BAB I-II-DST

download BAB I-II-DST

of 43

description

bab 1-2

Transcript of BAB I-II-DST

I

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu strategi pembangunan kesehatan nasional untuk mewujudkan Indonesia Sehat 2010 adalah menerapkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan, yang berarti setiap upaya program pembangunan harus mempunyai kontribusi positif terhadap terbentuknya lingkungan yang sehat dan perilaku sehat. Sebagai acuan pembangunan kesehatan mengacu kepada konsep Paradigma Sehat yaitu pembangunan kesehatan yang memberikan prioritas utama pada upaya pelayanan peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif) dibandingkan upaya pelayanan penyembuhan/pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) secara menyeluruh dan terpadu dan berkesinambungan.

(Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2005).

Dalam hal ini imunisasi merupakan upaya prioritas yang dapat dipilih mengingat bahwa imunisasi merupakan upaya preventif yang sangat efektif dan diperlukan dalam hal menanggulangi PD3I (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2005). Imunisasi di Indonesia secara teratur dimulai sejak tahun 1956, bahkan vaksinasi cacar telah dilakukan di pulau Jawa jauh sebelumnya. Kegiatan ini telah berhasil membasmi penyakit cacar, dibuktikan dengan Indonesia dinyatakan bebas cacar oleh WHO pada tahun 1974, dan kemudian seluruh dunia dinyatakan bebas cacar pada tahun 1978 (Dinas Kesehatan Propinsi Lampung, 2001).Pada tahun 1977 WHO memulai pelaksanaan program imunisasi sebagai upaya global secara resmi dan disebut suatu Expanded Program on Immunization (EPI) yang dikenal di Indonesia sebagai Program Pengembangan Imunisasi (PPI) dalam rangka pencegahan penularan terhadap Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) yaitu Tuberkulosis, Difteri, Pertusis, Campak, Polio, Tetanus serta Hepatitis B. Di Indonesia program imunisasi secara resmi dimulai di 55 puskesmas pada tahun 1977. Pada tahun 1990 secara nasional Indonesia mencapai status Universal Child Immunization (UCI) yaitu mencakup minimal 80% (DPT-3, Polio3 dan campak) sebelum anak berusia satu tahun dan cakupan untuk DPT-1, Polio1 dan BCG minimal 90%. Dengan upaya imunisasi pula kita dapat menekan penyakit polio, sidang WHO 1988 menetapkan Eradikasi Polio tahun 2000 dengan 3 strategi utama yaitu Imunisasi Rutin, Pekan Imunisasi Nasional (PIN) dan Surveilans Acute Flaccid Paralysis (AFP) (Dinas Kesehatan Propinsi Lampung, 2006).

Sejak 3 tahun terakhir hasil cakupan Imunisasi Rutin Propinsi Lampung telah mencapai diatas target Nasional > 80% dengan indikator cakupan imunisasi campak dan angka Drop Out (DO) dibawah Nasional < 5%. Pada bulan April 2005 ditemukan kasus Virus Polio Liar (VPL) di Sukabumi Jawa Barat dan ditemukan kasus VPL di desa Campang Way Handak kabupaten Tanggamus, maka untuk meningkatkan hasil cakupan imunisasi dan untuk memutuskan mata rantai penularan Virus Polio Liar di Propinsi Lampung telah dilaksanakan Out Break Respon (ORI) di 5 Kabupaten/Kota dengan mengikuti aliran sungai Way Handak sampai ke Way Sekampung yaitu Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Lampung Tengah, Kota Metro dan Kabupaten Lampung Barat serta dilanjutkan dengan Pekan Imunisasi Nasional secara serentak di seluruh Indonesia dan didukung peningkatan cakupan Imunisasi Rutin (Dinas Kesehatan Propinsi Lampung, 2006)

1.2 Permasalahan

Menilai pelaksanaan program Imunisasi Hepatitis B0 pada Bayi di Puskesmas Simpur.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Dipahaminya program Imunisasi Heatitis B00 pada bayi mulai perencanaan sampai evaluasi program, secara menyeluruh, sehingga dapat meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan pada bayi serta tercapainya derajat kesehatan yang optimal.

1.3.2 Tujuan Khusus

Diketahuinya masalah dari program Imunisasi Hepatitis B0 pada bayi di Puskesmas Simpur

Diketahuinya kemungkinan penyebab masalah dari program Imunisasi Hepatitis B0 pada bayi di Puskesmas Simpur

Dirumuskannya alternatif pemecahan masalah bagi pelaksanaan program Imunisasi Hepatitis B0 pada bayi di Puskesmas Simpur.

1.4 KERANGKA KONSEP

Untuk mempermudah identifikasi faktor penyebab masalah kurangnya cakupan pemberian imunisasi wajib pada bayi di Puskesmas Rawat Inap Simpur diperlukan kerangka konsep dengan menggunakan pendekatan sistem

Kerangka Konsep

Gambar 1 : Kerangka konsep Cakupan Pemberian Imunisasi

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1 DEFINISI

Imunisasi ialah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit (Depkes RI, 1999).

Imunisasi ada dua macam, yaitu imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri. Contohnya adalah imunisasi polio atau campak. Sedangkan imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi, sehingga kadar antibodi dalam tubuh meningkat. Contohnya adalah penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah placenta selama masa kandungan, misalnya antibodi terhadap campak (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2005).

II.2 TUJUAN IMUNISASI

Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti imunisasi cacar. Keadaan yang terakhir ini lebih memungkinkan terjadi pada jenis penyakit yang hanya dapat ditularkan melalui manusia, seperti misalnya penyakit difteri. Memberikan kekebalan pada bayi, anak, ibu hamil, dan wanita usia subur. Keuntungan upaya imunisasi ini ialah melakukan tindakan pencegahan, karena mencegah jauh lebih baik dari mengobati (Depkes RI, 1999).

