BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum STA...

25
23 BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum STA Sewukan, Jetis dan Ngablak STA Sewukan merupakan pengembangan pasar sayuran Soka yang didirikan di atas tanah bengkok oleh H. Riswanto Sudiyono, selaku kepala desa pada tahun 2000. Sudiyono dulu melihat warganya yang sebagian besar merupakan petani sayuran didikte oleh hanya 46 orang pedagang di Pasar Talun, Kec. Dukun, Magelang. Sudiyono mempromosikan Pasar Soka dengan cara menempelkan selebaran pada mobil niaga di pasar-pasar besar, seperti Johar Semarang, Shoping Yogyakarta, dan Jakarta. Dari situlah para pedagang besar dari luar kota berdatangan ke Pasar Soka. Saat ini ada 200 pedagang yang memiliki kartu anggota beraktivitas di STA Sewukan, sehingga petani lebih mempunyai posisi sebagai penentu harga. Terlebih lagi komoditas sayuran di pasar ini adalah sayuran segar karena dekatnya jarak pasar dengan petani.. Adanya STA memperpendek rantai pemasaran karena para pengepul akhirnya menjadi pedagang biasa. Pengelolaan STA Sewukan dipegang pemerintah desa. Selain memberikan kontribusi bagi kas desa, STA juga lebih cepat berkembang karena selaras dengan kemauan masyarakat. Menurut Surame Hadi Sutikno, Ketua Paguyuban Petani Merbabu (PPM) yang juga Kepala Desa Tejosari, untuk kawasan Gambar 5. Profil STA Sewukan

Transcript of BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum STA...

Page 1: BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum STA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3319/6/LAPPEN_Yuliawati, G...di atas tanah bengkok oleh H. Riswanto Sudiyono, selaku kepala

23

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum STA Sewukan, Jetis dan Ngablak

STA Sewukan merupakan pengembangan pasar sayuran Soka yang didirikan

di atas tanah bengkok

oleh H. Riswanto

Sudiyono, selaku kepala

desa pada tahun 2000.

Sudiyono dulu melihat

warganya yang sebagian

besar merupakan petani

sayuran didikte oleh

hanya 4—6 orang

pedagang di Pasar Talun,

Kec. Dukun, Magelang.

Sudiyono mempromosikan Pasar Soka dengan cara menempelkan selebaran pada

mobil niaga di pasar-pasar besar, seperti Johar Semarang, Shoping Yogyakarta, dan

Jakarta. Dari situlah para pedagang besar dari luar kota berdatangan ke Pasar Soka.

Saat ini ada 200 pedagang yang memiliki kartu anggota beraktivitas di STA

Sewukan, sehingga petani lebih mempunyai posisi sebagai penentu harga. Terlebih

lagi komoditas sayuran di pasar ini adalah sayuran segar karena dekatnya jarak pasar

dengan petani..

Adanya STA memperpendek rantai pemasaran karena para pengepul akhirnya

menjadi pedagang biasa. Pengelolaan STA Sewukan dipegang pemerintah desa.

Selain memberikan kontribusi bagi kas desa, STA juga lebih cepat berkembang

karena selaras dengan kemauan masyarakat. Menurut Surame Hadi Sutikno, Ketua

Paguyuban Petani Merbabu (PPM) yang juga Kepala Desa Tejosari, untuk kawasan

Gambar 5. Profil STA Sewukan

Page 2: BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum STA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3319/6/LAPPEN_Yuliawati, G...di atas tanah bengkok oleh H. Riswanto Sudiyono, selaku kepala

24

agropolitan sebaiknya STA memang dikelola pemerintah desa agar warga

mempunyai rasa memiliki dan dapat berbuat cepat jika pasar memerlukan

pembenahan.

STA Sewukan berdiri di atas lahan seluas 9.310 m2dengan 108 kios dan 56 los

dengan denah sebagai berikut:

Gambar 6. Denah STA Sewukan

Volume perdagangan sayuran rata-rata 200 ton per hari yang diangkut 80—

100 unit mobil. Omzetnya sekitar Rp200 juta per hari. Petani penjual berasal dari

sekitar Magelang dan Dieng (Wonosobo). Sedangkan para pedagang berasal dari

Magetan, Solo, Klaten, Yogyakarta, Boyolali, Semarang, Bogor, Jakarta, dan

Purwokerto.

Page 3: BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum STA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3319/6/LAPPEN_Yuliawati, G...di atas tanah bengkok oleh H. Riswanto Sudiyono, selaku kepala

25

Sub Terminal Agibisnis

(STA) Jetis, Ambarawa,

Kabupaten Semarang

pada tahun 2006 menjadi

percontohan nasional

dalam hal pengelolaan

dan pemasaran hasil

pertanian karena di STA

ini tingkat transaksinya

sangat tinggi. Saat ini

STA Jetis hanya

komoditas sayuran dan pisang, dengan

volume transaksi sekitar 100 ton per hari dan volume uang beredar setiap hari sekitar

Rp 1,5 milyar sampai 2 milyar. Ada sekitar 33 komoditas sayuran yang diperjual

belikan. Sayuran tersebut berasal dari kabupaten Semarang, seperti Bandungan,

Jimbaran, Sumowono, Kopeng, maupun dari luar Semarang seperti dari Wonosobo,

Magelang, Muntilan, Tawangmangu, Dieng, Cepogo, Boyolali, Batang, Pemalang

bahkan dari Jawa Timur ( Malang, Jember, Banyuwangi, Probolinggo, Kediri,

Magetan) dan lua Jawa (Lampung dan Palembang). Dengan volume transaksi,

jumlah uang beredar dan luasnya cakupan asal pedagang yang bertransaksi, STA Jetis

seharusnya adalah Terminal Agribisnis (TA).

Pengelola STA Jetis adalah Dinas Pertanian Kabupaten Semarang, namun

karena STA Jetis didirikan di lahan milik desa, sehingga terdapat pembagian

pendapatan yaitu 40% nya masuk ke dana kas desa. Denah STA Jetis ditampilkan

pada gambar berikut.

