BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Data 25760-Evaluasi... · mengukur metrik-metrik pada SCOR yang...
Transcript of BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Data 25760-Evaluasi... · mengukur metrik-metrik pada SCOR yang...
Universitas Indonesia
BAB 4
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Data
Obyek penelitian dalam tulisan ini adalah produk-produk PT. XYZ yang
termasuk dalam tipe vessel (bak untuk truk) hasil dari pabriknya yang berlokasi di
Cakung, Jakarta Utara. Produk-produk tipe vessel terdiri dari 5 (lima) varian
produk, yaitu dump vessel 15 standard, tipper vessel 22, dump vessel 17 kdn,
dump vessel 17 telescopic dan dump vessel telescopic crp. Produk tipe vessel
merupakan salah satu dari beberapa tipe dalam kategori produk semi massal
(semi-mass product) dan juga merupakan produk rancangan sendiri (own design)
yang dihasilkan oleh PT. XYZ. Produk vessel ini berbentuk bak-bak tertutup dan
terbuka untuk dipasangkan di truk-truk (unit) milik konsumen. Salah satu bentuk
dari vessel dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Tipper Vessel
Sumber : Company Profile PT. XYZ
48
Evaluasi supply..., Juliana Rouli, FE UI, 2008
Universitas Indonesia
49
Beberapa alasan dipilihnya vessel sebagai obyek penelitian pada tulisan ini
adalah :
1. Permintaan akan produk ini selalu ada sehingga setiap bulan dan cenderung
mengalami peningkatan. Namun, perusahaan belum mampu memenuhinya
secara optimal sehingga jumlah yang akan diproduksi per bulan seringkali
lebih tinggi dari jumlah aktual yang diproduksi.
2. Perubahan yang terjadi dalam produk ini tergolong dalam kategori
perubahan kecil (minor), sehingga kondisi rantai pasok dan kompleksitas
dalam pemenuhan permintaan vessel relatif sama. Perubahan kecil yang
dimaksud adalah perubahan untuk membuat bak menjadi lebih ringan
namun dengan daya angkut yang sama. Hal ini dilakukan karena adanya
peraturan dari Dinas Jalan Raya mengenai berat maksimum yang diijinkan
untuk melalui jalan raya.
3. Kecenderungan peningkatan permintaan vessel yang cukup signifikan
karena dipengaruhi oleh pesatnya pertumbuhan industri tambang di
Indonesia.
Sebuah perusahaan pada umumnya memiliki sejumlah rantai pasok untuk
masing-masing unit produk atau kelompok produk yang dihasilkan di semua
fasilitas atau lokasi produksi yang ada. Penentuan rantai pasok berdasarkan
produk apa dan di lokasi mana produk dibuat, merupakan langkah awal sebelum
mengaplikasikan SCOR Model untuk mengevaluasi kinerja rantai pasok. Seperti
disebutkan sebelumnya, rantai pasok yang akan diteliti adalah rantai pasok untuk
produk vessel yang dibuat di Cakung. Pada Tabel 4.1 terlihat posisi produk vessel
yang dipilih diantara produk-produk yang dihasilkan oleh kedua pabrik milik PT.
XYZ.
Evaluasi supply..., Juliana Rouli, FE UI, 2008
Universitas Indonesia
50
Tabel 4.1 Supply Chain Definition Matrix PT. XYZ
Geography – Plant Location Supply Chain Definition Matrix Cakung Cikarang Frame Export Headguard Export Kompo KI Kompo GE Auction GE Attachment Others & end User Forklift Forklift GSE & Tower Light Vessel X Lube Service & Cargo Truck
PRO
DU
CT
Tank Sumber : Dokumen Produksi 2007 PT. XYZ
Sebagai gambaran umum proses pemesanan produk vessel dari konsumen
akhir sampai pemenuhan pesanan oleh PT. XYZ dapat dilihat pada tahap-tahap
berikut ini :
1. Konsumen akhir memesan truk dan bak ke PT. ABC
2. PT. ABC memesan truk ke produsen truk di Jepang dan bak (vessel) ke
PT. XYZ
3. PT. XYZ memproduksi bak yang dipesan tersebut
4. PT. ABC mengirim truk tanpa bak ke PT. XYZ
5. PT. XYZ merakit (assembly) bak tersebut ke truk yang dikirim oleh PT.
ABC
6. PT. XYZ mengirim truk lengkap dengan bak ke PT. ABC
7. PT. ABC mengirim truk tersebut ke konsumen akhir.
4.2 Analisis Dengan SCOR Model Versi 8.0
Untuk menganalisis dan mengevaluasi kinerja rantai pasok dari produk vessel
di PT. XYZ, digunakan SCOR Model Versi 8.0. Analisis akan dilakukan melalui
beberapa tahapan atau level yang saling terkait satu sama lain. Berikut ini adalah
analisis untuk masing-masing level
Evaluasi supply..., Juliana Rouli, FE UI, 2008
Universitas Indonesia
51
a. Level 1
Supply Chain Council dalam Bolsstorf (2003, 41-43) menjelaskan bahwa
analisis level 1 dimulai dengan mendefinisikan tujuan bisnis (business objectives)
perusahaan. Hal ini dilakukan agar evaluasi kinerja rantai pasok yang akan
dilakukan sejalan dengan strategi korporasi dan fokus pada tujuan utama yang
ingin dicapai oleh bisnis ini. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bagian
Production Control PT. XYZ, disebutkan bahwa tujuan bisnis PT. XYZ
didefinisikan sebagai berikut :
1. Memberikan tingkat layanan (service level) terbaik
2. Meningkatkan keuntungan perusahaan
Tujuan pertama dapat dicapai dengan meningkatkan nilai dari tiga indikator di
bawah ini :
a. Delivery performance
b. Responsiveness to customer demand
c. Flexibility to demand changes
Tujuan kedua dapat dicapai dengan menurunkan nilai dari dua indikator di
bawah ini :
a. Supply Chain Cost (Plan, Source, Make, Deliver, Return)
b. Cash-to-Cash Cycle Time
Setelah mengetahui tujuan bisnis di atas, langkah selanjutnya adalah
mengukur metrik-metrik pada SCOR yang bersesuaian dengn tujuan bisnis
tersebut. Metrik-metrik yang diberikan oleh SCOR dapat dilihat pada kolom
actual data Tabel 4.2. Untuk tujuan bisnis yang pertama data yang tersedia adalah
untuk metrik perfect order fulfillment (POF) dan order fulfillment cycle time
(OFCT). Sementara untuk tujuan kedua, data yang tersedia adalah untuk metrik
cost of goods sold (COGS) dan cash-to-cash cycle time (C2C).
