BAB I alat 2

19
BAB I LANDASAN TEORI 1.1. Teori 1.1.1 Kerja Fisik dan Konsumsi Energi 1 Kerja fisik seringkali disebut sebagai manual operation, dimana performance kerja sepenuhnya bergantung pada manusia yang berfungsi sebagai sumber tenaga (power) maupun pengendali kerja (controler). Kerja fisik seringkali dikonotasikan sebagai kerja berat ataupun kerja kasar serta dirumuskan sebagai kegiatan yang memerlukan usaha fisik manusia yang kuat selama periode kerja berlangsung. Dalam kerja fisik, konsumsi energi (energi consumption) merupakan faktor utama dan tolak ukur yang dipakai sebagai penentu berat ringannya kerja fisik tersebut. Untuk menentukan berat ringannya aktivitas kerja manusia, perlu dilakukan pengukuran aktivitas kerja fisik. Yang dimaksud dengan mengukur aktivitas kerja fisik adalah mengukur berapa besarnya tenaga yang dibutuhkan oleh seorang pekerja untuk melaksanakan pekerjaannya. Dalam penggunaan metode pengukuran mengenai keseluruhan kegiatan yang dialami pekerja selama pelaksanaannya dan penyebaran informasi-informasinya ke 1 Sutalaksana, Iftikar Z., dkk. 1979. Teknik Tata Cara Kerja. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Transcript of BAB I alat 2

Page 1: BAB I alat 2

BAB I

LANDASAN TEORI

1.1. Teori

1.1.1 Kerja Fisik dan Konsumsi Energi1

Kerja fisik seringkali disebut sebagai manual operation, dimana

performance kerja sepenuhnya bergantung pada manusia yang berfungsi sebagai

sumber tenaga (power) maupun pengendali kerja (controler). Kerja fisik

seringkali dikonotasikan sebagai kerja berat ataupun kerja kasar serta dirumuskan

sebagai kegiatan yang memerlukan usaha fisik manusia yang kuat selama periode

kerja berlangsung. Dalam kerja fisik, konsumsi energi (energi consumption)

merupakan faktor utama dan tolak ukur yang dipakai sebagai penentu berat

ringannya kerja fisik tersebut. Untuk menentukan berat ringannya aktivitas kerja

manusia, perlu dilakukan pengukuran aktivitas kerja fisik. Yang dimaksud dengan

mengukur aktivitas kerja fisik adalah mengukur berapa besarnya tenaga yang

dibutuhkan oleh seorang pekerja untuk melaksanakan pekerjaannya.

Dalam penggunaan metode pengukuran mengenai keseluruhan kegiatan

yang dialami pekerja selama pelaksanaannya dan penyebaran informasi-

informasinya ke dalam bentuk angka-angka, diperlukan pendekatan secara ilmiah

dan secara teknik. Sebagaimana kita ketahui secara umum, kerja manusia ada

yang bersifat mental dan ada yang bersifat fisik dan masing-masing mempunyai

tingkat intensitas yang berbeda-beda. Tingkat intensitas yang terlalu tinggi

memungkinkan pemakaian tenaga yang berlebihan, dan sebaliknya tingkat

intensitas yang terlampau rendah memungkinkan timbulnya rasa jenuh dan bosan.

Tingkat intensitas yang optimum ada di antara kedua batas ekstrim tersebut dan

tentunya tidak sama untuk setiap individu. Berdasarkan perbedaan tingkat

intensitas tersebut, usaha-usaha ergonomi harus diarahkan pada pencapaian

tingkat intensitas yang optimum ini.

