BAB 3 IUT fix

20
Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah BAB III PENGUKURAN POLYGON 3.1 PENGUKURAN TITIK POLYGON UTAMA Pengukuran dengan metode ini,merupakan salah satu cara penyajian sebaran titik ikat di daerah pengukuran secara berurutan. Maksud dan tujuan pengukuran polygon adalah untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam mencari koordinat titik-titik polygon (X,Y) yang akan digunakan untuk membuat sebuah peta topografi dari daerah yang diukur. Data-data tersebut adalah sebagai berikut : a. Data sudut dalam (I) pada setiap titik dari polygon yang akan dicari koordinatnya (X 1 , Y 1 ). b. Data jarak atau sisi Sn jumlahnya = n-1 (jarak horisontal) pada semua sisi polygon. c. Data satu sisi azimuth pada sisi polygon atau beberapa azimuth pada beberapa sisi polygon jika merupakan pengukuran polygon terbuka. Azimuth akan diukur pada sisi awal dan akhir jika merupakan polygon terbuka terikat sempurna. 16 Kelompok 4 Jurusan Teknik Sipil Universitas Gunadarma

description

poligon tertutup dan poligon titik detail

Transcript of BAB 3 IUT fix

Page 1: BAB 3 IUT fix

Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah

BAB III

PENGUKURAN POLYGON

3.1 PENGUKURAN TITIK POLYGON UTAMA

Pengukuran dengan metode ini,merupakan salah satu cara penyajian sebaran

titik ikat di daerah pengukuran secara berurutan.

Maksud dan tujuan pengukuran polygon adalah untuk mendapatkan data

yang diperlukan dalam mencari koordinat titik-titik polygon (X,Y) yang akan

digunakan untuk membuat sebuah peta topografi dari daerah yang diukur.

Data-data tersebut adalah sebagai berikut :

a. Data sudut dalam (I) pada setiap titik dari polygon yang akan dicari

koordinatnya (X1, Y1).

b. Data jarak atau sisi Sn jumlahnya = n-1 (jarak horisontal) pada semua sisi

polygon.

c. Data satu sisi azimuth pada sisi polygon atau beberapa azimuth pada

beberapa sisi polygon jika merupakan pengukuran polygon terbuka. Azimuth

akan diukur pada sisi awal dan akhir jika merupakan polygon terbuka terikat

sempurna.

3.2 PENGUKURAN TITIK DETAIL POLYGON

Tujuan utama dari pengukuran detail adalah untuk menggambarkan kembali

sebagian permukaan bumi dengan segala perlengkapannya yang akhirnya

berwujud peta. Berhubung tujuan pemakaian peta bermacam-macam, maka

pengukuran detail pun menjadi selektif, hanya detail-detail tertentu yang diukur

guna keperluan suatu macam peta.

Data yang perlu dicari dalam pengukuran detail ini adalah data sudut, jarak,

dan beda tinggi. Pada pengukuran ini juga diperlukan sketsa situasi agar diketahui

letak titik detail yang diambil sehingga memudahkan dalam penggambaran peta.

16

Kelompok 4 Jurusan Teknik Sipil Universitas Gunadarma

Page 2: BAB 3 IUT fix

Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah

3.3 PERALATAN

Adapun alat-alat yang digunakannya adalah sebagai berikut :

a. Theodolite

b. Kompas

c. Statif dan unting-unting

d. Rambu dan Jalon

e. Meteran

f. Payung

g. Kalkulator dan alat-alat tulis

Adapun gambar theodolite dapat dilihat pada gambar 3.1 dan gambar 3.2.

Gambar 3.1 Theodolite Tampak Depan

17

Kelompok 4 Jurusan Teknik Sipil Universitas Gunadarma

Page 3: BAB 3 IUT fix

Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah

Gambar 3.2 Theodolite Tampak Belakang

Bagian-bagian theodolite dan fungsinya adalah sebagai berikut :

Teropong, untuk membidik objek.

Vizier, sebagai alat untuk membidik objek secara kasar.

Klem teropong,untuk mengunci teropong terhadap sumbu II.

Alat pelindung lingkaran vertikal, untuk melindungi skala vertikal.

Sekrup pengatur fokus teropong, untuk memperjelas objek yang

dibidik.

