Bab 2 Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.id · DnV 1981 Rules For Submarine Pipe Systems l. DnV RP...

34
6 Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Sistem Perpipaan Sistem perpipaan merupakan sistem transportasi yang digunakan manusia untuk mengalirkan fluida baik itu berupa fasa cair ataupun fasa gas dari suatu tempat ke tempat lain untuk memenuhi kebutuhan hidup. Penggunaan sistem perpipaan dimulai sejak 2700 tahun sebelum masehi untuk mengalirkan air dari sumber mata air ke perkotaan. Pada saat itu material yang digunakan berasal dari material nonmetal dengan sambungan antar pipa (joint) menggunakan asphalt. Baru pada 2400 SM di Mesir diperkenalkan penggunaan pipa-pipa dengan material metal yaitu tembaga. Sejarah pengguanaan sistem perpipaan pada zaman lampau, yang paling terkenal adalah penggunaan sistem perpipaan oleh bangsa Romawi untuk mengalirkan air yang sering disebut sebagai aquaduct. Diperkirakan perpipaan yang digunakan sepanjang 250 mil dan telah menggunakan valve dan stopcock untuk mengatur aliran air. Kebanyakan pipa dibuat dari material timah yang mengalami proses manufaktur seperti rolling dan pengelasan. Valve dan elemen lain dari pipa dibuat dari perunggu. Adalah Julius Frontinus seorang Romawi yang membuat Standar dimensi dan material pipa untuk digunakan pada saat itu. Pipe name (Latin) Pipe diameter, mm Pipe diameter, in. Quinaria 23 0.9 Senaria 28 1.1 Octonaria 37 1.4 Denaria 46 1.8 Duodenaria 55 2.1 Vicenaria 92 3.6 Gambar 2.1 Standar dimensi pipa Romawi (4) Perkembangan sistem perpipaan mulai berkembang pesat pada tahun 1800- an. Saat itu di London ketika orang mulai mengunakan gas untuk pengisi bola

Transcript of Bab 2 Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.id · DnV 1981 Rules For Submarine Pipe Systems l. DnV RP...

Page 1: Bab 2 Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.id · DnV 1981 Rules For Submarine Pipe Systems l. DnV RP F105 Free Spanning Pipelines m. DnV RP E305 On Bottom Stability Design Of Submarine

6

Bab 2

Tinjauan Pustaka

2.1 Sistem Perpipaan

Sistem perpipaan merupakan sistem transportasi yang digunakan manusia

untuk mengalirkan fluida baik itu berupa fasa cair ataupun fasa gas dari suatu

tempat ke tempat lain untuk memenuhi kebutuhan hidup. Penggunaan sistem

perpipaan dimulai sejak 2700 tahun sebelum masehi untuk mengalirkan air dari

sumber mata air ke perkotaan. Pada saat itu material yang digunakan berasal dari

material nonmetal dengan sambungan antar pipa (joint) menggunakan asphalt.

Baru pada 2400 SM di Mesir diperkenalkan penggunaan pipa-pipa dengan

material metal yaitu tembaga.

Sejarah pengguanaan sistem perpipaan pada zaman lampau, yang paling

terkenal adalah penggunaan sistem perpipaan oleh bangsa Romawi untuk

mengalirkan air yang sering disebut sebagai aquaduct. Diperkirakan perpipaan

yang digunakan sepanjang 250 mil dan telah menggunakan valve dan stopcock

untuk mengatur aliran air. Kebanyakan pipa dibuat dari material timah yang

mengalami proses manufaktur seperti rolling dan pengelasan. Valve dan elemen

lain dari pipa dibuat dari perunggu. Adalah Julius Frontinus seorang Romawi yang

membuat Standar dimensi dan material pipa untuk digunakan pada saat itu.

Pipe name (Latin)

Pipe diameter, mm

Pipe diameter, in.

Quinaria 23 0.9 Senaria 28 1.1 Octonaria 37 1.4 Denaria 46 1.8 Duodenaria 55 2.1 Vicenaria 92 3.6

Gambar 2.1 Standar dimensi pipa Romawi(4)

Perkembangan sistem perpipaan mulai berkembang pesat pada tahun 1800-

an. Saat itu di London ketika orang mulai mengunakan gas untuk pengisi bola

Page 2: Bab 2 Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.id · DnV 1981 Rules For Submarine Pipe Systems l. DnV RP F105 Free Spanning Pipelines m. DnV RP E305 On Bottom Stability Design Of Submarine

7

lampu dan munculnya mesin-mesin uap yang menandai adanya revolusi industri.

Hingga saat ini, teknologi sistem perpipaan masih berkembang baik itu dari sisi

proses pembuatannya maupun penggunaanya. Pada masa sekarang penggunaan

pipa dengan beragam material penyusun telah tersebar luas di industri migas

maupun industri proses.

Pipa yang berada pada sebuah kawasan industri tertentu biasa disebut

sebagai piping. Pada suatu plant, piping biasanya digunakan sebagai transportasi

fluida proses dari satu equipment ke equipment lain, misalnya dari wellhead ke

separator, atau dari separator ke vessel scrubber dan lain-lain. Dari segi

dimensinya, piping berukuran relatif pendek dan berdiameter kecil (<18”). Pada

umumnya piping terpasang berbelok-belok dan terdapat banyak elemen sepanjang

dimensinya, seperti valve, flange, gasket, support, bend/elbow, tee/branch dan

berbagai macam instrumen elektronik.

2.2 Sistem Perpipaan pada Topside Platform

Pada topside platform terdapat sistem perpipaan yang sangat komplek, yang

terdiri dari pipa dan segala komponen sistem perpipaan serta beberapa equipment

yang dihubungkan, untuk menjalankan fungsi operasi. Segala peralatan perpipaan

pada topside platform tersebut memiliki fungsi yang hampir sama dengan fungsi

peralatan perpipaan pada lokasi onshore seperti pada plant. Adapun beberapa

peralatan yang pada umumnya berada di topside platform yaitu:

• Piping berfungsi mengalirkan fluida proses dari beberapa equipment di atas

platform dan dapat juga berfungsi untuk mengalirkan fluida proses dari satu

platform ke platform lain yang relatif saling berdekatan.

• Separator merupakan pressure vessel berfungsi untuk memisahkan fluida

proses berdasarkan jenis fasanya, misalkan fasa cair, gas dan padat.

• Scrubber merupakan pressure vessel berfungsi untuk menyaring fluida proses

berfasa gas dari padatan-padatan pengotor. Terkadang equipment ini tidak di-

install pada platform, karena proses penyaringan fasa gas biasanya dilakukan

pada lokasi plant di onshore.

Page 3: Bab 2 Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.id · DnV 1981 Rules For Submarine Pipe Systems l. DnV RP F105 Free Spanning Pipelines m. DnV RP E305 On Bottom Stability Design Of Submarine

8

• Wellhead merupakan ujung atas dari sumur minyak dan gas bumi, biasanya

dipasang PSV (Pressure Safety Valve) untuk menjaga platform dari bahaya

ledakan akibat tekanan berlebih dari dalam sumur.

• Flare merupakan alat pembakaran fluida proses yang dianggap berlebihan dan

memiliki sifat beracun pada kesehatan manusia.

• Bridge merupakan sistem perpipaan berbentuk seperti jembatan yang

menghubungkan platform satu dengan platform lain yang berdekatan.

• Crane merupakan alat berat yang berfungsi sebagai pengangkat barang-barang

yang berat dari platform ke kapal pengangkut atau sebaliknya.

• Riser merupakan bagian dari pipeline di bawah laut yang muncul ke atas

permukaan laut, untuk disambungkan pada piping di platform melalui tie-in.

• Portakem sebagai tempat operator tinggal ataupun tempat monitoring terhadap

kondisi operasi semua peralatan di platform.

Pada platform, piping berada pada bagian atas platform atau disebut topside

platform, berfungsi mengalirkan fluida proses dari beberapa equipment di atas

platform dan dapat juga berfungsi untuk mengalirkan fluida proses dari satu

platform ke platform lain yang relatif saling berdekatan. Piping yang

menghubungkan platform satu ke platform lain selain untuk mengalirkan fluida

proses dapat juga berfungsi sebagai jembatan tranportasi bagi operator untuk

melakukan inspeksi terhadap proses operasi.

