bab I II III

50
BAB I PENDAHULUAN Perdarahan otak memiliki mortalitas dan morbiditas yang paling tinggi diantara tipe stroke yang lainnya. Masing-masing perdarahan intraserebral (ICH) dan perdarahan subarachnoid (SAH) mengakibatkan kematian sebanyak 15% dan 5% dari 750.000 penderita stroke di Amerika Serikat, totalnya lebih dari 45.000 pasien per tahun. Dimana sekitar 45% terjadi perdarahan intracerebral (ICH) spontan, dan 25% dari aneurisma subarachnoid yang menyebar kedalam ventrikel. Pada pasien yang memiliki keduanya, yaitu Intracerebral hemoragik (ICH) dan Intraventrikular hemoragik (IVH), angka kematiannya 50-80%. Pasien dengan intraventrikular hemoragik (IVH) memiliki prognosis 2x lebih buruk (berdasarkan skor modifikasi Rankin 4-6 pada pasien yang dapat pulang dari Rumah Sakit). 1 Intraventrikular hemoragik primer yaitu terbatas pada system ventricular, timbul dari sumber intraventrikular atau lesi yang berdekatan dengan ventrikel. Contohnya adalah trauma intraventrikular, aneurisma, malformasi vascular dan tumor, yang 1

description

anes

Transcript of bab I II III

BAB IPENDAHULUAN

Perdarahan otak memiliki mortalitas dan morbiditas yang paling tinggi diantara tipe stroke yang lainnya. Masing-masing perdarahan intraserebral (ICH) dan perdarahan subarachnoid (SAH) mengakibatkan kematian sebanyak 15% dan 5% dari 750.000 penderita stroke di Amerika Serikat, totalnya lebih dari 45.000 pasien per tahun. Dimana sekitar 45% terjadi perdarahan intracerebral (ICH) spontan, dan 25% dari aneurisma subarachnoid yang menyebar kedalam ventrikel. Pada pasien yang memiliki keduanya, yaitu Intracerebral hemoragik (ICH) dan Intraventrikular hemoragik (IVH), angka kematiannya 50-80%. Pasien dengan intraventrikular hemoragik (IVH) memiliki prognosis 2x lebih buruk (berdasarkan skor modifikasi Rankin 4-6 pada pasien yang dapat pulang dari Rumah Sakit).1Intraventrikular hemoragik primer yaitu terbatas pada system ventricular, timbul dari sumber intraventrikular atau lesi yang berdekatan dengan ventrikel. Contohnya adalah trauma intraventrikular, aneurisma, malformasi vascular dan tumor, yang biasanya melibatkan plexus choroid. Sekitar 70% perdarahan intraventrikular (IVH) terjadi sekunder, IVH sekunder mungkin terjadi akibat perluasan dari perdarahan intraparenkim atau subarachnoid yang masuk ke system intraventrikel. Kontusio dan perdarahan subarachnoid (SAH) berhubungan erat dengan IVH. Perdarahan dapat berasal dari middle communicating artery atau dari posterior communicating artery.1,2 Faktor resiko untuk perdarahan intraventrikular (IVH) termasuk usia tua, volume darah intracerebral hemoragik, tekanan darah lebih dari 120 mmHg, dan lokasi dari Intracerebral hemoragik primer. Perdarahan yang dalam, pada struktur subkortikal lebih beresiko menjadi intraventrikular hemoragik, lokasi yang sering terjadi yaitu putamen (35-50%), lobus (30%), thalamus (10-15%), pons (5%-12%), caudatus (7%) dan serebelum (5%). Beberapa peneliti fokus pada volume darah intracerebral hemoragik (ICH) primer yang merupakan prediksi dari prognosis yang buruk, peneliti lain menggunakan volumetric untuk menilai batas volume IVH . Hallevi dan kawan-kawan meneliti hubungan antara besarnya volume darah ICH dengan presentasi IVH, dimana lokasinya dekat dengan system ventrikular, yang dapat mengakibatkan rupture intraventrikel. 1Adanya perdarahan intraventrikular hemoragik meningkatkan resiko kematian yang berbanding lurus dengan banyaknya volume IVH. 3Terdapat beberapa sistem skoring untuk menghitung jumlah dan seberapa berat intraventrikular hemoragik. Analisis volumetrik merupakan gold standar, tapi cara ini tidak praktis pada praktek sehari-hari. Beberapa skala digunakan di praktek klinik yaitu skala graeb (graeb score) Graeb Score dihitung dengan mengklasifikasikan darah di ventrikel lateral (1= jejak darah 2= kurang dari 50% ventrikel terisis darah, 3= lebih dari 50% ventrikel terisis darah, 4= ventrikel terisi darah dan menyebar), dan tambahkan skor untuk ventrikel III dan ventrikel IV yaitu : (1= terdapat darah, ukuran ventrikel normal; 2= ventrikel terisi darah dan menyebar). Skor maksimal adalah 12. 1,5Sebuah studi menemukan bahwa pasien ICH dengan volume darah lebih dari 60 cm3, memiliki graeb score 6 yang menandakan adanya hydrocephalus akut, jika graeb skor 5 biasanya GCS (Glasgow coma scale) >12. 1,Darah di system ventricular berkontribusi terhadap kematian. Merusak RAS (reticular activating system) dan thalamus ketika hemoragik fase akut mengakibatkan penurunan kesadaran. Koma dapat timbul dan menetap lebih lama dengan volume darah yang besar di ventrikel. Bekuan Darah ventrikel menghambat aliran cairan serebrospinal dan dapat mengakibatkan hydrocephalus obstruktif akut. 1Prognosis pada IVH yang diakibatkan oleh perdarahan intraserebral disertai peningkatan tekanan darah dan akan bertambah buruk jika diikuti hydrocephalus. Ini dapat mengakibatkan peningkatan tekanan intracranial dan berpotensi mengakibatkan herniasi otak yang fatal.2

BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. Intraventricular Hemorragic2.1. Definisi 1Perdarahan intraventrikular merupakan terdapatnya darah dalam sistem ventrikuler. Secara umum dapat digolongkan menjadi dua yaitu perdarahan intraventrikular primer dan perdarahan intraventrikular sekunder. Perdarahan intraventrikular primer adalah terdapatnya darah hanya dalam sistem ventrikuler, tanpa adanya ruptur atau laserasi dinding ventrikel. Disebutkan pula bahwa PIVH merupakan perdarahan intraserebral nontraumatik yang terbatas pada sistem ventrikel. Sedangkan perdarahan sekunder intraventrikuler muncul akibat pecahnya pembuluh darah intraserebral dalam dan jauh dari daerah periventrikular, yang meluas ke sistem ventrikel.Sekitar 70% perdarahan intraventrikular (Intraventricular Hemorragic ) terjadi sekunder, IVH sekunder mungkin terjadi akibat perluasan dari perdarahan intraparenkim atau subarachnoid yang masuk ke system intraventrikel. Kontusio dan perdarahan subarachnoid (SAH) berhubungan erat dengan IVH. Perdarahan dapat berasal dari middle communicating artery atau dari posterior communicating artery.

I. Sistem ventrikel 2Sistem ventricular terdiri dari empat ventriculares; dua ventriculus lateralis (I & II) di dalam hemispherii telencephalon, ventriculus tertius pada diencephalon dan ventriculus quartus pada rombencephalon (pons dan med. oblongata). Kedua ventriculus lateralis berhubungan dengan ventriculus tertius melalui foramen interventriculare (Monro) yang terletak di depan thalamus pada masing-masing sisi. Ventriculus tertius berhubungan dengan ventriculus quartus melalui suatu lubang kecil, yaitu aquaductus cerebri (aquaductus sylvii). Sesuai dengan perputaran hemispherium ventriculus lateralis berbentuk semisirkularis, dengan taji yang mengarah ke caudal. Kita bedakan beberapa bagian : cornu anterius pada lobus frontalis, yang sebelah lateralnya dibatasi oleh caput nuclei caudate, sebelah dorsalnya oleh corpus callosum; pars centralis yang sempit (cella media) di atas thalamus, cornu temporale pada lobus temporalis, cornu occipitalis pada lobus occipitalis. Pleksus choroideus dari ventrikel lateralis merupakan suatu penjuluran vascular seperti rumbai pada piamater yang mengandung kapiler arteri choroideus. Pleksus ini menonjol ke dalam rongga ventrikel dan dilapisi oleh lapisan epitel yang berasal dari ependim. Pelekatan dari pleksus terhadap struktur-struktur otak yang berdekatan dikenal sebagai tela choroidea. Pleksus ini membentang dari foramen interevntrikular, dimana pleksus ini bergabung dengan pleksus-pleksus dari ventrikel lateralis yang berlawanan, sampai ke ujung cornu inferior (pada cornu anterior dan posterior tidak terdapat pleksus choroideus). Arteri yang menuju ke pleksus terdiri dari a. choroidalis ant., cabang a. carotis int. yang memasuki pleksus pada cornu inferior; dan a. choroidalis post. Yang merupakan cabang-cabang dari a.cerebrum post

gambar 1 sistem ventrikel2

II. Liquor Cerebrospinalis 2LCS (Liquor Cerebrospinalis) mempunyai fungsi memberikan dukungan mekanik pada otak, dapat digambarkan sebagai selimut dari air yang mengelilingi otak. Cairan ini mengatur eksitabilitas otak dengan mengatur kadar ion, membawa keluar metabolit-metabolit otak, memberikan perlindungan terhadap perubahan-perubahan tekanan. Cairan cerebrospinal jernih, tidak berwarna dan tidak berbau.Berikut adalah nilai normal rata-rata LCS: Tabel 1 nilai normal LCSDaerah Penampilan Tekanan dalam air Sel ( per l)Protein Lain-lain

LumbalisJernih dan tanpa warna 70-1800-515-45 mg/dlGlukosa 50-75 mg/dl

Ventrikel Jernih dan tanpa warna 70-1900-5 ( limfosit)5-15 mg/dlNitrogen non protein 10-35 mg/dl

