BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Asma

34
8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Asma 2.1.1. Pengertian asma Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible dimana trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu (Smeltzer, Suzanne C, 2002) dalam (Andra Saferi Wijaya & Yessie Mariza Putri, 2013). Asma adalah penyakit inflamasi kronik pada jalan napas yang dikarakteristikkan dengan hiperresponsivitas, edema mukosa, dan produksi mukus. Inflamasi ini pada akhirnya berkembang menjadi episode gejala asma yang berulang: batuk, sesak dada, mengi, dan disspnea (Smeltzer, Susan C. (2015). Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan; penyempitan ini bersifat berulang namun reversible, dan diantara episode penyempitan bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal (Sylvia A. Price) dalam (Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma, 2015). 2.1.2. Asma dibedakan jadi dua jenis, yakni: 2.1.2.1. Asma bronchial Penderita asma bronchial, hipersensitif dan hiperaktif terhadap rangsangan dari luar, seperti debu rumah, bulu binatang, asap, dan bahan lain penyebab alergi. Gejala kemunculannya sangat mendadak, sehingga gangguan asma datang secara tiba-tiba. Jika tidak mendapatkan pertolongan secepatnya, risiko kematian bisa datang. Gangguan asma bronchial juga bisa muncul lantaran adanya radang yang

Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Asma

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Asma

8

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar Asma

2.1.1. Pengertian asma

Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible

dimana trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap

stimulasi tertentu (Smeltzer, Suzanne C, 2002) dalam (Andra Saferi

Wijaya & Yessie Mariza Putri, 2013).

Asma adalah penyakit inflamasi kronik pada jalan napas yang

dikarakteristikkan dengan hiperresponsivitas, edema mukosa, dan

produksi mukus. Inflamasi ini pada akhirnya berkembang menjadi

episode gejala asma yang berulang: batuk, sesak dada, mengi, dan

disspnea (Smeltzer, Susan C. (2015).

Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami

penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang

menyebabkan peradangan; penyempitan ini bersifat berulang namun

reversible, dan diantara episode penyempitan bronkus tersebut

terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal (Sylvia A. Price) dalam

(Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma, 2015).

2.1.2. Asma dibedakan jadi dua jenis, yakni:

2.1.2.1. Asma bronchial

Penderita asma bronchial, hipersensitif dan hiperaktif

terhadap rangsangan dari luar, seperti debu rumah, bulu

binatang, asap, dan bahan lain penyebab alergi. Gejala

kemunculannya sangat mendadak, sehingga gangguan asma

datang secara tiba-tiba. Jika tidak mendapatkan pertolongan

secepatnya, risiko kematian bisa datang. Gangguan asma

bronchial juga bisa muncul lantaran adanya radang yang

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Asma

9

mengakibatkan penyempitan saluran pernapasan bagian

bawah. Penyempitan ini akibat berkerutnya otot polos saluran

pernapasan, pembengkakan selaput lendir, dan pembentukan

timbunan lendir yang berlebihan.

2.1.2.2. Asma kardial

Asma yang timbul akibat adanya kelainan jantung. Gejala

asma kardial biasanya terjadi pada malam hari, disertai sesak

napas yang hebat. Kejadian ini disebut nocturnal paroxymul

dyspnea. Biasanya terjadi pada saat penderita sedang tidur

(Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma, 2015)

2.1.3. Menurut Mc Connel dan Holgate asma dibedakan menjadi: (Sudoyo

Aru) dalam (Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma, 2015).

2.1.3.1. Asma ekstrinsik: munculnya pada waktu kanak-kanak

2.1.3.2. Asma intrinsic: ditemukan tanda-tanda reaksi

hipersensitivitas terhadap allergen.

2.1.3.3. Asma yang berkaitan dengan penyakit paru obstruksi kronik.

2.1.4. Derajat asma

Pembagian derajat asma menurut GINA (Global Intiative Forr

Asthma):

2.1.4.1. Intermitten

Gejala kurang dari 1 kali/minggu dan serangan singkat.

2.1.4.2. Persisten ringan

Gejala lebih dari 1 kali/minggu tapi kurang dari 1 kali/hari.

2.1.4.3. Persisten sedang

Gejala terjadi setiap hari

2.1.4.4. Persisten berat

Gejala terjadi setiap hari dan serangan sering terjadi.

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Asma

10

Pembagian derajat asma menurut Phelan dkk sebagai berikut:

2.1.4.5. Asma episodic jarang

Ditandai oleh adanya episode <1x tiap 4-6 minggu, mengi

setelah akitivitas berat.

2.1.4.6. Asma episodic sering

Ditandai oleh frekuensi serangan yang lebih sering dan timul

mengi pada aktivitas sedang. Gejala kurang dari 1x/minggu.

2.1.4.7. Asma persisten

Ditandai oleh seringnya episode akut, mengi pada aktivitas

ringan terjadi leih dari 3x/minggu.

2.1.5. Etiologi

Obstruksi jalan nafas pada asma disebabkan oleh:

2.1.5.1. Kontraksi otot sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan

nafas.

2.1.5.2. Pembengkakan membrane bronkus.

2.1.5.3. Bronkus terisi oleh mucus yang kental.

Factor predisposisi:

2.1.5.4. Genetic

Diturunkannya bakat alergi dari keluarga dekat, meski belum

diketahui bagaimana penurunannya dengan jelas. Karena

adanya bakat alergi ini penderita sangat mudah terkena asma

apabila dia terpapar dengan factor pencetus.

Factor pencetus:

2.1.5.5. Alergen

Adalah suatu bahan penyebab alergi. Dimana ini dibagi

menjadi tiga, yaitu:

a. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernafasan. (debu,

bulu binatang, serbuk bunga, bakteri, polusi).

b. Ingestan, yang masuk melalui mulut. (makanan dan obat-

obatan).

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Asma

11

c. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit,

perhiasan, logam dan jam tangan).

2.1.5.6. Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa yang dingin sering mempengaruhi

asma, perubahan cuaca menjadi pemicu serangan asma.

