BAB I

39
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare sampai saat ini masih menjadi masalah utama di masyarakat yang sulit untuk ditanggulangi. Dari tahun ke tahun diare tetap menjadi salah satu penyakit yang menyebabkan mortalitas dan malnutrisi pada anak. (World Health Organization (WHO, 2009) Di negara berkembang anak-anak balita mengalami rata-rata 3-4 kali kejadian diare per tahun tetapi di beberapa tempat kejadian lebih dari 9 kali kejadian diare per tahun atau hampir 15-20% waktu hidup dihabiskan untuk diare (Soebagyo, 2008) Hal yang bisa menyebabkan balita mudah terserang penyakit diare adalah perilaku hidup masyarakat yang kurang baik dan keadaan lingkungan yang buruk. Diare dapat berakibat fatal apabila tidak ditangani secara serius karena tubuh balita sebagian besar terdiri dari air, sehingga bila terjadi diare sangat mudah terkena dehidrasi (Depkes RI, 2010). Penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan di negara berkembang, terutama di Indonesia baik di perkotaan maupun di pedesaan. Penyakit diare bersifat endemis juga sering muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) dan diikuti korban yang tidak sedikit. Untuk mengatasi penyakit diare dalam masyarakat baik 1

description

komprehensif

Transcript of BAB I

BAB IPENDAHULUAN1.1Latar BelakangDiare sampai saat ini masih menjadi masalah utama di masyarakat yang sulit untuk ditanggulangi. Dari tahun ke tahun diare tetap menjadi salah satu penyakit yang menyebabkan mortalitas dan malnutrisi pada anak. (WorldHealthOrganization (WHO, 2009)Di negara berkembang anak-anak balita mengalami rata-rata 3-4 kali kejadian diare per tahun tetapi di beberapa tempat kejadian lebih dari 9 kali kejadian diare per tahun atau hampir 15-20% waktu hidup dihabiskan untuk diare (Soebagyo, 2008)Hal yang bisa menyebabkan balita mudah terserang penyakit diare adalah perilaku hidup masyarakat yang kurang baik dan keadaan lingkungan yang buruk. Diare dapat berakibat fatal apabila tidak ditangani secara serius karena tubuh balita sebagian besar terdiri dari air, sehingga bila terjadi diare sangat mudah terkena dehidrasi (DepkesRI, 2010).Penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan di negara berkembang, terutama di Indonesia baik di perkotaan maupun di pedesaan. Penyakit diare bersifat endemis juga sering muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) dan diikuti korban yang tidak sedikit. Untuk mengatasi penyakit diare dalam masyarakat baik tata laksana kasus maupun untuk pencegahannya sudah cukup dikuasai. Akan tetapi permasalahan tentang penyakit diare masih merupakan masalah yang relatif besar (Suraatmaja, 2010).Angka kesakitan diare sekitar 200-400 kejadian di antara 1000 penduduk setiap tahunnya. Dengan demikian di Indonesia dapat ditemukan sekitar 60 juta kejadian setiap tahunnya, sebagian besar (70-80%) dari penderita ini adalah Anak di bawah Lima Tahun (BALITA). Sebagian dari penderita (1- 2%) akan jatuh ke dalam dehidrasi dan kalau tidak segera ditolong 50- 60% di antaranya dapat meninggal. Kelompok ini setiap tahunnya mengalami kejadian lebih dari satu kejadian diare.Salah satu faktor yang menyebabkan masih tingginya angka kejadianpenyakit diare karena kurangnya mempraktikkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) serta kurangnya Sarana Air Bersih pada masyarakat. Selain itu kondisi lingkungan yang kurang baik di Desa Seuat Kecamatan Petir memberikan kontribusi dan mendukung terjadinya penyakit diare.

Oleh karena itu dalam penelitian ini dapat dirumuskan masalahyaitu tingginya angka kejadian penyakit diare serta apakahadahubunganantaraPerilaku Hidup Bersih dan Sehat(PHBS)danSarana Air Bersih (SAB) dengan kejadian penyakit diare pada Balita.

BAB IITINJAUAN TEORI2.1. Konsep Penyakit Diare 2.1.1. Definisi penyakit diare Diare adalah buang air besar lembek atau cair dapat berupa air saja yang frekwensinya lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari) (Depkes RI, 2000). Sedangkan menurut Widjaja (2002), diare diartikan sebagai buang air encer lebih dari empat kali sehari, baik disertai lendir dan darah maupun tidak. Hingga kini diare masih menjadi child killer (pembunuh anak-anak) peringkat pertama di Indonesia. Semua kelompok usia diserang oleh diare, baik balita, anak-anak dan orang dewasa. Menurut Depkes (2010) diare adalah suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume keenceran, serta frekwensi lebih dari 3 kali sehari pada anak dan pada bayi lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir darah. Menurut Mansjoer A (2003), diare adalah buang air besar dengan konsistensi encer atau cair dan lebih dari 3 kali sehari. Diare menurut Ngastiyah (2005) adalah keadaan frekwensi buang air besar lebih dari 4 kali sehari pada bayi dan lebih dari 3 kali sehari pada anak, konsistensi faeces encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja.

