BAB I AD

25
BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Penyakit Alzheimer (AD) merupakan gangguan neurodegeneratif yang paling umum terjadi. Dengan tidak adanya strategi pencegahan yang jelas atau terapi penyakit modifikasi, diharapkan bahwa jumlah orang yang terkena AD di seluruh dunia akan melebihi 100 juta pada tahun 2050 (Kayed, R et al. 2011). Dampak sosial ekonomi dari gangguan demensia di seluruh dunia sangat besar, tetapi sulit untuk mengukur dengan tepat. Lebih dari 25 juta orang menderita demensia dan total biaya tahunan di seluruh dunia telah diperkirakan melebihi US $ 200 miliar. Menurut Asosiasi Alzheimer, pada tahun 2009 diperkirakan 5,3 juta orang di Amerika Serikat memiliki penyakit Alzheimer (AD). Pasien dengan AD membutuhkan perawatan kesehatan dan layanan perawatan jangka panjang (Citron, M. 2010). Pada tahun 2010, penyakit Alzheimer adalah penyebab kematian untuk 83.494 kasus. Kematian akibat penyakit Alzheimer terus meningkat selama 30 tahun terakhir. Penyakit Alzheimer adalah penyebab utama kematian keenam di Amerika Serikat dan penyebab utama kelima bagi orang yang berusia 65 tahun ke atas. Diperkirakan 5,4 juta orang di Amerika Serikat mengidap penyakit Alzheimer. Mortalitas penyakit Alzheimer bervariasi berdasarkan

description

aad

Transcript of BAB I AD

Page 1: BAB I AD

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Penyakit Alzheimer (AD) merupakan gangguan neurodegeneratif yang paling

umum terjadi. Dengan tidak adanya strategi pencegahan yang jelas atau terapi

penyakit modifikasi, diharapkan bahwa jumlah orang yang terkena AD di seluruh

dunia akan melebihi 100 juta pada tahun 2050 (Kayed, R et al. 2011).

Dampak sosial ekonomi dari gangguan demensia di seluruh dunia sangat

besar, tetapi sulit untuk mengukur dengan tepat. Lebih dari 25 juta orang menderita

demensia dan total biaya tahunan di seluruh dunia telah diperkirakan melebihi US $

200 miliar. Menurut Asosiasi Alzheimer, pada tahun 2009 diperkirakan 5,3 juta orang

di Amerika Serikat memiliki penyakit Alzheimer (AD). Pasien dengan AD

membutuhkan perawatan kesehatan dan layanan perawatan jangka panjang (Citron,

M. 2010).

Pada tahun 2010, penyakit Alzheimer adalah penyebab kematian untuk 83.494

kasus. Kematian akibat penyakit Alzheimer terus meningkat selama 30 tahun terakhir.

Penyakit Alzheimer adalah penyebab utama kematian keenam di Amerika Serikat dan

penyebab utama kelima bagi orang yang berusia 65 tahun ke atas. Diperkirakan 5,4

juta orang di Amerika Serikat mengidap penyakit Alzheimer. Mortalitas penyakit

Alzheimer bervariasi berdasarkan umur, jenis kelamin, ras, asal, dan wilayah

geografis (Vera, BT. 2013).

Page 2: BAB I AD

BAB II

ISI

DEFINISI

Penyakit Alzheimer merupakan bentuk yang paling umum dari demensia yang

menyebabkan penurunan kemampuan kognitif yang secara bertahap semakin

memburuk. Penyakit Alzheimer (AD) adalah gangguan neurodegeneratif yang paling

umum, dengan biaya kesehatan yang tinggi (Kayed, R et al.2011).

Penyakit Alzheimer (AD) adalah gangguan neurologis progresif yang paling

luas tersebar pada pria setelah 65 tahun dan itu menjadi masalah semua masyarakat

yang sangat serius sebagai akibat dari peningkatan usia rata-rata, dengan gejala

kesulitan dalam menemukan kata yang tepat atau memahami apa yang dikatakan

orang; kesulitan dalam melakukan tugas-tugas yang sebelumnya rutin; masalah

dengan bahasa; kepribadian dan perubahan mood (Babusikova & Evinova, 2011).