II.3 JENIS IMUNISASI WAJIB

Sesuai dengan program pemerintah, anak-anak wajib mendapatkan imunisasi dasar yaitu polio, campak, BCG, DPT dan Hepatitis B, yaitu imunisasi terhadap tujuh macam penyakit yaitu TBC, difteria, tetanus, batuk rejan (pertusis), polio, campak (measles, morbili) dan hepatitis B. Sedangkan imunisasi terhadap penyakit lain seperti gondongan (mumps), campak Jerman (rubella), tifus, radang selaput otak (meningitis) Hib, hepatitis A, cacar air (chicken pox, varicella) dan rabies tidak diwajibkan, tetapi dianjurkan.Berikut ini penjelasan mengenai beberapa vaksin yang sering diberikan pada anak:

1. VaksinBCGPenularan penyakit TBC terhadap seorang anak dapat terjadi karena terhirupnya percikan udara yang mengandung kuman TBC. Kuman ini dapat menyerang berbagai organ tubuh, seperti paru-paru (paling sering terjadi), kelenjar getah bening, tulang, sendi, ginjal, hati, atau selaput otak (yang terberat). Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan pada bayi yang baru lahir sampai usia 12 bulan, tetapi imunisasi ini sebaiknya dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan. Imunisasi ini cukup diberikan satu kali saja. Bila pemberian imunisasi ini "berhasil," maka setelah beberapa minggu di tempat suntikan akan timbul benjolan kecil. Karena luka suntikan meninggalkan bekas, maka pada bayi perempuan, suntikan sebaiknya dilakukan di paha kanan atas. Biasanya setelah suntikan BCG diberikan, bayi tidak menderita demam.BCG tidak dapat diberikan pada pasien pengidap leukemia, dalam pengobatan steroid jangka panjang, atau pengidap HIV. Apabila BCG diberikan pada usia lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu.2. Vaksin DPT (Difteria, Pertusis, Tetanus)

Kuman difteri sangat ganas dan mudah menular. Gejalanya adalah demam tinggi dan tampak adanya selaput putih kotor pada tonsil (amandel) yang dengan cepat meluas dan menutupi jalan napas. Selain itu racun yang dihasilkan kuman difteri dapat menyerang otot jantung, ginjal, dan beberapa serabut saraf. Racun dari kuman tetanus merusak sel saraf pusat tulang belakang, mengakibatkan kejang dan kaku seluruh tubuh. Pertusis (batuk 100 hari) cukup parah bila menyerang anak balita, bahkan penyakit ini dapat menyebabkankematian. Di Indonesia vaksin terhadap difteri, pertusis, dan tetanus terdapat dalam 3 jenis kemasan, yaitu: kemasan tunggal khusus untuk tetanus, bentuk kombinasi DT, dan kombinasi DPT. Imunisasi dasar DPT diberikan 3 kali, yaitu sejak bayi berumur 2 bulan dengan selang waktu penyuntikan minimal selama 4 minggu. Suntikan pertama tidak memberikan perlindungan apa-apa, itu sebabnya suntikan ini harus diberikan sebanyak 3 kali. Imunisasi ulang pertama dilakukan pada usia 1 - 2 tahun atau kurang lebih 1 tahun setelah suntikan imunisasi dasar ke-3. Imunisasi ulang berikutnya dilakukan pada usia 6 tahun atau kelas 1 SD. Pada saat kelas 6 SD diberikan lagi imunisasi ulang dengan vaksin DT (tanpa P). Reaksi yang terjadi biasanya demam ringan, pembengkakan dan nyeri di tempat suntikan selama 1-2 hari. Imunisasi ini tidak boleh diberikan kepada anak yang sakit parah dan yang menderita kejang demam kompleks.3. Vaksin Polio

Gejala yang umum terjadi akibat serangan virus polio adalah anak mendadak lumpuh pada salah satu anggota geraknya setelah demam selama 2-5 hari. Terdapat 2 jenis vaksin yang beredar, dan di Indonesia yang umum diberikan adalah vaksin Sabin (kuman yang dilemahkan). Cara pemberiannya melalui mulut. Di beberapa negara dikenal pula Tetravaccine, yaitu kombinasi DPT dan polio. Imunisasi dasar diberikan sejak anak baru lahir atau berumur beberapa hari dan selanjutnya diberikan setiap 4-6 minggu. Pemberian vaksin polio dapat dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin hepatitis B, dan DPT. Imunisasi ulangan diberikan bersamaan dengan imunisasi ulang DPT.4. Vaksin Campak (Morbili, Measles)Penyakit ini sangat mudah menular. Gejala yang khas adalah timbulnya bercak-bercak merah di kulit setelah 3-5 hari anak menderita demam, batuk, atau pilek. Bercak merah ini mula-mula timbul di pipi yang menjalar ke muka, tubuh, dan anggota badan. Bercak merah ini akan menjadi coklat kehitaman dan menghilang dalam waktu 7-10 hari. Pada stadium demam, penyakit campak sangat mudah menular. Sedangkan pada anak yang kurang gizi, penyakit ini dapat diikuti oleh komplikasi yang cukup berat seperti radang otak (encephalitis), radang paru, atau radang saluran kencing. Bayi baru lahir biasanya telah mendapat kekebalan pasif dari ibunya ketika dalam kandungan dan kekebalan ini bertahan hingga usia bayi mencapai 6 bulan. Imunisasi campak diberikan kepada anak usia 9 bulan. Biasanya tidak terdapat reaksi akibat imunisasi. Namun adakalanya terjadi demam ringan atau sedikit bercak merah pada pipi di bawah telinga, atau pembengkakan pada tempat suntikan.5. Vaksin Hepatitis BCara penularan hepatitis B dapat terjadi melalui mulut, transfusi darah, dan jarum suntik. Pada bayi, hepatitis B dapat tertular dari ibu melalui plasenta semasa bayi dalam kandungan atau pada saat kelahiran. Virus ini menyerang hati dan dapat menjadi kronik / menahun yang mungkin berkembang menjadi cirrhosis (pengerasan) hati dan kanker hati di kemudian hari. Imunisasi dasar hepatitis B diberikan 3 kali dengan tenggang waktu 1 bulan antara suntikan pertama dan kedua, dan tenggang waktu 5 bulan antara suntikan kedua dan ketiga. Imunisasi ulang diberikan 5 tahun setelah pemberian imunisasi dasar. Hepatitis B0 di berikan dalam jangka waktu 0-7 hari.II.4 JENIS VAKSIN

Pada dasarnya, vaksin dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :

1. Vaksin hidup attenuated (bakteri atau virus hidup yang dilemahkan)

Vaksin hidup dibuat dari virus atau bakteri liar (wild) penyebab penyakit. Virus atau bakteri liar ini dilemahkan (attenuated) di laboratorium, biasanya dengan cara pembiakaan berulang-ulang maupun dengan cara melakukan modifikasi virus atau bakteri penyebab penyakit. Vaksin mikroorganisme yang dihasilkan masih memiliki kemampuan untuk tumbuh menjadi banyak (replikasi) dan menimbulkan kekebalan tetapi tidak menyebabkan penyakit.

Vaksin hidup attenuated yang tersedia :

Berasal dari virus hidup : vaksin campak, gondongan (parotitis), rubela, polio, rotavirus, demam kuning (yellow fever)

Berasal dari bakteri : vaksin BCG dan demam tifoid oral.

