Bab 5 Uji Organoleptik Ikan Segar Disimpan Dingin Dan Disimpan Beku

30
V. UJI ORGANOLEPTIK IKAN SEGAR DISIMPAN DINGIN DAN DISIMPAN BEKU 5.1. Tujuan Tujuan dari praktikum dengan materi Uji Organoleptik Ikan Segar, Disimpan Dingin dan Disimpan Beku adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui perubahan secara organoleptik pada ikan segar dan membandingkan ikan dengan ikan yang telah mengalami pendinginan maupun pembekuan; dan 2. Mengetahui perubahan struktur jaringan yang terjadi akibat pengukuran pada ikan segar, ikan simpan dingin dan ikan simpan beku. 5.2. Materi dan Metode 5.2.1. Materi a. alat Alat yang digunakan dalam praktikum materi Uji Organoleptik Ikan Segar, Disimpan Dingin dan Disimpan Beku adalah sebagai berikut:

Transcript of Bab 5 Uji Organoleptik Ikan Segar Disimpan Dingin Dan Disimpan Beku

V. UJI ORGANOLEPTIK IKAN SEGAR DISIMPAN DINGIN DAN DISIMPAN BEKU

5.1.Tujuan Tujuan dari praktikum dengan materi Uji Organoleptik Ikan Segar, Disimpan Dingin dan Disimpan Beku adalah sebagai berikut:1.Mengetahui perubahan secara organoleptik pada ikan segar dan membandingkan ikan dengan ikan yang telah mengalami pendinginan maupun pembekuan; dan2.Mengetahui perubahan struktur jaringan yang terjadi akibat pengukuran pada ikan segar, ikan simpan dingin dan ikan simpan beku.

5.2.Materi dan Metode5.2.1.Materi a. alatAlat yang digunakan dalam praktikum materi Uji Organoleptik Ikan Segar, Disimpan Dingin dan Disimpan Beku adalah sebagai berikut:Tabel . Alat yang Digunakan dalam praktikum materi Uji Organoleptik Ikan Segar, Disimpan Dingin dan Disimpan Beku No.Nama AlatKetelitianKegunaan

1.Alat tulis-Mencatat hasil praktikum

2.Score Sheet organoleptikIkan Beku1 scoreSebagai alat uji organoleptik pada ikan beku

3. Score Sheet organoleptikIkan Segar1 scoreSebagai alat uji organoleptik pada ikan segar

Lanjutan tabel. Alat yang Digunakan dalam praktikum materi Uji Organoleptik Ikan Segar, Disimpan Dingin dan Disimpan Beku No.Nama AlatKetelitianKegunaan

4.Kompor-Alat pemanas

5.Talenan-Alas untuk memotong daging ikan

6.Kalkulator-Menghitung hasil uji organoleptik

7.Aluminium foil-Untuk membungkus daging ikan yang telah di-fillet

8.Pocket therm0,1FUntuk mengukur suhu ikan

9.Panci perebus-Untuk mengukus daging ikan

10.Piring-Tempat sampel ikan

11.Pisau-Untuk memfillet daging ikan

a.bahan Bahan yang Digunakan dalam praktikum materi Uji Organoleptik Ikan Segar, Disimpan Dingin dan Disimpan Beku adalah sebagai berikut:Tabel. Bahan yang Digunakan dalam praktikum materi Uji Organoleptik Ikan Segar, Disimpan Dingin dan Disimpan Beku NoNama BahanJumlah Kegunaan

1.Ikan Lele (Clarias batracus) segar1 ekorSebagai sampel

2.Ikan Lele (Clarias batracus) dingin1 ekorSebagai sampel

3.Ikan Lele (Clarias batracus) beku1 ekorSebagai sampel

4.AirsecukupnyaUntuk mencuci, thawing, dan mengukus

5.2.2. Metode

Ikan Lele segar, disimpan dingin, dan disimpan beku disiapkanMetode yang digunakan pada praktikum materi Uji Organoleptik Ikan Segar, Disimpan Dingin dan Disimpan Beku adalah sebagai berikut:

Masing - masing ikan diukur suhunya dengan pocket therm

Masing - masing ikan diamati secara organoleptik

Ikan yang disimpan beku diukur suhu dan diuji organoleptiknyaIkan yang disimpan beku di thawing hingga menjadi dingin kemudian diukur suhu dan diuji organoleptiknya

Masing - masing di fillet dan dideskripsikan secara organoleptik meliputi warna, tekstur, dan bau

Masing - masing fillet ikan dikukus selama 15 menit

Masing - masing fillet diamati perubahan struktur jaringan dagingnya

Gambar . Diagram Alir Proses Uji Organoleptik Ikan Segar, Disimpan Dingin dan Disimpan Beku

5.3. Hasil dan Pembahasan5.3.1.HasilHasil yang diperoleh dalam praktikum materi Uji Organoleptik Ikan Segar, Disimpan Dingin dan Disimpan Beku adalah sebagai berikut:Tabel . Hasil Uji Organoleptik Ikan Lele (Clarias batracus) Segar, Disimpan Dingin dan Disimpan BekuNo.Nama SampelSelang KepercayaanKesimpulan

1.Ikan Lele (Clarias batracus) segar8,22 8,97

Layak dikonsumsi

2.Ikan Lele (Clarias batracus) simpan dingin6,95 7,70Tidak layak dikonsumsi

3.Ikan Lele (Clarias batracus) simpan beku8,09 8,90Layak dikonsumsi

Tabel . Hasil Pengamatan Suhu Ikan Lele (Clarias batracus) Segar, Disimpan Dingin dan Disimpan BekuNo.Nama SampelSuhu (C)

1.Ikan Lele (Clarias batracus) segar27,08

2.Ikan Lele (Clarias batracus) simpan dingin15,7

3.Ikan Lele (Clarias batracus) simpan beku-0,83

Tabel . Hasil Perubahan Struktur Jaringan Daging Ikan Lele (Clarias batracus) Sebelum PengukusanNo.Nama SampelPengamatan

WarnaTeksturBau

1.

Ikan Lele(Clarias batracus) SegarDaging putihpucatElastis, padatSpesifik ikan segar,agak amis

2.Ikan Lele(Clarias batracus)Simpan dinginDaging putihpucatCukup elastis,Jaringan tidak terlalu kompakSegar agak netral

3.Ikan Lele (Clarias batracus)simpan bekuSayatan daging putih pucatDaging lembek,Jaringan tidak terlalu tampakNetral

Tabel.Hasil Perubahan Struktur Jaringan Daging Ikan Lele (Clarias batracus) Setelah PengukusanNo.Nama SampelPengamatan

WarnaTeksturBau

1.Ikan Lele (Clarias batracus) SegarPutih keruhPadat, empuk, Jaringan tidak begitu tampakSpesifik ikan kukus

2.Ikan Lele(Clarias batracus)simpan dinginPutih kecoklatanEmpuk, lengket, jaringan tampakSpesifik ikan kukus

3.Ikan Lele(Clarias batracus)simpan bekuPutih pucatEmpuk, jaringantidak begitutampakSpesifik ikankukus

