BAB 3 PROFIL LINGKUNGAN PERAIRAN PANTAI SEMARANG

19
38 38 BAB 3 PROFIL LINGKUNGAN PERAIRAN PANTAI SEMARANG Karakteristik lingkungan perairan pantai yang disajikan adalah lingkungan perairan Semarang. Karakteristik lingkungan di daerah perairan semarang secara umum relatif hampir sama dengan beberapa perairan pantai Indonesia yang lainnya. Namun demikian terdapat beberapa perbedaan yang berarti, salah satunya adalah ditemuinya beberapa buah kanal banjir yang bermuara di perairan pantai Semarang. Bentuk pantainya merupakan perairan pantai terbuka, dimana langsung berhadapan dengan Laut Jawa. Kualitas air, sedimentologi dan geometri pantai seluruhnya dipengaruhi oleh keberadaan dinamika perairan di sekitarnya, sungai, banjir kanal timur dan pelabuhan Tanjung Emas. Bentuk topografinya dipengaruhi oleh meteorologi dan lingkungan laut umum. 3.1. Batimetri dan Geologi Batimetri pantai perairan Pantai Semarang yang menjadi daerah kajian dalam buku ini diperlihatkan dalam Gambar 3.1. Kedalaman perairan secara umum lebih kecil dari 11 meter, kedalaman yang paling dalam ini ditemukan di daerah bagian luar depan mulut sebelah Barat kolam pelabuhan Tanjung Emas. Kedalaman perairan dari arah Timur menuju ke arah Barat dari pelabuhan Tanjung Emas semakin meningkat, dimana peningkatan kedalaman secara berangsur-angsur, dengan arti kata perairan pantai Semarang ini memiliki batimetri yang landai. Sedikit area memiliki ketidakteraturan batimetri pantai ditemukan hanya di dalam kolam pelabuhan, dimana ada ditemukan perbedaan kedalaman yang sangat tinggi yakni dari kedalaman 10 m berubah menjadi 3 meter. batimetri Banjir Kanal Timur dan sekitarnya relatif datar pada dataran aluvial pesisirnya, dengan kemiringan rata-rata kurang dari 10% (Bachtiar, 2002). Berdasarkan kajian geologi, DAS Banjir Kanal Timur Semarang tidak terbatas hanya berawal dari Bendungan Pucanggading di Kali Pengaron, tetapi mencapai Kecamatan

Transcript of BAB 3 PROFIL LINGKUNGAN PERAIRAN PANTAI SEMARANG

Page 1: BAB 3 PROFIL LINGKUNGAN PERAIRAN PANTAI SEMARANG

38

38

BAB 3 PROFIL LINGKUNGAN

PERAIRAN PANTAI SEMARANG

Karakteristik lingkungan perairan pantai yang disajikan

adalah lingkungan perairan Semarang. Karakteristik lingkungan di daerah perairan semarang secara umum relatif hampir sama dengan beberapa perairan pantai Indonesia yang lainnya. Namun demikian terdapat beberapa perbedaan yang berarti, salah satunya adalah ditemuinya beberapa buah kanal banjir yang bermuara di perairan pantai Semarang. Bentuk pantainya merupakan perairan pantai terbuka, dimana langsung berhadapan dengan Laut Jawa.

Kualitas air, sedimentologi dan geometri pantai seluruhnya dipengaruhi oleh keberadaan dinamika perairan di sekitarnya, sungai, banjir kanal timur dan pelabuhan Tanjung Emas. Bentuk topografinya dipengaruhi oleh meteorologi dan lingkungan laut umum. 3.1. Batimetri dan Geologi

Batimetri pantai perairan Pantai Semarang yang menjadi daerah kajian dalam buku ini diperlihatkan dalam Gambar 3.1. Kedalaman perairan secara umum lebih kecil dari 11 meter, kedalaman yang paling dalam ini ditemukan di daerah bagian luar depan mulut sebelah Barat kolam pelabuhan Tanjung Emas.

Kedalaman perairan dari arah Timur menuju ke arah Barat dari pelabuhan Tanjung Emas semakin meningkat, dimana peningkatan kedalaman secara berangsur-angsur, dengan arti kata perairan pantai Semarang ini memiliki batimetri yang landai. Sedikit area memiliki ketidakteraturan batimetri pantai ditemukan hanya di dalam kolam pelabuhan, dimana ada ditemukan perbedaan kedalaman yang sangat tinggi yakni dari kedalaman 10 m berubah menjadi 3 meter. batimetri Banjir Kanal Timur dan sekitarnya relatif datar pada dataran aluvial pesisirnya, dengan kemiringan rata-rata kurang dari 10% (Bachtiar, 2002).

Berdasarkan kajian geologi, DAS Banjir Kanal Timur Semarang tidak terbatas hanya berawal dari Bendungan Pucanggading di Kali Pengaron, tetapi mencapai Kecamatan

Page 2: BAB 3 PROFIL LINGKUNGAN PERAIRAN PANTAI SEMARANG

39

38

BAB 3 PROFIL LINGKUNGAN

PERAIRAN PANTAI SEMARANG

Karakteristik lingkungan perairan pantai yang disajikan

adalah lingkungan perairan Semarang. Karakteristik lingkungan di daerah perairan semarang secara umum relatif hampir sama dengan beberapa perairan pantai Indonesia yang lainnya. Namun demikian terdapat beberapa perbedaan yang berarti, salah satunya adalah ditemuinya beberapa buah kanal banjir yang bermuara di perairan pantai Semarang. Bentuk pantainya merupakan perairan pantai terbuka, dimana langsung berhadapan dengan Laut Jawa.

Kualitas air, sedimentologi dan geometri pantai seluruhnya dipengaruhi oleh keberadaan dinamika perairan di sekitarnya, sungai, banjir kanal timur dan pelabuhan Tanjung Emas. Bentuk topografinya dipengaruhi oleh meteorologi dan lingkungan laut umum. 3.1. Batimetri dan Geologi

Batimetri pantai perairan Pantai Semarang yang menjadi daerah kajian dalam buku ini diperlihatkan dalam Gambar 3.1. Kedalaman perairan secara umum lebih kecil dari 11 meter, kedalaman yang paling dalam ini ditemukan di daerah bagian luar depan mulut sebelah Barat kolam pelabuhan Tanjung Emas.

