BAB I Etika Pemerintahan

22

Click here to load reader

description

gambaran umum tentang KKN di indonesiakebijakan pemerintah dalam memberantas KKNperanan pemerintah dalam memberantas KKNperanan zerta masyarakat dan upaya dalam memberantas KKN

Transcript of BAB I Etika Pemerintahan

Page 1: BAB I Etika Pemerintahan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

bahwa cita–cita didirikannya negara Indonesia adalah untuk mencapai

masyarakat adil dan makmur. Salah satu komponen untuk mewujudkan cita-cita

tersebut adalah penyelenggaraan negara yang efisien, efektif, dan bersih dan

praktek-praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, yang dapat merugikan

kepentingan negara dan bangsa. Penyelenggaraan negara seperti diatas dapat

terlaksana apabila aparatur negara termasuk aparatur pemerintah didalamnya

dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik, profesional, transparan,

akuntabel, taat pada aturan hukum, responsif dan proaktif, serta mengutamakan

kepentingan bangsa dan negara, dan bukan mengutamakan kepentingan pribadi,

kelompok atau partai yang berkuasa dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.

Indonesia, sebagai salah satu negara yang telah merasakan dampak dari

tindakan korupsi, terus berupaya secara konkrit, dimulai dari pembenahan aspek

hukum, yang sampai saat ini telah memiliki banyak sekali rambu-rambu berupa

peraturan - peraturan, antara lain Tap MPR XI tahun 1980, kemudian tidak kurang

dari 10 UU anti korupsi, diantaranya UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan

UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Kemudian

yang paling monumental dan strategis, Indonesia memiliki UU No. 30 Tahun

2002, yang menjadi dasar hukum pendirian Komisi Pemberantasan Korupsi

(KPK). Di kalangan masyarakat telah berdiri berbagai LSM anti korupsi seperti

Page 2: BAB I Etika Pemerintahan

ICW, Masyarakat Profesional Madani (MPM), dan badan-badan lainnya, sebagai

wujud kepedulian dan respon terhadap uapaya pencegahan dan pemberantasan

korupsi. Dengan demikian pemberantasan dan pencegahan korupsi telah menjadi

gerakan nasional. Seharusnya dengan sederet peraturan, dan partisipasi

masyarakat tersebut akan semakin menjauhkan sikap, dan pikiran kita dari

tindakan korupsi.

Oleh karena itu, kami memahami bahwa suatu kebiasaan harus dimulai

dari merubah mindset atau pola pikir, atau paradigma, kemudian membentuk

perilaku berulang yang coba-coba dan akhirnya menjadi kebiasaan. Sosialisasi

dan internalisasi nilai anti korupsi tersebut dilakukan kepada seluruh komponen

masyarakat dan aparatur pemerintah di pusat dan daerah, lembaga tinggi Negara,

BUMN, BUMD, sehingga nilai sosial anti korupsi/Budaya Anti Korupsi (BAK)

menjadi gerakan nasional dan menjadi kebiasaan hidup seluruh komponen bangsa

Indonesia, menuju kehidupan yang adil makmur dan sejahtera.

1.2. Rumusan dan Batasan Masah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam makala

ini adalah bagaimana mewujudkan pemerintahan yang bersih dari Korupsi, Kolusi

dan Nepotisme (KKN) sebuah tinjauan kasus di Indonesia. Adapun batasan

masalahnya sebagai berikut:

1. Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberantasan Korupsi.

2. Peran Serta Pemerintah dalam Memberantas Korupsi.

3. Peran Serta Mayarakat Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi Di

Indonesia.

Page 3: BAB I Etika Pemerintahan

4. Upaya-upaya yang harus di lakukan dalam pemberantasan korupsi di

indonesia.

5. Kendala/hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam pemberantasan

korupsi di Indonesia.

1.3. Tujuan penulisan

Tujuan dari pembuatan malakah ini adalah untuk mewujudkan

pemerintahan yang bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) sebuah

tinjauan kasus di Indonesia, serta bagaimana upaya dalam pemberantasan masalah

KKN di Indonesia. Juga diharapkan dari pembuatan makalah ini kita lebih

mengerti bagaimana upaya pemerintah dalam memerangi korupsi di negri ini.