EPIDEMIOLOGI

Lebih dari 25 juta orang menderita demensia dan total biaya tahunan di

seluruh dunia telah diperkirakan melebihi US $ 200 miliar. Menurut Asosiasi

Alzheimer, pada tahun 2009 diperkirakan 5,3 juta orang di Amerika Serikat memiliki

penyakit Alzheimer (AD), yang sekarang penyebab utama kematian keenam di

Amerika Serikat. Seperti bertambahnya usia adalah faktor risiko terbesar untuk

penyakit ini, kejadian tersebut akan meningkat menjadi sebesar 7,7 juta kasus pada

tahun 2030 dan 11-16.000.000 kasus di Amerika Serikat pada tahun 2050 (Citron, M.

2010).

Pasien dengan AD merupakan pasien yang membutuhkan perawatan

kesehatan dan layanan perawatan jangka panjang. Di Amerika Serikat saat ini terdapat

9,9 juta perawat keluarga yang belum dibayar dan beban emosional yang besar

(Citron, M. 2010).

ETIOLOGI

Penyebab atau etiologi dari penyakit Alzheimer belum diketahui, sebagian

besar ahli setuju bahwa AD mungkin berkembang sebagai akibat dari beberapa faktor

resiko, bukan penyebab tunggal. Beberapa faktor risiko AD, antara lain : usia; jenis

kelamin; gen; hiperkolesterolemia; diabetes mellitus; stroke; trauma otak; pendidikan;

Page 3: BAB I AD

alkohol dan merokok. Faktor risiko terbesar untuk penyakit Alzheimer adalah usia

lanjut, akan tetapi AD bukan merupakan proses normal dari penuaan (Babusikova &

Evinova, 2011).

Penyakit Alzheimer dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut (Price & Wilson, 2006) :

a. Faktor genetik

50% prevalensi kasus alzheimer ini diturunkan melalui gen autosomal dominant.

Individu dengan keturunan garis pertama pada keluarga penderita alzheimer

mempunyai resiko menderita demensia 6 kali lebih besar dibandingkan kelompok

kontrol normal. Pemeriksaan genetika DNA pada penderita alzheimer dengan familial

early onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21 diregio proximal log arm,

sedangkan pada familial late onset didapatkan kelainan lokus pada kromosom 19.

Begitu pula pada penderita down syndrome mempunyai kelainan gen kromosom 21,

setelah berumur 40 tahun terdapat neurofibrillary tangles (NFT), senile plaque dan

penurunan marker kolinergik pada jaringan otaknya yang menggambarkan kelainan

histopatologi pada penderita alzheimer.

b. Faktor infeksi

Ada hipotesa menunjukkan penyebab infeksi virus pada keluarga penderita

alzheimer yang dilakukan secara immuno blot analisis, ternyata diketemukan adanya

antibodi reaktif. Infeksi virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat

yang bersipat lambat, kronik dan remisi. Beberapa penyakit infeksi seperti

Creutzfeldt-Jacob disease, diduga berhubungan dengan penyakit alzheimer. Hipotesa

tersebut mempunyai beberapa persamaan antara lain: Manifestasi klinik yang sama;

Tidak adanya respon imun yang spesifik; Adanya plak amyloid pada susunan saraf

pusat; Timbulnya gejala mioklonus; Adanya gambaran spongioform.

c. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan juga dapat berperan dalam patogenesa penyakit alzheimer.

Faktor lingkungan antar alain, aluminium, silicon, mercury, zinc. Aluminium

merupakan neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat yang ditemukan

neurofibrillary tangles (NFT) dan senile plaque (SPINALIS). Pada penderita

alzheimer, juga ditemukan keadan ketidak seimbangan merkuri, nitrogen, fosfor,

sodium, dengan patogenesa yang belum jelas. Ada dugaan bahwa asam amino

glutamat akan menyebabkan depolarisasi melalui reseptor N-methy D-aspartat

Page 4: BAB I AD

sehingga kalsium akan masuk ke intraseluler (Cairan-influks) dan menyebabkan

kerusakan metabolisma energi seluler dengan akibat kerusakan dan kematian neuron.