Kadang serangan berhubungan asma seperti: musim hujan,

musim bunga, musim kemarau. Hal ini berhubungan dengan

angina, serbuk bunga dan debu.

2.1.5.7. Lingkungan kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya

asma, hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya

orang yang bekerja di pabrik kayu, polisi lalu lintas. Gejala

ini membalik pada waktu libur atau cuti.

2.1.5.8. Olahraga

Sebagian besar penderita akan mendapat serangan asma

apabila sedang bekerja dengan berat/aktivitas berat. Serangan

asma karena aktivitas biasanya segera setelah aktivitas

selesai. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan

asma.

2.1.5.9. Stress

Gangguan emosi dapat menjadi pencetus terjadinya serangan

asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang

sudah ada. Disamping gejala asma harus segera diobati

penderita asma yang mengalami stress harus diberi nasehat

untuk menyelesaikan masalahnya (Abd. Wahid & Imam

Suprapto, 2013).

2.1.6. Patofisiologi

Asma adalah obstruksi jalan nafas difus reversibel. Obstruksi

disebabkan oleh satu atau lebih dari kontraksi otot-otot yang

mengelilingi bronchi, yang menyempitkan jalan nafas, atau

pembengkakan membrane yang melapisi bronchi, atau pengisiab

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Asma

12

ronkhi dengan mucus yang kental. Selain itu, otot-otot bronkhian dan

kelenjar mukosa membesar, sputum yang kental, banyak dihasilkan

dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara terperangkap di dalam

jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini belum

diketahui, tetapi ada yang paling diketahui adalah keterlibatan system

imunologis dan system otonom.

Beberapa individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk

terhadap lingkungan mereka. Antibody yang dihasilkan (IgE)

kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang

terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibody,

menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti

histamine, bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari

substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). pelepasan mediator ini

dalam jaringan paru ßßmempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan

nafas, menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membrane

mukosa dan pembentukan mucus yang sangat banyak.

System saraf otonom mempengaruhi paru. Tonus otot bronchial diatur

oleh impuls saraf vagal melalui system parasimpatis. Pada asma

idiopatik atau nonalergik, ketika ujung saraf pada jalan nafas

dirangsang oleh factor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi

dan polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan

asetilkolin ini secara langsung menyebabkan bronkokontriksi juga

merangsang pembentukan mediator kimiawi yang dibahas di atas.

Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap

respon parasimpatis.

Selain itu, reseptor α- dan ß- adrenergic dari system saraf simpatis

terletak dalam bronki. Ketika reseptor α- adrenergic dirangsang terjadi

bronkokontriksi, bronkodilatasi terjadi ketika reseptor ß- adrenergic

yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor α- dan ß- adrenergic

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Asma

13

dikendalikan terutama oleh siklik adenosine monofosfat (cAMP).

Stimulasi reseptor alfa mengakibatkan penurunan cAMP, yang

mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan sel

mast bronkokontriksi. Stimulus reseptor beta adrenergic

mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP, yang menghambat

pelepasan mediator kimiawi dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori

yang diajukan adalah bahwa penyekatan ß- adrenergic terjadi pada

individu dengan asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap

peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan kontriksi otot polos

(Andra Saferi Wijaya & Yessie Mariza Putri, 2013).

2.1.7. Manifestasi klinik

2.1.7.6. Gejala asma yang paling umum adalah batuk (dengan atau

tanpa disertai produksi mucus), dyspnea, dan mengi

(pertama-tama pada ekspirasi, kemudian bisa juga terjadi

selama inspirasi).

2.1.7.7. Serangan asma paling sering terjadi pada malam hari atau

pagi hari.

2.1.7.8. Eksaserbasi asma sering kali didahului oleh peningkatan

gejala selama berhari-hari, namun dapat pula terjadi secara

mendadak.

2.1.7.9. Sesak dada dan dyspnea.

2.1.7.10. Diperlukan usaha untuk melakukan ekspirasi dan ekspirasi

memanjang.

2.1.7.11. Seiring proses eksaserbasi, sianosis sentral sekunder akibat

hipoksia berat dapat terjadi.

2.1.7.12. Gejala tambahan, seperti diaphoresis, takikardia, dan

pelebaran tekanan nadi mungkin dijumpai pada pasien asma.

2.1.7.13. Asma yang disebabkan oleh latihan fisik: gejala maksimal

selama menjalani latihan fisik, tidak terdapat gejala pada

malam hari, dan terkadang hanya muncul gambaran sensasi

seperti “tercekik” selama menjalani latihan fisik.

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Asma

14

2.1.7.14. Reaksi yang parah dan berlangsung terus-menerus, yakni

status asmatikus, bisa saja terjadi. Kondisi ini dapat

mengancam kehidupan.

2.1.7.15. Eksema, ruam, dan edema temporer merupakan reaksi alergi

yang biasanya menyertai asma (Smeltzer, Susan C. 2015).

Tabel 2.1. klasifikasi keparahan eksaserbasi asma (Sumber: national

Asthma Education and Prevention Program (Keperawatan Kritis)

Ringan Sedang Berat Gagal nafas yang

mungkin terjadi

Gejala

Dyspnea Sakit

beraktivitas

Saat

berbicara

Pada saat

istirahat

Saat istirahat

Bicara Dalam

kalimat

Dalam frasa Dalam kata-

kata

Diam

Tanda

Posisi tubuh Mampu

berbaring

Lebih suka

duduk

Tidak mampu

berbaring

Tidak mampu

berbaring

Frekuensi

pernapasan

Meningkat Meningkat Sering kali

>30/menit

>30/menit

Penggunaan

obat bantu

pernapasa

Biasanya

tidak ada

Umumnya

ada

Biasanya ada Gerakan

torakoadominal

paradoksal

Suara napas Mengi sedang

pd

pertengahan

sampai akhir

ekspirasi

Mengi keras

selama

ekspirasi

Mengi keras

saat inspirasi

dan ekspirasi

Gerakan udara

sedikit tanpa

mengi

Frekuensi

jantung

(kali/menit)

<100 100-120 >120 Bradikardi reaktif

Pulsus

paradoksus

(mmHg)

<10 10-25 Sering >25 Sering kali tidak

ada

Status mental Mungkin

agitasi

Biasanya

agitasi

Biasanya

agitasi

Bingung atau

mengantuk

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Asma

15

2.1.8. Pemeriksaan penunjang

2.1.8.6. Spirometer: dilakukan sebelum dan sesudah bronkodilator

hirup (nebulizer/inhaler), positif jika peningkatan VEP/KVP

> 20%.