Page 4: BAB I Etika Pemerintahan

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Gambaran Umum Tentang Korupsi Di Indonesia

Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an

bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Upaya-upaya hukum yang

telah dilakukan pemerintah sebenarnya sudah cukup banyak dan sistematis.

Namun korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997 saat negara

mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan, dan kepercayaan yang pada

akhirnya menjadi krisis multidimensi. Gerakan reformasi yang menumbangkan

rezim Orde Baru menuntut antara lain ditegakkannya supremasi hukum dan

pemberantasan Korupsi, Kolusi & Nepotisme (KKN). Tuntutan tersebut akhirnya

dituangkan di dalam Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 & Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penye-lenggaraan Negara yang Bersih & Bebas

dari KKN.

Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi, ada tiga puluh jenis tindakan yang bisa dikategorikan

sebagai tindak korupsi. Namun secara ringkas tindakan-tindakan itu bisa

dikelompokkan menjadi: Kerugian keuntungan Negara, Suap-menyuap (istilah

lain : sogokan atau pelicin), Pemerasan, Perbuatan curang, Benturan kepentingan

dalam pengadaan, dan Gratifikasi (istilah lain : pemberian hadiah).

Sesungguhnya korupsi dapat dipandang sebagai fenomena politik,

fenomena sosial, fenomena budaya, fenomena ekonomi, dan sebagai fenomena

pembangunan. Karena itu pula upaya penanganan korupsi harus dilakukan secara

Page 5: BAB I Etika Pemerintahan

komprehensif melalui startegi atau pendekatan negara/politik, pendekatan

pembangunan, ekonomi, sosial dan budaya. Selama ini yang telah dan sedang

dilakukan masih terkesan parsial, dimana korupsi masih dipandang sebagai

fenomena negara atau fenomena politik. Upaya pencegahan korupsi di Indonesia

juga harus dilakukan melalui upaya perbaikan totalitas system ketatanegaraan dan

penanaman nilai-nilai anti korupsi atau nilai sosial anti korupsi/Budaya Anti

Korupsi (BAK), baik di pemerintahan tingkat pusat mauapun di tingkat daerah. 

Korupsi sebagai fenomena negara, selama ini difahami sebagai fenomena

penyalahgunaan kekuasaan oleh yang berkuasa. 

Berdasarkan pengertian tersebut, korupsi di Indonesia difahami sebagai

perilaku pejabat dan atau organisasi (negara) yang melakukan pelanggaran, dan

penyimpangan terhadap norma-norma atau peraturan-peraturan yang ada. Korupsi

difahami sebagai kejahatan negara (state corruption). Korupsi terjadi karena

monopoli kekuasaan, ditambah kewenangan bertindak, ditambah adanya

kesempatan, dikurangi pertangungjawaban. Jika demikian, menjadi wajar bila

korupsi sangat sulit untuk diberantas apalagi dicegah, karena korupsi merupakan

salah satu karakter atau sifat negara, sehingga negara = Kekuasaan = Korupsi. 

Sebagai fenomena pembangunan, korupsi terjadi daladem proses pembangunan

yang dilakukan oleh negara atau pemerintah.

Pembangunan seharusnya merupakan jawaban terhadap permasalahan

yang dihadapi negara, terutama negara yang termasuk dalam kelompok negara

berkembang, termasuk Indonesia. Di negara berkembang yang melakukan

pembangunan adalah pemerintah. Pemerintah seharusnya mengarahkan

Page 6: BAB I Etika Pemerintahan

pembangunan menjadi pemberdayaan masyarakat, sehingga suatu saat masyarakat

memiliki kemauan dan kemampuan memenuhi kebutuhan dan melindungi

kepentingan sendiri. Ketidak berdayaan masyarakat sering dijadikan alasan untuk

membantu, bentuk dan jenis bantuan dijadikan proyek, disini pula menjadi sumber

korupsi.