2.1.2. Etiologi

Menurut Widjaja (2002), diare disebabkan oleh faktor infeksi, malabsorpsi (gangguan penyerapan zat gizi), makanan dan faktor psikologis. 1) Faktor infeksi Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare pada anak. Jenis-jenis infeksi yang umumnya menyerang antara lain: a) Infeksi oleh bakteri: Escherichia colin, Salmonella thyposa, Vibrio cholerae (kolera), dan serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebihan dan patogenik seperti pseudomonas. Infeksi basil (disentri), b) Infeksi virus rotavirus. c) Infeksi parasit oleh cacing (Ascaris lumbricoides), d) Infeksi jamur (Candida albicans). e) Infeksi akibat organ lain, seperti radang tonsil, bronchitis dan radang tenggorokan, dan f) Keracunan makanan

2) Faktor malabsorpsi Faktor malabsorpsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorpsi karbohidrat dan lemak. Malabsorpsi karbohidrat, pada bayi kepekaan terhadap lactoglobulis dalam susu formula dapat menyebabkan diare. Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau sangat asam, dan sakit di daerah perut. Sedangkan malabsorpsi lemak, terjadi bila dalam makanan terdapat lemak yang disebut triglyserida. Triglyserida, dengan bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi micelles yang siap diabsorpsi usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat muncul karena lemak tidak terserap dengan baik.

3) Faktor makanan Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran) dan kurang matang. Makanan yang terkontaminasi jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada anak dan balita.

4) Faktor psikologis Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak dapat menyebabkan diare kronis. Tetapi jarang terjadi pada balita, umumnya terjadi pada anak yang lebih besar.

2.1.3. Patofisiologi Menurut Depkes (2010) proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan, diantaranya:

1) Faktor infeksi Proses ini dapat diawali adanya mikroba atau kuman yang masuk dalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan daerah permukaan usus selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorbsi cairan dan elektrolit atau juga dikatakan bakteri akan menyebabkan sistem transporaktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit meningkat.

2) Faktor malabsorbsi Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadi diare.

3) Faktor makanan Dapat terjadi peningkatan peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yang kemudian menyebabkan diare.

4) Faktor psikologis Keadaan psikologis seseorang dapat mempengaruhi kecepatan gerakan peristaltik usus yang akhirnya mempengaruhi proses penyerapan makanan yang dapat menyebabkan diare.

2.1.4. Jenis diare Penyakit diare menurut Depkes RI (2000), berdasarkan jenisnya dibagi menjadi empat yaitu : 1) Diare Akut Diare akut yaitu, diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7 hari). Akibatnya adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare. 2) Disentri Disentri yaitu, diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan kemungkinan terjadinnya komplikasi pada mukosa.3) Diare persisten Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan metabolisme. 4) Diare dengan masalah lain Anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten) mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.

2.1.5. Tanda-tanda diare Mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, tinja cair, warna tinja makin lama kehijau-hijauan karena bercampur dengan empedu, anus dan daerah sekitar lecet, ubun-ubun cekung, berat badan menurun, muntah, selaput lendir mulut dan kulit kering (Ngastiyah, 2005).

2.1.6. Gejala diare Menurut Widjaja (2000), gejala-gejala diare adalah sebagai berikut : 1) Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah. 2) Suhu badan meningkat, 3) Tinja bayi encer, berlendir atau berdarah 4) Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu, 5) Lecet pada anus, 6) Gangguan gizi akibat intake (asupan) makanan yang kurang, 7) Muntah sebelum dan sesudah diare, 8) Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah), 9) Dehidrasi (kekurangan cairan), dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dehidrasi berat. Sebelum anak dibawa ke tempat fasilitas kesehatan untuk mengurangi resiko dehidrasi sebaiknya diberi oralit terlebih dahulu, bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga misalnya air tajin, kuah sayur, sari buah, air the, air matang dan lain-lain.