Gambar 2.2 Piping pada topside platform(1)

Page 4: Bab 2 Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.id · DnV 1981 Rules For Submarine Pipe Systems l. DnV RP F105 Free Spanning Pipelines m. DnV RP E305 On Bottom Stability Design Of Submarine

9

2.2.1 Standar dan Code Perancangan Sistem Perpipaan

Sistem perpipaan harus memperhatikan kelayakan rancangan baik itu dari

segi teknis maupun segi ekonomis. Kelayakan rancangan sistem perpipaan dari

segi mekanik dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis seperti

penentuan tebal dinding pipa, analisis hidrolik, analisis tegangan pipa, dan analisis

fleksibilitas pipa. Sedangkan dari segi ekonomis, kelayakan rancangan sistem

perpipaan sangat tergantung pada kebijakan finansial dari perusahaan atau industri

dengan tetap didasari oleh kelayakan segi mekanik yang telah diatur dalam Code

dan Standar guna menjamin keamanan rancangan sistem perpipaan saat

dioperasikan bagi keselamatan segala makhluk hidup di sekitarnya.

Perancangan sistem perpipaan dapat menggunakan aturan-aturan yang

terdapat dalam Standard dan Code perancangan sistem perpipaan yang telah ada.

Standar dan Code yang umum dipakai dalam perancangan sistem perpipaan, yaitu:

a. ASME B31.1 Power Piping

b. ASME B31.2 Fuel Gas Piping

c. ASME B31.3 Process Piping on Petroleum Refineries, Chemical,

Pharmaceutical, Textile, Papper, Semiconductor,

and Crycogenic Plant.

d. ASME B31.4 Liquid-petroleum transportation piping system

e. ASME B31.5 Refrigeration Piping

f. ASME B31.7 Nuclear Power Piping

g. ASME B31.8 Gas Transmission & Distribution Piping

h. ASME B31.9 Building Services Piping

i. API 5L Spesification of Line Pipe Material

j. API 576 Pipeline Coating

k. DnV 1981 Rules For Submarine Pipe Systems

l. DnV RP F105 Free Spanning Pipelines

m. DnV RP E305 On Bottom Stability Design Of Submarine Pipeline

n. ANSI B16.5 Pipe Flange and Flange Fitting

o. Keputusan Menteri Migas Rule 300K

Page 5: Bab 2 Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.id · DnV 1981 Rules For Submarine Pipe Systems l. DnV RP F105 Free Spanning Pipelines m. DnV RP E305 On Bottom Stability Design Of Submarine

10

2.2.2 Beban-Beban pada Sistem Perpipaan

Sistem perpipaan dalam operasinya menerima beban yang sangat banyak

dan kompleks, yaitu meliputi beban sustain, beban occasional, dan beban

ekspansi. Masing-masing beban yang terjadi pada sistem perpipaan tersebut

diakibatkan oleh jenis input pembebanan yang berbeda-beda yang mungkin akibat

dari kondisi operasi sistem perpipaan sendiri maupun dari lingkungan sekitar

sistem perpipaan. Untuk memperoleh hasil rancangan sistem perpipaan yang

aman, tiap komponen beban baik akibat kondisi operasi maupun akibat

lingkungan harus diperhatikan pada saat melakukan analisis perancangan sistem

perpipaan dengan melakukan perhitungan tegangan yang terjadi.

Analisis tegangan pada sistem perpipaan dilakukan dengan maksud untuk

menjamin keamanan operasi sistem perpipaan dengan verifikasi integritas struktur

yang mendapat berbagai kondisi pembebanan. Selain itu, analisis tegangan juga

bertanggungjawab pada penentuan beban-beban tumpuan pipa sehingga sistem

perpipaan dapat ditumpu dengan baik. Hal tersebut dapat dilakukan dengan

melakukan perhitungan dan perbandingan parameter berikut terhadap harga-harga

yang diijinkan, antara lain:

a. Tegangan yang terjadi pada dinding pipa

b. Perpindahan akibat ekspansi pipa

c. Beban-beban pada nozzle

d. Frekuensi pribadi sistem

Penggolongan pembebanan pada sistem perpipaan berdasarkan pada jenis

beban-beban yang terjadi berasal, secara umum dapat diklasifikasi secara

sederhana meliputi beban sustain, beban occasional, dan beban ekspansi termal

seperti diuraikan sebagai berikut:

2.2.2.1 Beban Sustain (Sustained Load)(2)

Beban sustain adalah beban yang dialami oleh instalasi sistem pipa secara

terus-menerus. Beban ini merupakan kombinasi beban yang diakibatkan oleh

Page 6: Bab 2 Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.id · DnV 1981 Rules For Submarine Pipe Systems l. DnV RP F105 Free Spanning Pipelines m. DnV RP E305 On Bottom Stability Design Of Submarine

11

tekanan internal dan beban berat. Pada semua sistem perpipaan, perancangan pipa

yang dibuat haruslah dirancang mampu untuk menahan beba berat fluida, isolasi,

komponen-komponen dan struktur pipa itu sendiri. Semua beban berat tersebut

kemudian diteruskan ke komponen tumpuan (support), sehingga harus dilakukan

pula perancangan tumpuan pada sistem perpipaan yang mampu menahan beban-

beban tersebut. Metode sederhana untuk menghitung tegangan dan beban pada

tumpuan adalah dengan memodelkan pipa sebagai beam dengan distribusi beban

yang merata sepanjang dimensi pipa.

Pemodelan jenis tumpuan untuk menahan beban berat sistem perpipaan

merupakan bagian dari analisis tegangan pada sistem perpipaan. Pada umumnya

terdapat dua jenis model tumpuan pipa yang digunakan dalam analisis tegangan

pada perpipaan, yaitu jenis tumpuan simpel dan tumpuan fixed. Akan tetapi dalam

kenyataan, kondisi tumpuan pada umumnya adalah tumpuan simpel yang ditahan

(fixed) pada salah satu bagiannya, sehingga tegangan maksimum yang terjadi

dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.1(2) sebagai berikut:

(2.1)

Dimana: σ = tegangan (Pa)

W = berat sistem perpipaan (Newton)

L = panjang pipa (m)

Z = inersia penampang pipa (m4)

Beban berat yang dialami oleh sistem perpipaan dapat digolongkan menjadi

dua jenis antara lain meliputi:

• Live Load(2)

Live Load meliputi beban fluida yang mengalir melalui sistem perpipaan

atau fluida lain yang digunakan untuk pengujian sistem perpipaan tersebut.

• Dead Load(2)

Dead Load meliputi berat komponen-komponen sistem perpipaan, berat

isolator, dan berat permanen yang bekerja pada sistem perpipaan tersebut.

Page 7: Bab 2 Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.id · DnV 1981 Rules For Submarine Pipe Systems l. DnV RP F105 Free Spanning Pipelines m. DnV RP E305 On Bottom Stability Design Of Submarine

12

Sistem perpipaan pada umumnya mendapat beban tekanan internal dari

fluida yang mengalir di dalamnya. Dari tekanan internal tersebut akan dilakukan

perhitungan tegangan yang terjadi. Beban tekanan lebih berpengaruh pada

tegangan yang terjadi pada dinding pipa dibandingkan dengan tegangan yang

terjadi pada tumpuan. Hal tersebut diakibatkan karena beban akibat tekanan

dinetralisasi oleh tegangan pada dinding pipa.

2.2.2.2 Beban Occasional (Occasional Load) (2)

Beban occasional adalah beban yang terjadi “kadang-kadang” pada sistem

perpipaan selama operasi normal. Beban occasional dapat diartikan pula sebagai

beban pada sistem perpipaan yang terjadi dalam periode sebagian saja dari total

periode operasi sistem perpipaan, misalnya 1 sampai dengan 10% dari periode

operasi sistem perpipaan. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan timbulnya

beban occasional, yaitu:

• Salju, terjadi pada sistem perpipaan yang terletak pada bagian bumi yang

mengalami musim salju. Konsentrasi penumpukan salju yang sangat tebal

pada bagian tertentu sepanjang pipa akan menimbulkan pembebanan berat

yang belebih yang harus ditahan oleh pipa.

• Fenomena alam, seperti angin topan dan gempa bumi akan menimbulkan gaya

eksitasi terhadap pipa yang bersifat dinamik. Analisis dinamik pada sistem

perpipaan diperlukan untuk mendapatkan distribusi tegangan yang diakibatkan

oleh beban dinamik yang terjadi pada sistem perpipaan.

