Bab 6a APN 2007 RefMnl

18
Bab 6 Kala Tiga dan Empat Persalinan Pendahuluan Kala tiga persalinan tiga disebut juga sebagai kala uri atau kala pengeluaran plasenta. Kala tiga dan empat persalinan merupakan kelanjutan dari kala satu (kala pembukaan) dan kala dua (kala pengeluaran bayi) persalinan. Dengan demikian, berbagai aspek yang akan dihadapi pada kala tiga dan empat, sangat berkaitan dengan apa yang telah dikerjakan pada tahap-tahap sebelumnya. Tujuan Bab ini akan menguraikan fisiologi kala tiga dan empat persalinan, pencegahan perdarahan pascapersalinan (terutama manajemen aktif kala tiga), pencegahan, identifikasi dan penanganan penyulit lainnya, dan rujukan optimal ke fasilitas kesehatan yang sesuai. Setelah mempelajari bab ini, peserta diharapkan dapat: 1. Menjelaskan fisiologi kala tiga dan dan pemantauan kala empat persalinan. 2. Menjelaskan dan memperagakan manajemen aktif kala tiga. 3. Menjelaskan cara mengenali dan menatalaksana atonia uteri. 4. Menjelaskan cara mengenali dan menatalaksana perdarahan pascapersalinan dini 5. Menjelaskan tingkatan dan penatalaksanaan laserasi perineum. 6. Menjelaskan cara memantau dan memberi asuhan selama kala empat persalinan. 7. Menjelaskan cara mengenali dan menatalaksana penyulit lain selama kala tiga dan empat persalinan Batasan Kala Tiga dan Empat Persalinan 123

Transcript of Bab 6a APN 2007 RefMnl

Page 1: Bab 6a APN 2007 RefMnl

Bab 6Kala Tiga dan Empat Persalinan

Pendahuluan

Kala tiga persalinan tiga disebut juga sebagai kala uri atau kala pengeluaran plasenta. Kala tiga dan empat persalinan merupakan kelanjutan dari kala satu (kala pembukaan) dan kala dua (kala pengeluaran bayi) persalinan. Dengan demikian, berbagai aspek yang akan dihadapi pada kala tiga dan empat, sangat berkaitan dengan apa yang telah dikerjakan pada tahap-tahap sebelumnya.

Tujuan

Bab ini akan menguraikan fisiologi kala tiga dan empat persalinan, pencegahan perdarahan pascapersalinan (terutama manajemen aktif kala tiga), pencegahan, identifikasi dan penanganan penyulit lainnya, dan rujukan optimal ke fasilitas kesehatan yang sesuai.

Setelah mempelajari bab ini, peserta diharapkan dapat:

1. Menjelaskan fisiologi kala tiga dan dan pemantauan kala empat persalinan. 2. Menjelaskan dan memperagakan manajemen aktif kala tiga. 3. Menjelaskan cara mengenali dan menatalaksana atonia uteri. 4. Menjelaskan cara mengenali dan menatalaksana perdarahan pascapersalinan dini 5. Menjelaskan tingkatan dan penatalaksanaan laserasi perineum. 6. Menjelaskan cara memantau dan memberi asuhan selama kala empat persalinan. 7. Menjelaskan cara mengenali dan menatalaksana penyulit lain selama kala tiga dan empat

persalinan

Batasan

Persalinan kala tiga dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban

Persalinan kala empat dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam setelah itu

6.1. Fisiologi Persalinan Kala Tiga

Pada kala tiga persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke dalam vagina.

Kala Tiga dan Empat Persalinan 123

Page 2: Bab 6a APN 2007 RefMnl

Tanda-tanda lepasnya plasenta mencakup beberapa atau semua hal-hal di bawah ini:

Perubahan bentuk dan tinggi fundus. Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear atau alpukat dan fundus berada di atas pusat (seringkali mengarah ke sisi kanan).

Tali pusat memanjang. Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva ( tanda Ahfeld ) Semburan darah mendadak dan singkat. Darah yang terkumpul dibelakang plasenta akan

membantu mendorong plasenta keluar dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah (retroplacental pooling) dalam ruang diantara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas.

Ingat tiga tanda lepasnya plasenta:

1. Perubahan bentuk dan tinggi uterus2. Tali pusat memanjang3. Semburan darah mendadak dan singkat

6.2. Manajemen Aktif Kala Tiga

Tujuan manajemen aktif kala tiga adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah kala tiga persalinan jika dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis. Sebagian besar kasus kesakitan dan kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan dimana sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri dan retensio plasenta yang sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan manajemen aktif kala tiga.