2.1.7. Epidemiologi Penyakit diare Menurut Depkes RI (2005), epidemiologi penyakit diare adalah sebagai berikut: Penyebaran kuman yang menyebabkan diare. Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare, antara lain tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan, menggunakan botol susu yang kotor, menyimpan makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan sesudah buang air besar atau sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan atau menyuapi anak, dan tidak membuang tinja dengan benar. 1) Faktor pejamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare Faktor pada pejamu yang dapat meningkatkan insiden, beberapa penyakit dan lamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah tidak memberikan ASI sampai umur 2 tahun, kurang gizi, campak, imunodefisiensi atau imunosupresi dan secara proposional diare lebih banyak terjadi pada golongan balita. 2) Faktor lingkungan dan perilaku Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian diare.

2.1.8. Pencegahan diare Di bawah ini adalah beberapa hal yang harus dilakukan untuk mencegah agar anak-anak tidak terjangkit penyakit diare, hal-hal tersebut adalah: 1) Memberikan ASI ASI turut memberikan perlindungan terhadap terjadinya diare pada balita karena antibodi dan zat-zat lain yang terkandung di dalamnya memberikan perlindungan secara imunologi. 2) Memperbaiki makanan pendamping ASI Perilaku yang salah dalam pemberian makanan pendamping ASI dapat menyebabkan resiko terjadinya diare sehingga dalam pemberiannya harus memperhatikan waktu dan jenis makanan yang diberikan. Pemberian makanan pendamping ASI sebaiknya dimulai dengan memberikan makanan lunak ketika anak berumur 6 bulan dan dapat diteruskan pemberian ASI, setelah anak berumur 9 bulan atau lebih, tambahkan macam makanan lain dan frekwensi pemberikan makan lebih sering (4 kali sehari). Saat anak berumur 11 tahun berikan semua makanan yang dimasak dengan baik, frekwensi pemberiannya 4-6 kali sehari. 3) Menggunakan air bersih yang cukup Resiko untuk menderita diare dapat dikurangi dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanannya di rumah. 4) Mencuci tangan Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. 5) Menggunakan jamban Upaya penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan resiko penularan diare karena penularan kuman penyebab diare melalui tinja dapat dihindari. 6) Membuang tinja bayi dengan benar Membuang tinja bayi ke dalam jamban sesegera mungkin sehingga penularan kuman penyebab diare melalui tinja bayi dapat dicegah. 7) Memberikan imunisasi campak Anak yang sakit campak sering disertai diare sehingga imunisasi campak dapat mencegah terjadinya diare yang lebih parah lagi (Depkes, 2010).

2.2. Pengertian Perilaku hidup bersih dan sehat(PHBS) adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas dasar kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri dalam hal kesehtan dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di Rumah Tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar memahami dan mampu melaksanakan Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) serta berperan aktif dalam Gerakan Kesehatan di masyrakat.

2.2.1. Komponen PHBS

Rumah tangga sehat adalah rumah tangga yang melakukan komponen-komponen PHBS yang meliputi: 1) Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan 2) Memberi bayi ASI eksklusif 3) Menimbang bayi dan balita 4) Menggunakan air bersih 5) Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun 6) Menggunakan jamban sehat 7) Memberantas jentik nyamuk 8) Makan buah dan sayur setiap hari 9) Melakukan aktivitas fisik setiap hari 10) Tidak merokok di dalam rumah

2.2.2. Manfaat PHBS 1) Bagi keluarga a. Menjadikan anggota keluarga lebih sehat dan tidak mudah sakit b. Anggota keluarga lebih giat dalam bekerja c. Pengeluaran biaya rumah tangga dapat ditujukan untuk memenuhi gizi keluarga, pendidikan dan modal usaha untuk menambah pendapatan keluarga.

2) Bagi masyarakat. a. Mampu mengupayakan lingkungan sehat. b. Mampu mencegah dan menanggulangi masalah-masalah kesehatan. c. Memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada. d. Mampu mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat (UKBM) seperti Posyandu, tabungan ibu bersalin (Tabulin), arisan jamban, ambulan desa.

2.2.3. Kriteria penilaian PHBS Rumah tangga termasuk kriteria sehat apabila memenuhi nilai 10 (sepuluh) atau mempunyai perilaku positif pada setiap komponen PHBS dan dikatakan tidak sehat apabila salah satu dari sepuluh komponen PHBS ada yang nilai 0 (nol) atau perilaku negatif (Depkes RI, 2010).

BAB III HASIL PENELITIAN3.HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

Pada bagian ini berisi hasil dari pengumpulan data yang telah dilaksanakan selama enam hari mulai tanggal 13 Juni sampai dengan 18 Juni 2011, yang dilaksanakan di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo yang termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo. Penyajian data dimulai dari gambaran umum tempat penelitian dan data umum tentang karakteristik responden meliputi 1) umur, 2) pendidikan 3) pekerjaan,

sedangkan data khusus meliputi 1) pengetahuan responden tentang penyakit diare 2) perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) 3) kejadian diare pada balita.

