Bab i

15
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan rawa memiliki peranan yang sangat penting baik ditinjau dari segi ekonomi maupun ekologi. Lahan rawa kaya akan hasil hutan yang berupa kayu dan beraneka ragam tanaman lainnya, berfungsi sebagai penyimpanan air untuk mengendalikan banjir, serta kawasan tersebut juga sangat berperan penting sebagai pengendali iklim karena kemampuannya untuk menyerap karbon. Indonesia mempunyai lahan rawa yang terdiri dari lahan rawa pasang surut dan rawa lebak kurang lebih seluas 39 juta ha, yang tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya. Seiring dengan perkembangan peradaban dan kegiatan sosial ekonominya, manusia memanfatkan wilayah pesisir pantai dan rawa untuk berbagai kepentingan. Semakin banyak pemanfaatan lahan rawa tersebut muncul lah masalah penyediaan lahan rawa bagi aktifitas social dan ekonomi masyarakat. 1 Berdasarkan karakterisassi lahan pasang surut dan rawa dapat dibedakan 5 tipologi, salah satu diantaranya adalah tipe rawa lebak. Rawa lebak dipengaruhi oleh luapan sungai dan hujan, selalu tergenang selama musim hujan dan kering dimusim kemarau. Berdasarkan lama genangan dan tinggi air, lahan rawa lebak dapat dibedakan dalam 3 tipologi yaitu : 1) lebak dangkal, lama genangan < 3 bulan dengan tinggi air < 50 cm, 2) lebak tengahan, lama genangan 3 – 6 bulan 1 Rika Sri Amalia, dkk, Reklamasi dan Revitalisasi Di Kawasan Cao Fe Dian, Tian Jin-Cina dan Pantai Marina Semarang, depok, 2 1

Transcript of Bab i

Page 1: Bab i

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lahan rawa memiliki peranan yang sangat penting baik ditinjau dari segi ekonomi maupun

ekologi. Lahan rawa kaya akan hasil hutan yang berupa kayu dan beraneka ragam tanaman lainnya,

berfungsi sebagai penyimpanan air untuk mengendalikan banjir, serta kawasan tersebut juga sangat

berperan penting sebagai pengendali iklim karena kemampuannya untuk menyerap karbon. Indonesia

mempunyai lahan rawa yang terdiri dari lahan rawa pasang surut dan rawa lebak kurang lebih seluas 39

juta ha, yang tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya.

Seiring dengan perkembangan peradaban dan kegiatan sosial ekonominya, manusia

memanfatkan wilayah pesisir pantai dan rawa untuk berbagai kepentingan. Semakin banyak

pemanfaatan lahan rawa tersebut muncul lah masalah penyediaan lahan rawa bagi aktifitas social dan

ekonomi masyarakat.1

Berdasarkan karakterisassi lahan pasang surut dan rawa dapat dibedakan 5 tipologi, salah satu

diantaranya adalah tipe rawa lebak. Rawa lebak dipengaruhi oleh luapan sungai dan hujan, selalu

tergenang selama musim hujan dan kering dimusim kemarau. Berdasarkan lama genangan dan tinggi air,

lahan rawa lebak dapat dibedakan dalam 3 tipologi yaitu : 1) lebak dangkal, lama genangan < 3 bulan

dengan tinggi air < 50 cm, 2) lebak tengahan, lama genangan 3 – 6 bulan dengan tinggi air 50 –100 cm

dan 3) lebak dalam atau rawa monoton lama genangan >6 bulan dengan tinggi air > 100 cm (Ismail et al.