LCS terdapat dalam suatu system yang terdiri dari spatium liquor cerebrospinalis internum dan externum yang saling berhubungan. Hubungan antara keduanya melalui dua apertura lateral dari ventrikel keempat (foramen Luscka) dan apetura medial dari ventrikel keempat (foramen Magendie). Pada orang dewasa, volume cairan cerebrospinal total dalam seluruh rongga secara normal 150 ml; bagian internal (ventricular) dari system menjadi kira-kira setengah jumlah ini. Antara 400-500 ml cairan cerebrospinal diproduksi dan direabsorpsi setiap hari. Tekanan rata-rata cairan cerebrospinal yang normal adalah 70-180 mm air; perubahan yang berkala terjadi menyertai denyutan jantung dan pernapasan. Takanan meningkat bila terdapat peningkatan pada volume intracranial (misalnya, pada tumor), volume darah (pada perdarahan), atau volume cairan cerebrospinal (pada hydrocephalus) karena tengkorak dewasa merupakan suatu kotak yang kaku dari tulang yang tidak dapat menyesuaikan diri terhadap penambahan volume tanpa kenaikan tekanan. LCS dihasilkan oleh pleksus choroideus dan mengalir dari ventriculus lateralis ke dalam ventriculus tertius, dan dari sini melalui aquaductus sylvii masuk ke ventriculus quartus. Di sana cairan ini memasuki spatium liquor cerebrospinalis externum melalui foramen lateralis dan medialis dari ventriculus quartus. Cairan meninggalkan system ventricular melalui apertura garis tengah dan lateral dari ventrikel keempat dan memasuki rongga subarachnoid. Dari sini cairan mungkin mengalir di atas konveksitas otak ke dalam rongga subarachnoid spinal. Sejumlah kecil direabsorpsi (melalui difusi) ke dalam pembuluh-pembuluh kecil di piamater atau dinding ventricular, dan sisanya berjalan melalui jonjot arachnoid ke dalam vena (dari sinus atau vena-vena) di berbagai daerah kebanyakan di atas konveksitas superior. Tekanan cairan cerebrospinal minimum harus ada untuk mempertahankan reabsorpsi. Karena itu, terdapat suatu sirkulasi cairan cerebrospinal yang terus menerus di dalam dan sekitar otak dengan produksi dan reabsorbsi dalam keadaan seimbang 2.2. Etiologi 1.3Etiologi PIVH bervariasi dan pada beberapa pasien tidak diketahui. Tetapi menurut penelitian didapatkan : 1. Hipertensi, aneurisma Bahwa PIVH tersering berasal dari perdarahan hipertensi pada arteri parenkim yang sangat kecil dari jaringan yang sangat dekat dengan sistem ventrikuler 2. Kebiasaan merokok 3. Alkoholisme Dari studi observasional dilaporkan meningkatnya kejadian stroke perdarahan pada pasien merokok dan konsumsi alkohol. 4. Etiologi lain yang mendasari PIVH di antaranya adalah anomali pembuluh darah serebral, malformasi pembuluh darah termasuk angioma kavernosa dan aneurisma serebri merupakan penyebab tersering PIVH pada usia muda. Pada orang dewasa, PIVH disebabkan karena penyebaran perdarahan akibat hipertensi primer dari struktur periventrikel. Adanya perdarahan intraventrikular hemoragik meningkatkan resiko kematian yang berbanding lurus dengan banyaknya volume IVH.2.3. Patofisiologi 3Hipertensi dan aneurisma pembuluh darah pada otak dapat menyebabkan timbulnya perdarahan pada sistem ventrikel. Ventrikel mempunyai fungsi sebagai sarana penghasil LCS dan juga mengatur aliran. Bila terdapat penambahan volume pada sistem ventrikel terlebih lagi darah maka ventrikel akan melebar dan lebih mudah terjadi sumbatan. Sumbatan dapat terjadi pada bagian yang menyempit, dapat terjadi clotting sehingga terjadi sumbatan. Bila terbentuk sumbatan akan secara otomatis tekanan intrakranial pun ikut meningkat yang menyebabkan terjadinya desakan pada area sekitar otak. Penekanan dapat menimbulkan reaksi berupa penurunan kesadaran akibat adanya penekanan pada batang otak, menimbulkan nyeri kepala bila timbul penekanan pada area yang sensitif nyeri, bila menyebabkan penekanan berat perfusi ke bagian-bagian otak tertentu dapat berkurang. Berkurangnya perfusi dapat menyebabkan gangguan fungsi otak. Seperti yang diketahui tiap bagian otak memiliki fungsi masing-masing dalam menjalankan tugasnya seperti : frontalis bekerja untuk mengatur kegiatan motorik, parietalis sebagai fungsi sensorik, temporalis sebagai pusat berbicara dan mendengar. Kerusakan menimbulkan gejala klinis sesuai area yang terkena.

Bagan 1 patofisiologi

2.4. Gejala klinik 3Sindrom klinis IVH menurut Caplan menyerupai gejala SAH, berupa : 1. Sakit kepala mendadak 2. Kaku kuduk 3. Muntah5. Penurunan Kesadaran

Untuk menilai derajat keparahan dari perdarahan intraventrikuler digunakan sistem scoring yang menilai volume darah di bagian otak. Salah satu sistem scoring yang digunakan adalah Graeb score. Dinilai berdasarkan ada tidaknya volume darah pada tiap sistem ventrikel. Dinilai pada sisi kiri dan kanan. Bila didapatkan > 6 , dapat diindikasikan adanya hidrosefalus akut dan menjadi suatu indikasi adanya penanganan segera. Tabel 2 graeb score 4

2.5. Diagnosis 1,3Diagnosis klinis dari IVH sangat sulit dan jarang dicurigai sebelum CT scan meskipun gejala klinis menunjukkan diagnosis mengarah ke IVH, namun CT Scan kepala diperlukan untuk konfirmasi. Diantara pemeriksaan diagnosis yang dapat digunakan adalah sebagai berikut.a. Computed Tomography-Scanning (CT- scan).CT Scan merupakan pemeriksaan paling sensitif untuk PIS (perdarahan intra serebral/ICH) dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. CT-scan dapat diulang dalam 24 jam untuk menilai stabilitas. Bedah emergensi dengan mengeluarkan massa darah diindikasikan pada pasien sadar yang mengalami peningkatan volume perdarahan.