Untuk mengetahui signifikansi atau hubungan antara variabel dilakukan uji statistik spearmans rho dengan fasilitas komputer SPSS versi 15 dengan tingkat kemaknaan 0,05, ketentuan terhadap penerimaan dan penolakan hipotesis apabila signifikansi 0,05, maka H1 diterima dan H0 ditolak, apabila > 0,05 maka H1 ditolak dan H0 diterima. (Sugioyono dan Eri, 2006). Pada bagian berikut akan disampaikan hasil pembahasan terhadap penelitian guna menjawab pertanyaan dalam masalah penelitian.

3.1. Hasil Penelitian 3.1.1. Data umum 1) Gambaran umum lokasi penelitian Desa Sukomakmur merupakan salah satu dari 12 desa di wilayah Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo dan termasuk Wilayah kerja Puskesmas Sumber Jadi Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo. Desa Sukomakmur memiliki 1 Polindes dengan 1 tenaga Bidan Desa terdiri dari 5 (lima) Dusun dengan jumlah Posyandu sebanyak 5 buah Posyandu. Adapun batas wilayah administrasi Desa Sukomakmur adalah sebagai berikut : Sebelah utara Desa Marga Jaya, sebelah timur Desa Marga Tani, sebelah selatan Desa Maju Jaya dan sebelah barat Desa Randu Pitu dan Desa Sumber Jadi. Desa Sukomakmur terdiri dari 1.292 KK dengan jumlah penduduk sebanyak 4.499 jiwa, dengan perincian jumlah penduduk laki-laki sebanyak 2.259 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 2.240 jiwa. Penduduk Desa Sukomakmur sebagian besar yaitu sebanyak 2.658 jiwa (59,07%) bekerja sebagai petani dan buruh tani. 2) Karakteristik responden menurut umur. Distribusi frekwensi responden menurut umur yang dikelompokkan menjadi 4 (empat) kelompok dapat dilihat pada Tabel 4.1 Tabel 4.1 Distribusi Frekwensi Responden Menurut Umur di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo Pada Bulan Juni 2011 Umur Frekwensi Persentase < 20 Tahun 5 6,58 20 - 30 Tahun 57 75,00 31 40 Tahun 14 18,42 > 40 Tahun 0 0,00 Jumlah 76 100 Sumber : Data primer Juni 2011. Bila dilihat dari umur responden, Tabel 4.1 memberikan gambaran bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 57 orang (75,0%) berumur 20-30 tahun. 3) Karakteristik responden menurut tingkat pendidikan. Distribusi frekwensi responden menurut tingkat pendidikan yang dikelompokkan menjadi 4 (empat) kelompok dapat dilihat pada Tabel 4.2 Tabel 4.2 Distribusi Frekwensi Responden Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo Pada Bulan Juni 2011 Tingkat Pendidikan Frekwensi Persentase SD 11 14,47 SMP / SLTP 30 39,47 SMA / SLTA 34 44,74 AKADEMI / PT 1 1,32 Jumlah 76 100 Sumber : Data primer Juni 2011. Bila dilihat dari tingkat pendidikan, Tabel 4.2 memberikan gambaran bahwa tingkat pendidikan responden hampir setengahnya yaitu sebanyak 34 orang (44,74%) adalah SMA/SLTA. 4) Karakteristik responden menurut jenis pekerjaan. Distribusi frekwensi responden menurut jenis pekerjaan yang dikelompokkan menjadi 5 (lima) kelompok dapat dilihat pada Tabel 4.3 Tabel 4.3 Distribusi Frekwensi Responden Menurut Pekerjaan di Desa Sukomakmur kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo Pada Bulan Juni 2011 Pekerjaan Frekwensi Persentase Swasta 21 27,63 Wr swasta 2 2,63 Pns/tni/polri 0 0,00 Buruh 27 35,53 Tdk bekerja 26 34,21 Jumlah 76 100 Sumber : Data primer Juni 2011. Bila dilihat dari jenis pekerjaan responden, Tabel 4.3 memberikan gambaran bahwa pekerjaan responden hampir setengahnya yaitu sebanyak 27 orang (35,53%) bekerja sebagai buruh