d. Faktor imunologis

Sekitar 60% pasien yang menderita alzheimer didapatkan kelainan serum protein

seperti penurunan albumin dan peningkatan alpha protein, anti trypsin

alphamarcoglobuli dan haptoglobuli.

e. Faktor trauma

Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit alzheimer dengan

trauma kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang menderita demensia

pugilistik, dimana pada otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles.

f. Faktor neurotransmiter

Perubahan neurotransmitter pada jaringan otak penderita alzheimer mempunyai

peranan yang sangat penting seperti (Price & Wilson, 2006) :

1. Asetilkolin

Otopsi jaringan otak pada penderita alzheimer didapatkan penurunan

aktivitas kolinasetil transferase, asetikolinesterase dan transport kolin serta

penurunan biosintesa asetilkolin. Adanya defisit presinaptik dan postsynaptik

kolinergik ini bersifat simetris pada korteks frontalis, temporallis superior,

nukleus basalis, hipokampus. Kelainan neurottansmiter asetilkoline

merupakan kelainan yang selalu ada dibandingkan jenis neurottansmiter

lainnya pada penyakit alzheimer, dimana pada jaringan otak/biopsinya selalu

didapatkan kehilangan cholinergik Marker. Pada penelitian dengan pemberian

scopolamin pada orang normal, akan menyebabkan berkurang atau hilangnya

daya ingat. Hal ini sangat mendukung hipotesa kolinergik sebagai patogenesa

penyakit Alzheimer.

2. Noradrenalin

Kadar metabolisme norepinefrin dan dopimin didapatkan menurun

pada jaringan otak penderita alzheimer. Hilangnya neuron bagian dorsal lokus

seruleus yang merupakan tempat yang utama noradrenalin pada korteks

serebri, berkorelasi dengan defisit kortikal noradrenergik. Hasil biopsi dan

otopsi jaringan otak penderita alzheimer menunjukkan adanya defisit

Page 5: BAB I AD

noradrenalin pada presinaptik neokorteks. Konsentrasi noradrenalin menurun

baik pada post dan ante-mortem penderita alzheimer.

c. Dopamin

Pengukuran terhadap aktivitas neurottansmiter regio hipothalamus,

dimana tidak adanya gangguan perubahan aktivitas dopamin pada penderita

alzheimer. Hasil ini masih kontroversial, kemungkinan disebabkan karena

potongan histopatologi regio hipothalamus setia penelitian berbeda-beda.

d. Serotonin

Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5

hidroxi-indolacetil acid pada biopsi korteks serebri penderita alzheimer.

Penurunan juga didapatkan pada nukleus basalis dari meynert. Penurunan

serotonin pada subregio hipotalamus sangat bervariasi, pengurangan maksimal

pada anterior hipotalamus sedangkan pada posterior peraventrikuler

hipotalamus berkurang sangat minimal. Perubahan kortikal serotonergik ini

berhubungan dengan hilangnya neuron-neuron dan diisi oleh formasi NFT

pada nukleus rephe dorsalis.

e. MAO (Monoamine Oksidase)

Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter mono amine.

Aktivitas normal MAO terbagi 2 kelompok yaitu MAO A untuk deaminasi

serotonin, norepineprin dan sebagian kecil dopamin, sedangkan MAO B untuk

deaminasi terutama dopamin. Pada penderita alzheimer, didapatkan

peningkatan MAO A pada hipothalamus dan frontais sedangkan MAO B

meningkat pada daerah temporal danmenurun pada nukleus basalis dari

meynert.

Studi epidemiologi menunjukkan depresi, cedera kepala traumatis dan faktor

kardiovaskular dan serebrovaskular (misalnya, merokok, tekanan darah tinggi

setengah baya, obesitas dan diabetes) sebagai meningkatkan risiko penyakit AD,

sedangkan obat anti inflamasi menunjukkan dapat mengurangi (Citron, M. 2010).

