BAB I

43
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Melalui Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Pasal 1 Ayat (1) menyatakan: Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Aliran atau peredaran uang dalam perekonomian didominasi oleh lembaga perbankan. Disamping bank sebagai perantara keuangan, bank juga sebagai penyedia dana karena tugasnya sebagai penghimpun dana masyarakat yang kemudian dikeluarkan oleh kredit. 1 1 I Wayan Sudirman, Manajemen Perbankan Suatu Aplikasi Dasar , BP, Denpasar, 2000, h. 16 1

Transcript of BAB I

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang

No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa bank adalah badan usaha

yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk

lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Melalui Undang-

Undang No. 10 Tahun 1998 Pasal 1 Ayat (1) menyatakan:

Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Aliran atau peredaran uang dalam perekonomian didominasi oleh lembaga

perbankan. Disamping bank sebagai perantara keuangan, bank juga sebagai penyedia

dana karena tugasnya sebagai penghimpun dana masyarakat yang kemudian

dikeluarkan oleh kredit.1

Dari kegiatan menghimpun dana dan menyalurkannya berupa kredit serta penempatan

dan penanamannya, maka lembaga perbankan dapat dikatakan sebagai lembaga

perantara keuangan atau financial intermediaris. Dalam perannya sebagai lembaga

perantara, maka bank tidak memproduksi barang atau jasa selain jasa bank. Proses

transmisi yang dilakukan oleh bank dalam memperlancar peran bank sebagai

perantara, terlibat dalam hal pemberian fasilitas kemudahan aliran dana dari

penyimpan dana di bank dan kemudahan aliran dana.2 Dilihat dari segi hukum

1 I Wayan Sudirman, Manajemen Perbankan Suatu Aplikasi Dasar, BP, Denpasar, 2000, h. 16

2 Ibid, h. 11-12.

1

Page 2: BAB I

perjanjian, kegiatan bank dalam pinjam dan meminjam dana (uang) diatur dalam

ketentuan Bab XIII KUHPerdata Pasal 1754 yang menentukan:

Perjanjian pinjam-meminjam adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.

Berdasarkan isi dari ketentuan pasal di atas, terlihat bahwa perbuatan pinjam-

meminjam merupakan suatu perjanjian dan intinya berupa persetujuan pihak-pihak

yang terlibat. Dalam hal ini para pihak tersebut harus tunduk dan mematuhi segala

ketentuan yang telah disepakati bersama dalam perjanjian pinjam-meminjam tersebut.

Demikian pula hubungan antara bank dengan nasabah-nasabahnya telah terjalin suatu

hubungan kontrak (perjanjian), yang mana pihak bank akan menyimpan dana

masyarakat dengan sebaik-baiknya dan pihak masyarakat atau nasabah penyimpan

dana pada saat yang telah dijanjikan dapat menarik kembali simpanannya pada bank.

Seperti diketahui sumber dana bank yang merupakan usaha bank dalam menghimpun

dana dari masyarakat luas dalam bentuk simpanan baik simpanan giro, tabungan,

maupun deposito dari nasabah penyimpan, sumber dana tersebut juga dapat

bersumber dari bank itu sendiri dan dari lembaga lainnya.3 Dalam hal ini pihak

nasabah penyimpan bertindak sebagai kreditur (penyedia dana) yang memberikan

sumber atau pinjaman dana terhadap bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank

jika mampu membiayai operasinya dari sumber pinjaman dana ini. Landasan utama

hubungan antara bank dengan nasabah/masyarakat adalah ”kepercayaan”. Tanpa

adanya kepercayaan masyarakat kepada bank, tidak mungkin timbul hubungan

hukum formal yang terwujud dalam suatu perjanjian yang dibuat antara bank dengan

masyarakat (nasabah). Masyarakat memberikan kepercayaan kepada bank tersebut

didasarkan pada asumsi dan penilaian bahwa bank yang mereka pilih memang layak

3

? Kasmir, Manajemen Perbankan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta 2004 (Selanjutnya disebut Kasmir I), h. 45-46.

2

Page 3: BAB I

untuk mengelola dananya. Penilaian masyarakat terhadap bank dapat bervariasi,

sesuai tingkat pendidikan dan pengetahuannya masing-masing. Sekalipun demikian,

secara umum, penilaian masyarakat terhadap bank didasarkan pada informasi-

informasi yang diterima oleh nasabah/masyarakat.4

Agar masyarakat mau menyimpan uangnya di bank, maka pihak perbankan

memberikan rangsangan berupa balas jasa yang akan diberikan kepada si penyimpan.

Balas jasa tersebut dapat berupa bunga, bagi hasil, hadiah, pelayanan atau balas jasa

lainnya. Semakin tinggi balas jasa yang diberikan, akan menambah minat masyarakat

untuk menyimpan uangnya. Oleh karena itu pihak perbankan harus memberikan

rangsangan dan kepercayaan sehingga masyarakat berminat untuk menanamkan

dananya.5

Simpanan masyarakat di bank antara lain berupa giro, tabungan, deposito, sertifikat

deposito (negotiable certificate deposit), save deposit box, simpanan pada kustodi,

traveler’s cheque, kecuali TC blangko, dan lain-lain dengan berbagai variasi dari

masing-masing produk tersebut. Ketika seorang nasabah dari bank tersebut

meninggal dunia, pada saat itu maka seluruh harta simpanannya di bank akan teralih

pada ahli waris. Pada saat nasabah tersebut meninggal dunia maka bank memiliki

kewajiban terhadap harta peninggalan nasabah yang berupa simpanan. Bank dibagi

menjadi dua, yaitu bank umum dan bank perkreditan rakyat. Kebijakan masing-

masing jenis bank mengenai nasabah yang meninggal dunia tentunya berbeda. Maka

dari itu, penulis ingin mengetahui perbedaan kebijakan dan implementasi kewajiban

bank terhadap simpanan nasabah yang meninggal dunia pada kedua jenis bank

tersebut.