Setelah memperoleh data aktual berdasarkan keempat metrik tersebut, langkah
berikutnya adalah menentukan posisi data aktual dan menetapkan kinerja target
(target performance) untuk masing-masing metrik berdasarkan data benchmark.
Data benchmark diperoleh dari Global Supply Chain Benchmark tahun 2007
untuk industrial equipment yang dikeluarkan oleh Supply Chain Council, sebuah
lembaga non-profit yang independen di Amerika Serikat. Global Supply Chain
Evaluasi supply..., Juliana Rouli, FE UI, 2008
Universitas Indonesia
52
Benchmark 2007 merupakan hasil kerjasama antara Supply Chain Council dan
APQC (American Productivity and Quality Center), sebuah lembaga non-profit
yang bergerak dalam bidang riset mengenai benchmarking untuk perusahaan-
perusahaan dalam industri tertentu. Data benchmark ini digunakan untuk
menentukan kinerja target, memberikan gambaran mengenai besarnya gap antara
kinerja perusahaan (performance gap) dengan kinerja perusahaan yang menjadi
acuan (target) dalam data benchmark dan tren kinerja dari tahun ke tahun serta
membantu dalam mengarahkan pengembangan rantai pasok (www.supply-
chain.org & www.apqc.org, 2008).
Data benchmark terdiri dari 3 kategori, yaitu superior, advantage dan parity.
Data pada kategori superior diperoleh dari rata-rata nilai dari 10% perusahaan-
perusahaan dengan nilai terbaik untuk masing-masing metrik (persentil 90). Data
pada kategori parity diperoleh dari rata-rata nilai perusahaan pada posisi median
(rata-rata nilai tengah). Sedangkan data pada kategori advantage merupakan rata-
rata nilai tengah antara kategori superior dan parity Konsep ini diberikan oleh
Supply Chain Council dalam Bolsstorf (2003, 55).
Apabila data aktual dari suatu metrik berada di posisi superior, artinya kinerja
perusahaan berdasarkan metrik tersebut sudah dalam posisi terbaik sehingga tidak
perlu lagi dilakukan analisis pada level 2. Namun, bila data aktual berada di posisi
advantage, parity atau di bawah parity, maka harus dilakukan analisis lebih rinci
pada level-level selanjutnya.
Dalam menetapkan kinerja target untuk setiap metrik, Supply Chain Council
menjelaskan ketentuan penetapan tersebut dalam Bolsstorf (2003, 68). Kinerja
target pada kategori superior ditetapkan hanya untuk satu atribut yang menjadi
fokus perusahaan atau metrik-metrik yang mewakili tujuan bisnis yang utama.
Demikian juga dengan kinerja target pada kategori advantage hanya dapat
diberikan pada satu atribut yang menjadi fokus berikutnya. Sedangkan, kinerja
target kategori parity ditetapkan untuk dua atribut lainnya.
Tabel 4.2 di bawah ini berisi data aktual dan benchmark dari industri sejenis
secara global yang terdiri dari tiga kategori untuk mengetahui posisi kinerja PT.
XYZ dan menetapkan kinerja target yang ingin dicapai.
Evaluasi supply..., Juliana Rouli, FE UI, 2008
Universitas Indonesia
53
Tabel 4.2 Metrik SCOR Model Level 1 Untuk Menetapkan Kinerja Target
Performance
Attribute
Level 1 Metric Actual data (a) Superior (b) Advantage (c) Parity (d)
Supply Chain
Reliability
Perfect Order
Fulfillment (POF)
86,89 % 92,3% 89,6% 87,7%
Supply Chain
Responsiveness
Order Fulfillment
Cycle Time (OFCT)
60 hari 22 hari 38 hari 43 hari
Upside Supply
Chain Flexibility
X N/A N/A N/A
Upside Supply
Chain Adaptability
X N/A N/A N/A
Supply Chain
Flexibility
Downside Supply
Chain Adaptability
X N/A N/A N/A
Supply Chain
Management Cost
X N/A N/A N/A Supply Chain
Costs
Cost of Goods Sold
(COGS)
81% 63% 72% 81%
Cash-to-Cash Cycle
Time (C2C)
90 hari 53 hari 64 hari 81 hari Supply Chain Asset
Management
Return on Supply
Chain Fixed Assets
X N/A N/A N/A
Keterangan : N/A = not available (tidak tersedia) Sumber : 1. (a) Data Produksi Tahun 2007 PT. XYZ
2. (b), (c), (d) Global Supply Chain Council Benchmark 2007
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa untuk tujuan bisnis memberikan
tingkat layanan terbaik, metrik POF dan OFCT pada data aktual PT. XYZ berada
di bawah parity. PT. XYZ. harus menetapkan kinerja target untuk POF dan OFCT
pada posisi superior karena keduanya sejalan dengan tujuan bisnis yang utama
yaitu memberikan tingkat layanan terbaik.
Metrik untuk tujuan bisnis kedua, meningkatkan keuntungan perusahaan, yaitu
C2C pada data aktual PT. XYZ juga berada di bawah parity. Sementara data
aktual COGS tidak dapat diperoleh dalam satu angka yang pasti karena data
bersifat rahasia. Namun nilai COGS dapat diperkirakan melalui besarnya
persentase cost reduction yang ditargetkan oleh perusahaan. Persentase ini
Evaluasi supply..., Juliana Rouli, FE UI, 2008
Universitas Indonesia
54
menunjukkan besarnya perbaikan COGS jika saat ini diasumsikan COGS berada
pada posisi parity. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bagian Production
Control, besarnya cost reduction yang ingin dicapai oleh PT. XYZ adalah sekitar
20%. Dengan asumsi saat ini berada pada posisi parity dan mengacu pada Tabel
4.2 terlihat bahwa target COGS yang ingin dicapai berada pada posisi superior.