Risiko kematian akibat penyakit Alzheimer meningkat secara signifikan

dengan bertambahnya usia. Pada tahun 2010, penduduk berusia 85 tahun ke atas

memiliki 50 kali kemungkinan meninggal akibat penyakit Alzheimer dibandingkan

kelompok usia 65-74 tahun. Demikian pula, orang yang berusia 85 tahun ke atas

adalah 5 kali lebih mungkin meninggal akibat penyakit Alzheimer dibandingkan

Page 6: BAB I AD

kelompok usia 75-84 tahun. Untuk tahun 2000 dan 2010, tingkat usia tertentu

kematian akibat penyakit Alzheimer untuk kelompok usia 65-74 tahun meningkat 6

persen, untuk kelompok usia 75-84 tahun meningkat adalah 32 persen, dan untuk

kelompok usia 85 tahun ke atas meningkat 48 persen (Vera, BT. 2013)

Gambar 1. Grafik resiko kematian akibat AD berdasarkan tingkatan usia.

Bila anggota keluarga ada yang menderita penyakit ini, maka diklasifikasikan

sebagai familiar atau Alzheimer Disease Familial (FAD). Penyakit Alzheimer yang

timbul tanpa diketahui ada riwayat familiarnya disebut sporadic atau Alzheimer

Disease Sporadic (ADS). AD juga digambarkan sebagai (Price & Wilson, 2006) :

1. Awitan dini (gejala pertama muncul sebelum usia 65 tahun, yaitu dalam

kisaran 30-60 tahun). AD awitan dini ini jarang terjadi yaitu angka

kejadiannya sekitar 5% sampai 10%. AD awitan dini ini cenderung terjadi

dalam keluarga, yang dipercayai sebagai penyebab sebenarnya adalah karena

adanya mutasi gen yang diwasirkan secara autosomal. Sejauh ini, tiga gen

awitan dini mutasi penyebab AD telah diidentifikasi pada tiga kromosom

yang berbeda, yaitu kromosom nomer 21, 14, dan 1.

2. Awitan lambat (gejala pertama muncul pada usia lebih dari 65 tahun).

Para ahli mengemukakan bahwa lebih dari satu gen yang terlibat dalam

meningkatkan risiko seseorang untuk terkena AD awitan lambat.

Page 7: BAB I AD

PATOGENESIS

Penyakit Alzheimer adalah penyakit multifaktorial yang mencakup faktor

genetik dan lingkungan termasuk dalam patogenesisnya. Ada dua hipotesis utama

menjelaskan penyebab AD yaitu: hipotesis amyloid cascade - proses

neurodegenerative yang dimulai dengan proses abnormal protein prekursor amiloid

(APP) dan hipotesis degenerasi cytoskeletal neuronal (Babusikova & Evinova, 2011).

Secara maskroskopik, perubahan otak pada penyakit Alzheimer melibatkan

kerusakan berat neuron korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid dalam

pembuluh darah intracranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologik

(structural) dan biokimia pada neuron-neuron. Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri

khas lesi yang pada akhirnya berkembang menjadi degenarasi soma dan atau akson

dan atau dendrit. Satu tanda lesi pada AD adalah kekusutan neurofibrilaris yaitu

struktur intraselular yang berisi serat kusut dan sebagian besar terdiri dari protein

“tau”.

Dalam sistem saraf pusat, protein tau sebagian besar sebagai penghambat

pembentuk structural yang terikat dan menstabilkan mikrotubulus dan merupakan

komponen penting dari sitokleton sel neuron. Pada neuron AD terjadi fosforilasi

abnormal dari protein tau, secara kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga

tidak dapat terikat pada mikrotubulus secara bersama-sama. Tau yang abnormal

terpuntir masuk ke filament heliks ganda yang sekelilingnya masing-masing terluka.

Dengan kolapsnya system transport internal, hubungan interseluler adalah yang

pertama kali tidak berfungsi dan akhirnya diikuti kematian sel. Pembentukan neuron

yang kusut dan berkembangnya neuron yang rusak menyebabkan Alzheimer (Price &

Wilson, 2006).

Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-beta)

yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal.