1 Sutalaksana, Iftikar Z., dkk. 1979. Teknik Tata Cara Kerja. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Page 2: BAB I alat 2

Secara umum, kriteria pengukuran aktivitas kerja manusia dapat dibagi

dalam dua kelas utama, yaitu kriteria fisiologis dan kriteria operasional, yang

masing-masing diuraikan sebagai berikut:

1. Kriteria Fisiologis

Penentuan kriteria fisiologis kegiatan manusia biasanya didasarkan pada

kecepatan denyut jantung dan pernafasan. Ketika manusia melakukan suatu

kegiatan tertentu, maka akan terjadi perubahan fungsi faal kerja tubuh, seperti

tekanan darah, peredaran udara dalam paru-paru, jumlah oksigen yang

digunakan, jumlah karbondioksida yang dihasilkan, temperatur atau suhu

badan, banyaknya keringat yang dikeluarkan dan komposisi kimia yang

terkandung dalam darah. Secara lebih luas dapat dikatakan bahwa kecepatan

jantung dan kecepatan pernafasan dipengaruhi oleh tekanan fisiologis, tekanan

lingkungan atau tekanan akibat kerja keras, dimana ketiga tekanan tersebut

tersebut memiliki pengaruh yang sama. Sehingga apabila kecepatan denyut

jantung seseorang meningkat, akan sulit ditentukan apakah akibat kerja, akibat

rasa takut atau akibat temperatur ruangan yang terlalu panas. Dengan

demikian, pengukuran berdasarkan kriteria fisiologis dapat digunakan apabila

faktor-faktor yang berpengaruh tersebut kecil atau situasi kerjanya harus

dalam keadaan normal.

2. Kriteria Operasional

Kriteria operasional melibatkan teknik-teknik untuk mengukur atau

menggambarkan hasil-hasil yang dapat dilakukan tubuh atau anggota-anggota

tubuh pada saat melaksanakan gerakan-gerakannya. Secara umum, hasil

gerakan yang dapat dilakukan tubuh atau anggota tubuh dapat dibagi dalam

bentuk-bentuk range (rentangan) gerakan, pengukuran aktivitas berdasarkan

kekuatan, ketahanan, kecepatan, dan ketelitian. Untuk mengukur aktivitas-

aktivitas tersebut, dapat digunakan bermacam-macan alat ukur, seperti alat

pengukur tegangan dan dinamometer. Pengukuran aktivitas fisik berdasarkan

range dari gerakan digunakan untuk jenis pekerjaan berulang tetap. Hasil

gerakan tubuh dikatakan menurun atau meningkat jika range gerakannya

makin kecil atau makin besar. Maka dalam hal ini diperlukan teknik tertentu

Page 3: BAB I alat 2

untuk menggambarkan informasi tentang gerakan fisik yang terlibat dalam

suatu aktivitas.

1.1.2. Proses Metabolisme2

Untuk mengetahui besar kerja fisik adalah dengan membandingkan

konsumsi oksigen dengan laju detak nadi/jantung yang dapat dinyatakan sebagai

berikut:

1. Pekerja laki-laki yang melakukan aktivitas manual fisik dengan pulsa 75

denyut/menit akan ekuivalen dengan konsumsi oksigen 0.5 liter/menit atau

sepadan dengan pengeluaran energi 2,5 kkal/menit. Perlu dicatat bahwa nilai

denyut jantung wanita umumnya akan lebih tinggi dibandingkan dengan laki-

laki (sekitar 10 denyut/menit lebih tinggi).

2. Bila tidak ada kegiatan fisik yang dilakukan, misalnya dalam kondisi istirahat,

biasanya pulsa akan sebesar 62 denyut/menit, dimana hal ini akan ekuivalen

dengan konsumsi oksigen sebesar 250 ml/menit atau sepadan dengan

pengeluaran energi sebesar 1,25 kkal/menit.

Pengukuran detak jantung akan sangat sensitif terhadap temperatur dan

tekanan emosi manusia dan di sisi lain pengukuran melalui konsumsi oksigen

pada dasarnya tidak akan banyak dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik

individu manusia yang akan diukur.

Konsumsi oksigen akan tetap diperlukan meskipun orang tidak melakukan

aktivitas fisik. Kondisi seperti ini disebut sebagai metabolisme basal, dimana

dalam kondisi seperti ini energi kimiawi dari makanan hampir seluruhnya akan

dipakai untuk menjaga panas badan (36oC) agar manusia dapat tetap hidup.