gambar 2 CT-scan intraventrikular hemorrage3Didapatkan pada gambar adanya perdarahan pada sistem ventrikel. b. Magnetic resonance imaging (MRI).MRI dapat menunjukkan perdarahan intraserebral dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. Perubahan gambaran MRI tergantung stadium disolusi hemoglobinoksihemoglobin-deoksihemogtobin-methemoglobin-ferritin dan hemosiderin.c. USG Doppler (Ultrasonografi dopple)Mengindentifikasi penyakit arteriovena (masalah system arteri karotis (aliran darah atau timbulnya plak) dan arteiosklerosis. Pada hasil USG terutama pada area karotis didapatkan profil penyempitan vaskuler akibat thrombus.d. Sinar tengkorak.Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada thrombosis serebral; kalsifikasi persial dinding aneurisma pada perdarahan subarachnoid.2.6. Tata laksana 4.5Penanganan emergency Kontrol tekanan darahRekomendasi dari American Heart Organization/ American Strouke Association guideline 2009 merekomendasikan terapi tekanan darah bila > 180 mmHg. Tujuan yang ingin dicapai adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg, dimaksudkan agar tidak terjadi kekurangan perfusi bagi jaringan otak. Penapat ini masih kontroversial karena mempertahankan tekanan darah yang tinggi dapat juga mencetuskan kembali perdarahan. Nilai pencapaian CPP 60 mmHg dapat dijadikan acuan untuk mencukupi perfusi otak yang cukup. Terapi anti koagulan Dalam 24 jam pertama IVH ditegakkan dapat diberikan antikoagulan. Pemberian yang dianjurkan adalah fres frozen plasma diikuti oleh vitamin K oral. Perhatikan waktu pemberian antikoagulan agar jangan melebihi 24 jam. Dimasudkan untuk menghindari tejadinya komplikasi.

Penanganan peningkatan TIK: Elevasi kepala 300CDimaksudkan untuk melakukan drainage dari vena-vena besar di leher seperti vena jugularis TrombolitikDimaksudkan untuk mencegah terjadinya clotting yang dapat menyumbat aliran LCS di sistem ventrikel sehingga menimbulkan hidrosefalus. Trombolitik yang digunakan sebagai obat pilihan untuk intraventrikular adalah golongan rt-PA ( recombinant tissue plasminogen activator ). Obat golongan ini bekerja dengan mengubah plaminogen menjadi plasmin , plasmin akan melisis fibrin clot atau bekuan yang ada menjadi fibrin degradation product. Contoh obat yang beredar adalah alteplase yang diberikan bolus bersama infus. Pemasangan EVD ( Eksternal Ventrikular Drainage) Teknik yang digunakan untuk memantau TIK ataupun untuk kasus ini digunakan untuk melakukan drainase pada LCS dan darah yang ada di ventrikel. Indikasi dilakukannya teknik ini bila didapatkan adanya obstruksi akut hidrosefalus. Dapat diketahui dengan melakukan penilaian graeb score. Langkah-langkah : General anestesi Pasien dibersihkan dan diberikan local anestesi infiltrasi Dilakukan insisi pada os parietal atau pada titik kochers ( 1 cm anterior dari sulkus coronarius ). Dilakukan burr holes Dura di insisi lalu digumpalkan bersama dengan piamater Masukkan kateter melalui lubang dan hubungkan dengan eksternal drain Kemudian tutup insisi Setelah pemasangan EVD dilakukan tindakan pemantauan. Dilakukan tindakan imaging kepala secara berkala serta pengukuran tekanan intrakranial. Bila didapatkan adanya pertambahan volume dari perdarahan serta adanya peningkatan tekanan intrakranial, maka dilakukan tindakan pemasangan VP shunt. Rekomendasi AHA Guideline 2009: 1. Pasien dengan nilai GCS 5 thnClear fluidSolid2610 cc/kg

Adult, op. PagiClear fuid Solid2Puasa mulai jam 12 mlm

Adult, op. SiangClear fluidSolid2Puasa mulai jam 8 pagi

Sumber: American Society of Anesthesiologist tahun 2011III. Terapi CairanTerapi cairan preoperatif termasuk penggantian defisit cairan sebelumnya, kebutuhan maintenance dan luka operasi seperti pendarahan. Dengan tidak adanya intake oral, defisit cairan dan elektrolit bisa terjadi cepat karena terjadinya pembentukan urin, sekresi gastrointestinal, keringat dan insensible water losses yang terus menerus dari kulit dan paru. Kebutuhan maintenance normal dapat diperkirakan dari tabel dibawah:7

Kebutuhan Maintenance NormalBerat BadanJumlah

10kg pertama4 mL/kg/jam

10kg berikutnya+ 2 mL/kg/jam

Tiap kg di atas 20kg+ 1 mL/kg/jam

Sumber: Leksana, Eri. 2012Pasien yang puasa tanpa intake cairan sebelum operasi akan mengalami defisit cairan karena durasi puasa. Defisit bisa dihitung dengan mengalikan kebutuhan cairan maintenance dengan waktu puasa.7

IV. PremedikasiPremedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anesthesia diantaranya: Meredakan kecemasan dan ketakutan Memperlancar induksi anesthesia Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus Meminimalkan jumlah obat anestetik Mengurangi mual muntah pasca bedah Menciptakan amnesia Mengurangi isi cairan lambung Mengurangi reflek yang membahayakan.6

Obat-Obat Yang Dapat Digunakan Untuk PremedikasiNo.Jenis ObatDosis (Dewasa)

