BAB aaII Tinjauan Pustaka
-
Upload
risali-addini -
Category
Documents
-
view
74 -
download
31
description
Transcript of BAB aaII Tinjauan Pustaka
7
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Serapan (Adsorpsi dan Absorbsi)
Serapan adalah suatu proses dimana suatu partikel menempel pada suatu
permukaan akibat adanya perbedaan muatan lemah diantara kedua benda (gaya
Van Der Walls), sehingga terbentuk suatu lapisan tipis dari partikel-partikel halus
pada permukaan. Permukaan karbon yang mampu menarik molekul organik
merupakan salah satu contoh mekanisme serapan antara air, gas dan juga
menyerap molekul protein yang polar (Boshi et al. 2003).
Penetrasi adsorbat kedalam adsorben dapat terjadi pada ketebalan
beberapa lapis. Jika penetrasi molekul terjadi pada seluruh bagian material padat,
maka prosesnya disebut absorbsi (absorbtion). Dalam banyak kasus sulit
dibedakan antara absorbsi dan adsorbsi sehingga munculah istilah sorbsi
(sorbtion) yang mengacu pada proses absorbsi dan adsorbsi (Van Tessel et al.
1994). Absorbsi merupakan suatu proses dimana suatu partikel terperangkap ke
dalam suatu media dan seolah-olah menjadi bagian dari keseluruhan media
tersebut. Absorbsi terdiri dari dua jenisyaitu:
1) Absorbsi fisika (physical absorbtion) 2) Absorbsi kimia (chemosorbtion).
Absorbsi fisika dicirikan dengan tarik menarik antara absorbat dan
absorben sangat lemah dengan energi kurang dari 40 Kj/mol dan antar keduanya
tidak membentuk senyawa kimia. Absorbsi fisika umumnya reversible dan
irreversible. Sifat ini ditemukan dalam batas antar muka kimia dengan medium
gas, dimana ikatan yang terjadi diakibatkan dari gaya Van Der Walls dan gaya
London (Prutton1982).
Absorbsi kimia (chemosorbtion) ditandai dengan pertukaran
elektron/electron exchange antara absorbat dengan absorben. Interaksi yang
terjadi sangat kuat sehingga terbentuk senyawa kimia dengan energi ikatnya
sekitar 300 Kj/mol (Nieuwenhuizen dan Barendez 1987). Akibat dari berbagai
sebab/perlakuan, ikatan dalam absorbsi fisik dan kimia dapat lepas, proses ini
disebut desorbsi.
Absorben adalah padatan berpori dengan berbagai ukuran. Contoh
absorben yang sudah banyak digunakan diantanya: bentonit, zeolit, tanah
8
diatomea dan arang aktif. Suatu absorben dapat memisahkan molekul berdasarkan
ukurannya. Proses absorbsi molekul dipengaruhi oleh beberapa hal (Doffner
1991) antara lain:
(1) Ukuran molekul: ukuran pori suatu absorben menentukan ukuran molekul
yang melewatinya.
(2) Efek pertukaran ion: pasangan rangka kation membentuk ukuran efektif
tertentu dengan menyatukan kation melalui proses pertukaran kation.
(3) Efek suhu: baik molekul absorbat maupun kisi host menjadi tidak rigid, dan
dapat terpolarisasi, keduanya bergetar secara kontinu sehingga ikatan yang
menjaga keduanya melentur oleh pengaruh suhu.
(4) Konsep pori-efektif : molekul terbesar yang dapat lolos atau masuk secara
efektif terhadap absorben melalui efek difusi dan faktor lain.
Pertukaran ion merupakan suatu proses dimana ion-ion yang terserap pada
suatu media polar ditukar dengan ion-ion lain yang berada dalam air. Proses ini
dimungkinkan melalui fenomena tarik menarik antara permukaan media
bermuatan dengan molekul-molekul bersifat polar (Sanford 1987).
Apabila suatu molekul bermuatan menyentuh suatu permukaan yang
memiliki muatan berlawanan, maka molekul tersebut akan terikat secara kimiawi
pada permukaan tersebut. Pada kondisi tertentu molekul-molekul ini dapat ditukar
posisinya dengan molekul lain yang memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk
diikat, dengan demikian maka proses pertukaran dapat terjadi (Domard 1998).
Proses pertukaran mengikuti kaidah-kaidah tertentu (Jansen 1992), sebagai
berikut:
1) Kation dengan valensi besar akan dipertukarkan lebih dahulu sebelum kation
valensi kecil. Contoh : dalam air terdapat Fe3+, Ca2+, NH4+ dalam jumlah yang
sama kemudian diberi adsorben (zeolit) maka besi akan lebih dulu diserap
oleh zeolit menyusul Ca2+ dan NH4+.
2) Kation yang konsentrasinya paling tinggi dalam air akan diserap lebih dahulu
walaupun valensi lebih kecil, misal konsentrasi amonium lebih besar dari yang
lain.
Tingkat pertukaran ion tergantung pada beberapa hal antara lain:
(1) Sifat-sifat dan jenis kation
9
(2) Konsentrasi kation yang dipertukarkan
(3) Jenis anion yang yang berhubungan dengan kation
(4) Jenis pelarut
(5) Temperatur
(6) Sifat khas struktur kerangka
2.2 Kitosan
Kitosan adalah produk alami turunan dari kitin, polisakarida yang
ditemukan dalam eksoskeleton krustasea seperti udang, rajungan dan kepiting.
Secara kimiawi, kitosan adalah selulosa seperti serat tanaman yang mempunyai
sifat-sifat sebagai serat tetapi punya kemampuan untuk mengikat lemak seperti
busa penyerap lemak dalam saluran pencernaan. Sebagaimana serat tanaman,
kitosan tidak dapat dicerna, oleh karena itu tidak bernilai kalori tetapi kitosan
dapat difungsikan sebagai penyerap dan pengikat lemak sehingga, mencegah dan
menghambat LDL dan meningkatkan HDL.