• Unusual plant operation, merupakan kesalahan yang terjadi pada kondisi

operasi yang dimungkinkan oleh adanya kelalaian operator ataupun kesalahan

prosedur dalam mengoperasikan sistem perpipaan.

• Postulate plant accident, merupakan terjadinya kecelakaan pada sistem

perpipaan yang timbul oleh sebab-sebab tertentu baik itu berasal dari operator

ataupun dari pihak ketiga (third party damage).

Page 8: Bab 2 Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.id · DnV 1981 Rules For Submarine Pipe Systems l. DnV RP F105 Free Spanning Pipelines m. DnV RP E305 On Bottom Stability Design Of Submarine

13

Pada pembebanan yang disebabkan oleh adanya tiupan angin terhadap

penampang pipa, nilai gaya yang terjadi dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan 2.2(2). Besaran utama dari beban angin adalah akibat dari memontum

angin yang mengenai pipa. Beban angin ini dimodelkan sebagai gaya uniform

yang searah dengan arah angin sepanjang pipa. Gaya angin yang terjadi dapat

dihitung dengan menggunakan penurunan dari persamaan Bernoulli(2).

(2.2)

Dimana: F = beban angin (N/m)

Cd = koefisien drag

D = diameter luar pipa (termasuk isolasi) (mm)

q = tekanan dinamik (N/m2)

Beban occasional yang terjadi pada sistem perpipaan pada kasus tertentu

akan memiliki sifat sama dengan beban sustain. Oleh karena itu, analisis tegangan

tehadap tumpuan menjadi hal yang sangat penting untuk mendapatkan distribusi

tegangan pipa. Akan tetapi, posisi tumpuan yang optimal untuk menahan beban

occasional tidak selalu sama dengan posisi tumpuan untuk beban sustain. Dalam

proses perancangan diperlukan kompromi sehingga tumpuan dapat menahan

kedua jenis beban baik sustain maupun occasional, misalnya tumpuan bersifat

rigid baik digunakan untuk menahan beban dinamik, akan tetapi tumpuan rigid

akan menurunkan fleksibilitas pipa sehingga perlu digunakan jenis tumpuan yang

lain. Jenis tumpuan snuber adalah solusi pemilihan jenis tumpuan yang umum

digunakan untuk menahan kedua jenis pembebanan tersebut.

2.2.2.3 Beban Ekspansi Termal (Expansion Load) (2)

Beban ekspansi termal adalah beban yang timbul sebagai akibat adanya

ekspansi termal pada sistem perpipaan. Beban ekspansi termal dapat dibagi

menjadi:

• Beban ekspansi termal akibat pembatasan gerak oleh tumpuan saat pipa

mengalami ekspansi.

Page 9: Bab 2 Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.id · DnV 1981 Rules For Submarine Pipe Systems l. DnV RP F105 Free Spanning Pipelines m. DnV RP E305 On Bottom Stability Design Of Submarine

14

• Beban termal akibat perbedaan temperatur yang besar dan sangat cepat

dalam dinding pipa sehingga mampu menimbulkan tegangan.

• Beban akibat perbedaan koefisien ekspansi pipa yang tersusun dari dua

atau lebih material logam yang berbeda.

Tumpuan pipa dipasang sepanjang sistem perpipaan untuk menahan beban

sustain dan beban occasional. Namun apabila kenaikan temperatur terjadi pada

sistem perpipaan saat kondisi operasi, maka pipa akan mengalami ekspansi

sehingga menimbulkan tegangan yang tinggi pada daerah fitting maupun pada titik

dimana pipa ditumpu dengan jenis tumpuan yang bersifat rigid. Pada kondisi ini,

sebaiknya dilakukan perancangan letak dan jenis tumpuan pada sistem perpipaan

untuk mendapatkan analisis tegangan yang optimum pada kondisi operasi.

Penggunaan expansion loop saat perancangan merupakan alternative cara untuk

dapat mengatasi adanya ekspansi termal yang besar.

Secara umum analisis perhitungan beban termal pada tumpuan

menggunakan metode guide cantilever, dimana pipa dimodelkan sebagai batang

yang dipegang secara rigid pada salah satu ujung, dan pada titik tertentu diberikan

tumpuan sehingga dapat dihitung besarnya tegangan pada titik tumpuan tersebut.

Gaya dan momen yang terjadi pada tumpuan pipa akibat adanya ekspansi termal

berurutan ditunjukan pada persamaan 2.3(2) dan 2.4(2) sebagai berikut:

∆ (2.3)

∆ (2.4)

Dimana: P = gaya-gaya pada tumpuan (N)

M = momen pada tumpuan (N/m)

E = modulus elastisistas (Pa)

I = momen inersia penampang (m4)

Δ = pertambahan panjang akibat ekspansi termal (m)

L = panjang pipa (m)

Page 10: Bab 2 Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.id · DnV 1981 Rules For Submarine Pipe Systems l. DnV RP F105 Free Spanning Pipelines m. DnV RP E305 On Bottom Stability Design Of Submarine

15

2.2.3 Tegangan-Tegangan pada Sistem Perpipaan

Teori tegangan pada sistem perpipaan secara umum merupakan

pengembangan dari teori tegangan yang telah dikembangkan dalam mekanika.

Definisi-definisi yang digunakan seperti gaya, momen, tegangan, regangan, dan

lain-lain adalah sama dengan definisi-definisi yang digunakan dalam mekanika.

Tegangan yang terjadi pada sistem perpipaan bisa disebabkan oleh tekanan

internal pipa dari fluida proses, tekanan eksternal pipa dari fluida di luar pipa,

beban berat dari sistem perpipaan, dan beban ekspansi akibat perbedaan

temperatur. Pada analisis tegangan baik dalam mekanika maupun sistem

perpipaan dikenal adanya beberapa istilah tegangan berdasar pada arahnya, yaitu:

a. Tegangan longitudinal, merupakan tegangan dengan arah sejajar sepanjang

sumbu pipa.

b. Tegangan circumferensial (hoop stress), merupakan tegangan dengan arah

melingkar searah dengan lingkaran dinding pipa.

c. Tegangan radial, merupakan tegangan dengan arah sejajar dengan garis lurus

yang berjalan dari sumbu pipa keluar menembus dinding pipa.

Tegangan-tegangan yang terjadi pada sistem perpipaan tersebut akan

dijumlahkan dan dianalisis untuk diambil nilai tegangan yang paling besar dan

dominan untuk digunakan sebagai input untuk analisis tegangan pada sistem

perpipaan. Berdasar pada persamaan tegangan, dari ketiga jenis tegangan di atas,

tegangan radial memiliki nilai yang relatif kecil sehingga terkadang nilainya dapat

diabaikan. Sedangkan tegangan longitudinal memiliki nilai yang paling dominan,

sehingga dapat dimasukkan sebagai input pada analisis tegangan. Analisis

tegangan ini dilakukan pada semua titik sepanjang pipa supaya dapat dihasilkan

distribusi nilai tegangan yang terjadi di sepanjang pipa.

Secara umum, untuk mengetahui kekuatan suatu bahan terhadap beban yang

dialaminya, diperlukan analisis terhadap tegangan yang terjadi, karena tegangan

yang terjadi pada suatu bahan merupakan parameter penting kekuatan bahan. Hal

ini dapat dialami pada diagram hubungan tegangan-regangan pada suatu

pengujian kekuatan material tertentu. Secara umum dikenal dua jenis diagram

Page 11: Bab 2 Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.id · DnV 1981 Rules For Submarine Pipe Systems l. DnV RP F105 Free Spanning Pipelines m. DnV RP E305 On Bottom Stability Design Of Submarine

16

tegangan-regangan yaitu diagram tegangan-regangan untuk baja lunak dan untuk

baja getas. Gambar kedua jenis diagram ini dapat dilihat pada gambar 2.3.