1Sedatif: Diazepam Difenhidramin Promethazin Midazolam 5-10 mg1 mg/kgBB1 mg/kgBB0,1-0,2 mg/kgBB

2Analgetik Opiat Petidin Morfin Fentanil Analgetik non opiat1-2 mg/kgBB0,1-0,2 mg/kgBB1-2 g/kgBBDisesuaikan

3Antikholinergik: Sulfas atropine0,1 mg/kgBB

4Antiemetik: Ondansetron Metoklopramid4-8 mg (iv) dewasa10 mg (iv) dewasa

5Profilaksis aspirasi Cimetidin Ranitidine AntasidDosis disesuaikan

Sumber: Latief. S.A dkk. Tahun 2009

Pemberian premedikasi dapat diberikan secara (a) suntikan intramuskuler, diberikan 30-45 menit sebelum induksi anestesia. (b) suntikan intravena diberikan 5-10 menit sebelum induksi anestesia. Komposisi dan dosis obat premedikasi yang akan diberikan kepada pasien serta cara pemberiannya disesuaikan dengan masalah yang dijumpai pada pasien.6

V. Persiapan Di Kamar OperasiHal-hal yang perlu dipersiapkan di kamar operasi antara lain adalah:a. Meja operasi dengan asesoris yang diperlukanb. Mesin anestesi dengan sistem aliran gasnyac. Alat-alat resusitasi (STATICS)d. Obat-obat anestesia yang diperlukan.e. Obat-obat resusitasi, misalnya; adrenalin, atropine, aminofilin, natrium bikarbonat dan lain-lainnya.f. Tiang infus, plaster dan lain-lainnya.g. Alat pantau tekanan darah, suhu tubuh, dan EKG dipasang.h. Alat-alat pantau yang lain dipasang sesuai dengan indikasi, misalnya; Pulse Oxymeter dan Capnograf.i. Kartu catatan medic anestesiaj. Selimut penghangat khusus untuk bayi dan orang tua.6

VI. Pemilihan Teknik Anestesi Secara umum, pemilihan teknik anestesi harus selalu memprioritaskan keamanan dan kenyamanan pasien. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam hal ini adalah:81. Usia pasienPada bayi dan anak paling baik dilakukan teknik general anestesi. Pada pasien dewasa untuk tindakan singkat dan hanya dipermukaan dapat dilakukan teknik anestesi lokal atau umum.2. Status fisik pasiena. Riwayat penyakit dan anestesi terdahulu. Penting untuk mengetahui apakah pasien pernah menjalani suatu pembedahan dan anestesi. Apakah ada komplikasi anestesi dan paska pembedahan yang dialami saat itu. Pertanyaan mengenai riwayat penyakit terutama diarahkan pada ada tidaknya gejala penyakit kardiorespirasi, kebiasaan merokok, meminum alkohol, dan obat-obatan. Harus menjadi suatu perhatian saat pasien memakai obat pelumpuh otot nondepolarisasi bila didapati atau dicurigai adanya penyakit neuromuskular, antara lain poliomielitis dan miastenia gravis. Sebaiknya tindakan anestesi regional dicegah untuk pasien dengan neuropati diabetes karena mungkin dapat memperburuk gejala yang telah ada.b. Gangguan fungsi kardiorespirasi berat. Sedapat mungkin hindari penggunaan anestesi umum dan sebaiknya dilakukan dengan anestesi lokal atau regional.c. Pasien gelisah, tidak kooperatif, disorientasi, dan/atau dengan gangguan jiwa sebaiknya dilakukan dengan anestesi umum.d. Pasien obesitas. Bila disertai leher pendek atau besar atau sering timbul gangguan sumbatan jalan nafas, sebaiknya dipilih teknik anestesi regional, spinal, atau anestesi umum endotrakeal.3. Posisi pembedahanPosisi seperti miring, tengkurap, duduk, atau litotomi memerlukan anestesi umum endotrakea untuk menjamin ventilasi selama pembedahan. Demikian juga dengan pembedahan yang berlangsung lama.4. Keterampilan dan kebutuhan dokter bedahMemilih obat dan teknik anestesi juga disesuaikan dengan keterampilan dan kebutuhan dokter bedah, antara lain teknik hipotensif untuk mengurangi perdarahan, relaksasi otot pada laparotomi, pemakaian adrenalin untuk bedah plastik, dan lain-lain.5. Keterampilan dan pengalaman dokter anestesiPreferensi pengalaman dan keterampilan dokter anestesiologi sangat menentukan pilihan-pilihan teknik anestesi. Sebaiknya tidak melakukan teknik anestesi tertentu bila belum ada pengalaman dan keterampilan.6. Keinginan pasienKeinginan pasien untuk pilihan teknik anestesi dapat diperhatikan dan dipertimbangkan bila keadaan pasien memang memungkinkan dan tidak membahayakan keberhasilan operasi.7. Bahaya kebakaran dan ledakanPemakaian obat anestesi yang tidak terbakar dan tidak eksploratif adalah pilihan utama pada pembedahan dengan memakai alat elektrokauter.88. PendidikanDi kamar bedah rumah sakit pendidikan, operasi mungkin dapat berjalan lama karena sering terjadi percakapan instruktor dengan residen, mahasiswa, atau perawat. Oleh sebab itu, sebaiknya pilihan adalah anestesi umum atau bila dengan anestesi spinal atau regioal perlu diberikan sedasi yang cukup.

