BAB I Hiperbilirubinemia

15
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah 1.3. Tujuan Penulisan 1

description

b

Transcript of BAB I Hiperbilirubinemia

Page 1: BAB I Hiperbilirubinemia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

1.2. Rumusan Masalah

1.3. Tujuan Penulisan

1

Page 2: BAB I Hiperbilirubinemia

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Defenisi Hiperbilirubinemia

Merupakan suatu kondisi bayi baru lahir dengan kadar bilirubin serum total lebih dari 10

mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus, yang dikenal dengan ikterus

neonatorum patologis. Hiperbilirubinemia yang merupakan suatu keadaan meningkatnya

kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskular, sehingga konjungtiva, kulit dan mukosa

akan berwarna kuning. Keadaan tersebut juga berpotensi besar terjadi ikterus, yaitu

kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Bayi yang mengalami

hiperbilirubinemia memiliki ciri sebagai berikut: adanya ikterus terjadi pada 24 jam pertama,

peningkatan konsentrasi bilirubinserum 10 mg% atau lebih setiap 24 jam, konsentrasi

bilirubin serum 10 mg% pada neonatus yang cukup bulan dan 12.5mg% pada neonatus yang

kurang bulan, ikterus disertai dengan proses hemolisis kemudian ikterus yang disertai dengan

keadaan berat badan lahir kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang dari 36 minggu,

asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernapasan dan lain-lain (A. Aziz Alimun Hidayat;

2011).

2

Page 3: BAB I Hiperbilirubinemia

2.2. Metabolisme Bilirubin

Bilirubin merupakan produk bersifat toksisk yang harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian

besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem

bebas atau proses eritropoesis yang tidak efektif (

Penumpukan bilirubin merupakan penyebab teradinya kuning pada bayi baru lahir.

Bilirubin meerupakan uraian dari produk protein yang mengandung heme pada sistem

retikuloendotelial. 75% protein yang mengandung heme ada dalam sel darah merah

(hemoglobin) sementara 25% berasal dari mioglobin, sitokrom dan tidak efektifnya

eritropoesis pada sumsum tuang (Indrasanto et al, 2008).

Bilirubin adalah hasil pemecahan sel darah merah. Hemoglobin (Hb) yang berada di

dalam sel darah merah akan dipecah menjadi bilirubin. Satu gram Hb akan menghasilkan 34

mg bilirubin. Bilirubin ini dinamakan bilirubin indirek yang larut dalam lemak, terikat oleh

albumin dan diangkut kedalam hati.di dalam hati biirubin indirek akan dikonjugasi oleh

enzim glukoronil transferase menjadi bilirubin direk yang larut dalam air untuk kemudian

disalurkan melalui saluran empedu ke usus.

Biirubin direk di dalam usus akan terikat oleh makanan dan di keluarkan sebagai

sterkobilin bersama tinja. Apabila tidak ada makanan di dalam usus, bilirubin direk ini akan

diubah oleh enzim di dalam usus yang juga terdapat di dalam ASI yaitu enzim beta-

glukoronidase menjadi bilirubin indirek yang akan diserap kembali dari dalam usus dan

masuk aliran darah. Bilirubin indirek ini akan diikat oleh albumin dan kembali ke dalam hati.

Rangkaian ini disebut siklus enterohepatik (Suradi dalam Hegar, 2008).

Sebagian besar neonatus mengalami peningkatan kadar bilirubin indirek pada hari

pertama kelahiran. Hal ini terjadi karena terdaatnya proses fisiologik tertentu pada neonatus.

Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit

yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar. Peningkatan kadar

bilirubin ini teradi pada hari ke 2-3 dan mencapai puncaknya pada hari ke 5-7, kemudian

akan menuun kembali pada hari ke 10-14. Kadar bilirubin biasanya tidak melebihi 10 mg/dl

pada bayi cukup bulan dan kurang dari 12 mg/dl pada bayi kurang bulan. Pada keadaan

tersebut peningkatan biirubin masih dianggap normal karenanya disebut ikterus fisiologik (A.