1.2 Perumusan Masalah Penelitian

4 Try Widiyono, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia, Cetakan I, Ghalia Indonesia, Bogor, 2006, h. 1415

? Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Revisi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004 (selanjutnya disebut Kasmir II), hal. 24.

3

Page 4: BAB I

Adapun yang menjadi permasalahan yang akan dikaji pada penelitian ini adalah:

1.2.1 Bagaimana kebijakan bank dalam menetapkan persyaratan pengambilan harta

peninggalan berupa simpanan oleh ahli waris?

1.2.2 Bagaimana implementasi kewajiban bank terhadap simpanan nasabah dalam hal

nasabah penyimpan meninggal dunia?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

a. Untuk lebih memahami konsep perbankan khususnya di bidang dana

(simpanan) mengenai kewajiban bank terhadap simpanan nasabah dalam hal

nasabah penyimpan meninggal dunia.

b. Untuk mengetahui kebijakan yang diambil bank dalam menetapkan persyaratan

pengambilan harta peninggalan berupa simpanan oleh ahli waris.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui prosedur dan aspek hukum simpan-pinjam bank.

b. Untuk mengetahui hak dan kewajiban bank serta hak dan kewajiban nasabah

dalam hal simpan-pinjam.

1.4 Luaran yang Diharapkan

Adapun luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1.4.1 Masyarakat dapat mengetahui kebijakan yang diambil bank dalam menetapkan

persyaratan pengambilan harta peninggalan berupa simpanan oleh ahli waris.

4

Page 5: BAB I

1.4.2 Masyarakat dapat mengetahui kewajiban bank terhadap simpanan nasabah

dalam hal nasabah penyimpan meninggal dunia.

1.4.3 Masyarakat dapat mengetahui kebijakan yang diambil bank dalam menetapkan

persyaratan pengambilan harta peninggalan berupa simpanan oleh ahli waris.

1.5 Kegunaan Program

1.5.1 Bagi Mahasiswa

a. Untuk melatih mahasiswa dalam usaha menyatakan pikiran ilmiah secara

tertulis.

b. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya pada bidang

penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa.

1.5.2 Bagi Masyarakat

a Masyarakat dapat lebih memahami konsep perbankan khususnya di bidang dana

(simpanan) mengenai kewajiban bank terhadap simpanan nasabah dalam hal

nasabah penyimpan meninggal dunia.

b Masyarakat dapat mengetahui kebijakan yang diambil bank dalam menetapkan

persyaratan pengambilan harta peninggalan berupa simpanan oleh ahli waris.

c Masyarakat dapat mengetahui kewajiban bank terhadap simpanan nasabah

dalam hal nasabah penyimpan meninggal dunia.

d Masyarakat dapat mengetahui kebijakan yang diambil bank dalam menetapkan

persyaratan pengambilan harta peninggalan berupa simpanan oleh ahli waris.

5

Page 6: BAB I

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Simpanan

Dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka (5) Tahun Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan, disebutkan bahwa:

Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk Giro, Deposito, Sertifikat Deposito, Tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

Nasabah dapat mengambil dananya setiap saat, kecuali deposito yang terdapat jangka

waktu pengambilannya. Simpanan masyarakat seperti yang dijelaskan oleh pasal

tersebut, jika dihubungkan dengan ketentuan Pasal 1754 KUHPerdata tentang

Perjanjian Pinjam-meminjam menunjukkan bahwa simpanan merupakan pinjaman

bagi bank yang berasal dari masyarakat penabung atau deposan (nasabah penyimpan).

Dalam praktek pinjam-meminjam dana (uang) oleh bank dari masyarakat penabung

atau deposan (nasabah penyimpan), bukti yang dipergunakan untuk membuktikan

adanya pinjaman tersebut adalah surat atau warkah yang dikeluarkan oleh pihak bank

yang lazim disebut buku tabungan.

2.2 Warisan

Warisan ini timbul jika seseorang meninggal dunia dan meninggalkan harta

peninggalan (warisan). Dengan kata lain, saat seseorang meninggal dunia, maka pada

saat itu juga, demi hukum terjadi pengalihan seluruh hak dari seseorang yang telah

meninggal dunia tersebut kepada seluruh ahli waris.6 Adapun yang dinamakan

mewaris adalah: menggantikan hak dan kewajiban seseorang yang meninggal, adapun

6 Try Widiyono, loc. cit.

6

Page 7: BAB I

yang digantikan itu adalah hak dan kewajiban dalam bidang hukum kekayaan,

artinya: hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang.7

Dalam hukum waris berlaku suatu asas begitu seseorang meninggal, maka pada detik

itu juga segala hak dan kewajibannya beralih pada warisnya, sehingga tidak ada satu

detikpun kekosongan. Asas itu dinamakan ”saisin” dan ditegaskan pula dalam Pasal

833 KUH Perdata (BW) yang berbunyi: ”Sekalian ahli waris dengan sendirinya demi

hukum memperoleh hak milik atas semua barang, termasuk hak dan semua piutang

dari si meninggal”.8

Unsur-unsur mutlak yang harus dipenuhi untuk layak disebut pewaris adalah orang

yang telah meninggal dunia dan mewariskan warisan.9 Sehingga apabila ada

seseorang yang meninggal dunia dan tidak meninggalkan sedikitpun harta benda

maka orang tersebut tidak dapat disebut sebagai pewaris.