VII.General AnesthesiaGeneral anesthesia atau anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri secara sentral yang disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversibel). Komponen anestesi ideal (trias anestesi) terdiri dari hipnotik, analgesi, dan relaksasi. Trias anestesi ini dapat dicapai dengan menggunakan obat yang berbeda secara terpisah. Sekarang anestesi umum tidak hanya mempunyai ketiga komponen tersebut namun lebih luas, hypnosis (hilangnya kesadaran), analgesia (hilangnya rasa sakit), arefleksia (hilangnya reflek-reflek motorik tubuh, memungkinkan imobilisasi pasien), relaksasi otot (memudahkan prosedur pembedahan dan memfasilitasi intubasi trakeal), amnesia (hilangnya memori pasien selama menjalan prosedur).7Perjalanan anestesi umum terdiri dari enam bagian yang berbeda yang meliputi: premedikasi, induksi, pemeliharaan, pengembalian, pemulihan dan masa pasca operasi. Obat yang dipakai pada masing masing bagian berinteraksi dengan obat yang dipakai pada bagian lain dan interaksi obat ini merupakan hal yang penting. Anestesi umum bukan hanya masalah farmakologi melainkan juga merupakan suatu keseimbangan antara kerja obat dan rangsangan pembedahan.7Pada tahap premedikasi ada dua tujuan jelas dalam penggunaan obat premedikasi yang pertama, adalah mencegah efek parasimpatometik anastesi, dan yang kedua berhubungan dengan kebutuhan untuk menghilangkan sedasi aktif atau untuk menimbulkan amnesia. Tahap Induksi adalah bagian kedua anestesi, tujuan dari tahap ini bukan untuk menganestesi tetapi hanya untuk memulai agar proses anestesi cepat dan nyaman. Masa pemeliharaan merupakan tahap ketiga, masa pemeliharaan adalah masa sesudah induksi dan ketika prosedur pembedahan atau prosedur lain dilaksanakan. Sesudah masa pemeliharaan dilanjutkan pada tahap berikutnya yaitu masa pengembalian. Pada bagian pemulihan ini biasanya sangat cepat, tetapi sangat penting dan berbahaya. Masa pengembalian ini merupakan bagian pertama pemulihan dan dikerjakan dibawah pengawasan langsung dokter ahli anestesi dan biasanya dilakukan didalam ruang operasi dan tahap terakhir dari anestesia umum adalah masa pasca operasi.7

Stadium AnestesiAnestesi umum dengan eter dalam 4 stadium (stadium III dibagi menjadi 4 plana), yaitu : Stadium I (analgesi):Mulai dari induksi sampai hilangnya kesadaran. Walaupun disebut Stadium analgesia, tapi sensasi terhadap ransang sakit tidak berubah, biasanya operasi-operasi kecil sudah bisa dilakukan. Stadium ini berakhir dengan ditandai oleh hilangnya refleks bulu mata.9 Stadium II (eksitasi):Mulai dari akhir stadium I dan ditandai dengan pernafasan yang irreguler, pupil melebar dengan refleks cahaya (+), pergerakan bola mata tidak teratur, lakrimasi (+), tonus otot meninggi dan diakhiri dengan hilangnya refleks menelan dan kelopak mata.9 Stadium III (pembedahan): Plana 1: Ditandai dengan pernafasan teratur, pernafasan torakal sama kuat dgn pernafasan abdominal, pergerakan bola mata terhenti, kadang-kadang letaknya eksentrik, pupil mengecil lagi dan refleks cahaya (+), lakrimasi akan meningkat, refleks farings dan muntah menghilang, tonus otot menurun.9 Plana 2: Ditandai dengan pernafasan yang teratur, volume tidal menurun dan frekuensi pernafasan naik. Mulai terjadi depresi pernafasan torakal, bola mata terfiksir ditengah, pupil mulai midriasis dengan refleks cahaya menurun dan refleks kornea menghilang. Reflek kornea dan laring hilang.9 Plana 3: Ditandai dgn pernafasan abdominal yang lebih dominan daripada torakal karena paralisis otot interkostal yang makin bertambah sehingga pada akhir plana 3 terjadi paralisis total otot interkostal, juga mulai terjadi paralisis otot-otot diafragma, pupil melebar dan refleks cahaya akan menghilang pada akhir plana 3 ini, lakrimasi refleks faring & peritoneal menghilang, tonus otot-otot makin menurun.9 Plana 4: Kelumpuhan otot interkostal, pernafasan menjadi abdominal. Pernafasan tidak adekuat, irreguler, jerky karena paralisis otot diafragma yg makin nyata, pada akhir plana 4, paralisis total diafragma, tonus otot makin menurun dan akhirnya flaccid, pupil melebar dan refleks cahaya (-), refleks sfingter ani menghilang.9

Stadium IV (paralisis medulla oblongata): Dimulai dengan melemahnya pernapasan perut dibanding stadium III plana 4. Pada stadium ini tekanan darah tidak dapat diukur, denyut jantung berhenti, dan akhirnya terjadi kematian. Kelumpuhan pernafasan pada stadium ini tidak dapat diatasi dengan pernafasan buatan.9 Komplikasi general anestesi meliputi durante operasi dan pasca operasi. Komplikasi yang mungkin terjadi pada durante operasi dapat meliputi obstruksi respirasi, batuk, depresi respirasi, hipotensi, hipertensi, aritmia, hiccup (cegukan), gigi patah, mual muntah, menggigil.9