Namun dalam SCOR Model tidak disarankan terdapat lebih dari satu tujuan bisnis
dengan kinerja target pada posisi superior. Lingkup proyek pengembangan rantai
pasok yang kompleks, menghendaki adanya pembatasan kinerja target pada posisi
superior agar usaha perbaikan yang dilakukan fokus hanya pada satu tujuan bisnis
saja. Oleh karena itu kinerja target untuk COGS ditetapkan pada posisi advantage.
Terakhir, kinerja target untuk C2C yaitu pada posisi parity. Hal ini juga
disebabkan aturan dalam SCOR yang tidak memungkinkan lebih dari satu target
pada posisi advantage.
Setelah menetapkan kinerja target, langkah selanjutnya adalah melakukan gap
analysis yang bertujuan untuk menghitung besarnya perbedaan antara kondisi
aktual dengan yang ditargetkan. Kemudian besarnya perbedaan tersebut akan
diterjemahkan dalam besarnya peningkatan pendapatan apabila kinerja
ditingkatkan sampai mencapai target (Supply Chain Council dalam Bolsstorf,
2003, 78).
Besarnya perbedaan berdasarkan gap analysis tersebut disajikan dalam Tabel
4.3. Kolom opportunity diisi dengan besarnya peningkatan pendapatan bila kinerja
untuk metrik-metrik tersebut ditingkatkan sampai pada posisi yang ditargetkan.
Untuk menghitungnya opportunity dari POF diperlukan data nilai total
pendapatan dalam setahun (total revenue) dan persentase laba kotor (gross profit)
yang dihasilkan oleh produk vessel (Supply Chain Council dalam Bolsstorf, 2003,
78-79). Namun karena data keuangan bersifat rahasia, maka besarnya opportunity
akan dihitung dengan menggunakan beberapa angka pendekatan. Pertama, laba
kotor PT. XYZ diasumsikan sebesar laba kotor induk perusahaannya, yaitu PT.
ABC. Berdasarkan Laporan Tahunan PT. ABC per 31 Desember 2007 (Lampiran
1), diketahui besarnya laba kotor sebesar 18%. Kedua, total pendapatan dihitung
berdasarkan total produksi vessel selama tahun 2007 dan nilai tengah dari range
harga yang diberikan oleh Bagian Production Control.
Evaluasi supply..., Juliana Rouli, FE UI, 2008
Universitas Indonesia
55
Tabel 4.3 Gap analysis antara data aktual dengan kinerja target
Performance Attribute Level 1 Metric Actual
Data Superior Advantage Parity Requirements Gap Opportunity
Supply Chain Reliability
Perfect Order Fulfillment (POF)
86,89 % 92,3% 89,6% 87,7% -5,41% $ 42.175 *)
Supply Chain Responsiveness
Order Fulfillment Cycle Time (OFCT)
60 hari 22 hari 38 hari 43 hari -38 hari Meningkatkan kehandalan pasokan/
pengiriman
Upside Supply Chain Flexibility
X N/A N/A N/A N/A N/A
Upside Supply Chain Adaptability
X N/A N/A N/A N/A N/A
Supply Chain Flexibility
Downside Supply Chain Adaptability
X N/A N/A N/A N/A N/A
Supply Chain Management Cost
X N/A N/A N/A N/A N/A Supply Chain Costs
Cost of Goods Sold (COGS)
81% 63% 72% 81% -9% $ 70.162 **)
Cash-to-Cash Cycle Time (C2C)
90 hari 53 hari 64 hari 81 hari -9 hari Mengurangi beban bunga
dan opportunity
cost
Supply Chain Asset Management
Return on Supply Chain Fixed Assets
X N/A N/A N/A N/A N/A
Keterangan : N/A = not available (tidak tersedia) *) Lihat Tabel 4.4
**) Lihat Tabel 4.5
Terdapat beberapa metode dalam SCOR Model yang dapat digunakan untuk
menghitung besarnya opportunity untuk POF. Salah satu metode yang digunakan
dalam penulisan ini adalah the lost opportunity measure (Supply Chain Council
dalam Bolsstorf, 2003, 78-79). Dengan metode ini dapat diketahui besarnya
kesempatan yang hilang untuk memperoleh pendapatan tertentu dengan kinerja
POF saat ini. Artinya, bila PT. XYZ dapat memperbaiki kinerjanya maka akan
mengalami peningkatan pendapatan.
Cara menghitung opportunity untuk metrik POF dan COGS dijelaskan dalam
Tabel 4.4 – 45.
Evaluasi supply..., Juliana Rouli, FE UI, 2008
Universitas Indonesia
56
Tabel 4.4 Tabel Perhitungan Opportunity Untuk POF dengan The Lost Opportunity Measure
Keterangan Hasil Perhitungan Total pendapatan $ 4.331.000 POF aktual 86,89% POF target (superior) 92,30% Total pendapatan x ((100-POF aktual)/100) (a) $ 4.331.000 x ((100-86,89)/100) = $ 567.794 Total pendapatan x ((100-POF target)/100) (b) $ 4.331.000 x ((100-92,30)/100) = $ 333.487 Selisih (a) dan (b) $ 234.307 Laba kotor (%) 18% Laba kotor x selisih (opportunity) 18% x Rp 234.307 = $ 42.175 Sumber : Wawancara dengan Bagian Production Control dan Ahli dalam implementasi
SCOR Model
Untuk metrik OCFT, besarnya opportunity apabila mencapai target sejalan
dengan opportunity yang berasal dari POF. Apabila OFCT makin rendah, artinya
waktu tunggu makin pendek, maka otomatis akan membuat nilai POF semakin
tinggi dan berdampak pada peningkatan pendapatan (Supply Chain Council
dalam Bolsstorf, 2003, 79).