7 R. Subekti, Ringkasan tentang Hukum Keluarga dan Hukum Waris, PT. Intermasa, Cetakan 4, Jakarta, 2004, hal. 218

? Ibid, hal. 229

? Anisitus Amanat, Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-pasal Hukum Perdata BW, PT. Raja Grafindo Persada, Cetakan 3, Jakarta, hal. 6.

7

Page 8: BAB I

BAB III

METODE PENDEKATAN

3.1 Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan dalam tulisan ini adalah pendekatan yuridis

empiris. Pendekatan yuridis yaitu dengan melihat dari segi-segi hukum atau aspek-

aspek hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pendekatan

empiris yaitu pendekatan masalah dengan melakukan penelitian di lapangan.10

3.2. Variabel Penelitian

a. nasabah meninggal dunia

b. kebijakan bank

3.3 Rancangan Penelitian

Penelitian akan dilakukan di dua tempat, yaitu bank umum dan bank perkreditan

rakyat, di mana dipertimbangkan kemungkinan kemudahan pengambilan data.

3.4 Cara Pengambilan Sampel

Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang no 7

Tahun 1992 tentang Perbankan disebutkan bahwa jenis bank antara lain Bank Umum

dan Bank Perkreditan Rakyat. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kehiatan

usaha sevara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam

kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Perkreditan Rakyat

adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan

10

? Soerjoo Soekanto, Ringkasan Metodelogi Penelitian Hukum Empiris, Indhil-Co, Jkarta, 1990, hal. 106.

8

Page 9: BAB I

prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberi jasa dalam lalu lintas

pembayaran. Berdasarkan hal tersebut, maka sampel penelitian akan dilakukan di 2

(dua) tempat dengan metode pemilihan sampel adalah secara purposif, antara lain

pada BRI Unit A.Yani sebagai sampel Bank Umum dan BPR Cahaya Binawerdi

sebagai sampel Bank Perkreditan Rakyat.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

3.5.1 Teknik Dokumentasi

Teknik pengumpulan data melalui penyelidikan untuk memperoleh keterangan-

keterangan atau informasi dari catatan-catatan tentang gejala-gejala atau peristiwa

masa lalu,11 serta dengan membaca, menganalisa ketentuan-ketentuan dalam literatur

yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas.

3.5.2 Teknik Wawancara

Teknik mengumpulkan data yang diperoleh melalui wawancara tatap muka antara

penulis dengan informan.12

3.6 Teknik Pengolahan dan Analisa Data

Data yang terkumpul akan dikaji dan dianalisis secara kualitatif dan disajikan secara

deskriptif analisis, yaitu suatu cara analisa data yang dilakukan dengan cara

menyusun secara sistematis sehingga diperolah suatu kesimpulan terhadap

permasalahan penelitian.13

11 Setya Yuwana Sudikan, Penuntun Penyusunan Karya Ilmiah, Aneka Ilmu, Semarang, 1989, h.39.

12 Ibid , h.37.

13

? Amirudin Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 25.

9

Page 10: BAB I

BAB IV

PELAKSANAAN PROGRAM

4.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian dilakukan di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Unit A.Yani, Denpasar

dan PT. BPR Cahaya Binawerdi, Tuban-Badung, dimana penelitian dilakukan selama

2 bulan, mulai pertengahan Maret 2008 hingga Mei 2008.

4.2 Tahapan Pelaksanaan

No Kegiatan Maret April Mei

I II III IV I II III IV I II III IV

Persiapan

1 Studi literatur v

2 Diskusi awal v v

3 Pembuatan instrumen v

4 Permohonan surat

rekomendasi penelitianv

Pengumpulan Data

1 Pengajuan surat

rekomendasi penelitian

pada Bank BRI

v

2 Pengajuan surat

rekomendasi penelitian

pada Bank BPR Cahaya

Binawerdi

v

3 Persetujuan penelitian dari

pihak Bank BPR Cahaya

v

10

Page 11: BAB I

Binawerdi

4 Melakukan wawancara

pada pihak Bank BPR

Binawerdi

v

5 Pengambilan berkas

penelitian dari Bank BPR

Cahaya Binawerdi

v

6 Persetujuan penelitian dari

pihak Bank BRIv

7 Melakukan wawancara

pada pihak Bank BRIv

8 Pengambilan berkas

penelitian dari Bank BPR

Cahaya Binawerdi

v

Pengolahan Data v

Analisa Data v

Penyusunan Laporan v

4.3 Instrumen Pelaksanaan

Instrumen yang digunakan untuk penelitian adalah daftar pertanyaan yang sesuai

dengan tujuan penelitian.

11

Page 12: BAB I

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Kebijakan Bank dalam Menetapkan Persyaratan Pengambilan Harta

Peninggalan Berupa Simpanan Oleh Ahli Waris

Sebelum membahas mengenai kewajiban bank dalam menetapkan persyaratan

pengambilan harta peninggalan berupa simpanan oleh ahli waris, syarat dan ketentuan

pembukaan rekening pada bank penting untuk diketahui. Pada umumnya, bagi calon

kreditur yang hendak membuka rekening pada bank dapat mendatangi kantor dimana

bank bersangkutan berada. Di sana calon kreditur akan dilayani oleh pegawai di

bagian Customer Service. Calon kreditur akan diberikan informasi mengenai

simpanan, baik dari segi jenis, fasilitas, dan keuntungan yang akan didapatkan apabila

melakukan simpanan. Apabila calon kreditur merasa tertarik, maka calon kreditur

akan dipersilahkan untuk mengisi formulir permohonan pembukaan rekening serta

dimintai melengkapi persyaratan pembukaan rekening, seperti fotokopi identitas

(KTP, SIM, Kartu Pelajar, KIPEM, dan lain-lain). Hal ini juga berlaku pada PT BRI

(Persero) Tbk., dan PT BPR cahaya Binawerdi tempat penelitian dilakukan.