Gambar 7. Profil STA Jetis

Page 4: BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum STA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3319/6/LAPPEN_Yuliawati, G...di atas tanah bengkok oleh H. Riswanto Sudiyono, selaku kepala

26

Gambar 8. Denah STA Jetis

STA Ngablak merupakan salah satu STA

yang fasilitasnya sangat minim dan

lokasinya masuk dari jalan raya dengan

luas areal yang paling sempit bila

dibandingkan dengan dua STA lainnya

(Sewukan dan Jetis). Dikelola oleh Dinas

Pasar, STA Ngablak lebih tepat disebut

sebagai pasar sayur, dengan komoditas

sayuran utama yang terbanyak diperjual

belikan adalah kubis.

Gambar 9. STA Ngablak

Page 5: BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum STA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3319/6/LAPPEN_Yuliawati, G...di atas tanah bengkok oleh H. Riswanto Sudiyono, selaku kepala

27

5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan STA oleh Petani

Analisis model regresi logistik untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi pemanfaatan STA oleh petani disajikan pada tabel 4.

Tabel 4. Faktor-Faktor yang mempengaruhi pemanfaatan STA oleh petani

Prediktor Koefisien Sig. Odds

ratio

Uji Goodness of Fit:

Hosmer and Lemeshow

Konstanta 0,797 0,743 2,220 Chi-square df Sig.

Umur petani (X1) 0,012 0,691 1,012 12,804 8 0,119

Tk Pendidikan (X2) 0,020 0,877 1,020

Volume sayur yang

dihasilkan (X3)

0,000 0,881 1,000

Jarak tempat tinggal petani

ke STA (X4)

-1,014 0,045* 0,363

Pengetahuan petani tentang

STA (D1)

1,664 0,041* 5,279

Ikatan informal petani

dengan kelembagaan non

STA (D2)

-1,701 0,075* 0,183

Keikutsertaan petani dalam

penyuluhan (D3)

-0,286 0,679 0,751

Log-Likelihood 64,156

Chi-square 38,828

Df 7

Sig. 0,000

*signifikan pada taraf 10 persen ( =10%)

Sumber: Data primer, diolah (2013)

Hasil analisis model regresi logistik menunjukkan bahwa nilai log-Likelihood

model adalah sebesar 64,156 dengan Chi-square 38,828 dan p-value yang signifikan.

Secara keseluruhan model regresi tersebut dapat menjelaskan keputusan petani dalam

memanfaatkan STA. Nilai koefisien faktor penduga umur petani (X1), tingkat

pendidikan (X2), volume sayur yang dihasilkan (X3), pengetahuan petani tentang STA

(D1) bernilai positif, sedangkan jarak tempat tinggal petani ke STA (X4) ikatan

informal petani dengan kelembagaan non STA (D2) dan keikutsertaan petani dalam

penyuluhan (D3) bernilai negatif. Keputusan petani untuk memanfaatkan STA

dipengaruhi secara signifikan oleh jarak tempat tinggal petani dengan STA (X4),

tingkat pengetahuan petani tentang STA (D1) dan ikatan informal petani dengan

Page 6: BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum STA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3319/6/LAPPEN_Yuliawati, G...di atas tanah bengkok oleh H. Riswanto Sudiyono, selaku kepala

28

kelembagaan non STA (D2). Di antara tiga variabel yang signifikan, variabel

pengetahuan petani tentang STA memiliki nilai odds ratio tertinggi yaitu 5,279

artinya peningkatan satu unit tingkat pengetahuan petani akan meningkatkan peluang

untuk memanfaatkan STA sebesar 5,279 kali dibandingkan dengan yang tidak

memanfaatkan STA.

5.3 Identifikasi stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan dan pemanfaatan

STA serta Analisis kinerja STA

Identifikasi stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan dan pemanfaatan

STA serta analisis kinerja STA disajikan secara deskriptif dan dipaparkan dengan

menggunakan kerangka analisis Struktur (Structure), Perilaku (Conduct) dan Kinerja

(Performance).

5.3.1. Struktur (Structure) Pasar

5.3.1.1 Jumlah Pembeli dan Penjual

Hasil pengamatan di lapang menunjukkan bahwa pemeran pasar dalam

pemasaran sayuran di wilayah penelitian ada tiga yang meliputi petani sayur,

pedagang pengumpul desa dan pedagang besar dari tempat yang jauh seperti

Semarang, Jogja, Solo, Kebumen, Jakarta. Petani sayur yang jumlahnya cukup

banyak, sebagian lebih memilih untuk menjual langsung ke pedagang besar di STA

dan sebagian lebih memilih menjual hasil usahataninya kepada pedagang pengumpul

desa, pedagang pengumpul desa ini kemudian menjual ke pedagang besar di STA.

Dengan demikian saluran pemasaran sayuran dari petani sampai pedagang besar di

STA dapat dirumuskan secara sederhana seperti terlihat dalam gambar 10.

Gambar 10. Saluran Pemasaran Sayuran di wilayah penelitian

Petani sayur Pedagang pengumpul

Pedagang

besar

Page 7: BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum STA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3319/6/LAPPEN_Yuliawati, G...di atas tanah bengkok oleh H. Riswanto Sudiyono, selaku kepala

29

Jumlah pedagang pengumpul yang menjual ke STA tidak terlalu banyak dan

lebih banyak jumlah pedagang besar dari luar kota yang mencari dan membeli

sayuran di STA, sehingga ketika pedagang pengumpul yang membawa sayuran

dengan jumlah dan jenis yang relatif banyak ke STA, pedagang besar ini berebut

untuk mendapatkan sayuran yang mereka bawa. Namun demikian, harga tidak

beranjak naik karena pedagang besar ini sudah mempunyai patokan harga tersendiri

berdasarkan informasi yang dimiliki dari STA lain. Berdasarkan jumlah pembeli dan

penjual atau pemeran pasar ini, struktur pasar di STA adalah oligopoli.