2. Vaksin inactivated (bakteri, virus, atau komponennya, dibuat tidak aktif)

Vaksin inactivated dapat terdiri atas seluruh tubuh virus atau bakteri, atau fraksi (komponen) dari kedua organisme tersebut. Vaksin fraksi dapat berbasis protein atau berbasis polisakarida. Vaksin inactivated dihasilkan dengan cara membiakkan bakteri atau virus dalam media pembiakan (persemaian), kemudian dibuat tidak aktif (inactivated) dengan penambahan bahan kimia (biasanya formalin). Untuk vaksin fraksional, organisme tersebut dibuat murni dan hanya komponen-komponennya yang dimasukkan dalam vaksin (misalnya kapsul polisakarida dari kuman pneumokokus). Vaksin ini tidak hidup dan tidak dapat tumbuh, maka seluruh dosis antigen dimasukkan dalam suntikan. Vaksin ini tidak menyebabkan penyakit (walaupun pada orang dengan defisiensi imun) dan tidak dapat mengalami mutasi menjadi bentuk patogenik. Vaksin inactivated selalu membutuhkan dosis ganda.

Vaksin inactivated yang tersedia saat ini berasal dari :

Seluruh sel virus yang inactivated, contoh influenza, polio, rabies, hepatitis A

Seluruh bakteri yang inactivated, contoh pertusis, tifoid, lepra

Vaksin fraksional yang masuk sub-unit, contoh hepatitis B, influenza, pertusis a-seluler, tifoid Vi, lyme disease Toksoid, contoh difteria, tetanus, botulinum

Polisakarida murni, contoh pneumokokus, meningokokus, dan Haemophilus influenza tipe b

Gabungan polisakarida (Haemophilus influenzae tipe b dan pneumokokus) (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2005)

II.5 TATA CARA PEMBERIAN IMUNISASI

Sebelum melaksanakan vaksinasi, dianjurkan mengikuti tata cara sebagai berikut :

1. Memberitahukan secara rinci tentang risiko imunisasi dan risiko apabila tidak divaksinasi

2. Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan secepatnya bila terjadi reaksi ikutan yang tidak diharapkan

3. Baca dengan teliti informasi tentang produk (vaksin) yang akan diberikan dan jangan lupa mendapat persetujuan orang tua. Melakukan tanya jawab dengan orang tua atau pengasuhnya sebelum melakukan imunisasi

4. Tinjau kembali apakah ada indikasi kontra terhadap vaksin yang akan diberikan

5. Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila diperlukan

6. Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan dengan baik

7. Periksa vaksin yang akan diberikan apakah tampak tanda-tanda perubahan; periksa tanggal kadaluwarsa dan catat hal-hal istimewa, misalnya adanya perubahan warna yang menunjukkan adanya kerusakan

8. Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan ditawarkan pula vaksin lain untuk mengejar imunisasi yang tertinggal (catch up vaccination) bila diperlukan

9. Berikan vaksin dengan teknik yang benar

10. Setelah pemberian vaksin, kerjakan hal-hal sebagai berikut :

Berilah petunjuk (sebaiknya tertulis) kepada orang tua atau pengasuh apa yang harus dikerjakan dalam kejadian reaksi yang biasa atau reaksi ikutan yang lebih berat

Catat imunisasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan klinis

Catatan imunisasi secara rinci harus disampaikan kepada Dinas Kesehatan bidang Pemberantasan Penyakit Menular

Periksa status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan vaksinasi untuk mengejar ketinggalan, bila diperlukan.

Dalam situasi vaksinasi yang dilaksanakan untuk kelompok besar, pelaksanaannya dapat bervariasi, namun rekomendasi tetap seperti di atas yang berpegang pada prinsip-prinsip higienis, surat persetujuan yang valid, dan pemeriksaan / penilaian sebelum imunisasi harus dikerjakan (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2005).

II.6 PENYIMPANAN

Vaksin yang disimpan dan diangkut secara tidak benar akan kehilangan potensinya. Instruksi pada lembar penyuluhan (brosur) informasi produk harus disertakan. Aturan umum untuk sebagian besar vaksin, bahwa vaksin harus didinginkan pada temperatur 2 8 C dan tidak membeku. Sejumlah vaksin (DPT, Hib, hepatitis B, dan hepatitis A) menjadi tidak aktif bila beku. Pengguna dinasehatkan untuk melakukan konsultasi guna mendapatkan informasi khusus vaksin-vaksin individual, karena beberapa vaksin (OPV dan Yellow fever) dapat disimpan dalam keadaan beku (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2005).

II.7 JADWAL PEMBERIAN IMUNISASI WAJIB

Gambar 2: Jadwal Pemberian Imunisasi

Jadwal Imunisasi berdasarkan rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) 2009

JENISVAKSINUMUR PEMBERIAN VAKSINASI

BULANTAHUN

LHR123456912151823561012

PROGRAM PENGEMBANGAN IMUNISASI (PPI - diwajibkan)

BCG

HEPATITIS B123

POLIO012345

DTP123456

CAMPAK12

PROGRAM IMUNISASI NON-PPI (dianjurkan)

HIB1234

PNEUMOKOKUS (PCV)1234

INFLUENZADIBERIKAN SETAHUN SEKALI

MMR12

TIFOIDULANGAN TIAP 3 TAHUN

HEPATITIS A2x INTERVAL 6 - 12 BLN

VARISELA

Keterangan Jadwal Imunisasi Periode 2009VaksinKeterangan

Hepatitis BHB diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada umur 1 dan 3 - 6 bulan. Interval dosis minimal 4 minggu.

PolioPolio-0 diberikan pada saat kunjungan pertama. Untuk bayi yang lahir di RB/RS OPV diberikan pada saat bayi dipulangkan (untuk menghindari transmisi virus vaksin kepada bayi lain).

BCGDiberikan sejak lahir. Apabila umur > 3 bulan harus dilakukan uji tuberkulin terlebih dulu, BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif.

DTPDiberikan pada umur 6 minggu, DTwP atau secara kombinasi dengan Hep B atau Hib. Ulangan DTP umur 18 bulan dan 5 tahun. Umur 12 tahun mendapat TT pada program BIAS SD kelas VI.

HIBDiberikan mulai umur 2 bulan dengan interval 2 bulan. Diberikan terpisah atau kombinasi.

VaksinKeteranganCampakCampak-1 umur 9 bulan, campak-2 diberikan pada program BIAS pada SD kelas 1, umur 6 tahun.

MMRMMR dapat diberikan pada umur 12 bulan, apabila belum mendapat campak 9 bulan. Umur 6 tahun diberikan untuk ulangan MMR maupun catch-up Immunization.

Pneumokokus (PCV)Pada anak yang belum mendapatkan PCV pada umur 1 tahun PCV diberikan dua kali dengan interval 2 bulan. Pada umur 2 -5 tahun diberikan satu kali.

InfluenzaUmur 8 tahun yang mendapat vaksin influenza trivalen (TIV) pertama kalinya harus mendapat 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.