A-beta adalah fragmen protein prekusor amiloid (APP) yang pada keadaan normal

melekat pada membrane neuronal yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan

neuron. APP terbagi menjadi fragmen – fragmen oleh protease, salah satunya A-beta,

fragmen lengket yang berkembang menjadi gumpalan yang bisa larut. Gumpalan

tersebut akhirnya bercampur dengan sel – sel glia yang akhirnya membentuk fibril –

Page 8: BAB I AD

fibril plak yang membeku, padat, matang, tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi

neuron yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta menghasilkan radikal bebas

sehingga mengganggu hubungan intraseluler dan menurunkan respon pembuluh

darah sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap stressor. Selain

karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh pada AD (Price &

Wilson, 2006).

MANIFESTASI KLINIS

Tahap pejalanan penyakit Alzheimer dimulai bertahap sejak masa muda.

Diawali dengan forgetfulness, berkembang menjadi mild cognitive impairement

(MCI) dan akhirnya berlanjut menjadi penyakit Alzheimer (Machfoed et al, 2011).

Gejala forgetfulness ditandai sebagai berikut (Machfoed et al, 2011):

1. Lupa menaruh benda, lupa terhadap nama, wajah, janji, dan sebagainya.

2. Ada gangguan dalam mengingat kembali

3. Terdapat gangguan dalam mengambil kembali informasi yang tersimpan

dalam memori

4. Tidak ada gangguan dalam mengenali suatu isyarat

5. Lebih sering menjabarkan fungsi suatu benda daripada namanya

Selanjutnya, hal ini dapat berkembang menjadi MCI dengan tanda sebagai

berikut (Machfoed et al, 2011):

1. Keluhan memori yang diungkapkan penderita atau keluarganya

2. Aktivitas hidup yang sederhana tidak bermasalah

3. Aktivitas sehari-hari yang kompleks dapat terganggu

4. Fungsi kognitif masih normal

Apabila tidak segera ditangani, MCI dapat berlanjut menjadi penyakit

Alzheimer. Berdasarkan Clinical Dementia Rating Scale (CDR), Alzheimer

dibagi menjadi 3 kelompok, antara lain (Machfoed et al, 2011):

1. Mild alzheimer dengan ciri khusus kemunduran pada pekerjaan dan hubungan

social, tetapi pasien dapat mandiri. Judgment masih baik walaupun penderita

mengalami kesulitan terhadap tugas yang kompleks seperti mengurus

keuangan, jadwal, dan perencanaan belajar. Gangguan perilaku yang dapat

muncul berupa apatis, depresi, dan menarik diri.

Page 9: BAB I AD

2. Moderate alzheimer ditandai dengan adanya kemunduran recent memory,

orientaasi, dan insight. Aktivitas harian mulain terganggu, seperti memakai

pakaian. Gangguan perilaku yang dapat muncul berupa agitasi, waham,

gangguan pola tidur, dan suka keluyuran.

3. Severe alzheimer ditandai dengan kemunduran bermakna pada kegiatan

sehari-hari seperti, makan, berpakaian, mandi, bahkan BAB. Komunikasi

sangat terbatas.

DIAGNOSIS

Untuk mendiagnosis AD, riwayat klinis yang didapat harus lengkap.

Pemeriksaan pada saraf dan fisik harus dilakukan pada semua pasien demensia.

Gangguan panurunan fungsi kognitif merupakan bagian penting dari kriteria

diagnostik. Penilaian terhadap fungsi kognitif harus dilakukan pada semua pasien.

Pengujian neuropsikologi kuantitatif harus dilakukan pada pasien dengan penyakit

AD awal. Penilaian fungsi kognitif harus mencakup ukuran umum kognitif dan

pengujian yang lebih rinci dari domain kognitif utama. Penilaian BPSD (behavioral

and psychological symptoms of dementia) harus dilakukan di masing-masing pasien.

Informasi harus dikumpulkan dari seorang informan menggunakan skala penilaian

yang sesuai (Hort, J et al. 2010).

CT-scan dan MRI dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab yang dapat

diobati. Multislice CT-scan dan MRI koronal dapat digunakan untuk menilai atrofi

pada hippocampal untuk mendukung diagnosis klinis AD. FDG, PET dan SPECT

adalah pemeriksaan tambahan yang berguna ketika diagnosis masih diragukan.