Apabila bank mendapatkan informasi (seyogianya secara tertulis) seorang pemilik

rekening meninggal dunia, maka bank yang bersangkutan akan melakukan

pemblokiran rekening tersebut sampai dengan dipenuhinya persyaratan pengambilan

harta pewaris yang ada di bank. Namun demikian, khusus untuk rekening giro, di

mana mungkin masih terdapat kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi/atas beban

rekening yang bersangkutan, misalnya berkaitan dengan adanya penerbitan cek

dan/atau bilyet giro yang diterbitkan oleh dan semasa pemilik rekening giro masih

hidup, yang dibebankan pada rekening yang bersangkutan, maka terhadap rekening

tersebut dimitigasi (pemblokiran dengan catatan), sehingga terhadap cek dan/atau

bilyet giro yang diterbitkan oleh almarhum dan masih valid serta dibebankan pada

12

Page 13: BAB I

rekening yang bersangkutan tetap dapat dibayarkan sesuai dengan ketentuan yang

berlaku. Pencairan cek dan bilyet giro demikian lebih baik jika mendapat persetujuan

dari ahli waris. Apabila diketahui bahwa terdapat sengketa antara pewaris dan harta

peninggalan pewaris yang ada di bank belum diambil, maka pengambilan harta

peninggalan pewaris tersebut menunggu diselesaikannya sengketa tersebut.

Hal lain yang mungkin timbul setelah harta peninggalan tersebut setelah harta

peninggalan tersebut diambil oleh ahli waris berdasarkan persyaratan yang telah

diuraikan di atas adalah jika ternyata terdapat pihak lain yang mengklaim bahwa

dirinya adalah termasuk pihak ahli waris yang mendapatkan harta peninggalan

tersebut. Sekalipun permasalahan ini di luar kewenangan bank, tetapi bank tetap akan

terlibat dengan persoalan ini. Untuk meminimalisasi risiko hukum terhadap bank,

maka pada saat ahli waris yang sah mengambil harta peninggalan yang ada pada

bank, maka yang bersangkutan harus menandatangani surat pernyataan yang

menyataan, antara lain bahwa bank dibebaskan dari seluruh tanggung jawab apabila

pengambilan harta peninggalan tersebut mengakibatkan adanya gugatan oleh pihak

lain. Seluruh gugatan dan hal-hal lain sebagai akibat dari pengambilan harta

peninggalan merupakan tanggung jawab sepenuhnya dari pengambil harta tersebut.

Berdasarkan wawancara yang kami peroleh dari BRI Unit A. Yani dan BPR Cahaya

Binawerdi, sampai saat ini belum pernah terdapat pihak lain yang mengklaim bahwa

dirinya adalah termasuk pihak ahli waris yang mendapatkan harta peninggalan dan

mengajukan gugatan.

Ni Made Widiari, Kasi Dana BPR Cahaya Binawerdi memberikan penjelasan sebagai

berikut:

bank tidak akan bertanggung jawab apabila dikemudian hari terdapat gugatan yang timbul atas diambilnya simpanan nasabah yang meninggal tersebut, karena pada saat aplikasi pembukaan rekening diajukan nasabah telah menunjuk satu orang ahli waris beserta nomor identitasnya”

13

Page 14: BAB I

(Hasil wawancara Selasa, 22 April 2008)

Kemudian, Bapak I Gede Sukma Arimbawa, Mantri BRI Unit A. Yani, juga

menjelaskan hal yang serupa sebagai berikut:

bank tidak akan bertanggung jawab apabila dikemudian hari terdapat gugatan yang timbul atas diambilnya simpanan nasabah yang meninggal tersebut, karena untuk dapat diambilnya simpanan oleh ahli waris yang ditunjuk telah disahkan oleh penjabat yang berwenang (Kelurahan, Notaris / Pengadilan Negeri)

(Hasil wawancara Selasa, 6 Mei 2008)

Salah satu referensi sebagai dasar hukum untuk pengambilan simpanan nasabah pada

bank adalah Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan dari

Mahkamah Agung 1994 jo Surat Mahkamah Agung RI No. KMA/1036/X/1994/

sekalipun berlakunya ketentuan tersebut masih dapat diperdebatkan, status hukum

dari buku tersebut berkaitan dengan kekuatan hukum publik, namun terdapat pihak

yang menginterpretasikan kekuatan publik terletak pada surat Mahkamah Agung

yang menegaskan bahwa agar bank dapat mempedomani ketentuan tersebut dalam

pengambilan simpanan nasabahnya pada bank yang bersangkutan.14

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka pengambilan rekening pada bank adalah surat

keterangan yang dibuat oleh ahli waris sendiri dan tanda tangannya disahkan oleh

notaris atau pejabat lain yang disebut dalam pasal 1 Staatblad 1916 No. 46, antara

lain dari ketua pengadilan negeri atau hakim yang ditunjuk atau akta yang dibuat oleh

notaris, khusus bagi golongan Timur Asing Tionghoa, sesuai Staatblad 1917 No. 129

berlaku di seluruh RI sejak tanggal 1 September 1925.15

Dalam kenyataan di masyarakat terdapat dokumen lain sebagai bukti ahli waris yang

diterbitkan oleh lembaga yang berwenang. Dokumen-dokumen ini juga merupakan

dokumen penting sebagai bukti dari ahli waris yang sah. Sehubungan dengan adanya

14 Ibid, h.143.15

? Ibid.