1990). Berdasarkan tipologi tersebut perairan rawa lebak ada yang bersifat permanen dan tidak

permanen yaitu kering dan berair pada waktu tertentu, system lahan sawah tadah hujan termasuk dari

lahan rawa lebak.2

Sistem lahan sawah tadah hujan mencakup sekitar 37 juta ha yang diperkirakan sekitar 1/3 total

area yang ditanami padi di dunia (IRRI, 1997). Karena ketersediaan air yang fluktuatif, maka kondisi

secara hydrologi sangat bervariasi dari tergenang sempurna tanaman padi hingga kekeringan dimana hal

ini sering terjadi dalam musim yang sama. Ketergantungan terhadap curah hujan membuat system

usahatani pada lahan sawah tadah hujan ini tidak terprediksi dengan tingkat kemungkinan gagal

1 Rika Sri Amalia, dkk, Reklamasi dan Revitalisasi Di Kawasan Cao Fe Dian, Tian Jin-Cina dan Pantai Marina Semarang, depok, 2

2 Anonim, “Beje” sebagai produksi lahan rawa lebak, Palembang, 1

1

Page 2: Bab i

pertanaman yang sangat besar. Tanah bertekstur liat yang kaya dengan sesquioksida seperti Ultisol,

Oxisol, dan juga sulfat masam, gambut dan tanah-tanah sodik di dalam dasar pembentukan mereka

mempunyai kadar P-tersedia rendah dan mempunyai kapasitas mengadsorpsi fosfor yang besar. Oleh

karena pertanaman yang intensif, bahan organik tanah telah terkuras sehingga akhirnya menurunkan

tingkat kesuburan tanah. Penambahan bahan organik ke dalam tanah adalah solusi yang terbaik untuk

mengatasi penurunan tingkat kesuburan tanah.

Provinsi Sumatera Utara adalah salah satu provinsi di Indonesia penghasil beras. Di Sumatera

Utara terdapat 89.395 ha lahan sawah tadah hujan yang ditanami dua kali setahun dan 91.362 ha

ditanami hanya sekali setahun (BPS Sumatera Utara, 2004). Rataan produktivitas padi pada lahan sawah

tadah hujan di Sumatera Utara menurut Erythrina dkk. (2001) adalah sekitar 4,15 t ha-1. Berdasarkan

kondisi tersebut di atas, diperlukan upaya reklamasi melalui pemakaian pupuk fosfor dan pupuk

kandang sapi untuk pengembangan produktivitas sistem tanam berbasis padi di lahan sawah tadah

hujan di Sumatera Utara khususnya di Kabupaten Langkat.3

1.2 Rumusan Masalah

1. Mendefinisikan reklamasi lahan sawah tadah hujan dengan pupuk fosfor dan bahan organik.

2. Menganalisis proses penerapan reklamasi lahan sawah tadah hujan dengan pupuk fosfor dan

bahan organik.

1.3 Tujuan

1. Mahasiswa dapat mendefiniskan reklamasi lahan sawah tadah hujan dengan pupuk fosfor dan

bahan organik.

2. Mahasiswa dapat menganalisis hasil dari penerapan reklamasi lahan sawah tadah hujan dengan

pupuk fosfor dan bahan organik.

1.4 Manfaat

3 Ali Jamil,dkk, Reklamasi Lahan Sawah Tadah Hujan Dengan Pupuk Fosfor Dan Bahan Organik Di Sumatera Utara, Sumatera Utara, 3

2

Page 3: Bab i

1. Dapat menambah pengetahuan dari kegiatan reklamasi khususnya dengan pupuk fosfor dan

bahan organik pada lahan sawah tadah hujan.

2. Dapat mengetahui definisi dari reklamasi.

BAB II

3

Page 4: Bab i

PEMBAHASAN

2.1 Sifat Tanah dan Bahan Organik yang Digunakan pada Lokasi Percobaan

Untuk membahas sifat awal dari tanah lokasi percobaan, digunakan kriteria penilaian

kandungan hara dalam tanah seperti yang dikemukakan oleh Hardjowigeno (2003). Tanah pada areal

percobaan mempunyai kandungan hara P-tersedia sangat rendah (4,2-4,7 ppm), kandungan C-organik

juga tergolong sangat rendah (0,35-0,38%), kapasitas tukar kation tergolong ke dalam kriteria sedang

