BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gliserin Pengertian...

23
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gliserin 2.1.1. Pengertian Gliserin Gliserol ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas 3 atom karbon. Jadi tiap atom karbon mempunyai gugus –OH. Satu molekul gliserol dapat mengikat satu, dua, tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut monogliserida, digliserida dan trigliserida. Adapun rumus molekul gliserin dapat ditunjukkan pada Gambar 1 : CH 2 OH | CHOH | CH 2 OH Gambar 1. Rumus Molekul Gliserin Sifat fisik dari gliserol : Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gliserin Pengertian...

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gliserin

2.1.1. Pengertian Gliserin

Gliserol ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas 3 atom karbon. Jadi tiap atom

karbon mempunyai gugus –OH. Satu molekul gliserol dapat mengikat satu, dua, tiga

molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut monogliserida, digliserida dan

trigliserida.

Adapun rumus molekul gliserin dapat ditunjukkan pada Gambar 1 :

CH2OH | CHOH | CH2OH

Gambar 1. Rumus Molekul Gliserin

Sifat fisik dari gliserol :

Universitas Sumatera Utara

- Merupakan cairan tidak berwarna

- Tidak berbau

- Cairan kental dengan rasa yang manis

- Densitas 1,261

- Titik lebur 18,2°C

- Titik didih 290 °C

Gliserol juga digunakan sebagai penghalus pada krim cukur, sabun, dalam obat batuk

dan syrup atau untuk pelembab (Hart, 1983).

Gliserol ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas tiga atom karbon. Jadi

tiap karbon mempunyai gugus –OH. Gliserol dapat diperoleh dengan jalan penguapan

hati-hati, kemudian dimurnikan dengan distilasi pada tekanan rendah. Pada umumnya

lemak apabila dibiarkan lama di udara akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak

enak. Hal ini disebabkan oleh proses hidrolisis yang menghasilkan asam lemak bebas.

Di samping itu dapat pula terjadi proses oksidasi terhadap asam lemak tidak jenuh

yang hasilnya akan menambah bau dan rasa yang tidak enak. Oksidasi asam lemak

tidak jenuh akan menghasilkan peroksida dan selanjutnya akan terbentuk aldehida.

Inilah yang menyebabkan terjadinya bau dan rasa yang tidak enak atau tengik.

Gliserol yang diperoleh dari hasil penyabunan lemak atau minyak adalah suatu zat cair

yang tidak berwarna dan mempunyai rasa yang agak manis. Gliserol larut baik dalam

air dan tidak larut dalam eter. Gliserol digunakan dalam industri farmasi dan

kosmetika sebagai bahan dalam preparat yang dihasilkan. Di samping itu gliserol

berguna bagi kita untuk sintesis lemak di dalam tubuh.

Universitas Sumatera Utara

Gliserol yang diperoleh dari hasil penyabunan lemak atau minyak adalah suatu

zat cair yang tidak berwarna dan mempunyai rasa yang agak manis, larut dalam air

dan tidak larut dalam eter (Poedjiadi, 2006).

2.1.2. Proses Terbentuknya Gliserol

Pada umumnya, lemak atau minyak tidak terdiri dari satu macam trigliserida

melainkan campuran dari trigliserida. Trigliserida merupakan lipid sederhana dan

merupakan cadangan lemak dalam tubuh manusia.

Reaksi pembentukan trigliserida ditunjukkan pada Gambar 2 :

Gambar 2. Reaksi Pembentukan Trigliserida

Trigliserida di atas merupakan trigliserida sederhana karena merupakan

trimester yang terbuat dari gliserol dan tiga molekul asam lemak yang sama. Beberapa

lemak atau minyak menghasilkan satu atau dua ikatan ester akan terputus dan

dihasilkan gliserol dan garam dari asam lemaknya. Gliserol juga dapat dihasilkan dari

reaksi hidrolisa trigliserida yang dilakukan dengan tekanan dan temperatur tinggi.

Reaksi pembentukan gliserol ditunjukkan pada Gambar 3 :

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3. Reaksi Pembentukan Gliserol

Dari reaksi kesetimbangan antara trigliserida dengan air dihasilkan gliserol dan

asam lemak. Oleh sebab itu asam lemak atau gliserol harus segera dikeluarkan

(Ketaren, 1986).

