BAB I Ekstraksi Cair - Cair
-
Upload
adha-ningrum -
Category
Documents
-
view
95 -
download
7
description
Transcript of BAB I Ekstraksi Cair - Cair
BAB I
EKSTRAKSI CAIR-CAIR
I. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan percobaan ini antara lain :
1. Mengenal dan memahami prinsip operasi ekstraksi cair-cair.
2. Menghitung koefisien distribusi dan yield proses ekstraksi.
3. Menghitung neraca massa proses ekstraksi pada beberapa variabel percobaan.
II. DASAR TEORI
2.1 Ekstraksi Cair-Cair
Ekstraksi cair-cair (liquid extraction, solvent extraction) adalah proses
pemisahan solut dari cairan pembawa (diluen) menggunakan solven cair.
Campuran diluen dan solven ini adalah heterogen (immiscible, tidak saling
campur), jika dipisahkan terdapat 2 fase, yaitu fase diluen (rafinat) dan fase solven
(ekstrak). Perbedaan konsentrasi solut didalam suatu fase dengan konsentrasi pada
keadaan setimbang merupakan pendorong terjadinya pelarutan (pelepasan) solut
dari larutan yang ada.
Gambar II.1 Ilustrasi Proses Ekstraksi Cair-Cair
Gambar II.2 Diagram untuk Proses Ekstraksi Cair-Cair
Jika antara solven dan diluen tidak saling melarutkan, maka sistem
tersebut dikenal sebagai Ekstraksi Insoluble Liquid. Tetapi antar solven dan
diluen sedikit saling melarutkan disebut Ekstraksi Soluble Liquid. Sebagai tenaga
pemisah, solven harus memenuhi kriteria berikut :
1. Daya larut terhadap solut cukup besar.
2. Sama sekali tidak melarutkan diluen atau hanya sedikit melarutkan diluen.
3. Antara solvent dengan diluen harus memiliki perbedaan density yang cukup.
4. Tidak bereaksi baik terhadap solut maupun diluen.
5. Murah, mudah didapat.
Adapun pertimbangan pemakaian proses ekstraksi antara lain :
1. Komponen larutan sensitif terhadap pemanasan, jika dilakukan distilasi
meskipun keadaannya vakum.
2. Titik didih komponen-komponen zat cair dalam campuran berdekatan, sehingga
sulit dilakukan dengan distilasi.
3. Kemudahan menguap (volatilitas) komponen-komponen hampir sama.
4. Komponen yang lebih mudah menguap (volatile) hanya diinginkan sedikit
dalam larutan (Velayas dan Ma’rifatunnisa, 2013).
Prinsip-prinsip proses ekstraksi, antara lain :
1. Kontak antara pelarut dengan zat terlarut (solute) dan diluen sehingga terjadi
perpindahan massa zat terlarut (solute) ke pelarut.
2. Pemisahan kedua fase tersebut (fase cair dan fase organik) (Velayas dan
Ma’rifatunnisa, 2013).
2.2 Pemilihan Pelarut
Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan,
bukan komponen-komponen lain dari bahan ekstraksi. Dalam
praktek, terutama pada ekstraksi bahan-bahan alami, sering juga
bahan lain (misalnya lemak, resin) ikut dibebaskan bersama-
sama dengan ekstrak yang diinginkan. Dalam hal itu larutan
ekstrak tercemar yang diperoleh harus dibersihkan, yaitu
misalnya diekstraksi lagi dengan menggunakan pelarut kedua.
Pertimbangan – pertimbangan dalam dalam pemilihan
pelarut yang digunakan adalah:
1. Koefisien distribusi, yaitu:
Ki= konsentrasi solute dalam fasa ekstrak ,Ykonsentrasi solutedalam fasarafinat , X
Sebaiknya dipilih harga koefisien distribusi yang besar,
sehingga jumlah solvent yang dibutuhkan lebih sedikit.
2. Recoverability (kemampuan untuk dimurnikan)
Pemisahan solute dari sovent biasanya dilakukan dengan
cara destilasi, sehingga diharapkan harga “relative volatility”
dari campuran tersebut cukup tinggi.
3. Densitas
Terutama pada ekstraksi cair-cair, sedapat mungkin
terdapat perbedaan kerapatan yang besar antara pelarut
dan bahan ekstraksi. Hal ini dimaksudkan agar kedua fasa
dapat dengan mudah dipisahkan kembali setelah
pencampuran (pemisahan dengan gaya berat). Bila beda
kerapatannya kecil, seringkali pemisahan harus dilakukan
dengan menggunakan gaya sentrifugal (misalnya dalam
ekstraktor sentrifugal). Perbedaan densitas ini akan berubah
selama proses ekstraksi dan mempengaruhi laju
perpindahan massa.
4. Tegangan antar muka (interphase tention)
Tegangan antar muka besar menyebabkan penggasbungan
(coalescense) lebih mudah namun mempersulit proses
pendispersian. Kemudahan penggabungan lebih
dipentingkan sehingga dipilih pelarut yang memiliki
tegangan antar muka yang besar.