5.3.1.2 Heterogenitas sayuran yang dipasarkan

Hasil observasi terhadap sayuran yang diperdagangkan di rumah pedagang

pengumpul, tempat penampungan dan di STA menunjukkan bahwa jenis sayuran

relatif heterogen. Adanya heterogenitas sayuran yang diperdagangkan ini terlihat juga

dari adanya kegiatan petani dan pedagang yang melakukan sortasi terhadap produk

tersebut dan juga melakukan grading. Sebenarnya secara keseluruhan petani di sekitar

STA menanam sayuran yang cocok di desanya, namun karena tingkat teknologi yang

diterapkan, pengetahuan, ketrampilan dan permodalan petani yang berbeda, maka

sayuran yang dihasilkan juga akan berbeda kualitasnya atau menjadi heterogen.

Berdasarkan keragaman kualitas sayuran yang diperdagangkan, maka

struktur pasar yang terjadi adalah struktur pasar oligopoli terdiferensiasi. Petani akan

selalu bisa menaikkan harga jual hasil sayurannya sejalan dengan kemampuan

menghasilkan sayuran yang lebih berkualitas dengan perbaikan teknologi,

peningkatan pengetahuan/ketrampilan dalam bercocok tanam dan peningkatan jumlah

modal yang dipakai dalam berusahatani.

5.3.1.3 Pengetahuan informasi pasar

Informasi pasar yang dimiliki oleh pemeran pasar terbatas pada informasi

jenis sayuran, harga, kuantitas dan kualitas. Dari tiga pemeran pasar yang paling

banyak memiliki informasi pasar adalah pedagang besar dari luar daerah. Walaupun

Page 8: BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum STA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3319/6/LAPPEN_Yuliawati, G...di atas tanah bengkok oleh H. Riswanto Sudiyono, selaku kepala

30

antar pedagang ini saling bersaing dalam memperoleh barang dan keuntungan, tetapi

sebenarnya antar mereka juga saling menolong terutama dalam memberi informasi

dan juga mendapatkan barang dagangan. Untuk saling memberikan informasi dan

pesan barang dagangan tertentu, mereka menggunakan telepon genggam

(handphone/HP). Pedagang yang sedang berada di STA Sewukan misalnya dapat

minta informasi kepada temannya yang sedang berada di STA Jetis, bicara langsung

(telpon), kirim pesan singkat (SMS) ataupun kirim pesan gambar/foto sayuran

(MMS). Bila keadaan memungkinkan kadang-kadang mereka juga bisa titip

mencarikan barang sehingga antar pedagang tersebut bisa saling melengkapi dan

memenuhi jumlah dan jenis sayuran yang mereka butuhkan untuk kemudian dijual

lagi di daerah asal. Semisal, pedagang yang berada di STA Jetis dapat titip untuk

dicarikan jenis sayuran tertentu kepada temannya yang sedang berada di STA

Ngablak bila mereka bisa saling bertemu di satu tempat tertentu.

Pedagang pengumpul desa memiliki informasi pasar yang relatif sedikit

dibanding pedagang besar dari luar daerah. Informasi yang dimiliki adalah informasi

yang diperoleh ketika sehari sebelumnya mereka menjual sayuran ke STA. Pedagang

ini tidak bisa mendapat informasi banyak seperti yang terjadi pada pedagang besar

karena memang tidak mempunyai hubungan dagang yang luas seperti halnya

pedagang besar.

Petani memiliki informasi pasar yang paling sedikit. Aktifitas utama petani

adalah mengerjakan usaha taninya di lahan, sehingga mereka hampir tidak

mengetahui apa yang terjadi di pasar. Secara terbatas mereka bisa saling berbagi

informasi pasar dengan tetangga sebelah rumah, disamping itu untuk mendapatkan

informasi, bila memungkinkan mereka terkadang juga pergi ke STA untuk melihat

dan bertanya terutama tentang harga jual sayur yang terjadi hari itu (istilah setempat:

ngindik harga), untuk kemudian mereka memutuskan untuk menjual sayuran ke STA

atau tempat lain yang harganya lebih cocok. Yang lebih banyak terjadi adalah petani

yang sama sekali tidak mempunyai informasi pasar, tetapi mereka langsung menjual

Page 9: BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum STA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3319/6/LAPPEN_Yuliawati, G...di atas tanah bengkok oleh H. Riswanto Sudiyono, selaku kepala

31

sayurannya ke pedagang pengumpul ataupun pedagang besar di STA, yang dapat

menyebabkan harga jual yang diterima petani tidak bisa maksimal.

Mengingat ketidak seimbangan pemilikan informasi antar pemeran pasar ini,

maka perlu kiranya dirancang sebuah sistem informasi misalnya setiap STA

diwajibkan untuk menyiarkan informasi pasar lewat jaringan internet, yang dapat

diakses secara mudah oleh pedagang besar, pedagang pengumpul dan petani, disertai

dengan pelatihan untuk mengaksesnya, bila di tingkat petani masih terlalu sulit

mungkin bisa lewat kelompok tani.

5.3.1.4 Hambatan keluar masuk pasar

Hambatan yang dimaksud adalah hambatan masuk bagi pedagang atau petani

yang akan melakukan jual beli sayur di STA. Ada tiga hal yang dapat dikategorikan

sebagai hambatan masuk ke STA. Hambatan pertama adalah adanya pungutan masuk

bila seseorang akan menjual atau membeli produk di STA sesuai tarif seperti terlihat

dalam tabel 5.

Tabel 5. Jenis dan Tarif Pungutan di STA Sewukan

Jenis pungutan Tarif (Rp) Keterangan

Karcis masuk truk 5.000 tiap masuk

Karcis masuk Colt 4.000 tiap masuk

Karcis masuk Sepeda Motor 1.000 tiap masuk

Karcis pedagang kaki lima dan perorangan 500 tiap hari

Iuran wajib kios 10.000 tiap bulan

Iuran wajib Los 5.000 tiap bulan

Sumber: Profil STA Sewukan (tanpa tahun)

Hambatan kedua adalah kartu anggota. Setiap pedagang yang akan menjual

dan atau membeli sayuran di STA diwajibkan memiliki kartu anggota. Dengan

demikian tidak semua pedagang bisa dengan bebas keluar masuk sebuah STA untuk

menjual atau membeli produk yang diperdagangkan di sana.