Istilah gliserol dan gliserin seringkali digunakan secara tertukar. Walaupun

demikian, perbedaan yang tajam antara keduanya sangat terlihat. Gliserol adalah

istilah yang digunakan untuk campuran murni, sedangkan gliserin berhubungan

kepada tingkat komersialnya, terlepas dari kemurniannya.

Gliserol alami pada dasarnya diperoleh sebagai produk samping di dalam

produksi asam lemak, ester lemak atau sabun dari minyak atau lemak. Di Malaysia,

gliserol dihasilkan melalui pemecahan minyak sawit atau minyak inti sawit dengan

menggunakan metode berikut :

- Penyabunan minyak / lemak dengan NaOH untuk membentuk sabun dan

larutan alkali sabun. Larutan alkali sabun yang terbentuk mengandung 4 –

20 % gliserol dan juga diketahui sebagai sweetwater atau gliserin.

Universitas Sumatera Utara

- Splitting atau hidrolisis dari minyak inti sawit dibawah tekanan dan

temperature yang tinggi untukmenghasilkan asam lemak dan sweetwater.

Sweetwater ini mengandung 10 – 20 % gliserol.

- Transesterifikasi dari minyak dengan metanol katalis untuk menghasilkan

metal ester. Sejak proses tidak menggunakan air, konsentrasi gliserol lebih

tinggi

Gliserin merupakan hasil pemisahan asam lemak. Gliserin terutama digunakan

dalam industri kosmetika antara lain sebagai bahan pengatur kekentalan sampo, obat

kumur, pasta gigi, dan sebagainya (Fauzi, 2002).

Kadar gliserol, relative density, refractive index, kadar air, senyawa

terhalogenasi, arsenic dan logam berat adalah parameter-parameter penting yang

sering digunakan dalam perdagangan gliserin juga digunakan untuk menentukan

kemurnian dari produk. Ini merupakan suatu tes yang sulit karena gliserin bersifat

sangat higroskopis, menyerap air dengan cepat dari sekitarnya.

Molekul gliserol mengandung gugus alkohol primer dan alkohol sekunder

yang dapat mengalami reaksi oksidasi. Pada umumnya gugus alkohol sekunder lebih

suka dioksidasi daripada gugus alkohol primer, sehingga apabila gliserol dioksidasi

maka mula-mula akan terbentuk aldehida dan pada oksidasi selanjutnya akan

membentuk asam karboksilat (asam gliserat atau asam tartronat).

Rumus molekul asam gliserat dan asam tartronat ditunjukkan pada Gambar 4 :

O O C – OH C – OH

Universitas Sumatera Utara

CH – OH HC – OH H2C – OH C – OH (Asam Gliserat) O

(Asam Tartronat)

Gambar 4. Rumus Molekul Asam Gliserat dan Asam Tartronat.

Alkohol dengan paling sedikit satu hidrogen melekat pada karbon pembawa

gugus hidroksil dapat dioksidasi menjadi senyawa-senyawa karbonil. Alkohol primer

menghasilkan aldehida yang dapat dioksidasi lebih lanjut menjadi asam karboksilat,

alkohol sekunder menghasilkan keton.

Berikut ini proses teroksidasinya alkohol primer yang ditunjukkan pada Gambar 5 :

H H OH R – C – OH R – C = O R – C = O Aldehida Asam H Alkohol primer

R’ R’

R – C – OH R – C = O

Keton

H

Alkohol sekunder

( Carretin, 2004).

Gambar 5. Proses Teroksidasinya Alkohol Primer.

2.1.3. Kegunaan Gliserin

oksidator oksidator

oksidator

Universitas Sumatera Utara

Gliserin mempunyai peran hampir di setiap industri. Penggunaan

terbesar dari gliserin adalah pada industri resin alkid, dimana ± 35.000 ton/tahun.

Industri kertas, dimana gliserin berfungsi sebagai bahan pelunak adalah pengguna

terbesar berikutnya, yaitu 25.000 ton/tahun. Industri nitrogliserin sebesar 7.500

ton/tahun, tetapi pemasarannya berkurang 25 tahun terakhir, dengan digantikannya

nitrogliserin oleh bahan peledak yang lebih murah. Berikut ini perkiraan penggunaan

gliserin yang ditujukan pada Tabel.1

Tabel.1 Perkiraan Penggunaan Gliserin.