Penelitian Prevention of Postpartum Hemorrhage Intervention-2006 tentang praktik manajemen aktif kala tiga (Active Management of Third Stage of Labor/AMTSL) di 20 rumah sakit di Indonesia menunjukkan bahwa hanya 30% rumah sakit melaksanakan hal tersebut. Hal ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan pratik manajemen aktif di tingkat pelayanan kesehatan primer (BPS atau Rumah Bersalin) di daerah intervensi APN (Kabupaten Kuningan dan Cirebon) dimana sekitar 70% melaksanakan manajemen aktif kala bagi ibu-ibu bersalin yang ditangani. Jika ingin menyelamatkan banyak ibu bersalin maka sudah sewajarnya jika manajemen aktif kala tiga tidak hanya dilatihkan tetapi juga di pratikkan dan menjadi standar asuhan persalinan.

Keuntungan-keuntungan manajemen aktif kala tiga:

Persalinan kala tiga yang lebih singkat Mengurangi jumlah kehilangan darah Mengurangi kejadian retensio plasenta

Asuhan Persalinan Normal 124

Page 3: Bab 6a APN 2007 RefMnl

Manajemen aktif kala tiga terdiri dari tiga langkah utama:

pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir melakukan penegangan tali pusat terkendali masase fundus uteri

6.2.1. Pemberian suntikan Oksitosin

1. Serahkan bayi yang telah terbungkus kain pada ibu untuk diberi ASI 2. Letakkan kain bersih di atas perut ibu.

Alasan: Kain akan mencegah kontaminasi tangan penolong persalinan yang sudah memakai sarung tangan dan mencegah kontaminasi oleh darah pada perut ibu.

3. Periksa uterus untuk memastikan tidak ada bayi yang lain. (Undiagnosed twin)Alasan: Oksitosin menyebabkan uterus berkontraksi yang akan sangat menurunkan pasokan oksigen kepada bayi. Hati-hati jangan menekan kuat pada korpus uteri karena dapat terjadi kontraksi tetanik yang akan menyulitkan pengeluaran plasenta

4. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik. 5. Segera (dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir) suntikkan oksitosin 10 unit IM pada 1/3

bagian atas paha bagian luar (aspektus lateralis). Alasan: Oksitosin merangsang fundus uteri untuk berkontraksi dengan kuat dan efektif sehingga dapat membantu pelepasan plasenta dan mengurangi kehilangan darah. Aspirasi sebelum penyuntikan akan mencegah penyuntikan oksitosin ke pembuluh darah.

Catatan: Jika oksitosin tidak tersedia, minta ibu untuk melakukan stimulasi puting susu atau menganjurkan ibu untuk menyusukan dengan segera. Ini akan menyebabkan pelepasan oksitosin secara alamiah. Jika peraturan/program kesehatan memungkinan, dapat diberikan misoprostol 600 mcg (oral/sublingual) sebagai pengganti oksitosin.

6.2.2. Penegangan Tali pusat Terkendali

1. Berdiri di samping ibu.2. Pindahkan klem (penjepit untuk memotong tali pusat saat kala dua) pada tali pusat sekitar 5-

20 cm dari vulva. Alasan: Memegang tali pusat lebih dekat ke vulva akan mencegah avulsi3. Letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu (beralaskan kain) tepat di atas simfisis pubis.

Gunakan tangan ini untuk meraba kontraksi uterus dan menekan uterus pada saat melakukan penegangan pada tali pusat. Setelah terjadi kontraksi yang kuat, tegangkan tali pusat dengan satu tangan dan tangan yang lain (pada dinding abdomen) menekan uterus ke arah lumbal dan kepala ibu (dorso-kranial). Lakukan secara hati hati untuk mencegah terjadinya inversio uteri (Gambar 5-2)

4. Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali (sekitar dua atau tiga menit berselang) untuk mengulangi kembali penegangan tali pusat terkendali.

5. Saat mulai kontraksi (uterus menjadi bulat atau tali pusat menjulur) tegangkan tali pusat ke arah bawah, lakukan tekanan dorso-kranial hingga tali pusat makin menjulur dan korpus uteri bergerak keatas yang menandakan plasenta telah lepas dan dapat dilahirkan.