Hepatitis AHepatitis A diberikan pada umur 2 tahun, dua kali dengan interval 6 - 12 bulan.

TifoidTifoid polisakarida injeksi diberikan pada umur 2 tahun, diulang setiap 3 tahun.

Tabel 1: Jadwal Imunisasi Dasar Puskesmas Rawat Inap SimpurUMUR

VAKSIN

0 -7 HariHB 0

1 BulanBCG, Polio 1

2 BulanDPT-HB 1, Polio 2

3 Bulan

DPT-HB 2, Polio 3

4 Bulan

DPT-HB 3, Polio 4

9 Bulan

Campak

II.8 TUJUAN PROGRAM

1. Umum

Turunnya angka kesakitan, kecacatan dan kematian bayi akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I)

2. Khusus

a. Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI) yaitu cakupan imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di 100% desa/kelurahan pada tahun 2010

b. Tercapainya Eliminasi Tetanus Neonatorum/ETN (insiden dibawah 1/1000 kelahiran hidup dalam satu tahun) pada tahun 2005

c. Tercapainya pemutusan rantai penularan Poliomyelitis pada tahun 2004-2005 serta sertifikasi bebas polio pada tahun 2008

d. Tercapainya Reduksi Campak (Recam) pada tahun 2004 (Dinas Kesehatan Propinsi Lampung, 2006).II.9 SASARAN PROGRAM

1. Sasaran Berdasarkan Usia yang Diimunisasi

a.Imunisasi Rutin :

Bayi (dibawah satu tahun)

Wanita Usia Subur (WUS) ialah wanita berusia 15 39 tahun, termasuk Ibu Hamil (Bumil) dan Calon Pengantin (Catin)

Anak usia Sekolah Dasar (SD)

b. Imunisasi Tambahan

Bayi dan anak

2. Sasaran Berdasarkan tingkat kekebalan yang ditimbulkan

a. Imunisasi Dasar

Bayi

b. Imunisasi Lanjutan

Anak usia sekolah dasar (SD)

Wanita Usia Subur (WUS) (Dinas Kesehatan Propinsi Lampung, 2006).

II.10 KEBIJAKAN PROGRAM IMUNISASI

1. Penyelenggaraan Imunisasi dilaksanakan oleh Pemerintah, swasta dan masyarakat, dengan mempertahankan prinsip keterpaduan antar pihak terkait

2. Mengupayakan pemerataan jangkauan pelayanan imunisasi baik terhadap sasaran masyarakat maupun sasaran wilayah

3. Mengupayakan kualitas pelayanan yang bermutu

4. Mengupayakan kesinambungan penyelenggaraan melalui perencanaan program dan anggaran terpadu

5. Perhatian khusus diberikan untuk wilayah rawan sosial, rawan penyakit (KLB) dan daerah-daerah sulit secara geografis (Dinas Kesehatan Propinsi Lampung, 2006).

II.11 TARGET PROGRAM

1. Tercapainya Universal Child Immunization (UCI) desa 90% dengan indikator campak

2. Tercapainya Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) 1/1000 kelahiran hidup dalam satu tahun

3. Tercapainya Reduksi Campak/Recam ,angka kesakitan campak turun 90% dan angka kematian turun sampai 95%

4. Tercapainya mutu pelayanan imunisasi (Dinas Kesehatan Propinsi Lampung, 2006).

II.12 STRATEGI

Kegiatan lintas program sangat penting dalam peningkatan cakupan, seperti integrasi dengan KIA, KB, Posyandu, dan UKS. Untuk mencapai UCI (Universal Child Immunization) berupa tercapainya cakupan imunisasi lengkap pada bayi minimal 80% secara merata sampai tingkat desa, perlu disusun strategi yang baik.

Keberhasilan program dalam mempertahankan cakupan tinggi di satu wilayah dan meningkatkan cakupan yang masih rendah di wilayah yang lain adalah menjadi bagian dari tanggung jawab Pemerintah Daerah (Pemda) setempat. Hal ini ditegaskan dalam Surat Edaran Mendagri No.440/1300/PUOD, tanggal 10 April 1990. Selain ikut memantau pencapaian Universal Child Immunization (UCI) di wilayahnya, peran Pemda dalam penyediaan dana sangat diperlukan.

1. Meningkatkan dan mempertahankan cakupan diatas 80% dan permintaan dengan indikator desa Universal Child Immunization (UCI) dan desa Non Universal Child Immunization (UCI)2. Upaya pencapaian Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN), Erapo dan Recam melalui pendekatan resiko

3. Meningkatkan mutu pelayanan

4. Peningkatan efisiensi

5. Pemberdayaan Kabupaten/Kota

6. Peningkatan kemitraan

Status Universal Child Immunization (UCI) atau cakupan imunisasi diatas 80% ini harus diupayakan merata pada tingkat administratif yang paling rendah untuk menghindari terdapatnya daerah cakupan rendah yang merupakan daerah kantong resiko tinggi PD3I, yang nantinya akan merupakan sumber penularan bagi wilayah di sekitarnya (Dinas Kesehatan Propinsi Lampung, 2001).

II.13 KEGIATAN IMUNISASI

1. Menentukan sasaran imunisasi

a. Bayi (0 s/d 11 bulan)

Jumlah bayi = % angka kelahiran Propinsi x jumlah penduduk

b. Ibu hamil

Jumlah bumil = 1,1 x jumlah bayi

c. Anak SD

Diperoleh dari Kantor Departemen P dan K setempat, atau dari Kepala Sekolah

d. Calon Pengantin Wanita

Untuk Caten Islam diperoleh data dari Kantor Urusan Agama setempat, untuk non muslim dari Instansi yang melaksanakan pernikahan

e. Wanita Usia Subur (15 39 tahun)

Diperoleh dari Kantor Kecamatan setempat atau desa yang akan dilayani imunisasi

2. Membuat jadwal pelayanan imunisasi

Jadwal imunisasi penting untuk mempersiapkan vaksin yang diperlukan

3. Merencanakan kebutuhan vaksin dan peralatan vaksinasi cold chain dan buku pencatatan dan pelaporan. Waktu membawa vaksin ke lapangan (sekolah dsb) harus menggunakan vaccine carrier atau termos4. Menyimpan vaksin di Puskesmas sesuai dengan ketentuan sbb :

a. Semua vaksin disimpan di lemari es suhu 2 8 derajat celcius

b. Mini Freezer hanya digunakan untuk membuat cold pack

c. Vaksin Polio, Campak dan BCG ditempatkan dekat evaporator

d. Vaksin DPT, TT, dan Hepatitis di bagian yang jauh dari evaporator, dan ketiga vaksin tidak boleh beku

