiveness, assurance, emphaty, serta analisis dan
pembahasan Importance & Performance Matrix
6. Bab VI: Bab penutup dari skripsi ini yang berisi kesimpulan dan saran-saran
dari hasil penelitian yang telah dilakukan.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemasaran Jasa
2.1.1 Pengertian Pemasaran
Secara garis besar, pemasaran berguna menciptakan permintaan akan
produk dan jasa melalui pemenuhan keinginan dan kebutuhan konsumen yang
dengan itu perusahaan dapat menciptakan laba. Oleh karena itu pihak manajemen
perusahaan perlu melakukan identifikasi secara tepat mengenai apa yang
sebenarnya yang diinginkan dan dibutuhkan oleh pasar. Dalam konsep ideal,
pemasaran harus menghasilkan pelanggan yang siap membeli.
Kotler (2003:9) mengemukakan bahwa definisi pemasaran adalah: “a societal
process by which individuals and groups obtain what they need and want through
creating, offering, and freely exchanging products and services of value with others.”
Sedangkan pengertian pemasaran lainnya bisa dilihat dari pendapat Madura
(2001:83), yang mengemukakan pemasaran adalah: “tindakan berbagai perusahaan
untuk merencanakan dan melaksanakan rancangan produk, penentuan harga,
distribusi, dan promosi.”
Konsep pemasaran menurut pendapat di atas ada empat hal inti dalam
pemasaran yaitu produk (product), harga (price), distribusi (place), promosi
(promotion) atau biasa juga disebut dengan bauran pemasaran (marketing mix)
Selanjutnya Kotler & Keller (2009:6) memberikan pengertian manajemen
pemasaran sebagai berikut : ”manajemen pemasaran adalah seni dan ilmu memilih
pasar sasaran dan mendapatkan, menjaga, dan menumbuhkan pelanggan dengan
menciptakan , menyerahkan dan mengomunikasikan nilai pelanggan yang unggul”
8
Oleh karena itu pada dasarnya manajemen pemasaran berbicara tentang
bagaimana suatu organisasi atau perusahaan memenuhi kebutuhan pasar yang
dipilihnya dengan memberikan mereka nilai yang bisa menjadikan mereka
memperoleh kepuasan yang lebih dibandingkan dengan para pesaingnya.
2.1.2 Pengertian Jasa atau Layanan
Mengelola jasa bisa menjadi sesuatu yang sulit karena karakteristiknya yang
berbeda dengan barang manufaktur. Sejauh ini sudah banyak pakar pemasaran
jasa yang telah berusaha mendefinisikan pengertian jasa.
Pengertian jasa menurut Lovelock & Wright (2007:5) didefinisikan sebagai
berikut : ”tindakan atau kinerja yang menciptakan manfaat bagi pelanggan dengan
mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam diri atau atas nama penerima.”
Sedangkan pengertian jasa menurut Zeithaml dan Bitner (2000) yang dikutip
oleh Suciady (2008) sebagai berikut:
” Include all economic activities whose output is not a physical product or construction, is generally consumed at the time it produced, and provides added value in forms that are essentially intangible concerns of its first purchaser ”.
Berdasarkan dua pengertian di atas maka dapat kita ketahui bahwa jasa
menjadi unik karena bukan merupakan produk yang berbentuk fisik dan sifatnya
yang intangible serta adanya pengharapan khusus pelanggan yang harus dipenuhi
agar bisa merasa terpuaskan dengan jasa tersebut.
2.1.3 Karakteristik Jasa
Produk jasa memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan barang (produk fisik).
Tjiptono (2008:15) menyebutkan ciri-ciri tersebut sebagai berikut:
9
a. Intangibility (tidak berwujud).
Jasa berbeda secara signifikan dengan barang fisik. Bila barang merupakan
suatu objek, alat, material, atau benda yang bisa dilihat, disentuh atau dirasa
dengan panca indera maka, jasa justru merupakan pernuatan, tindakan,
pengalaman, proses, kinerja (performance), atau usaha yang difatnya
abstrak. Jasa bersifat intangible artinya tidak dapat dilihat, dirasa ,dicium
didengar atau diraba sebelum dibeli atau dikonsumsi.
b. Inseparability (tidak dapat dipisahkan).
Barang biasanya diproduksi terlebih dahulu kemudian dijual, baru
dikonsumsi, sedangkan jasa umumnya dijual terlebih dahulu, baru kemudian
diproduksi dan dikonsumsi pada waktu dan tempat yang sama.
c. Heterogenity/ Variability / Inconsistenscy (heterogen/bervariasi / tidak
konsisten).