5. Chemical Reactivity
Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan
perubahan secara kimia pada komponen-kornponen bahan
ekstraksi. Pelarut merupakan senyawa yang stabil dan inert
terhadap komponen – komponen dalam sistem dan material
(bahan konstruksi).
Sebaliknya, dalam hal-hal tertentu diperlukan adanya reaksi
kimia (misalnya pembentukan garam) untuk mendapatkan
selektivitas yang tinggi. Seringkali Ekstraksi juga disertai
dengan reaksi kimia. Dalam hal ini bahan yang akan
dipisahkan mutlak harus berada dalam bentuk larutan.
6. Viskositas
Tekanan uap dan titik beku dianjurkan rendah untuk
memudahkan penanganan dan penyimpanan.
7. Kelarutan
Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan
ekstrak yang besar (kebutuhan pelarut lebih sedikit).
8. Pelarut tidak beracun dan tidak mudah terbakar.
9. Memiliki kemampuan tidak saling bercampur
Pada ekstraksi cair-cair, pelarut tidak boleh (atau hanya
secara terbatas) larut dalam bahan ekstraksi.
2.3 Spektrofotometri
Spektrofotometri merupakan suatu metode analisa kimia
yang didasarkan pada pengukuran serapan relatif sinar
monokromatis oleh suatu lajur larutan dengan menggunakan
prisma atau kisi difraksi sebagai monokromator dan detector
fotosel.
Dalam spektrofotometri, intensitas sinar datang yang
dipantulkan atau diteruskan oleh medium merupakan fungsi
eksponensial dari konsentrasi dan tebal laju larutan yang ddilalui
sinar. Pernyataan ini dikenal dengan Hukum Lambert Beer.
Pada metode spektrofotometri, sample menyerap radiasi
elektromaagnetis yang pada panjang gelombang tertentu dapat
terlihat. Dengan metode ini sample dengan konsentrasi yang
sudah diketahui di ukur absorbansinya sehingga diperoleh kurva
standar padatan versusu absorbansi. Kurva ini digunakan untuk
mencari konsentrasi sample yang belum diketahui.
III. ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat
1. Shaker
2. Beaker Glass 100 ml
3. Erlenmeyer 250 ml
4. Corong pemisah
5. Pipet ukur 25 ml
6. Pipet tetes
7. Gelas ukur 10 ml, 25 ml, 50 ml
8. Corong kaca
9. Spektrofotometer UV-Vis
10. Ball filler
11. Labu takar 25 ml, 50 ml, 100 ml
12. Statif, klem, boss head
3.2 Bahan
1. Kresol
2. Kerosene
3. Methanol
4. Aquades
IV. PROSEDUR KERJA
a) 4% kresol + 96% keroseneb) 8% kresol + 92% kerosenec) 12% kresol + 88% kerosene
Dimasukkan ke dalam beaker glass
Dicampur di dalam labu takar
80% metanol + 20% aquades
Dimasukkan ke dalam beaker glass
Dicampur di dalam labu takar
Mencampur larutan sampel dan solvent di dalam erlenmeyer
Dimasukkan ke dalam shaker
Dipisahkan ke corong pemisah shaker
Dimasukkan dalam gelas ukur
Masukkan ekstrak ke dalam spektrofotometer UV-VIS
V. DATA PENGAMATAN
Tabel 5.1 Data pengamatan proses ekstraksi cair-cair
No
Perlakuan Pengamatan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Menyiapkan larutan sampel sebanyak 25 mla) 4% kresol dan 96%
keroseneb) 8% kresol dan 92%
kerosenec) 12% kresol dan 88%
keroseneMenyiapkan larutan solven 80% metanol dan 20% aquades sebanyak 25 mlLarutan sampel dan larutan solven dicampur menjadi 50 ml
Larutan dimasukkan ke dalam shaker (Rpm ekstraksi 200, 30 menit)a) 4% kresol dan 96%
keroseneb) 8% kresol dan 92%
kerosene
c) 12% kresol dan 88% kerosene
Sampel hasil ekstraksi (terdiri dari fase minyak dan air) dipisahkan dalam corong pemisah untuk memperoleh rafinat dan ekstrak. Kemudian didiamkan selama 1 jamHasil ekstraksi dimasukkan ke dalam Spektrofotometri dengan kuvet yang berbeda. Kemudian diukur absorbansi dengan λ = 321 nm
Larutan berwarna kuningLarutan berwarna kuningLarutan berwarna kuningLarutan bening
Larutan secara keseluruhan berwarna kuning, bagian atas berupa fase minyak berwarna kuning, sedangkan bagian bawah berupa fase cair berwarna putih kekuninganFase minyak bagian atasFase cair bagian bawahLarutan berwarna putih keruhLarutan berwarna putih kekuninganLarutan berwarna putih keruhHasil ekstrak terpisah dari fase rafinat
Didapatkan absorbansi sampela) Sampel 4% kresol, A
= 2,870b) Sampel 8% kresol, A
= 2,986c) Sampel 12% kresol,
A = 2,689
VI. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
6.1 Analisis Data
Menghitung konsentrasi campuran sampel dan solvent dengan
persamaan y = 0.0074x + 0.0239 didapat dari praktikum
sebelumnya (kelompok Anajib)
a. Sampel A (4% kresol)
y = 0.0074x + 0.0239
2.87 = 0.0074x + 0.0239
x =384.6081
b. Sampel B (8% kresol)
y = 0.0074x + 0.0239
2.986 = 0.0074x + 0.0239
x = 400.2838
c. Sampel C (12% kresol)
y = 0.0074x + 0.0239
2.689 = 0.0074x + 0.0239
x = 360.1486
6.2 Pembahasan
Dalam praktikum ini, dilakukan percobaan untuk
memisahkan kresol sebagai solut dari kerosene sebagai cairan
pembawa (diluen) menggunakan metanol dan air sebagai solvent
dengan metode ekstraksi cair-cair. Ekstraksi cair-cair merupakan
proses pemisahan solut dari cairan pembawanya (diluent)
dengan menggunakan solvent cair. Proses pemisahan secara
ekstraksi dapat dilakukan jika campuran yang akan dipisahkan
berupa larutan homogen (cair – cair).