3.1.2. Data Khusus 1) Karakteristik responden menurut pengetahuan tentang diare Distribusi frekwensi responden menurut pengetahuan tentang diare dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok dapat dilihat pada Tabel 4.4 Tabel 4.4 Distribusi Frekwensi Responden Menurut pengetahuan tentang diare di Desa Sukomakmur kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo Pada Bulan Juni 2011 Pengetahuan Frekwensi Persentase Baik 51 67,1 Cukup 24 31,6 Kurang 1 1,3 Jumlah 76 100 Sumber : Data primer Juni 2011. Bila dilihat dari pengetahuan responden tentang diare, Tabel 4.4 memberikan gambaran bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 51 orang (67,1%) berpengetahuan baik. 2) Karakteristik responden menurut kriteria perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)Distribusi frekwensi responden menurut kriteria PHBS dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok dapat dilihat pada Tabel 4.5 Tabel 4.5 Distribusi Frekwensi Responden Menurut kriteria perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di Desa Sukomakmur kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo Pada Bulan Juni 2011 Kriteria PHBS Frekwensi Persentase Sehat 44 57,89 Tidak sehat 32 42,11 Jumlah 76 100 Sumber : Data primer Juni 2011. Bila dilihat dari kriteria perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) responden, Tabel 4.5 memberikan gambaran bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 44 responden (57,89%) termasuk kriteria sehat. 3) Karakteristik responden menurut kejadian diare pada balita Distribusi frekwensi responden menurut kejadian diare pada balita dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok dapat dilihat pada Tabel 4.6 Tabel 4.6 Distribusi Frekwensi Responden Menurut kejadian diare pada balita di Desa Sukomakmur kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo Pada Bulan Juni 2011 Kejadian Diare Frekwensi Persentase Tidak diare 51 67,11 Diare 25 32,89 Jumlah 76 100 Sumber: Data primer Juni 2011. Bila dilihat dari kejadian diare pada balita, Tabel 4.6 memberikan gambaran bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 51 responden (67,11%) tidak mengalami kejadian diare pada balita. 4) Hubungan pengetahuan dengan Kejadian Diare Pada Balita. Hubungan pengetahuan dengan kejadian diare pada balita di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo Pada Bulan Juni 2011 Pengetahuan Responden Kejadian Diare Pada Balita Total Tidak % Ya % Jumlah % Baik 49 64,47% 2 2,63% 51 67,10 Cukup 2 2,63% 22 28,95% 24 31,58 Kurang 0 0,00% 1 1,32% 1 1,32 Jumlah 51 67,10 25 32,90 76 100 uji spearmans rho : p = 0,000 Sumber : Data primer Juni 2011. Hasil uji spearmans rho menunjukkan bahwa nilai = 0,000 < 0,05 artinya terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kejadian diare pada balita. Dibuktikan pada Tabel 4.7 dari 76 responden sebagian besar responden yaitu sebanyak 49 responden (64,47%) berpengetahuan baik dan balitanya tidak mengalami kejadian diare.

5) Hubungan Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan Kejadian Diare Pada Balita Hubungan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo Pada Bulan Juni 2011 Kejadian Diare Kriteria Phbs Total Tidak Sehat % Sehat % Jumlah % Diare 25 32,89 0 0 25 32,89 Tidak diare 7 9,21 44 57,89 51 67,11 Total 32 42,11 44 57,89 76 100 uji spearmans rho : p = 0,000 Sumber : Data primer Juni 2011. Hasil uji spearmans rho menunjukkan bahwa nilai = 0,000 < 0,05, artinya terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita. Dibuktikan bahwa pada Tabel 4.8 dari 76 responden sebagian besar responden yaitu sebanyak 44 responden (57,89%) termasuk kriteria sehat dan balitanya tidak mengalami kejadian diare.

3.2. Pembahasan 3.2.1. Pengetahuan responden tentang penyakit diare di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo. Dari analisis data tentang pengetahuan responden terhadap penyakit diare dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 51 responden (67,1%) berpengetahuan baik, hampir setengahnya yaitu 24 responden (31,6%) berpengetahuan cukup dan sebagian kecil yaitu sebanyak 1 responden (1,3%) berpengetahuan kurang. Pengetahuan yang baik dapat dipengaruhi dari tingkat pendidikan responden yang sebagian besar adalah SMA/SLTA. Pendidikan responden merupakan salah satu faktor yang penting dalam meningkatkan pengetahuan karena dengan pendidikan yang baik maka responden dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pencegahan penyakit diare yang baik. Ini sesuai dengan pendapat Y.B. Mantra (2006) makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah juga orang itu menerima informasi, baik dari media massa maupun dari orang lain. Usia responden antara 20-30 tahun yang merupakan usia dewasa dimana pada usia ini dimungkinkan lebih banyak berkumpul dan menyerap pengetahuan dari lingkungan dimana responden berinteraksi dengan lingkungan. Semakin dewasa umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir (Huckluc, 1998 & dikutip Nursalam, 2005).

