BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes...

25
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus 2.1.1 Definisi DM Diabetes melitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karateristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Purnamasari, 2014). Manifestasi utama mencakup gangguan metabolisme lipid, karbohidrat, dan protein yang pada gilirannya merangsang kondisi hiperglikemia (Manaf, 2009). 2.1.2 Epidemiologi DM World Health Organization (WHO) memperkirakan prevalensi global DM akan meningkat dari 171 juta orang pada tahun 2000 menjadi 366 juta tahun 2030. Berdasarkan data organisasi kesehatan international diabetes federation (IDF) tahun 2013 Indonesia menempati urutan ke-7 terbesar dalam jumlah penderita DM di dunia dengan jumlah penderita DM mencapai 8,5 juta orang dan sebanyak 4,8 juta orang meninggal akibat penyakit metabolik ini dan 471 miliar dolar Amerika dikeluarkan untuk pengobatannya (Kemenkes, 2013). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Republik Indonesia pada tahun 2007, diketahui bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 (14,7%) dan di daerah pedesaan menduduki ranking ke-6 (5,8%) (Kemenkes, 2013).

Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes...

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melituseprints.umm.ac.id/41534/3/jiptummpp-gdl-muhammadyu-50800... · 2018. 12. 6. · 6 2.1.3 Klasifikasi DM Pada tahun 1980-1985 WHO mengklasiikasikan

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus

2.1.1 Definisi DM

Diabetes melitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karateristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

insulin atau kedua-duanya (Purnamasari, 2014). Manifestasi utama mencakup

gangguan metabolisme lipid, karbohidrat, dan protein yang pada gilirannya

merangsang kondisi hiperglikemia (Manaf, 2009).

2.1.2 Epidemiologi DM

World Health Organization (WHO) memperkirakan prevalensi global DM

akan meningkat dari 171 juta orang pada tahun 2000 menjadi 366 juta tahun 2030.

Berdasarkan data organisasi kesehatan international diabetes federation (IDF)

tahun 2013 Indonesia menempati urutan ke-7 terbesar dalam jumlah penderita

DM di dunia dengan jumlah penderita DM mencapai 8,5 juta orang dan sebanyak

4,8 juta orang meninggal akibat penyakit metabolik ini dan 471 miliar dolar

Amerika dikeluarkan untuk pengobatannya (Kemenkes, 2013).

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan oleh Badan Penelitian

dan Pengembangan Kesehatan, Republik Indonesia pada tahun 2007, diketahui

bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun

di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 (14,7%) dan di daerah pedesaan

menduduki ranking ke-6 (5,8%) (Kemenkes, 2013).

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melituseprints.umm.ac.id/41534/3/jiptummpp-gdl-muhammadyu-50800... · 2018. 12. 6. · 6 2.1.3 Klasifikasi DM Pada tahun 1980-1985 WHO mengklasiikasikan

6

2.1.3 Klasifikasi DM

Pada tahun 1980-1985 WHO mengklasiikasikan diabates mielitus dalam

dua jenis yaitu insulin dependent diabetes mellitus (IDDM) dan non insulin

dependent diabetes mellitus (NIDDM). Klasifikasi terbaru DM adalah dm tipe 1,

2, gestasional dan tipe spesifik lain (American Diabetes Association, 2016).

1. Diabetes melitus tipe 1 (diabetes juvenile), ditandai dengan

kerusakan selektif sel beta (sel B) dan defisinsi insulin yang parah

atau absolut yang disebabkan auto imun atau idiopatik. Biasanya

ditandai dengan kehadiran anti-asam glutamat dekarboksilase, sel islet

atau insulin antibodi yang mengidentifikasi proses autoimun yang

menyebabkan kerusakan sel beta.

2. Diabetes melitus tipe 2, bentuk yang lebih sering dijumpai, meliputi

sekitar 90% pasien yang menyandang diabetes. Insensitivitas jaringan

terhadap insulin (resistensi insulin) dan tidak adekuatnya respon sel β

pankreas terhadap glukosa plasma yang khas, menyebabkan produksi

glukosa hati berlebihan dan penggunaannya yang terlalu rendah oleh

jaringan.

3. Diabetes melitus tipe lain, disebabkan berbagai kausa spesifik lain

peningkatan kadar glukosa darah: kelainan genetik pada sel beta

pankreas, kelainan genetik pada aksi insulin, penyakit dari eksokin

pankreas, endokrinopati, karena induksi obat dan zat kimia, infeksi,

reaksi autoimun, sindrom yang disertai dengan DM.