(a) (b)

Gambar 2.3 Diagram tegangan-regangan baja lunak (a) dan baja getas (b) (6)

Pada kedua diagram di atas, terdapat profil garis lurus pada awal

pembebanan yang menunjukan adanya fenomena deformasi elastic pada material

baja. Titik akhir garis lurus ini disebut sebagai titik luluh (yield point). Fenomena

deformasi plastis diawali oleh adanya lekukan pada kurva yang lebih dikenal

dengan sebutan ludders band. Titik paling tinggi pada diagram tegangan-

regangan menunjukan kekuatan ultimate material, yaitu nilai tegangan yang

dimiliki oleh material baja saat mulai mengalami fenomena necking. Titik batas

akhir diagram menunjukan titik kegagalan penuh material yaitu menunjukan harga

tegangan pada saat material patah.

Terdapat perbedaan karakteristik kurva baja lunak dan baja getas. Hal ini

terpengaruh oleh sifat kedua jenis material tersebut, yaitu baja lunak cenderung

memiliki regangan yang relatif panjang baik pada daerah elastis maupun daerah

plastis, sedangkan pada baja getas cenderung memiliki regangan yang lebih

pendek dan sudang mengalami patah pada regangan yang relatif pendek. Dalam

sistem perpipaan, hal tersebut digunakan sebagai dasar pemilihan material untuk

mendapatkan performa pipa yang optimal dengan kondisi operasi yang sesuai

dengan karakteristik material pipa.

Page 12: Bab 2 Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.id · DnV 1981 Rules For Submarine Pipe Systems l. DnV RP F105 Free Spanning Pipelines m. DnV RP E305 On Bottom Stability Design Of Submarine

17

2.2.4 Tegangan-Tegangan pada Perpipaan Akibat Beban yang Bekerja

Beban-beban yang bekerja pada sistem perpipaan akan menyebabkan

timbulnya tegangan pada dinding pipa. Besarnya tegangan akibat beban operasi

tekanan internal, dapat diturunkan dari persamaan-persamaan mekanika untuk

bejana berdinding tipis. Tinjau sebuah bejana tekan silindris pada gambar 2.4

Gambar 2.4 Diagram analisis bejana tekan silindris (6)

Sebuah segmen dipisahkan dari silinder dengan membuat dua bidang tegak

lurus terhadap sumbu silinder seperti pada gambar 2.4(b). Tegangan yang terjadi

pada irisan silinder ini adalah tegangan-tegangan normal σ1 dan σ2. Tekanan

dalam yang bekerja p dan radius dalam silinder ri. Gaya pada suatu luas kecil tak

berhingga (Lridθ) bekerja akibat tekanan dalam yang bekerja tegaklurus adalah

pLridθ (gambar 2.4(c)). Komponen gaya yang bekerja dalam arah mendatar

adalah (pLridθ)cos θ jadi dengan dengan menerapkan kesetimbangan statik

diperoleh:

∫ ==2/

02cos22

πθ LprdpLrP ri ( 2.5 )

σ1σ2

L

(a)

L

σ1

σ2

2ri

(b)

θdθ

rip

pLri

P

P(c)

σ(f)

P

P(e)

σ1A = P

σ1A = P

pA1 = 2Pro

ri

(d)

Page 13: Bab 2 Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.id · DnV 1981 Rules For Submarine Pipe Systems l. DnV RP F105 Free Spanning Pipelines m. DnV RP E305 On Bottom Stability Design Of Submarine

18

Cara lain yang lebih sederhana, yaitu dengan memandang kedua gaya P

melawan gaya akibat tekanan dalam p pada luas proyeksi A1 (gambar 2.4(d)).

Luas ini adalah 2riL, jadi 2P = A1p = 2riLP. Gaya ini mendapat perlawanan dari

gaya-gaya yang terbentuk dalam bahan dalam potongan membujur, karena radius

luar silinder adalah ro, maka luas kedua potongan membujur adalah 2A = 2L(ro –

ri). Selanjutnya, jika tegangan normal rata-rata yang bekerja pada potongan yang

membujur adalah σ1, maka gaya yang mendapat perlawanan dari dinding silinder

adalah 2L(ro – ri)σ1, dengan menyamakan kedua gaya, dan menerapkan harga

tebal dinding silinder t = ro – ri maka 2riLp = 2L(ro – ri)σ1 atau:

t

pri=1σ ( 2.6 )

Tegangan yang diberikan oleh persamaan 2.6 ini dikenal dengan tegangan gelung

atau dapat juga disebut hoop stress.

Tegangan normal lain (σ2) bekerja secara longitudinal/membujur (gambar

2.4(b)), dan dapat dipecahkan dengan persoalan gaya aksial sederhana. Dari

gambar 2.4(f) gaya yang dibentuk oleh tekanan dalam p adalah pπri2 dan gaya

yang dibentuk oleh tegangan normal σ2 adalah σ2(pπro2 - pπri

2). Dengan

menyamakan kedua gaya dan memecahkannya untuk σ2 diperoleh:

( )( )ioio

i

io

i

rrrrpr

rrpr

−+=

−=

2

22

2

2σ ( 2.7 )

karena t = ro – ri dan ro ≈ ri ≈ r, maka:

t

pr22 =σ ( 2.8 )

Tegangan yang timbul pada sistem perpipaan dapat juga disebabkan oleh

gaya dan momen yang bekerja pada sistem tersebut pada saat beroperasi. Gaya

dan momen ini timbul akibat berbagai bentuk pembebanan pada sistem, seperti

ekspansi termal, beban berat, dan lain-lain. Tegangan bending dan puntir

(torsional) dapat dihitung menggunakan harga momen bending inplane dan

outplane (Mi dan Mo). Definisi kedua momen ini yaitu jika Mi diaplikasikan,

Page 14: Bab 2 Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.id · DnV 1981 Rules For Submarine Pipe Systems l. DnV RP F105 Free Spanning Pipelines m. DnV RP E305 On Bottom Stability Design Of Submarine

19

belokan atau sambungan percabangan akan tetap pada bidang asalnya, tetapi jika

Mo diaplikasikan maka belokan atau sambungan percabangan akan keluar dari

bidang asalnya. Penjelasan ini dapat dilihat pada gambar 2.5 dan 2.6.

Gambar 2.5 Momen inplane dan outplane pada belokan (7)

Gambar 2.6 Momen inplane dan outplane pada sambungan percabangan (7)

Dengan menggunakan harga Mi dan Mo tegangan yang terjadi dapat dihitung

menggunakan persamaan 2.9 (untuk belokan), 2.10 dan 2.11 (untuk sambungan

percabangan). Untuk belokan:

( ) ( )

ZMiMi

S ooiib

22 += (2.9)

Page 15: Bab 2 Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.id · DnV 1981 Rules For Submarine Pipe Systems l. DnV RP F105 Free Spanning Pipelines m. DnV RP E305 On Bottom Stability Design Of Submarine

20

dimana,

ii = Faktor intensifikasi tegangan bending inplane (Appendix D ASME

B31.3)

io = Faktor intensifikasi tegangan bending outplane (Appendix D ASME

B31.3)

Z = Modulus sectional

Gambar 2.7 Cuplikan Appendix D ASME B31.3(7)

Sedangkan untuk sambungan percabangan, dibedakan untuk header dan

pipa cabang (branch). Untuk header:

( ) ( )

ZMiMi

S ooiib

22 += (2.10)

Untuk pipa cabang:

( ) ( )

e

ooiib Z

MiMiS

22 += (2.11)

dimana,

Ze = Modulus sectional efektif = πrm2 ts

Page 16: Bab 2 Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.id · DnV 1981 Rules For Submarine Pipe Systems l. DnV RP F105 Free Spanning Pipelines m. DnV RP E305 On Bottom Stability Design Of Submarine

21

Tegangan akibat momen puntir (torsional) dapat dihitung dari harga momen

puntir Mt, dengan menggunakan persamaan 2.8.

Z

MS tt 2= (2.12)

Kedua harga tegangan ini kemudian dikombinasikan dengan persamaan 2.9

untuk memberikan harga displacement stress range SE yang tidak boleh melebihi

harga tegangan yang diijinkan.

22 4 tbE SSS += (2.13)

Tegangan–tegangan yang dirumuskan di atas adalah tegangan fleksibilitas

(tegangan ekspansi) yaitu tegangan yang timbul akibat ekspansi termal. Dalam hal

ini tebal dinding pipa tidak memiliki pengaruh yang terlalu besar. Harga ketebalan

dinding pipa ini berbanding lurus dengan gaya dan momen ujung pipa, sehingga

tegangan yang berlebih (overstress) tidak dapat diatasi dengan menambah

ketebalan dinding pipa karena cenderung akan memperbesar gaya dan momen.