3.2.2. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo. Dari data analisis tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) responden dapat diketehui bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 44 responden (57,89%) termasuk kriteria sehat dan hampir setengahnya yaitu sebanyak 32 responden (42,11%) termasuk kriteria tidak sehat. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) merupakan modal utama untuk pencegahan penyakit diare oleh karena itu sangat penting artinya bagi masyarakat untuk mengenal cara-cara mencegah penyakit diare sehingga tidak terjadi keparahan karena penyakit ini. Belum maksimalnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo hal ini dapat dipengaruhi oleh masih beragamnya tingkat pendidikan responden, tingkat pendidikan yang rendah akan lebih sulit untuk menerima suatu informasi dibanding dengan yang berpendidikan lebih tinggi. Y.B. Mantra (1994) menyebutkan bahwa makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah juga orang itu menerima informasi, baik dari media massa maupun dari orang lain. Hal ini sesuai degan apa yang disampaikan oleh Notoatmodjo (2007) bahwa perilaku yang didasari oleh suatu pengetahuan yang baik akan berlangsung lebih langgeng dan menghasilkan hal yang lebih baik daripada perilaku yang tidak didasari oleh suatu pengetahuan Jenis pekerjaan responden yang hampir setengahnya adalah buruh dan tidak bekerja, sehingga kurang bisa saling berinteraksi satu sama lain untuk saling bertukar informasi tentang masalah-masalah kesehatan sehingga program PHBS belum sepenuhnya bisa diterima oleh seluruh lapisan Masyarakat. Menurut Sunaryo (2004) disebutkan bahwa pengalaman langsung yang dialami individu terhadap obyek sikap berpengaruh terhadap sikap individu terhadap obyek sikap tersebut. Selain itu informasi yang diterima individu akan dapat menyebabkan perubahan sikap pada diri individu tersebut. Azwar (2003) menyebutkan bahwa sikap terdiri dari tiga komponen yaitu kognitif, afektif dan konatif. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Orang lain dan budaya juga merupakan faktor pembentukkan sikap seseorang.

3.2.3. Kejadian diare pada balita di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo.

Dari data analisis tentang kejadian diare pada balita dapat diketehui bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 51 responden (67,11%) balitanya tidak mengalami kejadian diare dan hampir setengahnya yaitu sebanyak 25 responden (32,89%) balitanya mengalami kejadian diare. Berdasarkan hasil kuisioner tentang kepemilikan jamban dari 76 responden hampir setengahnya yaitu sebanyak 21 responden (27,6%) tidak memiliki atau tidak menggunakan jamban dan dari kuisioner tentang jarak sumber air dengan jamban hampir setengahnya yaitu sebanyak 23 responden (29,3%) jarak kurang dari 10 meter. Penyakit diare adalah penyakit yang bisa menyerang siapa saja dan merupakan penyakit menular sehingga siapapun beresiko untuk terkena penyakit diare apalagi bila tidak ditunjang dengan perilaku dan lingkungan sanitasi yang sehat, jarak antara sumber air dan jamban yang terlalu dekat bisa menyebabkan pencemaran pada sumber air oleh bakteri escherichia coli yang merupakan bakteri penyebab diare. Menurut Depkes RI (2006) sumber air minum yang tercemar mempunyai peranan dalam penyebaran beberapa penyakit menular termasuk penyakit diare karena sumber air minum merupakan salah satu sarana sanitasi yang berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fekal oral, kuman dapat ditularkan dengan masuk ke dalam mulut melalui perantara cairan atau benda yang tercemar dengan tinja.