5. Memberikan pelayanan imunisasi

6. Memberikan penyuluhan dan membina peran serta masyarakat

7. Melakukan pemantauan (monitoring) secara terus menerus dengan Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)

8. Pencatatan dan pelaporan tentang hasil kegiatan, persediaan vaksin, dan lain-lain yang berkaitan. (Depkes RI, 1999)

III. METODE EVALUASI

III.1 Tolak Ukur Penilaian

Evaluasi dilakukan pada program Imunisasi Dasar di Puskesmas Simpur. Adapun sumber rujukan tolak ukur penilaian yang digunakan adalah sebagai berikut :

Pedoman Kerja Puskesmas Jilid 2, Departemen Kesehatan RI, Tahun 2004

III.2 Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan berupa:

1. Sumber data primer Pengamatan di Puskesmas Simpur

2. Sumber data sekunder

Laporan bulanan Program Imunisasi Puskesmas Rawat Inap Simpur pada periode Januari - November 2009

III.3 Cara Analisis

Evaluasi Program Imunisasi Dasar pada bayi di Puskesmas Simpur dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Menetapkan beberapa tolak ukur dari unsur keluaran

Langkah awal untuk dapat menentukan adanya masalah dari pencapaian hasil output adalah dengan menetapkan beberapa tolak ukur atau standar yang ingin dicapai. Nilai standar atau tolak ukur ini dapat diperoleh dari Pedoman Kerja Puskesmas tahun 1999.

2. Menentukan satu tolak ukur yang akan digunakan

Dari beberapa tolak ukur yang ada, dipilih satu tolak ukur yang akan digunakan.

3. Membandingkan pencapaian keluaran program dengan tolak ukur keluaran. Bila terdapat kesenjangan, ditetapkan sebagai masalah.

Setelah diketahui tolak ukur, selanjutnya adalah membandingkan hasil pencapaian keluaran Puskesmas (output) dengan tolak ukur tersebut. Bila pencapaian keluaran Puskesmas tidak sesuai dengan tolak ukur, maka ditetapkan sebagai masalah.

4. Menetapkan prioritas masalah

Masalah-masalah pada komponen output tidak semuanya dapat diatasi secara bersamaan mengingat keterbatasan kemampuan Puskesmas. Selain itu adanya kemungkinan masalah-masalah tersebut berkaitan satu dengan yang lainnya dan bila diselesaikan salah satu masalah yang dianggap paling penting, maka masalah lainnya dapat teratasi pula. Oleh sebab itu, ditetapkanlah prioritas masalah yang akan dicari solusi untuk memecahkannya.

5. Membuat kerangka konsep dari masalah yang diprioritaskan

Untuk menentukan penyebab masalah yang telah diprioritaskan tersebut, maka dibuatlah kerangka konsep masalah. Hal ini bertujuan untuk menentukan faktor-faktor penyebab masalah yang telah diprioritaskan tadi yang berasal dari komponen sistem yang lainnya, yaitu komponen input, proses, lingkungan dan umpan balik. Dengan menggunakan kerangka konsep diharapkan semua faktor penyebab masalah dapat diketahui dan diidentifikasi sehingga tidak ada yang tertinggal.

6. Identifikasi penyebab masalah

Berbagai penyebab masalah yang terdapat pada kerangka konsep selanjutnya akan diidentifikasi. Identifikasi penyebab masalah dilakukan dengan membandingkan antara tolak ukur atau standar komponen-komponen input, proses, lingkungan dan umpan balik dengan pencapaian di lapangan. Bila terdapat kesenjangan, maka ditetapkan sebagai penyebab masalah yang diprioritaskan tadi.

7. Membuat alternatif pemecahan masalah

Setelah diketahui semua penyebab masalah, dicari dan dibuat beberapa alternatif pemecahan masalah. Alternatif-alternatif pemecahan masalah tersebut dibuat untuk mengatasi penyebab-penyebab masalah yang telah ditentukan. Alternatif pemecahan masalah ini dibuat dengan memperhatikan kemampuan serta situasi dan kondisi Puskesmas.

8. Menentukan prioritas cara pemecahan masalah

Dari berbagai alternatif cara pemecahan masalah yang telah dibuat, maka akan dipilih satu cara pemecahan masalah (untuk masing-masing penyebab masalah) yang dianggap paling baik dan memungkinkan.

IV. GAMBARAN WILAYAH KERJA

PUSKESMAS RAWAT INAP SIMPURIV.1 Data Geografi dan Topografi

1. Letak WilayahPuskesmas Rawat Inap Simpur terletak di wilayah Jl. Tamin No 121 Tanjung Karang Pusat, Bandar Lampung.

2. Batas-Batas Wilayah Puskesmas Rawat Inap Simpur

Sebelah Utara

: Kelurahan Kaliawi, Gotong Royong, dan Pelita

Sebelah Selatan: Kecamatan Kedaton

Sebelah Barat

: Kecamatan Tanjung Karang Barat dan Kelurahan

Suka Jawa

Sebelah Timur

: Kecamatan Tanjung Karang Timur dan Rawa Laut

3. Wilayah Kerja

Luas wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Simpur adalah 121 Hektar, yang terdiri dari 4 Kelurahan, yaitu;

Kelurahan Pasir Gintung

30 Hektar

Kelurahan Gunung Sari

16 Hektar

Kelurahan Penengahan

52 Hektar

Kelurahan Kelapa Tiga

23 Hektar

4. Data Demografi Puskesmas Rawat Inap SimpurTabel 2. Data Demografi Puskesmas Rawat Inap Simpur Tahun 2009

NoKelurahanJumlah PendudukJumlah RumahJumlah KK

1Pasir Gintung661610891970

2Gunung Sari12994698666

3Penengahan703210001563

4Kelapa Tiga1200812162668

JUMLAH38.6504.0036.867

V. HASIL EVALUASI

V.1 Identifikasi Masalah

Suatu masalah ditetapkan jika terdapat kesenjangan antara keluaran dengan tolak ukurnya, sedangkan penyebab masalah ditentukan bila ada kesenangan antara unsur sistem lainnya dengan tolak ukur. Proses identifikasi masalah dilakukan secara bertahap, dimulai dari keluaran (output) program kerja puskesmas, kemudian apabila ditemukan adanya kesenjangan antara tolak ukur dengan data keluaran tersebut maka harus dicari kemungkinan penyebab masalah pada unsur masukan (input, proses, atau lingkungan)

Gambar 2. Pendekatan sistem

Tabel 3 : Variabel Keluaran

Variabel KeluaranTolak UkurPencapaianMasalah

1. Cakupan bayi yang mendapat imunisasi dasar

100% bayi mendapatkan imunisasi dasar lengkap( karena evaluasi pada semester I maka tolak ukur >50% bayi mendapat imunisasi dasar)