(22,7-22,9 cmol (+) kg-1). Kerapatan lindak berkisar 1,13-1,20 g cm-3, dan kandungan air tersedia yang

diukur sebagai selisih antara kandungan air pada kapasitas lapang dengan kandungan air pada titik layu

permanent adalah berkisar 0,2-11,9%. Berdasarkan hasil analisis tanah sebelum penelitian dilakukan,

tanah pada lokasi percobaan memiliki status hara P tersedia yang sangat rendah, kandungan karbon

organik juga sangat rendah. KTK tergolong sedang. Dibandingkan dengan sifat awal tanah sebelum

percobaan dimulai, maka pemakaian kedua P dan bahan organik (pukan sapi) meningkatkan

ketersediaan P dalam tanah, kandungan C-organik tanah, dan kadar air tersedia sekitar berturut-turut

102%, 197%, dan 83%. Sementara itu, pemakaian kedua P dan bahan organik menurunkan kerapatan

lindak sekitar 9%.

Pupuk kandang sapi telah digunakan sebagai sumber bahan organik pada percobaan ini yang

diperoleh dari desa Lubuk Bayas, Kabupaten Deli Serdang. Sub contoh telah diambil dan dijadikan satu

contoh komposit untuk dianalisa kandungan haranya sebelum diperlakukan ke lapang. Secara rata-rata,

pukan sapi yang digunakan pada percobaan ini mengandung 1,04% N-total dan 20,6% C-organik

sehingga memberikan nilai C/N 19,8. Disamping itu, kandungan P, K, Ca, dan Mg berturut-turut adalah

0,30; 1,24; 1,62; dan 0,52%.

2.2 Sifat Tanah sebagai Pengaruh Perbedaan Perlakuan

Pemakaian kedua fosfor dan bahan organik secara nyata (P <0.001) meningkatkan fosfor

tersedia dalam tanah dan meningkat dengan waktu sampai 75 HST (Tabel 1). Peningkatan pemberian

fosfor sampai 60 kg ha-1 P2O5 dapat meningkatkan kandungan P-tersedia dari 29.4-41.3%; namun, tidak

terdapat peningkatan selanjutnya bila dosis pemberian P ditingkatkan dari 60 ke 90 kg ha -1 P2O5.

Pemakaian bahan organik juga menghasilkan peningkatan yang nyata untuk fosfor tersedia dalam tanah

dari 19,5-38,5%. Kandungan P-tersedia juga meningkat dengan waktu dengan peningkatan yang lebih

4

Page 5: Bab i

tinggi pada 75 HST dimana peningkatan ini sekitar 95% dengan penggunaan 6 t ha -1 bahan organic.

Interaksi antara pemberian P dengan bahan organik juga nyata pada semua waktu pengamatan kecuali

pada 15 dan 75 HST, dimana hal ini terutama disebabkan oleh respon P-tersedia yang lebih besar

terhadap pemakaian bahan organic, khususnya pada level P yang lebih tinggi (P2 dan P3).

Peningkatan konsentrasi P tersedia dalam tanah kemungkinan besar disebabkan beberapa hal

seperti peningkatan kelarutan pupuk kimia dan pelarutan PO4 dari kompleks tidak larut dengan Fe, Al,

Ca, dll karena asam humik yang dapat dihasilkan selama pelapukan pukan sapi (Tisdale dkk., 1985).

Miller and Donahue (1995) selanjutnya menjelaskan bahwa pupuk fosfat adalah salah satu sumber

langsung dari fosfat larut dalam tanah. Pillai (2006) mengemukakan bahwa jika tanah digenangi,

beberapa perubahan kimia dan elektrokimia utama akan terjadi yang akan menyebabkan peningkatan

pH tanah masam, reduksi kimia, peningkatan pH tanah masam dan penurunan pH tanah-tanah kalkareus

atau/dan sodik, yang k Kandungan air tersedia. Kedua pemakaian P dan bahan organik nyata

meningkatkan kadar air tersedia dalam tanah (Tabel 4). Kandungan air tersedia meningkat sekitar 27-

34% ketika diberikan 90 kg P2O5 ha-1. esemuanya ini mempunyai peran dalam peningkatan kadar P

tersedia dalam tanah.