Layanan/jasa bersifat sangat variabel atau heterogen karena merupakan
non-standardized output, artinya, bentuk,kualitas, dan jenisnya sangat
beraneka ragam, tergantung pada siapa, kapan dan di mana layanan
tersebut dihasilkan.
d. Perishability (tidak tahan lama).
Berarti bahwa jasa / layanan adalah komoditas yang tidak tahan lama, tidak
dapat disimpan untuk pemakaian ulang waktu datang, dijual kembali atau
dikembalikan .
2.2 Kualitas Jasa atau Layanan
2.2.1. Pengertian Kualitas
Kualitas adalah salah satu kunci dalam memenangkan persaingan dengan
pasar. Ketika perusahaan telah mampu menyediakan produk berkualitas maka
10
mereka telah membangun salah satu fondasi untuk menciptakan kepuasan
pelanggan. Menurut The American Society of Quality Control, kualitas adalah
keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik dari suatu produk atau layanan menyangkut
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan atau
yang bersifat laten.
Banyak pakar bidang kualitas yang mencoba mendefenisikan kualitas
berdasarkan sudut pandangnya masing-masing. Menurut Garvin (1984) seperti
dikutip oleh Tjiptono (2008:77), setidaknya ada lima macam perspektif kualitas :
1) Transcendental approach
Dalam perspektif ini, kualitas dipandang sebagai innate excellence, yaitu
sesuatu yang secara bawaan tidak mungkin dikomunikasikan, contohnya
kecantikan atau cinta. Perspektif ini mengatakan bahwa orang hanya bisa
belajar memahami kualitas melalui pengalaman yang didapatkan dari
eksposur berulang kali (repeated exposure)
2) Product-based apporach
Perspektif ini mengasumsikan bahwa kualitas merupakan karakteristik,
komponen atau atribut obyektif yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur.
Perbedaan dalam hal kualitas mencerminkan perbedaan dalam jumlah
beberapa unsur atau atribut yang dimiliki produk.
3) User-based approach
Perspektif ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas bergantung pada
orang yang menilainya (eyes of the beholder), sehingga produk yang paling
memuaskan preferensi seseorang (maximum satisfaction) merupakan produk
yang berkualitas tinggi.
11
4) Manufacturing-based appproach
Perspektif ini bersifat supply-based dan lebih berfokus pada praktik-praktik
perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai
kesesuaian atau kecocokan dengan persyaratan (conformance to
requirements). Dalam konteks bisnis jasa, kuialitas berdasarkan perspektif ini
cenderung bersifat operations-driven.
5) Value-based approach
Perspektif ini memandang kualitas dari aspek nilai (value) dan harga (price).
Dengan mempertimbangkan trade-off antara kinerja dan harga, kualitas
didefinisikan sebagai affordable excellence, yakni tingkat kinerja terbaik atau
yang sepadan dengan harga yang dibayarkan.
Berdasarkan beberapa defenisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa defenisi
kualitas bersumber dari dua sisi, yaitu dari produsen dan konsumen. Produsen
menentukan persyaratan atau spesifikasi kualitas, sedangkan konsumen
menentukan kebutuhan dan keinginan. Pendefenisian akan akurat jika produsen
mampu menerjemahkan kebutuhan dan keinginan atas produk ke dalam spesifikasi
produk yang dihasilkan.
2.2.2. Pengertian Kualitas Layanan
Kualitas layanan (Service Quality) seperti yang diuraikan oleh Parasuraman,
et, al (1998), yang dikutip oleh Suciady (2008:9) dapat didefenisikan sebagai
seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas layanan
yang mereka terima/peroleh. Sementara menurut Rangkuti (2008:28) bahwa:
”Kualitas jasa didefinisikan sebagai penyampaian jasa yang akan melebihi tingkat
12
kepentingan pelanggan”. Defenisi tersebut menekankan pada kelebihan dari tingkat
kepentingan pelanggan sebagai inti dari kualitas jasa.
Salah satu model kualitas layanan yang banyak dijadikan acuan dalam riset
pemasaran adalah model ServQual (service quality) seperti yang dikembangkan
oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry seperti yang dikutip oleh Tjiptono
(2008:107) dalam serangkaian penelitian mereka terhadap enam sektor jasa,
reparasi, peralatan rumah tangga, kartu kredit, asuransi, sambungan telepon jarak
jauh, otomotif, ritel, dan pialang sekuritas. ServQual (service quality) dibangun atas
adanya perbandingan dua faktor utama yaitu persepsi pelanggan atas layanan yang
nyata mereka terima (perceived service) dengan layanan yang sesungguhnya
diharapkan/diinginkan (expected service).