2.1.8.7. Sputum: eosinophil meningkat.

2.1.8.8. Eosinophil darah meningkat

2.1.8.9. Uji kulit.

2.1.8.10. RO dada yaitu patologis paru/komplikasi asma.

2.1.8.11. AGD: terjadi pada asma berat pada fase awal terjadi

hipoksimea dan hipokapnia (PCO2 turun) kemudian fase

lanjut normokapnia dan hiperkapnia (PCO2 naik).

2.1.8.12. Foto dada AP dan lateral. Hiperinflasi paru, diameter

anteroposterior membesar pada foto lateral, dapat terlihat

bercak konsolidasi yang tersebar (Amin Huda Nurarif &

Hardhi Kusuma, 2015).

2.1.9. Komplikasi

Komplikasi yang mungki timbul adalah:

2.1.9.6. Pneumothorak

2.1.9.7. Pneumomediastinum dan emfisema sub kutis.

2.1.9.8. Atelectasis.

2.1.9.9. Aspirasi.

2.1.9.10. Kegagalan jantung/gangguan irama jantung

2.1.9.11. Sumbatan saluran nafas yang meluas/gagal nafas

2.1.9.12. Asidosis (Andra Saferi Wijaya & Yessie Mariza Putri, 2013).

2.1.10. Penatalaksanaan

2.1.10.1. Prinsip umum dalam pengobatan asma :

a. Menghilangkan obstruksi jalan nafas.

b. Menghindari factor yang bisa menimbulkan serangan

asma.

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Asma

16

c. Menjelaskan kepada penderita dan keluarga mengenai

penyakit asma, pengobatannya.

2.1.10.2. Penatalaksanaan medis

a. Pengobatan farmakologis

Terdapat 2 golongan medikasi-medikasi kerja-cepat dan

control kerja-lambat maupun produk kombinasi.

1) Agonis adrenergic-beta2 kerja-pendek.

2) Antikolinergik.

3) Kortikosteoid: inhaler dosis-terukur (MDI).

4) Inhibitor pemodifikasi leukotriene/antileukotrien.

5) Metilxantin (Brunner & Suddarth, 2015).

b. Pengobatan non farmakologi

1) Penyuluhan

Penyuluhan ini ditujukan untuk peningkatan pengetahuan

klien tentang penyakit asma sehingga klien secara sadar

menghindari factor-faktor pencetus, menggunakan obat

secara benar dan berkonsultasi pada tim kesehatan.

2) Menghindari factor pencetus

Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus asma yang

ada pada lingkungannya, diajarkan cara menghindari dan

mengurangi factor pencetus, termasuk intake cairan yang

cukup bagi klien.

3) Fisioterapi

Dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran

mucus. Ini dapat dilakukan dengan postural drainase,

perkusi dan fibrasi dada (Muttaqin, 2008).

2.1.11. Penatalaksanaan Keperawatan

Penatalaksanaan keperawatan yang harus segera dilakukan pada

pasien bergantung pada tingkat keparahan gejala. Pasien dan keluarga

kerap merasa takut dan cemas karena sesak napas yang dialami pasien.

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Asma

17

Oleh sebab itu, pendekatan yang tenang merupakan aspek yang

penting di dalam asuhan.

2.1.11.1. Kaji status respirasi pasien dengan memonitor tingkat

keparahan gejala, suara napas, peak flow, oksimetri nadi, dan

tanda-tanda vital.

2.1.11.2. Kaji riwayat reaksi alergi terhadap obat sebelum memberikan

medikasi.

2.1.11.3. Identifikasi medikasi yang tengah digunakan oleh pasien.

2.1.11.4. Berikan medikasi sesuai yang diresepkan dan monitor

respons pasien terhadap medikasi tersebut medikasi mungkin

mencakup antibiotic jika pasien telah lebih dulu mengalami

infeksi pernapasan.

2.1.11.5. Berikan terapi cairan jika pasien mengalami dehidrasi.

2.1.11.6. Bantu rposedur intubasi, jika diperlukan (Brunner &

Suddarth, 2015).

2.2. Konsep Dasar Fisioterapi Dada

2.2.1. Definisi fisioterapi dada

Fisioterapi dada merupakan suatu rangkaian tindakan keperawatan

yang terdiri atas perkusi, vibrasi, dan postural drainage (Asmadi,

2012). Adapun indikasi dan kontraindikasi dari fisioterapi dada

menurut Herdyani Putri & Slamet Soemarno (2014), yaitu:

Indikiasi:

Pasien dengan produksi sputum yang berlebih

Penumpukan secret

Bronkoektasis

Kontraindikasi:

Patah tulang rusuk

Emfisema subkutan daerah leher dan dada

Emboli paru

Pneumotoraks tension

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Asma

18

2.2.1.1. Perkusi

a. Pengertian

Perkusi disebut juga clapping adalah pukulan kuat, bukan

berarti sekuat-kuatnya, pada dinding dada dan punggung

dengan tangan dibentuk seperti mangkuk.

b. Tujuan

Secara mekanik dapat melepaskan secret yang melekat

pada dinding bronchus.

c. Prosedur

1) Tutup area yang akan dilakukan perkusi dengan

handuk atau pakaian untuk mengurangi

ketidaknyamanan.

2) Anjurkan klien tarik napas dalam dan lambat untuk

meningkatkan relaksasi.

3) Perkusi pada tiap segmen paru selama 1-2 menit.

4) Perkusi tidak boleh dilakukan pada daerah dengan

struktur yang mudah terjadi cedera seperti: mammae,

sternum, dan ginjal.