No Kegunaan Persentase (%)

1 Alkid 25 %

2 Tembakau 13 %

3 Peledak 5 %

4 Kertas 17 %

5 Obat-obatan dan kebutuhan kamar mandi

termasuk pasta gigi

16 %

6 Monogliserida dan makanan 7 %

7 Urethan foams 3 %

8 Lain-lain 14 %

a. Makanan dan minuman

Gliserin mudah dicerna dan tidak beracun dan bermetabolisme bersama karbohidrat,

meskipun berada dalam bentuk kombinasi pada sayuran dan lemak binatang. Untuk

produk makanan dan pembungkus makanan yang kontak langsung dengan konsumen,

Universitas Sumatera Utara

tidak beracun adalah syarat utama. Gliserin, sejak 1959 diakui sebagai satu diantara

bahan yang aman oleh Food and Drug Administration.

Kegunaan sebagai :

1. Pelarut untuk pemberian rasa (seperti vanilla) dan pewarnaan makanan

2. Agen pengental dalam sirup

3. Pengisi dalam produk makanan rendah lemak (biskuit)

4. Pencegah kristalisasi gula pada permen dan es

5. Medium transfer panas pada kontak langsung dengan makanan saat pendinginan

cepat

6. Pelumas pada mesin yang digunakan untuk pengolahan dan pengemasan makanan

Pada tahun-tahun terakhir, poligliserol dan poligliserol ester meningkat,

Penggunaannya dalam makanan, khususnya mentega dan lemak.

b. Obat-obatan dan kosmetik

1. Pada obat-obatan dan kedokteran gliserin adalah bahan dalam larutan alkohol dan

obat penyakit

2. Gliserit pada kanji digunakan dalam selai dan obat salep

3. Obat batuk dan obat bius, seperti larutan gliserin-fenol

4. Pengobatan telinga dan media pembiakan bakteri

5. Turunannya digunakan sebagai obat penenang

6. Krim dan lotion untuk menjaga kehalusan dan kelembutan kulit

7. Bahan dasar pembentukan pasta gigi, sehingga diperoleh kehalusan, viskositas dan

kilauan yang diinginkan.

c. Tembakau

1. Pada pengolahan tembakau, gliserin adalah bagian penting dari larutan yang

disemprotkan pada tembakau sebelum daunnya dihaluskan dan dikemas.

Universitas Sumatera Utara

2. Dengan pewarna, digunakan 3 % berat tembakau untuk mencegah daun menjadi

rapuh dan hancur selama pengolahan

3. Pengolahan tembakau kunyah untuk menambah rasa manis dan mencegah

pengeringan

4. Bahan pelunak pada kertas rokok.

d. Bahan Pembungkus dan Pengemas

Pembungkus daging, jenis khusus kertas, seperti glassine dan greasproof memerlukan

bahan pelunak untuk memberi kelenturan dan kekerasan

e. Pelumas

1. Gliserin dapat digunakan sebagai pelumas jika minyak tidak ada. Ini disarankan

untuk kompresor oksigen karena lebih tahan terhadap oksidasi daripada minyak

mineral.

2. Pelumas pompa dan bantalan fluida seperti bensin dan benzen

3. Pada industri makanan, farmasi dan kosmetik, gliserin digunakan sebagai pengganti

minyak

4. Textile oils dalam operasi penenunan dan perajutan pada industri tekstil.

f. Lain-lain

Campuran semen, sabun, detergen, aspal, keramik, pengolahan kayu dan kulit,

emulsifier, jangka, komponen patri.

(www.satriaigin.wordpress.com diakses tanggal 22 Mei 2010).

2.2. Oksidasi dan Reduksi

Universitas Sumatera Utara

Reaksi oksidasi dan reduksi sering diistilahkan dengan “reaksi redoks”, hal ini

dikarenakan kedua peristiwa tersebut berlangsung secara simultan. Oksidasi

merupakan perubahan dari sebuah atom atau kelompok atom (gugus) melepaskan

elektron, bersamaan itu pula atom atau kelompok atom akan mengalami kenaikan

bilangan oksidasi. Demikian pula sebaliknya reduksi adalah perubahan dari sebuah

atom atau kelompok atom menerima atau menangkap elektron. Perhatikan contoh

berikut yang menggambarkan peristiwa atau reaksi oksidasi.