2.2.3 Dimensi Kualitas Layanan
Tingkat kualitas pelayanan tidak dapat dinilai berdasarkan sudut pandang
perusahaan tetapi harus dipandang dari sudut pandang penilaian pelanggan.
Karena itu dalam merumuskan strategi dan program pelayanan, perusahaan harus
berorientasi pada kepentingan pelanggan dengan memperhatikan komponen
kualitas pelayanan.
Lovelock & Wright (2007:98) mengemukakan bahwa konsumen mempunyai
kriteria yang pada dasarnya identik dengan beberapa jenis jasa yang memberikan
kepuasan kepada para pelanggan. Kriteria tersebut adalah:
1. Reliabilty (keandalan), yaitu kemampuan untuk memberikan jasa secara
akurat sesuai dengan yang dijanjikan.
13
2. Responsiveness (Cepat tanggap), yaitu kemampuan karyawan untuk
membantu konsumen menyediakan jasa dengan cepat sesuai dengan yang
diinginkan oleh konsumen.
3. Assurance (Jaminan), pengetahuan dan kemampuan karyawan untuk
melayani dengan rasa percaya diri.
4. Emphaty (empati), yaitu karyawan harus memberikan perhatian secara
individual kepada konsumen dan mengerti kebutuhan konsumen.
5. Tangibles (Kasat Mata), meliputi penampilan fasilitas fisik, peralatan,
personal, dan alat-alat komunikasi.
2.3 Kepuasan Pelanggan
2.3.1. Pengertian Kepuasan Pelanggan
Kepuasan pelanggan merupakan konsep bisnis yang fundamental dan
sederhana namun menjadi sangat penting untuk menjaga kelangsungan
perusahaan. Hal ini terjadi karena kepuasan pelanggan akan mempengaruhi kinerja
keuangan setiap perusahaan.
Kata kepuasan (satisfaction) sendiri berasal dari bahasa latin, yaitu satis
yang berarti enough atau cukup dan facere yang berarti to do atau melakukan. Jadi,
produk atau jasa yang bisa memuaskan adalah produk dan jasa yang sanggup
memberikan sesuatu yang dicari oleh konsumen sampai pada tingkat cukup.
Irawan (2007:3) mendefinisikan kepuasan sebagai berikut: ”persepsi
terhadap produk atau jasa yang telah memenuhi harapannya”. Maksud dari definisi
adalah pelanggan pelanggan tidak akan puas apabila pelanggan mempunyai
persepsi bahwa harapannya belum terpenuhi. Pelanggan akan merasa puas jika
persepsinya sama atau lebih dari yang diharapkan.
14
Sementara menurut Oxford Advanced Learner’s Dictionary (2000), seperti
yang dikutip oleh Tjiptono dan Chandra (2005:195), kepuasan dideskripsikan
sebagai: “the good feeling that you have when you achieved something or when
something that you wanted happen does happen”.
Menurut Webster’s (Dictionary, 1928), seperti yang dikutip oleh Lupiyoadi
(2001:143), pelanggan adalah: “seseorang yang beberapa kali datang ke tempat
yang sama untuk membeli suatu barang atau peralatan”. Jadi dengan kata lain,
pelanggan adalah seseorang yang secara berkelanjutan datang ke suatu tempat
yang sama untuk memuaskan keinginannya dengan memiliki suatu produk atau
mendapatkan jasa dan membayar produk atau jasa tersebut.
Definisi kepuasan pelanggan (customer satisfaction) menurut Kotler, et al.
(2004) yang dikutip oleh Tjiptono (2008:169) adalah: “tingkat perasaan seseorang
setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia persepsikan dibandingkan
dengan harapannya.
Pendapat lainnya bisa dilihat menurut Hill, Brierley dan MacDougall (1999)
yang dikutip oleh Tjiptono (2008:169), kepuasan pelanggan (customer satisfaction)
adalah: “ukuran kinerja ‘produk total’ sebuah organisasi dibandingkan dengan
serangkaian keperluan pelanggan (customer requirements)”. Dari dua definisi
kepuasan pelanggan yang dipaparkan dapat diketahui bahwa kepuasan kepuasan
muncul sebagai hasil perbandingan antara persepsi harapan dan kinerja produk
yang sebenarnya.
2.3.2. Faktor Kualitas Layanan dalam Menentukan Kepuasan Pelanggan
Menurut Zeithaml dan Bitner (2000) seperti dikutip oleh Tjiptono (2008 : 108),
kualitas layanan ditentukan oleh persepsi konsumen dalam dua hal. Pertama:
15
persepsi kualitas pelayanan dalam arti teknis (technical outcome) yang diberikan
oleh penyedia jasa, dan kedua: kualitas dalam arti hasil dari suatu proses jasa
(outcome process) yang diwujudkan dalam bentuk bagaimana jasa itu diberikan.