5.3.2.PembahasanSampel yang digunakan dalam Praktikum Teknologi Penanganan Hasil Perikanan materi Uji Organoleptik adalah Ikan Lele (Clarias batracus). Ikan sampel yang digunakan memiliki perlakuan yang berbeda-beda. Ikan Lele yang digunakan adalah ikan segar, ikan disimpan dingin dan ikan disimpan beku. Pengukuran suhu dilakukan pada setiap ikan sampel sebelum uji organoleptik. Pengukuran suhu dilakukan dengan menyayat tipis bagian punggung ikan kemudian dilakukan pengukuran suhu menggunakan Pocket therm.Uji organoleptik pada ikan segar dilakukan setelah ikan dimatikan langsung dengan cara memukul kepalanya. Sampel yang kedua adalah ikan yang disimpan beku. Ikan beku yang saling menempel satu sama lain direndam dalam air (thawing) agar mudah dipisahkan sebelum dilakukan pengamatan organoleptik. Menurut Sanger (2010) proses dari pendinginan bertujuan untuk mempertahankan ikan tetap segar, mencegah pembusukan sehingga nilai gizi dapat dipertahankan. Disamping itu lelehan es mencuci lendir, sisa darah bersama bakteri dan kotoran lain akan terhanyut, sisa darah bersama bakteri dan kotoran lain akan terhanyut. Ikan sampel yang ketiga adalah ikan yang disimpan dingin, sebelumnya ikan telah dibekukan kemudian dilakukan thawing. Thawing merupakan proses untuk melunakkan daging ikan yang beku. Thawing dilakukan dengan cara merendam ikan dalam air beberapa saat untuk membuat ikan lebih lunak setelah proses pembekuan. Tujuan dari beragamnya perlakuan pada sampel adalah untuk mengetahui perubahan secara organoleptik pada ikan segar dan ikan yang telah mengalami pendinginan maupun pembekuan. Menurut Latifah (2001), pembekuan merupakan salah satu cara untuk mengawetkan produk perikanan. Pembekuan ikan dilakukan dengan tujuan untuk memperpanjang umur simpan ikan yang mudah mengalami kerusakan. Penerapan teknologi ini dapat menekan kerugian yang besar dilihat dari nilai gizi, mutu kesegaran dan nilai ekonomi.Perlakuan pada ketiga Ikan Lele digunakan untuk membandingkan kualitas ikan yang masih segar, ikan yang disimpan dingin, dan ikan yang disimpan beku. Hasil yang diperoleh bahwa sampel Ikan Lele (Clarias batracus) segar layak dikonsumsi sesuai dengan penilaian menggunakan scoresheet. Sampel Ikan Lele segar memiliki nilai selang kepercayaan > 7, yang menggambarkan bahwa sampel ikan tersebut layak untuk dikonsumsi karena masih memiliki mutu yang baik. Menurut Buckle et.al (2010), ada dua pengaruh pendinginan terhadap produk, yang pertama yaitu penurunan suhu akan mengakibatkan penurunan proses kimia, mikrobiologi dan biokimia. Dan yang kedua adalah pada suhu 0oC air akan membeku dan terpisah dari larutan membentuk es. Apabila suhu penyimpanan beku cukup rendah dan perubahan kimiawi selama penyimpanan beku dapat dipertahankan sampai batas minimum, maka mutu ikan beku dapat dipertahankan untuk jangka waktu yang cukup lama.Ikan sampel yang digunakan adalah adalah Ikan Lele (Clarias batracus). Ikan Lele digunakan karena ikan ini mudah didapatkan dan sudah sangat familiar untuk masyarakat Indonesia. Menurut Mahyuddin (2007), secara anatomi dan morfologi Ikan Lele terbagi menjadi 3 bagian yaitu kepala, badan dan ekor. Ikan Lele memiliki kepala yang panjang hampir mencapai seperempat dari panjang tubuhnya, kepalanya berbentuk pipih ke bawah atau yang disebut depressed. Ciri khas dari Ikan Lele adalah terdapatnya sungut (kumis) pada moncong yang berfungsi sebagai alat peraba serta alat pernafasan tambahan berupa labirin. Ikan Lele memiliki bentuk badan yang memanjang, agak bulat dan tidak bersisik. Warna tubuhnya kelabu sampai hitam. Badan Ikan Lele pada bagian tengahnya mempunyai potongan membulat sedangkan bagian belakang tubuhnya berbentuk pipih ke samping (compressed). Sirip Ikan Lele berbentuk membulat dan tidak bergabung dengan sirip punggung maupun sirip anal. Sirip ekor berfungsi untuk bergerak maju. Sirip dada Ikan lele dilengkapi sepasang duri tajam yang umumnya disebut patil. Patil juga berfungsi untuk mempertahankan diri dari musuh.Ikan Lele (Clarias batracus)adalah ikan yang hidup di air tawar. Ikan ini mempunyai ciri-ciri khas dengan tubuhnya yang licin, agak pipih memanjang serta memiliki sejenis kumis yang panjang, mencuat dari sekitar bagian mulutnya. Ikan - ikan ini dikenali dari tubuhnya yang licin memanjang