Kala Tiga dan Empat Persalinan 125

Page 4: Bab 6a APN 2007 RefMnl

6. Tetapi jika langkah 5 diatas tidak berjalan sebagaimana mestinya dan plasenta tidak turun setelah 30-40 detik dimulainya penegangan tali pusat dan tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan lepasnya plasenta, jangan teruskan penegangan tali pusat. a. Pegang klem dan tali pusat dengan lembut dan tunggu sampai kontraksi berikutnya. Jika

perlu, pindahkan klem lebih dekat ke perineum pada saat tali pusat memanjang. Pertahankan kesabaran pada saat melahirkan plasenta.

b. Pada saat kontraksi berikutnya terjadi, ulangi penegangan tali pusat terkendali dan tekanan dorso-kranial pada korpus uteri secara serentak. Ikuti langkah-langkah tersebut pada setiap kontraksi hingga terasa plasenta terlepas dari dinding uterus.

7. Setelah plasenta terpisah, anjurkan ibu untuk meneran agar plasenta terdorong keluar melalui introitus vagina. Tetap tegangkan tali pusat dengan arah sejajar lantai (mengikuti poros jalan lahir). Alasan: Segera melepaskan plasenta yang telah terpisah dari dinding uterus akan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu.

8. Pada saat plasenta terlihat pada introitus vagina, lahirkan plasenta dengan mengangkat tali pusat keatas dan menopang plasenta dengan tangan lainnya untuk diletakkan dalam wadah penampung. Karena selaput ketuban mudah robek; pegang plasenta dengan kedua tangan dan secara lembut putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin menjadi satu.

9. Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan untuk melahirkan selaput ketuban. Alasan: Melahirkan plasenta dan selaputnya dengan hati-hati akan membantu mencegah tertinggalnya selaput ketuban di jalan lahir.

Asuhan Persalinan Normal 126

Jangan melakukan penegangan tali pusat tanpa diikuti dengan tekanan dorso-kranial secara serentak pada bagian bawah uterus (di atas simfisis pubis).

Page 5: Bab 6a APN 2007 RefMnl

Gambar 6-2: melahirkan plasenta dan menempatkannya ke dalam wadahSumber: Danforth’s Obstetrics & Gynecology, 1999

10. Jika selaput ketuban robek dan tertinggal di jalan lahir saat melahirkan plasenta, dengan hati-hati periksa vagina dan serviks dengan seksama. Gunakan jari-jari- tangan anda atau klem DTT atau steril atau forsep untuk keluarkan selaput ketuban yang teraba.

Gambar 6-3: melepas selaput ketuban menggunakan klemSumber: Danforth’s Obstetrics & Gynecology, 1999

Catatan: Jika plasenta belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan 10 unit oksitosin IM dosis kedua. Periksa kandung kemih. Jika ternyata penuh, gunakan teknik aseptik untuk memasukkan kateter Nelaton disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk mengosongkan kandung kemih. Ulangi kembali penegangan tali pusat dan tekanan dorso-kranial seperti yang diuraikan di atas. Nasehati keluarga bahwa rujukan mungkin diperlukan jika plasenta belum lahir dalam waktu 30 menit. Pada menit ke 30 coba lagi melahirkan plasenta dengan melakukan penegangan tali pusat untuk terakhir kalinya. Jika plasenta tetap tidak lahir, rujuk segera. Ingat, apabila plasenta tidak lahir setelah 30 menit, jangan mencoba untuk melepaskan dan segera lakukan rujukan.

Kala Tiga dan Empat Persalinan 127

Page 6: Bab 6a APN 2007 RefMnl

Perhatikan: jika sebelum plasenta lahir kemudian mendadak terjadi perdarahan maka segera lakukan tindakan plasenta manual untuk segera mengosongkan kavum uteri. Jika setelah manual masih terjadi perdarahan maka lakukan kompresi bimanual internal/eksternal atau kompresi aorta. Beri oksitosin 10 IU dosis tambahan atau misoprostol 600-1000 mcg per rektal. Tunggu hingga uterus berkontraksi kuat dan perdarahan berhenti, baru hentikan tindakan kompresi.

Plasenta manual

Plasenta manual adalah tindakan untuk melepas plasenta secara manual (menggunakan tangan) dari tempat implantasinya dan kemudian melahirkannya keluar dari kavum uteri.