2.2.1.2. Vibrasi

a. Pengertian

Vibrasi adalah getaran kuat secara serial yang yang

dihasilkan oleh tangan perawat yang diletakkan datar pada

dinding dada klien.

b. Tujuan

Vibrasi digunakan setelah perkusi untuk meningkatkan

turbulensi udara ekspirasi dan melepaskan mucus yang

kental. Sering dilakukan bergantian dengan perkusi.

c. Prosedur

1) Letakkan tangan, telapak tangan menghadap ke bawah

di area dada yang akan di-drainage. Satu tangan di

atas tangan yang lain dengan jari-jari menempel

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Asma

19

bersama dan ekstensi. Cara yang lain: tangan bisa

diletakkan secara bersebelahan.

2) Anjurkan klien untuk menarik napas dalam melalui

hidung dan menghembuskan napas secara lambat

lewat mulut atau pursed lips.

3) Selama masa ekspirasi, tegangkan seluruh otot tangan

dan lengan, dan gunakan hamper semua tumit tangan.

Getarkan (kejutkan) tangan, gerakan kea rah bawah.

Hentikan getaran jjika klien melakukan inspirasi.

4) Setelah tiap kali vibrasi, anjurkan klien baatuk dan

keluarkan secret ke dalam tempat sputum.

Gambar 2.1. perkusi dan vibrasi. (A) posisi atau

bentuk tangan yang tepat untuk

perkusi. (B) teknik vibrasi yang tepat

di mana gerakan memvibrasi

dihasilkan oleh otot-otot bahu. (C)

posisi tangan yang tepat untuk

vibrasi. Susmber. Brunner dan

Suddart 2001

2.2.1.3. Postural drainage

a. Pengertian

Postural drainage merupakan salah satu intervensi untuk

melepaskan sekresi dari berbagai segmen paru-paru

dengan menggunakan pengaruh gaya gravitasi. Waktu

yang terbaik untuk melakukannya yaitu sekitar 1 jam

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Asma

20

sebelum sarapan pagi dan sekitar 1 jam sebelum tidur pada

malam hari. Postural drainage harus lebih sering

dilakukan apabila lendir klien berubah warnanya menjadi

kehijauan dan kental atau ketika klien menderita demam.

Hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan postural

drainage antara lain:

1) Batuk dua atau tiga kali berurutan setelah setiap kali

berganti posisi.

2) Minum air hangat setiap hari sekitar 2 liter.

3) Jika harus menghirup bronkodilator, lakukanlah 15

menit sebelum melakukan postural drainage.

4) Lakukan latihan napas dan latihan lain yang dapat

membantu mengencerkan lendir.

Peralatan:

a) Bantal 2 atau 3

b) Papan pengatur posisi

c) Tisu wajah

d) Segelas air

e) Sputum pot

b. Prosedur

1) Cuci tangan

2) Pilih area yang tersumbat yang akan di-drainage

berdasarkan pengkajian semua area paru, data klinis,

dan chest X-ray.

3) Baringkan klien dalam posisi untuk men-drainage

area yang tersumbat.

4) Minta klien mempertahankan posisi tersebut selama

10-15 menit.

5) Selama 10-15 menit drainage pada posisi tersebut,

lakukan perkusi dan vibrasi dada di atas area yang di-

drainage.

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Asma

21

6) Setelah drainage pada posisi pertama, minta klien

duduk dan batuk. Bila tidak bisa batuk, lakukan

suction. Tamping sputum di sputum pot.

7) Minta klien istirahat sebentar bila perlu.

8) Anjurkan klien minum sedikit air.

9) Ulangi langkah 3-8 sampai semua area tersumbat

telah ter-drainage.

10) Ulangi pengkajian dada pada semua bidang paru.

11) Cuci tangan.

12) Dokumentasikan.

c. Posisi untuk postural drainage:

1) Bronchus apical lobus anterior kanan dan kiri atas

dengan klien duduk di kursi, bersandar pada bantal.

Gambar 2.2. Bronkus apical anterior lobus atas (Asmadi,

2012).

2) Bronchus apical lobus posterior kanan dan kiri atas

dengan klien duduk di kursi, menyandar ke depan

pada bantal atau meja.

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Asma

22

Gambar 2.3. Bronkhus apical posterior lobus atas (Asmadi,

2012).

3) Bronchus lobus anterior kanan dan kiri atas dengan

klien berbaring datar pada bantal kecil di bawah lutut.

Gambar 2.4. Bronkus lobus atas anterior (Asmadi,

2012).

4) Bronchus lobus lingual kiri atas dengan klien

berbaring miring ke kanan dan lengan di atas kepala

pada posisi trendelenberg, dengan kaki tempat tidur

ditinggikan 30 cm. Letakkan bantal di belakang

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Asma

23

punggung dan klien digulingkan seperempat putaran

ke atas bantal.

Gambar 2.5. Bronkhus lingual lobus atas kiri

(Asmadi, 2012).

5) Bronchus lobus kanan tengah klien berbaring miring

ke kiri dan tinggikan kaki tempat tidur 30 cm.

Letakkan bantal di belakang punggung dank lien

digulingkan seperempat putaran ke atas bantal.

Gambar 2.6. Bronkhus lobus tengah kanan (Asmadi,

2012).

6) Brokhus lobus anterior kanan dan kiri bawah klien

berbaring terlentang dengan posisi trendelenberg, kaki

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Asma

24

tempat tidur ditinggikan 45-50 cm. Biarkan lutut

menekuk di atas bantal.

Gambar 2.7. Bronkus lobus bawah anterior (Asmadi,

2012).

7) Bronchus lobus lateral kanan bawah klien berbaring

miring ke kiri pada posisi trendelenberg dengan kaki

tempat tidur ditinggikan 45-50 cm.

Gambar 2.8. Bronkhus lateral lobus bawah kanan

(Asmadi, 2012).

8) Bronchus lobus lateral kiri bawah klien berbaring

miring ke kanan pada posisi trendelenberg dengan

kaki tempat tidur ditinggikan 45-50 cm.

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Asma

25

Gambar 2.9. Bronkhus lateral lobus bawah kiri

(Asmadi, 2012).