Fe → Fe2+ + 2 e

Elektron dilambangkan dengan (e) yang dituliskan pada sebelah kanan tanda

panah dari persamaan reaksi, jumlah elektron yang dilepaskan setara dengan jumlah

muatan pada kedua belah persamaan. Dari reaksi diatas 2 e, menyetarakan muatan

Fe2+.

Untuk reaksi reduksi dicontohkan oleh persitiwa reaksi dibawah ini:

Cl2 + 2 e → 2 Cl-

Reaksi ini menunjukan adanya penarikan atau penangkapan elektron (e)

molekul unsur Cl2 dan menyebabkan molekul tersebut berubah menjadi anion Cl-.

Untuk mempermudah pengertian, kita dapat sederhanakan makna Cl-, sebagai Cl

kelebihan elektron karena menangkap elektron dari luar.

Reaksi redoks merupakan reaksi gabungan dari reaksi oksidasi dan reduksi,

dan menjadi cirri khas bahwa jumlah elektron yang dilepas pada peristiwa oksidasi

sama dengan jumlah elektron yang diterima atau di tangkap pada peristiwa reduksi,

perhatikan contoh :

Reaksi oksidasi : Fe → Fe2+ + 2 e

Reaksi reduksi : Cl2 + 2 e → 2 Cl-

Reaksi redoks : Fe + Cl2 → FeCl2

Universitas Sumatera Utara

Total reaksi diatas mengindikasikan bahwa muatan dari besi dan klor sudah

netral, demikian pula dengan jumlah electron yang sama dan dapat kita coret pada

persamaan reaksi redoksnya.

Peristiwa reaksi redoks selalu melibatkan muatan, untuk hal tersebut sebelum kita

lanjutkan dengan persamaan reaksi redoks, lebih dulu kita nahas tentang tingkat atau

keadaan oksidasi suatu zat.

2.3. Karbohidrat

Karbohidrat (C6H12O6) dapat didefenisikan sebagai polihidroksialdehida

,polihidroksiketon atau senyawaan yang menghasilkan senyawa yang serupa pada

hidrolisis. Karbohidrat umumnya digolongkan menurut strukturnya yaitu

monosakarida, oligosakarida dan polisakarida (Hart, 1987).

Penggolongan karbohidrat, berbagai senyawa yang termasuk kelompok

karbohidrat mempunyai molekul yang berbeda-beda ukurannya yaitu senyawa yang

sderhana yang mempunyai berat molekul 90 hingga senyawa yang mempunyai berat

molekul 500.000 bahkan lebih. Berbagai senyawa itu dibagi dalam tiga golongan yaitu

golongan monosakarida, oligosakarida dan polisakarida.

1. Monosakarida

Monosakarida ialah karbohidrat yang sederhana, dalam arti molekulnya hanya terdiri

atas beberapa atom karbon saja dan tidak dapat diuraikan dengan cara hidrolisis dalam

kondisi lunak menjadi karbohidrat lain. Contoh monosakarida yang paling sederhana

adalah glukosa, fruktosa, galaktosa dan pentose. Glukosa sendiri adalah suatu

Universitas Sumatera Utara

aldoheksosa dan sering disebut dekstrosa karena mempunyai sifat dapat memutar

cahaya terpolarisasi kearah kanan.

Berdasarkan letak gugus karbonilnya monosakarida dibedakan menjadi :

aldosa dan ketosa. Sedangkan menurut jumlah atomnya dibedakan menjadi : triosa ,

tetrosa dan lain-lain. Monosakarida yang mengandung gugus aldehid dan gugus keton

dapat mereduksi senyawa-senyawa pengoksidasi seperti : ferrisianida, hidrogen

peroksida dan ion cupro. Pada reaksi ini gula direduksi pada gugus karbonilnya oleh

senyawa pengoksidasi reduksi. Gula reduksi adalah gula yang mempunyai

kemampuan untuk mereduksi. Sifat mereduksi ini disebabkan adanya gugus hidroksi

yang bebas dan reaktif (lehninger,1982).

2. Oligosakarida

Oligosakarida mempunyai molekul yang terdiri atas beberapa molekul monosakarida.