4. Gestasional diabetes mellitus (GDM), terjadi pada wanita yang tidak

menderita DM sebelum kehamilannya. Hiperglikemia selama

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melituseprints.umm.ac.id/41534/3/jiptummpp-gdl-muhammadyu-50800... · 2018. 12. 6. · 6 2.1.3 Klasifikasi DM Pada tahun 1980-1985 WHO mengklasiikasikan

7

kehamilan akibat sekresi hormon-hormon plasenta. Semua wanita

hamil harus menjalani skrining pada usia kehamilan 24 hingga 27

minggu untuk mendeteksi kemungkinan DM. Penatalaksanaan

pendahuluan mencakup modifikasi diet dan pemantauan kadar

glukosa darah. Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada

wanita yang menderita DM gestational akan kembali normal. Banyak

wanita yang mengalami DM gestational ternyata dikemudian hari

menderita DM tipe 2.

(Baynest, 2015)

2.1.4 Patofisiologi DM

1. Diabetes melitus tipe 1

Diabetes melitus tipe 1 disebut juga diabetes yang diperantarai imun

dimana hasil dari interaksi genetik, lingkungan, dan faktor imunologi

dimana pada akhirnya mengarah pada kerusakan sel β pankreas serta

defisiensi insulin. Massa sel β selanjutnya menurun dan sekresi insulin

menjadi semakin terganggu, meskipun toleransi glukosa normal

dipertahankan (Baynest, 2015).

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melituseprints.umm.ac.id/41534/3/jiptummpp-gdl-muhammadyu-50800... · 2018. 12. 6. · 6 2.1.3 Klasifikasi DM Pada tahun 1980-1985 WHO mengklasiikasikan

8

(Silbernagl Lang , 2012)

Gambar 2.1

Patofisiologi DM Tipe 1

Diabetes melitus yang tipe ini hanya 5-10% dari penderita DM.

Tanda dari penghancuran imun sel β termasuk autoantibodi sel islet,

autoantibodi terhadap insulin, autoantibodi untuk GAD (GAD65), dan

autoantibodi terhadap tirosin fosfatase IA-2 dan IA-2b. Diabetes melitus

tipe 1 ini, tingkat kehancuran sel β cukup bervariasi, menjadi cepat pada

beberapa individu (terutama bayi dan anak-anak) dan lambat pada orang

lain (terutama dewasa). Pada pasien, terutama anak-anak dan remaja, dapat

disertai ketoasidosis sebagai manifestasi pertama penyakit. Pada orang

dewasa, dapat mempertahankan fungsi sel β sisa yang cukup untuk

mencegah ketoasidosis selama bertahun-tahun, namun pada akhirnya

menjadi tergantung pada insulin untuk bertahan hidup dan beresiko untuk

ketoasidosis. Tahap selanjutnya dari penyakit, ada sedikit atau tidak ada

sekresi insulin sebagai manifestasi dari rendah atau tidak terdeteksi C-

peptida di dalam plasma. Diabetes melitus tipe 1 umumnya terjadi pada

masa kanak-kanak dan remaja, tetapi bisa terjadi pada usia berapapun,

bahkan dalam dekade 8 dan 9 kehidupan. Kehancuran autoimun sel β

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melituseprints.umm.ac.id/41534/3/jiptummpp-gdl-muhammadyu-50800... · 2018. 12. 6. · 6 2.1.3 Klasifikasi DM Pada tahun 1980-1985 WHO mengklasiikasikan

9

memiliki beberapa kecenderungan genetik dan juga terkait dengan faktor

lingkungan yang masih buruk. Walaupun pasien jarang obesitas ketika

mereka hadir dengan diabetes tipe ini, kehadiran obesitas tidak

bertentangan dengan diagnosis. Pasien-pasien ini juga rentan terhadap

gangguan autoimun lainnya seperti penyakit Graves, tiroiditis Hashimoto,

penyakit Addison, vitiligo, celiac sprue, hepatitis autoimun, myasthenia

gravis, dan anemia pernisiosa (Silbernagl Lang, 2012).

Beberapa bentuk DM tipe 1 tidak memiliki etiologi yang dikenal,

disebut dengan idiopatik diabetes. Beberapa pasien dengan diabetes ini

memiliki insulinopenia dan rentan terhadap ketoasidosis, tetapi tidak

memiliki bukti autoimun (Silbernagl Lang, 2012).

2. Diabetes Melitus tipe 2

Diabetes melitus tipe 2 atau bisa disebut juga dengan non insulin

dependent diabetes mellitus (NIDDM). Non insulin dependent diabetes

mellitus merupakan diabetes yang paling sering terjadi dan terdapat

defisiensi insulin relatif. Pelepasan insulin dapat normal atau bahkan

biasanya meningkat, tetapi organ target memiliki sensitivitas yang

berkurang terhadap insulin (Silbernagl Lang, 2014).