Opportunity untuk metrik COGS diperoleh dengan menghitung besarnya
penurunan COGS bila target tercapai. Penurunan tersebut secara langsung
menandakan peningkatan dalam laba kotor atau laba operasi (operating profit)
seperti terlihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Tabel Perhitungan Opportunity Untuk COGS
Keterangan Hasil Perhitungan Total pendapatan $ 4.331.000 COGS aktual 81% COGS target (advantage) 72% Total pendapatan x COGS aktual (a) $ 4.331.000 x 81% = $ 3.508.110 Total pendapatan x COGS target (b) $ 4.331.000 x 72% = $ 3.118.320 Selisih (a) dan (b) $ 389.790 Laba kotor (%) 18% Laba kotor x selisih (opportunity) 18% x Rp 389.790 = $ 70.162
Sumber : Wawancara dengan Bagian Production Control dan Ahli dalam implementasi SCOR Model
Terakhir, untuk menghitung besarnya opportunity dari C2C memerlukan data
besarnya biaya bunga per hari yang harus dikeluarkan. Namun data ini tidak
tersedia karena perusahaan tidak berkenan memberikannya, maka besarnya
opportunity tidak dapat ditentukan.
Evaluasi supply..., Juliana Rouli, FE UI, 2008
Universitas Indonesia
57
Selanjutnya adalah memetakan rantai pasok untuk produk vessel seperti pada
Gambar 4.2. Pemetaan ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat gambaran
secara jelas, terstruktur dan menyeluruh mengenai aliran material yang terdapat
dalam rantai pasok perusahaan mulai dari pemasok sampai konsumen akhir.
Dengan demikian dapat terlihat jelas karakteristik rantai pasok perusahaan, serta
siapa saja yang terlibat di dalamnya.
Gambar 4.2 Pemetaan Level 1 SCOR Model Rantai Pasok Produk Vessel
Sumber : Wawancara dengan Bagian Production Control PT. XYZ
b. Level 2
Pada pemetaan level 2 ini akan ditampilkan gambaran rinci dari proses-proses
yang ada dalam rantai pasok perusahaan, mulai dari proses yang berkaitan dengan
pemasok, aktivitas produksi dan distribusi sampai produk diterima oleh
konsumen. Gambar 4.3 menampilkan aktivitas-aktivitas yang telah dilakukan
untuk kelima proses plan, source, make, deliver dan return di PT. XYZ.
Terdapat dua jenis pemetaan yang akan dilakukan yaitu pemetaan secara
geografis (geographic map) dan pemetaan diagram (thread diagram). Keduanya
untuk memperlihatkan aliran material dan informasi dari pemasok sampai
konsumen. Gambar kedua diagram ini dapat dilihat pada Gambar 4.4 dan 4.5.
Selain untuk memperlihatkan aliran material dan informasi, pemetaan ini juga
digunakan untuk menganalisis aktivitas yang tidak terhubung dengan baik
(disconnect analysis) sehingga kinerja rantai pasok kurang baik.
Setelah melakukan pemetaan secara geografis dan diagram, tahap selanjutnya
adalah menentukan pada proses mana yang menyebabkan POF (Perfect Order
Fulfillment) dan OFCT (Order Fulfillment Cycle Time) dari PT. XYZ kurang
baik. Metrik COGS dan C2C tidak diukur karena dengan menganalisis metrik
POF dan OFCT maka secara langsung akan berdampak terhadap perbaikan COGS
Part’s Suppliers
Warehouse Production Mktg. Adm. Dept. PT. ABC.
PT. XYZ
End customers
Evaluasi supply..., Juliana Rouli, FE UI, 2008
Universitas Indonesia
58
dan C2C. Ketika menghitung POF terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi, yaitu
ketepatan waktu (on time), ketepatan kuantitas (in full) dan kelengkapan dokumen
pendukung serta kondisi barang (perfect condition). Apabila terdapat satu syarat
yang tidak dipenuhi maka pesanan dari konsumen dapat dikatakan tidak dilayani
dengan baik atau sempurna oleh PT. XYZ. Berdasarkan data produksi tahun 2007
(Lampiran 2) diketahui penyebab ketidaksempurnaan dalam pemenuhan pesanan
disebabkan oleh pengiriman barang yang tidak tepat waktu (not in time).
Untuk itu akan ditelusuri secara bertahap mulai dari hilir ke hulu yaitu mulai
dari proses delivery, make dan source yang menyebabkan pemenuhan pesanan
tersebut tidak tepat waktu. Pada proses delivery, nilai POF hampir mencapai
100% (Tabel 4.6) artinya tidak terdapat masalah dalam proses ini. Hal ini
dikarenakan posisi PT. XYZ dan PT. ABC yang berada dalam satu areal yang
sama sehingga hampir bisa dipastikan pesanan dapat langsung diterima pada saat
produk tersebut selesai dikerjakan oleh PT. XYZ. Nilai OFCT kurang dari 1 hari
semakin memperkuat bahwa tidak ada masalah dalam proses delivery.
Evaluasi supply..., Juliana Rouli, FE UI, 2008
Universitas Indonesia
59
Gambar 4.3 Pemetaan Level 2 Rantai Pasok Produk Vessel
Sumber : Wawancara dengan Bagian Production Control PT. XYZ
SUPP
LIER
S
P2 – Plan Source : • Perencanaan
material handling • Vendor planning
P3 – Plan Make : • Perencanaan SDM • Perencanaan proses • Material Production
Scehdule (MPS) • Perencanaan tools &
facility
P4 – Plan Deliver : • Perencanaan
pengiriman • Perencanaan
standar kualitas
S-2 Source-to-order : • Procurement • Service contract • Pengiriman material
M3-Make-to-order : • Material placement • Fabrikasi • Perakitan
(assembly)
D-3 Deliver-to-order : • Persiapan dokumen • Penerbitan invoice • Pengiriman • Finished good report
CU
STO
MER
P1 – Plan Supply Chain • Mengidentifikasi, membuat prioritas dan menghitung aggregate kebutuhan rantai pasok
DR1-Return defective product : • Claim/ complaint report • Pengecekan produk yang rusak • Perbaikan produk yang rusak
Enable : Plan Source Make Deliver Return 1. Membuat dan mengelola aturan main tiap proses 2. Melakukan penilaian kinerja tiap proses 3. Pengelolaan data 4. Pengelolaan persediaan 5. Mendefinisikan elemen proses
Evaluasi supply..., Juliana Rouli, FE UI, 2008
Universitas Indonesia
60
Gambar 4.4 Geographic Map Untuk Produk Vessel (As-Is Process)
Sumber : Wawancara dengan Bagian Production Control PT. XYZ
MMaannuuffaaccttuurriinngg ((PPTT.. XYZ))
( S2, M2, D2) (DR1) CCuussttoommeerr
((PPTT.. AABBCC))
JJaappaann ssuupppplliieerr
SSuupppplliieerrss
SSuupppplliieerrss
( S2, D2)(SR1,DR1)
Customer
Customer
Customer
(D2)
(D2)
(D2)
(S2) (SR1)
(S2)(SR1)
(S2) (SR1)
Ket. : Arti kode-kode lihat Lampiran 3.