Zeithaml dan Bitner juga menyatakan bahwa kepuasan pelanggan (customer
satisfaction) dipengaruhi oleh faktor kualitas pelayanan, kualitas produk, harga,
faktor situasi dan faktor pribadi/individu pelanggan. Secara visual, Zeithaml dan
Bitner (Thio:2001) menggambarkan pengaruh beberapa faktor-faktor tersebut pada
kepuasan pelanggan, seperti dapat dilihat berikut:
Gambar 2.1:
Customer perception of quality and customer satisfaction
Sumber : Zeithaml dan Bitner (2000), yang dikutip oleh Thio (2001)
2.3.3. Pengukuran Kepuasan Pelanggan
Menurut Kotler, et al. (2004), seperti yang dikutip oleh Tjiptono dan Chandra
(2005:210), ada empat metode untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu:
1.Sistem Keluhan dan Saran
Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer oriented) perlu
menyediakan kesempatan dan akses yang mudah dan nyaman bagi
pelanggannya guna menyampaikan saran, kritik, pendapat, dan keluhan
Reliability
Responsiveness
Assurance
Emphaty
Tangible
Service Quality
Product Quality
Price
Situational Factors
Customer Satisfaction
Personal Factors
16
mereka seperti kotak saran, saluran telepon khusus bebas pulsa, websites,
dan lain-lain.
2.Ghost Shopping (Mystery Shopping)
Salah satu cara memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan
adalah dengan mempekerjakan beberapa orang ghost shoppers untuk
berperan atau berpura-pura sebagai pelanggan potensial produk perusahaan
dan pesaing. Mereka diminta berinteraksi dengan staf penyedia jasa dan
menggunakan produk/jasa perusahaan. Mereka kemudian diminta
melaporkan temuan-temuannya berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan
produk perusahaan dan pesaing. Biasanya para ghost shopper diminta
mengamati secara seksama dan menilai cara perusahaan dan pesaingnya
melayani permintaan spesifik pelanggan, menjawab pertanyaan, dan
menangani setiap keluhan.
3.Lost Customer Analysis
Perusahaan menghubungi pelanggan yang telah berhenti membeli atau
beralih, hal ini harus dilakukan sebab hal ini bisa dikatakan bahwa perusahaan
telah gagal dalam memuaskan pelanggannya dan dapat menganalisanya
sebagai pelajaran dan pengalaman yang tidak diulangi.
4.Survei Kepuasan Pelanggan
Pada umumnya, penelitian mengenai kepuasan pelanggan dilakukan dengan
penelitian survei, baik melalui pos, telepon, maupun dengan wawancara
langsung. Hal ini disebabkan setiap survei akan memperoleh tanggapan dan
umpan balik secara langsung dari pelanggan dan juga memberikan tanda
(signal) positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para
17
pelanggannya. Pengukuran kepuasan pelanggan dengan memakai metode ini
dapat dilakukan dengan berbagai cara di antaranya:
a.Directly reported satisfaction
Pengukuran secara langsung menggunakan item-item spesifik yang
menanyakan langsung tingkat kepuasan yang dirasakan pelanggan.
b.Derived satisfaction
Pertanyaan yang diajukan adalah mengenai (1) tingkat harapan atau
ekspektasi pelanggan terhadap kinerja produk pada atribut-atribut yang
relevan, (2) Persepsi pelanggan terhadap kinerja aktual.
c. Problem analysis
Pada teknik ini, responden diminta mengungkapkan masalah yang dihadapi
berkaitan dengan produk atau jasa dan memberikan saran-saran perbaikan.
d. Importance-performance analysis
Dalam teknik ini responden diminta untuk menilai tingkat kepentingan
berbagai atribut relevan dan tingat kinerja perusahaan pada masing-masing
atribut tersebut. Kemudian nilai rata-rata tingkat kepentingan atribut dan
kinerja perusahaan akan dianalisis di Importance – Performace Matrix. Matrix
ini sangat bermanfaat sebagai pedoman dalam mengalokasikan sumber daya
organisai yang terbatas pada bidang-bidang spesifik di mana perbaikan
kinerja bisa berdampak besar pada kepuasan pelanggan total.
