BAB I-II-III
-
Upload
ikaafifah1 -
Category
Documents
-
view
95 -
download
8
Transcript of BAB I-II-III
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Alga merupakan organisme autotrof sederhana, yang dapat melakukan fotosintesis
seperti pada tumbuhan tingkat tinggi. Klasifikasi alga terus-menerus mengalami perubahan
seiring berkembangnya filogenetik molekular. Saat ini, alga diklasifikasi ke dalam kingdom
Protista dan domain Eukariot. (Barsanti and Gualtieri, 2006)
Alga berperan penting sebagai produsen dalam rantai makanan, khususnya di
ekosistem perairan. Makhluk hidup aquatik lain bergantung secara langsung pada alga
sebagai produsen dan menyuplai ketersediaan oksigen. Alga juga banyak dimanfaatkan untuk
berbagai kepentingan manusia, misalnya untuk pakan ternak, protein sel tunggal, produksi
alginat, dan lain sebagainya.(Anonim, 2011)
Water mold atau oomisetes saat ini termasuk dalam kingdom chromista dan domain
eukariot. Water mold sebelumnya dikelompokkan ke dalam kingdom fungi berdasarkan
persamaan pertumbuhan filamen dan keberadaan hifa coenocytic (multinukleat), seperti
karakteristik pada fungi. (Barsanti and Gualtieri, 2006)Akan tetapi, Oomisetes saat ini
diketahui berbeda dari kelompok fungi, misalnya dinding sel oomisetes tersusun dari
selulosa, tidak sama seperti fungi yang tersusun dari kitin, disamping itu, oomisetes atau
water mold memiliki alat gerak berupa flagel yang tidak ditunjukkan pada fungi. Dalam
ekologi, oomisetes mempunyai habitat yang sama dengan fungi, dan dapat tumbuh
membentuk hifa mendekomposisi sisa-sisa tanaman maupun bangkai hewan di lingkungan
perairan. (Anonim, 2011)
Habitat Oomisetes tersebar secara luas di ekosistem air tawar, laut, dan tanah.
Sebagian besar obligat aerob, meskipun beberapa toleran pada lingkungan anaerob serta satu
spesies (Aqualinderella fermentans) bersifat obligat aerob dan tidak mempunyai mitokondria.
Oomisetes bersifat sapotropik pada bahan organik, atau bersifat obligat (biotropik) maupun
fakultatif (nekrotropik) parasit pada tanaman dan hewan air. (Barsanti and Gualtieri, 2006)
1
Saat ini, dalam pemanfatan alga dan penanganan berbagai penyakit yang timbul
akibat water mold, dibutuhkan adanya pemahaman mengenai struktur dan organisasi sel alga
dan water mold.
I.2. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami bentuk,
struktur, dan organisasi sel alga dan water mold serta aplikasinya dalam bidang bioteknologi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Struktur dan Organisasi Sel Alga
Secara anatomi sel, alga dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: (1) Membran plasma, (2)
Sitoplasma dan Organel Sel, serta (3) Inti Sel (Nukleus), seperti yang ditunjukkan pada
gambar 1. (Anonim, 2011; Haas, et. al, 2009)
Gambar 1. Struktur sel pada alga
2.1.1. Membran Plasma
Membran plasma terletak paling luar dan tersusun oleh lipoprotein (gabungan lipid
dan protein). Membran plasma bersifat selektif permeabel, yang berarti hanya dapat dilewati
oleh molekul tertentu saja dan bertanggungjawab dalam transportasi zat dari dalam sel ke
lingkungan. (Barsanti and Gualtieri, 2006)
Sel alga memiliki dinding sel di luar membran sel. Sebagian besar dinding sel alga
tersusun atas selulosa, meskipun terkadang mengandung silika atau kalsium karbonat.
Sebagian alga juga memiliki dinding sel yang mengandung manan, xylan, asam alginat,
agaros, dan lain sebagainya. Dinding sel dapat berbentuk filamen, seperti pada fungi, atau
tersusun atas plat-plat yang disekresikan oleh badan golgi. Terdapat kelompok tertentu yang
tidak memiliki dinding sel padat, tetapi selnya dilindungi oleh pelikel protein yang fleksibel
di bawah membran plasma. Materi dinding sel diproduksi dan disekresi oleh badan golgi.
