BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Endometrium 2.1.1....

20
4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Endometrium 2.1.1. Anatomi Uterus adalah organ yang terdiri atas suatu badan (korpus), yang terletak di atas penyempitan rongga uterus (orifisium internum uteri), dan suatu struktur silindris di bawah, yakni serviks, yang terletak di bawah orifisium internum uteri. Uterus adalah organ yang memiliki otot yang kuat dengan ukuran panjang 7 cm, lebar 4 cm, dan ketebalan 2,5 cm (Junquera, 2007). Pada setiap sisi dari uterus terdapat dua buah ligamentum broad yang terletak diantara rektum dan kandung kemih, ligamentum tersebut menyangga uterus sehingga posisi uterus dapat bertahan dengan baik. Bagian korpus atau badan hampir seluruhnya berbentuk datar pada permukaan anterior, dan terdiri dari bagian yang cembung pada bagian posterior. Pada bagian atas korpus, terdapat bagian berbentuk bulat yang melintang di atas tuba uterina disebut fundus. Serviks berada pada bagian yang lebih bawah, dan dipisahkan dengan korpus oleh ismus (Michael H. Ros, 2007). Sebelum masa pubertas, rasio perbandingan panjang serviks dan korpus kurang lebih sebanding; namun setelah pubertas, rasio perbandingannya menjadi 2 : 1 dan 3 : 1. (Frank W. Ling, 2002). Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Endometrium 2.1.1....

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Endometrium 2.1.1. Anatomirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38951/4/Chapter ll.pdf · 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. Endometrium . 2.1.1. Anatomi

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Endometrium

2.1.1. Anatomi

Uterus adalah organ yang terdiri atas suatu badan (korpus), yang terletak

di atas penyempitan rongga uterus (orifisium internum uteri), dan suatu struktur

silindris di bawah, yakni serviks, yang terletak di bawah orifisium internum uteri.

Uterus adalah organ yang memiliki otot yang kuat dengan ukuran panjang 7 cm,

lebar 4 cm, dan ketebalan 2,5 cm (Junquera, 2007). Pada setiap sisi dari uterus

terdapat dua buah ligamentum broad yang terletak diantara rektum dan kandung

kemih, ligamentum tersebut menyangga uterus sehingga posisi uterus dapat

bertahan dengan baik. Bagian korpus atau badan hampir seluruhnya berbentuk

datar pada permukaan anterior, dan terdiri dari bagian yang cembung pada bagian

posterior. Pada bagian atas korpus, terdapat bagian berbentuk bulat yang

melintang di atas tuba uterina disebut fundus. Serviks berada pada bagian yang

lebih bawah, dan dipisahkan dengan korpus oleh ismus (Michael H. Ros, 2007).

Sebelum masa pubertas, rasio perbandingan panjang serviks dan korpus kurang

lebih sebanding; namun setelah pubertas, rasio perbandingannya menjadi 2 : 1 dan

3 : 1. (Frank W. Ling, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Endometrium 2.1.1. Anatomirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38951/4/Chapter ll.pdf · 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. Endometrium . 2.1.1. Anatomi

5

Gambar 2.1 Sisi anterior uterus (Dikutip dari Glass office gynecology, 2000)

`

Gambar 2.2 Pembagian sisi uterus ( Dikutip dari John Hopkins Manual of

Obstetry and Gynecology, 2008)

2.1.2 Histologi

Dari segi histologi, uterus terdiri dari tiga lapisan, seperti yang

ditunjukkan pada gambar 2.2 ( Junquiera, 2007):

1. Lapisan serosa atau peritoneum viseral yang terdiri dari sel mesotelial.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Endometrium 2.1.1. Anatomirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38951/4/Chapter ll.pdf · 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. Endometrium . 2.1.1. Anatomi

6

2. Lapisan muscular atau miometrium yang merupakan lapisan paling tebal

di uterus dan terdiri dari serat otot halus yang dipisahkan oleh kolagen dan

serat elastik. Berkas otot polos ini membentuk empat lapisan yang tidak

berbatas tegas. Lapisan pertama dan keempat terutama terdiri atas serat

yang tersusun memanjang, yaitu sejajar dengan sumbu panjang organ.

Lapisan tengah mengandung pembuluh darah yang lebih besar.