Praktikum ini diawali dengan pembuatan larutan sampel
kresol-kerosene dengan konsentrasi berbeda, yaitu 4%, 8%, dan
12% sebanyak 25 ml ke dalam labu takar. Langkah selanjutnya
adalah membuat larutan solvent yang terdiri dari 80% metanol
dan 20% aquades sebanyak 25 ml ke dalam labu takar.
Kemudian mencampurkan larutan sampel dan larutan solvent
sebanyak 50 ml ke dalam erlenmeyer. Pada praktikum ekstraksi
cair-cair ini, metanol digunakan sebagai pelarut (solvent) karena
metanol mempunyai kelarutan yang relatif tinggi dan bersifat
inert sehingga tidak bereaksi dengan komponen lainnya.
Proses selanjutnya adalah mengkondisikan campuran
larutan sampel dan larutan solvent dalam alat shaker untuk
pencampuran 2 larutan sehingga bersifat homogen dengan
gerakan satu arah. Kondisi operasi alat shaker yaitu rpm
ekstraksi 200 selama 30 menit.
Sampel hasil ekstraksi terdiri dari fase ekstrak yang
merupakan lapisan pelarut (metanol dan air) dengan lapisan
solut (kresol) dan fase rafinat yang merupakan lapisan diluen
(kerosene) dengan sisa lapisan solut (kresol). Sampel hasil
ekstraksi dimasukkan ke dalam corong pemisah sebagai alat
pengontak (ekstractor) dan didiamkan selama 1 jam untuk
memberi ruang kepada fase ekstrak dan rafinat agar terpisah
sempurna.
Selanjutnya dilakukan pemisahan antara fase ekstrak
(lapisan pelarut dan solut) dengan fase rafinat (lapisan diluen
dan sisa solut) dengan cara membuka kran corong pemisah.
Hasil ekstraksi dimasukkan ke dalam Spektrofotometri dengan
kuvet yang berbeda. Kemudian diukur absorbansi dengan λ =
321 nm. Didapatkan absorbansi sampel 4% kresol, A = 2,870;
sampel 8% kresol, A = 2,986; sampel 12% kresol, A = 2,689.
Menghitung konsentrasi campuran sampel dan solvent
dengan persamaan y = 0.0074x + 0.0239 didapat dari praktikum
sebelumnya (kelompok Anajib). Sampel A (4% kresol), x =
384.6081; sampel B (8% kresol), x = 400.2838; sampel C (12%
kresol), x = 360.1486. Kosentrasi campuran yang dihasilkan
tidak dapat untuk menghitung yield. Hal ini dikarenakan larutan
kresol yang diambil telah terkontaminasi dan bukan kresol murni.
VII. SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
1. Prinsip operasi ekstraksi cair-cair adalah pemisahan zat cair
yang terlarut dalam cairan dengan cara mengontakkannya
dengan zat cair lain yang dapat melarutkan zat terlarut.
Ekstraksi digunakan untuk memisahkan umpan yang terdiri
atas zat terlarut (solut) dan zat yang mencairkan (dilut) yang
dikontakkan dengan pelarut (solven).
2. Karena adanya kontaminan kresol yang digunakan maka
yield dan neraca massa ekstraksi tidak dapat dihitung.
7.2 Saran
1. Perhatikan baik-baik bahan yang digunakan.
2. Lakukan prosedur praktikum sesuai dengan yang
diperintahkan.
3. Gunakan sarung tangan dan masker untuk melindungi dari
bahan bahan yang berbahaya seperti kresol.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Tim Dosen Praktikum Operasi Tek. Kimia 1, 2015. Petunjuk Praktikum Operasi
Teknik Kimia 1. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Velayas dan Ma’rifatunnisa, 2013. Ekstraksi Cair-Cair. Bandung: Politeknik
Negeri Bandung