3
2.1.2. Sitoplasma dan organel sel
Bagian cair di dalam sel disebut dengan sitoplasma. Pada sitoplasma terdapat organela yang
mempunyai fungsi tertentu. (Graham and Wilcox, 2000). Organel sel tersebut antara lain :
a. Retikulum Endoplasma (RE)
Retikulum endoplasma merupakan jalinan saluran, dibatasi oleh membran yang
kontinyu dengan selubung luar nukleus. Fungsi RE adalah sebagai alat transportasi zat-zat di
dalam sel itu sendiri.
b. Ribosom (Ergastoplasma)
Ribosom terdiri dari subunit protein besar dan kecil. Sebagian ribosom melekat
sepanjang RE, sebagian lain bebas di sitoplasma. Fungsi ribosom adalah sebagai tempat
sintesis protein.
c. Mitokondria (The Power House)
Mitokondria mempunyai dua lapis membran. Membran dalam yang berlekuk-lekuk
dan disebut krista. Fungsi mitokondria merupakan pusat respirasi seluler yang menghasilkan
banyak ATP (energi). Mitokondria pada alga mempunyai 2 tipe, seperti yang ditunjukkan
pada gambar 2 : 1) Flat lamellar cristae (pada Rhodophyta, Crytophyta, Euglenophyta, dan
Chlorophyta) dan 2) tubular cristae (pada Chrysophyta, Raphidophyta, Prymnesiophyta,
Eustigmatophyta, dan Xanthophyta.
4
Gambar 2. Tipe mitokondria yang terdapat pada alga (a) flat lamelar cristae dan (b) tubular cristae (sumber: Chapman, 1941)
d. Lisosom
Lisosom adalah penghasil dan penyimpan enzim pencernaan seluler.
e. Vakuola Kontraktil
Sebagian besar alga berflagela mempunyai dua vakuola kontraktil pada bagian
anterior sel, yaitu diastole (saluran masuk) dan sistole (saluran pengeluaran), fungsinya untuk
membuang sisa produk dari sel.
f. Badan Golgi (Apparatus Golgi = Diktiosom)
Organel ini melaksanakan fungsi produksi dan sekresi polisakarida.
g. Sentrosom (Sentriol)
Sentrosom bertindak sebagai benda kutub dalam mitosis dan meiosis.
h. Plastida
Plastida merupakan tempat fotosintesis serta jalur biokimia asam amino aromatik,
heme, isophrenoids, dan asam lemak. Plastida utama pada alga adalah kloroplas. Kloroplas
mengandung sistem membran yang bernama tilakoid, yang sering membentuk tumpukan
membran yang disebut grana. Enzim yang mengendalikan fotosintesis terdapat di membran
tilakoid dan stroma. Plastida dibedakan menjadi tipe primer dan sekunder. Plastida tipe
5
primer hanya diselubungi oleh dua lapis membran, sedangkan plastida sekunder dikelilingi
empat atau tiga lapis membran. Plastida sekunder secara fisik tidak terletak di sitoplasma
sebagaimana plastida primer, tetapi terletak di lumen sistem endomembran. (Haas, et. al,
2009)
Selain klorofil, terdapat pigmen lain dalam plastida. Pigmen ini menyerap panjang
gelombang yang berbeda dari klorofil. Hal ini berguna pada alga yang hidup di perairan lebih
dalam, yang tidak mampu ditembus oleh spektrum cahaya biru. Pigmen-pigmen tersebut
adalah:
a. Fikosianin (pigmen warna biru)
b. Xantofil (pigmen warna kuning)
c. Karoten (pigmen warna keemasan)
d. Fikosantin (pigmen warna cokelat)
e. Fikoeritrin (pigmen warna merah).
i. Mikrotubulus
Berbentuk benang silindris, kaku, berfungsi untuk mempertahankan bentuk sel dan
sebagai "rangka sel". Contoh organel ini antara lain benang-benang gelembung pembelahan.