Adanya kerja fisik akan menyebabkan penambahan energi.

1.1.3. Evaluasi Metode Kerja dengan Cara Pengukuran Energi yang

ikonsumsi

2 Wignjosoebroto, Sritomo. 1995. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu. Surabaya: Guna Widya.

Page 4: BAB I alat 2

Pengukuran fisiologis sering kali juga diaplikasikan sebagai dasar untuk

mengevaluasi dan menetapkan tata cara kerja yang harus diikuti. Suatu cara kerja

akan dibandingkan dengan cara kerja yang lain, dimana tolak ukur akan

ditetapkan berdasarkan pemakaian energi fisik yang paling minimal. Beberapa

sikap dan cara kerja tertentu yang harus diselesaikan dengan posisi berdiri tegak,

duduk, jongkok ataupun harus membungkukkan badan ternyata memerlukan

konsumsi energi fisik yang berbeda-beda.

Dalam kasus pengukuran fisiologis kerja yang dilakukan terhadap

berbagai macam cara membawa beban akan memberikan hasil yang berbeda-beda

dalam hal konsumsi energi yang harus dipikul.

1.1.4. Kelelahan Akibat Kerja

Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh

terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat.

Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Pada susunan saraf pusat terdapat sistem

aktivasi yang bersifat simpatis dan inhibisi yang bersifat parasimpatis. Istilah

kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu,

tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas

kerja serta ketahanan tubuh.

Kelelahan diklasifikasikan dalam dua jenis, yaitu kelelahan otot dan

kelelahan umum. Kelelahan otot merupakan tremor pada otot atau perasaan nyeri

pada otot. Sedangkan kelelahan umum biasanya ditandai dengan berkurangmya

kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh monotoni, intensitas dan lamanya

kerja fisik, keadaan lingkungan, mental, status kesehatan dan keadaan gizi

(Grandjean, 1993). Secara umum gejala kelelahan dapat dimulai dari yang sangat

ringan sampai perasaan yang sangat melelahkan. Kelelahan subjektif biasanya

terjadi pada akhir jam kerja, apabila rata-rata jam kerja melebihi 30% sampai 40%

dari tenaga aerobik maksimal (Astrand & Rodhal, 1997 dan Pulat, 1992).

Sampai saat ini masih berlaku dua teori tentang kelelahan otot yaitu teori

kimia dan teori saraf pusat terjadinya kelelahan. Teori kimia secara umum

menjelaskan bahwa terjadinya kelelahan adalah akibat berkurangnya cadangan

Page 5: BAB I alat 2

energi dan meningkatnya sisa metabolisme sebagai penyebab hilangnya efisiensi

otot, sedangkan perubahan arus listrik pada otot dan saraf adalah penyebab

sekunder.

Sedangkan teori saraf pusat menjelaskan bahwa perubahan kimia hanya

merupakan penunjang proses. Perubahan kimia yang terjadi mengakibatkan

dihantarkannya rangsangan saraf melalui saraf sensoris ke otak yang disadari

sebagai kelelahan otot. Rangsangan aferen atau rangsangan sensorik ini

menghambat pusat-pusat otak dalam mengendalikan gerakan sehingga frekuensi

potensial kegiatan pada sel saraf menjadi berkurang. Berkurangnya frekuensi

tersebut akan menurunkan kekuatan dan kecapatan kontraksi otot dan gerakan atas

perintah kemauan menjadi lambat. Dengan demikian, semakin lambat gerakan

seseorang akan menunjukkan semakin lelah kondisi ototnya.

1.1.5. Faktor Penyebab Terjadinya Kelelahan Akibat Kerja

Secara lebih rinci, terdapat 3 proses timbulnya kelelahan fisik serta faktor-

faktor yang menyertainya sebagai berikut:

1. Pertama, oksidasi glukosa dalam otot menghasilkan CO2, seerolactic,

phosphaty dan sebagainya, dimana zat-zat tersebut terikat dalam darah yang

kemudian dikeluarkan ketika bernafas. Kelelahan terjadi apabila pembentukan

zat-zat tersebut tidak seimbang dengan proses pengeluarannya, sehingga

timbul penimbunan dalam jaringan otot yang mengganggu kegiatan otot

selanjutnya.