2.3.4. Gap Kualitas Jasa/ Layanan
Kepuasan pelanggan sering tidak tercapai dikarenakan adanya gap
(perbedaan). Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1983), seperti yang
dikutip oleh Tjiptono (2008:109), terdapat lima gap kualitas jasa yang berpotensi
sebagai sumber masalah kualitas jasa. Seperti dapat dilihat pada gambar berikut:
18
Gambar 2:
Model Gap Kualitas Jasa
Lima gap utama dijelaskan oleh Fandy Tjiptono (2008:110), lebih lanjut meliputi:
1. Gap 1 : Gap antara ekspektasi pelanggan dan persepsi manajemen
(knowledge gap).
Gap ini terjadi karena ada perbedaan antara ekspektasi pelanggan aktual
dan pemahaman atau persepsi manajemen terhadap ekspektasi pelanggan.
Perusahaan menciptakan kualitas pelayanan yang hanya berdasarkan
Pengalaman Masa Lalu
Komunikasi Dari Mulut ke Mulut
Kebutuhan Pribadi
Jasa yang Diharapkan
GAP 5
Jasa yang Dipersepsikan
GAP 4 Komunikasi Eksternal Kepada Pelanggan
Penyampaian JasaGAP 1
GAP 3
Spesifikasi Kualitas Jasa
GAP 2
Persepsi Manajemen Atas Harapan Pelanggan
Sumber : Zeithaml, et al. (1983), yang dikutip oleh Tjiptono (2008:109)
19
pemikiran orang-orang dalam perusahaan tanpa mengetahui kualitas
layanan seperti apa yang diharapkan oleh konsumen.
2. Gap 2 : Gap antara persepsi manajemen terhadap ekspektasi konsumen
dan spesifikasi kualitas jasa (standards gap)
Gap ini muncul karena penerjemahan keinginan pelanggan ke dalam
spesifikasi kualitas layanan masih bermasalah. Dengan kata lain, spesifikasi
kualitas layanan tidak konsisten dengan persepsi manajemen terhadap
ekspektasi kualitas.
3. Gap 3 : Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa (delivery
gap)
Gap ini berarti spesifikasi kualitas tidak terpenuhi oleh kinerja dalam proses
produksi dan penyampaian layanan. Hal ini dapat terlihat pada
ketidaksesuaian antara pelayanan aktual yang diberikan kepada konsumen
dengan standar jasa yang telah ditetapkan sebenarnya.
4. Gap 4 : Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal
(communication gap)
Gap ini berarti janji-janji yang disampaikan melalui aktivitas komunikasi
pemasaran tidak konsisten dengan layanan yang diberikan kepada
pelanggan. Hal ini biasanya disebabkan oleh perencanaan komunikasi
pemasaran yang tidak terintegrasi dengan operasi layanan.
5. Gap 5 : gap antara persepsi terhadap layanan yang diterima dan layanan
yang diharapkan (service gap)
Gap ini berarti bahwa layanan yang dipersepsikan tidak konsisten dengan
layanan yang diharapkan. Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur
kinerja/prestasi perusahaan berdasarkan kriteria atau ukuran yang berbeda
20
.
2.4 Kerangka Pikir Penelitian
Untuk mengukur tingkat kepuasan pelanggan Tjiptono (2008:107)
menyarankan bahwa salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan
menggunakan dimensi kualitas layanan (service quality). Secara empirik kepuasan
pelanggan dapat dipahami oleh perusahaan dengan meneliti 5 (lima) dimensi
kualitas pelayanan yaitu: Reliability (kehandalan), Assurance (jaminan),
Responsiveness (daya tanggap), Tangibility (bukti fisik), dan Emphaty
(kemampuan). Jika jasa Multi Prima College mampu menjabarkan kelima dimensi
tersebut dalam suatu mekanisme layanan, maka kepuasan pelanggan lebih mudah
diwujudkan, atau dengan kata lain harapan pelanggan untuk merasa puas dengan
layanan Multi Prima College akan lebih mendekati kenyataan.
Pelanggan Multi Prima College dikatakan puas apabila terdapat kesesuaian
antara harapan pelanggan setelah mengevaluasi suatu produk dengan layanan
yang diterimanya dan. Secara sistematik, kerangka berpikir dalam penulisan ini
dapat digambarkan sebagai berikut :
Analisis Tingkat Kepuasan Pelanggan :Diharapkan : Dirasakan
21
. Gambar 3.
Kerangka Pikir Penelitian
Feed backKepuasan/Ketidakpuasan
pelanggan
Tangible Reliability Responsiveness Assurance Emphaty
PT. Multi NiagaUnit Multi Prima CollegeCabang Kompleks BTP
Kinerja layanan (Dimensi kualitas layanan)
22
2.5 Hipotesis
Berdasarkan masalah pokok penelitian dan tujuan yang ingin dicapai, maka
sebagai hipotesis adalah :
“Diduga bahwa kualitas pelayanan jasa bimbingan belajar yang dilaksanakan
oleh Multi Prima College cabang kompleks BTP Makassar, telah berhasil
memuaskan pelanggannya”.