Pengembalian
Pengiriman
Evaluasi supply..., Juliana Rouli, FE UI, 2008
Universitas Indonesia
61
Gambar 4.5 Thread Diagram Pemetaan Level 2 SCOR Model Untuk Produk Vessel (AS-IS Process)
Sumber : Wawancara dengan Bagian Production Control PT. XYZ
PPTT.. XXYYZZ SSuupppplliieerrss
MM22 SS22 DD22
DDRR11 SSRR11 DDRR11 SSRR11
SSRR11
SS22 MM22
SS22
SS22
SS22 SS22
SS22
MM22
DD22
DD22 DD22
PT. ABC End Customers
Local Suppliers
Overseas Suppliers
PP33 PP44
PP22 PP33 PP44
PP22 PP44
PP11
PP22
PP11 PP11
PP11
Ket. : Arti kode-kode lihat Lampiran 3
Evaluasi supply..., Juliana Rouli, FE UI, 2008
Universitas Indonesia
62
Pada proses make nilai POF sekitar 89% (Tabel 4.6), angka ini diperoleh
berdasarkan perkiraan atas berapa persen kebutuhan bagian produksi yang dapat
dipenuhi oleh bagian pergudangan dalam hal material untuk proses produksi
dengan menggunakan ketiga syarat tadi, yaitu ketepatan waktu (on time),
ketepatan kuantitas (in full) dan kelengkapan dokumen pendukung serta kondisi
barang (perfect condition). Sementara, nilai OFCT proses make adalah 30 hari.
Terakhir adalah nilai POF untuk proses source yaitu sebesar 81 % (Tabel 4.6).
Nilai ini diperoleh dengan menghitung jumlah pesanan dari PT. XYZ yang dapat
dipenuhi oleh pemasok dengan baik berdasarkan ketiga syarat yang telah
disebutkan tadi. Nilai OFCT pada proses source adalah 60 hari.
Berdasarkan nilai POF dan OFCT untuk ketiga proses ini, terlihat bahwa
proses source memiliki kinerja yang paling rendah. Oleh karena itu dapat
dikatakan penyebab rendahnya kinerja rantai pasok secara keseluruhan
disebabkan oleh rendahnya kinerja pada proses source. Untuk mengetahui apa
yang menyebabkan kinerja proses source menjadi rendah maka dilakukan
penelitian pada level 3.
Tabel 4.6 Nilai POF dan OFCT Untuk Proses Deliver, Make dan Source
Metrik Deliver Make Source
Perfect Order Fulfillment (POF) 98 % 89% 81%
Order Fulfillment Cycle Time (OFCT) < 1 hari 30 hari 60 hari Sumber : Wawancara dengan Bagian Production Control PT. XYZ
c. Level 3
Analisis level 3 dilakukan untuk melihat lebih rinci proses source, karena
memiliki kinerja paling rendah berdasarkan nilai POF dan OFCT pada analisis
level 2. Untuk itu dilakukan pemetaan atas semua aktivitas dalam proses source
sehingga diperoleh Gambar 4.6 (As-Is Process). Gambar tersebut memperlihatkan
pengelolaan persediaan material (source) di PT. XYZ yang terdiri dari input,
proses dan output.
Evaluasi supply..., Juliana Rouli, FE UI, 2008
Universitas Indonesia
63
Gambar 4.6 Pemetaan Level 3 Rantai Pasok Produk Vessel (As-Is Process)
Sumber : Wawancara dengan Bagian Production Control PT. XYZ
Process Element
Outputs
(P2.4) Perencanaan pengadaan material (M2.1) Kebutuhan material bulanan (ES.4) Data tingkat persediaan Permintaan material Spesifikasi material
S2.1
PO material dikirim melalui facsimile
S2.2
Penerimaan Material
S2.3 Pengujian kualitas
material oleh Departemen QC
S2.4 Pemindahan Material
ke Warehouse
S2.5
Pembayaran Material
Material dikirim oleh pemasok Surat jalan pengiriman
Bukti penerimaan barang Permintaan pengujian barang Sampel material
PO diterima oleh pemasok (P2.2, ES.9) Jadwal penerimaan material (M2.1)
Bukti Penerimaan Material Salinan PO (ES.1, ES.2, ES.6) Hasil Pengujian Material (ES1, ES.2)
Dokumen Pelulusan Material Menempatkan material (ES.4), (EM)
Payment Term (ES.9) Payment Request (ES.9) Dokumen Pelulusan Material
Ketersediaan Material (P2.2, ES.4, M.2.2, D2.8)
S2 Source Make-to-Order Product
Ket. : Penjelasan kode-kode (mis. S1.1, S1.2, dll) lihat di Lampiran 3
Inputs
Evaluasi supply..., Juliana Rouli, FE UI, 2008
Universitas Indonesia
64
Hasil yang ingin dicapai dari analisis level 3 adalah mencari penyebab
terjadinya masalah dalam proses source. Metode yang digunakan untuk
menelusuri akar masalah dalam proses tersebut adalah metode fishbone analysis
yang berbentuk diagram sebab akibat. Berdasarkan hasil wawancara dengan
Bagian Production Control diperoleh diagram sebab akibat untuk prose source
dalam Gambar 4.7. Masalah utama yang teridentifikasi adalah lemahnya
perencanaan dalam pengelolaan pasokan material. Berangkat dari masalah utama
ini, ditemukan 6 penyebab lemahnya perencanaan tersebut. Dari keenam
penyebab ini, dilakukan penyelidikan lebih mendalam dan diperoleh 14 penyebab
secara spesifik.