Pasien NIDDM biasanya memiliki berat badan berlebih yang terjadi

karena disposisi genetik, asupan makanan yang terlalu banyak dan

aktivitas fisik yang terlalu sedikit. Ketidakseimbangan tersebut

meningkatkan konsentrasi asam lemak di dalam darah yang selanjutnya

akan menurunkan penggunaan glukosa di otot dan jaringan lemak. Hal

tersebut dapat menyebabkan terjadinya resistensi insulin yang memaksa

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melituseprints.umm.ac.id/41534/3/jiptummpp-gdl-muhammadyu-50800... · 2018. 12. 6. · 6 2.1.3 Klasifikasi DM Pada tahun 1980-1985 WHO mengklasiikasikan

10

beta pankreas untuk meningkatkan pelepasan insulin. Obesitas merupakan

pemicu yang penting namun bukan satu-satunya penyebab NIDDM,

karena faktor disposisi genetik meupakan faktor yang lebih penting.

Seringnya pelepasan insulin yang tidak pernah normal, maka beberapa gen

telah diidentifikasi sebagai gen yang meningkatkan terjadinya obesitas dan

NIDDM. Diantara beberapa faktor tersebut, kelainan genetik pada protein

yang memisahkan rangkaian di mitokondria membatasi penggunaan

substrat. Oleh karena itu, jika faktor disposisi genetiknya kuat maka resiko

mengalami NIDDM dapat terjadi pada usia muda (Silbernagl Lang,

2012).

Adanya penurunan sensitivitas terhadap insulin mempengaruhi efek

insulin pada metabolisme glukosa, sedangkan pengaruhnya pada

metabolisme lemak dan protein tetap dipertahankan dengan baik. Dapat

disimpulkan NIDDM lebih cenderung menyebabkan hiperglikemia berat

tanpa disertai metabolisme lemak. Defisiensi insulin relatif juga dapat

disebabkan oleh autoantibodi terhadap reseptor insulin atau transmisi

intrasel. Tanpa adanya disposisi genetik, diabetes dapat terjadi pada

perjalanan penyakit lain, seperti pankreatitis dengan kerusakan sel beta

atau kerusakan toksik pada sel beta. Diabetes melitus ditingkatkan oleh

peningkatan pelepasan hormon antagonis, diantaranya somatotropin,

glukokortikoid, epinefrin, progestogen dan choriomamotropin,

Adrenocorticotropic Hormon (ACTH), hormone thyroid dan glukagon.

Infeksi yang cukup berat dapat meningkatkan pelepasan beberapa hormon

yang telah disebutkan diatas sehingga meningkatkan manifestasi DM.

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melituseprints.umm.ac.id/41534/3/jiptummpp-gdl-muhammadyu-50800... · 2018. 12. 6. · 6 2.1.3 Klasifikasi DM Pada tahun 1980-1985 WHO mengklasiikasikan

11

Somatostatinoma dapat menyebabkan diabetes karena somatostatin yag

disekresikan dapat menghabat pelepasan insulin (Silbernagl Lang,

2012).

(Silbernagl Lang , 2012)

Gambar 2.2

Patofisiologi DM Tipe 2

2.1.5 Diagnosis DM

Penilaian diagnostik DM dilaksanakan pada pasien yang menunjukkan

gejala dan tanda penyakit DM, selain itu dilakukan pemeriksaan penyaring yang

bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai

risiko DM. Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan pada mereka yang hasil

pemeriksaan penyaringnya positif untuk memastikan diagnosis definitif.

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar

glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti

dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO).

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melituseprints.umm.ac.id/41534/3/jiptummpp-gdl-muhammadyu-50800... · 2018. 12. 6. · 6 2.1.3 Klasifikasi DM Pada tahun 1980-1985 WHO mengklasiikasikan

12

Kriteria diagnosis DM menurut Ameican Diabetes Assoiation (ADA)

tahun 2016 adalah:

HbA1c ≥ 6,5 % atau

Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L) atau

Kadar glukosa darah ≥ 200mg/dL (11,1 mmol/L) pada dua jam setelah

beban glukosa 75 gram pada tes toleransi glukosa atau

Kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L).

Diagnosis DM menurut konsensus pengendalian dan pencegahan DM tipe

2 di Indonesia tahun 2011 dapat ditegakkan melalui tiga cara yaitu :

1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1

mmol/L) atau

2. Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7.0

mmol/L) atau

3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO dengan beban 75 gram ≥ 200

mg/dL (11,1 mmol/L) (Ndraha, 2014).

Tabel 2.1 Karakteristik DM Tipe 1 dan DM Tipe 2

DM Tipe 1 DM Tipe 2

Usia Anak-anak Remaja, dewasa

Onset Akut, severe Mild-severe

Sekresi insulin Sangat rendah Berubah-ubah

Insulin tergantung Permanen Sementara

Faktor resiko

ras/etnik

Semua ras (rendah di Asia) Afrika, Amerika, Asia

Pasifik

Genetik Poligenik Poligenik

Hubungan dengan

obesitas

Tidak Kuat

Achantosis nigricans Tidak Ya

Autoimun Ya Tidak (Loghamani, 2005)

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melituseprints.umm.ac.id/41534/3/jiptummpp-gdl-muhammadyu-50800... · 2018. 12. 6. · 6 2.1.3 Klasifikasi DM Pada tahun 1980-1985 WHO mengklasiikasikan

