Bab-2.-Tinjauan-Teori

11
Bab 2. Tinjauan Teori 2.1 Pengertian Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral, yang dimulai dalam glomerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria (Price, 2005). Glomerulonefritis merupakan penyakit yang terjadi pada ginjal yang terlihat sebagai inflamasi pada bagian penyaring darah (glomerolus) pada kedua ginjal. Inflamasi mengakibatkan terhambatnya pembuangan zat sisa, garam, dan air dari aliran darah, yang dapat berujung pada komplikasi. Glomerulonefritis adalah suatu reaksi dari sistem imunologi pada organ ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu, penyebab yang sering terjadi karena infeksi kuman Streptococcus β haemolyticus grup A tipe nefritogenik. Glomerulonefritis merupakan suatu istilah untuk menjelaskan berbagai macam penyakit ginjal yang mengalami ploriferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh mekanisme sistem imunologi. Glomerulonefritis Akut merupakan peradangan dari membran kapiler glomerulus yang tidak membaik dan secara mendadak terjadi pada kedua ginjal akibat endapan kompleks antigen dan antibodi selama 7-10 hari setelah infeksi faring atau kulit oleh bakteri Streptococcus (Muttaqin, 2011). Kasus klasik glomerulonefritis akut terjadi setelah infeksi streptococcus pada tenggorokan atau kadang-kadang pada

Transcript of Bab-2.-Tinjauan-Teori

Page 1: Bab-2.-Tinjauan-Teori

Bab 2. Tinjauan Teori

2.1 Pengertian

Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral, yang

dimulai dalam glomerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau

hematuria (Price, 2005). Glomerulonefritis merupakan penyakit yang terjadi pada

ginjal yang terlihat sebagai inflamasi pada bagian penyaring darah (glomerolus)

pada kedua ginjal. Inflamasi mengakibatkan terhambatnya pembuangan zat sisa,

garam, dan air dari aliran darah, yang dapat berujung pada komplikasi.

Glomerulonefritis adalah suatu reaksi dari sistem imunologi pada organ ginjal

terhadap bakteri atau virus tertentu, penyebab yang sering terjadi karena infeksi

kuman Streptococcus β haemolyticus grup A tipe nefritogenik. Glomerulonefritis

merupakan suatu istilah untuk menjelaskan berbagai macam penyakit ginjal yang

mengalami ploriferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh mekanisme

sistem imunologi.

Glomerulonefritis Akut merupakan peradangan dari membran kapiler

glomerulus yang tidak membaik dan secara mendadak terjadi pada kedua ginjal

akibat endapan kompleks antigen dan antibodi selama 7-10 hari setelah infeksi

faring atau kulit oleh bakteri Streptococcus (Muttaqin, 2011). Kasus klasik

glomerulonefritis akut terjadi setelah infeksi streptococcus pada tenggorokan atau

kadang-kadang pada kulit sesudah masa laten 1 sampai 2 minggu (Price, 2005).

Glomerulonefritis progresif cepat (RPGN) dahulu disebut sebagai

glomerulonefritis sub akut yang merupakan suatu penyakit ginjal fulminan dengan

gambaran klinis dan morfologik yang khas. Terdapat hematuria, proteinuria dan

azotemia progresif cepat sehingga akan mengakibatkan kematian dalam jangka

waktu 2 tahun (Price, 2005). Menurut Mansjoer (2000) glomerulonefritis kronis

adalah diagnosis klinis berdasarkan ditemukannya hematuria dan proteinuria yang

menetap. Glomerulonefritis kronis ditandai dengan kerusakan glomerulus secara

progresif lambat akibat glomerulonefritis yang berlangsung lama (Price, 2005).

2.2 Epidemiologi

Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadi gagal ginjal tingkat

akhir dan angka morbiditas yang tinggi pada anak maupun dewasa. Penyakit ini

Page 2: Bab-2.-Tinjauan-Teori

mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827, sekarang diketahui

sebagai penyakit dengan berbagai penyebab meskipun respon imun menimbulkan

beberapa bentuk glomerulonefritis (Price, 2005).

Pada tahun 1995 di Indonesia dilaporkan sekitar 170 pasien dirawat di

rumah sakit pendidikan selama 12 bulan. Persentase terbanyak dirawat di

Surabaya (26,5%), Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%).

Namun antara pasien laki-laki dengan pasien perempuan berbanding 2:1 dan

paling banyak terjadi pada usia antara 6-8 tahun (40,6%). Sedangkan kasus

glomerulonephritis akut pascastreptococcus (APSGN) paling sering menyerang

anak usia 3-7 tahun, meskipun orang dewasa muda dan remaja dapat pula

terserang (Price, 2005).