Selain itu, mikrotubulus berguna dalam pembentakan sentriol, flagel dan silia.
j. Stigma atau bintik mata
Stigma merupakan area sitoplasma dengan konsentrasi pigmen tinggi (biasanya
karoten). Stigma terdapat di dekat pangkal flagela. Stimulasi stigma oleh cahaya akan
menstimulasi flagela pula, sehingga terjadi gerakan mendekati sumber cahaya.
2.1.3. Inti Sel (Nukleus)
Nukleus mengandung bahan genetik sel dan dikelilingi oleh membran ganda. Nukleus
terdiri dari selaput inti (karioteka), nukleolus, kromosom, dan bahan pendukung atau
karyolimph. (Graham and Wilcox, 2000).
6
Alga uniseluler dan sel reproduksi alga multiseluler memiliki flagela. Flagela terdapat
di bagian apikal, lateral, ataupun posterior sel. Flagela dapat berupa satu berkas cambuk,
ataupun memiliki struktur ‘berambut’ atau ‘sisik’. Pergerakan dapat ke samping atau spiral.
Gambar 5. Tipe flagela pada algae (a) fibrous solid hair, (b) tubular hair (Chapman, 1941)
Terdapat dua tipe flagela, seperti yang ditunjukkan pada gambar 5, yaitu fibrous solid
hair dan tubular hair. Fibrous solid hair mengelilingi flagela, meningkatkan luas permukaan,
dan efisiensi dari tenaga penggerak. Tersusun atas glikoprotein dan terdapat pada
Euglenophyta dan Dinoflagellata. Tubularhair tersusun atas protein dan glikoprotein,
terdapat pada: Chrysophyta, Phaeophyta, dan Chlorophyta. (Chapman, 1941)
2.2. Klasifikasi Alga
Alga dapat diklasifikasi menjadi beberapa kelompok. Berbagai karakteristik
digunakan untuk mengklasifikasi alga, salah satunya yaitu keberadaan pigmen klorofil,
cadangan karbon dan komponen dinding sel seperti yang ditunjukkan pada tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi kelompok alga berdasarkan pigmen fotosintesis, cadangan karbon dan komponen dinding sel (Madigan et al., 2003 dan Graham et al., 2000)
Kelompok Alga Penamaan
Umum
Morfologi Pigmen
Fotosintesis
Contoh Cadangan
Karbon
Dinding
Sel
Habitat
Chlorophyta
Euglenophyta
Alga Hijau
Euglenoid
Uniseluler,
berbentuk
daun
Uniseluler,
Klorofil a
dan b,
karotenoid,
xantofil
Klorofil a
Chlamydomon
as
Euglena
Pati (-1,4
glukan),
sukrosa
Paramilon
Selulosa
Membran
Air tawar,
tanah, laut
Air tawar,
laut
Laut
7
Dinoflagellata
Chrysophyta
Phaeophyta
Rhodophyta
Dinoflagelata
Alga
keemasan,
diatome
Alga coklat
Alga merah
berflagel
Uniseluler,
berflagel
Uniseluler
Filamen
berbentuk
daun,
umumnya
berukuran
makro&se
perti
tanaman
Uniseluler,
filamen
berbentuk
daun
dan b,
karotenoid,
xantofil
Klorofil a
dan c,
karotenoid,
xantofil
Klorofil a
dan c,
karotenoid,
xantofil
Klorofil a
dan c,
karotenoid,
xantofil
Klorofil a
dan d,
karotenoid,
xantofil,
fikosianin,
fikoritrin
Gonyaulax,
Pfiesteria
Nitzschia
Laminaria
Polysiphonia
(-1,2
glukan)
Pati (-1,4
glukan)
Lemak
Lammarin
(-1,3
glukan),
manitol
Floridean
starch (-1,4
dan -1,6
glukan)
protein di
bawah
membran
plasma
Selulosa
Dua
lapisan
yang
tersusun
dari silika
Selulosa
Selulosa
Air tawar,
laut, tanah
Laut
Laut
Laut
2.2.1. Chlorophyta
Chlorophyta atau alga hijau merupakan kelompok yang besar dan berragam.