14

Page 15: BAB I

dokumen-dokumen tersebut, maka untuk penanganan warisan yang ada pada bank

(khusus nasabah penyimpan), bukti ahli waris dapat dipilih salah satu. Dokumen

tersebut tentunya masih dilengkapi dengan berbagai dokumen lain sebagai

pendukung, misalnya akta kematian pewaris, hubungan hukum dengan pewaris,

apakah menerima warisan berdasarkan undang-undang (ab intestato) atau

berdasarkan wasiat (testamentair).

Pewarisan terhadap harta peninggalan Pewaris dapat diperoleh dengan dua cara yaitu

berdasarkan Undang-Undang dan berdasarkan wasiat, yakni:

1. Pewarisan berdasarkan Undang-Undang (ab intestato) atau Ahli Waris yang

menerima harta peninggalan berdasarkan adanya hubungan darah dengan pewaris

termasuk juga hubungan perkawinan (suami/isteri). Berdasarkan ketentuan Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata ahli waris ab intestato terdiri dari:

a. golongan pertama : suami/isteri dan keturunan;

b. golongan kedua : orang tua bersama-sama saudara atau keturunan

saudara;

c. golongan ketiga : kakek, nenek, atau keluarga sedarah dalam garis lurus

keatas lainnnya

d. golongan keempat : sanak keluarga lainnya dalam garis kesamping sampai

derajat keenam.

Golongan ahli waris yang lebih dekat akan menutup ahli waris dari golongan

yang lebih jauh dan jika semua golongan tidak ada maka harta peninggalan jatuh

ke Negara. Disamping penggolongan berdasrkan KUHPerdata dalam praktik

hukum waris di Indonesia dikenal juga penggolongan ahli waris berdasarkan

hukum agama Islam dan hukum adat.

15

Page 16: BAB I

2. Pewarisan secara testamentair atau ahli waris yang menerima harta peninggalan

pewaris karena adanya penunjukan dalam surat wasiat. Secara umum ada empat

cara pembuatan surat wasiat yaitu:

a. surat wasiat olografis

harus ditulis tangan dan ditandatangani sendiri oleh pewaris dan disimpan di

kantor notaris;

b. surat wasiat umum

pewaris menyatakan kehendaknya di hadapan notaris kemudian kehendak

tersebut dituangkan notaries ke balam suatu akta;

c. surat wasiat rahasia

pewaris menulis/menyuruh tulis dan menandatangani sendiri surat wasiat

untuk kemudian sampulnya ditutup/disegel dan diserahkan kepada notaris

untuk dibuat akta penyimpanan dihadapan 4 (empat) orang saksi;

d. surat wasiat darurat

- di masa perang anggota angkata bersenjata yang terkepung di medan

pertempuran dapat membuat surat wasiat di hadapan perwira atau orang

yang menduduki jabatan tertinggi di hadapan 2 orang saksi;

- orang yang berlayar di laut dapat membuat wasiat di hadapan nakhoda

atau mualim di hadapan 2 orang saksi;

- orang yang terisolir di suatu daerah akibat serangan penyakit menular

dapat membuat surat wasiat di hadapan oegawai negeri di depan 2 orang

saksi;

16

Page 17: BAB I

- orang yang jiwanya terancam karena sakit mendadak, pemberontakan atau

bencana alam dapat membuat wasiat di hadapan seorang pegawai negeri

dihadiri 2 orang saksi.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, kebijakan bank dalam menetapkan

persyaratan pengambilan harta peninggalan berupa simpanan oleh ahli waris adalah

sebagai berikut:

5.1.1 Kebijakan BRI Dalam Menetapkan Persyaratan Pengambilan Harta

Peninggalan Berupa Simpanan Oleh Ahli Waris:

Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh Bapak I Gede Sukma Arimbawa, Mantri

BRI Unit A. Yani, “Kebijakan bank dalam menetapkan persyaratan pengambilan

harta peninggalan berupa simpanan oleh ahli waris adalah menjelaskan kepada ahli

waris aturan dan syarat-syarat yang harus dilengkapi untuk pengambilan harta

peninggalan berupa simpanan”. (Hasil wawancara Selasa, 6 Mei 2008)

Berdasarkan Surat Edaran NOSE: S.39 – DIR/RTL/DJS/07/99 tentang Surat

Keterangan Ahli Waris, diatur mengenai pembayaran simpanan ahli waris apabila

nasabah yang bersangkutan meninggal dunia, antara lain sebagai berikut:

1. Untuk simpanan dengan total nominal (termasuk bunga) <

Rp. 10 juta. Surat keterangan ahli waris cukup diketahui oleh Kepala Desa/Lurah

dan Camat.

2. Sedangkan untuk simpanan dengan total nominal (termasuk

bunga) > Rp. 10 juta. Surat keterangan ahli waris harus disahkan oleh Notaris

atau Pengadilan Negeri.