2.3 Etiologi

Faktor penyebab yang mendasari penyakit glomerulonefritis ini dibagi

menjadi kelompok infeksi dan non-infeksi (Muttaqin, 2011);

a. Infeksi

Infeksi kuman Streptococcus terjadi sekitar 5-6% pada orang dengan

radang tenggorokan dan 25% pada orang dengan infeksi kulit. Edangkan

penyebab non-streptococcus terdiri dari bakteri, virus dan parasite lainnya.

b. Non-infeksi

Penyakit sistemik multisistem seperti pada Lupu Eritematosus

Sistemik (SLE), vaskulitis, sindrom Goodpasture dan granulomatosis

Wegener.

2.4 Tanda dan gejala

Gambaran manifestasi klinis dapat bermacam-macam, kadang-kadang

gejala ringan namun tidak jarang anak-anak datang dengan gejala berat. Tanda

yang sering ditemukan terjadi;

a. Hematuria

b. Proteinuria

c. Oliguria

d. Edema

Page 3: Bab-2.-Tinjauan-Teori

e. Hipertensi

Gejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit adalah;

a. Rasa lelah

b. Anoreksia

c. Kadang demam

d. Sakit kepala

e. Mual dan muntah (price, 2005).

2.5 Patofisiologi

Menurut Smeltzer (2001), patofisiologi dari glomeulonefritis akut sebagai

berikut:

1. Proliferasi Seluler yaitu terjadi peningkatan sel endotelia yang melapisi

glomerulus, Infiltrasi leukosit ke glomerulus dan penebalan membran

filtrasi glomerulus atau membran basal menghasilkan jaringan parut dan

kehilangan permukaan penyaring. Pada glomerulonefritis akut, ginjal

membesar, bengkak dan kongesti. Seluruh jaringan renal-glomerulus,

tubulus dan pembuluh darah dipengaruhi dalam berbagai tingkat tanpa

memperhatikan tipe glomerulonefritis akut yang ada. Pada banyak pasien,

antigen diluar tubuh (misalnya medikasi, serum asing) mengawali proses,

menyebabkan pengendapan kompleks di glomerulus. Pada pasien yang

lain, jaringan ginjal sendiri berlaku sebagai antigen penyerang. Elektron-

mikroskopis dan analisis imunogluoresen mekanisme imun membantu

identifikasi asal lesi. Biopsi ginjal diperlukan untuk membedakan berbagai

jenis glomerulonefritis akut.

2. Proliferasi Leukosit merupakan adanya neutrofil dan monosit dalam lumen

kapiler dan sering menyertai proliferasi seluler.

3. Penebalan membran basal glomelurus muncul sebagai penebalan dinding

kapiler baik disisi endotel atau epitel membran dasar.

4. Hialinisasi atau sklerosis menunjukkan cedera irreversible.

Sedangkan glomerulonefritis kronik awitannya seperti glomerulonefritis

akut atau tampak sebagai tipe reaksi antigen-antibody yang lebih ringan, kadang-

kadang sangat ringan sehingga terabaikan. Setelah kejadian berulangnya infeksi

Page 4: Bab-2.-Tinjauan-Teori

ini, ukuran ginjal sedikit berkurang sekitar seperlima dari ukuran normal dan

terdiri dari jaringan fibrosa yang luas. Korteks mengecil menjasi lapisan yang

tebalnya 1-2 mm atau kurang. Berkas jaringan parut merusak sisa korteks,

menyebabkan permukaan ginjal  kasar dan irreguler. Sejumlah glomeruli dan

tubulusnya berubah menjadi jaringan parut serta cabang-cabang arteri renal

menebal. Akhirnya terjadi kerusakan glomerulus yang parah, menghasilkan

penyakit ginjal tahap akhir (ESRG) (Smeltzer, 2001).

2.6 Komplikasi dan prognosis

a. Komplikasi

1.) Ensefalopati hipertensi

Merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Gejala berupa

gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang, disebabkan

spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.

2.) Gangguan sirkulasi

Gangguan tersebut berupa dispnea, ortopnea, terdapatnya ronkhi

basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang tidak

hanya disebabkan oleh spasme pembuluh darah, melainkan juga

disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesar

dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di

miokardium.

3.) Anemia

Anemia timbul karena adanya hipervolemia disamping sintesis

eritropoetik yang menurun.

b. Prognosis

Secara umum glomerulonefritis akut pascastreptococcus mempunyai

prognosis yang lebih baik daripada bentuk non-streptococcus dan prognosis

pada anak lebih baik daripada orang dewasa. Pada anak sekitar 90% atau lebih

akan sembuh. Gejala klinis akan menghilang dalam beberapa minggu, namun

hematuria mikroskopik, silindruria dan proteinuria ringan dapat tetap ada

selama kurang lebih satu tahun.