9) Bronchus lobus superior kanan dan kiri bawah klien

berbaring tengkurap dengan bantal di bawah lambung.

Gambar 2.10. Bronkhus superior lobus bawah

(Asmadi, 2012).

10) Bronchus basalis posterior kanan dan kiri klien

berbaring tengkurap dalam posisi trendelenberg

dengan kaki tempat tidur ditinggikan 45-50 cm.

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Asma

26

Gambar 2.11. Bronkhus basal posterior (Asmadi,

2012).

2.3. Konsep Dasar Pernapasan

2.3.1. Pengertian respirasi

Pengertian pernapasan atau respirasi adalah suatu proses mulai dari

pengambilan oksigen, pengeluaran karbohidrat hingga penggunaan

energy di dalam tubuh. Manusia dalam bernafas menghirup oksigen

dalam udara bebas dan membuang karbondioksida ke lingkungan.

2.3.1.1. Respirasi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu:

a. Respirasi luar yang merupakan pertukaran antara O2 dan

CO2 antara darah dan udara.

b. Respirasi dalam yang merupakan pertukaran O2 dan CO2

dari aliran darah ke sel-sel tubuh.

2.3.1.2. Dalam mengambil nafas ke dalam tubuh dan membuang

nafas ke udara dilakukan dengan dua cara pernafasan, yaitu:

a. Respirasi/pernafasan dada

1) Otot antar tulang rusuk luar berkontraksi atau

mengerut.

2) Tulang rusuk terangkat ke atas.

3) Rongga dada membesar yang mengakibatkan tekanan

udara dalam dada kecil sehingga udara masuk ke dalam

badan.

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Asma

27

b. Respirasi/pernafasan perut

1) Otot difragma pada perut menngalami kontraksi.

2) Diafragma datar.

3) Volume rongga dada menjadi besar yang

mengakibatkan tekanan udara pada dada mengecil

sehingga udara masuk ke paru-paru.

Normalnya manusia butuh kurang lebih 300 liter oksigen perhari.

Dalam keadaan tubuh bekerja berat maka oksigen atau O2 yang

diperlukan pun menjadi berlipat-lipat kali dan bisa sampai 10 hingga

15 kalilipat. Ketika oksigen tembus selaput alveolus, hemoglobin akan

mengikat oksigen yang banyaknya akan disesuaikan dengan besar

kecil tekanan udara.

Alat-alat pernafasan berfungsi memasukkan udara yang mengandung

oksigen dan mengeluarkan udara yang mengandung karbondioksida

dan uap air.

Tujuan proses pernafasan yaitu untuk memperoleh energy. Pada

peristiwa bernafas terjadi pelepasan energy.

2.3.1.3. Sistem pernafasan pada manusia terdiri atas:

a. Hidung.

b. Faring.

c. Trakea.

d. Bronkus.

e. Bronkiolus.

f. Paru-paru.

2.3.2. Alat-alat pernafasan pada manusia

2.3.2.1. Rongga hidung (Cavum Nasalis)

Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum

nasalis).

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Asma

28

2.3.2.2. Faring (Tenggorokan)

Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan

percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernafasan (nasofarings)

pada bagian depan dan saluran pencernaan (orofarings) pada

bagian belakang. Fungsi utama faring adalah menyediakan

saluran bagi udara yang keluar masuk dan juga sebagai jalan

makanan dan minuman yang ditelan, faring juga

menyediakan ruang dengung (resonansi) untuk suara

percakapan.

2.3.2.3. Batang tenggorokan (Trakea)

Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak

sebagian di leher dan sebagian di rongga dada 9torak).

2.3.2.4. Pangkal tenggorokan (Laring)

Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang

rawan.

2.3.2.5. Cabang batang tenggorokan (Bronkus)

Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu

bronkus kanan dan bronkus diri. Fungsi utama bronkus

adalah menyediakan jalan bagi udara yang masuk dan keluar

paru-paru.

2.3.2.6. Paru-paru (Pulmo)

Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di

bagian samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan dibagian

bawah dibatasi oleh difragma yang berotot kuat.

2.3.3. Proses pernafasan

Proses pernafasan meliputi dua proses, yaitu menarik nafas atau

inspirasi serta mengeluarkan nafas atau ekspiasi. Sewaktu menarik

nafas, otot difragma berkontraksi, dari posisi melengkung ke atas

menjadi lurus. Bersamaan dengan itu, otot-otot tulang rusuk pun

berkontraksi. Akibat dari berkontraksinya ke dua jenis otot tersebut

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Asma

29

adalah mengembangnya rongga dada sehingga tekanan dalam rongga

dada berkurang dan udara masuk. Saat mengeluarkan nafas, otot

diafragma dan otot-otot tulang rusuk melemas. Akibatnya, rongga

dada mengecil dan tekanan udara di dalam paru-paru naik sehingga

udara keluar. Jadi, udara mengalir dari tempat yang bertekanan besar

ke tempat yang bertekanan lebih kecil.

Jenis pernafasan berdasarkan organ yang terlibat dalam peristiwa

inspirasi dan ekspirasi, orang sering menyebut pernafasan dada dan

pernafasan perut. Sebenarnya pernafasan dada dan pernafasan perut

terjadi secara bersamaan.

2.3.3.1. Pernafasan dada terjadi karena kontraksi otot antar tulang

rusuk, sehingga tulang rusuk terangkat dan volume rongga

dada membesar serta tekanan udara menurun (inhalasi).

Relaksasi otot antar tulang rusuk, costa menurun, volume

kecil, tekanan membesar (ekshalasi).

2.3.3.2. Pernafasan perut terjadi karena kontraksi/relaksasi otot

diafragma (datar dan melengkung), volume rongga dada

membesar, paru-paru mengembang tekanan mengecil

(inhalasi). Melengkung volume rongga dada mengecil, paru-

paru mengecil, tekanan besar/ekshalasi.

2.3.4. Organ-organ pernafasan pada manusia

2.3.4.1. Hidung

Hidung terdiri dari lubang hidung, rongga hidung, dan ujung

rongga hidung.