Korupsi sebagai fenomena sosial, dalam hal ini korupsi terjadi dalam

hubungan interaksi atau transaksi antara pemerintah dengan masyarakat, antara

pemerintah dengan pemerintah, antara masyarakat dengan masyarakat. Sebagai

fenomena sosial budaya, korupsi dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok :

pertama kesepakan gelap (kolusi), kedua upaya menembus kemacetan atau

hambatan yang disebabkan peraturan atau oknum, dan ketiga menhgindari

tanggung jawab dan berupaya agar lepas dari jeratan hukum, misalnya sogok,

hadiah, uang pelican, mensponsori suatu kegiatan tertentu dengan maksud

mendapatkan yang bernilai lebih, atau sering dikenal dengan "ada udang dibalik

batu",dll.

Korupsi sebagai fenomena budaya, dapat difahami bahwa korupsi terjadi

karena sudah menjadi kebiasaan/perilaku yang dibangun berdasarkan nilai-nilai

yang diketahui, difahami dan diyakini seseorang atau sekelompok orang. Nilai-

nilai tersebut dibangun melalui proses sosialisasi dan internalisasi yang sistematis.

Faktor Terjadinya Korupsi Di Indonesia

1. Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.

2. Gaji yang masih rendah, kurang sempurnanya peraturan perundang-undangan, administrasi yang lamban dan sebagainya.

Page 7: BAB I Etika Pemerintahan

3. Sikap mental para pegawai yang ingin cepat kaya dengan cara yang haram, tidak ada kesadaran bernegara, tidak ada pengetahuan pada bidang pekerjaan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah.

4. Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah5. Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar

dari pendanaan politik yang normal.6. Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.7. Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman

lama".8. Lemahnya ketertiban hukum.9. Lemahnya profesi hukum.10. Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.

Masyarakat Indonesia bahkan dunia terus menyoroti upaya Indonesia

dalam mencegah dan memberantas korupsi. Indeks persepsi korupsi 2015

menempatkan Indonesia di posisi 117 dari 175 negara di dunia dengan level

korupsi masih tinggi. Hingga akhir 2014, Indonesia memiliki skor 34 dari skala 0-

100 (0 berarti sangat korup dan 100 berarti sangat bersih). Pada laporan survei

indeks persepsi korupsi tahun 2014, dengan skor yang sama, yakni 3,4. Indonesia

berada di posisi 107 dari 174 negara di dunia. Meski terbilang membaik

ketimbang skor tahun 2013 (skor 3,2), namun angka tersebut masih berada di

bawah skor rata-rata negara dunia dan ASEAN yang masing-masing di angka 4,3

dan 3,9.

Masyarakat dan bangsa Indonesia harus mengakui, bahwa hal tersebut

merupakan sebuah prestasi, dan juga harus jujur mengatakan, bahwa prestasi

tersebut, tidak terlepas dari kiprah KPK sebagai lokomotif pemberantasan dan

pencegahan korupsi di Indonesia, yang didukung oleh masyarakat dan LSM,

walaupun dampaknya masih terlalu kecil, tapi tetap kita harus berterima kasih dan

bersyukur.

Page 8: BAB I Etika Pemerintahan

2.2. Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberantasan Korupsi

Mewujudkan keseriusan pemerintah dalam upaya memberantas korupsi,

Telah di keluarkan berbagai kebijakan. Di awali dengan penetapan anti korupsi

sedunia oleh PBB pada tanggal 9 Desember 2004, Presiden Susilo Bambang

Yudhoyono telah mengeluarkan instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 Tentang

Percepatan Pemberantasan Korupsi, yang menginstruksikan secara khusus Kepada

Jaksa Agung dan Kapolri:

1. Mengoptimalkan upaya-upaya penyidikan/Penuntutan terhadap tindak

pidana korupsi untuk menghukum pelaku dan menelamatkan uang negara.

2.  Mencegan dan memberikan sanksi tegas terhadap penyalah gunaan

wewenang yg di lakukan oleh jaksa (Penuntut Umum)/ Anggota polri

dalam rangka penegakan hukum.

3. Meningkatkan Kerjasama antara kejaksaan dengan kepolisian, selain

dengan BPKP, PPATK, dan intitusi Negara yang terkait denagn upaya

penegakan hukum dan pengembalian kerugian keuangan negara akibat

tindak pidana korupsi.