Berdasarkan Surat Edaran NOSE: S.66 – COO/MKR/BIS/12/99 tentang Surat

Keterangan Ahli Waris Bagi Nasabah di BRI Unit, dalam hal pengurusan pencairan

17

Page 18: BAB I

simpanan atas nama nasabah yang telah meninggal dunia, maka beberapa dokumen

yang perlu dipenuhi oleh ahli warisnya adalah sebagai berikut:

a. Copy Surat Keterangan Kematian/ Akta Kematian, merupakan surat keterangan

kematian atas nama almarhum/almarhumah yang dikeluarkan oleh Kelurahan/

Kantor Catatan Sipil tempat domisili yang bersangkutan.

b. Asli surat keterangan ahli waris, yaitu akta di bawah tangan yang dibuat atas

nama para ahli waris, diketahui Kepala Desa/Lurah dan Camat serta dapat

disahkan oleh Notaris/ Pengadilan Negeri.

c. Copy kartu keluarga dan bukti identitas diri, serta surat nikah (khusus untuk

nasabah yang telah menikah). Hal ini dimaksudkan untuk meneliti dan meyakini

bahwa ahli waris tersebut adalah benar-benar ahli waris yang sah (misalnya:

isteri/suami dan anak yang sah, dan sebagainya).

d. Asli bukti kepemilikan rekening simpanan di BRI, misalnya berupa buku

tabungan, sertifikat deposito, dan rekening koran giro.

e. Apabila ahli waris lebih dari satu dan tidak semua ahli waris dapat hadir untuk

mencairkan/mengambil simpanan yang bersangkutan di BRI Unit, maka

diharuskan membuat Surat Kuasa Khusus (asli) diatas materai Rp. 2.000,-, yang

mengusakan haknya kepada salah seorang ahli waris yang dapat hadir, khusus

untuk mengurus pencairan simpanan di BRI Unit.

Berdasarkan Buku I Legal Manual Bidang Delivery System Bank Rakyat Indonesia,

diatur ketentuan pencairan rekening ahli waris, dalam hal pemilik rekening meninggal

dunia maka sekalian ahli warisnya yang sah menggantikan segala hak dan

kewajibannya selaku pemilik rekening. Untuk melayani permintaan ahli waris yang

berkepentingan terhadap rekening peninggalan pewaris bank perlu memperhatikan

hal-hal sebagai berikut:

18

Page 19: BAB I

1. Pewaris yang tidak meninggalkan surat wasiat

a. Ahli waris harus dapat menunjukkan surat keterangan kematian yang dibuat oleh

pejabat yang berwenang dan surat keterangan ahli waris yang dibuat sesuai

prosedur yang berlaku. Ketentuan di BRI surat keterangan ahli waris yang

dipersyaratkan dikaitkan dengan nilai nominal peninggalan yaitu:

- untuk simpanan dengan total nominal (termasuk bunga) sampai dengan Rp.

10 juta surat keterangan ahli waris di buat di bawah tangan disaksikan lurah

serta dikuatkan oleh camat;

- untuk simpanan dengan total nominal (termasuk bunga) di atas 10 juta rupiah

surat keterangan ahli waris dibuat di bawah tangan dan disahkan oleh

pengadilan atau notaris.

Format surat keterangan ahli waris tersebut agar mengacu pada ketentuan SE

NOSE S.39-DIR/RTL/DJS/07/99 jo SE NOSE:S.1-DIR/RTL/DJS/01/2000

tentang surat keterangan ahli waris beserta perubahannya di kemudian hari (surat

edaran terlampir).

b. untuk ahli waris yang berjumlah lebih dari satu orang, perbuatan hukum yang

berkaitan rekening peninggalan harus dilakukan oleh seluruh ahli waris atau

kuasanya yang sah. Dalam hal para ahli waris telah membuat kesepakatan yang

dituangkan dalam akta pembagian harta peninggalan maka ahli waris yang

ditunjuk mendapatkan rekening peninggalan sebagai bagiannya berwenang untuk

bertindak sendiri tanpa bantuan ahli waris lainnya.

2. Pewaris yang meninggalkan surat wasiat

Dalam hal pemilik rekening (pewaris) meninggalkan surat wasiat yang di dalamnya

berisikan hibah wasiat (legaat) atas rekening miliknya kepada orang tertentu

19

Page 20: BAB I

(legataris) maka orang yang ditunjuk tersebut secara hukum berhak menuntut

penyerahan terhadap apa yang diberikan kepadanya dalam wasiat tersebut.

Untuk pelaksanaan pencairan rekening peninggalan berdasarkan surat hibah wasiat,

bank perlu memperhatikan ketentuan sbb:

a. pencairan rekening tetap dilakukan melalui perantaran ahli waris yang sah dari

pemilik rekening untuk kemudian diserahkan oleh ahli waris yang bersangkutan

kepada penerima hibah wasiat (legataris) sesuai ketentuan pasal 959 Kitab

Undang-undang Hukum Perdata;

b. apabila dalam surat wasiat atau dalam akta lainnya yang dibuat khusus terdapat

penunjukan pelaksana wasiat (executeur testamentair) maka hal-hal yang

berkaitan dengan pelaksanaan hibah wasiat termasuk pencairan rekening dapat

dilakukan oleh pelaksana wasiat.

3. Pewaris yang tidak memiliki ahli waris

Dalam hal sesorang meninggal dunia tanpa meninggalkan satupun ahli waris atau

apabila semua ahli waris menolak warisan maka harta peninggalannya dianggap harta

tidak terurus. Dalam hal suatu rekening telah menjadi peninggalan tidak terurus maka

pengurusan dan penyelesaiannya demi hukum dilakukan oleh balai harta peninggalan

(BHP).

Untuk pengambilalihan pengurusan terhadap harta tidak terurus BHP harus

memberitahukan kepada kejaksaan dan pengadilan negeri setempat dan apabila

terjadi perselisihan pendapat tentang terurus atau tidaknya suatu harta peninggalan

maka pengadilan negeri memutuskannya setelah mendengar pendapat BHP.