Retensi fosfor dalam tanah. Secara umum, penggunaan pupuk P dan bahan organik tidak

berpengaruh secara nyata terhadap retensi P dalam tanah, kecuali untuk dua pengamatan terakhir yaitu

95 dan 105 HST adalah nyata berpengaruh terhadap kemampuan tanah untuk meretensi P dalam tanah

(Tabel 2). Pukan sapi yang digunakan dalam percobaan ini mengandung nilai C/N rasio sedang (sekitar

20), dimana hal ini memiliki kontribusi terhadap peningkatan maupun perbaikan kesuburan tanah.

Gobat dkk. (2004) mengemukakan bahwa, nilai indeks yang baik dari kialitas pukan sapi adalah rasio C

terhadap N. Nilai C/N yang tinggi (25-30) sebagai bukti bahwa bahan organik tersebut belum melapuk

secara sempurna. Dengan adanya penambahan bahan organik ke dalam tanah diperkirakan akan

menurunkan daya retensi tanah terhadap P melalui mekanisme reaksi asam-asam organik sebagai hasil

pelapukan bahan organik dimaksud yang lebih reaktif terhadap logam-logam pemfiksasi P dalam tanah.

Kandungan karbon organik dalam tanah. Pemakaian kedua P dan bahan organik nyata

meningkatkan kandungan karbon organik tanah dan juga meningkat dengan waktu (Tabel 3).

Peningkatan karbon organik tanah karena peningkatan pemakaian P dari 0 ke 90 kg P2O5 ha-1 adalah

sekitar 11%-27%. Pengaruh pukan sapi lebih jelas, dimana rataan peningkatan C-organik dari sekitar 24%

dan 50% bila diberikan 3 ke 6 t ha-1 pukan sapi. Interaksi nyata antara penggunaan P dan bahan organik

5

Page 6: Bab i

hanya terdapat pada pengukuran pertama, dimana hal ini lebih respon terhadap pemakaian bahan

organik khususnya pada dosis tanpa pemberian P (P0). 4

Rata-rata peningkatan dari C-organik tanah adalah sekitar 27% bila diberikan 90 kg P 2O5 ha-1.

Pemakaian pukan sapi 6 t ha-1 meningkatkan C-organik sekitar 54% (0.86-1,32%) pada 95 HST. Interaksi

yang nyata juga diamati antara P dan pukan sapi adalah disebabkan lebih tingginya respon C-organik

dalam tanah terhadap pemakaian pukan sapi, khususnya dengan ketiadaan P (P0).

Tabel 1.Fosfor Tersedia Dalam Tanah Pada Waktu Pengamatan Berbeda Setelah Tanam Sebagai Pengaruh Perlakuan P dan Bahan Organik

Perlakuan

Hari Setelah Tanam

15 35 55 75 95 105

---------------------------------------------- ppm --------------------------------------------

P0 O0 4,67 4,86 5,83 6,18 5,57 4,83

O1 5,13 5,89 6,92 7,66 6,98 5,93

O2 5,90 6,92 7,97 9,38 7,95 7,01

Rataan 5,23 5,89 6,91 7,74 6,84 5,92

P1 O0 5,07 5,93 6,61 7,98 6,58 5,85

O1 5,47 6,90 8,39 8,64 8,33 6,93

O2 6,24 7,94 9,08 9,82 9,26 8,23

Rataan 5,59 6,92 8,03 8,81 8,06 7,00

P2 O0 6,47 7,14 8,78 8,90 8,74 6,89

O1 6,76 7,91 9,14 9,93 9,46 8,01

O2 7,07 9,88 10,72 11,74 10,79 9,71

Rataan 6,77 8,31 9,55 10,19 9,66 8,20

P3 O0 5,09 6,40 8,34 8,84 8,37 6,65

O1 5,71 7,65 8,98 9,42 9,00 7,47

O2 6,23 8,96 10,03 10,54 10,15 8,35

Rataan 5,68 7,67 9,12 9,60 9,17 7,49

Pukan sapi Rataan

4 Ali Jamil,dkk, Reklamasi Lahan Sawah Tadah Hujan Dengan Pupuk Fosfor Dan Bahan Organik Di Sumatera Utara, Sumatera Utara, 8