2. Kedua, karbohidrat yang didapat dari makanan diubah menjadi glukosa dan

disimpan di hati dalam bentuk glikogen. Setiap 1 cm3 darah normal akan

membawa 1 mm glukosa yang berarti setiap sirkulasi darah hanya membawa

0.1 % dari sejumlah glikogen yang ada dalam hati. Karena bekerja, persediaan

glikogen dalam hati akan menipis dan kelelahan akan timbul apabila

konsentrasi glikogen dalam hati tinggal 0.7 %.

3. Ketiga, dalam keadaan normal jumlah udara yang masuk melalui pernafasan

kira-kira 4 liter/menit, sedangkan dalam keadaan kerja keras dibutuhkan

udara kira-kira 15 liter/menit. Ini berarti pada suatu tingkat kerja tertentu akan

Page 6: BAB I alat 2

dijumpai suatu keadaan dimana jumlah oksigen yang masuk melalui

pernafasan lebih kecil dari tingkat kebutuhan. Jika hal ini terjadi maka

kelelahan akan timbul karena reaksi oksidasi dalam tubuh, yaitu untuk

mengurangi asam laktat menjadi air atau H2O dan CO2 agar dikeluarkan dari

tubuh, menjadi tidak seimbang dengan pembentukan asam laktat itu sendiri

(asam laktat terakumulasi dalam otot atau dalam peredaran darah).

Kelelahan psikologis disebut juga kelelahan palsu yang timbul dari

perasaan seseorang dan terlihat melalui tingkah laku dan pendapatnya yang tidak

lagi konsekuen dan jiwanya yang labil dengan adanya perubahan walaupun

sendiri dalam kondisi lingkungan dan kondisi tubuhnya. Sebab-sebab kelelahan

ini adalah kurangnya minat pada pekerjaan, penyakit, lingkungan yang tidak

cocok, sebab-sebab mental dan lain lain. Pengaruh-pengaruh ini seakan-akan

terkumpul dalam benak dan menimbulkan rasa lelah.

Untuk mengetahui telah datangnya gejala-gejala atau perasaan-perasaan

dari kelelahan adalah sebagai berikut:

1. Perasaan berat di kepala, menjadi lelah seluruh badan, kaki terasa berat,

menguap, pikiran terasa kacau, mengantuk, mata merasa berat, kaku dan

canggung dalam gerakan, tidak seimbang dalam berdiri dan merasa ingin

berbaring.

2. Merasa susah berpikir, lelah berbicara, menjadi gugup, tidak dapat

berkonsentrasi, tidak dapat mempunyai perhatian terhadap sesuatu, cenderung

untuk lupa, kurang kepercayaan, cemas terhadap sesuatu, tidak dapat

mengontrol sikap dan tidak dapat tekun dalam pekerjaan.

3. Sakit kepala, kekakuan bahu, merasa nyeri di punggung, pernafasan merasa

tertekan, haus, suara serak, merasa pening, spasme dari kelopak mata, tremor

pada anggota badan dan merasa kurang sehat badan.

Gejala yang termasuk kelompok 1 menunjukan perlemahan kegiatan,

kelompok 2 menunjukkan perlemahan motivasi dan kelompok 3 menunjukkan

kelelahan fisik akibat psikologis.

Dari sekian banyak jenis kelelahan yang telah diuraikan di atas, maka

timbulnya rasa lelah dalam diri manusia merupakan proses yang terakumulasi dari

Page 7: BAB I alat 2

berbagai faktor penyebab dan mendatangkan ketegangan yang dialami oleh

manusia. Untuk menghindari akumulasi yang terlalu berlebihan, diperlukan

adanya keseibangan antara masukan sumber datangnya kelelahan tersebut dengan

jumlah keluaran yang diperoleh lewat proses pemulihan.