Kitosan bersifat antasid (menyerap zat racun), mencegah pembentukan
plak atau kerusakan gigi, membantu mengontrol tekanan darah, membantu
menjaga pengkayaan kalsium (Ca) atau memperkuat tulang, dan bersifat
antitumor (Shahidi 1999). Dalam tiga dekade terakhir kitosan digunakan dalam
proses detoksifikasi air. Apabila kitosan disebarkan di atas permukaan air, mampu
menyerap lemak, minyak, logam berat dan zat yang berpotensi toksik lainnya
(Kumaret al 1998).
2.2.1 Sumber kitosan
Kitin merupakan polisakarida panjang yang tidak bercabang, bernama
2-asetil-2-amino dioksi-D-glukosa, yang monomernya berikatan satu sama lain
melalui ikatan 1-4. Kitin diproduksi dari kulit udang melalui proses isolasi dan
purifikasi yang didahului proses demineralisasi dan dilanjutkan dengan proses
deproteinasi (Muzzarelli 1977). Kitin adalah polisakarida yang membentuk
kristal, dan terdapat di alam dalam tiga bentuk kristal kitin yang dibedakan
berdasarkan susunan rantai molekul yang membangun kristalnya. Jenis-jenis
kristal tersebut adalah sebagai berikut:
(1) α kitin yang mempunyai susunan anti paralel.
10
(2) β kitin yang mempunyai susunan paralel.
(3) γ kitin yang mempunyai tiga rantai dan dua diantaranya tersusun paralel.
(4) γ kitin yang mempunyai tiga rantai dan satu rantai lainnya tersusun
antiparalel.
Adapun contoh bentuk kristal kitin dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Kristal kitin dan kitosan (Rudall 1976).
Fungsi utama kitin pada krustasea atau pada fungi, adalah sebagai struktur
kerangka dalam yang mendukung eksoskelet hewan tersebut atau bagian dari
dinding sel fungi. Kitin dari kulit krustasea sebagai komponon eksoskelet,
berbentuk jaring yang kompleks (matriks), yang mengandung protein dan mineral
(CaCO3), sedangkan kompleks jaring kitin dari fungi adalah polisakarida lain
seperti α dan β glukan, manan dan selulosa (Knorr 1982).
Kitin mempunyai banyak kegunaan diantaranya bahan talk yang
digunakan pada sarung tangan saat dilakukan operasi bedah. Selain itu kitin dapat
digunakan sebagai absorben seperti arang aktif dan campuran pupuk pada
αkitin
βkitin βkitin
γ kitin αkitin
11
pertanian. Apabila ditambahkan pada pakan ikan hias, kitin dapat meningkatkan
pertumbuhan dan warna ikan yang cemerlang, hal ini diduga oleh kandungan
protein dan pigmen yang terdapat dalam kitin tersebut (Brezki 1987).
Kristal kitin tidak larut dalam air dan dalam pelarut organik tetapi larut
dalam asam kuat pekat panas. Arai et al. (1968) menyatakan bahwa kitin mudah
mengalami degradasi secara biologis, tidak beracun, tidak larut dalam air dan
asam organik, tetapi larut dalam larutan dimetilasetamida dan lithium klorida.
Contoh struktur molekul kitin kitosan dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Struktur molekul kitin (a), kitosan (b) Sumber: Muzarelli (1977). Kerangka utama penyusun kitin dan kitosan adalah grup heksosa (glukosa)
sama dengan selulosa, oleh karena itu kitin kitosan dikelompokan pada selulosa
alam tetapi mempunyai muatan berlawanan dengan selulosa lainnya. Polimer kitin
atau kitosan terdiri dari 2000-3000 monomer, sehingga menpunyai banyak muatan
yang akan mempengaruhi sifat biologi dan sifat fungsionalnya melalui
kemampuan berikatan dengan molekul lain (Ornum 1992).
Perbedaan struktur kitin dan kitosan hanya pada kandungan gugus asetil
saja, pada kitosan gugus asetilnya sebagian besar (lebih dari 70%) sudah
dihilangkan dan terbentuklah gugus fungsi NH (amin) yang reaktif. Semakin
banyak gugus asetil yang hilang, semakin tinggi mutu kitosan (Muzarelli 1985).
Melalui proses deasetilasi kitin dengan NaOH pekat akan terbentuk
turunannya yaitu kitosan yang mempunyai sifat berbeda dengan kitin. Penggunaan
Oa. Kitin b. Kitosan
12
NaOH 50% dengan perbandingan 1: 20 disertai dengan pemanasan 140 oC
selama 1 jam, dapat menghasilkan padatan yang hampir sama dengan bahan
awalnya (kitin) dan dengan penetralan dan pencucian sampai pH netral
menghasilkan serbuk putih yang disebut kitosan (Johnson 1982). Skema proses
pembuatan kitosan disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Diagram alir proses pembuatan kitosan Sumber: Suptijah et al. (1992).
Mutu kitosan ditentukan berdasarkan parameter fisika dan kimia,
parameter fisis diantaranya penampakan, ukuran (mesh size) dan viskositas,
Pencucian dengan air (Netralisasi)
Deproteinisasi NaOH 3N,1:10, 1000 C, 1jam
Pencucian sampai netral
Kitin
Deasetilasi NaOH 50%, 1:10, 130oC, 1jam
Pencucian (Netralisasi)
Kitosan
Demineralisasi HCl 1N/ 1:7 1000C, 1 jam.
Limbah Udang
13
sedangkan parameter kimia yaitu nilai Proksimat dan Derajat Deasetilasi (DD).