13

(Ndraha, 2014)

Gambar 2.3

Alur Diagnostik pada Diabetes Melitus secara Klinis dan Laboratorium

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melituseprints.umm.ac.id/41534/3/jiptummpp-gdl-muhammadyu-50800... · 2018. 12. 6. · 6 2.1.3 Klasifikasi DM Pada tahun 1980-1985 WHO mengklasiikasikan

14

2.1.6 Tatalaksana DM

Dalam mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut perlu dilakukan

tatalaksana yang baik. Tatalaksana DM terdiri dari:

1. Edukasi

Edukasi pada pasien DM tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya

hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Diabetes melitus

tipe 1 terjadi dikarenakan oleh kelainan pada beta pankreas, sehingga

menyebabkan insulin tidak dapat diproduksi. Pemberdayaan

penyandang DM memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan

masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju

perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku,

dibutuhkan edukasi (Ndraha, 2014).

2. Terapi gizi medis

Perencanaan Makan Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari

penatalaksanaan DM secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah

keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi,

petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri). American diabetes

association menyebutkan bahwa perencanaan makan pada pasien DM

meliputi: memenuhi kebutuhan energi pada pasien DM, terpenuhinya

nutrisi yang optimal seperti vitamin dan mineral, mencapai dan

memelihara berat badan yang stabil, menghindari makanan yang

mengandung lemak, karena pada pasien DM jika serum lipid menurun

maka resiko komplikasi penyakit makrovaskuler akan menurun, serta

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melituseprints.umm.ac.id/41534/3/jiptummpp-gdl-muhammadyu-50800... · 2018. 12. 6. · 6 2.1.3 Klasifikasi DM Pada tahun 1980-1985 WHO mengklasiikasikan

15

mencegah level glukosa darah naik, karena dapat mengurangi

komplikasi yang dapat ditimbulkan dari DM (Ndraha, 2014).

3. Latihan jasmani

Kegiatan jasmani sehari - hari dan latihan jasmani secara teratur (3 - 4

kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu

pilar dalam pengelolaan DM. Kegiatan sehari - hari seperti berjalan

kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan.

Latihan jasmani juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki

sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa

darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang

bersifat aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan

berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan

status kesegaran jasmani. Pasien yang relatif sehat, intensitas latihan

jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat

komplikasi DM dapat dikurangi (Ndraha, 2014).

4. Intervensi farmakologis

Pengobatan DM secara menyeluruh mencakup diet yang benar, olah

raga yang teratur, dan obat - obatan yang diminum atau suntikan

insulin. Pasien DM tipe 1 mutlak diperlukan suntikan insulin setiap

hari. Pasien DM tipe 2, umumnya pasien perlu minum obat

antidiabetes secara oral atau tablet. Pasien DM memerlukan suntikan

insulin pada kondisi tertentu, atau bahkan kombinasi suntikan insulin

dan tablet (Ndraha, 2014).

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melituseprints.umm.ac.id/41534/3/jiptummpp-gdl-muhammadyu-50800... · 2018. 12. 6. · 6 2.1.3 Klasifikasi DM Pada tahun 1980-1985 WHO mengklasiikasikan

16

5. Monitoring keton dan glukosa darah

Monitoring keton dan glukosa darah adalah pilar kelima yang

dianjurkan kepada pasien DM. Monitor level glukosa darah sendiri

dapat mencegah dan mendeteksi kemungkinan terjadinya

hipoglikemia dan hiperglikemia dan pasien dapat melakukan keempat

pilar diatas untuk menurunkan resiko komplikasi dari DM (Smeltzer

Bare 2008).

2.2 Kamboja (Plumeria alba sp.)

2.2.1 Taksonomi Kamboja (Plumeria alba sp.)

Taksonomi bunga kamboja (Plumeria alba sp.):

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Gentianales

Famili : Apocynaceae

Genus : Plumeria

Spesies : Plumeria alba

(Choudhary, Kumar Singh, 2014).

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melituseprints.umm.ac.id/41534/3/jiptummpp-gdl-muhammadyu-50800... · 2018. 12. 6. · 6 2.1.3 Klasifikasi DM Pada tahun 1980-1985 WHO mengklasiikasikan

17

(Brown, 2012)

Gambar 2.4

Pohon dan Bunga Kamboja (Plumeria alba sp.)

2.2.2 Deskripsi Kamboja (Plumeria alba sp.)

Tanaman kamboja putih atau dikenal dengan frangipani (Plumeria alba

sp.) merupakan jenis tumbuhan berbunga yang berasal dari Amerika Tengah dan

Afrika. Kamboja merupakan jenis tanaman tropis yang tumbuh subur di dataran

rendah sampai ketinggian tanah 700 m (meter) di atas permukaan laut.