23
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Objek Penelitian
Adapun yang menjadi objek penelitian ini adalah siswa yang terdaftar pada
lembaga bimbingan belajar Multi Prima College cabang kompleks Bumi Tamalanrea
Permai kota Makassar, terletak di kompleks Bumi Tamalanrea Permai Blok M No.7,
dengan waktu penelitian selama dua bulan yaitu pada tanggal 1 Desember 2009
sampai 30 Januari 2010.
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa bimbingan Multi Prima
College cabang kompleks BTP Makassar. Jumlah siswa bimbingannya pada bulan
Januari 2010 adalah 118 orang. Dari jumlah populasi ini akan ditarik sejumlah
sampel.`
Penarikan sampel didasarkan bahwa dalam suatu penelitian ilmiah tidak ada
keharusan/tidak mutlak semua populasi harus diteliti secara keseluruhan tetapi
dapat dilakukan terhadap sebagian saja dari populasi tersebut.
Untuk menentukan ukuran sampel maka digunakan rumus Yamane (Alma :
2007) sebagai berikut:
Nn = ----------- N.d2 + 1
Ket: n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
24
d2 = presisi yang ditetapkan
Dalam penelitian ini batas kesalahan yang ditetapkan adalah 10%, diketahui
N = 118, maka dengan mengikuti perhitungan di atas maka hasilnya adalah:
Nn = ----------- N.d2 + 1
118n = --------------------- 118.0,12 + 1
118n = ---------------------
2,18
n = 54,12 (dibulatkan menjadi 60)
Adapun metode sampling yang digunakan adalah simple random sampling,
dimana sampel dipilih secara acak dari populasi dengan peluang setiap anggota
populasi untuk terpilih menjadi sampel sama besar (Istijanto, 2009:120)
3.3 Jenis dan Sumber Data
Data yang akan dikumpulkan penulis dalam penelitian ini adalah jenis data
kuantitatif, yaitu data yang diperoleh dalam bentuk angka-angka yang dapat
dihitung, yang berkaitan dengan masalah yang diteliti
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua macam
yaitu data primer dan data sekunder.
3.3.1 Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh melalui observasi atau pengamatan
langsung yang berupa data opini siswa Multi Prima College cabang kompleks BTP
di Makassar terhadap kinerja atribut kualitas pelayanan yang langsung dikumpulkan
dari hasil kuesioner yang telah disebarkan. Kuesioner berisi daftar pertanyaan yang
25
terstruktur dan materinya berhubungan dengan unsur-unsur yang menentukan
kualitas pelayanan jasa Multi Prima College cabang kompleks BTP. Data yang
terkumpul berupa skala ordinal, skala yang berfungsi untuk mengurutkan obyek
menurut karakteristik tertentu atau menunjukkan bahwa sesuatu mempunyai sifat
lebih dari pada lainnya.
3.3.2 Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh tidak langsung, yaitu data
tersebut diperoleh dan diolah dari sumber internal Multi Prima College. Data
sekunder meliputi data kualitatif
3.4 Metode Pengumpulan Data
1. Studi Kepustakaan (Library Research)
Studi kepustakaan digunakan untuk mengumpulkan data sekunder dari
perusahaan, landasan teori dan informasi yang berkaitan dengan penelitian
ini dengan cara dokumentasi. Studi dilakukan antara lain dengan
mengumpulkan data yang bersumber dari buku-buku teks, situs PT. Multi
Niaga, dan brosur MPC. Informasi yang relevan dari internet, data-data yang
tersimpan di perusahaan seperti database siswa Multi Prima College cabang
kompleks BTP Makassar.
2. Studi Lapangan
Studi lapangan digunakan untuk memperoleh data primer melalui
komunikasi langsung dengan pelanggan dengan cara memberikan kuesioner
langsung kepada pelanggan melalui bantuan petugas front office Multi Prima
College. Responden diminta menanggapi pelayanan yang diberikan dengan
26
cara menjawab daftar pertanyaan tentang seberapa besar penilaian mereka
atas kepuasan yang telah dirasakan selama mengikuti jasa bimbingan
belajar MPC. Jenis kuesioner yang akan digunakan adalah kuesioner
tertutup dimana responden diminta untuk menjawab pertanyaan dengan
memilih jawaban yang telah disediakan dengan skala Likert yang berisi lima
tingkatan pilihan jawaban mengenai kesetujuan responden terhadap
pernyataan yang dikemukakan.