3. Lapisan endometrium yang terdiri atas epitel dan lamina propia yang

mengandung kelenjar tubular simpleks. Sel – sel epitel pelapisnya

merupakan gabungan selapis sel – sel silindris sekretorus dan sel bersilia.

Jaringan ikat lamina propia kaya akan fibroblas dan mengandung banyak

substansi dasar. Serat jaringan ikatnya terutana berasal dari kolagen tipe

III.

Gambar 2.3 Uterus dan Jaringan Adnexa (Dikutip dari Histologi A Text and Atlas

4th edition, 2008)

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Endometrium 2.1.1. Anatomirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38951/4/Chapter ll.pdf · 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. Endometrium . 2.1.1. Anatomi

7

Gambar 2.4 Lapisan dinding uterus (Dikutip dari SOGC, 2008)

Lapisan endometrium dapat dibagi menjadi dua zona (Gambar 2.3), (1)

Lapisan fungsional yang merupakan bagian tebal dari endometrium. Lapsian ini

akan luruh pada saat terjadinya fase menstruasi. (2) Lapisan basal yang paling

dalam dan berdekatan dengan miometrium. Lapisan ini mengandung lamina

propia dan bagian awal kelenjar uterus. Lapisan ini berperan sebagai bahan

regenerasi dari lapisan fungsional dan akan tetap bertahan pada fase menstruasi.

Endometrium adalah jaringan yang sangat dinamis pada wanita usia reproduksi.

Perubahan pada endometrium terus menerus terjadi sehubungan dengan respon

terhadap perubahan hormon, stromal, dan vascular dengan tujuan akhir agar

nanitnya uterus sudah siap saat terjadi pertumbuhan embrio pada kehamilan.

Stimulasi estrogen dikaitkan erat dengan pertumbuhan dan proliferasi

endometrium, sedangkan progesteron diproduksi oleh korpus luteum setelah

ovulasi mengahmbat proliferasi dan menstimulasi sekresi di kelenjar dan juga

perubahan predesidual di stroma. (Claude Gompel, 2000)

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Endometrium 2.1.1. Anatomirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38951/4/Chapter ll.pdf · 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. Endometrium . 2.1.1. Anatomi

8

Gambar 2.5 Histologi endometrium (Dikutip dari Junquiera, 2007)

2.2 Endometriosis

2.2.1 Definisi

Endometriosis adalah kelainan ginekologis yang ditandai dengan adanya

pertumbuhan lapisan endometrium secara ektopik yang ditemukan diluar uterus

(Redwine, 2006). Secara lebih spesifik lagi dijelaskan sebagai suatu keadaan

dengan jaringan yang mengandung unsur – unsur stroma dan unsur granular

endometrium khas terdapat secara abnormal pada berbagai tempat di dalam

rongga panggul atau daerah lain pada tubuh ( Dorland, 2006 ).

2.2.2 Epidemiologi

Endometriosis merupakan salah satu penyakit organ reproduksi yang paling

sering terjadi. Endometriosis sering ditemukan pada wanita usia remaja dan usia

reproduksi dari segala etnis dan kelompok masyarakat (Heriansyah, 2011).

Penyakit ini terjadi pada 5 – 10 % pada wanita usia reproduksi. (Nicholas

Leyland, MD, Toronto ON, 2010). Epidemiologi endometriosis yang

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Endometrium 2.1.1. Anatomirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38951/4/Chapter ll.pdf · 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. Endometrium . 2.1.1. Anatomi

9

sesungguhnya telah disalahartikan oleh observasi awal yang sering kali

menyesatkan dan telah terjadi selama beberapa dekade. Adanya observasi awal

yang salah tersebut diperburuk dengan tingginya kesalahan diagnosis visual pada

saat dilakukan operasi (Redwine, 2006).

Menurut Jacoeb dalam buku Berek and Novak’s and gynecology, angka

kejadian di Indonesia belum dapat diperkirakan secara pasti karena belum ada

studi epidemiologik, namun, dari data temuan di rumah sakit, angka

kejadiannya berkisar 13,6-69,5% pada kelompok infertilitas. Pada pasangan

infertil dijumpai 25% diakibatkan oleh endometriosis, sedangkan pada kasus

infertilitas idiopatik penyakit ini dijumpai 80% (Evers, 1997). Di bagian Obstetri

dan Ginekologi FK-UI RSCM selama tahun 1990 tercatat 15,7% kasus

endometriosis di Poliklinik Imunoendokrinologi (Baziad, 1993).