Dalam rangka pengurusan tersebut BHP mempunyai kewenangan sebagai berikut:

- melakukan penyegelan dan membuat rincian barang dalam harta peninggalan;

20

Page 21: BAB I

- mengurus dan membereskan harta itu;

- memanggil orang yang berkepentingan dalam surat kabar atau dengan cara yang

tepat sesuai tujuannya;

- bertindak di hadapan pengadilan berkaitan dengan tuntutan hukum terhadap harta

peninggalan tersebut;

- memberikan pertanggungjawaban mengenai pengurusannya

5.1.2 Kebijakan BPR Cahaya Binawerdi Dalam Menetapkan Persyaratan

Pengambilan Harta Peninggalan Berupa Simpanan Oleh Ahli Waris:

Pada BPR Cahaya Binawerdi tidak terdapat Surat Keputusan Bank yang mengatur

tentang nasabah penyimpan meninggal dunia. Ibu Ni Made Widari, SE, Kasi Dana

BPR Cahaya Binawerdi, memberikan keterangan sebagai berikut:

kebijakan bank dalam menetapkan persyaratan pengambilan harta peninggalan berupa simpanan oleh ahli waris adalah pada saat nasabah penyimpan mengajukan permohonan aplikasi pembukaan rekening, bank telah mewajibkan nasabah untuk mengisi form yang disediakan. Dalam form tersebut nasabah menentukan siapa nama ahli waris yang ditunjuk berserta nomor identitas ahli waris.

(Hasil wawancara Selasa, 22 April 2008)

Dalam praktek pelayanan jasa perbankan, bank dituntut untuk memberikan pelayanan

secara cepat, praktis dan efisien. Hal ini dapat diwujudkan melalui pembuatan syarat

dan ketentuan penggunaan produk yang telah disiapkan/dibuat secara sepihak oleh

bank dalam formulir standar (standard contract). Dengan dilengkapinya form

aplikasi tersebut bank dapat dengan mudah mengetahui siapa ahli waris yang berhak

untuk mengambil harta peninggalan atau simpanan nasabah yang disimpan pada bank

apabila dikemudian hari diketahui nasabah penyimpan tersebut meninggal dunia.

21

Page 22: BAB I

5.2 Implementasi Kewajiban Bank Terhadap Simpanan Nasabah dalam Hal

Nasabah Penyimpan Meninggal Dunia

Simpanan sebagai perjanjian pinjam-meminjam antara bank dan nasabah yang tunduk

dan diatur oleh hukum perdata (KUHPerdata). Dengan adanya perbuatan hukum

tersebut, akan melahirkan status personal bagi bank di satu sisi dan nasabah

penyimpan di sisi lain. Status tersebut adalah debitur bagi bank, karena bank sebagai

pihak peminjam dana atau uang. Sedangkan bagi nasabah penyimpan disebut

kreditur, karena mereka berhak atas prestasi berupa pembayaran atau pelunasan

pinjaman dana dalam bentuk simpanan dan disertai dengan imbalan berupa bunga

simpanan.

Setiap debitur mempunyai kewajiban menyerahkan prestasi kepada kreditur,

sedangkan setiap kreditur mempunyai piutang terhadap debitur. Untuk itu kreditur

mempunyai hak untuk menagih piutang tersebut. Dalam hal kreditur meninggal dunia

maka hak tagih tersebut akan beralih kepada ahli warisnya.

Pada saat seseorang meninggal dunia, maka pada saat itu juga segala hak dan

kewajibannya beralih kepada ahli warisnya, sehingga apabila seseorang dapat

membuktikan bahwa dirinya adalah ahli waris yang sah maka ia berhak untuk

menuntut pembayaran simpanan pewaris kepada dirinya.

Akibat meninggalnya seseorang, maka terdapat hal-hal yang berkaitan dengan hukum

yang perlu diperhatikan, antara lain:

a. Surat kuasa yang diterbitkan oleh pewaris kepada bank semasa hidupnya,

termasuk standing instruction, baik yang dibuat secara nota riil maupun di bawah

tangan menjadi berakhir demi hukum, sesuai ketentuan pasal 1813 KUHPerdata,

kecuali surat kuasa yang secara tegas mengenyampingkan pasal tersebut sehingga

surat kuasa demikian masih tetap berlaku sesuai isinya.

22

Page 23: BAB I

b. Hak untuk keuntungan rekening pewaris tetap dibukukan dan merupakan bagian

dari harta peninggalan. Jika pewaris mempunyai kewajiban kepada bank, maka

pada saat bank memutuskan membayar harta peninggalan yang dimaksud,

kewajiban pewaris yang bersangkutan wajib diperhitungkan/diselesaikan terlebih

dahulu.

c. Cek dan bilyet giro yang telah diterbitkan/ditandatangani sebelum pewaris

meninggal dibayarkan, sepanjang memenuhi persyaratan mengenai berlakunya

cek dan bilyet giro.

d. Ahli waris yang tidak cakap hukum harus diwakili oleh wali atau kuratornya,

dengan penjelasan:

- Wali anak yang belum dewasa secara otomatis walinya adalah orang tua yang

hidup terlama (masih hidup). Jika kedua orang tuanya telah meninggal dunia,

maka wali anak tersebut harus dimintakan penetapan wali pada pengadilan

negeri.