Hambatan ke tiga adalah adanya larangan untuk memasukkan jenis sayuran

tertentu yang sudah dihasilkan oleh petani setempat dalam jumlah besar. Karena hal

Page 10: BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum STA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3319/6/LAPPEN_Yuliawati, G...di atas tanah bengkok oleh H. Riswanto Sudiyono, selaku kepala

32

ini akan menekan harga jual yang diterima petani. Menurut pengelola STA Sewukan

pernah terjadi ada pedagang besar membawa wortel satu kontainer masuk ke STA,

waktu itu terjadinya bersamaan dengan kelangkaan wortel lokal sehingga harga

wortel meningkat tajam, karena ada perhatian dari pengelola STA akhirnya wortel

tersebut tidak jadi masuk ke STA Sewukan.

Hambatan berupa kartu anggota dirasa perlu untuk diteruskan. Hambatan

yang berupa retribusi tampak masih relatif rendah, dan bila mana masih diperlukan

untuk perbaikan STA dan sistem pengelolaan masih bisa ditingkatkan. Hambatan

yang perlu sekali dipertahankan adalah hambatan-hambatan yang diperlukan untuk

mempertahankan atau bahkan memperbaiki kondisi perdagangan, seperti masuknya

sayuran dari daerah lain ke STA, padahal petani setempat juga menghasilkan produk

tersebut.

5.3.2 Perilaku (Conduct)

5.3.2.1 Proses Jual Beli Sayuran

Proses jual-beli sayurnya antara petani dan pedagang dilakukan dengan tiga

cara, yaitu: jual-beli per satuan berdasarkan kualitas, jual-beli per satuan campuran,

dan jual-beli borongan. Petani sayur banyak yang melakukan jual-beli hasil sayurnya

dengan cara jual per satuan campuran yakni sebanyak 47 orang atau 67,14% dari

seluruh sampel petani sedang yang menjual per satuan berdasarkan kualitas sebanyak

20 orang atau 28,57%. Data distribusi petani sampel menurut cara penjualan sayurnya

dapat diikuti dalam tabel 6.

Tabel 6. Distribusi responden petani menurut cara penjualan produk

Cara penjualan Jumlah petani

(jiwa) (%)

1. Dijual per satuan berdasarkan kualitas 20 28,57

2 .Dijual per satuan campuran 47 67,14

3. Dijual borongan di lahan pada saat siap panen 3 4,29

Jumlah 70 100,00 Sumber: Data diolah (2013)

Page 11: BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum STA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3319/6/LAPPEN_Yuliawati, G...di atas tanah bengkok oleh H. Riswanto Sudiyono, selaku kepala

33

Untuk pedagang, cara membeli sayurannya sering memilih lebih dari satu

cara. Pedagang yang memilih cara beli per satuan berdasar kualitas ada 8 orang dari

10 orang sampel pedagang yang memberi jawaban atau 80% dan yang memilih cara

beli per satuan campuran sebanyak lima orang dari enam orang yang memberi

jawaban atau 83,33%. Data selengkapnya dapat diikuti dalam tabel 7.

Tabel 7. Distribusi responden pedagang menurut cara pembelian sayuran dari petani

Cara pembelian sayuran menjawab Jumlah pedagang

(jiwa) (jiwa) (%)

1. Dibeli per satuan berdasarkan kualitas 10 8 80,00

2. Dibeli per satuan campuran 6 5 83,33

3. Dibeli borongan di lahan pada saat siap panen 5 1 20,00

Sumber: Data diolah (2013)

Dari ke tiga cara pembelian atau penjualan produk, yang terbaik adalah cara

pembelian/penjualan per satuan berdasarkan kualitas. Dengan cara ini petani sayur

akan bisa mendapatkan harga jual sesuai dengan kualitas sayuran yang dihasilkan dan

pedagang akan mendapatkan barang dagangannya sesuai kualitas yanag diinginkan.

Disamping itu cara ini akan meminimalisir terjadinya konflik antar mereka. Dengan

demikian cara-cara melaksanakan standarisasi dan grading perlu dipahami oleh

petani sayur dan pedagang.

5.3.2.2 Lembaga penentu harga

Berdasarkan data dari lapang, ada tiga mekanisme penetapan harga jual yang

terjadi yaitu dilakukan sepihak oleh pembeli yang dialami oleh 41 petani atau

58,57%, ditetapkan bersama dengan memperhatikan fluktuasi yang dialami oleh 16

orang atau 22,86% dan penetapan bersama tanpa memperhatikan fluktuasi yang

dialami 30 petani atau 42,86%. Data selengkapnya dapat diikuti dalam tabel 8.

Harga jual sayur yang diterima petani merupakan salah satu unsur yang sangat

penting yang akan mempengaruhi pendapatan petani dari usahataninya, disamping

tingkat produksi dan harga sarana produksi. Sama halnya dengan petani, pedagang

Page 12: BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum STA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3319/6/LAPPEN_Yuliawati, G...di atas tanah bengkok oleh H. Riswanto Sudiyono, selaku kepala

34

juga memperhatikan harga beli, dan pedagang berkepentingan dengan harga beli yang

rendah. Karena kedua pihak ini sama-sama berkepentingan dengan harga, maka

mekanisme penetapan harga perlu mendapat perhatian. Penetapan harga yang

dilakukan secara sepihak oleh pedagang adalah tidak adil karena kepentingan petani

kurang mendapat perhatian. Petani bisa merasa sangat dirugikan karena harga yang

terjadi bisa tidak seimbang dengan biaya produksi yang dikeluarkan, dan petani tidak

bisa mengelak karena produk sayuran kualitasnya cepat menurun, sehingga terpaksa

petani harus segera menjualnya berapapun harga jual yang akan diterima. Dengan

memperhatikan jumlah petani yang mengalami penetapan harga secara sepihak oleh

pembelinya, maka masih dipandang perlu untuk melakukan advokasi terhadap petani.