H. Markum, 1991).

2.3. Etiologi Hiperbilirubinemia

Hiperbilirubinemia bisa disebabkan oleh bermacam- macam keadaan. Penyebab yang

paling sering adalah:

3

Page 4: BAB I Hiperbilirubinemia

a. Produksi yang berlebihan

Hal ini melebihi kemampuan bayiuntuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis

yang timbul akibat inkompatibilitas golongan darah ABO atau defesiensi enzim

Glucose-6-phospate dehydrogenase (G6PD) (Iskandar Wahidiyat, 1985).

b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar

Gangguan ini disebabkan oleh imaturasi hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi

bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak

terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler-Najjar). Penyebab lain

adalah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam uptake bilirubin

ke sel hepar (Iskandar Wahidiyat, 1985).

c. Gangguan transportasi

Bilirubin dalam darah terikat oleh albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan

bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat,

sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapat bilirubin

indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak (Iskandar Wahidiyat,

1985).

d. Gangguan dalam ekskresi

e. Gangguan ini dapat terjadi akibat obsttruksi dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan

di luar hepar biasanya disebabkanoleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar

biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain (Iskandar Wahidiyat,

1985).

2.4. Klasifikasi Hiperbilirubinemia

2.4.1. Hiperbilirubinemia tidak terkonugasi/ Indirek

Hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi adalah peningkatan bilirubin serum tidak

terkonyugasi. Beberapa penyebab terjadinya hiperbilirubinemia tidak terkonyugasi

non fisiologis adalah: Inkompibilitas ABO, Hiperbilirubinemia ASI/ Breast milk

jaundice, Rh isoimmunization, infeksi, hematom subdural atau sefalohematom, memar

yang luas, bayi yang lahir dari ibu dengan diabetes melitus, polisitemia atau

hiperviskositas, defisiensi enzim G6PD, defisiensi pyrufat kinase, congenital

spherocytosis, Lucey Driscoll syndrome, Crigler- Najar disease, hipotiroid dan

hemoglobinopati (Gomella, 1999).

Defisiensi G6PD merupakan penyakit X-Linked resesiv yang menyebankan

anemia hemolitik dapat terjadi akut atau kronis yang beresiko terjadinya

4

Page 5: BAB I Hiperbilirubinemia

hiperbilirubinemia berat. Klien yang menderita defisiensi G6PD biasanya

asimptomatik, walaupun pada beberapa kasus ditemukan karena terpapar zat-zat

kimia seperti naphthalene (kapur barus/ kamper) dan obat-obatan seperti sulfamides,

antipiretik, nitrofurane, primaquine dan chloroquine (Gurrola et al, 2008).

Hiperbilirubinemia tidak terkonyugasi (Indirek) terdiri dari hiperbilirubinemia

fisiologis dan Hiperbilirubinemia non fisiologis (Indrasanto et al, 2008).

Hiperbilirubinemia fisiologis

Hiperbilirubinemia fisiologis terjadi hampir pada setiap bayi. Peningkatan

bilirubin serum tidak terkonyugasi (Indirek) terjadi selama minggu pertama

kehidupan dan terpecahkan dengan sendirinya. Hiperbilirubinemia pada bayi sehat

dan cukup bulan akan terlihat pada hari ke 2-3 dan biasanya hilang pada hari ke 6-

8 tetapi mungkin tetap ada sampai hari ke 14 dengan maksimal total kadar

bilirubin serum kurang dari 12 mg/dl. Pada bayi kurang bulan sehat,

hiperbilirubinemia akan terlihat pada hari ke 3-4 dan hilang pada hari ke 10-20

degan kadar serummaksimal kurang 15 mg/dl (Indrasanto et al, 2008).

Hiperbilirubinemia nonfisiologis

Hiperbilirubinemia non fisiologis dicurigai jika kriteria hiperbilirubinemia

fisiologis tidak terpenuhi. Kriteria hiperbilirubinemia non fisiologis adalah:

hiperbilirubinemia terjadi sebelum bayi berumur 36 jam, peningkatan kadar

bilirubin serum lebih dari 0.5 mg/dl/ jam, total bilirubin serum lebih dari 15 mg/dl

pada bayi cukup bulan dan diberi susu formula, total bilirubin serum lebih dari 17

mg/dl pada bayi cukup bulan dan diberi ASI, hiperbilirubinemia klinis lebih dari 8

hari pada bayi cukup bulan dan lebih dari 14 hari pada bayi kurang bulan

(Indrasanto et al, 2008).