Gambar 4.7 Fishbone Analysis Untuk Proses Source
Sumber : Wawancara dengan Bagian Production Control PT. XYZ
4.3 Pembahasan
Pembahasan akan dilakukan secara bertahap sesuai dengan tahapan dalam
analisis. Dimana antara tahap satu ke tahap berikutnya saling berkaitan satu sama
lain. Pembahasan dimulai dari analisis level 1 dan seterusnya.
Lemahnya pengelolaan material
Pemesanan yang sporadis
Perencanaan pasokan tidak terintegrasi
Forecast kurang teliti
Manajemen persediaan kurang baik
Kinerja pemasok kurang memadai
Utilisasi software SAP masih rendah
Lemahnya koordinasi antar bagian
Hemat biaya transportasi
Kebijakan persediaan tidak didukung perusahaan
Klasifikasi ABC tidak update
Peran dan tanggung jwb supply planning hanya di satu lokasi
Lemahnya kebijakan perusahaan
Tidak ada forecast model
Terlalu banyak item yang di-forecast
Tidak ada perencanaan persediaan
Warehouse tidak memberi sinyal posisi stok
Tidak ada aturan bagi pemasok atas ketersediaan persediaan
Tidak ada mekanisme filter di warehouse
Kapasitas belum mencukupi
Lokasi di luar pulau dan luar negeri
Evaluasi supply..., Juliana Rouli, FE UI, 2008
Universitas Indonesia
65
a. Level 1
Aplikasi SCOR Model diawali dengan mendefinisikan tujuan bisnis
perusahaan. Hal ini dilakukan agar evaluasi kinerja rantai pasok fokus pada tujuan
yang ingin dicapai. Tujuan bisnis PT. XYZ adalah memberikan tingkat layanan
(service level) yang terbaik dan meningkatkan keuntungan perusahaan. Untuk
mengetahui seberapa baik tujuan tersebut telah dicapai, dilakukan pengukuran
terhadap empat metrik dalam SCOR yang bersesuaian dengan tujuan bisnis. Tabel
4.2 menunjukkan nilai aktual dari keempat metrik tersebut dan data benchmark
yang diperoleh dari Supply Chain Council berdasarkan hasil survei yang
dilakukan oleh APQC atas perusahaan-perusahaan industrial equipment secara
global pada tahun 2007. Data benchmark terdiri dari tiga kategori, yaitu superior,
advantage dan parity dengan urutan dari terbaik sampai menengah. Kategori
superior diperoleh dari rata-rata 10% perusahaan dengan angka teratas. Kategori
parity merupakan median (nilai tengah) dari seluruh perusahaan yang menjadi
sample dalam survei. Sementara, angka pada kategori advantage merupakan titik
tengah antara parity dan superior.
Perfect order fulfillment (POF) merupakan metrik yang mengukur berapa
persen jumlah pesanan dari total pesanan yang diterima dari customer yang
terkirim dengan sempurna secara kuantitas, waktu dan kelengkapan kondisi serta
dokumen pendukung. Nilai POF pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa sebanyak
86,89% dari total pesanan produk vessel telah dilayani dengan sempurna oleh PT.
XYZ selama tahun 2007. Order fulfillment cycle time (OFCT) mengukur lamanya
waktu antara pesanan diterima oleh PT. XYZ dari konsumen sampai pesanan
diterima oleh konsumen dari PT. XYZ. Dan waktu yang dibutuhkan konsumen
untuk memperoleh produk vessel dari PT. XYZ adalah 60 hari. Metrik biaya
dalam SCOR Model, yaitu Cost of goods sold (COGS) digunakan untuk
mengukur besarnya porsi biaya produk di dalam total pendapatan. Hal ini dapat
memperlihatkan seberapa efisien perusahaan mengelola proses produksi sehingga
biaya produksi dapat ditekan. Namun, data COGS ini tidak dapat diperoleh dan
dianalisis lebih lanjut karena bersifat rahasia. Cash to cash cycle time (C2C)
mengukur rentang waktu antara pembayaran A/P (account payable) dari
perusahaan ke pemasok sampai pembayaran A/R (account receiveable) dari
Evaluasi supply..., Juliana Rouli, FE UI, 2008
Universitas Indonesia
66
konsumen ke perusahaan. Untuk metrik C2C, PT. XYZ mencatat waktu yang
dibutuhkan adalah 90 hari dengan rincian : 90 hari persediaan, 60 hari A/P dan 60
hari A/R. Nilai C2C diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut :
C2C = lama waktu persediaan + lama waktu A/R –
lama waktu A/P
= 90 hari + 60 hari – 60 hari
= 90 hari
Berdasarkan data pada Tabel 4.2 tersebut terlihat bahwa posisi PT. XYZ untuk
keempat metrik berada di bawah kategori parity. Hal ini mengindikasikan bahwa
kinerja PT. XYZ kurang efisien karena keempat metrik berada di bawah nilai
median industri. Untuk meningkatkan kinerja berdasarkan metrik-metrik itu,
terlebih dahulu harus ditetapkan kategori mana yang menjadi kinerja target (target
performance) untuk masing-masing metrik. Karena kompleksitas rantai pasok
yang cukup tinggi dan penekanan pada strategi fokus, maka target superior hanya
ditetapkan untuk metrik-metrik yang mewakili tujuan bisnis yang pertama., yaitu
POF ditargetkan mencapai 92,3% dan OFCT mencapai 22 hari. Sementara, target
untuk metrik pendukung dari sisi biaya, COGS, ditargetkan pada posisi advantage
yaitu sebesar 72% dan C2C ditargetkan pada parity menjadi sebesar 81 hari.
Target-target yang telah ditetapkan akan digunakan untuk menghitung
besarnya peningkatan pendapatan dengan berpedoman pada persentase laba kotor.