Tabel 8. Distribusi Responden Petani Menurut Mekanisme Penetapan Harga yang

terjadi

Mekanisme Penetapan Harga menjawab Respon Petani

(jiwa) (jiwa) (%)

1. Ditetapkan secara sepihak oleh pembeli 70 41 58,57

2. Ditetapkan berdasarkan kesepakatan

bersama tanpa memperhitungkan fluktuasi

harga yang terjadi di pasar

70 16 22,86

3. Ditetapkan berdasarkan kesepakatan

bersama dan memperhitungakan fluktuasi

harga yang terjadi di pasar

70 30 42,86

Sumber: Data diolah (2013)

5.3.2.3 Sistem Pembayaran

Petani menerima pembayaran sayuran yang dijual dengan berbagai macam

cara yaitu: cara tunai, cara bayar kemudian dan campuran. Yang paling banyak terjadi

adalah petani menerima pembayaran dengan cara tunai yakni sebanyak 61 orang atau

sebanyak 87,14%, yang menerima bayar kemudian sebanyak 7 orang atau 10% dan

campuran sebanyak 2 orang atau 2,86%. Datanya dapat diikuti dalam tabel 9.

Pembayaran dengan cara tunai adalah petani akan langsung mendapat

uangnya ketika menyerahkan sayurannya kepada pedagang, sedang cara pembayaran

Page 13: BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum STA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3319/6/LAPPEN_Yuliawati, G...di atas tanah bengkok oleh H. Riswanto Sudiyono, selaku kepala

35

kemudian adalah saat pedagang menerima sayuran dari petani, pedagang tidak

langsung membayarnya, tetapi masih menunggu setelah sayuran itu laku, yang

biasanya memakan waktu satu atau dua hari berikutnya.

Sebenarnya selisih waktu antara penyerahan barang dengan penyerahan uang

pada cara bayar kemudian tidak terlalu lama, namun masih juga menimbulkan risiko

seperti risiko tidak terbayar karena administrasi pedagang di lapangan yang tidak

terlalu bagus, ataupun timbulnya kesulitan bagi petani yang memerlukan uang sangat

mendesak untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan. Sehingga cara pembayaran

ini sebaiknya diubah menjadi cara pembayaran tunai.

Tabel 9. Distribusi responden petani menurut cara pembayaran yang diterima

Cara pembayaran Respon petani

(jiwa) (%)

Tunai 61 87,14

Bayar kemudian 7 10,00

Campuran 2 2,86

Jumlah 70 100,00

Sumber: Data diolah (2013)

5.3.2.4 Kerjasama yang Terjalin antar Petani dan Lembaga Pemasaran

Dilihat dari bentuk hubungan yang terjalin dengan pembeli, ada beberapa

petani sayur yang menjual produknya kepada pembeli yang relatif tetap, sehingga

terbentuk hubungan pelanggan, tetapi lebih banyak yang menjual produknya kepada

pembeli bebas. Dari 70 responden yang diambil, ada 48 orang yang menjual

produknya kepada pedagang pengumpul, 31 orang menjual produknya ke pada

pedagang besar dan satu orang menjual produknya ke supermarket. Bentuk hubungan

yang terjalin antara petani dengan pedagang pengumpul adalah pembeli bebas

sebanyak 37 atau 77,08% dan pembeli berlangganan sebanyak 11 orang atau sebesar

22,92 %. Bentuk hubungan antara petani dengan pedagang besar adalah pembeli

bebas sebanyak 23 orang atau 74,19% dan pembeli berlangganan sebanyak 8 orang

Page 14: BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum STA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3319/6/LAPPEN_Yuliawati, G...di atas tanah bengkok oleh H. Riswanto Sudiyono, selaku kepala

36

atau sebesar 25,81%. Data tentang pembeli dan bentuk hubungan yang terjalin antara

petani dengan pembeli selengkapnya dapat diikuti dalam tabel 10.

Tabel 10. Distribusi responden petani menurut hubungannya dengan pembeli

Jenis pembeli

menjawab

Bentuk hubungan

pembeli bebas Berlangganan

(jiwa) (%) (Jiwa) (%)

Pedagang pengumpul 48 37 77,08 11 22,92

Pedagang besar 31 23 74,19 8 25,81

Supermarket/hipermarket 1 1 100,00 0 0,00

Sumber: Data diolah (2013)

Pedagang pengumpul desa umumnya membeli sayuran di rumah, dan

kemudian menjualnya ke pedagang besar di STA. Pedagang pengumpul semacam ini

terdapat di STA Sewukan dan STA Jetis. Pedagang pengumpul yang aktif di STA

Ngablak umumnya membeli sayuran dari petani di rumah, dan kemudian menjualnya

kepada pedagang besar juga di rumahnya. Pedagang besar yang aktif di wilayah

penelitian berasal dari berbagai kota yang dekat maupun yang jauh seperti Semarang,

Solo, Kebumen, Jogja, Cirebon dan Jakarta. Untuk mencari produk, mereka

mengunjungi satu demi satu STA yang relatif berdekatan seperti Pasar Cepogo, STA

Jetis, STA Sewukan dan STA Ngablak, sampai mereka menganggap bahwa sayuran

yang mereka cari sudah diperoleh, untuk dijual lagi kepada pedagang pengecer di

kota tujuan.

5.3.2.5 Pelaksanaan Fungsi Pemasaran

Secara umum fungsi pemasaran sayuran dipilah menjadi tiga yaitu fungsi

transaksi, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi transaksi meliputi kegiatan

penjualan dan pembelian. Fungsi pembelian dilakukan oleh pedagang untuk

memperoleh barang dagangannya yang diperkirakan akan laku di daerahnya. Jumlah

dan jenis sayuran yang dibeli tidak direncanakan secara detil, tetapi lebih didasarkan

pada kebiasaan setiap harianya, apa yang ada di STA dan apa yang dibutuhkan di

Page 15: BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum STA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3319/6/LAPPEN_Yuliawati, G...di atas tanah bengkok oleh H. Riswanto Sudiyono, selaku kepala

37

daerah asalnya. Untuk mendapatkan barang yang dibeli, kadang-kadang pedagang

mendatangi lebih dari satu STA sampai diperoleh barang yang dicarinya.