Dua molekul monosakarida yang berikatan satu dengan yang lain, membentuk satu

molekul disakarida. Oligosakarida yang lain ialah trisakarida yaitu yang terdiri atas

tiga molekul monosakarida dan tetrasakarida yang terbentuk dari empat molekul

monosakarida.

Oligosakarida yang paling banyak terdapat di alam adalah disakarida. Contoh

oligosakarida ialah sukrosa, laktosa, maltosa, rafinosa, stakiosa. Jika jumlahnya lebih

dari dua disebut oligosakarida ( terdiri dari 2-10 monomer gula ). Ikatan antara dua

molekul monosakarida disebut ikatan glikosidik yang terbentuk dari gugus hidroksil

dari atom C nomor 1 yang juga disebut karbon nomerik dengan gugus hidroksil pada

molekul gula yang lain. Ada tidaknya molekul gula yang bersifat reduktif tergantung

Universitas Sumatera Utara

dari ada tidaknya gugus hidroksil bebas yang reaktif yang terletak pada atom C nomor

1 sedangkan pada fruktosa terletak pada atom C nomor 2.

Sukrosa tidak mempunyai gugus hidroksil yang reaktif karena kedua gugus

reaktifnya sudah saling berikatan. Pada laktosa karena mempunyai gugus hidroksil

bebas pada molekul glukosanya maka laktosa bersifat reduktif.

3. Polisakarida

Polisakarida pada umumnya mempunyai molekul besar dan lebih kompleks daripada

mono dan oligosakarida. Molekul polisakarida terdiri atas banyak molekul

monosakarida. Berat molekul polisakarida bervariasi dari beberapa ribu hingga lebih

dari satu juta. Contoh polisakarida adalah amilum, glikogen, dekstrin, selulosa dan

mukopolisakarida. Polisakarida dibedakan menjadi dua yaitu homopolisakarida dan

heteropolisakarida. Monosakarida dan disakarida mempunyai rasa manis sehingga

disebut dengan gula. Rasa manis ini disebabkan karena gugus hidroksilnya.

Sedangkan Polisakarida tidak terasa manis karena molekulnya yang terlalu besar tidak

dapat dirasa oleh indera pengecap dalam lidah (Sudarmadji, 1996).

2.3.1. Sifat kimia karbohidrat

Sifat kimia karbohidrat berhubungan erat dengan gugus fungsi yang terdapat pada

molekulnya, yaitu gugus –OH, gugus aldehida dan gugus keton.

Sifat mereduksi

Universitas Sumatera Utara

Monosakarida dan beberapa disakarida mempunyai sifat dapat mereduksi, terutama

dalam suasana basa. Sifat sebagai reduktor ini dapat digunakan untuk keperluan

identifikasi karbohidrat maupun analisis kuantitatif. Sifat mereduksi ini disebabkan

oleh adanya gugus aldehida atau keton bebas dalam molekul karbohidrat. Sifat ini

tampak pada reaksi reduksi ion-ion logam misalnya ion Cu++ dan ion Ag+ yang

terdapat pada pereaksi-pereaksi tertentu (Poedjadi, 2006).

Bilamana monosakarida seperti glukosa dan fruktosa ditambahkan ke dalam

larutan luff maupun benedict maka akan timbul endapan warna merah bata.

Sedangkan sakarosa tidak dapat menyebabkan perubahan warna. Perbedaan ini

disebabkan pada monosakarida terdapat gugus karbonil yang reduktif, sedangkan pada

sakarosa tidak.

Gugus reduktif pada sakarosa terdapat pada atom C nomor 1 pada glukosa

sedangkan pada fruktosa pada atom C nomor 2. Jika atom-atom tersebut saling

mengikat maka daya reduksinya akan hilang, seperti apa yang terjadi pada sakarosa.

Larutan yang dipergunakan untuk menguji daya mereduksi suatu disakarida

adalah larutan benedict. Unsur atau ion yang penting yang terdapat pada larutan

tersebut adalah Cu2+ yang berwarna biru. Gula reduksi akan mengubah atau

mereduksi ion Cu2+ menjadi Cu+ (Cu2O) yang mengendap dan berwarna merah bata.

Zat pereduksi itu sendiri akan berubah menjadi asam.