Bentuk lain dari hiperbilirubinemia yag jarang terjadi adalah hiperbilirubinemia

karena ASI atau Breast Milk Jaundice. Hiperbilirubinemia karena ASI ini tidak

jelas apakah merupakan hiperbilirubinemia terkonyugasi atau tidak, tetapi hal ini

jarang mengancam jiwa. Karakteristik hiperbilirubinemia karena ASI adalah

kadar bilirubin indirek yang masih meningkat setelah 4-7 hari pertama,

berlangsung lebih lama dari hiperbilirubinemia fisiologis yaitu sampai 3-12

minggu dan tidak ada penyebab lainnya. Hiperbilirubinemia karena ASI juga

bergantung kepada kemampuan bayi mengkonyugasi bilirubin indirek (misalnya

bayi prematur akan lebih besar kemungkinan terjadi hiperbilirubinemia).

5

Page 6: BAB I Hiperbilirubinemia

Penyebab hiperbilirubinemia karena ASI belum jelas tetapi ada beberapa faktor

yang diperkirakan memegang peranan yaitu: 1) Terdapat hasil metabolisme

hormon progesteon yaitu pregnane3-a 20 betadiol di dalam ASI yang

menghambat uridine diphosphoglucoronic acid (UDPGA), 2) Peningkatan

konsentrasi asam lemak bebas yang nonesterified yang menghambat fungsi

glukoronid transferase di hati, 3) peningkatan sirklasi enterohepatik karena adanya

peningkatan aktivitas β glukoronidase di dalam ASI saat berada dalam usus bayi

dan 3) Defek pada aktivitas uridine diphosphate-glucoronyl transferase (UGTIAI)

pada bayi homozigot atau heterozigot untuk varian sindro Gilbert (Suradi dalam

Hegar, 2008).

2.4.2. Hiperbilirubinemia terkonyugasi/ direk

Hiperbilirubinemia terkonyugasi/ direk merupakan tanda disfungsi hepatobiliaris

yang ditandai dengan peningkatan kadar bilirubin direk lebih dari 20% dari total

bilirubin serum (Indrasanto et al, 2008). Penyebab hiperbilirubinemia terkonyugasi

adalah obstruksi ekstra hepatik biliaaris (atresia biliaris dan kista koledokal),

kolestasis intrahepatik dengan duktus biliaris normal, infeksi dan inborn error of

metabolism.

6

Page 7: BAB I Hiperbilirubinemia

2.5. Patofisiologi Hiperbilirubinemia

7

ERITROSITHEMOGLOBIN

HEM GLOBIN

Fe/ Besi Biliverdin

Bilirubin indirek

berikatan dengan albumin

hati

bilirubin berikatan dengan protein Y

konjugasi dengan enzim glukoronil transferase

ekskresi bilirubin ke usus

urobilinogen↑ glukoronidase

sterkobilin

feses/ urine

↑ hidrasi bilirubin

reabsorpsi bilirubin

↑ siklus entero hepatis

imaturitas hati

↑ bilirubin indirek dalam darah

↓ enzim glukoronil transferase

defisiensi protei Y

bilirubin indirek ↑

konjugasi bilirubin terganggu

obstruksi hepar

eritrosit bayi masuk ke peredaran darah ibu

reaksi antigen- antibodi

bayi lahir

antibodi ibu ↑ terhadap antigen

bayi(kehamilan ke II)