Fungsi penjualan yang dilakukan oleh petani sayur memiliki beragam cara.

Sebagian petani menjual ke pedagang pengumpul setempat dengan membawa

sayurannya ke rumah pedagang pengumpul, bila jaraknya tidak terlalu jauh. Dengan

cara ini antar mereka dapat melakukan tawar menawar harga. Sebagian petani

lainnya yang juga menjual ke pedagang pengumpul hanya memberi tahukan bahwa

dia akan menjual sayuran dan meminta agar sayuran tersebut diambil di tempat

tertentu (dapat di lahannya ataupun di pinggir jalan yang akan dilalui pedagang

pengumpul tersebut ketika akan menjual sayuran ke STA). Dengan cara ini harga

sayuran akan ditentukan kemudian setelah pedagang pengumpul berhasil menjual

sayuran tersebut. Ada juga petani sayur yang menjual sayurannya ke pedagang

pengumpul setempat dengan mengantar sayurannya ke tempat penampungan yang

disediakan oleh pedagang, kemudian pedagang besar mengambil sayuran tersebut dan

menentukan harganya. Di hari berikutnya petani sayur baru mendapatkan bayaran

yang ditetapkan sepihak oleh pedagang besar. Banyak juga petani yang menjual

sayurannya ke pedagang besar yang berada di STA.

Fungsi fisik lebih tepatnya kegiatan pasca panen yang dilakukan petani sayur

meliputi: sortasi, grading, penyimpanan dan pengemasan. Petani yang melakukan

sortasi sebanyak 52 orang atau 75,71 %. Kegiatan ini dapat dilakukan di lahan, di

rumah ataupun di tempat penjualan produk (STA dan rumah pedagang pengumpul).

Kegiatan grading dilakukan oleh 15 petani atau sebanyak 21,43%. Grading dilakukan

secara sederhana oleh petani, berdasarakan kebiasaan yang standarnya sudah disetujui

oleh pedagang. Standarisasi resmi yang berlaku umum untuk perdagangan sayuran di

wilayah penelitian tidak ada. Kegiatan penyimpanan dilakukan oleh enam orang

petani atau 8,57%. Kegiatan penyimpanan ini tentunya tidak ditujukan untuk jangka

lama atau menanti harga baik, tetapi dilakukan sehari/dua hari karena petaninya

memang belum siap menjual. Penyimpanan dengan pendinginan yang menggunakan

peralatan modern dirasa belum perlu dilakukan untuk perdagangan sayuran antar

Page 16: BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum STA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3319/6/LAPPEN_Yuliawati, G...di atas tanah bengkok oleh H. Riswanto Sudiyono, selaku kepala

38

daerah, karena produknya memang segera laku terjual, dan biaya pendinginan juga

sangat mahal. Peralatan pendinginan modern yang disediakan di STA Jetis saat ini

menjadi mangkrak tidak terpakai, bahkan akhirnya difungsikan untuk menjadi

gudang pisang tanpa memanfaatkan pendinginan dengan alasan biaya listriknya

sangat tinggi. Kegiatan pengemasan dilakukan secara sederhana oleh petani, dengan

menata sayurannya ke dalam keranjang ataupun karung yang disediakan di STA

ataupun di rumah pedagang pengumpul. Data selengkapnya tentang distribusi

responden menurut kegiatan pasca panen yang dilakukan dapat diikuti dalam tabel

11.

Tabel 11. Distribusi responden menurut kegiatan pasca panen yang dilakukan

Uraian

respon petani

(jiwa) (%)

Sortasi 52 75,71

Grading 15 21,43

Penyimpanan tanpa pendingin 6 8,57

Penyimpanan dengan pendingin 0 0,00

Lainnya (pengemasan) 5 7,14

Sumber: Data diolah (2013)

Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh petani sayur hampir-hampir tidak ada.

Beberapa petani yang tempat tinggalnya tidak terlalu jauh dari STA mencoba mencari

informasi harga di STA (ngindik harga), untuk kemudian dia memutuskan apakah

akan menjual sayurannya ke STA terdekat atau ke tempat lain. Lain halnya dengan

pelaksanaan fungsi informasi yang dilakukan oleh pedagang besar. Mereka dapat

saling memberi dan menerima informasi yang diperlukan antar teman terdekatnya

tentang berbagai hal seperti harga produk, ketersediaan produk, kualitas dan jenis-

jenis produk yang diperdagangkan di pasar eceran ataupun STA-STA lain yang

belum dikunjungi.

Page 17: BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum STA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3319/6/LAPPEN_Yuliawati, G...di atas tanah bengkok oleh H. Riswanto Sudiyono, selaku kepala

39

5.3.3 Kinerja (Performance)

5.3.3.1 Marjin Pemasaran

Bagi pedagang, harga beli sayuran dagangannya lebih tertuju pada kemudahan

untuk memperoleh barang dagangan. Makin tinggi harga beli yang dibayarkan akan

makin mudah dia memperoleh barang dagangan. Sedangkan harga jual lebih tertuju

pada kesulitan untuk menjual barang dagangannya. Makin tinggi harga jual yang

diterima, makin sulit dia menjual barang dagangannya. Dalam kaitannya dengan

keuntungan pedagang, lebih ditentukan oleh margin pemasaran, yakni selisih harga

beli dengan harga jual, serta biaya pemasaran.

Data lapangan menunjukkan bahwa margin pemasaran untuk komoditas

dominan dalam nilai nominal tertinggi mencapai Rp 1000,00/kg yang terjadi pada

sayuran tomat dan cabe dan terendah sebesar Rp 250,00/kg yang terjadi pada sayuran

buncis. Nilai margin dalam persentase, yang tertinggi sebesar 33,33% yang terjadi

pada sayuran tomat dan terendah sebesar 5,88% yang terjadi pada sayuran cabe. Data

selengkapnya dapat diikuti dalam tabel 12.