Kedalaman perairan dari arah Timur menuju ke arah Barat dari pelabuhan Tanjung Emas semakin meningkat, dimana peningkatan kedalaman secara berangsur-angsur, dengan arti kata perairan pantai Semarang ini memiliki batimetri yang landai. Sedikit area memiliki ketidakteraturan batimetri pantai ditemukan hanya di dalam kolam pelabuhan, dimana ada ditemukan perbedaan kedalaman yang sangat tinggi yakni dari kedalaman 10 m berubah menjadi 3 meter. batimetri Banjir Kanal Timur dan sekitarnya relatif datar pada dataran aluvial pesisirnya, dengan kemiringan rata-rata kurang dari 10% (Bachtiar, 2002).

Berdasarkan kajian geologi, DAS Banjir Kanal Timur Semarang tidak terbatas hanya berawal dari Bendungan Pucanggading di Kali Pengaron, tetapi mencapai Kecamatan

39

Unggaran, Kabupaten Semarang. Mengacu pada Peta Geologi Lembar Semarang (1985), litologi DAS Banjir Kanal Timur Semarang terdiri dari Endapan Aluvial (Qa), Formasi Damar (Qtd), Lapisan Marin (Tm), Breksi Volkanik (Qb), Batu Gamping (Lq), dan Batuan pada intrisiva Gunungapi Unggaran (Bachtiar, 2002).

Pada daerah Banjir Kanal Timur Semarang bagian utara dan sekitarnya penyebaran litologi relatif homogen, yaitu hanya berupa endapan aluvial (Qa), yang sebagian besar terdiri atas lampung dan pasir yang memiliki ketebalan bervariasi (Supputra, 1993 dalam Bachtiar, 2002).

Gambar 3.1. Batimetri Perairan Pantai Semarang (daerah kajian). Skala: 1:

50.000 3.2. Ukuran Butir Sedimen

Ukuran butir sedimen merupakan dasar dalam menentukan sifat sedimen. Ukuran butir juga merupakan salah satu penemuan yang digunakan untuk menentukan dengan mudah penggambaran sifat dari partikel sedimen untuk berbagai tujuan (Yang, 1996).

Umumnya sedimen di estuari dapat memeliki ukuran butir mulai dari kerikil, pasir, lanau sampai lumpur (Suripin, 1992). Pengelompokan sedimen tersebut berdasarkan ukuran butir, umumnya menggunakan satuan matrik atau skala logaritma. Skala Udden-Wenworth, Wenworth merupakan salah satu

Page 3: BAB 3 PROFIL LINGKUNGAN PERAIRAN PANTAI SEMARANG

40

40

pengelompokkan yang umum digunakan berdasarkan ukuran butir (Dyer, 1990). Pengelompokan sedimen berdasarkan ukuran butir yang disajikan dalam Tabel 3.1 diperoleh dari modifikasi Wintworth yang dilakukan oleh Krumbein (1934). Modifikasi yang dilakukannya tersebut adalah dengan mentransformasikan skala milimeter ke dalam skala unit phi berdasarkan defenisi (Suripin, 1992) :

d2log (3.1) dimana d adalah diameter sedimen dalam milimeter.

Secara alami, sedimen yang memiliki ukuran butir lebih

halus memiliki pergerakan lebih tinggi dibandingkan sedimen dengan ukuran butir lebih besar. Pada umumnya informasi mengenai pergerakan sedimen dapat diperoleh dari studi ukuran dan distribusi butir dalam beda fraksi ukuran. Dari distribusi data, kurva akumulasi ukuran butir dapat digambarkan. Lebih lanjut, susunan (range) ukuran butir dapat menggambarkan beberapa bagian dari variabel gaya yang menyebabkan pergerakan.

Distribusi ukuran butir biasanya ditentukan berdasarkan analisa mekanika menggunakan salah satu dari analisa ayakan atau analisa hidrometer. Metoda analisa ayakan merupakan cara yang digunakan untuk partikel lebih kasar, dimana ukuran butir diekspresikan sebagai diameter lobang ayakan. Sedangkan analisa hidrometer digunakan untuk partikel halus. Tabel 3.1. Klasifikasi Sedimen Berdasarkan Ukuran Butir

Wentworth (1922) Setelah Udden

Ukuran Butir Klasifikasi Penamaan Butir Sedimen

d (mm) Phi ()

Boulder

Batu kecil

256

8

Cabble

Kerakal besar

128

-7

Kerakal kecil 64

-6

Pebble

Kerikil sangat kasar

32

-5

Kerikil kasar 16

-4

Kerikil sedang

Page 4: BAB 3 PROFIL LINGKUNGAN PERAIRAN PANTAI SEMARANG

41

40

pengelompokkan yang umum digunakan berdasarkan ukuran butir (Dyer, 1990). Pengelompokan sedimen berdasarkan ukuran butir yang disajikan dalam Tabel 3.1 diperoleh dari modifikasi Wintworth yang dilakukan oleh Krumbein (1934). Modifikasi yang dilakukannya tersebut adalah dengan mentransformasikan skala milimeter ke dalam skala unit phi berdasarkan defenisi (Suripin, 1992) :

d2log (3.1) dimana d adalah diameter sedimen dalam milimeter.

Secara alami, sedimen yang memiliki ukuran butir lebih

halus memiliki pergerakan lebih tinggi dibandingkan sedimen dengan ukuran butir lebih besar. Pada umumnya informasi mengenai pergerakan sedimen dapat diperoleh dari studi ukuran dan distribusi butir dalam beda fraksi ukuran. Dari distribusi data, kurva akumulasi ukuran butir dapat digambarkan. Lebih lanjut, susunan (range) ukuran butir dapat menggambarkan beberapa bagian dari variabel gaya yang menyebabkan pergerakan.