Sekrup pengatur ketejaman benang, untuk memperjelas benang pada

lensa.

Lensa okuler (pengamat), untuk mengamati bacaan sudut.

Sekrup penggerak halus vertikal, untuk mendapatkan benang pada

objek secara halus.

Reflektor, untuk mengunci teropong pada arah horisontal.

Klem alhidade horisontal, untuk menentukan arah utara magnetic pada

sudut 00o00’00”.

Ring piringan horisontal, untuk mengunci peputaran teropong arah

horisontal setelah sudut horisontal pada sisi 00o00’00”.18

Kelompok 4 Jurusan Teknik Sipil Universitas Gunadarma

Page 4: BAB 3 IUT fix

Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah

Nivo kotak, untuk mengetahui posisi pesawat benar-benar dalam

keadaan mendatar, sumbu garis bidik sejajar dengan bidang horisontal

bumi.

Sekrup pengatur gelembung nivo, untuk mengatur gelembung nivo agar

sumbu I benar-benar vertikal.

Sekrup pengatur Centering optic, untuk mengatur centering optic secara

halus sehingga sumbu I tepat diatas patok.

Adapun syarat-syarat theodolite sebelum digunakan adalah sebagai berikut :

a. Mengatur Sumbu Kesatu Vertikal

Pengukuran sumbu kesatu ini sangat penting diperhatikan karena apabila

alat ukur theodolite dengan keadaan sumbu I tidak vertikal maka semua hasil

pengukuran, baik itu sudut horisontal maupun vertikal, bahkan jarak optisnya

adalah merupakan hasil pengukuran yang salah.

Tahap-tahap mengatur sumbu I vertikal adalah sebagai berikut :

1) Mengatur Nivo Kotak

Gambar 3.3 Nivo kotak

19

Kelompok 4 Jurusan Teknik Sipil Universitas Gunadarma

A B

B

C

1

3

2

Page 5: BAB 3 IUT fix

Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah

Langkah-langkah yang harus diperhatikan :

1. Mula-mula, misalkan gelembung berada di posisi 1.

2. Memindahkan letak gelembung nivo dari satu ke dua dengan cara

memutar sekrup A dan B secara bersama-sama dengan arah gerak

berlawanan.

3. Memindahkan gelembung nivo dari posisi 2 ke 3 dengan cara memutar

sekrup C sampai tepat ditengah-tengah.

4. Mengecek kedudukan gelembung nivo dengan memutar alat terhadap

sumbu kesatu, jika ada penyimpangan ulangi langkah-langkah diatas.

2) Mengatur Nivo Tabung

Gambar 3.4 Nivo tabung

Langkah-langkah yang perlu diperhatikan :

20

Kelompok 4 Jurusan Teknik Sipil Universitas Gunadarma

Nivo Tabung

BA

C

Page 6: BAB 3 IUT fix

Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah

1. Meletakkan nivo tabung sejajar sekrup penyetel AB (1), bila ada

penyimpangan seimbangkan dengan memutar sekrup A dan B secara

bersama-sama dengan arah yang berlawanan.

2. Memutar nivo 180o, apabila masih menyimpang seimbangkan dengan

cara memutar separuh sekrup A dan B, sedang separuh lagi dengan

sekrup koreksi nivo.

3. Selanjutnya memutar theodolite terhadap sumbu I,memberi kedudukan

nivo menjadi kedudukan III dan tegak lurus AB.

4. Jika nivo masih menyimpang, seimbangkan seluruhnya dengan sekrup

penyetel C saja.

5. Sebagai tindakan penelitian, beri kedudukan-kedudukan sembarang,

bila ternyata tetap seimbang maka sumbu I sudah tepat vertikal,jika

sebalikya maka ulangi pekerjaan tersebut dari awal berulangkali

sedemikian rupa sehingga pada setiap kedudukan, nivo tetap seimbang.

b. Mengatur Garis Bidik Tegak Lurus Sumbu II

Untuk mendapatkan garis bidik yang tepat perlu diperhatikan langkah-

langkah sebagai berikut :

1. Mendirikan theodolite sebaik-baiknya.

2. Mengatur sumbu kesatu dengan benar.

3. Mengarahkan teropong pada suatu titik P,umumnya titik dibuat pada kertas

dan menempelnya pada tembok. Bacalah piringan horisontal.