Kebijakan selanjutnya adalah menetapkan Rencana aksi nasional

Pemberantasan Korupsi (RAN-PK) 2004-2009. Langkah-langkah pencegahan

dalam RAN-PK di prioritaskan pada: Mendesain ulang layanan publik,

Memperkuat transparasi, pengawasan, dan sanksi pada kegiatan pemerintah yang

berhubungan Ekonomi dan sumber daya manusia, dan Meningkatkan

pemberdayaan pangkat-pangkat pendukung dalam pencegahan korupsi.

Page 9: BAB I Etika Pemerintahan

2.3. Peran Serta Pemerintah Dalam Memberantas Korupsi:

Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam

mengawali upaya-upaya pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan

Korupsi) dan aparat hukum lain. KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberan-tas korupsi, merupakan komisi

independen yang diharapkan mampu menjadi “martir” bagi para pelaku tindak

KKN. Adapun agenda KPK adalah sebagai berikut :

1. Membangun kultur yang mendukung pemberantasan korupsi.

2. Mendorong pemerintah melakukan reformasi public sector dengan

mewujudkan good governance.

3. Membangun kepercayaan masyarakat.

4. Mewujudkan keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi besar.

5. Memacu aparat hukum lain untuk memberantas korupsi.

2.4. Peran serta mayarakat dalam upaya pemberantasan korupsi di

Indonesia

Bentuk-bentuk peran serta mayarakat dalam pemberantasan tindak pidana

korupsi menurut Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 antara lain:

1. Hak Mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan

tindak pidana korupsi.

2.  Hak untuk memperoleh layanan dalam mencari, memperoleh, dan

memberikan informasi adanya dugaan telah tindak pidana korupsi kepada

penegak hukum.

Page 10: BAB I Etika Pemerintahan

3. Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kpada

penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi.

4. Hak memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporan yg di berikan

kepada penegak hukum waktu paling lama 30 hari.

5. Hak untuk memperoleh perlindungan hukum.

6. Penghargaan pemerintah kepada mayarakat

2.5. Upaya yang dapat ditempuh dalam pemberantasan korupsi

Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak

korupsi di Indonesia, antara lain sebagai berikut :

2.5.1. Upaya Pencegahan (Preventif)

a. Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan

pengabdian pada bangsa dan negara melalui pendidikan formal, informal

dan agama.

b. Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis.

c. Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki

tang-gung jawab yang tinggi.

d. Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan dan ada jaminan masa tua.

e. Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang

tinggi.

f. Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab

etis tinggi dan dibarengi sistem kontrol yang efisien.

g. Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok.

Page 11: BAB I Etika Pemerintahan

h. Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi

pemerintahan melalui penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan

di bawahnya.

2.5.2. Upaya Penindakan (Kuratif):

Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti

melanggar dengan dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum

pidana. Beberapa contoh penindakan yang dilakukan oleh KPK :

1. Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov

Rusia milik Pemda NAD (2004).

2. Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga

melekukan pungutan liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian.

3. Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK (2005).

4. Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).

5. Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo.

2.5.3. Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa:

a. Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol

sosial terkait dengan kepentingan publik.

b. Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.

c. Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan

desa hingga ke tingkat pusat/nasional.

d. Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan

pemerintahan negara dan aspek-aspek hukumnya.

Page 12: BAB I Etika Pemerintahan

e. Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan

aktif dalam setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat

luas.

2.5.4. Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)

a. Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-pemerintah

yang mengawasi dan melaporkan kepada publik mengenai korupsi di

Indonesia dan terdiri dari sekumpulan orang yang memiliki komitmen

untuk memberantas korupsi melalui usaha pemberdayaan rakyat untuk

terlibat melawan praktik korupsi. ICW la-hir di Jakarta pd tgl 21 Juni

1998 di tengah-tengah gerakan reformasi yang meng-hendaki

pemerintahan pasca-Soeharto yg bebas korupsi.

b. Transparency International (TI) adalah organisasi internasional yang

bertujuan memerangi korupsi politik dan didirikan di Jerman sebagai

organisasi nirlaba se-karang menjadi organisasi non-pemerintah yang

bergerak menuju organisasi yang demokratik. Publikasi tahunan oleh

TI yang terkenal adalah Laporan Korupsi Global. IPK Indonesia

adalah 2,2 sejajar dengan Azerbaijan, Kamerun, Etiopia, Irak, Libya

dan Usbekistan, ser-ta hanya lebih baik dari Kongo, Kenya, Pakistan,

Paraguay, Somalia, Sudan, Angola, Nigeria, Haiti &

Myanmar. Sedangkan Islandia adalah negara terbebas dari korupsi.