Sebagian besar alga hijau mempunyai habitat di air tawar, meskipun beberapa kelompok alga
yang lain ditemukan di tanah. Beberapa alga hidup sebagai simbion pada liken. Alga hijau
mengandung klorofil a dan b yang memberikan karakteristik berwarna hijau serta cadangan
8
karbon berupa pati yang terdapat di dalam kloroplast. Chlorophyta mempunyai dua sub
kelompok, yaitu chlorophyta (contoh : Volvox dan Dunaliella) dan charophyta (contoh :
Chara sp.), kelompok alga yang mempunyai kemiripan dengan tanaman. Gambar 6
menunjukkan contoh chlorophyta dan charophyta. (Graham and Wilcox, 2000).
(a) (b)
Gambar 6. (a) Sel Dunaliella, uniseluler dan berflagel, serta (b) Caulerpa sp., multiseluler dan mempunyai kemiripan dengan tanaman (Graham et al., 2000)
Alga hijau mempunyai morfologi yang bervariasi, dari bentuk uniseluler sampai
filamen, sel tunggal yang saling bergabung membentuk koloni sebagai agregat sel.
Ostreococcus tauri, uniseluler fitoplankton laut, merupakan eukariot terkecil dari kelompok
alga hijau. Sel O. tauri mempunyai diameter 1 μm dan mengandung genom eukariot
fototropik terkecil sekitar 12,6 Mbp. Contoh alga hijau yang berbentuk koloni adalah Volvox
yang tersusun dari ratusan sel flagel, beberapa bersifat motil dan berperan dalam
fortosintesis, sedangkan yang lain berperan dalam reproduksi. Sel dalam koloni Volvox
dihubungkan oleh benang tipis sitoplasma sehingga koloni bergerak secara terkoordinasi.
Gambar sel O. tauri dan Volvox dapat dilihat pada gambar 7.
9
(a) (b)
Gambar 7. Sel uniseluler Ostreococcus tauri (a) dan sel koloni Volvox (b) (Graham et al., 2000)
2.2.2. Euglenophyta
Euglenophyta mencakup sebagian besar uniseluler berflagel, dan beberapa spesies
yang berkoloni. Euglenophyta terdistribusi secara luas di perairan air tawar dan laut, serta
bersifat autotrof dengan mengandung klorofil a dan b. Euglena merupakan salah satu contoh
kelompok Euglenophyta yang mempunyai panjang sel 15 μm. Euglena memiliki struktur
yang disebut eyespot, tempat yang peka terhadap cahaya. Euglena dapat merespon kondisi
lingkungannya dengan bergerak ke arah cahaya untuk melakukan fotosintesis. Jika cahaya
tidak tersedia untuk terjadinya fotosintesis, maka euglena akan menjadi kemoorganotrof dan
menggunakan cadangan karbon yang tersedia dalam sitoplasma. Euglenoid menyimpan
cadangan energi dalam bentuk paramylon, salah satu jenis polisakarida. (Rogers, 2011)
Banyak Euglena yang juga memakan sel bakteri lain melalui fagositosis, yaitu sebuah
proses pengambilan partikel dengan cara bagian membran sitoplasma yang fleksibel akan
melingkupi partikel dan membawanya masuk ke dalam sel.
Gambar 8. Organela pada sel Euglena (Anonim, 2011)
10
2.2.3. Dinoflagellata
Dinoflagellata merupakan organisme akuatik uniseluler dengan ukuran sel antara 5-
2000 μm dan berflagel. Beberapa Dinoflagellata hidup bebas dan yang lain hidup
bersimbiosis dengan hewan membentuk batu karang. Sebagian Dinnoflagellata bersifat
autotrof, dengan kandungan klorofil a dan c, serta sebagian lain termasuk predator. Cadangan
karbon berupa pati (-1,4-glukan) dan terdapat pada sitoplasma. Dinoflagellata merupakan
komponen penting dalam rantai makanan di ekosistem perairan karena berperan sebagai
produsen (fitoplankton) dan mampu menghasilkan lumminescence. (Rogers, 2011)
Beberapa kelompok Dinoflagellata dapat menghasilkan toksik yang dapat membunuh
ikan maupun patogen pada manusia. Pfiesteria, seperti yang terlihat pada gambar 9,
merupakan salah satu contoh Dinoflagellata yang dapat menghasilkan toksik. Meskipun
mampu melakukan fotosintesis, Pfiesteria lebih dikenal sebagai patogen pada ikan dan juga
patogen pada manusia. Neurotoksin yang dihasilkan Pfiesteria akan menginfeksi bahkan
membunuh ikan, dengan cara mempengaruhi sistem gerak dan merusak kulit.