Pada semua persamaan tegangan yang terjadi pada sistem perpipaan di atas,

kemudian dapat digabungkan untuk mendapatkan nilai tegangan maksimum yang

terjadi berdasarkan jenis-jenis pembebanan pada pipa. Dalam perhitungan jenis-

jenis pembebanan pipa, hanya diambil tegangan yang memiliki nilai maksimum

untuk mendapatkan hasil analisis tegangan yang akurat dan dapat diketahui

apakah sistem perpipaan berada pada kondisi operasi yang aman atau tidak aman.

Berikut merupakan persamaan tegangan berdasar jenis-jenis pembebanan yang

terjadi pada sistem perpipaan:

1. Beban Sustain

Tegangan pada beban sustain = Tegangan Longitudinal akibat internal

pressure + Tegangan akibat gaya berat

sistem perpipaan.

Tegangan longitudinal akibat internal pressure memiliki nilai maksimum

dibanding nilai hoop stress maupun tegangan radial. Nilai tegangan

longitudinal ini merupakan resultan tegangan longitudinal akibat tekanan

Page 17: Bab 2 Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.id · DnV 1981 Rules For Submarine Pipe Systems l. DnV RP F105 Free Spanning Pipelines m. DnV RP E305 On Bottom Stability Design Of Submarine

22

internal fluida proses, momen bending dan gaya aksial yang terjadi pada pipa

seperti ditunjukan pada persamaan 2.12 berikut:

(2.14)

Sedangkan tegangan yang terjadi akibat gaya berat sistem perpipaan dihitung

melalui persamaan 2.1, dimana tegangan yang timbul hanya diakibatkan oleh

berat sistem perpipaan itu sendiri seperti berat fluida proses, isolasi,

komponen-komponen dan berat pipa itu sendiri.

2. Beban Occasional

Tegangan pada beban occasional = Tegangan akibat beban sustain +

Tegangan akibat gaya-gaya

occasional.

Tegangan akibat gaya-gaya occasional merupakan tegangan yang ditimbulkan

akibat gaya eksternal yang terjadi dan bersifat “kadang-kadang”, misalnya

akibat gaya angin (persamaan 2.2), gaya dinamik gempa bumi, gaya berat

akibat kejatuhan benda, dan gaya-gaya lain dalam beban occasional.

3. Beban Ekspansi

Tegangan yang terjadi pada beban ekspansi merupakan tegangan normal

maupun tegangan geser yang diakibatkan oleh adanya ekspansi material pipa

akibat perbedaan temperatur pipa dengan temperatur lingkungan sekitar.

Momen dan gaya akibat ekspansi termal (persamaan 2.3 dan 2.4) yang telah

diketahui dapat digunakan sebagai salah satu parameter dalam analisis

tegangan akibat beban ekspansi pada sistem perpipaan.

2.2.5 Analisis Fleksibilitas Sistem Perpipaan (2)

Analisis fleksibilitas pipa merupakan analisis terhadap kemampuan pipa

untuk mengalami perubahan panjang atau berdeformasi secara elastis terhadap

kondisi operasi yang memiliki beban akibat temperatur yang tinggi. Sistem

perpipaan harus cukup fleksibel sehingga ekspansi termal, kontraksi atau

perpindahan tumpuan ataupun titik ujung pipa tidak akan menyebabkan

terjadinya:

Page 18: Bab 2 Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.id · DnV 1981 Rules For Submarine Pipe Systems l. DnV RP F105 Free Spanning Pipelines m. DnV RP E305 On Bottom Stability Design Of Submarine

23

1. Kegagalan pipa dan tumpuan pipa akibat tegangan berlebih.

2. Kebocoran pada sambungan las pipa.

3. Tegangan yang merusak atau distorsi pada pipa atau peralatan yang

terhubung dengan pipa seperti pompa, atau katup yang disebabkan oleh

gaya dorong atau momen berlebih dalam pipa.

Sehingga sebuah sistem perpipaan dikatakan mempunyai fleksibilitas yang cukup

atau baik, apabila sistem perpipaan tersebut dapat mengalami perubahan panjang

akibat ekspansi atau kontraksi termal dan mampu kembali ke panjang awal

apabila beban akibat ekspansi atau kontraksi tersebut dihilangkan.

Pada Code ASME B31.3 analisis fleksibilitas pipa diatur pada paragraf

319.4 Flesibility Analisys. Dalam Code ASME B31.3 terdapat persyaratan khusus

yang dicantumkan tentang fleksibilitas yang harus dipenuhi oleh sistem perpipaan,

yaitu meliputi:

a. Range tegangan hasil perhitungan, SE (persamaan 2.9) di setiap titik sistem

perpipaan akibat perpindahan titik acuan tertentu tidak boleh melebihi daerah

tegangan yang diijinkan (the allowable stress range, SA).

b. Gaya reaksi hasil perhitungan tidak merusak titik tumpu sistem perpipaan atau

peralatan yang tersambung dengan sistem perpipaan.

c. Perpindahan sistem perpipaan hasil perhitungan haruslah berada dalam batas-

batas yang telah ditentukan pada Code ASME B31.3.

Dalam analisis fleksibilitas sistem perpipaan pada Code ASME B31.3,

terdapat suatu aturan dimana suatu sistem perpipaan memerlukan analisis formal

atau tidak formal. Suatu sistem perpipaan dikatakan tidak memerlukan analisis

formal apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Sistem perpipaan yang merupakan duplikat sistem perpipaan yang sudah ada,

yang dalam operasi menunjukan kinerja yang memuaskan.

b. Sistem perpipaan yang dengan mudah dapat dinilai mempunyai fleksibilitas

yang cukup bila dibandingkan dengan sistem perpipaan yang fleksibilitasnya

telah dianalisis sebelumnya.

Page 19: Bab 2 Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.id · DnV 1981 Rules For Submarine Pipe Systems l. DnV RP F105 Free Spanning Pipelines m. DnV RP E305 On Bottom Stability Design Of Submarine

24

c. Sistem perpipaan dengan ukuran seragam, yang ditumpu dengan hanya dua

tumpuan tanpa ada titik restraint diantara keduanya, dan memenuhi persamaan

empirik 2.15(2) sebagai berikut:

( ) 1K

2U-L

yD≤

(2.15)

dimana: D = outside diameter of pipe, mm(inch)

y = resultant of total displacement strain to be absorbed by the piping system, mm

L = developed length of pipe between anchor, m

U = anchor distance, straight line between anchor, m

K1 = 208000 SA /Ea (mm/m)2

SA = allowable displacement stress range, MPa

Ea = reference modulus of elasticity at 210 C (700 F) MPa (ksi)

Sedangkan suatu sistem perpipaan dikatakan memerlukan analisis

fleksibilitas formal apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Sistem perpipaan yang tidak memenuhi salah satu dari ketiga persyaratan

diatas haruslah dianalisis dengan salah satu cara analisis berikut yaitu, metode

analisis sederhana, metode analisis pendekatan (approximate analysis) atau

metode analisis komprehensif.

b. Metode analisis komprehensif yang dapat diterima meliputi metode analitik

dan metode yang memakai charts, yang dapat menghitung gaya, momen dan

tegangan-tegangan yang ditimbulkan oleh displacement strains.

c. Pada analisis komprehensif, faktor-faktor intensitas tegangan pada komponen

perpipaan selain pipa lurus haruslah diperhitungkan. Komponen tersebut

mempunyai kelebihan fleksibilitas.

d. Pada analisis fleksibilitas, maka semua komponen perpipaan yang terletak

antara dua anchor points haruslah diperlakukan secara keseluruhan.

Page 20: Bab 2 Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.id · DnV 1981 Rules For Submarine Pipe Systems l. DnV RP F105 Free Spanning Pipelines m. DnV RP E305 On Bottom Stability Design Of Submarine

25

2.2.6 Tegangan yang Diijinkan Berdasarkan ASME B31.3

Tegangan ijin material yang digunakan merupakan salah satu parameter

penting dalam analisis tegangan sistem perpipaan. Tegangan yang dialami oleh

sistem perpipaan tidak boleh melebihi tegangan yang diijinkan berdasar pada

Code dan Standar material yang dipakai. Dalam analisis tegangan pada umumnya

digunakan rasio tegangan, yaitu perbandingan antara tegangan actual yang dialami

sistem perpipaan dengan tegangan ijin berdasarkan Code dan Standar.