2.2.3 Klasifikasi

Penentuan klasifikasi dan stadium endometriosis sangat penting dilakukan

untuk menerapkan cara pengobatan yang tepat dan untuk evaluasi hasil

pengobatan. Stadium endometriosis tidak memiliki korelasi dengan derajat nyeri

keluhan pasien maupun prediksi respon terapi terhadap nyeri atau infertilitas

(Winkel, 2010). Hal ini dikarenakan endometriosis dapat dijumpai pada pasien

yang asimptomatik. Klasifikasi Endometriosis yang digunakan saat ini adalah

menurut American Society For Reproductive Medicine yang telah di revisi pada

tahun 1996 yang berbasis pada tipe, lokasi, tampilan, kedalaman invasi lesi,

penyebaran penyakit dan perlengketan.

Berdasarkan visualisasi rongga pelvis pada endometriosis, dilakukan

penilaian terhadap ukuran, lokasi dan kedalaman invasi, keterlibatan ovarium dan

densitas dari perlekatan. Dengan perhitungan ini didapatkan nilai – nilai dari

skoring yang kemudian jumlahnya berkaitan dengan derajat klasifikasi

endometriosis. Nilai 1-4 adalah minimal (stadium I), 5-15 adalah ringan (stadium

II), 16-40 adalah sedang (stadium III) dan lebih dari 40 adalah berat (stadium IV).

Endometriosis dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori berdasarkan lokasi dan

tipe lesi,yaitu:

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Endometrium 2.1.1. Anatomirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38951/4/Chapter ll.pdf · 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. Endometrium . 2.1.1. Anatomi

10

1. Peritoneal endometriosis

Lesi di peritoneum memiliki banyak vaskularisasi, sehingga menimbulkan

perdarahan saat menstruasi. Lesi yang aktif akan menyebabkan timbulnya

perdarahan kronik rekuren dan reaksi inflamasi sehinggga tumbuh jaringan

fibrosis dan sembuh. Lesi berwarna merah dapat berubah menjadi lesi

berwarna hitam tipikal dan setelah itu lesi akan berubah menjadi lesi putih

yang memiliki sedikit vaskularisasi dan akan ditemukan debris glandular.

2. Ovarian Endometrial Cysts (Endometrioma)

Pada endoemtriosis yang terjadi di ovarium, dapat timbul kista yang

berwarna coklat dan sering terjadi perlengketan dengan organ – organ lain,

kemudian membentuk konglomerasi. Kista endometrium dapat berukuran

>3cm dan multilokus, juga dapat tampak seperti kista coklat karena

penimbunan darah dandebris ke dalam rongga kista.

3. Deep Nodular Endometriosis

Pada endometriosis jenis ini, jaringan ektopik menginfiltrasi septum

rektovaginal atau struktur fibromuskuler pelvis seperti uterosakral dan

ligamentum utero-ovarium. Nodul-nodul dibentuk oleh hiperplasia otot polos

dan jaringan fibrosis di sekitar jaringan yang menginfiltrasi. Jaringan

endometriosisakan tertutup sebagai nodul, dan tidak ada perdarahan

secara klinis yang berhubungan dengan endometriosis nodular dalam. Ada

banyak klasifikasi stadium yang digunakan untuk mengelompokkan

endometriosisdari ringan hingga berat, dan yang paling sering digunakan

adalah sistem American Fertility Society (AFS) yang telah direvisi (Tabel

2.1). Klasifikasi ini menjelaskan tentang lokasi dan kedalaman penyakit

berikut jenis dan perluasan adhesi yang dibuat dalam sistem skor. Berikut

adalah skor yang digunakan untuk mengklasifikasikan stadium:

- Skor 1-5: Stadium I (penyakit minimal)

- Skor 6-15: Stadium II (penyakit sedang)

- Skor 16-40: Stadium III (penyakit berat)

- Skor >40: Stadium IV (penyakit sangat berat)

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Endometrium 2.1.1. Anatomirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38951/4/Chapter ll.pdf · 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. Endometrium . 2.1.1. Anatomi

11

Tabel 2.1 American Society for Reproductive Medicine revised

classification of endometriosis. (Property of the American Society for

Reproductive Medicine, 1996.)