Gambar 9. Pfiesteria, kelompok autotrof bersifat patogen pada ikan dan manusia (Rogers, 2011)
2.2.4. Chrysophyta
Chrysophyta mempunyai habitat di laut dan air tawar, serta sebagian besar berbentuk
uniseluler. Beberapa spesies bersifat kemoorganotrof dan mensuplai nutrisi yang dibutuhkan
dengan mekanisme fagositosis atau transportasi senyawa organik melalui membran
11
sitoplasma. Chrysophyta disebut juga dengan alga keemasan karena secara fisik berwarna
keemasan. Hal ini dikarenakan alga keemasan memiliki pigmen kloroplast yang didominasi
dengan fukosantin. Selain itu, klorofil c lebih mendominasi daripada klorofil a, dan tidak
memiliki fikobiliprotein seperti yang terdapat pada alga merah. (Rogers, 2011)
2.2.5. Phaeophyta
Phaeophyta atau alga coklat mempunyai habitat di laut serta bervariasi dalam bentuk
dan ukuran, dari filamen kecil sampai dengan ukuran besar yang mempunyai diameter 1-100
m (contoh : Laminaria dan Macrocystis). Alga coklat memiliki banyak kegunaan. Salah satu
kegunaannnya yaitu sebagai sumber algin yang digunakan sebagai stabiliser dalam industri
roti dan es krim. Bahkan, spesies tertentu dapat di konsumsi seperti sayuran, sebagai
contohnya Laminaria seperti yang ditunjukkan pada gambar 10. (Rogers, 2011)
(a) (b)
Gambar 10. Alga merah (a) Laminaria dan (b) Mycrocystic
2.2.6. Rhodophyta
Rhodophyta atau alga merah mempunyai habitat di daerah perairan, akan tetapi
terdapat beberapa spesies yang ditemukan pada habitat air tawar dan terestrial. Alga merah
merupakan organisme fototropik serta mengandung klorofil a dan b. Warna kemerahan pada
alga merah dihasilkan oleh pigmen fikobilin (fikoritrin dan fikosianin), pigmen tambahan
yang menutup warna hijau dari klorofil. Pada tempat yang gelap dan tidak tertembus cahaya,
sel akan memproduksi lebih banyak fikoritrin dan menghasilkan warna merah yang lebih
12
gelap, sedangkan pada spesies permukaan akan mengandung sedikit fikoritrin, bahkan dapat
berwarna hijau. Cadangan karbon berupa floridean starch (-1,4 dan -1,6-glukan) yang
terletak pada bagian sitoplasma. (Rogers, 2011)
Sebagian besar spesies alga merah merupakan multiseluler dan tidak memiliki
flagela. Beberapa spesies dianggap sebagai rumput laut dan sumber agar, agen pemadat yang
digunakan dalam media bakteriologi, mengentalkan dan agen penstabil yang digunakan pada
industri makanan. Beberapa spesies berbentuk filamen, menyerupai daun, maupun
menyimpan kalsium karbonat, coralline (menyerupai koral). Beberapa coralline berperan
penting dalam perkembangan karang laut.
Contoh alga merah yaitu Corallina, berperan dalam pembentukan karang laut
bersama-sama dengan hewan koral. Selain itu, spesies Galdieria yang tumbuh pada
lingkungan dengan pH rendah dan suhu tinggi, seperti pada sumber air panas. Sel Galdieria
berdiameter 25 μm dan berwarna hijau karena mengandung sedikit pigmen fikoritrin.