2.3.4.2. Faring

Faring merupakan ruang dibelakang rongga hidung, yang

merupakan jalan masuknya udara dari rongga hidung.

2.3.4.3. Laring

Laring/pangkal batang tenggorokan/kotak suara.

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Asma

30

2.3.4.4. Trakea

Trakea atau batang tenggorokan merupakan pita yang

tersusun atas otot polos dan tulang rawan yang berbentuk

huruf „C‟ pada jarak yang sangat teratur.

2.3.4.5. Bronkus

Merupakan cabang batang tenggorokan yang jumlahnya

sepasang, yang satu menuju ke paru-paru kiri dan satunya

menuju paru-paru kanan.

2.3.4.6. Bronkiolus

Bronkiolus merupakan cabang dari bronkus, dindingnya lebih

tipis dan salurannya lebih tipis.

2.3.4.7. Alveolus

Saluran akhir dari saluran pernafasan yang berupa

gelembung-gelembung udara.

2.3.4.8. Paru-paru

Paru-paru terletak dalam rongga dada dibatasi oleh otot dada

dan tulang rusuk, pada bagian bawah dibatasi oleh otot

diafragma yang kuat.

a. Paru-paru kanan

1) Berlobus tiga

2) Bronkus kanan bercabang tiga

b. Paru-paru kiri

1) Berlobus dua.

2) Bronkus kiri bercabang dua

3) Posisinya lebih mendatar

Dibungkus oleh lapisan pleura yang berfungsi

menghindari gesekan saat bernafas.

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Asma

31

2.3.5. Mekanisme pernafasan manusia

Pernafasan manusia dapat digolongkan menjadi 2, yaitu:

2.3.5.1. Pernafasan dada

Pada pernafasan dada otot yang berperan penting adalah otot

antar tulang rusuk. Otot tulang rusuk dapat dibedakan

menjadi dua, yaitu otot tulang rusuk luar yang berperan

dalam mengangkat tulang-tulang rusuk dan tulang rusuk

dalam yang berfungsi menurunkan atau mengembalikan

tulang rusuk ke posisi semula. Bila otot antar tulang rusuk

luar berkontraksi, maka tulang rusuk akan terangkat sehingga

volume dada bertambah besar. Bertambah besarnya akan

menyebabkan tekanan dalam rongga dada lebih kecil dari

pada tekanan rongga dada luar. Karena tekanan udara kecil

pada rongga dada menyebabkan aliran udara mengalir dari

luar tubuh dan masuk ke dalam tubuh, proses ini disebut

proses „inspirasi‟.

Sedangkan pada proses ekspirasi terjadi apabila kontraksi

dari otot dalam, tulang rusuk kembali ke posisi semula dan

menyebabkan tekanan udara di dalam tubuh meningkat.

Sehingga udara dalam paru-paru tertekan di rongga dada, dan

aliran udara terdorong ke luar tubuh, proses ini disebut

„ekspirasi‟.

2.3.5.2. Pernafasan perut

Pada pernafasan ini otot yang berperan aktif adalah otot

diafragma dan otot dinding rongga perut. Bila otot diafragma

berkontraksi, posisi diafragma akan mendatar. Hal itu

menyebabkan volume rongga dada bertambah besar sehingga

tekanan udaranya semakin kecil. Penurunan tekanan udara

menyebabkan mengembangnya paru-paru, sehingga udara

mengalir masuk melalui paru-paru (inspirasi).

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Asma

32

Pernafasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis

walau dalam keadaan tertidur sekalipun karena system

pernafasan dipengaruhi oleh susunan saraf ototonom.

Menurut tempat terjadinya pertukaran gas maka pernafasan

dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu pernafasan luar dan

pernafasan dalam.

Pernafasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara

udara dalam alveolus dengan darah dalam kapiler, sedangkan

pernafasan dalam adalah pernafasan yang terjadi antara darah

dalam kapiler dengan sel-sel tubuh.

Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh

perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan

udara di luar tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada lebih

besar maka udara akan masuk. Sebaliknya, apabila tekanan

dalam rongga dada lebih besar maka udara akan masuk.

Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukan

udara (inspirasi) dan pengeluaran udara (ekspirasi) maka

mekanisme pernafasan dibedakan atas dua macam, yaitu

pernafasan dada dan pernafasan perut. Pernafasan dada dan

perut terjadi secara bersamaan.

2.3.5.3. Volume dan kapasitas paru

Proses pernafasan di paru-paru melalui suatu mekanisme

pergerakan dinding thoraks yang dipengaruhi oleh siklus

perubahan tekanan udara di dalam paru pada saat ekspirasi

dan inspirasi. Setiap adanya perubahan pola nafas maka di

paru-paru akan terjadi perubahan volume udara dan kapasitas

paru.

Page 26: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Asma

33

2.3.6. Pertukaran O2 dan CO2 dalam pernafasan

Jumlah oksigen yang di ambil melalui udara pernafasan tergantung

pada kebutuhan dan hal tersebut biasanya dipengaruhi oleh jenis

pekerjaan, ukuran tubuh, serta jumlah maupun jenis bahan makanan

yang dimakan.

Pekerja-pekerja berat termasuk atlit lebih banyak membutuhkan

oksigen disbanding pekerja ringan. Demikian juga seseorang yang

memiliki ukuran tubuh lebih besar dengan sendirinya membutuhkan

oksigen lebih banyak. Selanjutnya, seseorang yang memiliki

kebiasaan memakan lebih banyak daging akan membutuhkan lebih

banyak oksigen daripada seorang vegetarian.

Dalam keadaan biasa, manusia membutuhkan sekitar 300 cc oksigen

sehari (24 jam) atau sekitar 0,5 cc tiap menit. Kebutuhan tersebut

berbanding lurus dengan volume udara inspirasi dan ekspirasi biasa

kecuali dalam keadaan tertentu saat konsentrasi oksigen udara

inspirasi berkurang atau karena sebab lain, misalnya konsentrasi

hemoglobin darah berkurang.