Gambar 6-4: melepaskan plasenta dari tempat implantasinyaSumber: Danforth’s Obstetrics & Gynecology, 1999

Prosedur Plasenta Manual

Persiapan

Pasang set dan cairan infus Jelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan Lakukan anestesia verbal atau analgesia per rektal Siapkan dan jalankan prosedur pencegahan infeksi

Asuhan Persalinan Normal 128

Page 7: Bab 6a APN 2007 RefMnl

Tindakan penetrasi ke dalam kavum uteri

1. Pastikan kandung kemih dalam keadaan kosong2. Jepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 cm dari vulva, tegangkan dengan satu tangan

sejajar lantai3. Secara obstetrik, masukkan tangan lainnya (punggung tangan menghadap ke bawah) ke

dalam vagina dengan menelusuri sisi bawah tali pusat4. Setelah mencapai bukaan serviks, minta seorang asisten/penolong lain untuk memegangkan

klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar untuk menahan fundus uteri5. Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan dalam hingga ke kavum uteri sehingga

mencapai tempat implantasi plasenta6. Bentangkan tangan obstetrik menjadi datar seperti memberi salam (ibu jari merapat ke jari

telunjuk dan jari-jari lain saling merapat)

Melepas plasenta dari dinding uterus 7. Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta paling bawah.

Bila plasenta berimplantasi di korpus belakang, tali pusat tetap di sebelah atas dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke bawah (posterior ibu)

Bila di korpus depan maka pindahkan tangan ke sebelah atas tali pusat dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke atas (anterior ibu)

8. Setelah ujung-ujung jari masuk diantara plasenta dan dinding uterus maka perluas pelepasan plasenta dengan jalan menggeser tangan ke kanan dan kiri sambil digeserkan ke atas (kranial ibu) hingga semua perlekatan plasenta terlepas dari dinding uterus

Catatan:

Bila tepi plasenta tidak teraba atau plasenta berada pada dataran yang sama tinggi dengan dinding uterus maka hentikan upaya plasenta manual karena hal itu menunjukkan plasenta inkreta (tertanam dalam miometrium).

Bila hanya sebagian dari implantasi plasenta dapat dilepaskan dan bagian lainnya melekat erat maka hentikan pula plasenta manual karena hal tersebut adalah plasenta akreta. Untuk keadaan ini sebaiknya ibu diberi uterotonika tambahan (misoprostol 600 mcg per rektal) sebelum dirujuk ke fasilitas kesehatan rujukan

Mengeluarkan plasenta

9. Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi untuk menilai tidak ada sisa plasenta yang tertinggal

10. Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra simfisis (tahan segmen bawah uterus) kemudian instruksikan asisten/penolong untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam membawa plasenta keluar (hindari terjadinya percikan darah)

11. Lakukan penekanan (dengan tangan yang menahan suprasimfisis) uterus kearah dorso-kranial setelah plasenta dilahirkan dan tempatkan plasenta di dalam wadah yang telah disediakan

Kala Tiga dan Empat Persalinan 129

Page 8: Bab 6a APN 2007 RefMnl

Pencegahan infeksi pascatindakan

12. Dekontaminasi sarung tangan (sebelum dilepaskan) dan peralatan lain yang digunakan13. Lepaskan dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya di dalam larutan klorin 0,5%

selama 10 menit 14. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir15. Keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering

Pemantauan pascatindakan

16. Periksa kembali tanda vital ibu17. Catat kondisi ibu dan buat laporan tindakan18. Tuliskan rencana pengobatan, tindakan yang masih diperlukan dan asuhan lanjutan19. Beritahukan pada ibu dan keluarganya bahwwa tindakan telah selesai tetapi ibu masih

memerlukan pemantauan dan asuhan lanjutan20. Lanjutan pemantauan ibu hingga 2 jam pascatindakan sebelum dipindah ke ruang rawat

gabung

6.2.3. Rangsangan Taktil (Masase) Fundus Uteri

Segera setelah plasenta lahir, lakukan masase fundus uterus:

1. Letakkan telapak tangan pada fundus uteri. 2. Jelaskan tindakan kepada ibu, katakan bahwa ibu mungkin merasa agak tidak nyaman karena

tindakan yang diberikan. Anjurkan ibu untuk menarik napas dalam dan perlahan serta rileks.3. Dengan lembut tapi mantap gerakkan tangan dengan arah memutar pada fundus uteri supaya

uterus berkontraksi (lihat Gambar 6-5). Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 15 detik, lakukan penatalaksanaan atonia uteri (lihat di bawah).

4. Periksa plasenta dan selaputnya untuk memastikan keduanya lengkap dan utuh: a. Periksa plasenta sisi maternal (yang melekat pada dinding uterus) untuk memastikan

bahwa semuanya lengkap dan utuh (tidak ada bagian yang hilang). b. Pasangkan bagian-bagian plasenta yang robek atau terpisah untuk memastikan tidak ada

bagian yang hilang. c. Periksa plasenta sisi foetal (yang menghadap ke bayi) untuk memastikan tidak adanya

kemungkinan lobus tambahan (suksenturiata). d. Evaluasi selaput untuk memastikan kelengkapannya.