hemolisis

inkompatibilitas Rh

defesiensi albumin

bilirubin yang berikatan dengan

albumin ↓

ikterus

HIPERBILIRUBINEMIA

gangguan integritas kulitTERAPI

FOTOTERAPI TERAPI TUKAR

spemaparan sinar dengan intensitas tinggi

↑ suhu tubuh↑ infisible water loss

peningkatan suhu tubuh (hipertermi) kurang volume cairan

prosedure pemasangan

kateter tali pusat

resiko tinggi trauma

Page 8: BAB I Hiperbilirubinemia

2.6. Manifestasi Klinis Hiperbilirubinemia

2.7. Penatalaksanaan Hiperbilirubinemia

Tanpa memperdulikan etiologinya, tujuan pengobatan hiperbilirubinemia adalah

mencegah agar konsentrasi bilirubin indirek dalam darah tidak mencapai kadar yang

menimbulkan neurotoksisitas, dianjurkan transfusi tukar atau fototerapi untuk

mempertahankan total maksimum serum kurang dari kadar yang ditentukan(Nelson,)

Apabila terjadi resiko tinggi cedera karena dampak peningkatan kadar bilirubin, maka

intervensi yang dapat dilakukan adalah mekaji dan mengawasi dampak perubahan kadar

bilirubin, seperti adanya jaundice, konsentrasi urine, letargi, kesulitn makan, refleks moro,

adanya tremor, iritabilitas, memantau hemoglobin dan hematokrit, serta pencatatan

penuturan; melakukan fototerapi dengan mengatur waktu sesuai dengan prosedure dan

menyiapkan untuk melakukan transfusi tukar. Dengan mempertimbangkan resiko cedera

karena efek dari transfusi tukar, maka intervensi yang dapat dilakukan adalah:

Memantau kadar bilirubin, hemoglobin, hematrokit sebelum dan sesudah transfusi

tukar setiap 4-6 jam selama 24 jampasca transfusi tukar, memantau tekanan darah,

nadi dan temperatur.

Mempertahankan sistem kardiovaskular dan pernapasan.

Mengkaji kulit pada abdomen, ketegangan, muntah dan sianosis

Mempertahankan kalori, kebutuhan cairan sampai dengan pasca transfusi tukar

Melakukan kolaborasi pemberian obat untuk meningkatkantransportasi dan

konjugasi, seperti pemberian albumin atau pemberian plasma dengan dosis 15-20

ml/kgBB (A. Aziz Alimun Hidayat; 2011).

a. Fototerapi

Merupakan tindakan dengan memberikan terapi melalui sinar yang menggunakan

lampu. Lampu yang digunakan sebaiknya tidak lebih dari 500 jam untuk menghindari

turunya energi yang dihasilkan oleh lampu (A. Aziz Alimun Hidayat; 2011).

Peralatan yang digunakan dalam terapi sinar terdiri dari 10 buah lampu neon yang

diletakkan secara paralel dan dipasang dalam kotak yang berventilasi. Agar bayi

mendapatkan energi cahaya yang optimal (350-470 nanometer), lampu diletakkan

pada jarak tertentu dan bagian bawah kotak lampu dipasang pleksi glas biru yang

berfungsi untuk menahan sinar ultraviolet yag tidak bermanfaat untk penyinaran

(Sofyan Ismael, 1991).

8

Page 9: BAB I Hiperbilirubinemia

Terapi sinar menyebabkan terjadinya isomerisasi bilirubin. Energi sinar mengubah

senyawa yang berbentuk 4Z, 15Z-biirubin menjadi senyawa berbentuk 4Z, 15E-

bilirubin yang merupakan bentuk isomernya. Bentuk isomer tersebut mudah larut

dalam plasma dan lebih mudah di ekskresikan oleh hati ke dalam saluran empedu.

Peningkatan bilirubin isomer dalam empedu menyebabkan bertambahnya pengeluaran

cairan empedu ke dalam usus sehingga peristaltik usus meningkat dan bilirubin akan

lebih cepat meninggalkan usus halus. Terapi sinar dilakukan pada semua penderita

hiperbilirubinemia dengan kadar bilirubin indirek lebih dari 10mg/dl dan pada bayi

dengan proses hemolisis yang ditandai oleh adanya ikterus pada hari pertama

kelahiran (Sofyan Ismael, 1991).