Pengaruh Asam

Universitas Sumatera Utara

Monosakarida stabil terhadap asam mineral encer dan panas. Asam yang pekat akan

menyebabkan dehidrasi menjadi furfural, yaitu suatu turunan aldehid.

Pengaruh Alkali

Larutan basa encer pada suhu kamar akan mengubah sakarida. Perubahan ini terjadi

pada atom C anomerik dan atom C tetangganya tanpa mempengaruhi atom-atom C

lainnya. Jika D-glukosa dituangi larutan basa encer maka sakarida itu akan berubah

menjadi campuran: D-glukosa, D-manosa, D-fruktosa. Perubahan menjadi senyawaan

tersebut melalui bentuk-bentuk enediolnya. Bilamana basa yang digunakan berkadar

tinggi maka akan terjadi fragmentasi atau polimerisasi. Sehingga monosakarida akan

mudah mengalami dekomposisi dan menghasilkan pencoklatan non-enzimatis bila

dipanaskan dalam suasana basa. Tetapi pada disakarida dalam suasana sedikit basa

akan lebih stabil terhadap reaksi hidrolisis (Soeharsono, 1978).

2.3.2. Pereaksi Benedict

Pereaksi ini berupa larutan yang mengandung kuprisulfat, natrium karbonat dan

natriumsitrat. Glukosa dapat mereduksi ion Cu++ dari kuprisulfat menjadi ion Cu+

yang kemudian mengendap sebagai Cu2O. Adanya natrium karbonat dan natrium

sitrat membuat pereaksi Benedict bersifat basa lemah. Endapan yang terbentuk dapat

berwarna hijau, kuning atau merah bata. Warna endapan ini tergantung pada

konsentrasi karbohidrat yang diperiksa.

Universitas Sumatera Utara

Tes Benedict, yang biasa digunakan sebagai uji aldehid. Tes ini dapat juga

digunakan untuk membedakan karbohidrat yang mengandung gugus reduksi dari yang

tidak mengandung gugus reduksi. Reagen ini mengandung CuSO4, Natrium sitrat dan

natrium karbonat dan didalam alkalin, larutan tersebut tidak mengkatalisis reagen

benedict menunjukkan tes positif.

Reaksi uji positif benedict terhadap glukosa ditunjukkan pada Gambar 6:

(Poedjadi, 2006)

Gambar 6. Reaksi Uji Positif Benedict Terhadap Glukosa.

2.3.3. Pereaksi Tollens

Pengoksidasi ringan yang digunakan dalam uji ini adalah, larutan basa dari perak

nitrat. Larutannya jernih dan tak berwarna. Untuk mencegah pengendapan ion perak

Universitas Sumatera Utara

sebagai oksida (Ag2O) pada suhu tinggi, ditambahkan beberapa tetes larutan amonia.

Amonia membentuk kompleks larut air dengan ion perak :

Ag+ + 2NH3 → [ Ag (NH3)2 ] +

Gambar 7. Reaksi Pembentuk Ion Komplek Amonia.

Jika aldehida dioksidasi dengan pereaksi tollens, terbentuk asam karboksilat,

sdan pada saat itu ion perak direduksi menjadi logam perak. Contohnya, asetaldehida

dioksidasi menjadi asam asetat. Perak biasanya mengendap sebagai cermin pada

permukaan dalam tabung reaksi. Jika asetaldehida direaksikan dengan pereaksi

tollens, persamaannya ditunjukkan pada Gambar 8.

O O CH3–C–H + 2 (Ag(NH3)2]+ + 2 OH- → CH3–C–O–NH4

+ + 2 Ag(s) + 3 NH3 + H2O Asetaldehida Pereaksi As. asetat Perak Tollens (sebagai garam) (cermin) amonium Gambar 8. Reaksi Uji Positif Tollens Terhadap Asetaldehida.

Karena aldehida teroksidasi menjadi asam karboksilat, senyawa ini adalah

pereduksi. Ion perak tereduksi menjadi logam perak; senyawa ini adalah pengoksidasi.

Cermin sering dilapisi perak oleh pereaksi tollens. Proses niaga menggunakan glukosa

atau formaldehida sebagai pereduksi (Wilbraham, 1992).