1.2. Prevalensi Keluhan Subyektif Atau Kelelahan Karena Sikap Kerja

Yang Tidak Ergonomis Pada Pengrajin Perak

Proses produksi industri kecil kerajinan perak dikerjakan secara

konvensional dan akan lancar apabila didukung oleh sumber daya manusia

sebagai pengrajin yang berkualitas. Hal ini ditentukan oleh beberapa kriteria

antara lain kesehatan dan kebugaran para pengrajin, organisasi dan sistem kerja

termasuk waktu istirahat, sikap kerja yang alamiah, lingkungan kerja yang baik..

Penelitian ini bertujuan secara umum untuk mengetahui aktivitas kerja

pengrajin perak wanita industri kecil kerajinan perak di Desa Singapadu

Kecamatan Sukawati Kabupaten Gianyar. Secara khusus mengetahui seberapa

jauh pengaruh sikap kerja yang tidak ergonomis terhadap kelelahan pengrajin

perak wanita, sedangkan hasil/temuan penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai

kajian ilmu pengetahuan dan teknologi pada umumnya dan secara khusus dapat

dimanfaatkan sebagai masukan bagi para pengrajin dan pemilik usaha untuk

memahami lebih dalam tentang respon fisiologis terhadap sikap kerja yang tidak

ergonomis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelelahan yang dinilai dengan

keluhan subyektif yang terjadi pada pengrajin perak wanita dikelompokkan

menjadi 3 kelompok yaitu : a. Pelemahan kegiatan dengan presentasi yang tinggi

pada lelah seluruh tubuh (66,7%); kaki berat (40%); mata berair (60%) dan mau

berbaring (66,7%) b. Pelemahan motivasi dengan presentasi tinggi pada tak dapat

konsentrasi (66,8%) c. Kelelahan fisik , dengan presntasi tinggi pada kekakuan di

bahu ( 66,7%); merasa nyeri di belakang kepala (46,7%) ; spasme kelopak mata

(56,7%) dan nyeri di punggung (66,7%). Penyebab dari keluhan subyektif ini

adalah sikap kerja yang kurang alamiah dan intensitas lingkungan kerja yang

Page 8: BAB I alat 2

kurang memadai. Keluhan subyektif tadi karena adanya baik kelelahan umum

maupun kelelahan lokal.

1.2.1 Latar Belakang Masalah

Kerajinan perak merupakan salah satu industri kecil yang banyak

menyerap tenaga kerja baik wanita maupun pria yang mempunyai ketrampilan

khusus yaitu membuat perhiasan dari perak termasuk perhiasan emas. Perhiasan

perak yang dihasilkan diekspor ke berbagai negara di seluruh dunia. Proses

produksi industri kecil kerajinan perak dikerjakan secara konvensional dan akan

lancar apabila didukung oleh sumber daya manusia sebagai pengrajin yang

berkualitas. Hal ini ditentukan oleh beberapa kriteria antara lain kesehatan dan

kebugaran para pengrajin, organisasi dan sistem kerja termasuk waktu istirahat,

sikap kerja yang alamiah, lingkungan kerja yang baik. Apabila semua faktor ini

mendukung, kesehatan yang optimal tercapai sehingga efisiensi kerja dan

produktivitas akan meningkat. Apabila beberapa faktor tersebut kurang

mendukung maka akan terjadi sikap kerja yang tidak alamiah dan lingkungan

yang kurang baik sehingga cepat menimbulkan rasa nyeri beberapa otot rangka

yang akhirnya para pengrajin merasa lelah yang manefestasinya adalah keluhan

subyektif pengrajin perak tersebut.