Jumlah bayi menurut data proyeksi sasaran bayi tahun 2009 adalah 576 orang

Jumlah bayi yang mendapatkan imunisasi BCG sebanyak 355 orang (61,6 %)

Jumlah bayi yang mendapat imunisasi Hepatitis B 0 < 7 hari sebanyak 92 orang (16,0 %)

Jumlah bayi yang mendapat imunisasi DPT-HB Kombo 1 sebanyak 410 orang (71,2%) , imunisasi DPT-HB Kombo 2 sebanyak 383 orang (66,5%) dan yang mendapat imunisasi DPT-HB Kombo 3 sebanyak 424 orang (73,6%)

Jumlah bayi yang mendapat imunisasi polio 1 sebanyak 404 orang (70,5%) Jumlah bayi yang mendapat imunisasi polio 2 sebanyak 387 orang (67,2 %) Jumlah bayi yang mendapat imunisasi polio 3 sebanyak 384 orang (66,7 %)

Jumlah bayi yang mendapat imunisasi polio 4 sebanyak 413 orang (73,6 %)

Jumlah bayi yang mendapat imunisasi campak 425 orang (73,8 %)(-)

(+)

(-)

(-)

(-)

(-)

Masalah yang ditemukan pada program Pencegahan dan Penularan Penyakit (P2P) subprogram imunisasi pada bayi di Puskesmas Rawat Inap Simpur ( Januari 2009 November 2009) adalah kurangnya cakupan pemberian hepatitis B 0 pada bayi.

Masalah ini ditegakkan karena adanya perbedaan antara hasil yang diharapkan dengan tolak ukur, dimana angka kurangnya cakupan imunisasi hepatitis B 0 pada bayi adalah >50% , sementara angka cakupan pada periode Januari 2009 November 2009 adalah 16,0%. Berdasarkan tolak ukur yang digunakan oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, maka angka cakupan yang dicapai oleh Puskesmas Rawat Inap Simpur belum mencapai target.

V.2 Identifikasi Faktor Penyebab Masalah

Sesuai dengan pendekatan sistem, kurangnya cakupan imunisasi hepatitis B 0 pada bayi di Puskesmas Rawat Inap Simpur merupakan suatu output / hasil yang tidak sesuai dengan target. Untuk mengatasinya, dengan pendekatan sistem harus diperhatikan kemungkinan adanya masalah pada komponen lain pada sistem, mengingat suatu sistem merupakan keadaan yang berkesinambungan dan saling mempengaruhi.Tabel 4: Variabel, Tolak Ukur dan PencapaianNOVARIABELTOLAK UKURPENCAPAIANMASALAH

1.Masukan

Tenaga

Dana

Promosi Kesehatan

Jumlah vaksin yang tersediaTenaga pelaksana kegiatan pemberian imunisasi di tingkat Posyandu / Puskesmas.

Tersedianya dana untuk biaya operasional termasuk biaya jasa tenaga kesehatan dan kader dalam melakukan sweeping yang berasal dari APBN dan/atau APBD.

Intensitas penyuluhan di Posyandu / Puskesmas, tersedianya alat promosi kesehatan berupa poster, leaflet tentang imunisasi dan program pemberian imunisasi DPT-HB Kombo 1, DPT-HB Kombo 2 dan DPT-HB Kombo 3 serta hepatitis B

Jumlah vaksin yang tersedia sesuai dengan jumlah sasaran pemberian imunisasi

1orang penanggung jawab atau koordinator KIA di Puskesmas, 130 kader aktif

Vaksin BCG, Campak, Polio, DPT-HB Kombo 1, DPT-HB Kombo 2 dan DPT-HB Kombo 3 serta hepatitis B diberikan oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung. Tidak ada alokasi dana khusus untuk kegiatan sweeping.

Penyuluhan masih jarang dilakukan dan media promosi kesehatan terpasang di Posyandu / Puskesmas.

Jumlah vaksin yang tersedia di Puskesmas sesuai dengan kebutuhan(-)

(+)

(+)

(-)

2.Proses

Kegiatan sweeping / kunjungan rumahDilakukan sweeping / kunjungan rumah setiap bulan untuk segera menemukan bayi yang tidak mendapat imunisasi DPT-HB Kombo 1, DPT-HB Kombo 2 dan DPT-HB Kombo 3 serta hepatitis B 0

Sweeping hanya dilakukan setiap 4 bulan sekali (3 x dalam setahun)(+)

3.Lingkungan

Fisik

Non Fisik Lokasi pelayanan (Posyandu/Puskesmas) mudah dijangkau

Pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat Lokasi pelayanan (Posyandu / Puskesmas) letaknya lebih sulit dijangkau, dibandingkan dengan puskesmas atau posyandu diluar wilayah kerja.

Pengetahuan masyarakat terutama ibu bayi mengenai pentingnya imunisasi kurang (+)

(+)

V.3 Masalah Yang Ada Pada Komponen Sistem

Pada input ditemukan masalah berupa dana, promosi kesehatan. Dana menjadi kendala karena pada saat ini pelayanan imunisasi di Posyandu / Puskesmas tidak dikenakan biaya dan seluruh biaya operasional kegiatan Puskesmas ditanggung oleh Pemerintah Daerah namun jumlahnya tidak mencukupi maka tidak ada alokasi dana khusus untuk kegiatan sweeping yang rutin. Promosi kesehatan yang belum berjalan dengan rutin dan tidak tersedianya media yang memadai untuk terselenggaranya pendidikan kesehatan bagi masyarakat.

Pada proses ditemukan masalah berupa kegiatan sweeping yang jarang dilakukan. Sedangkan kegiatan sweeping merupakan kegiatan yang sangat penting dilakukan mengingat tidak semua bayi dibawa orang tuanya ke Posyandu / Puskesmas. Kegiatan ini diperlukan dalam rangka menjaring bayi yang belum mendapat imunisasi maupun yang sudah namun belum tercatat. Selain itu kegiatan ini penting peranannya dalam penyuluhan kepada ibu bayi tentang pentingnya imunisasi dan memberikan informasi yang benar kepada ibu bayi sehubungan dengan adanya kepercayaan bahwa bayi tidak boleh keluar sebelum berusia 40 hari, sehingga ibu bayi mau meluangkan waktu untuk membawa bayinya ke Posyandu / Puskesmas.