Distribusi ukuran butir biasanya ditentukan berdasarkan analisa mekanika menggunakan salah satu dari analisa ayakan atau analisa hidrometer. Metoda analisa ayakan merupakan cara yang digunakan untuk partikel lebih kasar, dimana ukuran butir diekspresikan sebagai diameter lobang ayakan. Sedangkan analisa hidrometer digunakan untuk partikel halus. Tabel 3.1. Klasifikasi Sedimen Berdasarkan Ukuran Butir

Wentworth (1922) Setelah Udden

Ukuran Butir Klasifikasi Penamaan Butir Sedimen

d (mm) Phi ()

Boulder

Batu kecil

256

8

Cabble

Kerakal besar

128

-7

Kerakal kecil 64

-6

Pebble

Kerikil sangat kasar

32

-5

Kerikil kasar 16

-4

Kerikil sedang

41

Wentworth (1922) Setelah Udden

Ukuran Butir Klasifikasi Penamaan Butir Sedimen

d (mm) Phi ()

8

-3

Kerikil halus 4

-2

Granule

Granuler 2

-1

Sand

Very coarse

Pasir sangat kasar

1

0 Coarse

Pasir kasar

1/2

+1 Medium

Pasir sedang

1/4

+2 Fine

Pasir halus

1/8

+3 Very fine

Pasir sangat halus

1/16

+4

Silt

Coarse

Debu kasar 1/32

+5

Medium

Debu sedang 1/64

+6

Fine

Debu halus 1/128

+7

Very fine

Debu sangat halus

1/256

+8

Clay

Coarse

Lempung kasar

+9

Medium Lempung sedang

1/1024

+10 Fine

Lempung halus

+11 Veri fine

Lempung sangat halus

1/4096

+12 Colloid

Koloid

Sumber : Dyer (1986)

Page 5: BAB 3 PROFIL LINGKUNGAN PERAIRAN PANTAI SEMARANG

42

42

Berdasarkan rerata ukuran butir sedimen dan skala Wentworth, diperoleh persentase terbesar sedimen perairan pantai Semarang termasuk kedalam klasifikasi lempung (Bachtiar, 2002). Supriatna (1999) menyatakan bahwa ukuran butir sedimen perairan pantai Semarang tergolong jenis lumpur (0,005 mm). Hasil lengkap dari pengklasifikasian tersebut disajikan dalam bentuk Gambar 3.2. Berdasarkan peta pola penyebaran rerata ukuran butir sedimen dalam Gambar 3.2. tersebut, diketahui bahwa pada perairan dekat pantai umumnya ukuran sedimen relatif kasar (< 9 Phi). Pada stasiun S-1, S-2, S-3, S-4, S-5, S-9, S-13, dan S-17, rerata ukuran butir sedimen berkisar dari 4 Phi s/d 9 Phi atau mulai debu kasar sampai lempung kasar. Pada stasiun 18 yang berada di depan kali Seringin, ukuran rerata sedimen relatif halus, yaitu lempung sedang (9 Phi<d<10 Phi), tersebar pada daerah yang relatif jauh dari pantai, yaitu pada stasiun S-6, S-7, S-8, S-9, S-12, S-14, S-15, dan S-16 (Bachtiar, 2002). Pola penyebaran sedimen perairan pantai Semarang berdasarkan ukuran butirnya disajikan dalam Gambar 3.2

Gambar 3.2. Pola penyebaran ukuran butir sedimen di perairan Pantai Semarang.

(Sumber: Bachtiar, 2002)

Page 6: BAB 3 PROFIL LINGKUNGAN PERAIRAN PANTAI SEMARANG

43

42

Berdasarkan rerata ukuran butir sedimen dan skala Wentworth, diperoleh persentase terbesar sedimen perairan pantai Semarang termasuk kedalam klasifikasi lempung (Bachtiar, 2002). Supriatna (1999) menyatakan bahwa ukuran butir sedimen perairan pantai Semarang tergolong jenis lumpur (0,005 mm). Hasil lengkap dari pengklasifikasian tersebut disajikan dalam bentuk Gambar 3.2. Berdasarkan peta pola penyebaran rerata ukuran butir sedimen dalam Gambar 3.2. tersebut, diketahui bahwa pada perairan dekat pantai umumnya ukuran sedimen relatif kasar (< 9 Phi). Pada stasiun S-1, S-2, S-3, S-4, S-5, S-9, S-13, dan S-17, rerata ukuran butir sedimen berkisar dari 4 Phi s/d 9 Phi atau mulai debu kasar sampai lempung kasar. Pada stasiun 18 yang berada di depan kali Seringin, ukuran rerata sedimen relatif halus, yaitu lempung sedang (9 Phi<d<10 Phi), tersebar pada daerah yang relatif jauh dari pantai, yaitu pada stasiun S-6, S-7, S-8, S-9, S-12, S-14, S-15, dan S-16 (Bachtiar, 2002). Pola penyebaran sedimen perairan pantai Semarang berdasarkan ukuran butirnya disajikan dalam Gambar 3.2

Gambar 3.2. Pola penyebaran ukuran butir sedimen di perairan Pantai Semarang.

(Sumber: Bachtiar, 2002)

43

3.3. Erosi dan Sedimentasi Penelitian tentang sedimen di perairan Indonesia telah banyak

dilakukan, dengan tujuan yang berbeda-beda. Khusus untuk perairan pantai Semarang beberapa kali penelitian terdahulu tentang sedimen telah pernah dilakukan, misalnya pada tahun 1979 dan 1980. Secara umum dari hasil penelitian tersebut diungkapkan bahwa sebagian besar sedimen pantai berupa pasir, sedangkan kearah lepas pantai didominasi oleh lumpur. Pergerakan sedimen di daerah ini terjadi secara meloncat (saltation), menggeser (shearing) dan suspensi. (Suwardi et al., 1983).

Hamidjojo et al. (1983) dari hasil analisanya berdasarkan peta dan photo udara, menyatakan bahwa pada sisi jeti kolam pelabuhan Tanjung Emas Semarang terlihat adanya erosi aktif yang disebabkan adanya bangunan jeti tersebut dan adanya arus-arus sepanjang pantai dengan arah utama ke Timur yang dihasilkan oleh adanya angin Barat yang merupakan angin yang dominan berhembus di pantai utara pulau Jawa umumnya. Daerah erosi aktif ini dicirikan dengan bentuk garis pantai yang tidak teratur berbentuk gergaji (chairshow structure).