4. Memutar teropong sehingga kedudukan menjadi luar biasa. Membaca

piringan horisontalnya, misal terbaca kita sebut sebagai LB (luar biasa).

5. Bila pembacaan B ± 180o = LB berarti alat terkoreksi, bila tidak ada

kesalahan kolimasi sebesar .

6. Memberikan koreksi pada pembacaan LB dengan memutar penggerak halus

alhidade horisontal sampai pembacaan terkoreksi.

21

Kelompok 4 Jurusan Teknik Sipil Universitas Gunadarma

Page 7: BAB 3 IUT fix

Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah

7. Dengan adanya pemutaran tersebut, maka garis bidik sudah tidak

mengarahkan ke titik P lagi. Untuk mengarahkan garis bidik ke titik P

dengan memutar sekrup koreksi diagfragma ke kiri dan ke kanan.

8. Memeriksa pembacaan B dan LB. Jika maka garis-garis bidik tegak

lurus sumbu II. Bila maka melakukan pengaturan ulang sehinga

atau paling tidak mendekati nol.

Tabel 3.1 Contoh pembacaan data lapangan pengukuran polygon

No

Pembacaan Lingkaran

Horisontal б =1/2 (B – LB) – 90o Diarahkan

B LB

1 314o55’30” 137o55’30” 00o01’30” 137o57’00”

2 137o55’00” 137o57’00” 00o00’30” 314o55’30”

3 137o55’30” 137o58’00” 00o00’15”

22

Kelompok 4 Jurusan Teknik Sipil Universitas Gunadarma

Page 8: BAB 3 IUT fix

Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah

Gambar 3.5 Garis Bidik

3.4 CARA KERJA (PEDOMAN PELAKSANAAN PEKERJAAN)

Prosedur pelaksanaan pekerjaan dari pengukuran polygon antara lain yaitu :

1. Membuat sketsa situasi daerah yang akan diukur, kemudian di plot titik-titik

utama dan detail yang akan diambil.

2. Hasil perhitungan harus dibawah toleransi yang ditetapkan.

3. Membuat kedudukan nivo selalu seimbang (syarat mutlak), pada setiap

kedudukan alat.

4. Untuk pembacaan tinggi, harus ada kontrol dimana harga batas tengah yaitu

Bt = ½ (Ba + Bb).

5. Memegang rambu harus benar-benar vertikal.

6. Pada waktu tengah hari sekitar jam 11.00 – 13.00 WIB, pekerjaan harus

dihentikan mengingat adanya refraksi atmosir dan undulasi kemudian

setelah istirahat dilanjutkan kembali.

3.5 LANGKAH KERJA

Langkah-langkah kerja yang harus dilakukan pada pengukuran polygon,

diantaranya :

1. Mendirikan statip di atas titik utama yang telah ditentukan sebelumnya (P1),

kemudian meletakkan theodolite diatasnya, menguncinya dengan baut

pengunci dan mengukur tinggi alat.

2. Mengukur kedudukan theodolite agar tepat pada titik sasaran, dengan

menggunakan sekrup penggerak halus vertikal dan horisontal hingga nivo

seimbang.

3. Mengarahkan theodolite ke utara, kemudian mengunci klem horisontal, dan

menyalakan monitor pembacaan sudut horisontal dan vertikal hingga

terbaca sudut horisontal sebesar 00o00’00”.

23

Kelompok 4 Jurusan Teknik Sipil Universitas Gunadarma

Page 9: BAB 3 IUT fix

Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah

4. Membuka kunci klem horisontal, membidik titik terakhir (misal P4),

mengunci klem horisontal, melakukan pembacaan rambu pengukuran biasa

(B), baca Ba, Bt, Bb, sudut horisontal dan vertikal, kemudian mencatat hasil

pembacaan pada buku catatan lapangan.

5. Melakukan pengukuran luar biasa (LB) dengan memutar theodolite.

Kemudian, membidik P4, mengunci klem horisontal, dan melakukan

pembacaan rambu, baca Ba, Bt, Bb, sudut horisontal dan vertikal, kemudian

mencatat hasil pembacaan pada buku catatan lapangan.

