BAB I _9_.pdf
-
Upload
nenda-purnama -
Category
Documents
-
view
3 -
download
0
description
Transcript of BAB I _9_.pdf
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
penting di dunia ini. Di tahun 1993 World Health Organization (WHO) telah
mencanangkan bahwa tuberkulosis sebagai global emergency dan menurut
laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru
tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan
Asam) positif. Jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari
seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk, terdapat 182
kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia
tenggara yaitu 350 per 100.000 penduduk.(1)
Diperkirakan terdapat 2 juta kematian akibat tuberkulosis pada tahun
2002. Jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000
orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka
mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana
prevalensi HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB
yang muncul.(1)(2)
Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
tahun 2007 didapatkan bahwa penyakit pada sistem pernapasan merupakan
-
2
penyebab kematian kedua setelah sistem sirkulasi. Pada SKRT 1992 disebutkan
bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian kedua, sementara SKRT 2007
menyebutkan bahwa tuberkulosis adalah penyebab kematian pertama pada
golongan penyakit infeksi.(2)
Menurut laporan WHO tahun 2010 Indonesia sekarang berada pada
ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi
TB semua kasus adalah sebesar 660,000 dan estimasi insidensi berjumlah 430,000
kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000 kematian
per tahunnya.(3)
Berdasarkan data pada tahun 2011 dari Kementrian Kesehatan di
Provinsi Jawa Barat prevalensi TB semua kasus sebesar 81,11 per seratus ribu
penduduk dan case detection rate (CDR) TB paru di Jawa barat sebesar 75,15%
dengan target renstra Indonesaia sebesar 75%. Dengan hasil itu Jawa Barat
termasuk provinsi tertinggi prevalensi TB di Indonesia.(4)(5)
Kabupaten Majalengka menurut data dari dinas kesehatan Provinsi
Jawa Barat pada tahun 2011 merupakan urutan ke enam di Provinsi Jawa Barat
dalam prevalensi penemuan kasus TB. Dengan prevalensi penemuan kasus TB di
Kabupaten Majalengka sebesar 97,43 per seratus ribu penduduk.(5)
Hasil studi pendahuluan di UPTD Puskesmas Cingambul terdapat 32
penderita tuberkulosis paru yang menjalani pengobatan, 14 diantaranya dalam
fase intensif dan dari tiga tahun terakhir tidak ditemukan pasien yang drop out
dalam pengobatan. Dari semua penderita pada fase intensif umumnya penderita
-
3
dalam keadaan malnutrisi dengan berat badan sekitar 30-50 kg pada orang
dewasa.
Salah satu faktor yang mempengaruhi terjangkitnya penyakit
tuberkulosis adalah status gizi. Terdapat keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan
antara status gizi kurang dengan kejadian penyakit tuberkulosis.(6) Status gizi yang
buruk akan meningkatkan resiko terhadap penyakit TB paru. Sebaliknya, penyakit
TB paru dapat mempengaruhi status gizi penderita karena proses perjalanan
penyakitnya. Malnutrisi mempercepat perkembangan TB menjadi aktif dan TB
aktif menyebabkan terjadinya malnutrisi yang lebih buruk.(7)
Banyak pasien dengan TB paru aktif mengalami penurunan berat badan
yang mencolok dan beberapa diantaranya juga memperlihatkan adanya tanda-
tanda kekurangan vitamin dan mineral. Hal ini lebih disebabkan karena kombinasi
dari beberapa faktor, termasuk penurunan nafsu makan dan intake makanan serta
peningkatan kehilangan dan perubahan metabolisme yang dihubungkan dengan
respons inflamasi dan respons imun.(8)
Malnutrisi yang sering terjadi pada pasien dengan tuberkulosis,
diperkirakan mempengaruhi daya tahan tubuh serta hasil pengobatan dari penyakit
tuberkulosis tersebut. Beberapa penelitian melaporkan bahwa pasien dengan TB
aktif lebih cenderung memiliki tubuh yang sangat kurus (wasted) atau memiliki
skor BMI yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol yang sehat. Selama TB
aktif, proses katabolik yang menyebabkan penurunan berat badan biasanya sudah
-
4
dimulai sebelum pasien didiagnosis. Pada saat yang bersamaan, asupan makanan
menjadi berkurang karena adanya anoreksia yang diakibatkan oleh penyakit TB.