Kamboja memiliki tinggi rata-rata 4,5 m, daun kamboja berbentuk lanset

dengan ujung dan pangkal daun meruncing, berwarna hijau dan tebal, serta

tulang daunnya menonjol. Panjang daun berukuran 15-20 cm. Lebar daunnya

berkisar 6-12,5 cm. Bunga kamboja memiliki ukuran diameter 8-12 cm. Mahkota

bunga umumnya berjumlah lima helai dan memiliki wangi yang khas. Mahkota

bunga mempunyai corong dengan lingkar yang sempit dan sisi bagian dalamnya

berambut halus. Selain itu, ada mahkota yang berbentuk oval hingga bintang

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melituseprints.umm.ac.id/41534/3/jiptummpp-gdl-muhammadyu-50800... · 2018. 12. 6. · 6 2.1.3 Klasifikasi DM Pada tahun 1980-1985 WHO mengklasiikasikan

18

warna mahkota sangat beragam mulai dari putih, merah, pink, hingga kuning.

Tangkai putik tanaman berukuran pendek dengan dasar bunga yang menonjol

sehingga menutupi tabung kelopak (Choudhary, Kumar Singh, 2014).

2.2.3 Kandungan Bunga Kamboja (Plumeria alba sp.)

Penelitian fitokimia yang dilakukan Nor, Susanti Omar, 2012 yang

membandingkan kandungan senyawa aktif alkaloid, glycoside, terpenoid, steroid,

Phytosteol, phenolic, flavonoid, saponin, tanin pada masing-masing bagian

kamboja (Plumeria alba sp.) dalam pelarut etanol (tabel 2.2).

Tabel 2.2 Perbandingan Kandungan Tiap Bagian Kamboja (Plumeria alba sp.)

Kandungan fitokimia

Bagian kamboja (Plumeria alba sp.)

Bunga Daun Batang dan Akar

Alkaloid + - +

Glycoside - - -

Trepenoids - - -

Steroid - + -

Phytosteol + + +

Phenolic + + +

Flavonoid + + +

Saponin + + +

Tanin + + + Sumber : (Nor, Susanti Omar., 2012)

Berikut ini adalah hasil penilainan kandungan pada bunga kamboja

(Plumeia alba sp.) dapat dilihat pada, 2.3 dan 2.4 untuk jenis senyawa flavonoid.

Tabel 2.3 Kandungan Kamboja (Plumeria alba sp.) bunga dan daun

Antioxidant

Model

Plumeria alba Standard

Ascorbic

Acid Flower Leaves

Aquoeus

extract

Ethanol

extract

Aquoeus

extract

Ethanol

extract

Total

antioxidant

capacity (%)

28.4 84.8 25.6 74.4 92

Sumber : (Nisha Prasanna., 2014)

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melituseprints.umm.ac.id/41534/3/jiptummpp-gdl-muhammadyu-50800... · 2018. 12. 6. · 6 2.1.3 Klasifikasi DM Pada tahun 1980-1985 WHO mengklasiikasikan

19

Tabel 2.4 Jenis Flavonoid Bunga Kamboja (Plumeria alba sp.)

Flavonids mg/100 g

Catechin 102.87

Epicatechin 89.12

Rutin 22.51

Hisperedin 11.27

Narenigin 17.38

Quercetin 26.91

Hesperetin 21.18

Apigenin 8.17

Kaempferol 4.29

Diosmitin 2.51 (Dawod, Hassan Fattah, 2016)

2.2.4 Pengaruh Ekstrak Bunga Kamboja (Plumeria alba sp.) Terhadap

Penurunan Kadar Glukosa Darah

Bunga kamboja (Plumeria alba sp.) merupakan tanaman yang memiliki

kandungan antioksidan dan mampu membantu proses regenerasi sel beta

pankreas. Kandungan fitokimia bunga kamboja (Plumeria alba sp.) yang

diekstrak menggunakan etanol menunjukkan adanya senyawa aktif alkaloid,

phytosteol, phenolic, flavonoid, saponin, tanin (Nor, Susanti Omar, 2012).

Kemampuan catechin, alkaloid, saponin, tanin sebagai antioksidan

sehingga mampu menghambat terjadinya kerusakan sel beta pankreas akibat

reaksi oksidasi. Mekanisme ini melalui dua jalur. Jalur pertama sebagai peredam

radikal bebas secara langsung dengan menyumbangkan atom hidrogennya dan

memutus rantai reaksi. Jalur kedua melalui chelating ion logam yang mengkatalis

reaksi oksidasi sebagai donor hidrogen (Hirunpanich, Utaipat Phumala et al.,

2010; Ghudhaib, 2014).