Oksigen yang dibutuhkan berdifusi masuk ke darah dalam kapiler

darah yang menyelubungi alveolus. Selanjutnya, sebagian besar

oksigen diikat oleh zat warna darah atau pigmen darah (hemoglobin)

untuk di angkut ke sel jaringan tubuh.

Hemoglobin yang terdapat dalam butir darah merah atau eritrosit ini

tersusun oleh senyawa hemin atau hematin yang mengandung unsur

besi dan globin yang berupa protein.

Page 27: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Asma

34

2.3.7. Fisiologi pernapasan

2.3.7.1. Pengendalian pernapasan

Proses pernapasan dikendalikan oleh kimiawi dan saraf.

Pada proses kimiawi, karbondioksida merangsang saraf di

medulla oblongata dan disalurkan lewat saraf phrenikus

(otot diafragma atau interkostalis). Otot ini berkontraksi

sehingga terjadilah pernapasan (Deden Dermawan & Moh.

Abdul Jamil, 2013).

2.3.7.2. Kecepatan pernapasan

Napas pria leih cepat dari pria. Patokan normalnya sebagai

berikut menurut (Deden Dermawan & Moh. Abdul Jamil,

2013).

a. Bayi usia < 1 tahun : 30 – 60 x/menit.

b. Anak usia 1 – 5 tahun : 20 – 40 x/menit.

c. Anak usia 6 – 12 tahun : 15 – 25 x/menit.

d. Dewasa : 16 – 20 x/menit.

2.3.7.3. Kebutuhan tubuh akan oksigen

Oksigen diperlukan oleh tubuh pada tingkat metabolism sel.

Sel tubuh yang tidak memperoleh oksigen akan mengalami

kerusakan dan mati. Bila seseorang kekurangan oksigen

akan terlihat kebiru-biruan pada ujung telunjuk tangan, bibir

serta ujung telinga (Deden Dermawan & Moh. Abdul Jamil,

2013)

2.3.8. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigen

2.3.8.1. Faktor fisiologi

a. Menurunnya kapasitas pengikatan O2 seperti anemia.

b. Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti

pada obstruksi saluran napas bagian atas.

c. Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun

mengakibatkan transport O2 terganggu.

Page 28: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Asma

35

d. Meningkatnya metabolism seperti adanya infeksi,

demam, ibu hamil, luka dan lain-lain.

e. Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding dada

seperti pada kehamilan, obesitas, musculoskeleton yang

abnormal, penyakit kronik seperti TBC paru.

2.3.8.2. Faktor perkembangan

a. Bayi premature : yang disebabkan kuranganya

pementukan surfaktan.

b. Bayi dan toodler : adanya resiko infeksi saluran

pernapasan akut.

c. Anak usia sekolah dan remaja, resiko saluran

pernapasan dan merokok.

d. Dewasa muda dan pertengahan : diet yang tidak sehat.

Kurang aktivitas, stress yang mengakibatkan penyakit

jantung dan paru-paru.

e. Dewasa tua : adanya proses penuaan yang

mengakibatkan kemungkinan arteriosclerosis, elastisitas

menurun, ekspansi paru menurun.

2.3.8.3. Faktor perilaku

a. Nutrisi : misalnya pada obesitas mengakibatkan

penurunan ekspansi paru, gizi yang buruk menjadi

anemia sehingga daya ikat oksigen berkurang, diet yang

terlalu tinggi lemak menimulkan arteriosclerosis.

b. Exercise (olahraga berlebih) : exercise akan

meningkatkan kebutuhan oksigen.

c. Merokok : nikotin menyebabkan vasokontriksi

pembuluh darah perifer dan coroner.

d. Substance abuse (alcohol dan obat-obatan) :

menyebabkan intake nutrisi (Fe) menurun

mengakibatkan penurunan hemoglobin, alcohol

menyebabkan depresi pusat pernapasan.

e. Kecemasan : menyebabkan metabolism meningkat.

Page 29: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Asma

36

2.3.8.4. Factor lingkungan

a. Tempat kerja (polusi)

b. Suhu lingkungan

c. Ketinggian tempat dari permukaan laut

2.3.9. Perubahan fungsi pernapasan

2.3.9.1. Hiperventilasi

Merupakan upaya tubuh dalam meningkatkan jumlah O2

dalam paru-paru agar pernapasan leih cepat dan dalam.

Hiperventilasi dapat disebabkan karena :

a. Kecemasan

b. Infeksi / sepasienis

c. Keracunan obat-obatan

d. Ketidakseimbangan asam basa seperti pada asidosis

metabolic

Tanda-tanda dan gejala hiperventilasi adalah takikardia,

napas pendek, nyeri dada (chest pain), menurunnya

konsentrasi, disoroentasi, tinnitus.

2.3.9.2. Hipoventilasi

Hipoventilasi terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat

untuk memenuhi penggunaan O2 tubuh atau untuk

mengeluarkan CO2 dengan cukup, biasanya terjadi pada

keadaan atelectasis (kolapasien paru).

Tanda-tanda dan gejala pada keadaan hipoventilasi adalah

nyeri kepala, penurunan kesadaran, disorientasi,

kardiakdistritmia, ketidakseimbangan elektrolit, kejang dan

kardiak arrest.

2.3.9.3. Hipoksia

Tidak adekuatnya pemenuhan O2 selular akibat dari

defisiensi O2 yang diinspirasi atau meningkatnya

penggunaan O2 pada tingkat seluler. Hipoksia dapat

disebabkan oleh :

Page 30: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Asma

37

a. Menurunnya hemoglobin

b. Berkurangnya konsentrasi O2 jika berada di puncak

gunung

c. Ketidakmampuan jaringan mengikat O2 seperti

keracunan sianida

d. Menurunnya difusi O2 dari alveoli ke dalam darah

seperti pada pneumonia

e. Menurunnya perfusi jaringan seperti syok

f. Kerusakan / gangguan ventilasi

Tanda-tanda hipoksia antara lain : kelelahan, kecemasan,

menurunnya kemampuan konsentrasi, nadi meningkat,

pernapasan cepat dan dalam, sianosis dan clubbing. (Deden

Dermawan & Moh. Abdul Jamil, 2013).