6

Page 7: Bab i

O0 5,32 6,08 7,39 7,97 7,32 6,06

O1 5,77 7,09 8,36 8,91 8,44 7,08

O2 6,36 8,42 9,45 10,37 9,54 8,32

Rataan 5,82 7,20 8,40 9,08 8,43 7,15

Significance P *** *** *** *** *** ***

O *** *** *** *** *** ***

P x O tn *** * tn *** ***

LSD05 P 0,15 0,17 0,24 0,15 0,12 0,14

O 0,13 0,15 0,21 0,14 0,10 0,12

P x O - 0,29 0,42 - 0,20 0,24

CV (%) 2,26 2,39 3,13 1,58 1,41 1,98

Penggenangan secara terus menerus dalam system padi-padi secara umum berhubungan dengan peningkatan kandungan C-organik tanah (Nambiar, dkk.,1992 dalam Hedge 1996). Fraksi koloid, yang mengandung kedua liat dan humus dari pukan sapi, dikenal sebagai tempat berlangsungnya aktifitas kimia dalam tanah, termasuk kapasitas untuk pertukaran ion dalam tanah (Brady dan Weil, 2002). Untuk tanah-tanah liat, bahan organik tanah memberikan kontribusi yang nyata terhadap peningkatan KTK tanah (Weil dan Magdoff, 2004).

Kandungan air tersedia. Kedua pemakaian P dan bahan organik nyata meningkatkan kadar air tersedia dalam tanah (Tabel 4). Kandungan air tersedia meningkat sekitar 27-34% ketika diberikan 90 kg P2O5 ha-1.

Tabel 2.Retensi Fosfor Dalam Tanah Pada Waktu Pengamatan Berbeda Setelah Tanam Sebagai Pengaruh Perlakuan P dan Bahan Organik

PERLAKUAN

Hari Setelah Tanam

15 35 55 75 95 105

----------------------------------------------- % -----------------------------------------------