Pada lingkungan didapatkan masalah fisik dan non fisik, berupa pengetahuan, sikap, dan perilaku (PSP) masyarakat yang masih rendah sehingga dapat mempengaruhi keberhasilan program imunisasi. Walaupun PSP masyarakat masih rendah dan imunisasi yang diberikan gratis tetapi masih ada bayi yang belum mendapatkan imunisasi hepatitis B 0 maupun imunisasi lainnya. Selain itu, masalah fisik dimana lokasi posyandu maupun puskesmas berada jauh dari tempat tinggal si bayi, sehingga orang tua cenderung membawa bayinya untuk di imunisasi ke posyandu maupun puskesmas yang lebih dekat dengan lokasi tempat tinggalnya. Sedangkan puskesmas tempat bayinya di imunisasi berada di luar wilayah kerja puskesmas simpur. Selain itu juga adanya kecenderungan melahirkan bayi di rumah bersalin ataupun bidan praktik swasta yang berada di luar wilayah kerja membuat si bayi tidak tercatat dalam data bayi yang mendapat imunisasi HB 0 < 7 hari.

Permasalahan Internal

Tabel 5: Prioritas masalah internal dengan metoda USG

NoMasalahUSGSkor total

1SDM

Petugas P2M imunisasi

344

11

2Dana Operasional

Reward bagi petugas puskesmas untuk melakukan imunisasi

Reward bagi petugas untuk sweeping4

34

22

210

7

3Sarana dan Prasarana

- Posyandu sebagai ujung tombak program

imunisasi

- Jumlah Vaksin5454441412

4Program yang Dapat Mendukung Pelaksanaan Program Imunisasi dasar

- Kerjasama lintas program

- Promosi kesehatan tentang pentingnya imunisasi

- Kegiatan evalusi program Imunisasi3

5

44

5

34

4

311

14

10

Permasalahan eksternal

Tabe 6 : Prioritas masalah eksternal dengan metoda USG

NoMasalahUSGSkor Total

1Peran Serta Masyarakat

Perilaku masyarakat

Pengetahuan masyarakat

Kesadaran akan pentingnya imunisasi3

3

54

4

53

4

410

11

14

2Lintas Sektor

Kerjasama antara sektor kesehatan dan sektor lainnya43310

3Lingkungan

Jumlah balita

Akses menuju puskesmas3

43

42

48

12

Setelah dilakukan pencarian masalah utama pada komponen-komponen diatas, diperoleh satu masalah internal dan satu masalah ekternal utama. Masalah internal utama yaitu Promosi kesehatan tentang pentingnya imunisasi di Puskesmas dan posyandu sebagai ujung tombak program imunisasi serta masalah ekternal yaitu kurangnya kesadaran para ibu tentang pentingnya imunisasi.

1. Permasalahan promosi kesehatan yang terfokus pada pentingnya imunisasi wajib bagi balita di wilayah kerja Puskesmas Simpur pada bulan Januari - November 2009.Tidak tercapainya pencapaian sasaran angka minimal yang harus dicapai untuk cakupan pemberian imunisasi hepatitis B 0 pada bulan Januari-November 2009 di Puskesmas Simpur karena kurang optimalnya promosi petugas Puskesmas Simpur akan pentingnya imunisasi wajib wajib bagi balita. Kendala timbul karena kurangnya penggalakan program promosi kesehatan akan pentingnya imunisasi untuk kekebalan tubuh terhadap penyakit pada balita. Kegiatan Puskesmas hanya berupa kegiatan rutin imunisasi yaitu pemberian imunisasi di Posyandu dan Puskesmas, tampa dilakukan penyuluhan mengenai pentingnya imunisasi.

Hal ini menyebabkan masyarakat tidak memiliki perhatian khusus terhadap pentingnya imunisasi padahal seperti yang kita ketahui bahwa imunisasi dapat mencegah timbulnya penyakit serta meningkatkan sistem kekebalan tubuh anak tersebut yang tentunya akan mempengaruhi kualitas generasi penerus bangsa.

2. Permasalahan posyandu sebagai ujung tombak program imunisasi di wilayah kerja Puskesmas Simpur pada bulan Januari-November 2009

Posyandu merupakan salah satu program puskesmas yang lebih dekat ke masyarakat, dengan diberdayakannya masyarakat setempat yang dikenal dengan kader. Namun masih ada juga masyarakat yang enggan membawa bayinya datang ke posyandu untuk mendapatkan imunisasi. Kurangnya kesadaran ibu untuk datang ke posyandu tak lepas dari kader yang kurang aktif sehingga fungsi posyandu sebagai ujung tombak program imunisasi tidak maksimal.

3. Permasalahan kurangnya pengetahuan, sikap, dan perilaku (PSP) serta kesadaran para ibu tentang pentingnya imunisasi wajib bagi balita di wilayah kerja Puskesmas Simpur pada bulan Januari-November 2009.

Masyarakat kurang mengetahui tentang pentingnya imunisasi bagi sistem kekebalan tubuh pada bayi sehingga bayi rentan terserang penyakit tertentu. Masyarakat masih enggan atau malas datang ke Puskesmas atau Posyandu bisa disebabkan karena kesibukan ibu sebagai ibu rumah tangga atau bekerja, ibu belum mengetahui dengan baik keguanaan Puskesmas ataupun Posyandu terutama dalam pelayanan imunisasi wajib, dan kurangnya informasi mengenai imunisasi.

Para Ibu yang memiliki balita banyak yang belum tahu bahwa pemberian imunisasi yang terbaik adalah pemberian yang tepat jadual, bila tidak perlindungan terhadap penyakit yang ingin ditangkal menjadi tidak optimal. Boleh ditunda, bila kondisi anak sedang sakit. bila anak sudah sehat segera lengkapi imunisasinya. Selain itu juga para ibu takut terjadi komplikasi setelah pemberian imunisasi atau yang lebih dikenal dengan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI). KIPI adalah kejadian sakit yang mungkin timbul setelah imunisasi. kejadian ini umumnya terjadi dalam masa satu bulan setelah imunisasi.

VI. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

Belum tercapainya imunisasi hepatitis B 0 pada bayi tidak terlepas dari komponen sistem yang lain. Berdasarkan faktor penyebab masalah yang diidentifikasi, maka alternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut :

Masalah tingkat pendidikan dan PSP masyarakat yang rendah

Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat akan kesehatan khususnya tentang pentingnya imunisasi bagi bayi salah satunya dengan cara pembuatan leaflet / brosur serta penyuluhan secara langsung dari petugas kesehatan kepada orang tua bayi. Kemudian leaflet / brosur ini dapat disebarkan ke rumah-rumah penduduk atau dapat pula dititipkan pada ibu bayi yang sudah dating ke Posyandu / Puskesmas untuk membantu memberikan leaflet tersebut kepada tetangga-tetangganya yang memiliki bayi.