Menurut Price (2005), diperkirakan lebih dari 90% anak yang

Page 5: Bab-2.-Tinjauan-Teori

menderita penyakit ini dapat sembuh sempurna, namun pada orang dewasa

prognosis menjadi kurang baik (30-50%). 2-5% dari semua kasus akut

mengalami kematian, sedangkan pada pasien yang lainnya dapat berkembang

menjadi glomerulonefritis progresif cepat (RPGN) atau kronik yang

perkembangannya lebih lambat. Pada glomerulonefritis progresif cepat

kematian akibat uremia biasanya terjadi dalam jangka waktu beberapa bulan

saja, sedangkan pada glomerulonephritis kronik perjalanan penyakit dapat

berkisar antara 2-40 tahun.

2.7 Pengobatan

Pengobatan yang dapat diberikan pada pasien dengan glomerulonefritis

diantaranya;

a. Medis

Pengobatan glomerulonefritis akut pascastreptococcus (APSGN) adalah

penisilin untuk memberantas semua sisa infeksi streptococcus, dapat

dikombinasikan dengan amoksilin 50mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari,

namun jika alergi dengan amoksilin maka dapat diganti dengan eritromisin

30mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis dilanjutkan dengan peroral 2x200.000 IU

selama fase konvalesen. Tirah baring selama stadium akut, makanan bebas

natrium jika terjadi gejala edema atau gejala gagal jantung dan antihipertensi

jika diperlukan. Obat kortikosteroid tidak mempunyai efek yang berguna pada

glomerulonefritis akut pascastreptococcus (APSGN) (Price, 2005).

b. Keperawatan

1.) Istirahat mutlak selama 3-4 minggu yang dulu dianjurkan selama 6-8

minggu, sebagai pemberian kesempatan pada ginjal untuk sembuh.

Namun penyelidikan terakhir telah menunjukkan bahwa mobilisasi

penderita seudah 3-4 minggu sejak timbulnya penyakit tidak berakibat

buruk terhadap perjalanan penyakitnya dan pembatasan aktivitas

sesuai kemampuannya.

2.) Program diet secara ketat denagn asupan gizi cukup pada fase akut

diberikan dengan makanan rendah protein (1gram/kg BB/hari) dan

rendah garam (1gram/hari). Jika pasien dengan suhu tinggi maka

Page 6: Bab-2.-Tinjauan-Teori

diberikan makanan lunak dan makanan yang biasa diberikan jika suhu

pasien telah kembali normal.

3.) Jika psien memiliki komplikasi seperti edema, hiertensi, gagal jantung

dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi serta

dianjurkan untuk secara teratur control kesehatan pada ahlinya sebagai

pencegahan berlanjut pada tahapan sindrom nefrotik atau GGK.

4.) Kaji edema dan BB/hari, jika berlebih maka dapat diberikan diuretic.

5.) Observasi tanda-tanda vital sebagai kewaspadaan terjadinya CHF. Jika

sudah ambulasi, monitor proteinuria dan hematuria, jika meningkat

maka tirah baring tetap dijalankan, jika ambulasi dapat ditolerir maka

pasien dibolehkan untuk pulang.

6.) Jika anuria berlangsung lama selama 5-7hari maka ureum harus

dikeluarkan dari dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis

pertonium, hemodialysis, bilas lambung dan usus. Jika prosedur-

prosedur tersebut tidka dapat dilakukan karena kesulitan teknis, maka

pengeluaran darah vena pun dapat dilakukan.

2.8 Pencegahan

Biasakan perilaku hidup sehat dan bersih seperti mencuci tangan bersih

dengan sabun dan merawat kebersihan kulit serta segera mengobati infeksi kulit

terutama yang disebabkan oleh scabies. Selain itu nuga perlu dilakukan

pemeriksaan adanya faktor risiko infeksi GNAPS terhadap siapa saja yang kontak

dekat dengan pasien seperti tinggal satu rumah dalam jangka waktu 2 minggu

sebelum onset penyakit.

Page 7: Bab-2.-Tinjauan-Teori

DAFTAR PUSTAKA

Centre for disease control. 2010. Guidelines For Acute Post-Streptococcal

Glomerulonephritis. DEPARTEMENT FO HEALTH AND FAMILIES in The

Northern Territory

Muttaqin, Arif dan Sari, Kumala. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan

Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses

penyakit, ed 6. Jakarta: EGC

Smeltzer, S. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner

Suddarth, vol 2 ed 8. Jakarta: EGC

Nailul Aizza Rizqiyah

NIM 132310101032