Morfologi Corallina dan Galdieria dapat dilihat pada gambar 11.
(a) (b)
Gambar 10. Morfologi alga merah (a) Corallina dan (b) Galdieria
2.3. Struktur dan Organisasi Sel Water mold (Oomycota)
Water mold atau oomisetes termasuk dalam kingdom chromista dan domain eukariot.
Water mold sebelumnya dikelompokkan ke dalam kingdom fungi berdasarkan persamaan
pertumbuhan filamen dan keberadaan hifa coenocytic (multinukleat), seperti karakteristik
pada fungi. Akan tetapi, oomisetes ternyata berbeda dari kelompok fungi. Sebagai contoh,
dinding sel oomisetes tersusun dari selulosa, tidak sama seperti fungi yang tersusun dari
kitin. Selain itu oomisetes atau water mold mempunyai alat gerak berupa flagel yang tidak
13
ditunjukkan pada fungi. Dalam hal ekologi, oomisetes mempunyai habitat yang sama dengan
fungi, dan dapat tumbuh membentuk hifa mendekomposisi sisa-sisa tanaman maupun
bangkai hewan di lingkungan perairan. (Wiley, et. al, 2009)
Habitat oomisetes tersebar secara luas di ekosistem air tawar, laut, dan tanah.
Sebagian besar obligat aerob, meskipun beberapa toleran pada lingkungan anaerob serta satu
spesies (Aqualinderella fermentans) bersifat obligat aerob dan tidak mempunyai mitokondria.
Oomisetes bersifat sapotropik pada bahan organik, atau bersifat obligat (biotropik) maupun
fakultatif (nekrotropik) parasit pada tanaman. (Wiley, et. al, 2009)
Secara keseluruhan, struktur sel water mold sama seperti struktur organisme
eukariotik yang terdiri dari 3 bagian yaitu dinding sel dan hifa, sitoplasma dan organela, serta
nukleus (inti sel). Morfologi water mold atau oomisetes dapat dilihat pada gambar 1.
(a) (b)
Gambar 1. Morfologi sel water mold atau oomisetes, (a) Phytophtora kernovia, dan (b) Phytophtora capsici
2.3.1. Dinding sel dan hifa
Struktur polimer dinding sel chromista yaitu selulosa. Meskipun beberapa spesies
tumbuh dengan membentuk talus yang bercabang, sebagian besar oomisetes membentuk hifa
(miselium). Oomisetes dikenal sebagai evolusi dari fungi Eumycota, yang mempunyai
struktur hifa berbeda. Hifa pada oomisetes tumbuh secara apikal dan mensekresikan enzim,
terdapat percabangan di sepanjang substratum dan membentuk miselium. Pada oomisetes,
hifa bersifat coenocytic, yaitu miselium tidak membentuk septa kecuali pada bagian yang tua
atau struktur reproduksi.
14
2.3.2. Sitoplasma dan organela
Sitoplasma berbentuk granular kasar dan mengandung organela, antara lain vakuola,
badan golgi, dan mitokondria.
a. Vakuola
Sistem vakuola oomisetes mempunyai vesikel yang berbentuk padat/tebal
mengandung polimer -1,3-glukan terfosforilasi, disebut dengan mikolaminarin.
Mikolaminarin merupakan cadangan karbon, seperti cadangan fosfat dan polifosfat yang
ditemukan pada vakuola fungi.
b. Badan golgi
Adanya badan golgi, seperti pada Protozoa. Sedangkan badan golgi pada Eumycota
biasanya direduksi menjadi single cisternae.
c. Mitokondria
Mitokondria yang dimiliki oomisetes berbentuk krista tubular. Membran dalam
mitokondria berupa lipatan tubular seperti yang dutemukan pada tanaman. Krista
mitokrondria pada kingdom Eumycota dan Animalia umumnya berbentuk lamelar.
15
Gambar 1. Ultrastruktur mitokondria diamati oleh mikroskop elektron. (a) Mitokondria Phytophthora erythroseptica (Oomisetes). Membran dalam mitokondria membentuk lipatan
krista tubular. (b) Mitokondria Sordaria fimicola (Ascomycota) yang berbentuk lamelar.