P0 O0 16.05 15.82 15.80 15.57 15.28 14.60

O1 15.58 15.67 15.72 15.53 14.63 14.34

O2 15.14 15.29 15.12 15.24 14.17 13.87

Rataan 15.59 15.59 15.55 15.45 14.69 14.27

P1 O0 16.10 15.85 15.88 15.86 16.01 15.54

O1 15.77 15.98 15.77 15.78 15.24 15.13

O2 15.37 15.51 15.49 15.55 14.77 15.10

Rataan 15.75 15.78 15.71 15.73 15.34 15.26

P2 O0 16.04 15.95 15.91 15.98 16.06 16.10

7

Page 8: Bab i

O1 15.80 15.94 15.87 15.73 15.82 15.37

O2 15.92 15.71 15.73 15.72 15.36 15.34

Rataan 15.92 15.87 15.84 15.81 15.74 15.60

P3 O0 16.11 15.99 15.96 15.98 16.97 17.27

O1 15.80 15.67 15.60 16.10 16.18 15.49

O2 16.11 16.04 16.22 15.88 15.42 15.30

Rataan 16.00 15.90 15.92 15.99 16.19 16.02

Pukan sapi Rataan

O0 16.07 15.90 15.89 15.85 16.08 15.88

O1 15.74 15.81 15.74 15.79 15.47 15.08

O2 15.63 15.64 15.64 15.60 14.93 14.90

Rataan 15.82 15.78 15.75 15.74 15.49 15.29

Significance P tn tn tn tn *** ***

O * tn tn tn *** ***

P x O tn tn tn tn tn tn

LSD05 P - - - - 0.53 0.50

O 0.28 - - - 0.46 0.43

CV (%) 2.11 2.15 2.39 4.87 3.46 3.35

Pemakaian bahan organik juga meningkatkan kandungan air tersedia dalam tanah sampai sekitar 30-33%. Interaksi antara P dan pukan sapi juga nyata kecuali pada pengukuran 15 HST dan 105 HST. Interaksi ini utamanya disebabkan oleh respon yang lebih tinggi oleh air tersedia terhadap pemakaian bahan organik ketika dikombinasikan dengan level dosis tertinggi dari pemakaian P (P3). Kecenderungan umum juga bahwa kandungan air tersedia tanah meningkat dengan waktu (6-12%) sampai 95 HST. Kandungan air tersedia meningkat dengan penambahan kedua P sampai 90 kg ha -1 P2O5) dan pukan sapi (sampai 6 t ha-1) adalah berturut-turut sekitar 34% dan 33%. 5

Tabel 3. Perubahan Karbon Organik Tanah pada Waktu Pengukuran yang Berbeda Setelah Tanam Akibat Perlakuan P dan Bahan Organik

PERLAKUAN

Hari Setelah Tanam

15 35 55 75 95 105

------------------------------------------------------ % ------------------------------------------------------

P0 O0 0.51 0.57 0.62 0.76 0.78 0.63

O1 0.76 0.78 0.81 0.86 1.04 0.89

O2 0.82 0.96 0.97 1.01 1.20 1.17

Rataan 0.70 0.77 0.80 0.88 1.01 0.90

P1 O0 0.62 0.63 0.73 0.80 0.83 0.67

O1 0.81 0.81 0.85 0.92 1.10 0.93

O2 0.86 1.00 1.02 1.08 1.31 1.19

5 Ali Jamil,dkk, Reklamasi Lahan Sawah Tadah Hujan Dengan Pupuk Fosfor Dan Bahan Organik Di Sumatera Utara, Sumatera Utara, 11

8

Page 9: Bab i

Rataan 0.76 0.81 0.87 0.93 1.08 0.93

P2 O0 0.69 0.71 0.80 0.81 0.91 0.73

O1 0.82 0.85 0.90 0.98 1.16 0.95

O2 1.04 1.07 1.08 1.18 1.36 1.20

Rataan 0.85 0.88 0.93 0.99 1.14 0.96

P3 O0 0.73 0.76 0.83 0.84 0.91 0.80

O1 0.85 0.86 0.91 1.03 1.18 0.96

O2 1.06 1.08 1.14 1.16 1.39 1.22

Rataan 0.88 0.90 0.96 1.01 1.16 0.99

Pukan sapi Rataan

O0 0.64 0.67 0.74 0.80 0.86 0.71

O1 0.81 0.82 0.87 0.95 1.12 0.93

O2 0.94 1.03 1.05 1.11 1.32 1.20

Rataan 0.80 0.84 0.89 0.95 1.10 0.95

Significance P *** *** *** *** *** *

O *** *** *** *** *** ***

P x O *** tn tn tn tn tn

LSD05 P 0.02 0.05 0.03 0.04 0.06 0.06

O 0.02 0.04 0.03 0.04 0.05 0.05

P x O 0.04 - - - - -

CV (%) 2.98 5.45 3.58 4.71 5.16 4.75

Table 4. Kandungan Air Tersedia Tanah pada Waktu Pengukuran Berbeda Setelah Tanam Sebagai Pengaruh Perlakuan P dan Bahan Organik

PERLAKUAN

HARI SETELAH TANAM

15 35 55 75 95 105

------------------------------------------------------ % ------------------------------------------------------