Cara melakukan fototerapi adalah sebagai berikut:

Pakaian bayi dibuka agar seluruh bagian tubuh bayi terkena sinar.

Kedua mata dan gonad di tutup dengan penutup yang memantulkan cahaya.

Jarak bayi dengan lampu 40 cm.

Posisi bayi sebaiknya diubah setiap 6 jam sekali.

Lakukan pengukuran suhu setiap 4-6 jam.

Periksa kadar bilirubin setiap 8 jam atau sekurang-kurangnnya sekali dalam 24

jam.

Lakukan pemeriksaan hemoglobin secara berkala terutama pada pasien yang

mengalami hemolisis.

Lakukan observvasi dan catat lamanyaterapi sinar.

Breikan atau sediakan lampu masing-masing 20 wat sebanyak 8-10 buah yang

disusun secara paralel.

Berikan ASI yang cukup. Pada saat memberikan ASI, bayi dikeluarkan dari

tempat terapi dan dipangku (posisi menyusui), penutup mata dibuka, serta

diobservasi ada tidaknya iritasi (A. Aziz Alimun Hidayat; 2011).

b. Transfusi Tukar

Merupakan cara yang dilakukan dengan tujuan mencegah peningkatan kadar

bilirubin dalam darah. Pemberian transfusi tukar dilakukan apabila kadar bilirubin

indirek 20mg/dl, kenaikan kadar bilirubin yang cepat yaitu 0.3-1 mg/ jam, anemia

berat dengan gejala gagal jantung dan kadar hemoglobin tali pusat 14 mg% dan uji

coombs direk positif (A. Aziz Alimun Hidayat; 2011).

9

Page 10: BAB I Hiperbilirubinemia

Dalam melakukan transfusi tukar perlu diperhatikan golongan darah yang

diberikan dan teknik serta penatalaksanaan pemberian. Apabila hiperbilirubinemia

yang terjadi dissebabkan oleh inkompatabilitas golongan darah Rhesus makatransfusi

tukar dilakukan dengan menggunakan darah golongan O Rhesus negatif. Pada

inkompatabilitas golongan darah ABO, darah yang dipakai adalah darah golongan O

Rhesus positif. Pada keadaan lain yang tidak berkaitan dengan proses aloimunisasi,

sebainya dipergunakan darah yang bergolongan sama dengan bayi. Bila keadaan ini

tidak memungkinkan, dapat dipakai darah golongan O yang kompatibel dengan

serum ibu. Apabila ha tersebut juga tidak ada maka dapat dimintakan darah O dengan

titer anti A atau anti B yang rendah (kurang dari1/256) jumlah darah yang dipakai

untuk transfui tukar berkisar antara 140-180ml/kg BB (Sofyan Ismael, 1991).

Cara pelaksanaan transfusi tukar adalah sebagai berikut:

Pasien disiapkan di kamar yang aseptik yang dilengkapi dengan peralatan

yang dapat memantau tanda-tanda vital bayi

Persiapkan alat-alat seperti kateter tali pusat, kran 3 cabang dan jarum semprit.

Mengambil 10-20 ml darah bayi untuk dilakukan pemeriksaan sebelum

transfusi.

Pasang kateter transfusi pada pembuluh darah umbilikus.

Transfusi dilakukan dengan menyuntikkan darah secara perlahan sebanyak

darah yang dikluarkan

Pengeluaran dan penyuntikan darah dilakukan secara bergantian sebanyak 10-

20 ml setiap kali, dan berulang-ulang sampai darah yang disediakan habis..

Untuk menghindari bekuan darah, setiap 100 ml transfusi dilakukan pula

pembilasan dengan larutan NaCl-heparin dan pemberian 1ml kalsium

glukonat.

Lakukan observasi kemungkinan terjadinya komplikasi transfusi tukar seperti

asidosis, bradikardi, aritmia ataupun henti jantung (Sofyan Ismael, 1991).

Lakukan observasi umum keadaan pasien

Periksa kadar hemoglobin dan bilirubin setiap 12 jam (A. Aziz Alimun

Hidayat; 2011).

10

Page 11: BAB I Hiperbilirubinemia

11