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Endometrium 2.1.1. Anatomirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38951/4/Chapter ll.pdf · 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. Endometrium . 2.1.1. Anatomi

12

Gambar 2.6 Pembagian stadium endometriosis (Dikutip dari Obstertics and

Gynecology, 2007)

2.2.4. Etiopatogenesis

Mekanisme terjadinya endometriosis belum dapat diketahui secara pasti.

Namun beberpa teori telah dikemukakan dan dipercaya sebagai mekanisme dasar

endometriosis. Beberapa teori tersebut antara lain:

A. Menstruasi retrograde

Teori ini dikemukakan oleh Sampson pada tahun 1927, dijelaskan bahwa

endometriosis terjadi karena darah menstruasi mengalir balik melalui tuba ke

dalam rongga pelvis (retrograde). Darah yang berbalik ke rongga peritoneum

diketahui mampu berimplantasi pada permukaan peritoneum dan merangsang

metaplasia peritoneum yang kemudian akan merangsang angiogenesis. Hal ini

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Endometrium 2.1.1. Anatomirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38951/4/Chapter ll.pdf · 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. Endometrium . 2.1.1. Anatomi

13

dibuktikan dengan lesi endometriosis sering dijumpai pada daerah yang

meningkat vaskularisasinya. Dewasa ini, teori ini tidak lagi menjadi teori

utama, karena teori ini tidak dapat menjelaskan keadaan endometriosis di luar

pelvis (Januar, 2003). Teori yang menguatkan bahwa teori Sampson tidak

dapat laigi diterima adalah telah ditemukan bahwa partikel endometrium

memasuki rongga peritoneal mereka akan diserang dan dihancurkan proses

imunnologi yang masih belum dapat diteliti. Selain itu, teori menstruasi

retrograde tidak dapat menjelaskan mekanisme terjadinya endometriosis di

organ-organ lain, sehingga endometriosis dipercaya memiliki beberapa

patogenesis lain.

B. Teori imunologik dan genetik

Gangguan pada imunitas terjadi pada wanita yang menderita

endometriosis (Hill, 1988). Dmowski dkk mendapatkan adanya kegagalan

dalam sistem pengumpulan dan pembuangan zat-zat sisa saat menstruasi oleh

makrofag dan fungsi sel NK yang menurun pada endometriosis. Beberapa

penelitian menemukan peningkatan IgA, IgG dan IgM dalam serum peritoneal

penderita endometriosis. Kadar C3

juga berfluktuasi, tetapi meningkat di dalam

serum pada endometriosis yang lebih berat. C3

merupakan komplemen yang

memegang kunci penting yang berawalnya kaskade proses imunologis tubuh.

Komplemen ini dipakai oleh antibodi untuk proses penghancuran dinding sel

sehingga merusak sel ( Jacoeb, 1990). Kadar C

3 yang tinggi di dalam serum

menunjukkan komplemen tersebut tidak dikonsumsi dalam proses imunologi

dan proses sitolisis tidak berlangsung.

C. Teori metaplasia

Teori metaplasia ini dikemukakan oleh Robert Meyer yang menyatakan

bahwa endometriosis terjadi karena rangsangan pada sel-sel epitel yang berasal

dari sel epitel selomik pluripoten dapat mempertahankan hidupnya di daerah

pelvis, sehingga terbentuk jaringan endometriosis. Teori ini didukung oleh

penelitian-penelitian yang dapat menerangkan terjadinya pertumbuhan

endometriosis di toraks, umbilikus dan vulva.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Endometrium 2.1.1. Anatomirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38951/4/Chapter ll.pdf · 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. Endometrium . 2.1.1. Anatomi

14

D. Teori emboli limfatik dan vascular

Teori ini dapat menjelaskan mekanisme terjadinya endometriosis di daerah

luar pelvis. Daerah retroperitoneal memiliki banyak sirkulasi limfatik. Suatu

penelitian menunjukkan bahwa pada 29 % wanita yang menderita

endometriosis ditemukan nodul limfa pada pelvis. Hal ini dapat menjadi salah

satu dasar teori akan endometriosis yang terjadi di luar pelvis, contohnya di

paru (Williams, 2008).