Pada penyakit kronis seperti tuberkulosis paru, umumnya status gizi
mengalami penurunan, bahkan dapat menjadi status gizi buruk. Masalah ini
penting karena mempunyai resiko terhadap penyakitnya juga mempengaruhi
produktivitas kerjanya. Dari beberapa penelitian melaporkan dengan
memperhatikan asupan protein pada penderita TB paru di dapatkan hasil adanya
hubungan terhadap status gizinya.(9)
Untuk meningkatakan status gizi pada penderita TB paru perlu di
perhatikan pemberian asupan makanan yang memiliki kandungan protein komplet
atau protein dengan nilai biologis tinggi dan bermutu tinggi. Protein komplet
mengandung semua jenis asam amino esensial dalam proporsi yang sesuai untuk
keperluan pertumbuhan.(10)
Telur merupakan salah satu protein yang nilai biologis tinggi
(sempurna), asam amino lengkap dan mudah dicerna dimanan fungsi protein
adalah sebagai zat pembangun, pengganti sel-sel yang mati dan sebagai protein
strukural, sebagai bagian badan-badan inti, sebagai mekanisme pertahanan tubuh,
sebagai zat pengatur, sebagai sumber energi dan sebagai penyimpanan dan
meneruskan sifat-sifat keturunan dalam bentuk genes. (10)
Untuk penanganan pada penderita tuberkulosis paru fase intensif, diet
yang bisa diberikan adalah diet energi tinggi protein tinggi (ETPT). Dimanan
-
5
salah satu tujuan diet tersebut adalah memenuhi kebutuhan energi dan protein
yang sangat meningkat untuk mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan
tubuh dan penambahan berat badan hingga berat badan normal. Adapun gambaran
umum pemberian diet ETPT adalah diet yang mengandung energi dan protein
diatas kebutuhan normal.(11)
Diet diberikan dalam bentuk makanan biasa ditambah bahan makanan
sumber protein tinggi. Diet ini diberikan bila penderita telah mempunyai cukup
nafsu makan dan dapat menerima makanan lengkap.
Menurut penelitian Oslida Martony dan Hendro berjudul Efektivitas
pengobatan strategi DOTS dan pemberian telur terhadap penyembuhan dan
peningkatan status gizi penderita TB paru di Kecamatan Lubuk Pakam tahun
2005 di dapatkan hasil bahwa ada peningkatan berat badan pada kelompok
intervensi sebsesar 100%.(12)
Berdasarkan dari latar belakang di atas sehingga peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul Pengaruh pemberian telur terhadap
peningkatan berat badan penderita tuberkulosis paru di UPTD Puskesmas
Cingambul Kabupaten Majalengka tahun 2014.
-
6
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas didapatkan rumusan masalah
adakah pengaruh pemberian telur terhadap peningkatan berat badan penderita
tuberkulosis paru di UPTD Puskesmas Cingmabul Kabupaten Majalengka?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui pengaruh pemberian telur terhadap peningkatan berat
badan penderita tuberkulosis paru di UPTD Puskesmas Cingambul
Kabupaten Majalengka.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengidentifikasi berat badan pada penderita tuberkulosis paru
sebelum intervensi pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi.
2. Mengidentifikasi berat badan penderita tuberkulosis paru setelah
intervensi pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi.
3. Mengetahui pengaruh pemberian telur terhadap peningkatan berat
badan penderita tuberkulosis paru di UPTD Puskesmas Cingambul
Kabupaten Majalengka.
-
7
1.4 Ruang lingkup penelitian
Ruang lingkup penelitian ini berfokus pada pengaruh pemberian telur
terhadap peningkatan berat badan penderita tuberkulosis paru. Populasi penelitian
ini adalah penderita tuberkulosis paru di UPTD Puskesmas Cingambul Kabupaten
Majalengka yang masih menjalani pengobatan selama penelitian. Metode
penelitian yang digunakan bersifat quasi eksperimen dengan intervensi
menambahkan pemberian telur sebanyak 2 butir perhari pada penderita
tuberkulosis paru selama 1 bulan dengan pola makan seperti biasa di konsumsi
penderita dan mengamati perkembangan berat badannya. Penelitian ini dilakukan
pada bulan Maret - April 2014.
1.5 Kegunaan Penelitian
1.5.1 Guna Teoritis
1. Bagi institusi Pendidikan
Memberikan kontribusi perbendaharaan literatur penelitian dan
pengembangan materi pembelajaran di Program Studi Ilmu
Keperawatan (PSIK) STIKes Cirebon.
2. Bagi Puskesmas
Penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai acuan untuk
memberikan informasi kepada puskesmas untuk dapat melakukan
konseling tentang satus gizi penderita tuberkulosis paru.
-
8
1.5.2 Guna Praktis
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat menambah wawasan, ilmu pengetahuan dan
pengalaman bagi peneliti sendiri, serta dapat dijadikan pedoman atau
sebagai masukan peneliti selanjutnya.
2. Bagi penderita tuberkulosis paru
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan
wawasan bagi penderita tuberkulosis paru bahwa dengan
memperhatikan asupan gizi yang baik dapat membatu dalam proses
penyembuhan.