Dopaminergik SPECT berguna untuk membedakan AD dari DLB. Menindaklanjuti

dengan menggunakan MRI berguna dalam mendokumentasikan perkembangan

penyakit (Hort, J et al. 2010).

Page 10: BAB I AD

Gambar 1. Coronal, T1-weighted magnetic resonance imaging (MRI) scan ada pasien

Alzheimer disease moderate. Pada gambar terlihat atrofi pada hippocampus, terutama

pada sisi kanan (Ramachandran et al, TS. 2014).

Gambar 2. Potongan axial, T2-weighted magnetic resonance imaging (MRI) terdapat

perubahan pada artrofi pada bagian lobus terporal (Ramachandran et al, TS. 2014).

Page 11: BAB I AD

Ada beberapa hal yang perlu dokter unruk mendiagnosis AD anatara lain

(NIH, 2011) :

mengajukan pertanyaan tentang kesehatan secara keseluruhan, masalah

medis masa lalu, kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari,

dan perubahan perilaku dan kepribadian

Melakukan tes memori, pemecahan masalah, perhatian, menghitung,

dan bahasa

Melakukan tes medis standar, seperti tes darah dan urine, untuk

mengidentifikasi kemungkinan penyebab lain dari masalah yang

dikeluhkan

Melakukan scan otak, seperti computed tomography (CT-scan) atau

magnetic resonance imaging (MRI), untuk membedakan Alzheimer

dari kemungkinan penyebab lain dari gejala, seperti stroke atau tumor

Tes-tes ini dapat diulang untuk memberikan informasi kepada tentang

bagaimana memori seseorang berubah dari waktu ke waktu. Diagnosis lebih awal

yang akurat sangat menguntungkan karena beberapa alasan. Seperti Hal ini dapat

memberikan informasi apakah gejala pada mereka adalah penyakit Alzheimer atau

karena penyebab lain, seperti stroke, tumor, penyakit Parkinson, gangguan tidur, efek

samping dari obat kation, atau kondisi lain yang mungkin diobati dan mungkin dapat

reversible (NIH, 2011).

Memulai pengobatan awal dalam proses penyakit dapat membantu

melestarikan fungsi otak untuk beberapa waktu, meskipun proses penyakit yang

mendasarinya tidak dapat diubah. Memiliki diagnosis dini juga membantu keluarga

merencanakan masa depan, membuat pengaturan hidup, mengurus masalah keuangan

dan hukum, dan dapat memberi dukungan pada pasien (NIH, 2011).

TATALAKSANA

Cholinesterase inhibitor (donepezil, rivastigmine, dan galantamine) dan N-

metil-d-aspartat antagonis reseptor memantine adalah satu-satunya pengobatan untuk

penyakit Alzheimer yang telah disetujui oleh FDA (Mayeux, 2010).

Page 12: BAB I AD

Obat Dosis Efek samping Keterangan

Donepezil

5 mg/hari sebelum tidur dengan atau tanpa makanan selama 4 sampai 6 minggu; 10 mg/hari setelahnya

Mual, muntah, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, insomnia

Tersedia dalam dosis tunggal

Rivastigmine (Exelon)

3 mg sehari, pada pagi dan malam hari disertai dengan makan;dosis ditingkatkan 3 mg / hari setiap 4 minggu, dengan maksimal dosis harian 12 mg

Mual, muntah, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, ganguan pencernaan, pusing, mengantuk, sakit kepala dan diaphoresis.Mual, muntah, kehilangan

Tersedia dalam bentuk patch

Galantamine (Razadyne)

8 mg sehari, diminum pada pagi dan malam hari dan disertai dengan makanan; dosis ditingkatkan sebesar 4 mg setiap 4 minggu, dengan dosis harian maksimal 16- 24 mg

Mual, muntah, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, diare, pusing, sakit kepala, kelelahan

Tersedia dalam kapsul lepas lambat

Memantin (Namenda)

5 mg / hari dengan atau tanpa makanan; dosis ditingkatkan sebesar 5 mg setiap minggu, dengan dosis harian maksimum 20 mg