2.2.5. Lokasi anatomis

Endometriosis dapat tumbuh dimana saja di dalam pelvis dan pada

permukaan peritoneum ekstrapelvis lainnya. Ovarium, peritoneum pelvis, cul-

de-sac anterior dan posterior, dan ligamen uterosakral merupakan area yang

paling sering terlibat pada kasus endometriosis (Gambar 2.6). Selain beberapa

area tersebut, septum retktovaginal, ureter, kandung kemih, perikardium, bekas

luka bedah, dan pleura juga dapat menjadi lokasi endometriosis. Sebuah studi

mengungkapkan bahwa endometriosis telah ditemukan pada seluruh organ,

kecuali pada limpa (Markham, 1998). Beberapa lokasi anatomis endometriosis

adalah:

A. Endometriosis uteri interna ( Adenomiosis uteri)

Adenomiosis dikarakteristik dengan ditemukannya jaringan

endometriosis tumbuh ke lapisan otot yang lebih dalam di uterus

(miometrium). Adenomiosis terdiri dari adeno ( kelenjar), mio (otot) dan

osis (suatu kondisi) yang secara jelas didefinisikan sebagai adanya atau

tumbuhnya kelenjar (endometrium) di lapisan otot (miometrium). Pada

keadaan normal, terdapat lapisan pembatas antara antara endometrium

dan miometrium yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap invasi dari

jaringan endometrium.

Sekalipun belum ada patogenesis pasti dari adenomiosis, namun

para peneliti berpendapat bahwa hal ini disebabkan oleh lemahnya lapisan

otot pembatas pada wanita yang menderita adenomiosis dan juga dipicu

oleh meningkatnya tekanan intra uterin antara kedua sisi. Ditemukannya

konsentrasi estrogen yang cukup tinggi dan adanya sistem imun yang

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Endometrium 2.1.1. Anatomirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38951/4/Chapter ll.pdf · 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. Endometrium . 2.1.1. Anatomi

15

terganggu pada penderita adenomiosis juga dianggap menjadi mekanisme

penting dalam terjadinya adenomiosis. Rahim yang membesar dan lunak

merupakan gejala klasik dari adenomiosis.

Tidak seperti endometriosis, beberapa peneliti percaya bahwa

adenomiosis dapat terjadi setelah kehamilan dan melahirkan, wanita

berusia empat puluhan dan lima puluhan yang telah melahirkan paling

tidak satu anak lebih mungkin untuk mengembangkan adenomiosis. Faktor

genetik dan hormon dipercaya menjadi beberapa faktor yang berpengaruh

terhadap timbulnya adenomiosis. Adenomiosis merupakan kelainan

patologis yang sering ditemukan pada wanita multipara usia 40 – 50

tahun.

Gambar 2.7 Adenomiosis (Dikutip dari Clinical Gynecologyc Oncology, 2007)

B. Endometriosis ovarium

Diduga terbentuk akibat invaginasi dari korteks ovarium

setelah penimbunan debris menstruasi dari perdarahan jaringan

endometriosis. Pada endometriosis yang terjadi di ovarium dapat terbentuk

kista, namun kista yang terbentuk disini bukan merupakkan kista

sesungguhnya. Kista yang normal berisi cairan dari lapisan sebuah

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Endometrium 2.1.1. Anatomirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38951/4/Chapter ll.pdf · 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. Endometrium . 2.1.1. Anatomi

16

struktur, sedangkan dinding dari kista endometriosis terdiri dari jaringan

fibrosa, jaringan inflamasi, dan endometrium tidak menghasilkan cairan.

C. Endometriosis tuba

Saluran yang paling banyak mengalami endometriosis adalah

saluran tuba tertutup. Gejala yang paling sering didapatkan dari kasus ini

adalah infertilitas. Pada wanita yang mengalami endometriosis di tuba

akan lebih rentan mengalami kehamilan ektopik.

D. Endometriosis retroservikalis

Pada rechtal toucher sering ditemukan adanya benjolan yang nyeri

pada cavum douglas, benjolan – benjolan ini melekat dengan uterus dan

rektum, akibatnya terjadi dismenore, dispareuni, nyeri saat defekasi, serta

nyeri pelvis.