2.3.3. Nukelus (inti sel)
Nukleus Oomycotina bersifat diploid.
2.4. Klasifikasi Water Mold
Genera oomisetes banyak berpengaruh dalam kehidupan manusia. Kelompok
oomisetes, Phytophthora infestans, diketahui menyebabkan penyakit bercak daun “late
blight” pada kentang. Spesies Saprolegnia spp. dapat menyebabkan infeksi serius pada ikan,
khususnya ikan salmon, meskipun ada spesies lain yang bermanfaat seperti Lagenidium
giganteum yang parasit pada serangga dan digunakan sebagai agen pengendali hayati larva
nyamuk. Berdasarkan talus dan cara reproduksinya, oomisetes dapat dibagi menjadi 8
kelompok ordo seperti yang ditunjukkan pada tabel 1. (Webster and Weber, 2007)
Tabel 1. Karakteristik Water Mold
Ordo Talus dan reproduksi Habitat
Myzocytiopsidales Holokarpik, pada tahap
selanjutnya berbentuk
coralloid atau menjadi
segmen. Zoospora, oospora
Holokarpik, berubah
Parasit pada invertebrate dan alga
Parasit biotrofik pada Oomycota,
16
Olpidiopsidales
Rhipidiales
Leptomitales
Saprolegniales
Pythiales
Peronosporales
Sclerosporaceae
menjadi sporangium.
Zoospora, oospora
Eukarpik dengan rhizoid.
Zoospora, oospora
Terdiri dari hifa yang
memproduksi sporangia
Terdiri dari miselium yang
tebal. Zoospora, oospora
Terdiri dari miselium yang
tipis. Zoospora, oospora
Miselium intraselular
dengan haustoria.
Sporangiofor yang
terdiferensiasi. Zoospora
atau “conidia”, oospora
Miseliumnya terdiri dari
hifa yang sangat tipis.
Sporangiofor yang
terdiferensiasi. Zoospora
atau “conidia”, oospora
Chytridiomycota dan alga
Saprotrof air tawar, anaerobic
Saprotrof air tawar dan parasit pada
hewan
Saprotrof atau nekrotrofik pada hewan,
tumbuhan dan organism lainnya
Saprotof pathogen (cenderung bersifat
nekrotrofik) pada tumbuhan, jamur dan
hewan
Patogen biotrofik pada tumbuhan,
penyebab downy mildews dan penyakit
lainnya
Patogen biotrofik pada rumput,
penyebab downy mildews
17
2.4.1. Saprolegniales
Ordo saprolegniales dibagi menjadi 2 famili yaitu Saprolegniaceae (contoh : Achyla,
Saprolegnia, Brevilegnia) dan Leptolegniaceae (contoh : Plectospira, Leptolegnia).
Saprolegniales dikenal sebagai kelompok jamur akuatik dan mempunyai habitat di tanah
lembab, tepian danau, air tawar, dan bersifat saprofit pada sisa-sisa tanaman dan hewan.
Kelompok saprolegniales mempunyai morfologi yang kasar, hifa keras dan bercabang
menghasilkan tipe miselium tumbuh dengan cepat (fast-growing). Hifa saprolegniales
bersifat coenocytic, adanya lapisan di sekitar sitoplasma mengelilingi vakuola sentral.
Spesies Saprolegnia dan Achyla parasit pada ikan dan telur ikan. Aphanomyce euteiches
menyebabkan penyakit busuk akar pada kacang-kacangan dan beberapa tanaman lain.
(Webster and Weber, 2007)
2.4.2. Pythiales
Ordo pythiales dibagi menjadi dua famili, yaitu pythiaceae dan pythiogetonaceae.