Pada studi pendahuluan di lapangan sebagian besar sikap kerja pengrajin

perak wanita adalah sikap kerja statis yaitu sikap duduk di kursi menghadap meja

dan punggung membungkuk, kaki kanan digunakan untuk menekan pompa

kompor yang dipergunakan untuk mematri produk perhiasan. Sikap kerja ini

dilakukan rerata 8-9 jam/hari dan sekali-kali berdiri untuk mengambil sesuatu

yang dibutuhkan termasuk waktu istirahat makan atau minum. Beban kerja statis

ini menyebabkan kelelahan otot rangka disamping otot-otot mata karena harus

selalu melihat benda kerja yang relatif kecil dan ini tergantung pada model

perhiasaan yang diproduksi, beban kerja ini akan lebih parah lagi apabila

lingkungan dan sikap kerja yang tidak ergonomis.

Beban sikap tubuh statis yang lama menjadi faktor yang utama dalam

kehidupan modern, yang menjadi penyebab nyeri otot rangka akibat kerja

Page 9: BAB I alat 2

(Chavalitsakulchai & Shahnavas,1992). Sikap tubuh seseorang pada waktu

menjalankan tugas ditentukan oleh hubungan antara dimensi berbagai objek kerja

dan ruang kerja. Ketidakserasian ini selain akan menyebabkan nyeri otot-otot

rangka juga akan menyebabkan kelelahan. Di Amerika Serikat keluhan nyeri otot-

otot rangka merupakan salah satu penyakit akibat kerja sehingga menyebabkan

penderitaan tenaga kerja, penurunan produktivitas dan kerugian ekonomi,

penyebab kerja yang tidak alamiah sebagai akibat tidak betulnya design tempat

kerja (kursi dan meja) menyebabkan hampir sebagian besar tenaga kerja

menderita “Musculosketal Disorder” dan “Low Back Pain” (Manuaba, 1995).

Penelitian Suyasning terhadap pengrajin perak wanita di Desa Celuk (1995)

didapatkan prevalensi 55% nyeri otot-otot paha, kemungkinan karena mereka

bekerja duduk di kursi yang tidak ada sandaran punggung. Penyebab cepat

timbulnya kelelahan selain faktor tersebut di atas juga karena faktor-faktor antara

lain umur, jenis kelamin, ukuran anthropometri, kesegaran jasmani, sosial dan

mental.

1.2.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka penelitian ini dapat dirumuskan

sebagai berikut : Apakah sikap kerja yang tidak ergonomis pengrajin perak wanita

mempengaruhi kelelahan.

1.2.3. Tujuan dan Manfaat

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan secara umum untuk mengetahui aktivitas kerja

pengrajin perak wanita industri kecil kerajinan perak di Desa Singapadu

Kecamatan Sukawati Kabupaten Gianyar. Secara khusus mengetahui seberapa

jauh pengaruh sikap kerja yang tidak ergonomis terhadap kelelahan pengrajin

perak wanita di Desa Singapadu Kecamatan Sukawati Kabupaten Gianyar.

2. Manfaat Penelitian

Page 10: BAB I alat 2

Hasil/temuan penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai kajian ilmu

pengetahuan dan teknologi pada umumnya dan secara khusus dapat

dimanfaatkan sebagai masukan bagi para pengrajin dan pemilik untuk

memahami lebih dalam tentang respon fisiologis terhadap sikap kerja yang

tidak ergonomis.

1.2.4. Kelelahan

1.2.4.1.Pengertian Kelelahan

Istilah fatigue atau kelelahan dipakai untuk menggambarkan berbagai

kondisi yang sangat bervariasi yang semuanya berakibat penurunan kapasitas dan

ketahanan kerja.

Konsep kelelahan yang sudah dikenal saat ini membedakan atas dua jenis

kelelahan yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum atau general fatigue.

Kelelahan otot terjadi apabila otot yang beraktifitas tidak lagi dapat berespon

terhadap rangsangan dengan tingkat aktivitas kontraktil yang setara.

Kelelahan umum diartikan sebagai sensasi kelelahan yang dirasakan

secara umum oleh tubuh. Tubuh dirasakan terhambat dalam melakukan aktifitas,

kehilangan keinginan untuk melakukan tugas-tugas fisik maupun mental, merasa

berat, ngantuk dan letih.