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melituseprints.umm.ac.id/41534/3/jiptummpp-gdl-muhammadyu-50800... · 2018. 12. 6. · 6 2.1.3 Klasifikasi DM Pada tahun 1980-1985 WHO mengklasiikasikan

20

(Yuhernita, 2011)

Gambar 2.5

(A) Struktur Favonoid (B) Peredaman Dasar Radikal oleh Flavonoid

(Yuhernita, 2011)

Gambar 2.6

Pembentukan Kompleks Ion Logam oleh Flavonoid

(Yuhernita, 2011)

Gambar 2.7

Peredaman Radikal Bebas oleh Alkaloid

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melituseprints.umm.ac.id/41534/3/jiptummpp-gdl-muhammadyu-50800... · 2018. 12. 6. · 6 2.1.3 Klasifikasi DM Pada tahun 1980-1985 WHO mengklasiikasikan

21

(Kwon, Eck, Chen et al., 2007)

Gambar 2.8

Penghambatan GLUT 2 oleh catechin

Catechin juga merupakan penghambat yang kuat terhadap Glucose

transporter 2 (GLUT 2) pada mukosa usus, suatu lintasan absorbsi glukosa dan

fruktosa pada membran usus Gambar 2.8. Mekanisme penghambatan ini bersifat

nonkompetitif. Pertama catechin yang dikonsumsi melewati lambung pada saat ini

catechin masih berikatan dengan substratnya catechin glucosides, setelah itu

sebagian catechin glucosides akan dipecah bakteri dan Lactase Phlorizin

Hydrolase (LPH) di small intestine sehingga terbentuk molekul glukosa dan

catechin. Catechin yang dihasilkan akan berikatan dengan reseptor GLUT 2 di

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melituseprints.umm.ac.id/41534/3/jiptummpp-gdl-muhammadyu-50800... · 2018. 12. 6. · 6 2.1.3 Klasifikasi DM Pada tahun 1980-1985 WHO mengklasiikasikan

22

bagian apikal brush broder, dan ada yang masuk kedalam enterosit (Caco-2E) dan

menghambat reseptor basolateral GLUT 2.

Bagian lain catechin glucosides akan masuk ke Caco-2E melalui

mekanisme paracellular diffusion, selanjurnya sebagian catechin glucosides akan

lansung menuju sirkulasi vena porta dan bagian lainnya akan mengalami

pemecahan di Caco-2E oleh bantuan enzim cytosolic β-glucosidase dan terbentuk

glukosa dan catechin. Catechin dari pemecahan akan berikatan dengan ion sulfat

(SO4) dan Glucopyranosiduronic Acid (GlcA) dengan bantuan enzim Uridine-

Diphospho-Glucuronosyltransferase (UDP-Glucuronosyltransferase) menjadi

catechin sulfates dan catechin glucuronides kedua molekul akan bekerja

menghambat reseptor basolateral GLUT 2 dalam memfasilitasi transport glukosa

dan fruktosa.

Hal ini menyebabkan pengurangan penyerapan glukosa dan fruktosa dari

usus karena salah satu dari tiga transporter yang berada di apikal brush border

adalah sodium dependent glucose transporter (SGLT) dan Glucose transporter 5

(GLUT 5) telah dihambat. Sodium dependent glucose transporter adalah

transporter yang dapat mengangkut glukosa dari lumen ke dalam enterosit

sedangkan GULT 5 mengangkut fruktosa. Glukosa dan fruktosa yang masuk ke

enterosit akan menuju vena porta namun sebelumnya harus melalui reseptor

basolateral GLUT 2 dimana telah dihambat oleh molekul catechin sulfates dan

catechin glucuronides, sehingga menyebabkan kadar glukosa darah turun (Song,

Kwon Chen et al, 2002; Kwon, Eck, Chen et al, 2007; Widyaningsih, Zumroh

Rochmawati, 2015).

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melituseprints.umm.ac.id/41534/3/jiptummpp-gdl-muhammadyu-50800... · 2018. 12. 6. · 6 2.1.3 Klasifikasi DM Pada tahun 1980-1985 WHO mengklasiikasikan

23

2.3 Aloksan

2.3.1 Definisi

Aloksan merupakan analog dari glukosa yang dapat terakumulasi di sel β

pankreas melalui GLUT 2 yang dapat menyebabkan diabetes. Nama lain dari

aloksan adalah 2,4,5,6-Tetraoxypyrimidine; 2,4,5,6-pyrimidinetetrone. Aloksan

memiliki rumus kimia C4H2N2O4 dan merupakan turunan asam barbiturat.

Aloksan termasuk asam lemah yang bersifat hidrofilik, tidak stabil dan waktu

paruh aloksan pada pH 7,4 dan suhu 37˚C adalah 1,5 menit.

(Lenzen, 2008)

Gambar 2.9

Struktur Kimia Aloksan

2.3.2 Fase Induksi Aloksan pada Tikus Putih

Aloksan memiliki bentuk molekul yang mirip dengan glukosa

(glukomimetik). Sehingga ketika aloksan diinduksikan ke tubuh tikus, maka

GLUT 2 pada sel β pankreas akan mengenali aloksan sebagai glukosa dan aloksan

akan dibawa menuju sitosol (Lenzen, 2008).