5. Periksa kembali uterus setelah satu hingga dua menit untuk memastikan uterus berkontraksi. Jika uterus masih belum berkontraksi baik, ulangi masase fundus uteri. Ajarkan ibu dan keluarganya cara melakukan masase uterus sehingga mampu untuk segera mengetahui jika uterus tidak berkontraksi baik.

6. Periksa kontraksi uterus setiap 15 menit selama satu jam pertama pascapersalinan dan setiap 30 menit selama satu jam kedua pasca persalinan.

Asuhan Persalinan Normal 130

Page 9: Bab 6a APN 2007 RefMnl

Gambar 6-5: Masase Fundus Uteri

Ingat, ada tiga langkah manajemen aktif kala tiga:

1. Berikan oksitosin 10 unit IM dalam waktu satu menit setelah bayi lahir.

2. Lakukan penegangan tali pusat terkendali3. Lakukan masase fundus uteri segera setelah plasenta lahir.

6.3. Atonia Uteri

Kontraksi miometrium dan perdarahan kala tiga Pada kehamilan cukup bulan aliran darah ke uterus sebanyak 500-800 cc/menit. Jika uterus tidak berkontraksi dengan segera setelah kelahiran plasenta, maka ibu dapat mengalami perdarahan sekitar 350-500 cc/menit dari bekas tempat melekatnya plasenta. Bila uterus berkontraksi maka miometrium akan menjepit anyaman pembuluh darah yang berjalan diantara serabut otot tadi. Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya palsenta menjadi tidak terkendali.

Seorang ibu dapat meninggal karena perdarahan pascapersalinan dalam waktu kurang dari satu jam! Atonia uteri menjadi penyebab lebih dari 90% perdarahan pascapersalinan yang terjadi dalam 24 jam setelah kelahiran bayi (Ripley, 1999). Sebagian besar kematian akibat perdarahan pascapersalinan terjadi pada beberapa jam pertama setelah kelahiran bayi (Li, et al., 1996). Karena alasan ini, penatalaksanaan persalinan kala tiga sesuai standar dan penerapan manajemen aktif kala tiga merupakan cara terbaik dan sangat penting untuk mengurangi kematian ibu.

Kala Tiga dan Empat Persalinan 131

Page 10: Bab 6a APN 2007 RefMnl

Dimasa lampau, sebagian besar penolong persalinan menatalaksana persalinan kala tiga dengan cara menunggu plasenta lahir secara alamiah (fisiologis). Intervensi hanya dilakukan jika terjadi penyulit atau jika kemajuan persalinan kala tiga tidak berjalan normal. Manajemen aktif kala tiga hampir tidak menjadi perhatian karena melahirkan plasenta secara konvensional dianggap cukup memadai dan fisiologis. Paradigma proaktif (pencegahan) dianggap berlebihan karena mengacu pada masalahnya yang belum terjadi sehingga tindakan yang diberikan dianggap pemborosan.

Beberapa faktor predisposisi yang terkait dengan perdarahan pascapersalinan yang disebabkan oleh atonia uteri adalah:

Yang menyebabkan uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan, diantaranya: o jumlah air ketuban yang berlebihan (polihidramnion) o kehamilan gemelio janin besar (makrosomia)

Kala satu dan/atau dua yang memanjang Persalinan cepat (partus presipitatus) Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin (augmentasi) Infeksi intrapartum Multiparitas tinggi Magnesium sulfat digunakan untuk mengendalikan kejang pada preeklampsia/eklampsia

Pemantauan melekat pada semua ibu pascapersalinan serta mempersiapkan diri untuk menatalaksana atonia uteri pada setiap kelahiran merupakan tindakan pencegahan yang sangat penting. Meskipun beberapa faktor-faktor telah diketahui dapat meningkatkan risiko perdarahan pascaperdarahan, dua per tiga dari semua kasus perdarahan pascapersalinan terjadi pada ibu tanpa faktor risiko yang diketahui sebelumnya dan tidak mungkin memperkirakan ibu mana yang akan mengalami atonia uteri atau perdarahan pasca persalinan. Karena alasan tersebut maka manajemen aktif kala tiga merupakan hal yang sangat penting dalam upaya menurunkan kesakitan dan kematian ibu akibat perdarahan pascapersalinan.