Semakin baik mutu kitosan semakin tinggi nilai derajat deasetilasinya dan
semakin banyak fungsinya dalam aplikasinya. Adapun spesifikasi mutu kitin
kitosan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1 Spesifikasi mutu kitin kitosan.
Spesifikasi Kitin (Pangan)
Kitosan (Farmasi)
Larutan Kitosan (Teknis)
Penampakan Serpihan putih/
kekuningan
Serpihan/Bubuk
putih/kekuningan
Cairan
bening/kekuningan
Kadar air <10% ≤ 10% -
Kadar abu <2,5% ≤ 0,2% <0,5%
Kadar N <1% ≤ 0,3% <0,5%
Derajat Deasetilasi <70% 70-100% >90%
Viskositas 600cPs <50 cPs 50 cPs
Ketidaklarutan >90% < 1% <0,5%
Logam berat
Arsenik (As)
Timbal (Pb)
<10ppm
<10 ppm
<10 ppm
<10 ppm
<10 ppm <10
ppm
pH 7-9 7-9 <5,5
Sumber : Subasinghe (1999)
2.2.2 Sifat-sifat kitosan
Kitosan adalah polimer glukosamin yang larut dalam asam tetapi tidak
larut asam sulfat pada suhu kamar, juga tidak larut dalam pelarut organik tetapi
larut baik dalam poliol dengan suasana asam. Pelarut kitosan yang baik adalah
asam format dengan konsentrasi 0,2% sampai pekat, namun demikian kitosan
sering dipakai dengan dilarutkan terlebih dahulu pada asam asetat (Filer and Wirik
1978). Menurut Knorr (1984) berat molekul kitosan tergantung dari degradasi
yang terjadi pada proses pembuatan kitosan. Kitosan mempunyai sifat mudah
mengalami degradasi secara biologis, tidak beracun, mempunyai berat molekul
yang tinggi, tidak larut pada pH 6,5 berat molekul rata-rata 120.000 Dalton
(Protan Laboratories 1987).
14
Menurut Knorr (1982) serpihan kitosan dalam air mempunyai gugus
amino bebas (NH3+) sebagai polikationik, pengkelat dan pembentuk dispersi
dalam larutan asam asetat. Ornum (1992), menambahkan bahwa gugus amino
bebas (NH3+) inilah yang banyak memberikan kegunaan pada kitosan. Apabila
dilarutkan dalam asam, kitosan akan menjadi polimerkationik dengan struktur
linier sehingga dapat digunakan dalam proses flokulasi, pembentuk film atau
imobilisasi dalam beberapa agen biologi termasuk enzim. Bought (1975)
menambahkan bahwa karakter kitosan sebagai polielektrolit dapat digunakan
untuk bahan pengkoagulasi limbah secara fisika dan kimia. Hirano (1989)
mengemukakan kelebihan kitin dan kitosan yaitu:.
(1) Merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui.
(2) Merupakan senyawa biopolimer yang dapat terdegradasi dan tidak mencemari
lingkungan.
(3) Tidak bersifat toksik (LD50 16 gram per kg berat badan tikus).
(4) Konformasi molekulnya dapat dirubah.
(5) Mempunyai fungsi biologis.
(6) Dapat membentuk gel, koloid dan film (dari larutan).
(7) Mengandung gugus amino (NH2) dan gugus hidroksil (OH) yang dapat
dimodifikasi.
Kitosan merupakan kerangka heksosa yang memiliki gugus amin
bermuatan, sehingga menunjukan sifat yang unik yaitu bermuatan positif,
berlainan dengan polisakarida alam lainnya yang bermuatan negatif atau netral.
Boddu et al. (1999) menyatakan bahwa muatan positif pada polimer kitosan
mengakibatkan afinitas atau daya tarik menarik yang sangat baik dengan suspensi
dalam cairan selulosa dan polimer glikoprotein.
Mengingat banyak bahan memiliki gugus negatif seperti protein, anion
polisakarida, asam nukleat, dan lain-lain. Maka gugus kitosan berpengaruh kuat
dengan gugus negatif sehingga membentuk ion netral (Sanford 1989). Kekuatan
ion berpengaruh terhadap struktur kitosan dengan kata lain peningkatan kekuatan
ion meningkatkan sifat kekakuan matriks kitosan, daya gembung dan ukuran pori-
pori matriks. Sementara porositas granula dari kitosan berpengaruh terhadap
peningkatan keaktifan grup grup amino terhadap kitosan (Suhartono 2000).
15
Proses penyerapan berhubungan dengan adanya gugus hidrofilik (OH)
dalam molekul kitosan, sehingga kitosan mempunyai kemampuan untuk mengikat
air dan bahan-bahan yang tersuspensi dalam air. Berdasarkan survei literatur, Olin
et al. (1996) dan Bailey et al. (1997) telah mengidentifikasi penyerap yang murah
untuk penanganan kontaminasi logam berat pada air dan limbah cair. Mereka
mengidentifikasi dua belas penyerap yang potensial untuk Pb, Cd, Cu, Zn, dan
Hg, diantaranya kitosan mempunyai kapasitas serapan yang tinggi untuk ion-ion
metal (Masri et al. 1974). Kitosan mengikat atau mengkelat sejumlah logam lima
kali lebih besar dari kitin, hal ini ditandai oleh adanya grup amino bebas (NH3+)
dalam kitosan (Muzarelli 1977).
2.2.3 Kitosan dan kegunaannya.
Kitosan mempunyai bentuk spesifik mengandung gugus amin dalam rantai
karbonnya yang bermuatan positif, sehingga dalam keadaan cair sensitif terhadap
kekuatan ion tinggi, daya repulsif antara fungsi amin menurun sesuai dengan
fleksibilitas rantai kitosan dan pendekatannya dalam ruang distabilkan oleh ikatan
hidrogen di dalam dan di luar rantai (Sanford 1989), artinya kitosan dalam bentuk
polimer memanjang mempunyai daya repulsif yang menurun dibanding kitosan
yang bentuk polimernya menggulung (Shahidi et al. 1999, Suptijah et al.1992).