Dinyatakan juga bahwa di sebelah Barat pelabuhan Tanjung Emas Semarang, dari tahun 1943-1962 terjadi pertambahan garis pantai sebesar 13,2 m/th, tahun 1962-1979 sebesar 17,9 m/th sedangkan antara tahun 1976-1980 terjadi erosi 25,0 m/th. Namun dengan demikian sebagai hasil akhir di kawasan tersebut masih merupakan daerah yang garis pantainya maju kearah laut, rata-rata 10,8 m/th dari tahun 1943-1980.

Erosi yang hebat terjadi di sebelah Timur pelabuhan Semarang. Tahun 1943-1962 erosi masing-masing 12,6 m/th dan 13,2 m/th, antara tahun 1962-1976 sebesar 15,0 m/th dan 12,1 m/th, lebih hebat lagi erosi antara tahun 1976-1980 masing-masing sebesar 50,0 m/th dan 82,5 m/th.

Di kedua tempat tersebut antara tahun 1943-1980 erosi rata-rata 17,6 m/th dan 20,3 m/th. Berdasarkan data-data yang disajikan tersebut kelihatannya untuk masa-masa yang akan datang di sebelah Barat akan terus bertambah, sedangkan sebaliknya pantai sebelah Timur akan selalu terkikis oleh erosi laut.

Page 7: BAB 3 PROFIL LINGKUNGAN PERAIRAN PANTAI SEMARANG

44

44

3.4. Kualitas Air Kegiatan manusia merupakan sumber utama yang

menyebabkan terjadinya pencemaran di perairan pantai, diantaranya oleh : industri, rumah tangga, pariwisata, pertanian, pendidikan, perdagangan, kesehatan, pertambangan dan perhubungan. Sumber-sumber limbah cair di kota Semarang diperlihatkan oleh Gambar 3.3.

Berdasarkan Gambar 3.3. tersebut terlihat bahwa sektor domestik menempati urutan pertama dengan debitnya 36,865 m3/hari, akan tetapi bila ditinjau dari segi kontribusi terhadap pencemaran air, sektor domestik hanya menempati urutan kedua, sedangkan sektor industri menempati urutan utama. Pada Gambar 3.3, disajikan konsentrasi rata-rata parameter pencemar dalam badan air sungai. Gambar 3.3. Limbah Cair di Kota Semarang. (Sumber : Dinas Pekerjaan Umum

Cipta Karya Pemda Prop. Jateng, 1996). 3.5. Angin

Berdasarkan penelitian yang dilakukan bulan Desember sampai dengan Nopember 1991 diperlihatkan adanya veriasi arah dan kecepatan angin pada setiap musimnya. Pada monsun Barat (penghujan) diwakili periode Desember – Pebruari, variasi angin kuat (kecepatan > 5 m/dt) lebih dari 27 % arah Barat, kemudian masing-masing 11% dan 15% arah Baratdaya dan Baratlaut. Pada monsun Timur (kemarau) yang diwakili bulan Juni sampai dengan Agustus variasi angin kuat 22% arah Timur dan 21% Tenggara (Trismadi,1998). Dalam penelitian yang lain dikemukakan oleh

0

10

20

30

40

50

60

(%)

Page 8: BAB 3 PROFIL LINGKUNGAN PERAIRAN PANTAI SEMARANG

45

44

3.4. Kualitas Air Kegiatan manusia merupakan sumber utama yang

menyebabkan terjadinya pencemaran di perairan pantai, diantaranya oleh : industri, rumah tangga, pariwisata, pertanian, pendidikan, perdagangan, kesehatan, pertambangan dan perhubungan. Sumber-sumber limbah cair di kota Semarang diperlihatkan oleh Gambar 3.3.

Berdasarkan Gambar 3.3. tersebut terlihat bahwa sektor domestik menempati urutan pertama dengan debitnya 36,865 m3/hari, akan tetapi bila ditinjau dari segi kontribusi terhadap pencemaran air, sektor domestik hanya menempati urutan kedua, sedangkan sektor industri menempati urutan utama. Pada Gambar 3.3, disajikan konsentrasi rata-rata parameter pencemar dalam badan air sungai. Gambar 3.3. Limbah Cair di Kota Semarang. (Sumber : Dinas Pekerjaan Umum

Cipta Karya Pemda Prop. Jateng, 1996). 3.5. Angin

Berdasarkan penelitian yang dilakukan bulan Desember sampai dengan Nopember 1991 diperlihatkan adanya veriasi arah dan kecepatan angin pada setiap musimnya. Pada monsun Barat (penghujan) diwakili periode Desember – Pebruari, variasi angin kuat (kecepatan > 5 m/dt) lebih dari 27 % arah Barat, kemudian masing-masing 11% dan 15% arah Baratdaya dan Baratlaut. Pada monsun Timur (kemarau) yang diwakili bulan Juni sampai dengan Agustus variasi angin kuat 22% arah Timur dan 21% Tenggara (Trismadi,1998). Dalam penelitian yang lain dikemukakan oleh

0

10

20

30

40

50

60

(%)

45

Mulyadi (1990), pola angin dalam satu tahun lebih banyak merupakan angin Timur dibandingkan angin Barat.

Gambar 3.4. Windrose angin pada muara Banjir Kanal dalam monsun Barat dan

monsun Timur. (Sumber: Trismadi, 1988). Pengamatan terbaru yang dilakukan di muara Banjir Kanal

Timur pada bulan Juli-Agustus 1997 (monsun Timur), angin didominasi oleh angin Timur dengan variasi Timurlaut (45o), Timur (90o) dan Tenggara (135o). Kecepatannya berkisar antara 0,1 – 8 m/dt. Sebaran angin didominasi arah Timur ( 16%). Sedangkan pada bulan Pebruari – Maret 1998, terutama didominasi oleh angin Baratdaya dengan variasi Selatan (180o) dan Barat (270o). Kecepatan berkisar antara 0,1 – 10 m/dt. Sebaran angin didominasi arah Baratdaya ( 27%), Selatan ( 22%) dan Barat (14%). Pada monsun Barat ini tidak terlalu tepat mencerminkan pengaruh monsun Barat yang cenderung didominasi angin dari Barat dan Baratlaut (Trismadi, 1998).