Konstipasi, pusing, sakit kepala

Sering digunakan sebagai tambahan untuk cholinesterase inhibitor; tidak dianjurkan untuk pengobatan pada tahap awal

Strategi Pengobatan Yang Lain

Penggunaan obat NSAID, terapi estrogen, vitamin antioksidan, atau statin

dapat digunakan untuk pencegahan penyakit Alzheimer, namun hasil dari percobaan

secara acak adalah tidak konsisten atau negatif. Demikian pula, efikasi untuk terapi

komplementer (misalnya, ginkgo biloba, asetil-L-karnitin, lesitin, huperzine A,

piracetam, kurkumin, periwinkle, dan phosphatidylserine) belum dapat dibuktikan.

Pelatihan kognitif dan terapi rehabilitasi yang digunakan untuk mengatasi hilangnya

Page 13: BAB I AD

memori dan fungsi intelektual lainnya tidak menunjukkan efek yang signifikan

(Mayeux, 2010).

Manajemen Gejala Psikiatri

Gejala perilaku dan kejiwaan biasanya meningkatkan seiring dengan

perkembangan penyakit. Namun, depresi dan kecemasan sering bahkan di awal

penyakit Alzheimer. Serotonin- selektif reuptake inhibitor yang umum digunakan dan

trisiklik antidepresan umumnya dihindari, karena efek antikolinergiknya dapat

menyebabkan atau memperburuk gejala kebingungan pada pasien (Mayeux, 2010).

Psikosis yang ditandai dengan halusinasi dan delusi dapat terjadi namun jarang

pada pasien dengan penyakit Alzheimer. terjadinya agitasi, delusi, halusinasi, dan

iritabilitas pada awal perjalanan penyakit juga menimbulkan kemungkinan diagnosis

alternatif, seperti dementia dengan badan Lewy (Mayeux, 2010).

Kemunduran ingatan pada orang tua disebut demensia senilis tipe Alzheimer

dan merupakan penyebab 50–60% kasus demensia senilis. Klien dengan penyakit ini

memerlukan perawatan terus-menerus 24 jam (Muttaqin, A. 2008).

Antioksidan memberi harapan dalam mengatasi kerusakan yang ditimbulkan

oleh radikal bebas. Aspirin dan obar anti-inflamasi lain mungkin memperlambat

perjalanan penyakit Alzheimer dengan menghambat komponen-komponen

inflamatorik penyakit (Sherwood, L. 2011).

KOMPLIKASI

Penyakit Alzheimer memiliki banyak komplikasi, yang masing-masing dapat

menyebabkan berbagai masalah kepada pasien. Dengan demikian, penting untuk

dilakukan pengawasan yang ketat untuk penyakit ini dan tahu bagaimana

memperlakukan pasien dengan benar. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada

penderita alzheimer antara lain (Serraro-Pozo, 2011):

1. Pneumonia

Banyak penderita alzheimer yang mengalami kesulitan menelan

makanan atau cairan, yang berpotensi dapat menyebabkan pneumonia. I

2. Infeksi saluran kemih

Komplikasi lain yang perlu diwaspadai adalah infeksi saluran kemih.

Pada staidum sedang atau berat kejadian yang umum terjadi pada pasien

Page 14: BAB I AD

alzheimer adalah inkontinensia urin. Hal ini disebabkan karena pasien yang

tidak mampu mengendalikan kandung kemih mereka. Akibatnya, banyak

orang dengan penyakit ini terpaksa menggunakan kateter. Sementara hal ini

dapat mempermudah invasi bakteri ke tubuh mereka dan berpotensi

menyebabkan infeksi saluran kemih.

3. Cedera karena jatuh

Orang dengan penyakit Alzheimer cenderung jatuh, yang dapat

menyebabkan cedera serius, seperti patah tulang atau gegar otak. Banyak

orang dengan penyakit Alzheimer harus menggunakan tongkat atau pejalan

kaki, tapi karena mereka mengalami penurunan kognitif, mereka mungkin

lupa untuk menggunakan perangkat ini. Ketika itu terjadi, mereka berpotensi

dapat memiliki jatuh serius.