P0 O0 14.53 14.90 14.94 14.98 15.40 14.85

O1 16.91 16.98 17.02 17.61 18.32 16.25

O2 17.81 18.08 18.35 18.42 19.59 19.34

Rataan 16.42 16.65 16.77 17.00 17.77 16.81

P1 O0 15.78 16.42 16.49 16.84 17.52 15.92

O1 17.90 18.10 18.74 18.93 18.97 18.09

O2 19.90 20.14 20.51 20.60 20.98 20.00

9

Page 10: Bab i

Rataan 17.86 18.22 18.58 18.79 19.16 18.00

P2 O0 16.88 16.91 17.54 17.72 18.18 17.71

O1 18.38 19.11 20.12 20.32 20.75 17.50

O2 20.95 22.11 23.39 23.59 23.75 23.14

Rataan 18.74 19.38 20.35 20.54 20.89 19.45

P3 O0 18.36 18.87 18.98 19.07 19.54 17.78

O1 19.46 20.57 20.72 20.96 21.14 20.57

O2 26.89 27.20 27.48 27.72 27.91 25.93

Rataan 21.57 22.22 22.39 22.58 22.86 21.43

Pukan sapi Rataan

O0 16.39 16.78 16.99 17.15 17.66 16.57

O1 18.16 18.69 19.15 19.46 19.80 18.10

O2 21.39 21.88 22.43 22.58 23.06 22.10

Rataan 18.65 19.12 19.52 19.73 20.17 18.92

Significance P *** *** *** *** *** ***

O *** *** *** *** *** ***

P x O tn ** * *** * tn

LSD05 P 1.55 1.17 1.45 0.66 1.42 1.54

O 1.39 1.01 1.25 0.57 1.23 1.33

P x O - 2.03 2.51 1.15 2.46 -

CV (%) 4.83 6.24 4.67 3.42 4.78 4.81

10

Page 11: Bab i

BAB III

KESIMPULAN

Mengingat pentingnya upaya reklamasi lahan rawa yang telah mengalami penurunan kualitas,

dan untuk melestarikan lahan pertanian serta fungsi lingkungan dikawasan rawa, maka perlu terus

ditingkatkan penanganan lahan-lahan rawa yang menurun kualitasnya dengan berbagai masukan

teknologi, sehingga dapat meningkatkan kualitas lahan pertanaman dan produktivitasnya.6

Beberapa kesimpulan yang dapat dikemukakan adalah, bahwa pemakaian pupuk P dan pukan

sapi dapat dijadikan sebagai bahan pereklamasi lahan sawah tadah hujan di Sumatera Utara karena

dapat meningkatkan kandungan P tersedia dalam tanah, kandungan C-organik tanah dan air tersedia

berturut-turut sekitar 59%, 157%, dan 72%. Perbaikan atau peningkatan sifat tanah dimaksud, tertinggi

ataupun terbaik diperoleh bila dikombinasikan antara pemberian 90 kg P2O5 ha-1 dan 6 t ha-1 pukan sapi.7

6 Anonim, Pedoman Teknis Reklamasi Lahan Rawa Tahun 2008, Jakarta, 237 Ali Jamil,dkk, Reklamasi Lahan Sawah Tadah Hujan Dengan Pupuk Fosfor Dan Bahan Organik Di Sumatera Utara, Sumatera Utara, 14

11

Page 12: Bab i

DAFTAR PUSTAKA

Jamil Ali, 2004. Reklamasi Lahan Sawah Tadah Hujan Dengan Pupuk Fosfor Dan Bahan Organik

Disumatera Utara. BPTP Sumatera Utara. Sumatera Utara.

Anonim, 2008. Pedoman Teknis Reklamasi Lahan Rawa Tahun 2008. Direktorat Pengelolaan Lahan,

Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan Dan Air, Departemen Pertanian. Jakarta.

Rupawan, 2006. “Beje” Sebagai Kolam Produksi Dilahan Rawa Lebak. Balai Riset Perikanan Perairan

Umum Palembang. Palembang.

Amalia Sri K. ,2012. Reklamasi dan Revitalisasi di Kawasan Cao Fe Dian, Tian Jin-Cina dan Pantai Marina

Semarang. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma. Depok.

Hamsah Muslim, 2010. Rencana Reklamasi Dengan Penataan Lahan Pada Lahan Bekas Penambangan Tanah Liat di Pt. Holcim Indonesia Tbk, Cilacap, Jawa Tengah.

12