E. Endometriosis ekstragenital

Setiap anggota tubuh yang dikeluhkan mengalami nyeri setiap kali

haid perlu dicurigai mengalami endometriosis.

Gambar 2.8 Lokasi tersering terjadinya endometriosis (Dikutip dari

Williams’ Gynecology, 2008)

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Endometrium 2.1.1. Anatomirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38951/4/Chapter ll.pdf · 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. Endometrium . 2.1.1. Anatomi

17

2.2.6 Faktor resiko

Resiko tinggi terjadinya endometriosis ditemukan pada :

A. Wanita yang ibu atau saudara perempuannya menderita

endometriosis.

B. Wanita usia produktif ( 15 – 44 tahun).

C. Wanita dengan siklus menstruasi 27 hari atau kurang

D. Usia menars yang lebih awal dari normal

E. Lama waktu menstruasi

F. Adanya orgasme ketika menstruasi

G. Terpapar toksin dari lingkungan

Faktor risiko termasuk usia, peningkatan jumlah lemak tubuh perifer, dan

gangguan haid , kebiasaan merokok, kebiasaan hidup, dan genetik. Faktor

genetik berperan 6 – 9 kali lebih banyak dengan riwayat keluarga terdekat

menderita.

Tabel 2.2 Faktor resiko endometriosis

2.2.7. Gejala klinis

Gejala klinis pada endometriosis akan memuncak pada keadaan

premenstruasi, dan mereda setelah menstruasi selesai. Nyeri panggul adalah gejala

yang paling umum terjadi, gejala lain adalah dispareunia, dismenore, nyeri pada

kandung kemih dan nyeri punggung bawah.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Endometrium 2.1.1. Anatomirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38951/4/Chapter ll.pdf · 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. Endometrium . 2.1.1. Anatomi

18

Menurut survei yang dilakukan terhadap pasien perempuan di Inggris dan

Amerika Serikat yang dirujuk ke universitas berbasis pusat endometriosis,

ditemukan bahwa 70 – 71 % pasien mengalami gejala nyeri pelvis, 71 - 76 %

dengan dismenore, 44 % dengan dispareunia, dan 15 - 20 % dengan infertilitas (

Kuohung, 2002).

A. Nyeri saat menstruasi ( Dismenore)

Gejala ini seringkali menjadi gejala awal dari timbulnya endometriosis.

Pasien yang mengalami dymenorrhea dan tidak memiliki respon terhadap

kontrasepsi oral ataupun dengan pemberian anti-infalamasi non-streroid diduga

kuat menderita endometriosis. Gejala yang sering terjadi pada wanita yang

menderita endometriosis adalah timbulnya nyeri yang luar biasa pada saat

menstruasi sejak umur sangat muda, sejak dari usia menarche atau bahkan

sebelumnya. Bagaimanapun, nyeri pada menstruasi tidak dapat selalu

dihubungkan dengan endometriosis karena gejala ini merupakan gejala

nonspesifik juga dapat terjadi pada keadaan fisiologis saat mentrasi.

Bertambahnya derajat keparahan nyeri dan lama waktu dismenore sebanding

dengan perjalanan stadium endometriosis.

B. Sakit saat berhubungan seksual ( Dispareuni)

Ligamentum uterosakral, ligamentum broad, dan the poach of Douglas

merupakan beberapa area tersering ditemukannya endometriosis. Timbulnya

endometriosis pada beberapa area tersebut dapat menyebabkan gejala yang

spesifik dan menetap. Beberapa area yang terlibat tersebut terletak berdekatan

dengan kedua ujung vagina dan rektum, karena itu, setiap stimulasi fisik pada area

tersebut akan dapat menimbukan nyeri.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Endometrium 2.1.1. Anatomirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38951/4/Chapter ll.pdf · 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. Endometrium . 2.1.1. Anatomi

19

C. Nyeri pelvis

Sering ditemukan pada pasien endometriosis pada beberapa kasus nyeri

pada pasien tidak hanya dikaitkan dengan periode menstrusi atau aktifitas seksual,

tetapi seringkali nyeri yang dirasakan merupakan nyeri yang kronik dan rasa tidak

nyaman pada bagian bawah pelvis disertai nyeri yang terus-menerus. Nyeri pada

pelvis dihubungkan dengan adanya adhesi dan ditemukannya jaringan parut pada

pelvis. Penyebab yang pasti pada nyeri masih belum jelas, namun, adaanya

substansi sitokin dan prostaglandin yang dihasilkan oleh implan endometriotik ke

cairan peritoneal merupakan salah satu penyebab (Giudice, 2010).