tak bersisik, dengan sirip punggung dan sirip anusyang juga panjang, terkadang menyatu dengan sirip ekor, nampak sepertisidatyang pendek. Kepalanya keras menulang di bagian atas, denganmatayang kecil dan mulut lebar, dilengkapi dengan empat pasang sungut peraba (barbels) yang berguna untuk bergerak di air yang gelap. Terdapat sepasang patil, yakni duri tulang yang tajam, pada sirip-sirip dadanya. Menurut Asriyani Dopongtonung (2008), Ikan Lele mempunyai ciri ciri yang bisa digunakan untuk membedakan dengan jenis ikan lainnya, yaitu memiliki bentuk memanjang, bagian badan bulat dan memipih ke arah ekor, tidak bersisik serta mengeluarkan mukus. Ikan Lele memiliki kepala berbentuk pipih dan simetris, memiliki patil, mulut lebar, tidak bergigi, dan mulut memiliki sepasang sungut mandibular dan sepasang sungut maksilar yang lebih panjang dan tegar, daerah kepala sampai punggung berwarna coklat kehitaman. Ikan Lele memiliki sifat tenang dan lebih jinak.Habitat atau lingkungan hidup lele banyak ditemukan di perairan air tawar, di dataran rendah sampai sedikit payau. Ikan Lele hidup di sungai-sungai yang arusnya mengalir secara perlahan atau lambat, danau, waduk, telaga, rawa, serta genangan air tawar lainnya, seperti kolam. Karena lebih menyukai perairan yang tenang, dan tepian dangkal, Ikan Lele memiliki kebiasaan membuat atau menempati lubang-lubang di tepi sungai atau kolam. Lele jarang menampakkan aktivitasnya pada siang hari dan lebih menyukai tempat yang gelap, agak dalam, dan teduh, karena Lele adalah binatang nokturnal, yaitu mempunyai kecenderungan beraktivitas dan mencari makan pada malam hari. Pada siang hari, Ikan Lele memilih berdiam diri atau berlindung di tempat-tempat yang gelap. Akan tetapi, pada kolam pemeliharaan, terutama budidaya secara intensif, Lele dapat dibiasakan diberi pakan pelet pada pagi atau siang hari walaupun nafsu makannya tetap lebih tinggi jika diberikan pada malam hari.Ikan Lele relatif tahan terhadap kondisi lingkungan yang kualitas airnya jelek. Pada konsisi kolam dengan padat penebaran yang tinggi dan kandungan oksigennya sangat minim pun, Lele masih dapat bertahan hidup. Namun, pertumbuhan dan perkembangan Ikan Lele bakal lebih cepat dan sehat jika dipelihara dari sumber air yang cukup bersih, seperti air sungai, mata air, saluran irigasi ataupun air sumur. Menurut Asriyani Dopongtonung (2008), Ikan Lele memiliki kemampuan hidup di dalam lumpur dan air dengan kandungan oksigen rendah. Hal ini disebabkan karena ikan ini memiliki alat pernapasan tambahan (arborescent) yang terdapat di dalam ruang udara sebelah atas insang, sehingga Ikan Lele dapat mengambil oksigen untuk bernafas langsung dari udara di luar air. Ikan Lele termasuk hewan malam (nokturnal), yang aktif bergerak pada malam hari dan bersembunyi pada siang hari. Pakan Ikan Lele berupa pakan alami dan pakan tambahan.Pengukuran suhu dilakukan sebelum pengujian organoleptik. Pengukuran suhu pada Ikan Lele segar menunjukkan 27,08C. Sampel kemudian dilakukan uji organoleptiknya meliputi mata, insang, daging, lendir, bau dan tekstur. Ikan Lele segar memiliki bentuk mata cerah, bola mata rata, dan kornea jernih. Insang berwarna merah agak kusam dan tanpa lendir. Lendir permukaan badannya transparan, mengkilat cerah belum ada perubahan warna. Sayatan daging cemerlang, warna asli, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, perut utuh. Ikan berbau segar namun bau rumput mulai hilang. Konsistensinya daging agak lunak, elastis bila ditekan dengan jari dan sulit menyobek daging dari tulang belakang. Penilaian dilakukan oleh 6 orang panelis, didapatkan hasil sebesar 8,22 8,97, yang menunjukkan bahwa ikan segar masih layak untuk dikonsumsi. Menurut Widiastuti (2007), ciri-ciri ikan segar yang bermutu baik antara lain: berwarna cerah, jernih, insang berwarna merah, mata menonjol dan terbebas dari lendir dan bau yang tidak sedap serta struktur daging yang masih elastis.Pengamatan kedua adalah Ikan Lele yang disimpan dingin. Ikan yang digunakan sebelumnya telah dibekukan kemudian di thawing dengan direndam dalam air agar dagingnya kembali lentur. Setelah cukup, kemudian Lele diukur suhunya. Pengukuran suhu pada Ikan Lele simpan dingin sebesar 15,7C. Ikan sampel kemudian dilakukan uji organoleptiknya meliputi