Aloksan dapat menyebabkan diabetes dalam empat fase. Fase pertama

terjadi pada menit pertama dan berlangsug maksimal sampai menit ke-30 setelah

injeksi, pada fase ini terjadi hipoglikemia akut karena struktur aloksan yang mirip

dengan glukosa menyebabkan terjadinya peningkatan Adenosina Triosfat (ATP)

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melituseprints.umm.ac.id/41534/3/jiptummpp-gdl-muhammadyu-50800... · 2018. 12. 6. · 6 2.1.3 Klasifikasi DM Pada tahun 1980-1985 WHO mengklasiikasikan

24

yang menghambat proses glukokinase dan menyebabkan peningkatan insulin

darah. Pada fase ini belum terdapat adanya kerusakan dari sel beta pankreas. Fase

kedua yaitu terjadi setelah satu jam pasca injeksi aloksan dan berlangsung selama

2-4 jam, pada fase terjadi penurunan sekresi insulin dan peningkatan kadar

glukosa darah. Fase ketiga, terjadi 4-8 jam setelah injeksi aloksan. Pada fase ini

sel beta pankreas mengalami kerusakan sel yaitu rupturnya membran sel, badan

golgi, retikulum endoplasma dan kerusakan mitokondria sehingga sel mengalami

nekrosis dan kerusakan ini bersifat iireversibel. Fase keempat, terjadi 24-48 jam

setelah injeksi aloksan. Pada fase ini terjadi degranulasi yang komplit dan tikus

mengalami hiperglikemi (Ankur Ali, 2012).

2.3.3 Mekanisme Kerja Aloksan pada Sel β Pankreas Tikus Putih

Aloksan masuk ke dalam sel β pankreas melalui GLUT 2 (Lenzen, 2008).

Dalam sel β pankreas, aloksan mengalami proses reduksi menjadi dialuric acid

yang dapat direoksidasi menjadi aloksan lagi (proses redoks) Gambar 2.10. Proses

redoks ini akan mengakibatkan terbentuknya Reactive Oxygen Species (ROS) dan

radikal superoksida. Reactive oxygen species akan menyebabkan fragmentasi

Deoxyribose Nucleic Acid (DNA) sehingga DNA menjadi rusak kemudian terjadi

aktivasi poli Adenosine Diphosphat Ribosa (ADP-ribosa) sintetase deplesi

Nikotinamid Adenine Dinukleotida (NAD)+ intrasel, dan menimbulkan kematian

sel. Radikal superoksida kemudian akan memisahkan Fe3+ dari ferritin dan

mereduksi nya menjadi Fe2+. Selain itu radikal superoksida akan berdismutasi

menjadi hidrogen peroksidase (H2O2). Hidrogen peroksidase dan Fe2+ kemudian

akan mengalami reaksi fenton sehingga menyebabkan reactive hydroxyl radical.

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melituseprints.umm.ac.id/41534/3/jiptummpp-gdl-muhammadyu-50800... · 2018. 12. 6. · 6 2.1.3 Klasifikasi DM Pada tahun 1980-1985 WHO mengklasiikasikan

25

Semua proses ini akan menyebabkan nekrosis dari sel β pankreas dan kematian

pada sel β pankreas Gambar 2.9 (Ankur Ali, 2012).

(Ankur Ali, 2012)

Gambar 2.10

Mekanisme Kerja Aloksan

Aloksan

Masuk ke sel beta pankeas dengan GLUT 2

Sitosol

Mengalami reduksi di mitokondria

Asam dialurik

Oksidasi reduksi

ROS (Reactive Oxygen Species)

Fragmentasi Deoxyribose

Nucleic Acid (DNA)

Poli (ADP-ribosa) sintetase

Deplesi Nikotinamid Adenine

Dinukleotida

(NAD)+

Kerusakan Sel β Pankreas

Radikal superoksida

Fe3+

Fe2+.

Berdismutasi

(H2O

2)

Reaksi Haber-Weiss / Fenton

Reactive hydroxyl radical

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melituseprints.umm.ac.id/41534/3/jiptummpp-gdl-muhammadyu-50800... · 2018. 12. 6. · 6 2.1.3 Klasifikasi DM Pada tahun 1980-1985 WHO mengklasiikasikan

26

(Lenzen, 2008)

Gambar 2.11

Reaksi Redoks Aloksan

2.4 Tikus Coba

Menurut Adiyati (2011), hewan coba merupakan hewan yang dikembang

biakkan untuk digunakan sebagai hewan uji coba. Tikus sering digunakan pada

berbagai macam penelitian medis selama bertahun-tahun. Hal ini dikarenakan

tikus memiliki karakteristik genetik yang unik, mudah berkembang biak, murah

serta mudah untuk mendapatkannya. Tikus merupakan hewan yang melakukan

aktivitasnya pada malam hari (nocturnal).