Kitosan dapat digunakan dalam berbagai bidang diantaranya:
(1) Klarifikasi pada limbah pengolahan industri buah, pengolahan wine dan
minuman beralkohol, penjernihan air minum, penjernihan kolam renang,
penjernihan zat warna dan penjernihan tanin.
(2) Pertanian untuk pelapis biji-bijian dan enkapsulasi.
(3) Biomedik untuk menurunkan kadar kolesterol, mempercepat penyembuhan
luka dan dapat digunakan sebagai lensa kontak.
(4) Pengembalian protein dalam mengendapkan bahan-bahan protein dari limbah
industri.
(5) Detoksifikasi limbah industri untuk menghilangkan logam-logam berbahaya
dan bahan kimia berbahaya lainnya.
(6) Dalam fotografi berfungsi sebagai pengikat film dan melindungi film dari
kerusakan.
16
(7) Bioteknologi untuk proses pembuatan enzim teramobilisasi, pembentuk
senyawa kompleks dengan protein.
(8) Kertas dan tekstil sebagai zat aditif.
(9) Pembungkus makanan berupa film khusus.
(10) Kulit sebagai perekat.
(11) Cat, sebagai koagulan, pensuspensi dan flokulan.
(12) Makanan sebagai aditif.
Penggunan kitosan begitu meluas karena karakteristik kationiknya yakni
mempunyai muatan listrik positif unik. Disamping itu, sifat-sifat kimia yang lain
juga sangat menunjang penggunaannya. Karena kitosan merupakan hasil sintesis
senyawa alami dan bukan dari bahan kimia sintetik, maka keamanan penggunaan
kitosan dapat dijamin. Penggunaan kitosan paling luas dan sudah begitu mapan
dalam pengolahan limbah air. Melalui reaksi pengikatan (chelating), kitosan
mampu menarik limbah beracun dan logam berat seperti plumbum, merkuri,
cadmium, uranium, arsenik dan lain-lain (Alfian 2003, Rahayu 2007).
Zat pembentuk kelat mempunyai kemampuan untuk mengikat ion logam
dengan selektif dan dapat menyebabkan logam kehilangan aktifitas biologisnya.
Konsentrasi ion logam bebas dalam cairan ekstra sel menurun dengan jelas karena
pengikatan ion ini oleh pembentuk kelat, karena itu dapat juga ditarik (diserap)
dari jaringan. Pembentukan kelat melalui reaksi antara pembentuk kelat dengan
ion logam, dapat menyebabkan ion logam tersebut kehilangan sifat ionnya,dengan
demikian akan menyebabkan kehilangan sebagian besar sifat toksiknya
(Kawamura et al. 1993). Oleh karena itu kitosan dapat digunakan sebagai agen
detoksifikasi.
Kitosan bersifat sebagai pembentuk kelat (zat pengikat) yang dapat
mengikat logam dalam bentuk ikatan kompleks sehingga dapat mengalahkan sifat
dan pengaruh negatif dari logam berat yang terdapat dalam suatu bahan. Molekul
atau ion dengan pasangan elektron bebas dapat membentuk kompleks dengan ion
logam, karena itulah senyawa-senyawa yang mempuyai dua atau lebih gugus
fungsional seperti –OH, -SH, -COOH, -PO3H2, -C=O, -NR2, -S- dan –O- dapat
mengkelat logam dalam lingkungan yang sesuai. Proses pengikatan logam ini
merupakan proses keseimbangan pembentukan kompleks ion logam dengan
17
sekuestran (Winarno 1993). Melalui reaksi pengikatan (chelating), kitosan mampu
menyerap logam berat, hal ini dimungkinkan dengan adanya gugus CH2OH dan
NHCOCH3, yang merupakan gugus reaktif dari kitosan yang dapat mengikat ion
logam, bentuk senyawa kompleks logam Cu dengan kitosan dapat dilihat pada
Gambar 5.
Gambar 5 Bentuk senyawa kompleks logam (Cu) dengan kitosan Sumber : Hirano (1989).
Dalam bidang pertanian penggunaan kitosan sangat luas dan banyak
negara telah mempraktekannya. Kitosan yang dicampurkan ke dalam tanah dapat
mengurangi resiko serangan cacing parasit tanah terhadap tanaman.Senyawa
kitosan ini, tidak menimbulkan masalah lebih lanjut seperti residu, pencemaran
dan lain-lain. Aplikasi kitosan dalam bidang industri pangan antara lain sebagai
pengisi, penstabil, film, pembentuk tekstur dan pengawet (anti bakteri).
Senyawa kompleks Microcrystalline Chitin (MCC), merupakan salah satu
turunan kitosan yang banyak digunakan dalam industri pangan (Shahidi et al.
1999). Kitosan juga digunakan sebagai immobilizing agents pada enzim tubuh,
untuk memberikan efek lebih tinggi pada laju metabolisme sel dan meningkatkan
permeabilitas sel. Kitosan dapat menyaring dengan efektif terhadap zat-zat yang
tak diinginkan seperti tanin pada kopi (Bought 1975).
Kegunaan kitosan dalam bidang kesehatan antara lain untuk penyembuhan
luka tubuh, untuk benang jahit operasi karena dapat terurai dengan sendirinya
(biodegradable), demikian juga lembaran tipis kitosan dapat digunakan untuk
menambal luka tanpa harus meninggalkan bekas. Sifat-sifat khas seperti kuat,
menyerap air dan dapat bergabung secara harmonis dengan jaringan tubuh
18
sehingga sangat ideal untuk penyembuhan luka bakar pada kulit. Karena sifatnya
itu pula kitosan dapat digunakan sebagai pembungkus kapsul sehingga di dalam
tubuh mampu melepaskan kandungan obatnya secara terkontrol (Kumar 2000).