mata, insang, daging, lendir, bau yang ditimbulkan dan tekstur. Penilaian uji organoleptik yang dilakukan oleh 6 orang panelis, setelah dilakukan perhitungan didapatkan hasil selang kepercayaan 6,95 7,70, yang menunjukkan bahwa ikan simpan dingin tidak layak untuk dikonsumsi. Menurut Agribisnis Perikanan (2000), pembekuan dan pendinginan bertujuan untung memperpanjang daya simpan ikan. Pembekuan bertujuan untuk mempertahankan sifat-sifat alami ikan dengan cara menghambat perkembangan bakteri maupun aktivitas enzim pada suhu beku. Faktor yang mempengaruhi kecepatan pembekuan ikan adalah cara perambatan panas, perbedaan suhu awal dan ukuran tubuh ikan. Ikan yang dibekukan akan mengalami kemunduran mutu setelah dicairkan kembali.Pengamatan ketiga adalah Ikan Lele yang disimpan beku. Pengukuran suhu pada Ikan Lele simpan beku menunjukkan -0,83C. Ikan sampel kemudian dilakukan uji organoleptiknya meliputi mata, insang, daging, lendir, bau dan tekstur. Penampilan Ikan Lele dengan perlakuan simpan beku adalah bola mata cekung berwarna agak ke abu-abuan, insang berwarna merah kecokelatan dengan lendir yang tebal, sayatan daging cemerlang, tidak terdapat kemerahan pada tulang belakang serta dinding perut utuh. Pada Ikan Lele yang disimpan beku tidak tercium bau amis. Penilaian uji organoleptik didapatkan hasil nilai sebesar 8,09 8,90, yang menunjukkan bahwa ikan beku layak untuk dikonsumsi. Banyak faktor yang mempengaruhi mutu ikan atau nilai organoleptik, diantaranya tempat penyimpanan yang tepat, sanitasi di perhatikan, dan penanganan yang tepat. Diketahui bahwa ikan adalah produk yang mudah rusak, untuk itu penanganan yang tepat dapat memperlama masa keawetan produk. Apabila ikan tidak disimpan dengan baik, maka bakteri akan segera berkembang pada ikan, karena tubuh ikan tersusun dari air dan protein. Menurut Adawyah (2007), proses pembekuan mengubah hampir semua kandungan air yang ada di dalam tubuh Ikan menjadi kristal es. Keadaan beku menghambat aktivitas bakteri dan enzim sehingga daya awet Ikan beku lebih besar dibandingkan dengan Ikan yang disimpan pada suhu dingin. Selain itu kenampakannya juga lebih baik.Pengujian organoleptik merupakan metode pengujian yang menggunakan panca indera sebagai alat utama untuk menilai mutu produk. Pengujian ini mempunyai peranan yang penting sebagai pendeteksian awal dalam menilai mutu untuk mengetahui penyimpangan dan perubahan pada produk. Penilaian secara organoleptik terhadap fillet Ikan Lele ini meliputi parameter penampakan daging, tekstur, bau dan lendir di permukaan kulit fillet. Kesegaran Ikan dapat diuji dengan nilai organoleptik seperti Ikan yang segar memiliki tanda-tanda ; kenampakan cerah, mata menonjol keluar, insang merah segar, daging kenyal dan lentur, baunya segar serta konsistensinya tinggi. Ikan yang sudah tidak segar mempunyai pH yang lebih basis (tinggi) daripada Ikan segar. Hal ini disebabkan timbul senyawa-senyawa yang bersifat basis seperti amonia, trimetilamin dan senyawa volatile lainnya, cara organoleptik adalah cara penilaian dengan hanya mempergunakan indera manusia. Uji ini dilakukan secara sensoris, dan ketelitian uji ini sangat tergantung pada ketelitian orang yang melakukan uji ini dan bersifat objektif. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1994), Adapun metode pengujian yang dipakai dalam standar ini adalah Uji Skoring (Scoring Test), dengan menggunkan skala 1 sebagi nilai terendah dan 9 untuk nilai tertinggi. Batas penolakan untuk produk ini adalah < 7 (tujuh) artinya bila produk perikanan yang diuji memperoleh nilai sama atau lebih kecil dari 7 maka produk tersebut dinyatakan tidak lulus standartdan tidak bisa memperoleh SME (sertifikat mutu export). skala angka ini ditunjang dengan spesifikasi masing-masing produk yang dapat memberi pengertian pada panelis. Skala angka dan spesifikasi ini di cantumkan Score Sheet Organoleptik yang kemudian panelis langsung memberikan penilaian pada score sheet tersebut.Pengujian organoleptik dilakukan oleh 6 orang panelis. Setiap panelis bebas memberikan penilaian terhadap Ikan uji berdasarkan spesifikasi dalam score sheet. Metode pengujian organoleptik disepakati sebagai metode pengujian yang praktis dalam penerapan mutu. Pengujian organoleptik dapat memberikan indikasi kebusukan, kemunduran mutu dan kerusakan lainnya dari produk tersebut. Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), penilaian subyektif yang biasa disebut juga metode penilaian organoleptik menggunakan panca indera pengamat guna menilai faktor-faktor mutu yang umumnya dikelompokkan atas faktor rupa (apperance), bau (odor), cita rasa (flavour), dan tekstur (textur) atau konsistensi dari ikan. Setiap faktor tersebut diamati kondisi ikan secara keseluruhan termasuk bagian-bagian ikan yang mengalami perubahan penurunan mutu, seperti mata, insang, lendir permukaan, isi perut, dan organ penting seperti ginjal, sayatan daging, kulit, sisik, selaput rongga perut dan lain-lain. Penilaian cita rasa, ikan atau bentuk diposisi Ikan basah (fillet, yang disiangi, dan sebagainya) terlebih dahulu dikukus, lalu diuji. Bagian penting yang perlu diamati dalam pengamatan organoleptik yaitu mata, insang, tekstur daging, keadaan kulit dan lendir, keadaan perut dan sayatan daging serta bau. Menurut Sanders (1992), terdapat cara mengembangkan dan mengevaluasi analisis organoleptik dari kecacatan daging ikan. Makanan yang tepat saat ini menurut ilmu pengetahuan adalah ikan segar.Uji organoleptik yang meliputi spesifikasi kenampakan mata, kondisi insang, lendir permukaan, daging bau serta tekstur selesai maka uji organoleptik dilanjutkan dengan pengamatan pada fillet. Pengamatan dilanjutkan dengan memfillet daging Ikan segar, Ikan simpan dingin, dan Ikan simpan beku. Kemudian hasil fillet daging dibungkus dengan menggunakan Alumunium foil lalu dikukus dalam panci selama 15 menit. Perlakuan pengukusan daging ikan bertujuan untuk mengetahui perbedaan antara stuktur jaringan daging Ikan segar, Ikan simpan dingin, dan Ikan simpan beku sebelum dan sesudah proses pengukusan. Menurut Susianawati (2006), peralatan pengujian organoleptik meliputi meja pengujian yang dilengkapi kursi pengujian, nampan, tissue, mangkok berisi air, piring, pisau, dan score sheet.Kondisi daging Ikan sebelum dikukus adalah daging Ikan segar memiliki warna putih pucat, bertekstur elastis dan padat serta berbau spesifik Ikan segar, agak amis. Daging Ikan simpan dingin berwarna putih pucat, tekstur daging cukup elastis serta memiliki bau agak netral. Pada daging Ikan simpan beku memiliki warna putih pucat, bertekstur tidak elastic, jaringan tidak terlalu tampak dan berbau netral. Kondisi pada daging Ikan sampel yang telah kukus dalam panci selama 15 menit adalah daging Ikan segar berwarna putih keruh, tekstur daging kompak dan empuk dan memiliki bau khas Ikan segar kukus. Kondisi Ikan simpan dingin setelah dikukus berwarna putih kecoklatan, bertekstur empuk, lengket dan jaringan tampak serta beraroma daging kukus. Daging Ikan simpan beku berwarna putih pucat, tekstur empuk dan jaringan tidak begitu tampak serta memiliki bau khas Ikan kukus. Daging yang telah dikukus terdapat sedikit air sehingga tekstur bertambah lembek. Menurut Irawan (1995), ada waktu pengukusan selama 15 menit didapatkan hasil warna daging ikan menjadi putih susu tetapi masih agak kebiruan dengan konsistensi yang mulai agak lunak dan kurang kenyal, sedangkan aroma sudah mulai berubah. Perubahan konsistensi daging ikan ini disebabkan oleh rusaknya selaput horizontal skeletogenous septum yang mengikat urat daging menjadi blok urat daging akibat panas. Sedangkan untuk perubahan aroma menjadi aroma susu rebus dikarenakan pada daging ikan terdapat senyawa aromatik seperti keton, aldehida, metil, dimetil lakton, hidroksi furanon.Metode yang digunakan adalah dengan pengamatan melalui panca indera dengan batas penolakan kurang dari 7 serta penerimaan lebih dari 7. Penilaian berdasarkan pengamatan panca indera dengan sifat-sifat fisik ikan. Komponen-komponen organoleptik yang dinilai berbeda untuk ikan segar dan ikan beku. Untuk ikan segar dan simpan dingin yang dinilai adalah mata, insang, daging perut, otot, dan bau. Sedangkan untuk ikan beku yang dinilai adalah kenampakan, pengeringan, dan diskolorisasi. Menurut Buckle et.al (2010), Ikan segar memiliki kulit dengan warna cerah, mata jernih dan tidak terbenam atau berkerut, memiliki daging yang keras, lentur dan apabila ditekan jari tidak meninggalkan bekas. Bau spesifik segar pada bagian luar dan insang, terdapat sedikit lendir pada kulit, dan ikan tenggelam dalam air.