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan Stasion Meteorologi Maritim Semarang dari tahun 1977 sampai dengan 1997 diperoleh data angin bulanan yang disajikan dalam bentuk windrose (Gambar 3.5 dan Gambar 3.6 ) dan dalam Tabel 3.2, sedangkan data angin berdasarkan musim disajikan dalam Tabel 3.3.

Page 9: BAB 3 PROFIL LINGKUNGAN PERAIRAN PANTAI SEMARANG

46

46

Tabel 3.2. Kondisi Angin Rerata Bulanan Hasil Analisis Data Pengamatan Stasion Meteorologi Maritim Semarang (1977 – 1997).

Bulan

Angin Dominan Kecepatan Dominan Angin Frekuensi (%) Kecep.

(m/dt) Frekuensi (%)

Januari Baratlaut Barat

52,38 42,86

5-7 5-7

23,81 19,05

Pebruari Baratlaut Barat

66,67 28,57

3-5 5-7

28,57 14,29

Maret Baratlaut Utara Timur

57,14 14,29 14,29

3-5 3-5 3-5

42,86 9,52 9,52

April Tenggara Timur Utara

47,62 33,33 14,29

3-5 3-5 1-3, 3-5, 5-7

38,10 19,05 4,76

Mei Timur Tenggara

52,38 42,86

3-5, 5-7 3-5

23,81 38,10

Juni Tenggara Timur

52,38 42,86

3-5 3-5, 5-7

52,38 19,05

Juli Tenggara Timur

51,90 38,10

3-5 7-9

52,38 19,65

Agustus Tenggara Timur

61,90 38,10

3-5 5-7, 7-9 7-9 3-5, 5-7

42,86 9,52 19,05 9,52

September Tenggara Timur

53,38 38,10

3-5 7-9 3-5

47,62 19,05 14,29

Oktober Tenggara Utara

42,86 23,81

3-5 7-9

28,57 14,29

Nopember Utara Tenggara Barat laut

38,10 23,81 14,29

3-5 3-5 3-5, 5-7, 7-9

23,81 23,81 4,76

Desember Barat laut Barat Utara

47,62 23,81 19,05

3-5 3-5 3-5

23,81 14,29 19,05

Sumber : Bachtiar (2002).

Page 10: BAB 3 PROFIL LINGKUNGAN PERAIRAN PANTAI SEMARANG

47

46

Tabel 3.2. Kondisi Angin Rerata Bulanan Hasil Analisis Data Pengamatan Stasion Meteorologi Maritim Semarang (1977 – 1997).

Bulan

Angin Dominan Kecepatan Dominan Angin Frekuensi (%) Kecep.

(m/dt) Frekuensi (%)

Januari Baratlaut Barat

52,38 42,86

5-7 5-7

23,81 19,05

Pebruari Baratlaut Barat

66,67 28,57

3-5 5-7

28,57 14,29

Maret Baratlaut Utara Timur

57,14 14,29 14,29

3-5 3-5 3-5

42,86 9,52 9,52

April Tenggara Timur Utara

47,62 33,33 14,29

3-5 3-5 1-3, 3-5, 5-7

38,10 19,05 4,76

Mei Timur Tenggara

52,38 42,86

3-5, 5-7 3-5

23,81 38,10

Juni Tenggara Timur

52,38 42,86

3-5 3-5, 5-7

52,38 19,05

Juli Tenggara Timur

51,90 38,10

3-5 7-9

52,38 19,65

Agustus Tenggara Timur

61,90 38,10

3-5 5-7, 7-9 7-9 3-5, 5-7

42,86 9,52 19,05 9,52

September Tenggara Timur

53,38 38,10

3-5 7-9 3-5

47,62 19,05 14,29

Oktober Tenggara Utara

42,86 23,81

3-5 7-9

28,57 14,29

Nopember Utara Tenggara Barat laut

38,10 23,81 14,29

3-5 3-5 3-5, 5-7, 7-9

23,81 23,81 4,76

Desember Barat laut Barat Utara

47,62 23,81 19,05

3-5 3-5 3-5

23,81 14,29 19,05

Sumber : Bachtiar (2002).

47

Gambar 3.5. Windrose rerata bulanan (1977 – 1997) hasil analisis data

pengamatan Stasiun Meteorologi Maritim Semarang : Januari s/d Agustus. (Sumber: Bachtiar, 2002).

Mei Juni

Juli Agustus

Januari Pebruari

Maret April

Page 11: BAB 3 PROFIL LINGKUNGAN PERAIRAN PANTAI SEMARANG

48

48

Gambar 3.6. Windrose rerata bulanan (1977 – 1997) hasil analisis data

pengamatan Stasiun Meteorologi Maritim Semarang : September s/d Desember. (Sumber: Bachtiar, 2002).

September Oktober

Nopember Desember

Page 12: BAB 3 PROFIL LINGKUNGAN PERAIRAN PANTAI SEMARANG

49

48

Gambar 3.6. Windrose rerata bulanan (1977 – 1997) hasil analisis data

pengamatan Stasiun Meteorologi Maritim Semarang : September s/d Desember. (Sumber: Bachtiar, 2002).

September Oktober

Nopember Desember

49

Tabel 3.3. Kondisi Angin Musiman Hasil Analisis Data Pengamatan Stasion Meteorologi Maritim Semarang (1977 – 1997).

Musim

Angin Dominan Kecepatan Dominan Angin Frekuensi

(%) Kecep. (m/dt)

Frekuensi (%)

Barat Barat laut Barat

57,38 32,79

3-5 5-7 7-9 5-7 3-5,9-11

24,59 18,03 11,48 13,11 6,56

Peralihan Barat ke Timur

Timur Tenggara

33,87 32,26

3-5 5-7 3-5 1-3

17,74 11,29 27,42 3,23

Timur Tenggara Timur

58,73 39,68

3-5 3-5,7-9 5-7

49,21 14,29 11,11

Peralihan Timur ke Barat

Tenggara Utara Timur

40,32 22,58 22,58

3-5 3-5 3-5

33,87 11,29 9,68

Sumber : Bachtiar (2002). Tabel 3.4. Rerata Suhu Udara Daerah Semarang Tahun 1981 – 1990

Bulan Suhu Udara Minimum Maksimum Rerata (oC)

Januari 25,5 30,5 26,73 Pebruari 25,9 31,2 26,93 Maret 25,1 32,4 27,37 April 26,3 34,4 28,20 Mei 26,5 34,1 28,15 Juni 27,3 33,8 27,60 Juli 26,8 33,5 27,51 Agustus 26,5 34,0 27,33 September 27,5 34,4 28,35 Oktober 26,4 34,4 28,86 Nopember 27,0 34,6 28,49 Desember 26,8 33,2 27,67 Rerata 27,77

Sumber: Kantor Dinas Klimatologi Kota Semarang, dalam Supputra,1993.