Dalam pengukuran kinerja dari pelayanan Multi Prima College digunakan 5
skala tingkat (Likert), yang terdiri dari 5 tingkatan sebagai berikut :
1. Jawaban yang sangat baik diberi bobot 5
2. Jawaban baik diberi bobot 4
3. Jawaban cukup baik diberi bobot 3
4. Jawaban kurang baik diberi bobot 2
5. Jawaban tidak baik diberi bobot 1
Demikian pula terhadap jawaban terhadap apa yang diharapkan/kepentingan
dari jasa Multi Prima College, digunakan skala Likert, dengan tingkatan sebagai
berikut :
1. Jawaban sangat penting diberi bobot 5
2. Jawaban penting diberi bobot 4
3. Jawaban cukup penting diberi bobot 3
4. Jawaban kurang penting diberi bobot 2
5. Jawaban tidak penting diberi bobot 1
27
3.5 Teknik Analisis
Dalam menganalisis data penelitian ini digunakan metode deskriptif. Alat
Analisis yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah mengenai kualitas
pelayanan Multi Prima College PT. Multi Niaga Makassar adalah Analisa Tingkat
Kepentingan dan Kinerja (Importance and Performance Matrix) berdasarkan
model ServQual (Rangkuti, 2008:109).
Pertama kali yang dianalisa adalah profil pelanggan yang dikaitkan dengan
persepsi kepentingan pelanggan. Kedua dengan meneliti kepuasan pelanggan yang
dapat mempersepsikan tingkat yang dirasakan dan tingkat yang diharapkan setelah
menjadi pelanggan pengguna jasa Multi Prima College. Dari sini diharapkan dapat
memperoleh data kuantitatif tingkat kesesuaian yang merespon tingkat kepuasan
pelanggan.
Berdasarkan hasil penilaian tingkat harapan/kepentingan (importance) dan
hasil penilaian kinerja/penampilan (performance) maka akan dihasilkan suatu
perhitungan mengenai tingkat kesesuaian antara tingkat kepentingan dan tingkat
kinerja/penampilan. Tingkat kesesuaian adalah hasil perbandingan skor
kinerja/penampilan dengan skor kepentingan.
Adapun rumus yang digunakan ( J. Supranto, 2001):
Dimana : Tki = Tingkat kesesuaian responden
Xi = Skor penilaian kinerja perusahaan
Yi = Skor penilaian kepentingan pelanggan
Berdasarkan rumus Supranto diatas, dapat disimpulkan jika Tki ≥ 100% maka
kepuasan konsumen tercapai sedangkan jika Tki < 100% maka kepuasan
konsumen tidak terpenuhi.
Tki =
XiYi
x100 %
28
Selanjutnya, sumbu mendatar (X) akan diisi oleh skor tingkat kinerja,
sedangkan sumbu tegak (Y) akan diisi oleh skor tingkat kepentingan. Dalam
penyederhanaan rumus, maka untuk setiap faktor yang mempengaruhi kepuasan
pelanggan dengan :
Dimana : X = Skor rata-rata tingkat pelaksanaan / kepuasan
Y = Skor rata-rata tingkat kepentingan
n = Jumlah responden
Selanjutnya dalam Diagram Kartesius, maka tiap faktor yang mempengaruhi
tingkat kepuasan konsumen terhadap kinerja layanan dapat dibagi atas empat
bagian yang dibatasi oleh dua buah garis yang berpotongan tegak lurus pada titik-
titik (X ,Y ), dimana X merupakan rata-rata dari skor tingkat pelaksanaan atau
kepuasan penumpang seluruh faktor atau atribut dan Y adalah rata-rata dari rata-
rata skor tingkat kepentingan seluruh faktor yang mempengaruhi kepuasan
pelanggan. Seluruhnya ada 15 faktor atau atribut.
Dimana : K = Banyaknya atribut/fakta yang dapat
mempengaruhnm,.hi kepuasan pelanggan.
X =
∑ Xi
n Y =
∑ Yi
n
29
Menurut Rangkuti (2008:111), importance and performance matrix ini terdiri
dari 4 kuadran, yaitu kuadran pertama yang terletak di sebelah kiri atas, kuadran
kedua di sebelah kanan atas, kuadran ketiga di sebelah kiri bawah, dan kuadran
keempat di sebelah kanan bawah. Untuk lebih jelasnya, ke empat kuadran tersebut
dapat dilihat dalam diagram berikut ini :
Gambar 4:
Model Diagram Importance and Performance
Sumber : Rangkuti, (2008:111)
Dari diagram pada Gambar 4, masing-masing kuadran dijelaskan oleh
Rangkuti (2008:111) sebagai berikut:
1. Kuadran 1
Wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap penting oleh pelanggan
tetapi pada kenyataannya faktor-faktor ini belum sesuai seperti yang
diharapkan (tingkat kepuasan yang diperoleh masih sangat rendah).