Kitosan juga dapat digunakan untuk bahan pembuatan lensa kontak (soft
lens) maupun hard lens karena lebih murah dan awet, dapat digunakan sebagai
obat anti kolesterol, karena pada binatang percobaan pemberian zat ini mampu
menurunkan kadar kolesterol tubuh. Kitosan bersifat non-thrombogenic (tidak
menggumpalkan darah) maka kitosan dapat digunakan sebagai pengganti tulang
atau tulang rawan dan juga pengganti saluran darah diantaranya arteri maupun
vena. Kitosan (khususnya nano kitosan) dapat menggumpalkan sel-sel leukemia,
zat ini cocok untuk agent anti tumor. Kitosan juga diusulkan untuk digunakan
sebagai bahan pembuatan membran ginjal buatan (Shahidi et al. 1999).
2.2.4 Kitosan sebagai adsorben.
Model keseimbangan sorpsi terdiri dari 3 jenis: Model Langmuir
Freundlich dan Sips isoterm (Kim and Cho 2005). Absorbsi dipengaruhi oleh
beberapa hal diantaranya pH, temperatur, entalpi dan entropi, sedangkan kinetika
sorpsi dipengaruhi oleh ukuran partikel dan kondisi polimer, dimana kondisi
polimer tersebut berkaitan erat dengan porositas dan jarak antar lapisan polimer
yang akan mempengaruhi gejala difusi. Difusi yang terjadi meliputi difusi
eksternal dan difusi antar partikel.
Kitosan sebagai makropolimer, mempunyai sifat yang unik (Guibal1995):
Berstruktur rombis, Mempunyai bentuk matriks (berongga dengan pori-
pori yang banyak). Merupakan makromolekul yang dengan air dapat
meningkatkan kapasitas adsorpsinya (mengembang), tahan panas tapi dapat
mengembang dengan meningkatkan kapasitas porositasnya, serta dapat didaur
ulang.
Kitosan serbuk mempunyai sifat-sifat: Rendah porositasnya. Jarak antar
lapisan polimernya rendah, sehingga mekanisme difusinya menjadi rendah (difusi
eksternal maupun difusi antar partikel). Oleh karena itu untuk meningkatkan
kapasitas sorpsinya maka kitosan biasa direaksikan dengan asam organik, agar
daya adsorpsinya meningkat karena pada keadaan campuran terjadi subsitusi site
sorpsi yang baru dan terjadi pula reorganisasi jaringan polimer serta terjadi
19
modifikasi kristal. Hasil tersebut dapat dikembangkan untuk meningkatkan sifat
transfer masa. Misal: membentuk formasi gel, meningkatkan pembukaan jaringan
polimer untuk akses ke site sorpsinya dan membentuk gel kitosan dalam bentuk
speris (Kawamura 1993).
Liu (2003) menggunakan kitosan dalam bentuk membran dan menyatakan
bahwa dalam bentuk membran luas permukaan jadi lebih besar sehingga dapat
meningkatkan kapasitas adsorbsinya. Kawamura (1993) dan Kim (2005)
menyatakan bahwa butiran kitosan gel menunjukan absorbsi dan kecepatan
pengikatan yang lebih besar daripada kitosan serpihan, sehingga kitosan butiran
dapat meningkatkan sifat sorbsinya melalui ekspansi jaringan polimernya.
Penggunaan kitosan campuran sudah banyak diteliti dalam penanganan
limbah logam berat dan pewarna (Rahayu 2007). Rahmi (2007) menggunakan
kitosan komposit dalam penanganan limbah fenol dan membuktikan bahwa gugus
H+ dan gugus amin dapat mempengauhi laju adsorpsi yang semakin meningkat
dengan meningkatnya konsentrasi H+. Sementara Rahayu dan Purnavita (2007)
mengatakan semakin meningkat pH media yang digunakan semakin tinggi
adsorbsi logam Hg (merkuri) oleh kitosan serbuk yang dibuat dari cangkang
rajungan, hal tersebut menunjukan bahwa pH media pengadsobsi harus
diobservasi saat dilakukan pengadsorpsian oleh kitosan.
Alfian (2003) melaporkan bahwa absorbsi logam Cu+2 dalam limbah oleh
kitosan bubuk dan kitosan larutan. Hasilnya menunjukkan bahwa kitosan bubuk
lebih tinggi daya absorsinya terhadap logam Cu2+ (76,7%) dibandingkan kitosan
larutan (45,5%). Rachdtati et al (2007) menggunakan kitosan serbuk untuk
menghilangkan Crom4+ dalam air limbah dan menunjukkan hasil bahwa kitosan
dapat menyerap 9,1-9,5 mg Cr4+ per gram kitosan pada pH 4-7,3.
Hermanto dan Santoso 2006 meneliti adsorpsi logam Pb2+ pada membran
selulosa kitosan (membran komposit dengan agen saling silang PEG) dan
menghasilkan bahwa kitosan 1% memiliki kapasitas absorpsi yang paling baik
pada membran komposit selulosa-kitosan. Semakin bertambah banyak agen saling
silang justru dapat menurunkan kapasitas absorpsinya dimana model isotherm
absorpsi logam Pb2+ adalah model isotherm Freundliech.