Page 13: BAB 3 PROFIL LINGKUNGAN PERAIRAN PANTAI SEMARANG

50

50

3.6. Suhu Udara Data pada tahun 1981-1990 yang dikeluarkan oleh Kantor

Dinas Klimatologi Semarang, diperoleh rata-rata suhu udara tahunan untuk daerah Semarang adalah 27,77oC, dengan rata-rata suhu udara bulanan terendah pada bulan Januari, yakni 26,73oC dan rata-rata bulanan tertinggi terjadi pada bulan Oktober, yakni 28,86oC (Supputra, 1993). Lebih lengkapnya rata-rata bulanan suhu udara daerah Semarang disajikan dalam Tabel 3.4. 3.7. Curah Hujan

Berdasarkan data dari Stasiun Meteorologi Maritim Semarang, diperoleh rerata curah hujan bulanan terendah adalah pada bulan Agustus, yakni 48,5 mm, sedangkan rerata curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari, yakni 443,7 mm. Curah hujan rerata bulanan secara lengkap ditampilkan dalam Gambar 3.7, sedangkan rerata curah hujan tahunan diperoleh adalah 2.401,7 mm. Gambar 3.7. Rerata Curah Hujan Bulanan (1977 – 1997), data Stasiun Meteorologi Maritim Semarang (Bachtiar, 2002). 3.8. Debit Banjir Kanal Timur Semarang

Sumber utama air tawar yang masuk perairan pantai lokasi pembahasan berasal dari Banjir Kanal Timur. Dari data yang diperoleh memperlihatkan bahwa jumlah debit sungai sepanjang tahun bervariasi dan terlihat adanya perbedaan antara barat dan musim timur. Berdasarkan survei yang dilakukan diperoleh debit Banjir Kanal Timur pada musim Timur adalah 0,342 m3/dt yang lebih kecil dari pada musim Barat yang memiliki debit 1,80 m3/dt.

0

100

200

300

400

500

Jan Mar Mei Jul Sep Nop

Cur

ah H

ujan

(mm

)

Bulan

Page 14: BAB 3 PROFIL LINGKUNGAN PERAIRAN PANTAI SEMARANG

51

50

3.6. Suhu Udara Data pada tahun 1981-1990 yang dikeluarkan oleh Kantor

Dinas Klimatologi Semarang, diperoleh rata-rata suhu udara tahunan untuk daerah Semarang adalah 27,77oC, dengan rata-rata suhu udara bulanan terendah pada bulan Januari, yakni 26,73oC dan rata-rata bulanan tertinggi terjadi pada bulan Oktober, yakni 28,86oC (Supputra, 1993). Lebih lengkapnya rata-rata bulanan suhu udara daerah Semarang disajikan dalam Tabel 3.4. 3.7. Curah Hujan

Berdasarkan data dari Stasiun Meteorologi Maritim Semarang, diperoleh rerata curah hujan bulanan terendah adalah pada bulan Agustus, yakni 48,5 mm, sedangkan rerata curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari, yakni 443,7 mm. Curah hujan rerata bulanan secara lengkap ditampilkan dalam Gambar 3.7, sedangkan rerata curah hujan tahunan diperoleh adalah 2.401,7 mm. Gambar 3.7. Rerata Curah Hujan Bulanan (1977 – 1997), data Stasiun Meteorologi Maritim Semarang (Bachtiar, 2002). 3.8. Debit Banjir Kanal Timur Semarang

Sumber utama air tawar yang masuk perairan pantai lokasi pembahasan berasal dari Banjir Kanal Timur. Dari data yang diperoleh memperlihatkan bahwa jumlah debit sungai sepanjang tahun bervariasi dan terlihat adanya perbedaan antara barat dan musim timur. Berdasarkan survei yang dilakukan diperoleh debit Banjir Kanal Timur pada musim Timur adalah 0,342 m3/dt yang lebih kecil dari pada musim Barat yang memiliki debit 1,80 m3/dt.

0

100

200

300

400

500

Jan Mar Mei Jul Sep Nop

Cur

ah H

ujan

(mm

)

Bulan

51

Banjir Kanal Timur berfungsi menampung dan mengalirkan limpasan dari Kali Penggaron melalui Bendungan Pucanggading, Kali Kedungmundu, Kali Bajak, dan Kali Candi (Bachtiar, 2002). Dalam Master Palan, disain Banjir Kanal Timur diharapkan mampu menampung serta mengalirkan limpasan yang diakibatkan oleh adanya hujan dengan periode ulang 100 tahun, dengan perkiraan debitnya sekitar 780 m3 (Bappeda Pemda Kotamdya Semarang, 1999).

Menurut pengelompokan berdasarkan musim, debit Banjir Kanal Timur adalah : a) musim hujan 3,80 m3/dt, b) peralihan musim hujan ke musim kemarau 3,06 m3/dt, c) musim kemarau 1,30 m3/dt, dan peralihan dari musim kemarau ke musim hujan adalah 2,30 m3/dt. Secara lengkap debit Banjir Kanal Timur disajikan dalam Tabel 3.5. Tabel 3.5. Debit Rerata Banjir Kanal Timur Semarang pada Berbagai Kondisi

Musim.