Besarnya tegangan yang diijinkan berbeda untuk setiap Code sistem

perpipaan yang digunakan. Untuk Code ASME B31.3, suatu material pipa dapat

dinyatakan dalam kondisi aman apabila tegangan-tegangan yang dialami material

tersebut memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Beban Sustain(7)

• Resultan tegangan longitudinal SL dalam setiap komponen sitem perpipaan

akibat beban sustain, seperti tekanan internal pipa dan berat sistem

perpipaan, tidak boleh melebihi nilai perkalian antara Sh dan W. Sh

merupakan tegangan ijin material pipa pada saat temperatur maximum

kondisi operasi. Sedangkan W merupakan reduction factor dari sambungan

las pada proses manufaktur material pipa. W memiliki harga sama dengan

1.0 apabila jenis sambungan longitudinal digunakan utuk proses

manufaktur pipa.

• Displacement stress range SE, pada sistem perpipaan tidak boleh melebihi

nilai allowable displacement stress range SA. allowable displacement

stress range SA dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.14

sebagai berikut:

SA = f(1.25 SC +0.25 Sh) (2.16)

Dimana:

f = stress range factor

SC = tegangan ijin material pipa pada temperatur operasi minimum

Sh = tegangan ijin material pipa pada temperatur operasi maksimum

Page 21: Bab 2 Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.id · DnV 1981 Rules For Submarine Pipe Systems l. DnV RP F105 Free Spanning Pipelines m. DnV RP E305 On Bottom Stability Design Of Submarine

26

2. Beban Occasional(7)

Resultan tegangan longitudinal akibat beban sustain dan segala tegangan yang

diakibatkan oleh pembebanan occasional, seperti beban angin dan beban akibat

gempa bumi, tidak boleh melebihi nilai dari 1.33 kali tegangan ijin material

pipa pada temperatur operasi maksimum, Sh. Untuk pipa material casting, nilai

Sh harus dikali dengan faktor kualitas casting Ec. Pembebanan akibat angin dan

gempa bumi pada umumnya tidak terjadi secara bersamaan, sehingga dalam

analisis tegangan hanya dilakuka perhitungan untuk salah satu jenis

pembebanan tersebut sesuai dengan kondisi lingkungan.

3. Beban Ekspansi(7)

Tegangan yang terjadi akibat pembebanan ekspansi termal merupakan range

tegangan dari resultan tegangan bending dan tegangan torsional akibat ekspansi

termal. Range tegangan ekspansi ini tidak boleh melebihi nilai tegangan ijin SA,

sesuai pada persamaan 2.15 berikut ini:

)h0.25Scf(1.25S2t4S2

bSES +≤+= (2.17)

Dimana harga Sb dan St berurutan adalah tegangan bending dan tegangan tegangan

torsional yang nilainya dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.10 dan

2.12 pada pembahasan sebelumnya.

2.3 Pemilihan Material Pipa

Material logam mulai digunakan untuk sistem perpipaan secara reguler

dimulai pada tahun 1950-an, seiring pemberlakuan Code API 5L tentang

pemilihan material baja untuk sistem perpipaan. Pada akhir tahun 1980-an

terdapat berbagai macam jenis material baja untuk pipa berdasar pada grade yang

ditetapkan oleh API, diantaranya Grade A25, A, B, X42, X46, X52, X56, X60,

X65, X70, dan X80. Pada masing-masing grade tersebut terdapat perbedaan sifat-

sifat mekanik yang bergantung pada kandungan kimia dari material penyusunnya.

Secara umum spesifikasi dalam manufaktur material baja untuk sistem perpipaan

Page 22: Bab 2 Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.id · DnV 1981 Rules For Submarine Pipe Systems l. DnV RP F105 Free Spanning Pipelines m. DnV RP E305 On Bottom Stability Design Of Submarine

27

mengacu pada komposisi kimia, kekuatan material dan toleransi terhadap proses

manufaktur yang digunakan untuk pembentukan pipa.

Untuk mendapatkan material pipa yang benar dan sesuai dengan

perancangan sistem perpipaan, terdapat beberapa kriteria yang dapat digunakan

dalam analisis pemilihan material pipa, antara lain:

1. Sifat-sifat mekanik, meliputi:

• strength yaitu kekuatan material pipa terhadap beban statik.

• toughness yaitu ketangguhan material pipa terhadap beban dinamik.

• ductility yaitu keuletan yang dimiliki oleh material pipa, dimana

berhubungan dengan proses intalasi sistem perpipaan.

2. Weld ability yaitu kemampuan material pipa untuk mudah dilas pada proses

penyambungan dalam proses intalasi.

3. Corrosion resintance yaitu ketahanan material pipa terhadap adanya korosi

4. Cost , berhubungan dengan harga material pipa yang akan dipakai.

5. Availability, berhubungan dengan ketersediaan material pipa di pasaran dalam

jumlah yang banyak. Hal ini perlu dianalisis untuk menghindari adanya

special order yang memungkinkan adanya pengeluaran biaya yang besar.

Pada operasinya sistem perpipaan akan menerima berbagai beban yang

berasal dari kondisi operasi maupun dari lingkungan sekitar. Pemilihan material

pipa yang tepat dan sesuai dengan kondisi operasi dan lingkungan akan menjadi

jaminan awal tidak akan terjadi kegagalan pada sistem perpipaan pada saat

dioperasikan. Beberapa informasi utama yang dapat digunakan untuk

mengevaluasi pemilihan material pipa supaya dicapai kondisi aman pada saat pipa

dioperasikan diantaranya:

1. Tekanan operasi maksimum yang bekerja pada sistem perpipaan.

2. Perhitungan untuk menentukan diameter pipa dan tebal dinding pipa.

3. Kekuatan material yang dibutuhkan untuk menahan berat dari fluida yang

terkantung didalamnya, berat komponen perpipaan, isolasi, dan berat pipa

sendiri.

Page 23: Bab 2 Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.id · DnV 1981 Rules For Submarine Pipe Systems l. DnV RP F105 Free Spanning Pipelines m. DnV RP E305 On Bottom Stability Design Of Submarine

28

4. Maksimum dan minimum temperatur operasi yang terjadi.

5. Metode produksi pipa pada kondisi khusus (special order)

6. Komposisi dari fluida proses yang mengalir di dalamnya, baik itu fasa gas

maupun liquid.

7. Masalah erosi, misalnya erosi dinding pipa akibat aliran pasir yang ikut

terbawa fluida proses.

8. Media korosif, yaitu media yang berpotensi menimbulkan korosi pada pipa,

misalnya H2S, CO2, O2 dan lain-lain.

9. Perancangan umur pipa, yaitu masa operasi sistem perpipaan sampai tidak

digunakan lagi.

Dalam sistem perpipaan dikenal istilah SMYS (Specific Minimum Yield

Strength) dan SMTS (Specific Minimum Ultimate Tensile Strength) dimana

masing-masing menujukan kekuatan luluh dan kekuatan tarik dari material pipa.

Penamaan grade dalam Code API 5L, pada beberapa jenis material pipa

dikelompokan berdasarkan pada besar SMYS supaya lebih memudahkan dalam

analisis pemilihan material pipa. Tetapi pada grade material pipa yang lain, sistem

penamaannya tidak tergantung pada besar SMYS yang dimiliki. Table 2.1 berikut

memberikan beberapa material pipa yang terdapat pada Code API 5L, dimana

penamaan grade-nya sesuai dengan besar SMYS yang dimiliki. Table 2.1 Standar API untuk material pipa grade 5LX(8)

Specification Allowable

Stress (psi)*

SMYS

(psi)

Poisson

Ratio

Density

(lb/ft3)

Modulus Elasty

(106psi)

API 5L X42 20.000 42.000 0.3 489 29.5000

API 5L X46 21.000 46.000 0.3 489 29.5000

API 5L X52 22.000 52.000 0.3 489 29.5000

API 5L X56 23.700 56.000 0.3 489 29.5000

API 5L X60 25.000 60.000 0.3 489 29.5000

API 5L X65 25.700 65.000 0.3 489 29.5000

API 5L X70 27.300 70.000 0.3 489 29.5000

API 5L X80 30.000 80.000 0.3 489 29.5000

*Berdasarkan Code ASME B31.3

Page 24: Bab 2 Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.id · DnV 1981 Rules For Submarine Pipe Systems l. DnV RP F105 Free Spanning Pipelines m. DnV RP E305 On Bottom Stability Design Of Submarine

29

2.4 Teori Subsidence

Subsidence merupakan peristiwa penurunan permukaan tanah terhadap

permukaan laut yang terjadi secara terus menerus dan dengan kecepatan

penurunan tertentu. Subsidence merupakan salah satu jenis geohazard yang dapat

menimbulkan resiko kegagalan pada sistem perpipaan. Kegagalan yang

ditimbulkan akibat subsidence pada sistem perpipaan terjadi secara perlahan dan

terus-menerus, mulai dari kegagalan ringan hingga lama-kelamaan akan

menimbulkan kegagalan yang berskala besar.