Kelelahan umum dapat diakibatkan oleh efek dari berbagai stress berupa

monotony, intensitas atau durasi dari beban kerja mental atau mental dan fisik,

iklim lingkungan termasuk penerangan dan kebisingan, penyebab mental berupa

tanggung jawab, kekhawatiran dan konflik-konflik, penyakit dan perasaan sakit

dan faktor nutrisi yang dialami sepanjang hari kerja berakumulasi pada organisme

dan secara bertahap meningkatkan perasaan lelah dimana perasaan lelah ini

merupakan keadaan yg dapat dihilangkan dengan berbaring dan istirahat.

1.2.4.2.Pengukuran Kelelahan

Kondisi kelelahan pada pekerja perlu diukur agar dapat dilakukan upaya-

upaya penanggulangan secara dini dan lebih rasional. Dengan mengetahui lebih

Page 11: BAB I alat 2

awal kondisi kelelahan pada pekerja mengalami fatigue accumulation maupun

kelelahan kronis yang dapat terjadi akibat pemulihan tidak memadai.

Dari beberapa literatur dikatakan bahwa sampai saat ini tidak ada suatu

campuran yang dapat mengukur secara langsung suatu kelelahan itu sendiri.

Untuk membuat interpretasi dari hasil-hasil pemeriksaan agar lebih reliabel, saat

ini dalam beberapa studi dapat dipakai kombinasi dari bebrapa indikatordari

kelelahan .

Beberapa cara yang saat ini dipakai untuk mengetahui kelelahan, yang

sifatnya hanya mengukur manifestasi-manifestasi atau indikator-indikator

kelelahan yaitu :

1. Kualitas dan kuantitas dari penampilan kerja

2. Mencatat persepsi subyektif dari kelelahan

3. EEG (Electroencepalhography)

4. Uji flicker fusion

5. The Blink Apparatus

6. Tes Psikomotor. Tes ini mengukur fungsi-fungsi yang melibatkan persepsi,

interpretasi dan reaksi motorik: simple dan selektif reaction times test,

tachistoscopic test.

7. Tes mental : aritmatic problem, tes konsentrasi misalnya tes Bourdon wiersma.

Meskipun ada banyak macam alat ukur untuk mengevaluasi kelelahan

seperti disebutkan diatas, dalam penelitian ini hanya dilakukan uji coba satu jenis

alat ukur (tes) yaitu kuesioner yang mencatat persepsi subyektif dari kelelahan

umum (the subyektif sysmtoms test yang terdiri dari 30-an item gejala kelelahan

umum). Kuesioner 30-an item gejala kelelahan umum diadopsi dari IFRC

(Industrial Fatigue Research Commitee Of Japanese Association Of Industrial

Health) yang dibuat pada tahun 1967. Disosialisasikan dan dimuat dalam

Prosiding Symposium on Methodology of Fatgue Assesment. Symposium ini

diadakan di Kyoto Jepang pada tahun 1969. Sepuluh item pertama

mengindikasikan adanya pelemahan aktifitas, 10 item kedua pelemahan motifasi

Page 12: BAB I alat 2

kerja dan 10 item ketiga atau terakhir mengindikasikan kelelahan fisik atau

kelelahan pada bagian tubuh.

Semakin tinggi frekuensi gejala kelelahan muncul dapat diartikan semakin

besar pula tingkat kelelahan . Dapat dikatakan bahwa kelemahan dari kuesioner

ini adalah tidak dilakukannya evaluasi terhadap setiap item pertanyaan secara

tersendiri. Kuesioner ini kemudian dikembangkan dimana jawaban jawaban

kuesioner diskoring sesuai empat skala Likert. Interpretasi dibuat berdasrkan skor

yang akan didapat. Kategori tidak lelah ditentukan jika skor yang diperoleh lebih

kecil dari 40. Kategori lelah ditentukan dari skor total lebih besar atau sama

dengan 40. Dalam studi-studi eksperimen interpretasi biasanya dibuat hanya

berdasarkan adanya perbedaan skor sebelum dan sesudah suatu perlakuan.