Page 13: BAB I Etika Pemerintahan

2.6. Kendala-Kendala Yang Dihadapi Dalam Pemberantasan Korupsi di

Indonesia

Korupsi dapat terjadi di negara maju maupun negara berkembang seperti

Indonesia. Adapun hasil analisis penulis dari beberapa teori dan kejadian di

lapangan, ternyata hambatan/kendala-kendala yang dihadapi Bangsa Indonesia

dalam meredam korupsi antara lain adalah :

1. Penegakan hukum yang tidak konsisten dan cenderung setengah-setengah.

2. Struktur birokrasi yang berorientasi ke atas, termasuk perbaikan birokrasi

yang cenderung terjebak perbaikan renumerasi tanpa membenahi struktur

dan kultur.

3. Kurang optimalnya fungsi komponen-komponen pengawas atau

pengontrol, sehingga tidak ada check and balance.

4. Banyaknya celah/lubang-lubang yang dapat dimasuki tindakan korupsi

pada sistem politik dan sistem administrasi negara Indonesia.

5. Kesulitan dalam menempatkan atau merumuskan perkara, sehingga dari

contoh-contoh kasus yang terjadi para pelaku korupsi begitu gampang

mengelak dari tuduhan yang diajukan oleh jaksa.

6. Taktik-taktik koruptor untuk mengelabui aparat pemeriksa, masyarakat,

dan negara yang semakin canggih.

7. Kurang kokohnya landasan moral untuk mengendalikan diri dalam

menjalankan amanah yang diemban.

Page 14: BAB I Etika Pemerintahan

Dengan memperhatikan faktor-faktor yang menjadi penyebab korupsi dan

hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pemberantasannya, dapatlah

dikemukakan beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menangkalnya, yakni :

1. Menegakkan hukum secara adil dan konsisten sesuai dengan peraturan

perundang-undangan dan norma-norma lainnya yang berlaku.

2. Menciptakan kondisi birokrasi yang ramping struktur dan kaya fungsi.

Penambahan/rekruitmen pegawai sesuai dengan kualifikasi tingkat

kebutuhan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.

3. Optimalisasi fungsi pengawasan atau kontrol, sehingga komponen-

komponen tersebut betul-betul melaksanakan pengawasan secara

programatis dan sistematis.

4. Mendayagunakan segenap suprastruktur politik maupun infrastruktur

politik dan pada saat yang sama membenahi birokrasi sehingga lubang-

lubang yang dapat dimasuki tindakan-tindakan korup dapat ditutup.

5. Adanya penjabaran rumusan perundang-undangan yang jelas, sehingga

tidak menyebabkan kekaburan atau perbedaan persepsi diantara para

penegak hukum dalam menangani kasus korupsi.

6. Semua elemen (aparatur negara, masyarakat, akademisi, wartawan) harus

memiliki idealisme, keberanian untuk mengungkap penyimpangan-

penyimpangan secara objektif, jujur, kritis terhadap tatanan yang ada

disertai dengan keyakinan penuh terhadap prinsip-prinsip keadilan.

7. Melakukan pembinaan mental dan moral manusia melalui khotbah-

khotbah, ceramah atau penyuluhan di bidang keagamaan, etika dan

Page 15: BAB I Etika Pemerintahan

hukum. Karena bagaimanapun juga baiknya suatu sistem, jika memang

individu-individu di dalamnya tidak dijiwai oleh nilai-nilai kejujuran dan

harkat kemanusiaan, niscaya sistem tersebut akan dapat disalahgunakan,

diselewengkan atau dikorup.