20
Efek temperatur terhadap kitosan dalam media air
Kitosan yang mempunyai bentuk matriks dapat mengembang dalam media
air. Peningkatan temperatur media dapat menimbulkan peningkatan
pengembangan porositas dan jarak antar layer polimer kitosan (Guibal 1995),
sehingga meningkatkan kapasitas site sorbsinya, dan meningkatkan difusi
eksternal serta difusi antar partikelnya. Dengan demikian dapat meningkatkan
absorbsi ke dalam kitosan (Kim 2005). Kitosan yang mengembang dalam media
air dan pada suhu 90 oC, dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Ukuran matriks kitosan pada suhu kamar (A) dan mengembang pada suhu 90oC (B)
Sumber : dokumen pribadi.
2.3 Agar-agar
Agar adalah polisakarida yang terdapat dalam dinding sel alga agarofit,
berstruktur fiber dari polisakarida. Kandungan agar dalam rumput laut bervariasi
tergantung spesis dan musim tanamnya. Bentuk monomer agar dengan berat
molekul yang kecil dan bersulfat dihasilkan oleh badan golgi dari sel rumput laut,
juga berkumpul dalam dinding sel yang secara enzimatik terpolimerisasi dan
desulfatisasi selama berubah menjadi agarosa yang membuat agar tersebut
mempunyai kekuatan gel, sisanya adalah bentuk agaropektin. Matsuhashi (1990)
menduga agar-agar dapat berikatan dengan fiber selulosa melalui ion Ca2+. Agar
merupakan polisakarida dengan struktur unitnya hanya mempunyai grup
A B
21
semipolar sulfat yang berikatan dengan galaktosa pada ikatan 3,6-anhidro-L-
galaktosa. Struktur agar-agar disajikan dalam Gambar 7.
Gambar 7 Struktur agar-agar (Phillip 2000).
Agarobiosa sebagai gel esensial, merupakan fraksi dari agar yang
mempunyai bobot molekul lebih dari 100.000 Dalton bahkan lebih dari 150.000
Dalton dengan kandungan sulfat yang rendah ≤ 0.5%.Agaropektin sisa dari
agarobiosa mempunyai bobot molekul< 20.000 Dalton (14.000 Dalton) dengan
komponen sulfat yang lebih besar 5%-8% (Armisen et al. 2000). Karagenan
mengandung sulfat 24% - 53% dan fulselaran 17%. Seperti halnya karagenan,
dalam agar komponen-komponen selain agar merupakan pengotor yang akan
mempengaruhi mutu produk agar-agar dan kekuatan gelnya. Oleh karena itu,
berbagai cara yang tepat dan efisien dibutuhkan untuk mendapatkan agar yang
lebih baik mutunya dengan daya gel yang lebih baik sehingga dapat diterapkan
dalam pembuatan agar, agar media, agarosa dan agar termodifikasi.
2.4 Karagenan
Karagenan mempunyai berat molekul yang besar seperti polisakarida yang
terdiri dari unit-unit galaktosa dan 3,6-anhidro-L-galaktosa (3,6 AG), keduanya
bersulfat atau tidak bersulfat yang dihubungkan melalui ikatan glikosidik L (1,3)
dan D (1,4). Tipe-tipe karagenan meliputi Kappa (K), Iota (I) dan Lamda (L)
(Gambar 8)
Struktur yang membedakan karagenan adalah 3,6-anhidro-L-galaktosa
yang mengandung ester sulfat. Variasi komponen tersebut mempengaruhi hidrasi,
kekuatan gel, tekstur, temperatur pelelehan, sineresis dan sinergis, perbedaannya
ada pada contoh spesies rumput laut, proses dan blending pada ekstraksi.
22
Gambar 8 Struktur karagenan kappa (A), iota (B) dan lambda (C) (Falshave 2003).
Kandungan ester sulfat dari 3,6-anhidro-L-galaktosa pada karagenan
sekitar 25% - 35%. Pada kappa karagenan kandungan sulfat 32% - 36% dan iota
karagenan (karagenan bersulfat sebanyak 24% - 53% dan fulselaran 17%) (Martin
et al. 2000).
Karagenan mengandung 35% ester sulfat dengan sedikit atau tanpa, pada
3,6-anhidro-L-galatosa. Kandungan sulfat dalam rumput laut terdiri dari dua jenis
yaitu yang terikat dalam struktur yang umumnya 1,5%-2,5% dan sebagai garam
sulfat. Untuk aplikasi pangan karagenan yang baik mengandung ester sulfat 20%
(Navarro and Stortz 2003).
Pengolahan rumput laut jenis Euchema cottonii secara ekstraksi tradisional
menghasilkan karagenan dengan 0,5% zat tak larut asam yang terdiri dari
sebagian besar selulosa. Kandungan logam berat pada rumput laut Euchema
cottoni lebih besar daripada ekstrak karagenannya (Glicksman 1983).
Karagenan mempunyai berat molekul yang besar (200-1000 kDa). Ekstrak kappa karagenan komersil mempunyai bobot molekul 400-560 kDa. Sedangkan rumput laut Euchema bobot molekulnya sekitar 615 kDa. Secara keseluruhan karagenan mengandung 5% fraksi zat dengan bobot molekul lebih kecil dari 100 kDa, seperti disajikan dalam Tabel 2, 3 dan 4. Komponen dengan bobot molekul rendah ini akan mempengaruhi sifat-sifat rumput laut (Phillips 2000).