D. Nyeri punggung bawah

Endometriosis yang terjadi pada ligamen oterosakral dapat menghasilkan

nyeri yang menjalar hingga ke punggung bagian belakang. Nyeri dari uterus juga

dapat menjalar ke area tersebut.

E. Infertilitas

Terdapat hubungan antara endometriosis dan infertilitas. Ditemukan fakta

bahwa satu dari tiga wanita infertil didiagnosis menderita endometriosis. Data

retrospektif menunjukkan bahwa 30 – 50 % wanita dengan endometriosis akan

menjadi infertil (Alvero, 2007). Adanya adhesi, kerusakan ovarium dan tuba, juga

distorsi yang ditimbulkan sebagai efek dari bertambah parahnya perjalanan

endometriosis juga menjadi faktor lain yang menyebabkan infertilitas. Selain

kerusakan yang terjadi pada organ terkait, dihasilkannnya beberapa substansi oleh

endometrium yang tumbuh secara ektopik seperti prostaglandin dan sitokin juga

dipercaya menjadi salah satu faktor infertilitas lainnya.

F. Nyeri pada kandung kemih dan Dysuria

Lesi superfisial pada kandung kemih biasanya asimtomatik. Lesi dapat

menyerang otot dan menimbulkan nyeri saat berkemih, dan dysuria. Meskipun

keluhan ini tidak selalu muncul pada penderita endometriosis, namun keluhan

nyeri pada kandung kemih, dysuria, dan urgensi pada wanita tetap menjadi gejala

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Endometrium 2.1.1. Anatomirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38951/4/Chapter ll.pdf · 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. Endometrium . 2.1.1. Anatomi

20

pada wantia yang terkena endometriosis, terutama jika keluhan ini disertai hasil

kultur urin yang negatif.

G. Nyeri saat defekasi

Nyeri defekasi merupakan gejala yang paling jarang muncul dibandingkan

dengaan gejala lain pada endometriosis dan biasanya hal ini mencerminkan

adanya keterlibatan rektosigmoid dengan implan endometriotik (Azzena, 1998).

Gejala ini dapat terjadi secara kronik, siklik, dan sering berhubungan dengan

konstipasi, diare, atauapun hematokezia ( Remorgida, 2007).

2.2.8 Diagnosis

Prosedur yang paling akurat untuk diagnosis endometriosis adalah

laparoskopi, metode bedah invasif. Diagnosis definitif didasarkan pada visualisasi

dari lesi karakteristik dan pada konfirmasi histologis. Beberapa penelitian telah

melaporkan bahwa CA-125, glikoprotein asal epitel ditemukan pada sel normal,

memiliki konsentrasi serum tinggi pada pasien dengan endometriosis, terutama

ketika dievaluasi selama menstruasi flow1- 3. Biomarker lain yang menarik untuk

penelitian ini adalah larut CD-23, sebuah protein yang diekspresikan pada

permukaan membran sel, biasanya diidentifikasi sebagai reseptor IgE afinitas

rendah pada sel B, eosinofil, monosit, sel dendritik, epitel sel Langerhans dan

trombosit. Beberapa langkah dalam menegakkan diagnosis endometriosis antara

lain :

A. Anamnesis

Keluhan utama pada endometriosis adalah nyeri. Nyeri pelvis kronis yang

disertai infertilitas juga merupakan masalah klinis utama pada endometriosis.

Endometrium pada organ tertentu akan menimbulkan efek yang sesuai dengan

fungsi organ tersebut, sehingga lokasi penyakit dapat diduga. Riwayat dalam

keluarga sangat penting untuk ditanyakan karena penyakit ini bersifat diwariskan.

Kerabat jenjang pertama berisiko tujuh kali lebih besar untuk mengalami hal

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Endometrium 2.1.1. Anatomirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38951/4/Chapter ll.pdf · 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. Endometrium . 2.1.1. Anatomi

21

serupa. Endometriosis juga lebih mungkin berkembang pada saudara perempuan

monozigot daripada dizigot.