Prognosis

Prognosis dan harapan hidup pasien Alzheimer tergantung pada kondisi fisik

dan mental pasien. Jika tidak ada penyakit fisik pasien dapat hidup sedikit lebih lama

dibandingkan dengan beberapa masalah medis. Pneumonia dan flu adalah komplikasi

penting yang pada pasien Alzheimer. Alzheimer menyebabkan kegagalan sistem

tubuh dan ini menyebabkan kematian pasien (Castellani 2010).

Page 15: BAB I AD

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Penyakit Alzheimer (AD) adalah gangguan neurodegeneratif yang paling

umum. Sampai saat ini penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi faktor genetik

sangat menentukan (riwayat keluarga), sedangkan faktor lingkungan hanya sebagai

pencetus ekspresi genetik. Pengobatan pada saat ini belum mendapatkan hasil yang

memuaskan, hanya dilakukan secara empiris, simptomatik dan suportif untuk

menyenangkan penderita atau keluarganya.

Page 16: BAB I AD

DAFTAR PUSTAKA

Babusikova & Evinova, 2011. lzheimer's Disease: Definition, Molecular and Genetic

Factors, Advanced Understanding of Neurodegenerative Diseases, Dr

Raymond Chuen-Chung Chang (Ed.). Diakses tanggal 27 April 2015

Available from: http://www.intechopen.com/books/advanced-understanding-

of-neurodegenerative-diseases/alzheimer-s-disease-definition-molecular-and-

genetic-factors

Citron, M. 2010. Alzheimer’s disease: strategies for disease modification. Volume 9.

Diakses tanggal 27 April 2015 Available from:

https://web.stlawu.edu/library/system/files/course_readings/Alzheimers

%20disease_strategies.pdf

Castellani, R. J., Rolston, R. K., & Smith, M. A. (2010). Alzheimer Disease.Disease-

a-Month : DM, 56(9), 484–546. doi:10.1016/j.disamonth.2010.06.001.

Diakses tanggal 27 April 2015

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3234452/pdf/cshperspectmed-

ALZ-a006189.pdf

Hort, J et al. 2010. EFNS guidelines for the diagnosis and management of

AlzheimerÕs disease. European Journal of Neurology. Diaskes tanggal 26 April

2015 available at http://www.jung-diagnostics.de/uploads/Hort%20et%20al.

%202010%20(EFNS%20guidelines).pdf

Kayed, R et al. 2011. Alzheimers Disease: Review of emerging Treatment Role for

Intravenous Immunoglobulins. Diakses tanggal 27 April 2015 Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3663607/

Mayeux R, 2010. Early Alzheimer's Diseases. N Eng J Med 2010, 362; 2194-2201

Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan keperawan klien dengan gangguan system

persarafan. Jakarta : salemba medika.

NIH. 2011. Alzheimer’s Disease. National Institutes of Health. Diaskes tanggal 26

April 2015 available at

http://depts.washington.edu/adrcweb/files/9213/1162/5979/Alzheimers_Diseas

e_Fact_Sheet.pdf

Price, Sylvia A, dan Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Llinis Proses-

Proses Penyakit. Jakarta: EGC

Page 17: BAB I AD

Ramachandran, TS et al. 2014. Alzheimer Disease Imaging . Medscape. Diaskes

tanggal 26 April 2015 available at

http://emedicine.medscape.com/article/336281-overview

Serrano-Pozo, A., Frosch, M. P., Masliah, E., & Hyman, B. T. (2011).

Neuropathological Alterations in Alzheimer Disease. Cold Spring Harbor

Perspectives in Medicine:, 1(1), a006189. doi:10.1101/cshperspect.a006189.

Diakses tanggal 27 April 2015

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2941917/pdf/nihms230494.pdf

Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia dari sel ke system. Edisi 6. Jakarta : EGC.

Vera, BT. 2013. Mortality From Alzheimer’s Disease in the United States: Data for

2000 and 2010. Diakses tanggal 27 April 2015 Available from:

http://www.cdc.gov/nchs/data/databriefs/db116.htm