Tabel 12. Rerata margin pemasaran komoditas dominan yang dipasarkan pedagang

Jenis komoditas Rerata harga beli

Rerata harga

jual Rerata margin

(Rp) (Rp) (Rp) (%)

Buncis 1.750,00 2.000,00 250,00 14,29

Cabe 17.000,00 18.000,00 1.000,00 5,88

Kubis 1.228,00 1.585,00 357,00 29,07

Tomat 3.000,00 4.000,00 1.000,00 33,33

Sumber: Data diolah (2013)

5.3.3.2 Keuntungan Lembaga Pemasaran

Biaya pemasaran sayuran antara lain dipakai untuk kegiatan: pengangkutan,

penimbangan, sortasi, pengemasan, dan bongkar/muat. Untuk kegiatan penimbangan,

sortasi, pengemasan dan bongkar muat besarnya biaya relatif sama, sedang untuk

kegiatan transportasi, besarannya tergantung pada jarak tempuh dari daerah produsen

Page 18: BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum STA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3319/6/LAPPEN_Yuliawati, G...di atas tanah bengkok oleh H. Riswanto Sudiyono, selaku kepala

40

(petani sayur) sampai (STA) dan dari STA ke tempat konsumen akhir. Semakin jauh

jarak tempuh, akan semakin tinggi biaya tranportasinya dan menyebabkan biaya

pemasaran secara keseluruhan semakin besar. Dan seperti telah diuraikan ada dua

jenis sayuran yang diperdagangkan di STA yang diteliti didatangkan dari luar daerah

yakni kobis dan kentang, yang didatangkan dari Dieng. Kedua jenis sayuran tersebut

bersama dengan sayuran lainnya akan dibawa ke tempat konsumen akhir seperti:

Semarang, Kebumen, Solo, Salatiga, Joga, Cirebon dan Jakarta. Dengan demikian

biaya pemasaran akan bervariasi antar komoditas. Biaya tertinggi terjadi pada sayuran

cabe yang mencapai Rp 750/kg dan yang terendah terjadi pada sayuran buncis

sebesar Rp 100/kg.

Dari kegiatannya pedagang akan memperoleh keuntungan, yang merupakan

selisih margin dengan biaya pemasaran. Dalam tabel 13, dari segi nominal

keuntungan tertinggi terjadi pada sayuran tomat yang mencapai Rp 500/kg dan yang

terendah terjadi pada sayuran buncis sebesar Rp 150/kg, sedang dari segi persentase

biaya, keuntungan tertinggi terjadi untuk sayuran buncis sebesar 150% dan terendah

pada sayuran cabe sebesar 33,33%

Tabel 13. Rerata keuntungan pedagang dari komoditas dominan yang ditangani

Jenis Komoditas

Rerata margin Rerata biaya Rerata keuntungan pedagang

(Rp) (Rp) (Rp) (%)

Buncis 250,00 100,00 150,00 150,00

Cabe 1.000,00 750,00 250,00 33,33

Kubis 357,00 178,00 179,00 100,56

Tomat 1,000,00 500,00 500,00 100,00

Sumber: Data diolah (2013)

5.3.3.3 Bagian yang Diterima oleh Petani (Farmer Share)

Produk sayuran mempunyai tiga sifat yang akan mempengaruhi besarnya

farmer share yaitu bersifat memakan tempat (bulky), kualitasnya cepat menurun

(perishable) dan musiman. Sifat bulky mempengaruhi besaran biaya penanganan

Page 19: BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum STA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3319/6/LAPPEN_Yuliawati, G...di atas tanah bengkok oleh H. Riswanto Sudiyono, selaku kepala

41

fisik, penurunan kualitas mempengaruhi tingkat kerusakan dan sifat musiman

mempengaruhi biaya penyimpanan. Ketiga sifat tersebut untuk produk sayuran yang

diperdagangkan di STA relatif sama, sehingga bagian yang diterima petani juga

relatif sama.

Dalam tabel 14 terlihat bahwa dari empat komoditas dominan yang

diperdagangkan, bagian yang diterima petani tertinggi terjadi pada sayuran cabe

sebesar 94,44% dan terendah terjadi pada sayuran tomat sebesar 75%.

Tabel 14. Rerata bagian yang diterima petani

Jenis komoditas Rerata harga

beli (Rp)

Rerata harga

jual (Rp)

Bagian yang

diterima petani (%)

Buncis 1.750,00 2.000,00 87,50

Cabe 17.000,00 18.000,00 94,44

Kubis 1.228,00 1.585,00 77,48

Tomat 3.000,00 4.000,00 75,00

Sumber: Data diolah (2013)

5.4 Rumusan Model Awal dan Pedoman Pengembangan STA

Model pengembangan STA disusun dengan tujuan untuk memperbaiki sistem

pemasaran yang selama ini dihadapi dalam pemasaran komoditas pertanian, yaitu

panjangnya rantai dan banyaknya kelembagaan pemasaran (pedagang pengumpul,

pedagang perantara, pengecer) yang harus dilalui mulai dari titik transaksi di tingkat

petani (sentra produksi) sampai ke konsumen akhir (sentra konsumen) seperti

digambarkan berikut:

Page 20: BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum STA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3319/6/LAPPEN_Yuliawati, G...di atas tanah bengkok oleh H. Riswanto Sudiyono, selaku kepala

42

Gambar 11. Rantai Pemasaran Komoditas Pertanian

STA dikembangkan dengan maksud untuk meningkatkan pendapatan petani

dengan memotong atau memperpendek rantai pemasaran, sehingga tercapai suatu

efisiensi pemasaran dan sebaran marjin yang lebih baik, seperti pada gambar berikut:

Gambar 12. Sistem Pemasaran STA/TA

Page 21: BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum STA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3319/6/LAPPEN_Yuliawati, G...di atas tanah bengkok oleh H. Riswanto Sudiyono, selaku kepala

43

Dengan adanya STA, petani memiliki alternatif untuk menjual hasil

produksinya, bisa dijual langsung seperti sistem lama yaitu ke pedagang

pengumpul/perantara di sentra produksi (desa, kecamatan) atau langsung dijual ke

STA/TA.