B. Pemeriksaan Fisik Umum

Pemeriksaan fisik umum jarang dilakukan kecuali penderita menunjukkan

adanya gejala fokal siklik pada daerah organ non ginekologi. Pemeriksaan

dilakukan untuk mencari penyebab nyeri yang letaknya kurang tegas dan

dalam. Endometrioma pada parut pembedahan dapat berupa pembengkakan

yang nyeri dan lunak fokal dapat menyerupai lesi lain seperti granuloma,

abses dan hematom.

C. Pemeriksaan fisik ginekologik

Pada genitalia eksterna dan permukaan vagina biasanya tidak ada kelainan.

Lesi endometriosis terlihat hanya 14,4% pada pemeriksaan inspekulo,

sedangkan pada pemeriksaan manual lesi ini teraba pada 43,1% penderita.

Ada keterkaitan antara stenosis pelvik dan endometriosis pada penderita nyeri

pelvik.

D. Diagnosis Laparoskopi

Pemeriksaan ini merupakan baku emas yag harus dilakukan untuk

menegakkan diagnosis endometriosis, dengan pemeriksaan visualisasi

langsung ke rongga abdomen, yang mana pada banyak kasus sering dijumpai

jaringan endometriosis tanpa adanya gejala klinis. Invasi jaringan endometrium

paling sering dijumpai pada ligamentum sakrouterina, kavum douglas, kavum

retzi, fossa ovarika, dan dinding samping pelvis yang berdekatan. Selain itu

juga dapat ditemukan di daerah abdomen atas, permukaan kandung kemih dan

usus. Penampakan klasik dapat berupa jelaga biru-hitam dengan keragaman

derajat pigmentasi dan fibrosis di sekelilingnya. Warna hitam disebabkan

timbunan hemosiderin dari serpih haid yang terperangkap, kebanyakan invasi

ke peritoneum berupa lesi-lesi atipikal tak berpigmen berwarna merah atau

putih.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Endometrium 2.1.1. Anatomirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38951/4/Chapter ll.pdf · 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. Endometrium . 2.1.1. Anatomi

22

Diagnosis endometriosis secara visual pada laparoskopi tidak selalu sesuai

dengan pemastian histopatologi meski penderitanya mengalami nyeri pelvis

kronik. Endometriosis yang didapat dari laparoskopi sebesar 36%, ternyata

secara histopatologi hanya terbukti 18% dari pemeriksaan histopatologi (

Jacoeb TZ, 2009).

Gambar 2.9 Endometriosis pada pemeriksaan laparoskopi (Dikutip dari

Williams, 2008)

2.2.9 Komplikasi

Komplikasi dari endometriosis sering berhubungan dengan adanya fibrosis

dan jaringan parut yang tidak hanya berefek pada organ yang terkena, namun

juga dapat menyebabkan obstruksi kolon dan ureter (Lobo, 2007). Ruptur dari

endemetrioma dan juga dihasilkannya zat berwarna coklat yang sangat iritan juga

dapat menyebabkan peritonitis. Meskipun jarang, lesi endometrium dapat berubah

menjadi malignan dan paling sering terjadi pada kasus endometriosis yang

berlokasi di ovarium.

2.2.10. Prognosis

Pada kasus endometriosis, salah satu yang terpenting adalah penderita

harus diberikan konseling dan pengertian tentang penyakit yang dideritanya

secara tepat. Pasien harus diberi pengertian bahwa pengobatan yang diberikan

belum tentu dapat menyembuhkan. Operasi definitif tidak dapat memberikan

kesembuhan total, sekalipun resiko kambuh sangat rendah resikonya ( 3 %).

Resiko kekambuhan lebih rendah dengan diberikannya terapi sulih hormon

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Endometrium 2.1.1. Anatomirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38951/4/Chapter ll.pdf · 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA . 2.1. Endometrium . 2.1.1. Anatomi

23

estrogen. Setelah dilakukan operasi konservatif, tingkat kekambuhan yang

dilaporkan sangat bervariasi. Jumlah kasus yang terjadi rata - rata melebihi 10%

dalam tiga tahun dan 35 % dalam lima tahun.

Universitas Sumatera Utara