Intubasi6Intubasi trakea adalah tindakan memasukkan pipa endotrakeal ke dalam trakea sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah dibantu atau dikendalikan. Tiga hal yang harus diperhatikan untuk dapat membantu memudahkan atau mengurangi trauma pada waktu intubasi trakea adalah : Penderita tidak sadar/tidur (pada penderita sadar teknis lebih sulit). Posisi kepala (kepala lebih ekstensi dengan bantal tipis dibawah kepala). Relaksasi otot yang baik.Saat melakukan intubasi pada pasien, terdapat beberapa hal penting yang harus diperhatikan untuk memastikan keamanan proses intubasi yang disebut SALT, yaitu: Suction. Merupakan hal yang sangat penting. Seringkali pada faring pasien terdapat benda asing yang menyulitkan visualisasi dari pita suara. Disamping itu, aspirasi dari paru juga harus dihindari. Airway. Pastikan jalan nafas melalui mulut baik, untuk mencegah jatuhnya lidah ke bagian belakang faring. Laryngoscope. Merupakan alat yang paling penting untuk membantu penempatan pipa endotracheal. Tube. Pipa Endotrakeal memiliki berbagai macam ukuran. Umumnya pada orang dewasa menggunakan ukuran 7 atau 8.9.

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah pipa endotrakea masuk: Rongga dada kiri dan kanan harus sama-sama mengembang serta bunyi udara inspirasi paru kanan dan kiri harus terdengar sama keras dengan memakai stetoskop. Bila pipa masuk terlalu dalam seringkali pipa masuk ke bronkus kanan sehingga bunyi nafas hanya terdengar pada satu paru. Pipa harus ditarik sedikit, lalu periksa kembali dengan stetoskop. Balon cuff diisi sampai tidak ada tanda-tanda bocor (kebocoran dapat diketahui dengan mendengar bunyi di mulut pada saat paru di inflasi atau ditiup). Lakukan fiksasi dengan plester atau dengan tali pengikat agar pipa tidak bergerak (malposisi).

MonitoringParameter yang biasanya digunakan untuk monitor pasien selama anestesi adalah: Frekuensi nafas, kedalaman dan karakter Heart rate, nadi, dan kualitasnya Warna membran mukosa, dan capillary refill time Kedalaman/stadium anestesi (tonus rahang, posisi mata, aktivitas reflek palpebra) Kadar aliran oksigen dan obat anestesi inhalasi Pulse oximetry: tekanan darah, saturasi oksigen

CManajemen Anestesi Post-OperasiRecovery dari General OperasiPemeriksaan tekanan darah, nadi, dan frekuensi nafas harus diperiksa tiap 5 menit selama 15 menit atau sampai pasien stabil. Pulse oximetry harus dimonitor terus menerus pada pasien yang masih berada dalam proses recovery dari general anestesi, paling tidak sampai pasien mulai sadar. Fungsi neuromuskuler juga harus dinilai misalnya mengangkat kepala. Monitoring tambahan berupa penilaian nyeri (skala deskriptif atau numerik), ada atau tidak mual atau muntah, input dan output cairan termasuk produksi urin, drainase, dan perdarahan.8Semua pasien yang masih recovery dari general anestesi harus mendapatkan oksigen 30-40% karena bisa terjadi transient hipoksemia pada pasien yang sehat sekalipun. Resiko hipoksemia meningkat pada pasien-pasien yang menjalani operasi di daerah upper abdominal atau toraks, sehingga harus terus dimonitor dengan pulse oxymeter dan mungkin memerlukan oksigenasi dalam waktu yang lebih lama. Keputusan rasional untuk meneruskan suplementasi oksigen ketika mengeluarkan pasien dari Post Anesthesia Care Unit (PACU) bisa dibuat berdasarkan SpO2 dengan udara ruangan. Pasien dimotivasi untuk nafas dalam dan batuk.8

Kriteria Discharge dari PACUSemua pasien harus dievaluasi sebelum dikeluarkan dari PACU berdasarkan kriteria discharge yang diadopsi. Kriteria yang digunakan adalah Aldrete Score. Kriteria ini akan menentukan apakah pasien akan di-discharge ke Intensive Care Unit (ICU) atau ke ruangan biasa.9

Aldrete ScoreObjekKriteriaNilai

Aktivitas1. Mampu menggerakkan 4 ekstremitas1. Mampu menggerakkan 2 ekstremitas1. Tidak mampu menggerakkan ekstremitas2 1 0

Respirasi1. Mampu nafas dalam dan batuk1. Sesak atau pernafasan terbatas1. Henti nafas2 1 0

Tekanan Darah1. Berubah sampai 20 % dari pra bedah 1. Berubah 20-50% dari pra bedah1. Berubah > 50% dari pra bedah210

Kesadaran1. Sadar baik dan orientasi baik1. Sadar setelah dipanggil1. Tak ada tanggapan terhadap rangsang210

Warna Kulit1. Kemerahan1. Pucat agak suram1. Sianosis210

Nilai Total

Sumber: Dobson, Michael Tahun 2010

Kunjungan Post-OperatifEvaluasi post operatif harus dilakukan dalam 24 48 jam setelah operasi dan dicatat dalam rekam medis pasien. Kunjungan ini harus meliputi review dari rekam medis, anamnesis terkait perasaan atau keluhan subjektif post operasi, dan pemeriksaan fisik serta penunjang, termasuk pemeriksaan kemungkinan komplikasi seperti muntah, nyeri tenggorokan, kerusakan gigi, cedera saraf, cedera okular, pneumonia, atau perubahan status mental. Bila diperlukan, harus dilakukan terapi atau konsultasi lebih lanjut.9