5.4.Kesimpulan Dan Saran5.4.1.KesimpulanKesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum materi Uji Organoleptik Ikan segar, Disimpan Dingin dan Disimpan beku adalah sebagai berikut:1. Uji organoleptik Ikan Lele (Clarias batracus) segar memiliki selang kepercayaan sebesar 8,22 8,97, Ikan Lele disimpan dingin sebesar 6,95 7,70 dan Ikan Lele disimpan beku sebesar 8,09 8,90 sehingga dapat disimpulkan bahwa Ikan Lele segar memiliki mutu yang paling baik dibandingkan Ikan simpan dingin dan simpan beku.2.Sebelum dikukus, Ikan Lele segar memiliki daging berwarna putih pucat, bertekstur elastis dan beraroma Ikan segar. Ikan Lele simpan dingin memiliki daging berwarna putih pucat, tekstur cukup elastis dan beraroma agak netral. Ikan Lele simpan beku memiliki daging berwarna putih pucat, tekstur tidak elastis dan beraroma netral. Struktur jaringan pada Ikan Lele segar setelah dikukus berwarna putih keruh, tekstur kompak dan empuk serta memiliki aroma khas daging kukus. Ikan Lele simpan dingin setelah dikukus memiliki daging berwarna putih kecoklatan, tekstur daging empuk, lengket dan jaringan tampak serta aroma khas daging kukus. Ikan Lele simpan beku setelah dikukus daging berwarna putih pucat, bertekstur empuk, jaringan tidak begitu tampak dan beraroma daging kukus.