Pythiogetonaceae merupakan kelompok kecil dari saprofitik aquatik, mempunyai habitat di
sedimen dasar air tawar maupun danau dengan ketiadaan oksigen, serta bersifat fakultatif
anaerob. Contoh kelompok pythiogetonaceae yaitu Pythiogeton zeae yang dapat
menyebabkan busuk akar dan batang pada jagung. Kelompok besar dari pythiales adalah
famili pythiaceae, sebagai contoh Pythium dan Phytophthora. Phytophthora merupakan
kelompok patogenik pada tanaman sedangkan Pythium, kelompok saprofitik tanah yang
dapat bersifat patogen pada tanaman muda (contoh : Pythium spp.). Pythium mempunyai
kemampuan parasit yang lebih luas daripada Phytophthora, mencakup parasit pada mamalia,
jamur dan alga. (Webster and Weber, 2007)
2.4.3. Peronosporales
Peronosporales merupakan water mold yang bersifat patogen biotrofik obligat dan
tidak dapat hidup terpisah tanpa inang, menginfeksi pada tumbuhan tingkat tinggi. Ordo
Peronosporales dapat dibagi menjadi dua famili yaitu Peronosporaceae (contoh :
18
Peronospora, Plasmopara, Bremia) and Albuginaceae (contoh : Albugo). (Wiley, et. al,
2009)
BAB II
KESIMPULAN
19
Alga memiliki keragaman struktur selulernya, terutama pada dinding sel,
mitokondria, flagela, dan plastidanya. Karakteristik yang digunakan untuk mengelompokkan
alga antara lain keberadaan pigmen klorofil, cadangan karbon dan komponen dinding sel.
Water mold atau oomisetes termasuk dalam kingdom chromista dan domain eukariot.
Water mold sebelumnya dikelompokkan ke dalam kingdom fungi berdasarkan persamaan
pertumbuhan filamen dan keberadaan hifa coenocytic. Tetapi kini dibedakan dengan fungi
karena water mold memiliki struktur flagela yang tidak dimiliki fungi dan memiliki
komposisi dinding sel yang berbeda dengan fungi.
Karakteristik yang digunakan untuk mengelompokkan kelompok water mold antara
lain thallus, habitat, mekanisme reproduksi.
DAFTAR PUSTAKA
20
Anonim. 2011. Algae Information, Production, Methods, Products, and Terminology.
<http://marketplayground.com/forum/showthread.php/808-Algae-Information-
Production-Methods-and-Terminology>. Diakses tanggal 8 Oktober 2011.
Barsanti, L and P. Gualtieri. 2006. Algae. Taylor & Francis Group. United State of America.
Chapman, V.J. 1941. Introduction to the Study of Algae. Cambridge University Press. New
York.
Graham, L. E. and L. W. Wilcox. 2000. Algae. Prentice-Hall, Inc. United State of America.
Haas, BJ; Kamoun, S; Zody, MC; Jiang, RH; Handsaker, RE; Cano, LM; Grabherr, M;
Kodira, CD et al. (2009). "Genome sequence and analysis of the Irish potato famine pathogen
Phytophthora infestans.". Nature
Keeling, P.J.2004.Diversity and Evolutionary History of Plastids and Their Hosts.American
Journal of Botany, Vol. 91, No. 10 (Oct., 2004),
Kortekamp, A. (2005). "Growth, occurrence and development of septa in Plasmopara viticola
and other members of the Peronosporaceae using light- and epifluorescence-
microscopy". Mycological research
Madigan, M. T., J. M. Martinko and J. Parker. 2003. Brock Biology of Microorganism. 10 th
(ed). Pearson Education, Inc. New Jersey.
Nicklin, J., K. Gramae-Cook, T. Paget & R. Killington.1999.Instant Notes in
Microbiology.BIOS Scientific Limited, UK,
Rogers, Kara. 2011. Fungi, Algae and Protista 1st ed. Britannica Educational Publishing. New
York.
21
Van der Auwera G, De Baere R, Van de Peer Y, De Rijk P, Van den Broeck I, De Wachter
R. 1995. "The phylogeny of the Hyphochytriomycota as deduced from ribosomal RNA
sequences of Hyphochytrium catenoides". Mol. Biol. Evol.
Webster, J. and Weber R. 2007. Introduction to Fungi. Cambridge University Press. New
York.
Willey, J.M., L.M. Sherwood & C.J. Woolferton. 2009. Prescott’s Principles of
Microbiology.McGraw-Hill, New York,
22