-
OSO
κ
ί
λ
OH
23
Sifat gel dan pengisi dari jenis-jenis karagenan berbeda beda. Karagenan membentuk gel yang baik dengan adanya ion kalium. Karagenan hanya sedikit pengaruh interaksinya dengan ion Ca2+ yang menghasilkan gel lembut yang elastis, sedangkan NaCl tidak menimbulkan efek perubahan pada sifat-sifat karagenan (Falshave 2003). Dalam proses ekstraksi jaringan selulosa akan mengurangi kecepatan hidrasi, sehingga membutuhkan waktu proses yang lama dan dengan pemanasan yang cukup tinggi. Adanya selulosa pada produk akhir akan menimbulkan rendahnya kekuatan gel. Partikel selulosa menimbulkan produk dengan bentuk dan gel yang kurang jernih dalam aplikasinya. Karagenan murni harus tidak bau dan tidak berwarna (Phillips 2000), komposisi kimiawi rumput laut disajikan dalam Tabel 2 dan 3, sedangkan jenis mikroorganisme yang ditemukan dalam alga merah ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 2 Komponen-kimiawi penyusun alga merah
Komponen BM (dalam Dalton) %
Ester sulfat 96 3,5 D-Glokusa 176 - D/L-Galaktosa 180 2,5-0,83 D-Manosa 180 - D-as Glukoronat 193 9,5-11 D-as Galakturonat 194 6 1-O-Gliserol- D-α Galaktopiranosida 254 - Galaktosida 266 - 2D as Gliserat α-D -manopiranosida 268 - D- Silosa 390 - 3-O fluoridosida α–D-manopiranosida 415 - β- karotin 536 utama α- karotin 536 kecil Lutein 568 - Klorofil a 1972 utama Klorofil d 1972 kecil As poliuronat 2005 - Mannan 2928 3,8 Xylen 5850 29-45 Ficosianin 23200 kecil Ficoeritrin 24000 utama Karageenan 100.000-1 Jt 35-80 Sellulosa 2.464 .000 1-9 Sumber: Phillips and Williams (2000); Martinet al. (2000)
24
Tabel 3 Komponen mineral pada alga merah
Mineral Berat Molekul Na Mg K Ca Fe Cu Cd Hg Pb I2
23 24 39 48 56
63,5 112 200 207 215
Sumber: Chapman (1979)
Tabel 4 Mikroorganisme yang ditemukan dalam alga merah
Mikroorganisme Ukuran-Diameter (µm) Keterangan Bakteri 1000-3000 (0,5-1x 2-5) - Mikoplasma 150-200 (panjang 125-250) - Riketsia 250-400 - Virus 10-300 - Dinding sel gram positif 15-80 - Dinding sel gram negatif 10-15 - Staphylococcus 0,75-1,25 bentuk bola Streptococcus 0,75-1,25 - Bakteri tifoid 0,5-1 (lebar) batang
Sumber: Martin et al. (2000)
2.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh penulis berkaitan dengan kitosan
antara lain:
(1) Optimasi proses pembuatan kitosan dengan reagen teknis.
(2) Modifikasi proses pembuatan kitosan dengan perlakuan variasi suhu dan
konsentrasi NaOH untuk menghasilkan produk dengan mutu bervariasi.
(3) Uji kemampuan kitosan dalam mengabsorbsi zat warna pada limbah cair serta
absorbsi logam berat pada limbah industri, daging kerang, mikroorganisme
E.coli, enzim β galaktosidase, ekstrak wortel dan klorofil A (murni).
(4) Uji penurunan kadar kolesterol pada mencit.
(5) Pembuatan agar bakto dengan proses absorbsi oleh kitosan.
Adapun hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut: Pada awalnya proses
pembuatan kitosan dilakukan dengan reagen berkualitas PA (Pro Analis), setelah
25
diuji coba dengan reagen teknis diperoleh kondisi proses yang optimum sebagai
berikut: Proses demineralisasi dengan larutan HCl 1 N pada suhu 90 0C selama
1 jam, proses deproteinisasi dengan larutan NaOH 3 N pada suhu 90 0C selama
1 jam proses deasetilasi dengan larutan NaOH 50% pada suhu140 0C selama
1 jam, dengan demikian biaya proses dapat ditekan. Kondisi inilah yang dijadikan
proses baku pembuatan kitosan. Dengan memodifikasi proses melalui variasi suhu
dan konsentrasi NaOH diperoleh variasi mutu produk diantaranya: grade farmasi,
pangan, kosmetik dan industri.
Penanganan campuran limbah industri (logam dan pewarna tekstil) yang
berwarna hitam dapat diperlakukan dengan penambahan larutan kitosan pada
konsentrasi 0,1% - 1%. Diperoleh penurunan warna yang cukup efektif yaitu
reduksi warna sampai 85%, dari warna hitam menjadi kuning muda. Walaupun
belum optimum masih dapat dioptimumkan dengan dugaan dua kali proses.
Uji kemampuan kitosan mengabsorbsi logam berat dalam limbah buatan,
(1%), diperoleh penurunan konsentrasi Fe3+ mencapai rata-rata 54,78%, untuk
logam tembaga (Cu) mencapai 49,90% dan untuk logam merkuri (Hg) mencapai
80% dalam waktu absorbsi satu jam.
Uji absorbsi sel E.coli pada konsentrasi 0,2 g sel/10 ml menghasilkan daya
absorbsi terbaik pada kitosan 0,3 mg dengan rata-rata 80,58% dalam waktu
absorbsi 30 menit. Untuk absorbsi enzim β galaktosidase murni 1% diperoleh
kemampuan kitosan dalam mengabsorbsi enzim mencapai rata-rata 70%.
Penambahan kitosan pada pembuatan agar bakto, optimum pada perlakuan
kitosan 1% dengan waktu proses absorbsi 45 menit, diperoleh mutu fisika-kimia
hasil yang hampir sama dengan agar bakto komersial produksi Difco yaitu:
rendemen 21,35%, kadar sulfat 1,10%, kadar air 16,89%, kadar abu 3,15%, kadar
garam 0,0215%, pH 5,88, kekuatan gel 341,01gF, totalplate count (TPC) 1,25
CFU dengan pembanding agar Difco mempunyai TPC 2,04CFU.