- Kurator adalah wakil dari orang dewasa tidak cakap hukum, yang

penunjukannya berdasarkan penetapan dari pengadilan negeri.

e. Apabila pewaris adalah nasabah debitur, maka hubungan kredit antara nasabah

debitur tersebut dengan bank berakhir dan kewajiban debitur beralih kepada ahli

waris dan selanjutnya diberlakukan ketentuan-ketentuan perkreditan yang berlaku

pada bank.16

Dalam praktek perbankan, pada BRI dan BPR Cahaya Binawerdi, kewajiban bank

terhadap simpanan nasabah dalam hal nasabah penyimpan meninggal dunia, bank

wajib menghubungi ahli waris yang bersangkutan serta mengembalikan simpanan

nasabah kepada ahli warisnya baik yang sudah maupun yang belum jatuh tempo.16 Try Widiyono, op.cit., h.145.

23

Page 24: BAB I

Lembaga perbankan tidak boleh ikut campur dalam pembagian dan pemisahan harta

peninggalan. Bank hanya wajib memberikan harta peninggalan pewaris yang ada

pada bank dalam bentuk simpanan kepada ahli waris yang sah. Oleh karena itu,

seyogianya bank menolak jika nasabah menunjuk seseorang/pihak tertentu sebagai

ahli waris dari rekening yang disimpan pada bank karena bank bukanlah lembaga

yang berwenang menyimpan wasiat seperti balai harta peninggalan. Apabila bank

menerima surat wasiat yang dibuat oleh penyimpan/nasabahnya, maka bank berarti

telah ikut campur dalam sistem pewarisan.17 Namun dalam praktek perbankan pada

BPR Cahaya Binawerdi, dalam hal pembukaan rekening nasabah diwajibkan untuk

menunjuk pihak tertentu sebagai ahli waris sehingga dapat dikatakan bahwa BPR

Cahaya Binawerdi dianggap telah ikut campur dalam sistem pewarisan.

Bagi bank yang terpenting dan utama sekaligus sebagai salah satu permasalahan

adalah apa bukti yang sah dari pihak ahli waris yang dapat dijadikan bukti dan diakui

kebenarannya bahwa seseorang adalah ahli waris yang sah sehingga berhak menerima

simpanan dana pewaris yang meninggal dunia oleh karena itu bank menetapkan suatu

kebijakan terkait pencairan simpanan nasabah yang meninggal dunia.

17 Ibid, h.141-142.

24

Page 25: BAB I

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Kewajiban bank terhadap simpanan nasabah dalam hal

nasabah penyimpan meninggal dunia, bank wajib menghubungi ahli waris yang

sah serta mengembalikan simpanan nasabah kepada ahli warisnya baik yang

sudah maupun yang belum jatuh tempo.

2. Kebijakan BRI Unit A.Yani dalam menetapkan persyaratan

pengambilan harta peninggalan berupa simpanan oleh ahli waris adalah

menjelaskan aturan dan syarat-syarat yang harus dilengkapi oleh ahli waris

sesuai dengan Surat Edaran NOSE: S.39 – DIR/RTL/DJS/07/99 tentang Surat

Keterangan Ahli Waris, Surat Edaran NOSE: S.66 – COO/MKR/BIS/12/99

tentang Surat Keterangan Ahli Waris Bagi Nasabah di BRI Unit, serta Buku I

Legal Manual Bidang Delivery System Bank Rakyat Indonesia. Sedangkan

pada BPR Cahaya Binawerdi adalah dengan memberikan form yang

mencantumkan agar nasabah menunjuk nama beserta nomor identitas ahli waris

yang ditunjuk.

6.2 Saran

1. Sebaiknya lembaga perbankan tidak ikut campur dalam pembagian

dan pemisahan harta peninggalan. Bank hanya wajib memberikan harta

peninggalan pewaris yang ada pada bank dalam bentuk simpanan kepada ahli

waris yang sah. Oleh karena itu, seyogianya bank menolak jika nasabah

menunjuk seseorang/pihak tertentu sebagai ahli waris dari rekening yang

disimpan pada bank. Selain itu sebaiknya bank tidak mencantumkan klausula

yang menentukan siapa ahli waris yang ditunjuk oleh nasabah pada form

25

Page 26: BAB I

aplikasi pembukaan rekening karena bank bukanlah lembaga yang berwenang

menyimpan wasiat seperti balai harta peninggalan.

2. Masyarakat sebaiknya mengetahui hak dan kewajiban dalam

mengadakan hubungan hukum formal dalam pembukaan rekening dengan bank,

serta lebih berhati-hati dalam mempercayakan dana simpanannya pada bank.

26

Page 27: BAB I

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Amanat, Anisitus. 2003. Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-Pasal Hukum

Perdata BW, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Asikin, Amirudin Zainal. 2003. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada

Buku I Legal Manual Bidang Delivery System Bank Rakyat Indonesia.

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti.

Kasmir. 2004. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada

Kasmir. 2004. Manajemen Perbankan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Soekanto, Soerjono. 1990. Ringkasan Metodelogi Penelitian Hukum Empiris. Jakarta:

Indhil-Co

Subekti, R. 2004. Ringkasan tentang Hukum Keluarga dan Hukum Waris. Jakarta:

PT. Intermasa.

Sudirman, I Wayan. 2000. Manajemen Perbankan Suatu Aplikasi Dasar. Denpasar:

BP.

Widiyono, Try. 2006. Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di

Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia

27

Page 28: BAB I

Yuwana Sudikan, Setya. 1989. Penuntun Penyusunan Karya Ilmiah. Semarang:

Aneka Ilmu.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan.

Surat Edaran NOSE: S.39 – DIR/RTL/DJS/07/99 tentang Surat Keterangan Ahli

Waris.

Surat Edaran NOSE: S.66 – COO/MKR/BIS/12/99 tentang Surat Keterangan Ahli

Waris Bagi Nasabah di BRI Unit.

28

Page 29: BAB I

LAMPIRAN

29