2.4. Spektrofotometri

2.4.1. Metode Spektrofotometri

Universitas Sumatera Utara

Sebuah spektrofotometer adalah suatu instrument untuk mengukur transmitans atau

absorbans suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang, pengukuran terhadap

sederetan sampel pada suatu panjang gelombang tunggal dapat pula dilakukan.

Instrumen semacam itu dapat dikelompokkan secara manual atau merekam atau

sebagai berkas tungal atau berkas rangkap. Dalam praktik instrument berkas tunggal

biasanya dijalankan secara manual, dan instrument berkas rangkap umumnya

mnecirikan perekaman automatik terhadap spectra absorpsi, namun dimungkinkan

untuk merekam atau spectrum dengan instrument berkas tunggal.

2.4.2. Prinsip Metode Spektrofotometri

Pada metode spektrofotometri, sampel menyerap radiasi (pemancar) elektromagnetis

yang pada panjang gelombang tertentu dapat terlihat. Larutan tembaga misalnya

berwarna biru karena larutan tersebut menyerap warna komplementer, yaitu kuning.

Semakin banyak molekul tembaga per satuan volum, semakin banyak pula cahaya

kuning yang diserap, dan semakin tua warna biru larutannya ( Alaerts, 1987 ).

2.4.3. Jenis-jenis Spektrofotometri

Berikut ini adalah jenis-jenis Spektrofotometri :

1. Spektrofotometri Visible (Spektro Vis)

Pada spektrofotometri ini yang digunakan sebagai sumber sinar/energi adalah

cahaya tampak (visible). Cahaya visible termasuk spektrum elektromagnetik yang

dapat ditangkap oleh mata manusia. Panjang gelombang sinar tampak adalah 380

sampai 750 nm. Sehingga semua sinar yang dapat dilihat oleh kita, seperti putih,

Universitas Sumatera Utara

merah, biru, hijau, atau apapun.. Selama ia dapat dilihat oleh mata, maka sinar

tersebut termasuk ke dalam sinar tampak (visible).

Berikut ini Hubungan antara warna dengan panjang gelombang sinar tampak yang

ditujukan pada tabel 2.

Tabel 2. Hubungan antara warna dengan panjang gelombang sinar tampak

Panjang gelombang Warna yang diserap Warna yang diamati/ Warna komplementer

400 – 435 nm Ungu (lembayung) Hijau kekuningan

450 – 480 nm Biru Kuning

480 – 490 nm Biru kehijauan Orange

490 – 500 nm Hijau kebiruan Merah

500 – 560 nm Hijau Merah anggur

560 – 580 nm Hijau kekuningan Ungu (lembayung)

580 – 595 nm Kuning Biru

595 – 610 nm Orange Biru kekuningan

610 – 750 nm Merah Hijau kebiruan

Sumber sinar tampak yang umumnya dipakai pada spektro visible adalah lampu

Tungsten. Tungsten yang dikenal juga dengan nama Wolfram merupakan unsur

kimia dengan simbol W dan no atom 74. Tungsten mempunyai titik didih yang

tertinggi (3422 ºC) dibanding logam lainnya. karena sifat inilah maka ia digunakan

sebagai sumber lampu.

Sampel yang dapat dianalisa dengan metode ini hanya sample yang memilii warna.

Hal ini menjadi kelemahan tersendiri dari metode spektrofotometri visible.

Universitas Sumatera Utara

Oleh karena itu, untuk sampel yang tidak memiliki warna harus terlebih dulu dibuat

berwarna dengan menggunakan reagent spesifik yang akan menghasilkan senyawa

berwarna. Reagent yang digunakan harus betul-betul spesifik hanya bereaksi dengan

analat yang akan dianalisa. Selain itu juga produk senyawa berwarna yang

dihasilkan harus benar-benar stabil.

2. Spektrofotometri UV (ultraviolet)

Berbeda dengan spektrofotometri visible, pada spektrofotometri UV berdasarkan

interaksi sampel dengan sinar UV. Sinar UV memiliki panjang gelombang 190-380

nm. Sebagai sumber sinar dapat digunakan lampu deuterium.

Deuterium disebut juga heavy hidrogen. Dia merupakan isotop hidrogen yang stabil

yang terdapat berlimpah di laut dan daratan. Inti atom deuterium mempunyai satu

proton dan satu neutron, sementara hidrogen hanya memiliki satu proton dan tidak

memiliki neutron. Nama deuterium diambil dari bahasa Yunani, deuteros, yang

berarti ‘dua’, mengacu pada intinya yang memiliki dua pertikel.