Hasil uji kitosan dalam absorbsi ekstraks karotenoid menunjukkan bahwa
perlakuan 1% - 6% kitosan menghasilkan rendemen 0,006% - 0,0981%, yang
meningkat pada konsentrasi semakin tinggi yaitu 98 mg/100 gram. Hasil analisis
FTIR menunjukkan terdapatnya 4 gugus fungsi pada bilangan gelombang yang
bersamaan dibandingkan dengan β karoten komersil, diantaranya pada bilangan
26
gelombang 670 cm-1 (alkena), 758 cm-1 (aromatik), 1217cm-1 (ester) dan
3024 cm-1 (alkena).
Tabel 5 Karakteristik gugus fungsi ekstrak wortel hasil deteksi FTIR Karotenoid ekstrak wortel Βkarotin komersial
Bil. Gelombang cm-1 Gugus fungsi Gugus Fungsi
3024 - CH alkena - CH alkena OH alkohol
1217 - C-O ester - C-O ester -CH iso propil
758 - =C-H aromatik -=C-H aromatik C=C aromatik
670 -RCH-CHR
alkena
-R2CH-CH2 alkena
- CH3 alkana
=CHsubstit meta
RCH-CH3 alkana
2.6 Originalitas dan Kebaharuan
Berdasarkan penelusuran pustaka-pustaka pada umumnya proses produksi
kitosan dilakukan dalam berbagai metode antara lain metode kimiawi, enzimatis,
elektro kimia dan irradiasi. Metode paling sederhana adalah metode kimiawi,
karena itu telah dicoba proses produksi dengan metode kimiawi yang awalnya
menggunakan reagen ProAnalis (PA) yang cukup mahal, dengan pemanas hot
plate, kemudian dilanjutkan dengan modifikasi proses menggunakan reagen teknis
dengan pemanas uap (boiller), dengan kapasitas 30 liter. Untuk meningkatkan
keamanan proses pembuatan, maka diupayakan menurunkan konsentrasi reagen
yang digunakan, tetapi dengan menambah waktu proses dan akhirnya diperoleh
kondisi proses yang optimum sehingga dapat menurunkan biaya produksi.
Adapun kondisi tersebut disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Perbandingan kondisi proses pembuatan kitosan metode terdahulu
dengan metode modifikasi
Proses Pembuatan Metode terdahulu (Knorr 1984) (Suptijah 1992)
Metode modifikasi
Demineralisasi dengan HCl 1N 1 N 0,5 N
Deproteinasi dengan NaOH 1N 3 N 2 N
Deasetilasi dengan NaOH 50% 50% 25% Waktu proses 60 menit 60 menit 180 menit Suhu 65oC 140 0C 130 0C
27
Dari penelusuran pustaka terbaru bahwa kitosan dapat berfungsi sebagai
absorben seperti halnya arang aktif, bentonit, zeolit dan lain-lain. Dengan
didukung oleh struktur kristal kitosan yaitu berbentuk matriks dengan pori-
porinya dan keunikan gugus fungsi NH2 (gugus amin) yang reaktif. Dengan
proses dalam media air pada suhu tinggi, dapat diasumsikan bahwa dalam
keadaan tersebut kitosan mampu mengembangkan seluruh polimernya dan
meningkatkan kapasitas pori-porinya untuk digunakan sebagai absorben berbagai
molekul yang bermuatan berlawanan dan yang ukuran molekulnya sesuai dengan
ukuran pori-pori kitosan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan uji coba absorbsi
molekul-molekul yang mempunyai berat molekul bervariasi melalui uji
spektroskopis.
Hasil uji absorbsi dapat diaplikasikan pada pemurnian komponen primer
rumput laut yang mempunyai berat molekul cukup besar (nomor dua setelah
selulosa). Tetapi dalam rumput laut tersebut terdapat lebih dari dua puluh
komponen lain dengan berat molekul lebih kecil selain komponen primer. Melalui
pemanfaatan kitosan yang mempunyai berat molekul hampir sama dengan
komponen primer rumput laut, tetapi kitosan mempunyai pori-pori yang mampu
mengabsorbsi komponen yang bermuatan dan berukuran sesuai dengan pori-pori
kitosan, maka kitosan dapat dikembangkan sebagai absorben pengotor dalam
pemurnian agar dan kaaragenan.
Berdasarkan penelusuran paten yang sudah diterbitkan dari tahun 1981
sampai tahun 2003, terdaftar ratusan paten mengenai pemanfaatan kitosan di
bidang pangan dan non pangan. Terdaftar sekitar 41 paten (Lampiran 1) yang
menggunakan kitosan yang pada umumnya sebagai absorben dan adsorben serta
aplikasinya sebagai pengkelat lemak, pereduksi kolesterol, pengolah limbah cair
industri, pengekelat logam berat dalam limbah dan lain-lain. Dari 41 paten
tersebut ditemukan 17 paten kitosan sebagai adsorben dan adsorben yang lebih
difokuskan dalam bentuk campuran, terikat pada komponen lain sebagai binder
(keramik dan bahan kimia lainnya) atau dalam bentuk fiber krosling, kopolimer,
konjugat, komposit dan butiran, umumnya kitosan berperan sebagai adsorben.
Selain itu digunakan juga membran diantaranya membran millipore yang cukup
selektif menurunkan kadar logam, pengotor berukuran kecil sementara membran
28
harganya mahal, tidak bisa berukuran besar, tidak tahan lama (hanya dapat
digunakan beberapa kali), dan mudah terjadi efek foulling apabila suhu menurun
serta tidak tahan panas. Oleh karena itu metode penggunaan kitosan serpihan
sebagai absorben dapat dikembangkan karena cukup efisien untuk pemurnian
komponen-komponen alami, lebih sederhana dan dapat diregenerasi. Contoh 17
US paten dapat dilihat pada Lampiran 1.