5.4.2.SaranSaran yang dapat diberikan dalam praktikum materi Uji Organoleptik Ikan Segar, Disimpan Dingin dan Disimpan Beku adalah sebagai berikut:1.Sebaiknya lebih cermat dan teliti lagi saat melakukan penilaian organoleptik pada sampel yang diamati; dan2.Hendaknya Ikan yang digunakan tiap kelompok berbeda jenis agar perbedaannya secara organoleptik dapat diketahui.

DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara, Jakarta.Agribisnis Perikanan. 2000. Penyebar Swadaya. Jakarta.Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H., dan Wooton, M. 2010. Ilmu Pangan. UI Press, Jakarta.Direktorat Jenderal Perikanan. 1994. Kumpulan Standar Metode Pengujian Mutu Hasil Perikanan. Direktorat Bina UsahaTani dan Pengolahan Hasil, Jakarta.Dopongtonung A. 2008. Gambaran Darah Ikan Lele (Clarias spp) yang Berasal Dari Daerah Laladon Bogor. Fakultas Kedokteran Hewan. IPB, Bogor.Irawan, Agus. 1995. Pengawetan Ikan dan Hasil Perikanan. CV. Aneka. Solo.Latifah, L. 2001. Mempelajari Aspek Pengendalian Mutu Proses Pembekuan Ikan Tuna (Thunnus albacores) di PT. Tirta Raya Mina (Persero) Pekalongan. Fakutal Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.Mahyuddin, K. 2007. Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Penebar Swadaya, Jakarta.Murniyati, A. S. dan Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan, dan Pengawetan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.Sanders, D.F. 1992 .Organoleptic Analysis Of Fish Flash Taeting, The Development and Evaluation Of A New Enviromental Assesment Service. Institute Of Paper Chemistry.Sanger, G. 2010. Mutu Kesegaran Ikan Tongkol selama pendinginan. Warta Wiptek No 33.Susianawati, R. 2006. Kajian Penerapan GMP dan SSOP pada Produk Ikan Asin Kering dalam Upaya Peningkatan Keamanan Pangan di Kabupaten Kendal. Universitas Diponegoro, Semarang.Widiastuti, I.M. 2007. Sanitasi dan Mutu Kesegaran Ikan Konsumsi pada Pasar Tradisional di Kota Madya Palu. Jurnal Agroland. Vol 14 No 1, Palu.