Karena sinar UV tidak dapat dideteksi oleh mata kita, maka senyawa yang dapat

menyerap sinar ini terkadang merupakan senyawa yang tidak memiliki warna.

Bening dan transparan. Oleh karena itu, sampel tidak berwarna tidak perlu dibuat

berwarna dengan penambahan reagent tertentu. Bahkan sample dapat langsung

dianalisa meskipun tanpa preparasi. Namun perlu diingat, sampel keruh tetap harus

dibuat jernih dengan filtrasi atau centrifugasi. Prinsip dasar pada spektrofotometri

adalah sampel harus jernih dan larut sempurna. Tidak ada partikel koloid apalagi

suspensi.

Universitas Sumatera Utara

3. Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometri ini merupakan gabungan antara spektrofotometri UV dan Visible.

Menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda, sumber cahaya UV dan sumber

cahaya visible. Meskipun untuk alat yang lebih canggih sudah menggunakan hanya

satu sumber sinar sebagai sumber UV dan Vis, yaitu photodiode yang dilengkapi

dengan monokromator.

Untuk sistem spektrofotometri, UV-Vis paling banyak tersedia dan paling populer

digunakan. Kemudahan metode ini adalah dapat digunakan baik untuk sampel

berwarna juga untuk sampel tak berwarna.

(http://wordpress.com//2009/07/macam-spektrofotometri-dan-perbedaannya.html

,

diakses tanggal 22 Mei 2010).

2.4.4. Instrumentasi Spektrofotometer UV-Vis

Spektrofotometer yang sesuai untuk pengukuran di daerah spektrum ultraviolet dan

sinar tampak terdiri atas auatu sistem optik dengan kemampuan menghasilkan sinar

monokromatis dalam jangkauan panjang gelombang 200-800 nm.

Suatu diagram sederhana spektrofotometer UV-Vis ditunjukkan dalam

Gambar 9 dengan komponen-komponennya meliputi sumber-sumber sinar,

monokromator, dan sistem optik.

Sumber Monokromator Detektor Lampu

Universitas Sumatera Utara

Celah Celah Wadah (split) (split) Sampel

Gambar 9. Diagram Sederhana Spektrofotometer UV-VIS.

i. Sumber-sumber lampu; lampu deuterium digunakan untuk daerah UV pada panjang

gelombang 190-350 nm, sementara lampu halogen kuarsa atau lampu tungsten

digunakan untuk daerah visible (pada panjang gelombang antara 350-900 nm)

ii. Monokromator; digunakan untuk mendispersikan sinar ke dalam komponen-

komponen panjang gelombangnya yang selanjutnya akan dipilih oleh celah (split).

Monokromator berputar sedemikian rupa sehingga kisaran panjang gelombang

dilewatkan pada sampel sebagai scan instrument melewati spectrum.

iii. Optik-optik; dapat didesain untuk memecah sumber sinar sehingga sumber sinar

melewati 2 kompartemen, dan sebagaimana dalam spektrofotometer berkas ganda

(double beam), suatu larutan blanko dapat digunakan dalam satu kompartemen

untuk mengkoreksi pembacaan ataua spektrum sampel. Yang paling sering

digunakan sebagai blanko dalam spektrofotometri adalah semua pelarut yang

digunakan untuk melarutkan sampel atau pereaksi (Rohman, 2007).

2.4.5. Kesalahan-kesalahan dalam spektrofotometri

Kesalahan dalam pengukuran secara spektrometri dapat ditimbulkan dari banyak

sebab. Sebab-sebab yang bisa menyebabkan kesalahan antara lain adalah :

- Kuvet yang kotor atau tergores

Universitas Sumatera Utara

- Sidik jari yang dapat menyerap radiasi ultra violet

- Penempatan kuvet yang tidak tepat posisinya

- Ukuran kuvet yang tidak seragam

- Adanya gelembung udara atau gas dalam lintasan radiasi panjang

gelombang yang dihasilkan sudah tidak cocok dengan yang tertera pada

instrument

- Kurangnya ketelitian dalam mempersiapkan larutan contoh atau

ketidaktepatan larutan contoh.

Universitas Sumatera Utara