Promosi kesehatan merupakan salah satu kegiatan yang penting dan sangat mempengaruhi keberhasilan program imunisasi wajib. Promosi kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan sikap dan perilaku (PSP) masyarakat tentang suatu penyakit dan pencegahannya. Promosi kesehatan yang baik dan terlaksana secara kontinyu dapat meningkatkan PSP masyarakat ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu untuk mengatasi masalah promosi kesehatan yang belum maksimal dilakukan maka sangat perlu dilakukan penyuluhan yang lebih rutin dan terjadwal terutama untuk setiap bulannya. Penyuluhan dapat dilakukan di puskesmas ataupun setiap posyandu binaan. Penyuluhan dapat dilakukan melalui media media yang menarik dan juga mudah dimengerti sehingga penyampaian pesan kesehatan dapat berjalan dengan efektif. Promosi kesehatan puskesmas juga sangat didukung oleh iklan layanan masyarakat tentang imunisasi wajib melalui media televisi dan radio yang sangat rutin disiarkan dan menarik dalam penyampaiannya.

Posyandu sebagai ujung tombak program imunisasi dapat berfungsi dengan baik melalui kader-kader yang terlatih dan aktif. Para kader bertugas untuk mencari dan mendata bayi-bayi yang sudah maupun belum mendapat imunisasi wajib sekaligus menganjurkan ibu supaya membawa bayi ke posyandu maupun ke puskesmas terdekat untuk segera di imunisasi. Sehingga bayi-bayi yang berada dalam wilayah kerja dapat tercatat dan terdata.

Dengan mengatasi semua faktor penyebab masalah melalui upaya perbaikan pada komponen input, proses, lingkungan dan memperhatikan dampak bagi kesehatan masyarakat maka diharapkan program imunisasi wajib pada bayi dapat berlangsung dengan efektif dan efisien, serta mencapai tujuan sesuai yang diharapkan.A. MENYUSUN ALTERNATIF JALAN KELUAR

Tabel 6.1 Menetapkan Alternatif Pemecahan Masalah (Jalan Keluar)MasalahPenyebabAlternatif

Rendahnya angka kunjungan imunisasi HB 0 Masalah Internal

Minimnya promosi kesehatan tentang pentingnya hepatitis B0 dari petugas kesehatan Tenaga kesehatan yang ada belum optimal dan menekankan untuk melakukan pelayanan.Masalah Eksternal

Minimnya pengetahuan

masyarakat mengenai

imunisasi HB0, kesadaran untuk melakukan imunisasi juga kurangg Petugas kesehatan Melakukan promosi kesehatan yang menarik ( audio visual) tentang manfaat imunisasi HB0 dan penyakit Hepatitis B (penyebab, penularan, dan komplikasi) Meningkatkan Pelaksanaan dan pengembangan imunisasi hepatitis B0 melalui

Posyandu (mendata BBL) Kunjungan aktif petugas puskesmas ( tim khusus ) mencari BBL bekerja sama dengan Bidan setempat Motivasi bagi petugas kesehatan agar aktif melakukan imunisasi hepatitis B0

Edukasi kepada masyarakat agar melakukan imunisasi HB0 dan memberikan reward pada ibu-ibu yang melakukan imunisasi HB0

B. MEMILIH PRIORITAS JALAN KELUAR

Tabel 6.1 Memilih Prioritas Pemecahan Masalah (Jalan Keluar)

NoDaftar Alternatif Jalan KeluarEfektivitasEfisiensiJumlah

(MIV/C)

MIVC

1.

2.

3.

4.

Petugas kesehatan Melakukan promosi kesehatan yang menarik ( audio visual) tentang manfaat imunisasi HB0 dan penyakit Hepatitis B (penyebab, penularan, dan komplikasi) Meningkatkan

Pelaksanaan dan

pengembangan imunisasi hepatitis B0 melalui Posyandu (mendata BBL)

Kunjungan aktif petugas puskesmas ( tim khusus ) mencari BBL bekerja sama dengan Bidan setempat Motivasi bagi petugas kesehatan agar aktif melakukan imunisasi hepatitis B0 - Edukasi kepada masyarakat agar melakukan imunisasi HB0 dan memberikan reward pada ibu-ibu yang melakukan imunisasi HB044

3 3

3

4

3

2

3

32 2

3

33

3

1216

6

4

VII. SIMPULAN DAN SARAN

VII.1 SIMPULAN

1. Berdasarkan Evaluasi Program Imunisasi Dasar Pada Bayi Pencegahan di Puskesmas Rawat Inap Simpur bulan Januari-November 2009, didapatkan masalah kurangnya cakupan pemberian imunisasi hepatitis B 0.2. Faktor penyebab masalah yang telah diidentifikasi meliputi masalah promosi kesehatan yang kurang serta tingkat pendidikan dan PSP masyarakat yang rendah.

3. Alternatif pemecahan masalah yang dapat dipertimbangkan meliputi pengadaan alokasi dana khusus untuk kegiatan sweeping, pembuatan media promosi kesehatan yang menarik dan mudah dimengerti oleh masyarakat, permintaan pengadaan hepatitis B 0 yang sesuai dengan kebutuhan dan melakukan penyimpanan vaksin dengan baik dan benar, mengoptimalkan pembinaan kader posyandu untuk melakukan kunjungan rumah.

VII.2 SARAN

1. Perlunya kreatifitas dari petugas kesehatan dan para kader untuk mengupayakan promosi kesehatan tentang imunisasi hepatitis B 0 dengan biaya ringan.

2. Sebaiknya diperbanyak kegiatan penyuluhan mengenai imunisasi dan pembagian leaflet sehingga kesadaran akan pentingnya imunisasi pada masyarakat akan meningkat.

3. Perlunya alokasi dana khusus untuk kegiatan sweeping.DAFTAR PUSTAKA

Dinas Kesehatan Propinsi Lampung. 2001. Petunjuk Pelaksanaan Program Imunisasi Di Indonesia. Bandar Lampung.

Dinas Kesehatan Propinsi Lampung. 2006. Bulletin Epidemiologi Propinsi Lampung. Bandar Lampung.

Departemen Kesehatan RI. 1999. Program Kerja Puskesmas. Jilid II. Jakarta.

Satgas Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2005. Pedoman Imunisasi Di Indonesia. Jakarta.

Cakupan pemberian imunisasi

Lokasi posyandu/puskesmas/bidan dijangkau dari rumah penduduk (lingkungan)

Jumlah bayi pergi ke posyandu, bidan dan puskesmas (lingkungan)

PSP ibu bayi tentang pentingnya imunisasi HB0 (lingkungan)

Jumlah vaksin yang tersedia (input)

Pencatatan registrasi sasaran (proses)

Jumlah tenaga kesehatan (input)

Promosi kesehatan (input)

Kegiatan sweeping/kujungan rumah (proses)

Dana Yang Tersedia (input)

LINGKUNGAN

DAMPAK

OUTPUT

PROSES

INPUT

UMPAN BALIK

Tingkat pendidikan masyarakat (lingkungan)

PAGE 43