2.3.10. Faktor yang mempengaruhi cepat atau lambatnya frekuensi

pernapasan menurut (Abd. Wahid & Imam Suprapto, 2013).

2.3.10.1. Usia. Semakin bertambahnya usia seseorang akan semakin

rendah frekuensi pernapasannya. Hal ini berhubungan dengan

energy yang dibutuhkan.

2.3.10.2. Jenis kelamin. Pada umumnya pria memiliki frekuensi

pernafasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita.

Kebutuhan akan oksigen serta produksi karbondioksida pada

pria lebih tinggi dibandingkan wanita.

2.3.10.3. Suhu tubuh. Semakin tinggi suhu tubuh seseorang maka akan

semakin cepat frekuensi pernafasannya, hal ini berhubungan

dengan peningkatan proses metabolism yang terjadi dalam

tubuh.

2.3.10.4. Posisi atau kedudukan tubuh. Frekuensi pernafasan ketika

sedang duduk akan berbeda dibandingkan dengan ketika

sedang berjongkok atau berdiri. Hal ini berhubungan erat

dengan energy yang dibutuhkan oleh organ tubuh sebagai

tumpuan berat tubuh.

Page 31: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Asma

38

2.3.10.5. Aktivitas. Seseorang yang aktivitas fisiknya tinggi seperti

olahragawan akan membutuhkan lebih banyak energy

daripada orang yang diam atau santai, oleh karena itu,

frekuensi pernapasan orang tersebut juga lebih tinggi.

Gerakan dan frekuensi pernafasan diatur oleh pusat

pernafasan yang terdapat di otak. Selain itu, frekuensi

pernafasan distimulus oleh konsentrasi karbondioksida (CO2)

dalam darah.

2.4. Konsep Dasar Nebulizer

2.4.1. Definisi nebulizer

Nebulasi adalah salah satu terapi inhalasi dengan menggunakan alat

bernama nebulizer. Alat ini mengubah cairan menjadi droplet aerosol

sehingga dapat dihirup oleh pasien. Obat yang digunakan untuk

nebulizer dapat berupa solusio atau suspense (Tanto, 2014 dalam Desy

Aisyarini, 2016).

Nebulizer merupakan suatu alat pengobatan dengan cara pemberian

obat-obatan dengan penghirupan, setelah obat-obatan tersebut terlebih

dahulu dipecahkan menjadi partikel-partikel yang lebih kecil melalui

cara aerosol atau himidifikasi (Purnamadyawati, 2000 dalam Desy

Aisyarini, 2016).

2.4.2. Tujuan pemberian neulizer

Menurut Purnamadyawati, (2000) tujuan dari pemberian nebulizer

antara lain:

2.4.2.1. Rileksasi dari spasme bronchial.

2.4.2.2. Mengencerkan secret.

2.4.2.3. Melancarkan jalan nafas

2.4.2.4. Melembabkan saluran pernafasan (dalam Desy Aisyarini,

2016).

Page 32: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Asma

39

2.4.3. Alat

Menurut Tanto (2014) alat yang digunakan:

2.4.3.1. Nebulizer (umumnya nebulizer jet, dapat juga digunakan

kompresor oksigen).

2.4.3.2. Masker, mouth piece, atau kanul trakea.

2.4.3.3. Konektor.

2.4.3.4. Chamber sebagai tempat penampungan obat.

2.4.4. Bahan

Menurut Tanto (2014) bahan yang digunakan:

2.4.4.1. Obat-oatan dalam bentuk solusio, seperti:

a. Beta-2 agonis: salbutamol solusio 2,5 mg/2cc, fenoterol

solusio 100µg/ml.

b. Antikolinergik: ipratropium bromide solusio 0,25 mg/ml.

c. Deuretik, antibiotic, anestesi local, surfaktan, atau

kortikosteroit.

d. Cairan salin normal.

2.4.5. Indikasi

Menurut Tanto (2014):

2.4.5.1. Asma

2.4.5.2. PPOK

2.4.5.3. Fibrosis kristik

2.4.5.4. Bronkiektasis

2.4.5.5. Pneumonia pada pasien AIDS

2.4.5.6. Prosedur bronkoskopi

2.4.5.7. Obstruksi saluran nafas pada pasien dengan trakeostomi

2.4.6. Kontra indikasi nebulizer

Menurut Djaharudin Irawaty et al. (2017):

2.4.6.1. Hipertensi

2.4.6.2. Takikardia

Page 33: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Asma

40

2.4.6.3. Riwayat alergi

2.4.6.4. Fraktur di daerah hidung, maxilla, palatum oris

2.4.6.5. Kontraindikasi dari obat yang digunakan untuk nebulasi

2.5. Kerang Konsep

Kerangka konsep merupakan dasar pemikiran pada pebelitian yang

dirumuskan dari fakta-fakta observasi dan tindakan pustaka. Kerangka konsep

memuat teori, dalil atau konsep-konsep yang akan dijadikan dasar dan pijakan

untuk melakukan penelitian (Setiawan dan Saryono, 2010).

Skema 2.12. kerangka konsep

Variable Perancu

1. Usia

2. Jenis kelamin

3. Obat-obatan

4. Penyakit penyerta

5. Berat badan

6. kecemasan

Pasien Asma Frekuensi nafas

sebelum

fisioterapi dada

Frekuensi nafas

sesudah fisioterapi

dada

Frekuensi

nafas sesudah

nebulizer

Frekuensi

nafas sebelum

nebulizer

Page 34: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Asma

41

Keterangan:

Variable dependen : Asma

Variable independen : Frekuensi Pernapasan dan Fiaioterapi Dada

: Variabel diteliti

: Tidak diteliti

2.6. Hipotesis

Berdasarkan kerangka konsep yang telah disusun diatas, maka dugaan

sementara tersebut adalah :

2.6.1. Ho: Tidak ada pengaruh fisioterapi dada terhadap frekuensi pernapasan

pada pasien asma yang mendapatkan nebulizer.

2.6.2. Ha: Ada pengaruh fisioterapi dada terhadap frekuensi pernapasan pada

pasien asma yang mendapatkan nebulizer.