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melituseprints.umm.ac.id/41534/3/jiptummpp-gdl-muhammadyu-50800... · 2018. 12. 6. · 6 2.1.3 Klasifikasi DM Pada tahun 1980-1985 WHO mengklasiikasikan

27

(Adiyati, 2011)

Gambar 2.12

Tikus Putih (Rattus norvegicus strain wistar)

Tikus putih (Rattus norvegicus strain wistar) atau biasa dikenal dengan

nama lain Norway Rat berasal dari wilayah Cina dan menyebar ke Eropa bagian

barat (Sirois, 2005). Pada wilayah Asia Tenggara, tikus ini berkembang biak di

Filipina, Indonesia, Laos, Malaysia, dan Singapura (Adiyati, 2011). Tikus Wistar

saat ini menjadi salah satu yang strain tikus paling populer yang digunakan untuk

penelitian laboratorium. Hal ini ditandai oleh kepala lebar, telinga panjang, dan

memiliki panjang ekor yang selalu kurang dari panjang tubuhnya. Galur tikus

Sprague dawley dan Long-Evans dikembangkan dari tikus galur Wistar. Tikus

Wistar lebih aktif (agresif) daripada jenis lain seperti tikus Sprague dawley

(Sirois, 2005).

2.4.1 Proses Aklimatisasi

Aklimatisasi merupakan suatu upaya penyusunan fisiologis atau adaptasi

dari suatu organsme terhadap lingkungan baru yang dimasukinya. Hal ini

didasarkan oleh kemampuan organisme untuk mengatur morfologi, perilaku, dan

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melituseprints.umm.ac.id/41534/3/jiptummpp-gdl-muhammadyu-50800... · 2018. 12. 6. · 6 2.1.3 Klasifikasi DM Pada tahun 1980-1985 WHO mengklasiikasikan

28

jalur metabolisme biokimia di dalam tubuhnya untuk menyesuaikan dengan

lingkungan. Beberapa kondisi yang pada umumnya disesuaikan adalah suhu,

lingkungan, derajat keasaman, dan kadar oksigen. Proses penyesuaian ini

berlangsung dalam waktu yang cukup bervariasi tergantung dari jauhnya

perbedaan kondisi antara lingkunganbaru yang akan dihadapi, dapat berlangsung

beberapa hari sampai beberapa minggu (Ridwan, 2013).

Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad, Akolade Usman et al,

(2012) pada tikus (Rattus novergicus strain wistar) sebelum diinduksi aloksan

membutuhkan waktu aklimatisasi selama 1 minggu. Penelitian lain yang

dilakukan oleh Zoua, Batomayena Kossi et al., (2014) yang berjudul “Effects of

Plumeria alba Roots Hydro Alcoholic Extract on some Parameters of Type 2

Diabetes” melakukan aklimatisasi terhadap tikus (Rattus novergicus strain

wistar) selama satu minggu sebelum diinduksi alloksan.

2.4.2 Glukosa Darah Tikus Putih (Rattus novergicus strain wistar)

Pengambilan darah tikus putih (Rattus novergicus strain wistar) dilakukan

setelah melakukan 16 jam puasa untuk melihat glukosa darah basal. Selain itu,

glukosa darah yang didapatkan lebih stabil dan juga bisa mengurangi bias oleh

karena faktor perancu seperti glukosa yang didapatkan dari makanan, bisa

mengetahui apakah fungsi beta pankreas untuk menghasilkan insulin masih baik

atau tidak (Kale, Joshi Gohil, 2009; Bowe, Franklin Evans, et al., 2014).

Nilai normal glukosa darah puasa 16 jam pada tikus putih (rattus novergicus

strain wistar) adalah (133.69 +/- 16.75) mg/dL (Kale, Joshi Gohil, 2009).

Patofisiologi IDDM antara manusia dan tikus putih (Rattus norvegicus

strain wistar) memiliki kesamaan, di mana gen yang berkontribusi terhadap

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melituseprints.umm.ac.id/41534/3/jiptummpp-gdl-muhammadyu-50800... · 2018. 12. 6. · 6 2.1.3 Klasifikasi DM Pada tahun 1980-1985 WHO mengklasiikasikan

29

penyakit ini sudah diyatakan hingga tingkat sel punca haemopoietik, sehingga

tikus putih (Rattus norvegicus strain wistar) dapat digunakan dalam mempelajari

IDDM. Model tikus yang dibuat menjadi NIDDM paling banyak digunakan.

Berbagai kesamaan dengan kondisi diabetes pada manusia, seperti fakta bahwa

fenotip pada tikus juga tergantung pada latar belakang genetik, jenis kelamin dan

umur hewan. Tikus model NIDDM juga memberi kita kesempatan untuk

mempelajari mekanisme molekuler yang mengarah pada diabetes hingga tahapan

penyakit dari onset, perkembangannya dan komplikasinya (Chatzigeorgiou,

Halapas Kalafatakis et al., 2011). Tikus putih (Rattus norvegicus strain wistar)

dikatakan hiperglikemi jika kadar glukosa darah melebihi 175 mg/dl (Kumar

Padhy, 2011).