Geohazard merupakan resiko pada sistem perpipaan yang disebabkan oleh

fenomena geoteknik dan hidroteknik. Fenomena geoteknik merupakan penyebab

terjadinya geohazard yang dipengaruhi oleh pergerakan lapisan tanah di dalam

bumi, sedangkan fenomena hidroteknik dipengaruhi oleh adanya lapisan air tanah

di dalam atau di luar perut bumi. Baik fenomena geoteknik maupun hidroteknik

akan menimbulkan resiko yang sangat besar bila terjadi pada kawasan sistem

perpipaan dengan tanpa adanya perlakuan assessment terhadap sistem perpipaan

secara teratur dan terjadwal untuk mengurangi besar resiko yang terjadi.

Ada beberapa jenis geohazard yang disebabkan oleh fenomena geoteknik

dan hidroteknik antara lain, landslide, soil erosion, collaps, dan subsidence.

Landslide merupakan penurunan permukaan tanah dengan sudut elevasi tertentu

dan membentuk sebuah patahan-patahan. Soil erosion merupakan peristiwa

terkikisnya lapisan permukaan tanah oleh adanya arus air yang mengalir begitu

deras sehingga membawa sebagian lapisan permukaan tanah. Collaps merupakan

peristiwa turunnya permukaan tanah secara cepat dan bersifat lokal atau dengan

radius yang relatif kecil, sebagai akibat dari keluarnya material di dalam perut

bumi secara terus menerus dengan debit aliran yang relafif besar. Peristiwa

landslide, soil erosion, dan collaps berurutan ditunjukan pada gambar 2.8, 2.9 dan

pada gambar 2.10 sebagai berikut:

Page 25: Bab 2 Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.id · DnV 1981 Rules For Submarine Pipe Systems l. DnV RP F105 Free Spanning Pipelines m. DnV RP E305 On Bottom Stability Design Of Submarine

30

Gambar 2.8 Landslide(11)

Gambar 2.9 Soil erosion(11)

Gambar 2.10 Collaps(11)

Page 26: Bab 2 Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.id · DnV 1981 Rules For Submarine Pipe Systems l. DnV RP F105 Free Spanning Pipelines m. DnV RP E305 On Bottom Stability Design Of Submarine

2.5 Fakto

Pada

bumi, teta

mengalam

biasanya

menyebab

Gambar 2

mempenga

Berd

penyebab

perbuatan

lain sebag

1. Ekstra

batu-b

ekstrak

2. Faultin

dalam

terjadi

r-Faktor y

a umumnya

api hanya

mi pergerak

berada pa

bkan lapisan

2.10 menu

aruhi kedala

Ga

dasar pada

terjadinya

manusia da

ai berikut:

aksi sumber

batuan dan

ksi berlangs

ng merupak

arah verti

i di dalam la

ang Memp

subsidence

pada lapisa

an. Lapisan

da kedalam

n tanah di

unjukan lap

aman lapisa

ambar 2.11 L

ilmu geot

subsidenc

an faktor ak

r daya alam

material l

sung.

kan bentuk

ikal sebaga

apisan-lapis

31

pengaruhi T

e terjadi tida

an tanah te

n tanah ya

man ratusa

atasnya ik

pisan tanah

an-lapisan ta

Lapisan tanah y

teknik, terd

ce. Faktor-f

kibat fenom

m dari dalam

lain-lain ya

k penurunan

ai akibat da

san tanah.

Terjadinya

ak pada selu

ertentu yan

ang berpote

an meter d

kut mengala

h yang m

anah di atas

yang mengala

dapat bebe

fator terseb

mena alam. F

m bumi, sep

ang ikut te

n permukaa

ari adanya

Subsidence

uruh lapisan

ng memilik

ensi menga

dari permu

ami perger

mengalami

snya.

ami subsidenc

rapa faktor

but melipu

Faktor-fakto

perti gas, m

erbawa kel

an tanah be

tegangan

e

n tanah di d

ki potensi u

lami subsid

ukaan dan

rakan ke ba

subsidence

ce(12)

r yang me

uti faktor a

or tersebut a

minyak, air t

luar saat p

erbentuk pa

diferensial

dalam

untuk

dence

akan

awah.

e dan

enjadi

akibat

antara

tanah,

proses

atahan

yang

Page 27: Bab 2 Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.id · DnV 1981 Rules For Submarine Pipe Systems l. DnV RP F105 Free Spanning Pipelines m. DnV RP E305 On Bottom Stability Design Of Submarine

32

3. Isostatic rebound merupakan teori dari pergeseran lempeng bumi dari satu

posisi ke posisi lain yang mampu menimbulkan terjadinya tekanan terhadap

lapisan tanah dalam arah vertikal bawah.

4. Cavities collaps merupakan penurunan permukaan tanah yang disebabkan oleh

adanya rongga pada lapisan bawah tanah yang kemudian cenderung untuk

menimbulkan penurunan lapisan tanah diatasnya.

2.6 Subsidence pada Lapisan Tanah di Bawah Laut

Fenomena terjadinya subsidence di lapisan tanah bawah laut pada umumnya

sama dengan yang terjadi di daratan. Informasi tentang adanya subsidence di

lapisan tanah bawah laut dapat di ketahui dari data bathymetric pada area laut

yang berhubungan, dimana data bathymetric ini diambil dari kegiatan scanning

dan sampling terhadap kondisi permukaan tanah di bawah laut. Dari data

bathymetric ini dapat diketahui kontur permukaan tanah bawah laut baik dalam

bentuk dua dimensi maupun tiga dimensi. Melalui kontur tersebut akan dilakukan

analisis tentang adanya subsidence pada suatu area tertentu. Untuk mendapatkan

data yang akurat tentang terjadinya subsidence di lapisan tanah bawah laut,

teknologi GPS (Global Positioning System) digunakan, dimana kondisi

permukaan tanah akan selalu dipantau setiap interval waktu dua menit dan

direkam dengan menggunakan hand-held GPS. Gambar 2.11 dan 2.12 berikut

merupakan contoh data bathymetric pada suatu permukaan tanah bawah laut yang

ditampilka dalam gambar dua dimensi dan tiga dimensi.

Page 28: Bab 2 Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.id · DnV 1981 Rules For Submarine Pipe Systems l. DnV RP F105 Free Spanning Pipelines m. DnV RP E305 On Bottom Stability Design Of Submarine

33

Gambar 2.12 Bathymetric 2D(12)

Gambar 2.13 Bathymetric 3D(12)

Metode lain dalam melakukan pengambilan data subsiden di lapisan tanah

bawah laut adalah dengan menggunakan multi-beam sonar yang melakukan

proses scanning terhadap permukaan laut, sehingga didapat gambar profil

permukaan tanah di bawah laut (seabed) termasuk profil subsidence yang terjadi.

Gambar 2.13 berikut menunjukan data profil permukaan tanah di bawah laut yang

dihasilkan melalui metode multi-beam sonar.