Dari hasil penelitian, petani sayur yang jumlahnya cukup banyak, sebagian

lebih memilih untuk menjual langsung ke pedagang besar di STA dan sebagian lebih

memilih menjual hasil usahataninya kepada pedagang pengumpul desa, pedagang

pengumpul desa ini kemudian menjual ke pedagang besar di STA, sehingga peran

pedagang di STA masih dominan, yang menyebabkan struktur pasar persaingan

sempurna masih sulit untuk diwujudkan. Untuk itu diperlukan mekanisme pemasaran

dengan pilahan peran seperti digambarkan berikut:

Gambar 13. Mekanime Pengembangan STA/TA

Pengembangan STA/TA merupakan serangkaian proses yang terdiri dari

beberapa tahap seperti berikut:

Page 22: BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum STA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3319/6/LAPPEN_Yuliawati, G...di atas tanah bengkok oleh H. Riswanto Sudiyono, selaku kepala

44

Gambar 14. Tahapan Pengembangan STA/TA

Dasar Pemikiran:

Pembangunan dan pengembangan STA sebagai institusi pelayanan pemasaran

diperlukan bagi pengembangan agribisnis, pembangunan sistem dan usaha-usaha

berbasiskan agribisnis di setiap wilayah, karena itu upaya pembangunan dan

pengembangan perlu terus dilakukan

Model STA dapat bervariasi berdasarkan karakteristik dan jenis komoditi, kondisi

pelaku agribisnis, pola pengembangan agribisnis, pemilik dan pengelola STA

Pengertian Sub Terminal Agribisnis (STA):

adalah “suatu kompleks bangunan pelayanan pemasaran di sentra produksi yang

dikelola oleh suatu badan usaha”

Fungsi STA:

1. Tempat transaksi yang aman dan nyaman serta higienis bagi hasil-hasil pertanian,

baik transaksi fisik (lelang, langganan, spot, gadai) maupun non fisik (kontrak,

pesanan, future market, virtual market);

•Studi Kelayakan

•Perancangan Awal terhadap STA-TA pada Lokasi tertentu

TAHAP 1

•Penyusunan Business Plan

•Perancangan rinci terhadap sistem distribusi, sarana fisik dan sistem operasi/ manajemen

•Sosialisasi

•Promosi

•Evaluasi

TAHAP 2

•Konstruksi (Sistem STA-TA, di wilayah produksi, di pasar)

•Promosi

•Evaluasi

TAHAP 3

•Operasi

TAHAP 4

Output: Rekomendasi Konseptual

Output: Infrastruktur Fisik Kelembagaan STA dan TA

Page 23: BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum STA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3319/6/LAPPEN_Yuliawati, G...di atas tanah bengkok oleh H. Riswanto Sudiyono, selaku kepala

45

2. Pembinaan mutu, pelayanan informasi, penyediaan sarana produksi, tempat

promosi

Manfaat:

1. Meningkatkan pendapatan petani produsen, pedagang dan pengolah melalui

perolehan nilai tambah dari kegiatan grading, sortasi, pengemasan, pengolahan,

perbaikan distribusi, pelayanan pemasaran hasil agribisnis dan efisiensi

perolehan sarana produksi.

2. Memperlancar kegiatan dan meningkatkan efisiensi pemasaran komoditas

agribisnis.

3. Mempermudah pembinaan mutu hasil agribisnis

4. Mengubah pola pikir petani ke arah pola pikir agribisnis

5. Meningkatkan keunggulan bersaing produk hasil-hasil agribisnis

6. Meningkatkan pendapatan asli daerah

Tujuan

1. Meningkatkan efisiensi pasar

2. Memperkuat posisi tawar petani

3. Sumber informasi pasar

4. Meningkatkan nilai tambah produk

5. Menambah segmentasi pasar

6. Meningkatkan mutu dan sanitasi pasar

7. Pembinaan pelaku pasar

8. Pengendali pasokan

Peranan:

1. Pembentukan harga

2. Distribusi

3. Penyelesaian transaksi

4. Sumber informasi

5. Peranan lainnya (sertifikasi, penyimpanan, karantina, dsb)

Page 24: BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum STA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3319/6/LAPPEN_Yuliawati, G...di atas tanah bengkok oleh H. Riswanto Sudiyono, selaku kepala

46

Sarana dan Prasarana

1. Transaksi hasil-hasil pertanian:

Tempat transaksi sesuai cara transaksinya

Timbangan, keranjang, boks dan sarana lainnya

Ruang administrasi dan keuangan (kasir)

Tempat bongkar muat

2. Distribusi

Sarana transportasi, gudang, cool room, cool storage, keranjang, boks

3. Komunikasi/informasi

Telepon/fax, komputer, operator, internet

4. Promosi:

Ruang promosi, display, tempat peragaan contoh produk

5. Peningkatan dan jaminan mutu

Sanitasi, air bersih

Tempat dan sarana sortasi, grading dan pengemasan

Pembinaan dan pengujian mutu produk

6. Sarana pendukung lainnya:

Penyediaan sarana produksi

Rumah makan/kios

Penginapan/tempat istirahat

Kebersihan lingkungan

Lembaga keuangan

Program Pengembangan:

1. Penyediaan Lahan – Kebijakan penyediaan lahan untuk pendirian dan

infrastruktur STA disesuaikan dengan kebutuhan jangka panjang dan merupakan

tanggung jawan Kementerian Pertanian, Pemerintah Provinsi, Pemerintah

Daerah/Kota

2. Tata Ruang, operasional dan pengelolaan

Page 25: BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum STA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/3319/6/LAPPEN_Yuliawati, G...di atas tanah bengkok oleh H. Riswanto Sudiyono, selaku kepala

47

Lahan: 30% bangunan fisik, 20% ruang terbuka dan 50% prasarana lainnya

Tidak boleh lebih 20% di luar penjualan hasil pertanian

Tidak ada hak kepemilikan

Bila selama 3 bulan tidak ada kegiatan, hak sewa diserahkan ke

petani/pedagang lainnya

Pemilik dan pengelola tidak mengutamakan komersialisasi