BAB IIILAPORAN KASUS

3.1.Identitas PasienNama Pasien: Ny. SUmur : 52 tahunPekerjaan : Ibu Rumah TanggaAgama : IslamAlamat : Swakarya kec.penamaranMRS: 19 Mei 2015No. Med Rec : 12.62.32

3.2. Anamnesis (Alloanamnesis)1. Keluhan utamaPenurunan kesdaranRiwayat Perjalanan Penyakit : Os rujukan dari RS Siloam dikarenakan penurunan kesadaran sejak kurang lebih 1 minggu yang lalu. Kejang (-), demam (+), muntah (-).Riwayatpenyakit dahulu: Diabetes melitus (+), hipertensi (+), penyakit ginjal (-), penyakit hati (-), asma (-)Riwayat pemakaian obat-obatan : tidak adaRiwayat alergi: tidak adaRiwayat pembedahan sebelumnya : Tidak adaRiwayat penyakit keluarga: Asma (-), diabetes melitus (+), hipertensi (-), penyakit ginjal (-), penyakit hati (-), penyakit SSP (-), penyakit gangguan perdarahan (-).

3.3.Pemeriksaan fisik (IGD tanggal 19 Mei 2015, pukul. 23.34 WIB)Keadaan Umum: Tampak sakit beratKesadaran : E1M4VxBB: 80kgTD: 140/90 mmHgNadi: 100 x/menitRR: 20 x/menit

3.4Pemeriksaan Pra Anestesi1. B1 (Breathing)a. Airway: intubasi terpasang, RR 28x/menitb. Wajah dan rongga : bentuk wajah dalam batas normal, buka mulut dibantu, mallampati belum bisa dinilai, gigi sebagian tidak utuh, kebersihan rongga mulut kurangc. Hidung : perdarahan (-), deviasi sputum (-), polip (-), rhinorea (-)d. Leher : leher gemuk (+), leher ekstensi bebas, trakea di tengah, struma (-)e. Paru : suara paru vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)2. B2: BloodAkral hangat, kering, capillary refill < 2 detik, nadi 135x/menit regular tegangan cukup, TD 70/diastole mmHg3. B3 : BrainKoma, GCS E1M4Vx, pupil bulat, isokor 3mm, reflek cahaya +/+4. B4 : BladderBAK menggunakan kateter, produksi urin 50cc/jam, kuning jernih5. B5 : Bowel Supel, BU (+) normal, muscular defens (-), mual (-), muntah (-)6. B6 : Bone/bodyMobilitas (-), edema (-), sianosis (-), ikterik (-), skoliosis (-), lordosis (-)

3.5.Pemeriksaan Penunjang1. Laboratorium : Leukosit 21.000Keton +3

2. CT Scan : Intraventrikel Hemorragic

3.6.Laporan AnestesiAssessment: ASA V, emergensi Diagnosa pra bedah : (primer ) : Community hydrocephalus(sekunder) : Intracerebral hemorrhagic subcortex Keadaan pra bedah TB:156 cm, BB 80 kg TD:70/diastole mmHg, nadi 135x/menit, RR 28x/menit, suhu 36,2oCJenis pembedahan : Other operation to establish drainage of ventricleTraceostomyDurasi Operasi Jenis anesthesia: General Anastesi Teknik anesthesia: Intubasi Lama anesthesia: 1 jam 30 menit (12.00- 13.30 WIB) Lama operasi: 1 jam (12.15-13.15 WIB) Posisi: Terlentang Infus : aminofluid 400cc/24jam, NaCl 1000cc/24jam

3.7.Rencana AnestesiGeneral anestesi sebelum dilakukan tindakan drainase ventrikel atau Other Operation to establisih drainage of ventricle.a. Pre medikasi : Ondansentron (0,05 - 0,1mg/kgBB) 80 kg = 4- 8 mg (4mg)b. Induksi :1. Fentanyl (1 - 3 mikrogram/kgBB) 80 kg = 80- 240 mikrogram (100mikrogram)2. Efedrin ( 0,75 mg/KgBB) 80 Kg = 60 mg 3. Atracurium ( 0,5- 0,6 mg/KgBB) 80 Kg = 40- 48mg (40mg)4. Ketamin (1 2 mg/KgBB) 80 Kg = 80- 160 mg (120mg)c. Maintenance : Oksigen : N2O 2:2 L/menit, sevofluran 2v%d. Lain-lain :Inj. Asam Tranexamat 2x500 mg

3.8.Laporan Monitor AnestesiOperasi Mulai tanggal 20 Mei 2015 pukul. 12.00 WIBJamTensi (mmHg)Nadi (x/menit)SpO2 (%)Keterangan

12.00

12.20

12.25

90/70

110/82

135/92135

128

12498

98

98Pasien masuk ruang operasi (OK I), infus aminofluid 400cc/24jam, pre oksigenasi premedikasi: inj ondansentron 1 amp, inj ketamin 1 amp, inj fentanyl 1 amp, inj efedrin 1ccOperasi dimulai

Pemeliharaan O2 dan N2O 2:2, sefofluran dari 2v%- 2,5v%Inj asam tranexamat 2x500mg iv, fentanyl 1 amp

12.30148/8012498Pantau vital sign, TD stabil

12.3573/5412198Inj efedrin 1 cc

12.40102/7312599Tekanan darah stabil

12.45132/84121100Tekanan darah stabil, operasi Sp.BS selesai, drainase ventrikular atau shunt terpasang.Kemudian akan dilakukan trakeostomi oleh Sp.THT

34