Variabel-variabel dalam kuadran ini harus ditingkatkan dengan cara
High Leverage
Attributes toImprove
1
Attributes toMaintain
2
Attributes toMaintain
3
Low Leverage
Attributes toDe-emphasize
4
LOW PERFORMANCE HIGH
X X
HIGH
Y
IMPORTANCE
Y
30
perbaikan secara terus menerus sehingga performance variabel yang ada
dalam kuadran ini akan meningkat.
2. Kuadran 2
Wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap penting oleh pelanggan
dan dianggap sudah sesuai dengan yang dirasakannya sehingga
kepuasannya relatif lebih tinggi. Variabel-variabel dalam kuadran ini harus
tetap dipertahankan karena semua variabel ini menjadikan produk/jasa
tersebut unggul di mata pelanggan.
3. Kuadran 3
Wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap kurang penting oleh
pelanggan dan pada kenyataannya kinerjanya tidak terlalu istimewa.
Peningkatan variabel-variabel yang termasuk dalam kuadran ini dapat
dipertimbangkan kembali karena pengaruhnya terhadap manfaat yang
dirasakan oleh pelanggan sangat kecil.
4. Kuadran 4
Wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap kurang penting oleh
pelanggan dan dirasakan terlalu berlebihan. Variabel-variabel yang termasuk
dalam kuadran ini dapat dipertimbangkan untuk dikurangi agar perusahaan
dapat menghemat biaya.
3.6 Variabel Penelitian
3.6.1 Klasifikasi Variabel
Mengukur kualitas layanan jasa Multi Prima College cabang kompleks BTP
yang berhubungan dengan kualitas layanan yang dirasakan pelanggan terhadap
31
dimensi Tangibilty, Reliability, Responsiveness, Assurance, dan Emphaty, variabel-
variabelnya meliputi:
a. Variabel Independen (variabel bebas) adalah dimensi kualitas layanan yang
terdiri dari Tangibilty (X1), Reliability (X2), Responsiveness (X3), Assurance
(X4) dan Emphaty (X5).
b. Variabel Dependen (variabel terikat) adalah kepuasan yang dirasakan
pelanggan (Y).
3.6.2 Definisi Operasional Variabel
Kualitas layanan
Menurut Parasuraman, Berry dan Zeithaml yang dikutip dan telah diadaptasi
oleh Tjiptono dan Candra (2005), definisi operasional dan atributnya yang
digunakan dari lima dimensi ServQual, antara lain:
a. Tangibility (bukti fisik), yaitu bukti fisik dan menjadi bukti awal yang bisa
ditunjukkan oleh organisasi penyedia layanan yang ditunjukkan oleh tampilan
gedung, fasilitas fisik pendukung, perlengkapan, dan penampilan pekerja.
Atribut dimensi ini adalah :
1) Peralatan yang modern.
2) Fasilitas fisik yang berdaya tarik visual.
3) Karyawan yang berpenampilan rapi dan profesional.
b. Reliability (keandalan), yaitu kemampuan penyedia layanan
memberikan layanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan
memuaskan.
1) Kehadiran tentor yang tepat waktu dalam memulai jam pelajaran
2) Kualitas mengajar tentor yang dapat diandalkan
32
3) Petugas front office bertindak cepat dalam menyelesaikan persoalan
administrasi
c. Responsiveness (daya tanggap), yaitu para pekerja memiliki kemauan
dan bersedia membantu pelanggan dan memberi layanan dengan
cepat dan tanggap.
1) Kemauan karyawan yang tinggi dalam melayani siswa
2) Kesediaan tentor membantu masalah pelajaran siswa.
3) Petugas front office cepat merespon siswa yang datang.
d. Assurance (jaminan), yaitu pengetahuan dan kecakapan para pekerja
yang memberikan jaminan bahwa mereka bisa memberikan layanan
dengan baik.
1) Karyawan jujur dan dapat dipercaya dalam memberikan pelayanan
kepada siswa.
2) Tentor menguasai dengan baik materi pelajaran yang diajarkan
3) Karyawan front office mampu menjawab pertanyaan pelanggan
mengenai segala urusan administrasi MPC.
e. Emphaty (empati), yaitu para pekerja mampu menjalin komunikasi
interpersonal dan memahami kebutuhan pelanggan.
1) MPC memiliki jadwal waktu les yang cocok bagi siswa
2) Karyawan ramah dan sopan kepada siswa.
3) Karyawan mengutamakan kepentingan setiap siswa.