6. Mengarahkan theodolite pada titik P2, melakukan pengukuran biasa (B) dan

luar biasa (LB).

7. Melakukan pengukuran titik detail minimal 15 (lima belas) titik detail untuk

masing-masing titik utama (cukup hanya dengan pengukuran biasa B).

8. Memindahkan alat ke titik P2, dan melakukan kembali poin 1 – 7.

Mengulangi langkah-langkah tersebut untuk titik-titik utama lainnya.

3.6 PENGUKURAN JARAK

Pengkuran jarak merupakan basis yang penting untuk penentuan posisi dan

beda tinggi titik-titik di lapangan. Ukuran jarak didasarkan pada meter standar

atau menggunakan satuan feet akan tetapi diIndonesia umumnya menggunakan

meter. Pengukuran jarak dimaksudkan untuk mengetahui kekurangan dan

kelebihan dari pengukuran jarak secara langsung dan tak langsung (optis).

1) Secara langsung

Pengukuran jarak langsung ialah mengukur garis yang menghubungkan 2

titik. Pengukuran ini biasanya dilakukan dengan menggunakan pita atau pegas

ukur dari kain, baja atau invar. Untuk jarak pada tanah yang miring digunakan alat

bantu. Cara yang paling sederhana adalah dengan menggunakan meteran.

2) Secara Optis.

Pengukuran jarak secara optis adalah pengukuran jarak yang dilakukan tidak

secara langsung, tetapi dengan menghitung sudut yang dibentuk sewaktu

pengukuran. Cara yang digunakan adalah cara Tracymetri.

24

Kelompok 4 Jurusan Teknik Sipil Universitas Gunadarma

Page 10: BAB 3 IUT fix

Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah

Tachymetri adalah suatu cara mengukur dengan menggunakan alat pada

pada teropong theodolite atau sipat datar. Alat tersebut berupa benang-benang

mendatar yang terdapat pada diafragma, yaitu : benang atas, benang tengah dan

benang bawah.

Rumus :

D = A Y Cos2 h + B Cos h

Dimana :

D = Jarak

A = Konstanta Pengali

Y = Ba – Bb

B = Besaran Penambah

h = Sudut Kemiringan (helling = 90˚ - sudut v)

Dalam praktik pengukuran, lazimnya B diabaikan atau pada alat yang baru B = 0.

Hingga rumus jarak optisnya dengan sudut kemiringan h adalah :

D = A Y Cos2 h.

Hitungan jarak optis, bisa juga digunakan rumus :

Dd = 100 (Ba – Bb) Cos2 h

Dimana :

Dd = Jarak datar optik

Ba = Benang Atas

Bb = Benang Bawah

h = Helling

h = 90o - θ (bacaan sudut biasa (B)

h = θ - 270o (bacaan sudut luar biasa (LB)

Perlu diketahui koordinat dari titik-titik tersebut untuk memudahkan

penggambaran titik-titik detail di atas kertas tetapi, jika tidak memungkinkan

dapat menggunakan jarak datar dan azimuth.

3.7 RUMUS HITUNGAN

Pada pengukuran polygon, rumus-rumus yang digunakan akan dijelaskan

berikut dibawah ini.25

Kelompok 4 Jurusan Teknik Sipil Universitas Gunadarma

Page 11: BAB 3 IUT fix

Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah

3.7.1 Perhitungan Polygon Utama

Rumus-rumus yang digunakan dalam perhitungan polygon utama adalah

sebagai berikut :

a. Helling (h) = 90o - θ (bacaan sudut biasa B)

= θ-270o (bacaan sudut luar biasa LB)

b. Jarak (Dd) = 100 (Ba – Bb) Cos2 h

Dimana :

Dd = Jarak datar optik

Ba = Benang Atas

Bb = Benang Bawah

c. Beda tinggi (∆H) = Tingi alat + (Dd x tg h) – Bt

d. Tinggi tempat (P) = Tinggi awal + ∆H (Biasa) titik didepannya

Catatan :

Tinggi tempat selanjutya = Tinggi tempat sebelumnya + ∆H

e. Faktor Koreksi (Fk) =

f. ∆H setelah koreksi = ∆H + fk

g. Tinggi tempat setelah koreksi = P + ∆H setelah koreksi.