Page 29: Bab 2 Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.id · DnV 1981 Rules For Submarine Pipe Systems l. DnV RP F105 Free Spanning Pipelines m. DnV RP E305 On Bottom Stability Design Of Submarine

34

Gambar 2.14 Profil seabed dari multi-beam sonar(13)

Subsidence yang terjadi di lapisan tanah bawah laut dapat disebabkan oleh

ekstraksi sumber daya alam seperti minyak, gas, dan batu-batuan, faulting,

isostatic rebound, dan cavities collaps. Ekstaraksi sumber daya alam pada lapisan

tanah dibawah permukaan laut menjadi faktor penyebab yang utama terjadinya

subsidence di seabed. Hal ini dikarenakan frekuensi proses ekstaraksi ini

dilakukan setiap waktu dan mengakibatkan banyak komposisi tanah dari dalam

bumi yang ikut terbawa ke atas. Komposisi tanah yang biasanya ikut terbawanya

sebagian besar oleh karena adanya proses ekstraksi sumber daya alam minyak dan

gas bumi antara lain batu-batuan, pasir, dan air. Akibat proses ekstraksi ini akan

mengakibatkan timbulnya rongga pada lapisan tanah, sehingga memungkinkan

untuk terjadi subsidence akibat lapisan tanah di atasnya turun. Akan tetapi pada

aplikasinya, selalu dilakukan proses injeksi kembali fluida cair atau gas, misalnya

air dan gas bertekanan, ke dalam perut bumi kembali untuk menetralisasi kondisi

tidak stabil lapisan tanah akibat proses ekstraksi. Proses reinjection ini dipercaya

bisa mengurangi resiko terjadinya subsidence akibat hilangnya komposisi tanah

akibat proses ekstraksi. Walaupun demikian fenomena subsidence kemungkinan

besar akan tetap terjadi karena tekanan lapisan tanah yang telah terekstrak tidak

akan mampu dikembalikan pada kondisi semula hanya dengan melakukan proses

reinjection pada lapisan tanah tertentu.

Page 30: Bab 2 Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.id · DnV 1981 Rules For Submarine Pipe Systems l. DnV RP F105 Free Spanning Pipelines m. DnV RP E305 On Bottom Stability Design Of Submarine

35

Diketahui bahwa subsidence merupakan proses kompaksi dari semua massa

pada lapisan tanah tertentu, yang mengakibatkan turunnya lapisan tanah yang

berada di atasnya. Pada instalasi well (sumur pengeboran minyak dan gas bumi) di

lapisan tanah bawah laut, terjadinya subsidence akan mengakibatkan tertariknya

tube (pipa yang masuk ke dalam tanah) dan akan mempengaruhi kondisi sistem

perpipaan pada topside akibat ikut tertarik ke bawah. Gambar 2.14 berikut

menunjukan gambaran posisi tube pada lapisan tanah di bawah laut.

Gambar 2.15 Tube pada lapisan-lapisan tanah di bawah laut(10)

Page 31: Bab 2 Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.id · DnV 1981 Rules For Submarine Pipe Systems l. DnV RP F105 Free Spanning Pipelines m. DnV RP E305 On Bottom Stability Design Of Submarine

36

2.7 Pemodelan Sistem Perpipaan Dengan Menggunakan AutoPIPE 2004

AutoPIPE 2004 adalah program komputer yang dapat digunakan untuk

melakukan perhitungan tegangan dan displacement pada sistem perpipaan, yang

dibuat oleh Bentley System Incorporated. Sistem perpipaan dimodelkan pada

AutoPIPE 2004 dengan menggambarkan jalur pipa dan komponen-komponennya.

Hal ini dilakukan dengan memasukkan koordinat setiap titik tertentu komponen.

Selain menentukan posisi komponen tersebut, pada pemodelan ini juga dilakukan

tahap penentuan spesifikasi komponen.

Pada AutoPIPE 2004, pipa dimodelkan sebagai elemen batang untuk

mempermudah dalam melakukan perhitungan tegangan yang terjadi. Pemodelan

sistem perpipaan dengan menggunakan AutoPIPE 2004 memerlukan beberapa

data perancangan dan data operasi pipa seperti rute pipa, tekanan dan temperatur

desain, tekanan dan temperatur operasi, diameter pipa, tebal dinding pipa, jenis

fluida proses, material pipa, Code yang digunakan dan lain-lain. Untuk lebih

detail, gambar 2.15 dan 2.16 menunjukan beberapa input data yang dibutuhkan

dalam melakukan pemodelan sistem perpipaan dengan software AutoPIPE 2004.

Gambar 2.16 Kotak piping input I

Page 32: Bab 2 Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.id · DnV 1981 Rules For Submarine Pipe Systems l. DnV RP F105 Free Spanning Pipelines m. DnV RP E305 On Bottom Stability Design Of Submarine

37

Gambar 2.17 Kotak piping input II

Pada kotak piping input diatas terdapat kolom-kolom isian yang harus diisi

mengenai parameter-parameter yang berhubungan dengan kondisi operasi sistem

perpipaan, seperti diamenter nominal pipa, schedule pipa yang digunakan, tebal

corrosion allowance, tebal dinding dan material insulasi yang digunakan, tebal

dan massa jenis material untuk linning, faktor koreksi sambungan las, specific

gravity dari fluida proses yang mengalir di dalam pipa, dan material pipa yang

digunakan. Setelah data-data pada kotak piping input diatas terisi dengan benar,

maka proses pemodelan dapat diteruskan dengan tahap pembuatan rute pipa sesuai

dengan gambar isometrik atau gambar alignment pipa yang akan dimodelkan.

Pada tahap pembuatan rute pipa ini akan membutuhkan banyak data masukan

tentang spesifikasi elemen-elemen pipa seperti jenis katup, kelas katup, jenis

flange, jenis tumpuan, radius belokan dan lain-lain yang akan mempengaruhi

keakuratan model pipa dengan kondisi actual pipa. Gambar 2.17 menunjukan

halaman pemodelan pada AutoPIPE 2004.

Page 33: Bab 2 Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.id · DnV 1981 Rules For Submarine Pipe Systems l. DnV RP F105 Free Spanning Pipelines m. DnV RP E305 On Bottom Stability Design Of Submarine

38

Gambar 2.18 Halaman pemodelan

Hasil pemodelan yang didapat dari hasil pengisian kotak piping input dan

halaman pemodelan diatas adalah sistem perpipaan yang terinstal diatas

permukaan tanah (above ground) atau lebih tepatnya diatas permukaan topside

platform dan ditumpu oleh berbagai jenis tumpuan pipa agar pipa kokoh terinstal.

Beban akibat fenomena subsidence pada AutoPIPE 2004 dimodelkan

sebagai beban displacement dalam arah vertikal ke bawah. Besar nilai

displacement dinyatakan dalam besaran panjang (meter/inch) tergantung harga

yang di dapat dari hasil pengukuran subsidence di lapangan. Beban displacement

ini pada AutoPIPE 2004 digolongkan dalam beban eksternal yang bekerja pada

pipa. Akibat beban ini pipa dimodelkan sebagai elemen batang yang dipaksa

mengalami perpindahan posisi terhadap suatu permukaan datar melalui titik-titik

dimana terdapat tumpuan pipa. Gambar 2.18 menunjukan pemodelan beban

displacement akibat fenomena subsidence.

Page 34: Bab 2 Tinjauan Pustaka - digilib.itb.ac.id · DnV 1981 Rules For Submarine Pipe Systems l. DnV RP F105 Free Spanning Pipelines m. DnV RP E305 On Bottom Stability Design Of Submarine

39

Gambar 2.19 Pemodelan subsidence

Setelah semua data masukan telah diisikan dengan benar pada proses

pemodelan, maka tahap selanjutnya adalah melakukan proses running untuk

mendapatkan tegangan akibat beban-beban yang bekerja melalui iterasi

perhitungan sebanyak maksimal tiga puluh kali iterasi. Apabila terdapat

kekeliruan dalam proses pemodelan pipa, maka proses running tidak dapat

dilakukan sehingga harus dilakukan koreksi lagi terhadap data-data input model

pipa sebagaimana langkah proses pemodelan rute pipa di atas. Kotak informasi

bahwa telah terjadi kesalahan dapat digunakan untuk mengetahui jenis kesalahan

masukan data dan tempat kesalahan pada pemodelan.

Analisis statik digunakan untuk melakukan proses perhitungan akibat beban-

beban statik yang terjadi pada sistem perpipaan misalnya, akibat pembebanan oleh

tekanan operasi, temperatur operasi, berat mati dari sistem pipa maupun akibat

gaya-gaya eksternal yang bekerja secara statik. Sedangkan analisis dinamik

digunakan untuk melakukan perhitungan akibat pembebanan akibat gaya yang

bersifat dinamik seperti adanya gampa bumi atau getaran mesin di lokasi plant.