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 4.4 – 4.5 memperlihatkan besarnya
opportunity atau kemungkinan besarnya peningkatan pendapatan bila kinerja
untuk tiap metrik ditingkatkan sampai level yang ditargetkan. Pada metrik POF,
besarnya peningkatan pendapatan yang bisa diperoleh bila tercapai target superior
adalah $ 23.431 per tahun. Untuk metrik OFCT, perbaikan hingga mencapai target
superior berdampak pada kehandalan dalam pengiriman dan pengelolaan
persediaan. Pada metrik COGS, peningkatan laba kotor yang dapat dihasilkan
adalah $ 70.162 per tahun.
Terakhir, peningkatan yang dapat diperoleh untuk metrik C2C tidak dapat
dihitung karena data bersifat rahasia. Namun, secara konsep semakin rendahnya
C2C akan berdampak pada beban bunga yang harus dibayar. Jika C2C dapat
dipercepat dari 90 hari menjadi 81 hari, artinya perputaran uang menjadi lebih
Evaluasi supply..., Juliana Rouli, FE UI, 2008
Universitas Indonesia
67
cepat selama 9 hari. Interval waktu perputaran uang dimulai dari pembayaran A/P
ke pemasok sampai pembayaran A/R dari konsumen. Perputaran yang semakin
cepat ini akan meningkatkan kemampuan perusahaan dalam membayar bunga atas
hutang perusahaan. Besarnya beban bunga yang harus ditanggung sangat
tergantung pada lamanya waktu pembayaran. Dengan meningkatnya kemampuan
membayar bunga membuat beban bunga yang harus dibayar pun menurun.
Disamping dapat mengurangi beban bunga yang harus dibayar, semakin cepatnya
perputaran uang juga dapat mengurangi opportunity cost sehingga uang yang
diperoleh dapat diinvestasikan di tempat atau bidang yang lain.
Untuk melengkapi data kuantitatif pada level 1, dalam Gambar 4.2
diperlihatkan rantai pasok dari produk vessel yang memperlihatkan elemen-
elemen dari rantai pasok secara umum. Elemen-elemen dari rantai pasok terdiri
dari para pemasok (termasuk di dalamnya pemasok dari pemasok), PT. XYZ yang
terbagi atas tiga elemen yaitu Bagian Pergudangan, Bagian Produksi dan
Departemen Pemasaran dan Administrasi, PT. ABC sebagai konsumen langsung
dari PT. XYZ dan terakhir konsumen akhir yang terdiri dari perusahaan-
perusahaan yang membeli vessel produksi PT. XYZ melalui PT. ABC.
Keputusan yang dapat diambil dari pembahasan level 1 adalah kinerja rantai
pasok PT. XYZ untuk memberikan layanan yang terbaik dan keuntungan bagi
perusahaan tergolong kurang baik. Untuk itu perlu dilakukan penelusuran lebih
lanjut apa yang menyebabkan kinerja rantai pasok masih rendah. Penelusuran
akan dilakukan pada level berikutnya, yaitu di level 2.
b. Level 2
Berdasarkan hasil dari level 1, evaluasi kinerja rantai pasok dilanjutkan
dengan melakukan pemetaan secara rinci atas semua aktivitas yang ada dalam
pemenuhan kebutuhan konsumen. Pemetaan pertama pada Gambar 4.4 berupa
pemetaan secara geografis (geographic map) memperlihatkan aliran material dan
informasi secara geografis mulai dari pemasok sampai konsumen akhir. Terlihat
bahwa PT. XYZ memiliki beberapa pemasok di sejumlah wilayah yang berbeda
termasuk di luar negeri. Namun perlu ditegaskan, bahwa semua konsumen akhir
ini tidak dilayani langsung oleh PT. XYZ melainkan melalui PT. ABC. Artinya,
vessel yang dipesan oleh konsumen akan dikirimkan oleh PT. ABC bersama
Evaluasi supply..., Juliana Rouli, FE UI, 2008
Universitas Indonesia
68
dengan unit (truk) setelah dipasang vessel. Dalam pemetaan ini juga diperlihatkan
aktivitas make source, deliver dan return yang dilakukan oleh setiap elemen rantai
pasok.
Selain untuk melihat proses rantai pasok berdasarkan lokasi dari setiap
elemen, pemetaan geografis juga membantu untuk membuat pemetaan kedua
dalam bentuk diagram (thread diagram). Diagram dalam Gambar 4.4 memberikan
gambaran lebih jelas mengenai aliran material dan informasi dari pemasok sampai
konsumen dan melihat aktivitas yang tidak terhubung dengan baik (disconnect
analysis). Berdasarkan pemetaan tersebut, aktivitas pengadaan material (source)
yang dilakukan berdasarkan pesanan yang datang (source to order) dan proses
produksi yang berjalan bila ada pesanan (make to order) memperlihatkan proses
yang tidak terhubung dengan baik (disconnect). Kedua aktivitas inilah yang
menyebabkan OFCT menjadi sangat lama dan POF kurang optimal.
Hasil tersebut diperkuat dengan data kuantitif, yaitu dengan mengukur nilai
POF dan OFCT pada masing-masing proses source, make dan deliver.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Bagian Production Control, nilai
OFCT dan POF dapat dilihat pada Tabel 4.6. Proses source memiliki kinerja yang
paling rendah karena memiliki nilai POF paling kecil (81%) dan OFCT paling
lama (60 hari). Hal ini merupakan bukti bahwa kinerja rantai pasok yang rendah
(POF = 86,89% dan OFCT = 90 hari) untuk mendukung tujuan bisnis pertama
disebabkan oleh kinerja proses source yang rendah.
c. Level 3
Analisis level 3 dilakukan berdasarkan hasil dari analisis level 1 yang
memperlihatkan bahwa kinerja rantai pasok yang rendah disebabkan oleh kinerja
pada proses source yang rendah pula. Untuk mengetahui apa yang menyebabkan
kinerja proses source menjadi rendah, maka pada level 3 ini dilakukan pemetaan
atas semua aktvitas dalam proses source yang terbagi atas tiga bagian, yaitu :
input, proses dan output.