Kondisi Musim Bulan Debit Rerata

Bulan (m3/dt)

Debit Rerata Musiman (m3/dt)

Musim Hujan Desember Januari Pebruari Maret

4,00 4,13 4,39 2,67

3,80

Peralihan Musim Hujan ke Musim Kemarau

April Mei

3,68 2,43

3,06

Musim Kemarau Juni Juli Agustus September

1,92 1,04 0,70 1,52

1,30

Peralihan Musim Kemarau ke Musim Hujan

Oktober Nopember

1,63 2,97

2,30

Rerata 2,59 -

Sumber : Bachtiar (2002). 3.9. Debit Sedimen dari Banjir Kanal Timur

Debit sedimen dari Banjir Kanal Timur yang masuk ke dalam perairan Pantai Semarang di perlihatkan dalam bentuk hubungan

Page 15: BAB 3 PROFIL LINGKUNGAN PERAIRAN PANTAI SEMARANG

52

52

antara debit Sedimen dengan Debit Banjir Kanal Timur (Gambar 3.8), yakni :

0196,0 0231,0 As QQ (3.2) dimana :

sQ = debit suspensi (m3/dt)

AQ = debit aliran (m3/dt)

Gambar 3.8.Hubungan antara debit Suspensi dan debit Aliran Banjir Kanal

Timur Semarang (Cekdam Pucang gading). Sumber: Bachtiar (2002).

3.10. Pasang Surut

Sirkulasi perairan pantai ditentukan sebagian oleh gaya pembangkit pasut yang menghasilkan periode pasang dan surut. Pasut secara sederhana adalah gelombang gravitasi panjang dengan skala panjang gelombang dalam kilometer, dan periodenya mulai dari jam sampai hari.

Kecepatan penjalaran gelombangnya dihitung berdasarkan persamaan 2/1gh , dimana g adalah percepatan gravitasi dan h adalah kedalaman perairan. Persamaan ini hanya untuk kecepatan penjalaran gelombang di laut dangkal. Perbandingan panjang gelombang L, yang beberapa ratus kilometer, terhadap kedalaman air h m 1000h , pasut dapat dikatagorikan sebagai gelombang perairan dangkal apabila memenuhi 25/ hL (Rivera, 1997).

y = 0,0231x - 0,0196 R² = 0,9348

0,00

0,05

0,10

0,15

0,20

0,25

0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0

Deb

it S

uspe

nsi (

m3 /d

t)

Debit Aliran (m3/dt)

Page 16: BAB 3 PROFIL LINGKUNGAN PERAIRAN PANTAI SEMARANG

53

52

antara debit Sedimen dengan Debit Banjir Kanal Timur (Gambar 3.8), yakni :

0196,0 0231,0 As QQ (3.2) dimana :

sQ = debit suspensi (m3/dt)

AQ = debit aliran (m3/dt)

Gambar 3.8.Hubungan antara debit Suspensi dan debit Aliran Banjir Kanal

Timur Semarang (Cekdam Pucang gading). Sumber: Bachtiar (2002).

3.10. Pasang Surut

Sirkulasi perairan pantai ditentukan sebagian oleh gaya pembangkit pasut yang menghasilkan periode pasang dan surut. Pasut secara sederhana adalah gelombang gravitasi panjang dengan skala panjang gelombang dalam kilometer, dan periodenya mulai dari jam sampai hari.

Kecepatan penjalaran gelombangnya dihitung berdasarkan persamaan 2/1gh , dimana g adalah percepatan gravitasi dan h adalah kedalaman perairan. Persamaan ini hanya untuk kecepatan penjalaran gelombang di laut dangkal. Perbandingan panjang gelombang L, yang beberapa ratus kilometer, terhadap kedalaman air h m 1000h , pasut dapat dikatagorikan sebagai gelombang perairan dangkal apabila memenuhi 25/ hL (Rivera, 1997).

y = 0,0231x - 0,0196 R² = 0,9348

0,00

0,05

0,10

0,15

0,20

0,25

0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0

Deb

it S

uspe

nsi (

m3 /d

t)

Debit Aliran (m3/dt)

53

Pasut merupakan naik dan turunnya permukaan air laut yang dibangkitkan oleh reaksi terhadap gaya tarik antara bulan dan matahari, dan oleh rotasi dari sistem bumi–bulan di sekitar pusat gravitasi bersamanya. Pusat gravitasi dari bulan berlokasi pada bidang yang sama dengan bumi dan bulan memiliki jarak yang konstan dari bumi (Thabet, 1980).

Sistem bumi – bulan berputar di sekitar pusat massanya dengan periode 27,3 hari. Kombinasi efek gravitasi antara matahari dan bulan lebih besar apabila matahari dan bulan sejajar dengan bumi. Pasut yang terjadi saat itu dikatakan “spring tide”. Spring tide terjadi setiap 14 hari, hanya setelah bulan penuh atau bulan baru. Sebaliknya, apabila posisi matahari dan bulan membentuk sudut siku-siku terhadap bumi, maka pasut berada pada kondisi minimum. Pasut yang terjadi pada saat itu dikenal sebagai “neap tide” (Suripin, 1992).

Secara ringkas telah diterangkan di atas bahwa gaya gravitasi merupakan faktor yang sangat bertanggung jawab terhadap pasut, akan tetapi banyak kondisi ketidak beraturan pasut yang tidak dapat diterangkan hanya dengan berlandaskan pada teori itu saja. Ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi, mengubah dan mengontrol pasut yang diawali oleh gaya gravitasi. Beberapa faktor-faktor pengubah ini merupakan variabel dan yang lainnya merupakan konstanta. Kenyataan sebagian besar yang mempengaruhi variabel-variabel tersebut adalah tekanan atmosfir dan angin.

Faktor konstanta diperoleh dalam jumlah yang berbeda dari unsur-unsur pokok. Faktor konstanta ini diperoleh dari proses dekomposisi gaya pembangkit pasut. Sampai abad ini, dekomposisi ke dalam 20 atau 30 faktor-faktor tersebut telah dipublikasikan, terakhir Doodson telah mempublikasikan dekomposisi yang lebih luas. Tabel 3.6 menyajikan unsur-unsur pokok gaya pasut utama, periode dan kontribusinya terhadap pasut relatif terhadap komponen prinsip M2. Jumlah dan besar komponen tidak sama untuk seluruh tempat di permukaan bumi. Unsur-unsur ini sangat bervariasi dari satu area dengan area yang lainnya tergantung dari geometri basin lokal tersebut.