Penatalaksanaan Atonia Uteri

Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan rangsangan taktil (masase) fundus uteri:

1. Segera lakukan kompresi bimanual internal (KBI; Gambar 6-6): a. Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril, dengan lembut masukkan secara

obstetrik (menyatukan kelima hujung jari) melalui introitus ke dalam vagina ibu. b. Periksa vagina dan serviks. Jika ada selaput ketuban atau bekuan darah pada kavum uteri

mungkin hal ini menyebabkan uterus tak dapat berkontraksi secara penuh c. Kepalkan tangan dalam dan tempatkan pada forniks anterior, tekan dinding anterior

uterus ke arah tangan luar yang menahan dan mendorong dinding posterior uterus ke arah depan sehingga uterus ditekan dari arah depan dan belakang

d. Tekan kuat uterus di antara kedua tangan. Kompresi uterus ini memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah yang terbuka (bekas implantasi plasenta) di dinding uterus dan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi.

Asuhan Persalinan Normal 132

Page 11: Bab 6a APN 2007 RefMnl

Gambar 6-6: Kompresi Bimanual Internal Sumber: Gabbe et al, 1991.

e. Evaluasi keberhasilan:i. Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBI selama

dua menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dan pantau ibu secara melekat selama kala empat.

ii. Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan masih berlangsung, periksa ulang perineum, vagina dan serviks apakah terjadi laserasi. Jika demikian, segera lakukan penjahitan untuk menghentikan perdarahan (lihat Lampiran 4).

iii Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 5 menit, ajarkan keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksternal (KBE, Gambar 6-7) kemudian lakukan langkah-langkah penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya. Minta keluarga untuk mulai menyiapkan rujukan.

Alasan: Atonia uteri seringkali bisa diatasi dengan KBI, jika KBI tidak berhasil dalam waktu 5 menit diperlukan tindakan-tindakan lain.

2. Berikan 0,2 mg ergometrin IM atau misoprostol 600-1000 mcg per rektal. Jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan hipertensi karena ergometrin dapat menaikkan tekanan darah.

3. Gunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18), pasang infus dan berikan 500 cc larutan Ringer Laktat yang mengandung 20 unit oksitosin. Alasan: Jarum berdiameter besar memungkinkan pemberian larutan IV secara cepat dan dapat dipakai untuk transfusi darah(jika perlu). Oksitosin secara IV cepat merangsang kontraksi uterus. Ringer Laktat diberikan untuk restorasi volume cairan yang hilang selama perdarahan.

4. Pakai sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi dan ulangi KBI. Alasan: KBI dengan ergometrin dan oksitosin akan membantu uterus berkontraksi

Kala Tiga dan Empat Persalinan 133

Page 12: Bab 6a APN 2007 RefMnl

5. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 sampai 2 menit, segera rujuk ibu karena hal ini bukan atonia uteri sederhana. Ibu membutuhkan tindakan gawatdarurat di fasilitas kesehatan rujukan yang mampu melakukan tindakan operasi dan transfusi darah.

6. Sambil membawa ibu ke tempat rujukan, teruskan tindakan KBI dan infus cairan hingga ibu tiba di tempat rujukan. a. Infus 500 ml pertama dihabiskan dalam waktu 10 menit. b. Berikan tambahan 500 ml/jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga jumlah cairan

yang diinfuskan mencapai 1,5 L dan kemudian lanjutkan dalam jumlah 125 cc/jam. c. Jika cairan infus tidak cukup, infuskan 500 ml (botol kedua) cairan infus dengan tetesan

sedang dan ditambah dengan pemberian cairan secara oral untuk rehidrasi.

Kompresi Bimanual Eksternal

1. Letakkan satu tangan pada dinding abdomen dan dinding depan korpus uteri dan di atas simfisis pubis (Gambar 6-7).

2. Letakkan tangan lain pada dinding abdomen dan dinding belakang korpus uteri, sejajar dengan dinding depan korpus uteri. Usahakan untuk mencakup/memegang bagian belakang uterus seluas mungkin.

3. Lakukan kompresi uterus dengan cara saling mendekatkan tangan depan dan belakang agar pembuluh darah di dalam anyaman miometrium dapat dijepit secara manual. Cara ini dapat menjepit pembuluh darah uterus dan membantu uterus untuk berkontraksi..

Gambar 6-7: Kompresi Bimanual Eksternal Sumber: WHO/FHE/MMH, Geneva, 94-5

Asuhan Persalinan Normal 134