Gambar 4.6 menampilkan semua aktivitas yang dilakukan dalam proses
source mulai dari perencanaan produksi (forecasting) sampai pembayaran
material yang dipesan dari pemasok. Dengan mengamati aktivitas-aktvitas yang
cukup panjang tersebut, maka dapat dikatakan bahwa dengan proses make to
Evaluasi supply..., Juliana Rouli, FE UI, 2008
Universitas Indonesia
69
order seharusnya didukung dengan proses source to stock (menyimpan persediaan
pada level tertentu) untuk memperpendek waktu tunggu (OFCT) dan
meningkatkan pelayanan (POF). Untuk itu dilakukan perubahan dari proses
source to order pada Gambar 4.6 (As-Is Process) menjadi source to stock pada
Gambar 4.8 (To-Be Process).
Kurang sesuainya penggunaan proses source to order jika dipasangkan
dengan proses make to order diperkuat oleh sejumlah masalah yang tergambar
dalam diagram sebab akibat atau fishbone analysis (Gambar 4.7). Pengelolaan
material yang buruk disebabkan oleh 6 penyebab secara umum dan dirinci dalam
14 sebab secara spesifik. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bagian Production
Control dikatakan bahwa faktor utama yang menyebabkan lemahnya pengelolaan
material adalah manajemen persediaan kurang baik. Kurang baiknya manajemen
persediaan disebut sebagai faktor utama karena faktor ini juga yang menyebabkan
munculnya sebagian besar penyebab umum lainnya. Berdasarkan hubungan ini
maka dapat dikatakan bahwa akar masalah dari lemahnya pengelolaan material
adalah karena manajemen persediaan kurang baik.
Kurang baik atau rendahnya kinerja manajemen persediaan dipicu oleh
beberapa hal, diantaranya adalah perencanaan persediaan yang buruk karena
bagian pergudangan tidak memberikan sinyal mengenai posisi stok secara akurat.
Selain itu perencanaan persediaan menjadi lemah juga disebabkan oleh adanya
masalah dalam koordinasi antara bagian-bagian yang terkait dengan aktivitas
pemesanan material. Oleh karena itu, di gudang seringkali terjadi penumpukan
beberapa jenis material atau komponen sedangkan komponen lain sama sekali
tidak tersedia (kosong). Kondisi ini membuat proses produksi terhambat dan
akhirnya pengiriman pesanan kepada konsumen menjadi terlambat.
Penerapan perubahan pengelolaan material dari source to order menjadi
source to stock terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
a. Perubahan pengelolaan material diterapkan untuk semua material.
Perubahan dilakukan agar waktu tunggu (OFCT) menjadi lebih pendek
dan tingkat layanan dengan sempurna (POF) meningkat.
b. Apabila perubahan tidak memungkinkan diterapkan pada semua material,
maka perubahan pengelolaan material dapat diberlakukan hanya untuk
Evaluasi supply..., Juliana Rouli, FE UI, 2008
Universitas Indonesia
70
material tertentu yang memiliki waktu tunggu paling lama. Sedangkan
pengelolaan material yang lain masih tetap menggunakan proses source to
order.
Dengan melakukan perubahan dalam proses source, PT. XYZ juga harus
merubah strategi untuk mendukung perubahan ini. Selain mengubah strategi, PT.
XYZ juga harus memperhatikan biaya-biaya yang timbul akibat perubahan ini
seperti meningkatnya biaya penyimpanan (holding cost), kerusakan dan lain
sebagainya. Peningkatan biaya ini dapat dibandingkan dengan besarnya kenaikan
pendapatan yang diperoleh dari gap analysis untuk menghitung trade-off dari
alternatif ini.
Untuk melakukan perubahan proses source ini terdapat beberapa hal penting
yang harus dipersiapkan oleh PT. XYZ, yaitu :
• Dana untuk investasi yang lebih besar karena meningkatnya persediaan.
• Meningkatkan kapasitas gudang untuk menampung peningkatan
persediaan.
• Sistem manajemen persediaan yang baik untuk menjaga keseimbangan
jumlah persediaan.
Selain melakukan perubahan proses source dari source to order menjadi
source to stock, alternatif lain yang dapat dilakukan adalah menerapkan Vendor
Managed Inventory (VMI). Konsep dari VMI ialah pengalihan tugas pengelolaan
persediaan (inventory) dari PT. XYZ ke pemasok. Dengan menerapkan VMI
diharapkan kebutuhan material terpenuhi dengan baik namun biaya persediaan
dapat dikurangi.
Evaluasi supply..., Juliana Rouli, FE UI, 2008
Universitas Indonesia
71
Gambar 4.8 Pemetaan Level 3 Rantai Pasok Produk Vessel (To-Be Process)
Sumber : Wawancara dengan Bagian Production Control PT. XYZ
Process Element
Outputs
(P2.4) Perencanaan pengadaan material (M2.1) Kebutuhan material bulanan (ES.4) Data tingkat persediaan Permintaan material Spesifikasi material
S1.1
PO material dikirim melalui facsimile
S1.2
Penerimaan Material
S1.3 Pengujian kualitas
material oleh Departemen QC
S1.4 Pemindahan Material
ke Warehouse
S1.5
Pembayaran Material
Material dikirim oleh pemasok Surat jalan pengiriman
Bukti penerimaan barang Permintaan pengujian barang Sampel material
PO diterima oleh pemasok (P2.2, ES.9) Jadwal penerimaan material (M2.1)
Bukti Penerimaan Material Salinan PO (ES.1, ES.2, ES.6) Hasil Pengujian Material (ES1, ES.2)
Dokumen Pelulusan Material Menempatkan material (ES.4), (EM)
Payment Term (ES.9) Payment Request (ES.9) Dokumen Pelulusan Material
Ketersediaan Material (P2.2, ES.4, M.2.2, D2.8)
S1 Source to Stock Product
Ket. : Penjelasan kode-kode (mis. S1.1, S1.2, dll) lihat di Lampiran 3
Inputs
Evaluasi supply..., Juliana Rouli, FE UI, 2008