3.7.2 Perhitungsn Polygon Tertutup

a) Sudut dalam (α)

Sudut dalam adalah sudut yang berada di sebelah dalam polygon

tertutup. Sudut dalam dapat diputar searah jarum jam (kanan), lihat

gambar 3.6, atau berlawanan arah jarum jam (kiri). Pada saat

pengukuran sebaiknya selalu mengukur sudut searah jarum jam, dan

arah putaran ditunjukkan dalam buku lapangan dengan sebuah sketsa.

26

Kelompok 4 Jurusan Teknik Sipil Universitas Gunadarma

Page 12: BAB 3 IUT fix

Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah

Gambar 3.6 Sudut dalam pada polygon tertutup

b) Azimuth (β)

Azimuth adalah sudut yang diukur searah jarum jam dari

sembarangan meridian acuan. Dalam pengukuran tanah datar, azimuth

biasanya diukur dari utara dan berkisar antara 0o sampai 360o, lihat

gambar 3.7. Perlu untuk dinyatakan dalam catatan lapangan pada waktu

permulaan pekerjaan, apakah azimuth diukur dari utara atau selatan.

27

Kelompok 4 Jurusan Teknik Sipil Universitas Gunadarma

U

P1P3

P4

P2

A1

T

S

A2

B

UMeridian Acuan

235°

70°

Page 13: BAB 3 IUT fix

Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah

Gambar 3.7 Azimuth

c) Koordinat X, Y, dan ketinggian Z

Jarak rata-rata =

Misal untuk titik P1-P2 :

Dd rata-rata =

rata-rata =

Misal untuk titik P1-P2 :

rata-rata =

Koordinat X

Xawal = 0

X1 = Xawal + D Sin1

X2 = X1 + D Sin2.....dst.

Maka

Koordinat Y

Yawal = 0

Y1 = Yawal + D Cos1

Y2 = Y1 + D Cos2.....dst.

Maka

Ketinggian Z

Zawal = 0

Z1 = Zawal + D 1

Z2 = Z1 + D 2.....dst.

Maka

3.8 PERHITUNGAN KESALAHAN

28

Kelompok 4 Jurusan Teknik Sipil Universitas Gunadarma

Page 14: BAB 3 IUT fix

Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah

Pengukuran yang dilakukan baik pengukuran sipat datar atau polygon, tidak

dapat terpisahkan oleh adanya ketidak-pastian atau kesalahan. Pada prinsipnya

tidak mungkin kita menentukan suatu jarak atau sudut dengan tepat. Kita

hanya dapat menentukan harga perkiraan. Dengan perhitungan kesalahan, maka

dapat diperkirakan besarnya kesalahan pada pengukuran. Kesalahan-kesalahan

yang timbul dapat dibagi atas tiga kelompok berikut :

1. Kesalahan kasar, timbul oleh kekeliruan yang berat, dan selalu dapat

dihindarkan dengan penyipatan yang teliti dan tepat. Karena semua

pengukuran sipat datar pada umumnya dilakukan dua kali, maka kesalahan

kasar mudah ditiadakan.

2. Kesalahan acak (kebetulan), ialah ketidaktelitian yang selalu timbul pada

pengukuran sipat datar oleh perubahan suasana dan lapangan dan oleh

perbedaan kecil pada pembuatan alat ukur sudut yang tidak dapat diatasi.

Kesalahan acak (kebetulan) mempengaruhi hasil penyipatan secara tidak

tentu dan timbul baik dengan tanda positif maupun dengan tanda negatif.

3. Kesalahan sistimatik, diakibatkan oleh penyipatan yang ceroboh. Seperti,

rarnbu ukur yang tidak diluruskan, pengukuran jarak dengan pita ukur yang

tidak teliti, pengaruh suasana pada garis bidik dan penyetelan yang tidak

teliti pada alat ukur. Kesalahan sistimatik dapat diatasi dengan penentuan

pengaruhnya secara analitis, bekerja teliti dan dengan alat ukur sudut yang

disetel dengan teliti juga.

29

Kelompok 4 Jurusan Teknik Sipil Universitas Gunadarma