3.2.4. Hubungan pengetahuan dengan kejadian diare pada balita di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo. Dari analisis data tentang hubungan pengetahuan dengan kejadian diare pada balita di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 49 responden (64,47%) berpengetahuan baik dan balitanya tidak mengalami kejadian diare, hampir setengahnya responden yaitu sebanyak 22 responden (28,95%) berpengetahuan cukup dan balitanya mengalami kejadian diare, sebagian kecil responden yaitu sebanyak 2 responden (2,63%) berpengetahuan baik dan balitanya mengalami kejadian diare, sebagian kecil responden yaitu sebanyak 2 responden (2,63%) berpengetahuan cukup dan balitanya tidak mengalami kejadian diare dan sebagian kecil responden yaitu sebanyak 1 responden (1,32%) berpengetahuan kurang dan balitanya mengalami kejadian diare, nilai uji spearmans rho : p = 0,000 hasil uji statistik menunjukkan nilai p = 0,000 < 0,05 sehingga H1 diterima yang artinya terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kejadian diare pada balita di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo. Pengetahuan akan sangat menunjang terhadap pemahaman seseorang tentang suatu penyakit termasuk pengetahuan ibu tentang penyakit diare akan sangat membantu dalam mencegah terjadinya penyakit diare pada balita, pengetahuan yang baik akan menunjang perilaku yang baik demikian sebaliknya pengetahuan yang kurang akan menyebabkan perilaku yang negatif atau perilaku yang tidak mendukung terhadap upaya kesehatan. Keberhasilan dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit diare di masyarakat merupakan hasil yang dicapai dengan adanya pengetahuan yang baik yang diwujudkan dengan kegiatan/program upaya pencegahan dari penyakit tersebut. Hal ini sesuai degan apa yang disampaikan oleh Notoatmodjo (2007) bahwa perilaku yang didasari oleh suatu pengetahuan yang baik akan berlangsung lebih langgeng dan menghasilkan hal yang lebih baik daripada perilaku yang tidak didasari oleh suatu pengetahuan.

3.2.5. Hubungan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo. Dari analisis data tentang hubungan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita di Desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 44 responden (57,89%) termasuk kriteria sehat dan balitanya tidak mengalami kejadian diare, hampir setengahnya responden yaitu sebanyak 25 responden (32,89%) termasuk kreteria tidak sehat dan balitanya mengalami kejadian diare dan sebagian kecil responden yaitu sebanyak 7 responden (9,21%) termasuk kriteria tidak sehat dan balitanya tidak mengalami kejadian diare serta tidak satupun responden yang termasuk kreteria sehat dan balitanya mengalami kejadian diare. Perilaku seseorang di bidang kesehatan akan berdampak pada kesehatannya. Semakin baik perilaku seseorang maka akan semakin kecil resiko seseorang untuk terkena penyakit, demikian sebaliknya perilaku yang buruk akan semakin memperbesar seseorang untuk terkena penyakit. Masyarakat yang termasuk kriteria tidak sehat dapat dimungkinkan menjadi salah satu penyebab masih adanya kasus penyakit diare pada balita di desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo, menurut Depkes RI (2010) disebutkan bahwa Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas dasar kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri dalam hal kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat disebutkan juga bahwa diare adalah salah satu penyakit yang berbasis lingkungan yang juga dipengaruhi oleh faktor perilaku masyarakat di bidang kesehatan, perilaku yang positif akan mengurangi tingkat resiko terkena penyakit diare dan sebaliknya perilaku yang negatif akan semakin memperbesar resiko seseorang terkena penyakit. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) juga bisa mencerminkan peran serta masyarakat dalam menjaga kondisi lingkungan suatu tempat agar tetap bersih dan sehat, menurut Perkin (1938) yang dikutip oleh Azwar (2003) menyatakan bahwa sehat atau tidaknya seseorang tergantung dari adanya keseimbangan yang relatif dari suatu bentuk dan fungsi tubuh yang terjadi sebagai hasil dari kemampuan penyesuaian diri yang dinamis terhadap berbagai tenaga atau kekuatan yang umumnya bersumber dari lingkungannya sehingga timbul adanya penyakit yang menyebabkan sakit atau tidaknya seseorang tergantung ada tidaknya suatu proses yang dinamis dan merupakan hubungan yang timbal balik. Terciptanya lingkungan yang cukup dan dinamis dapat menunjang kehidupan dan kesehatannya yang pada saat ini telah banyak dilaksanakan manusia dengan program pencegahan. Upaya pencegahan penyakit diare karena pengaruh lingkungan dapat dilaksanakan dengan program kesehatan dan membuat kondisi lingkungan yang sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan dimasyarakat tersebut. Sebagaimana dikemukakan oleh C. Roy dalam teori adaptasinya dinyatakan bahwa semua kondisi lingkungan yang mempengaruhi dan berakibat terhadap perkembangan perilaku seseorang, dengan lingkungan yang baik akan membantu masyarakat dalam mengurangi resiko akibat dari lingkungan.

BAB IV ETIKA DAN HUKUM4.1 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1216/MENKES/SK/XI/2001

TENTANG PEDOMAN PEMBERANTASAN PENYAKIT DIARE MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

MENIMBANG : A. bahwa Penyakit Diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, baik ditinjau dari angka kesakitan dan angka kematian serta kejadian luar biasa ( KLB ) yang ditimbulkan

B.Bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada huruf a, perlu ditetapkan pedoman pemberantasan penyakit diare dengan keputusan Menteri Kesehatan

Mengingat:1.Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular( Lembar NegaraTahun 1984 No 20 , Tambahan Lembaran Negara Nomor 3273 ).