Page 17: BAB 3 PROFIL LINGKUNGAN PERAIRAN PANTAI SEMARANG

54

54

Tabel 3.6.Unsur-unsur pokok gaya pasut utama. Sumber : Berman (1989).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada dua periode yakni: tanggal 19 Juli – 3 Agustus 1997 dan tanggal 24 Februari – 11 Maret 1998 di tiga tempat, yaitu : Tambak Lorok, Tanjung Korewelang Kendal dan Moro Demak, diperlihatkan bahwa tipe pasut di daerah pengamatan adalah cenderung campuran diurnal (mixed-predominantly diurnal). Adapun komponen pasut untuk tiga stasiun hasil perhitungan diberikan dalam Tabel 3.7. sampai dengan Tabel 3.9. (Trismadi, 1998).

Tenggang pasang surut di Kendal terkecil dibandingkan dengan di Semarang dan Demak. Pada saat pasang purnama (spring tide), perbedaan elevasi mencapai 10 cm. Kondisi tersebut mempengaruhi pola arus di perairan pantai Semarang dan sekitarnya, dimana pada saat surut menuju pasang, terjadi arus dari Barat ke Timur, dan sebaliknya pada saat pasang menuju surut, terjadi arus dari Timur ke Barat (Bachtiar, 2002). Tabel 3.7. Komponen pasut di stasiun Kendal So M2 S2 N2 K2 K1 O1 P1 M4 MS4

A(cm) 84,8 10,2 4,70 2,30 1,10 16,7 8,00 5,50 0,50 0,40

G(o) 261 173 190 173 339 221 339 163 10

Page 18: BAB 3 PROFIL LINGKUNGAN PERAIRAN PANTAI SEMARANG

55

54

Tabel 3.6.Unsur-unsur pokok gaya pasut utama. Sumber : Berman (1989).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada dua periode yakni: tanggal 19 Juli – 3 Agustus 1997 dan tanggal 24 Februari – 11 Maret 1998 di tiga tempat, yaitu : Tambak Lorok, Tanjung Korewelang Kendal dan Moro Demak, diperlihatkan bahwa tipe pasut di daerah pengamatan adalah cenderung campuran diurnal (mixed-predominantly diurnal). Adapun komponen pasut untuk tiga stasiun hasil perhitungan diberikan dalam Tabel 3.7. sampai dengan Tabel 3.9. (Trismadi, 1998).

Tenggang pasang surut di Kendal terkecil dibandingkan dengan di Semarang dan Demak. Pada saat pasang purnama (spring tide), perbedaan elevasi mencapai 10 cm. Kondisi tersebut mempengaruhi pola arus di perairan pantai Semarang dan sekitarnya, dimana pada saat surut menuju pasang, terjadi arus dari Barat ke Timur, dan sebaliknya pada saat pasang menuju surut, terjadi arus dari Timur ke Barat (Bachtiar, 2002). Tabel 3.7. Komponen pasut di stasiun Kendal So M2 S2 N2 K2 K1 O1 P1 M4 MS4

A(cm) 84,8 10,2 4,70 2,30 1,10 16,7 8,00 5,50 0,50 0,40

G(o) 261 173 190 173 339 221 339 163 10

55

Tabel 3.8. Komponen pasut di stasiun Tambak Lorok So M2 S2 N2 K2 K1 O1 P1 M4 MS4

A(cm) 194,8

12,7 6,0 4,9 1,4 22,9 11,5 7,6 0,1 0,40

G(o) 250 150 184 150 335 213 335 111 56

Tabel 3.9. Komponen pasut di stasiun Demak So M2 S2 N2 K2 K1 O1 P1 M4 MS4

A(cm) 43,1 11,7 6,2 3,7 1,4 22,4 8,6 7,4 0,3 0,40

G(o) 255 146 185 146 336 227 336 180 272 Sumber : Trismadi (1998) 3.11. Temperatur dan Salinitas Perairan

Temperatur permukaan perairan pantai Semarang pada bulan Juli – Agustus 1997 berkisar antara 27,4 oC dan 30,9 oC, nilai ini dicatat pada stasiun C1. Sedangkan pada stasiun C2 dicatat temperatur permukaan perairan dalam waktu yang bersamaan adalah antara 3,4 oC dan 30,6 oC.

Secara keseluruhan, saat pasut purnama menjelang surut temperatur permukaan perairan berkisar antara 27,10 oC dan 32,80 oC. Sedangkan distribusi vertikal temperatur dari permukaan menuju dasar tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan. Pada saat pasut purnama menjelang pasang temperatur permukaan perairan berkisar antara 26,60 oC dan 27,60 oC. Seperti halnya dengan kondisi waktu pasut menjelang surut, distribusi vertikal temperatur saat kondisi pasut menjelang pasang, dari permukaan menuju dasar tidak memperlihatkan perbedaan yang berarti.

Fenomena salinitas perairan pantai Semarang sama dengan perairan lainnya, yakni dipengaruhi oleh air tawar yang masuk ke dalam perairan. Salinitas perairan akan berkurang dengan meningkatnya air tawar yang masuk ke dalam perairan tersebut. Pada musim Timur salinitas perairan pantai Semarang berkisar antara 30,4 ppt sampai 32,5 ppt, sedangkan pada musim Barat berkisar antara 32,2 ppt sampai 32,5 ppt.

Karena perbedaan salinitas di daerah penelitian cukup rendah dan cenderung homogen serta kecilnya debit Banjir Kanal Timur yang masuk perairan pantai Semarang, sehingga density current

Page 19: BAB 3 PROFIL LINGKUNGAN PERAIRAN PANTAI SEMARANG

56

56

yang terjadi relatif kecil jka dibandingkan arus yang dibangkitkan angin.

Implikasi dari tingginya salinitas perairan Semarang menyebabkan penurunan konsentrasi koloid untuk kisaran salinitas tersebut relatif stabil. Kestabilan ini dimulai pada salinitas di atas 1,5 o/oo. Hal ini dibuktikan oleh Yusuf et al. (1998), dimana pada salinitas perairan di atas 1,5 o/oo penyisihan partikel koloid telah stabil.