2.Undang -undang Nomor 23 Tahun 1002 tentang Kesehatan ( Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100. Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839 )

3.Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah ( Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839 )

4. Peraturan Pemerintaha Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular ( Lembaran Negara tahun 1991 Nomor 49 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3447 )

5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Ottonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952)

6.Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2001 tentang Pembinaan dan pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah ( Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 41 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4090 )

7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 560 / Menkes / Per/ VIII/ 1989 tentang jenis Penyakit Tertentu yang dapat Menimbulkan Wabah,Tata cara Penyampaian Laporan dan Tatas cara Penanggulangan seperlunya.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PEDOMAN PEMBERANTASAN PENYAKIT DIARE

Pasal 1 Pemberantasan Penyakit Diare dilakukan oleh Petugas Kesehatan Pusat Propinsi dan Kabupaten / kota sesuai dengan tugas fungsi kewenangan masing-masing

Pasal 2 Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare merupakan Acuan bagi Petugas Kesehatan dalam melakukan kegiatannya sebagaimana dimaksud dalam ppasal 1 untuk mencegah meningkatnya angka kesakitan dan angka kematian serta kejadian luar Biasa ( KLB ) Pasal 3 Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare sebagaimana tercantum dalam lampiran Keputusan ini

Pasal 4 Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan

BAB V PENUTUPEVALUASI DAN RESUMEPada bab ini akan disajikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian hubungan pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita

5.1 Kesimpulan

1) Pengetahuan responden tentang diare di desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo sebagian besar adalah baik.

2) Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) responden di desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo sebagian besar adalah sehat.

3) Kejadian diare pada balita di desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo sebagian besar adalah tidak terjadi.

4) Ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian diare pada balita di desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo.

5) Ada hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita di desa Sukomakmur Kecamatan Sumber Jadi Kabupaten Sukolegowo.

5.2 Saran

1) Bagi profesi keperawatan Terwujudnya suatu asuhan keperawatan komunitas yang paripurna dibutuhkan keterampilan dan pengetahuan yang baik dari perawat itu sendiri. Hubungan antara pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian diare pada balita harus menjadi perhatian dari profesi keperawatan komunitas dalam melaksanakan asuhan keperawatan di masyarakat, sehingga asuhan keperawatan komunitas dapat mencapai tujuan yang diharapkan oleh semua pihak.

2) Bagi Instansi terkait Puskesmas melalui Petugas kesehatan lebih aktif dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dengan cara memberikan penyuluhan pada masyarakat tentang masalah kesehatan khususnya tentang tata cara pemberian ASI pada balita yang diare dan cara penanganan awal pada balita yang menderita diare khusunya dalam mencegah agar tidak terjadi kekurangan cairan (dehidrasi) sehingga pemahaman masyarakat tentang cara penanganan terhadap penyakit diare akan lebih baik dan resiko kekurangan cairan bisa dicegah. Program Perawatan Kesehatan Masyarakat harus lebih digiatkan lagi dengan melibatkan seluruh unsur tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas serta melibatkan Kader Kesehatan Desa sehingga Program Kesehatan yang dilaksanakan di Masyarakat bisa lebih mengenai sasaran dan sesuai dengan tujuan yaitu meningkatkan derajat kesehatan Masyarakat. Program Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) perlu untuk lebih dikenalkan di masyarakat terutama tentang kreteria jamban keluarga yang sehat sehingga pemahaman dan kesadaran masyarakat akan kesehatan akan semakin baik.

3) Bagi Masyarakat Pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) responden yang termasuk kriteria baik perlu untuk dipertahankan dan berperan aktif dalam upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit diare sedangkan yang pengetahuan termasuk kategori cukup dan kurang perlu untuk menambah pengetahuan dan dapat mengetahui permasalahan yang ditimbulkan oleh penyakit diare. Bagi responden yang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) termasuk kriteria tidak sehat diharapkan supaya berperilaku lebih positif dengan melakukan kebersihan lingkungan, tidak buang air besar di kali/saluran air tetapi buang air besar pada jamban/WC, mengusahakan jarak WC/Jamban dengan sumber air/sumur 10 meter atau lebih. sehingga bisa menghindari resiko terhadap suatu penyakit khususnya penyakit yang berdampak lingkungan termasuk penyakit diare.

4) Bagi Peneliti Perlu untuk menambah dan meningkatkan kemampuan dan pengetahuan terutama tentang penyakit diare serta perlu memperbaiki dan melakukan penelitian lebih lanjut agar lebih sempurna.

DAFTAR PUSTAKAhttp://andamustika.blogspot.com/2012/05/contoh-skripsi-diare.html24