BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.unimar-amni.ac.id

26
10 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka dan Penelitian Terdahulu 2.1.1 Keselamatan Pelayaran Keselamatan pelayaran merupakan hal yang paling diutamakan dalam kegiatan transportasi. Keselamatan pelayaran juga merupakan hal yang harus diperhatikan oleh berbagai pihak yang berhubungan dengan system palayaran. Pada saat sekarang ini banyak terjadi kecelakaan dalam pelayaran, baik itu dari kelalaian manusia maupun dari bencana yang terjadi tanpa diketahui oleh manusia (Rizki dan Tipa, 2019). Keselamatan pelayaran dapat diartikan sebagai segala hal yang ada dan dapat dikembangkan dalam kaitannya dengan tindakan pencegahan kecelakaan pada saat pelaksanaan kerja di bidang pelayaran (Nurhasanah, dkk, 2015). Dalam UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 1 butir 32 menyatakan bahwa keselamatan dan keamanan pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan di perairan, kepelabuhan, dan lingkungan maritim. Menurut Buku Panduan Kapal Kapal Pedalaman (2009:3) dalam Akbar (2014) menjelaskan bahwa Keselamatan Pelayaran adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan berbagai upaya yang diwujudkan terhadap penyelenggaraan angkutan diperairan untuk menjamin keselamatan jiwa, manusia, harta, benda dan lingkungan. Berdasarkan hal tersebut maka untuk menunjang Keselamatan Pelayaran dibuat sebuah aturan sebelum berlayar pihak pihak terkait harus mengecek semua yang berhubungan dengan pelayaran untuk menghindari kecelakaan (Rizki dan Tipa, 2019). Safety Of Life At Sea atau biasa disebut SOLAS adalah peraturan yang mengatur keselamatan maritime yang paling utama dengan tujuan untuk meningkatkan jaminan keselamatan hidup dilaut yang dimulai sejak 1914, mengingat saat itu banyak terjadi kecelakaan kapal yang menelan banyak korban jiwa (Suryani, dkk, 2018). Melaksanakan fungsi

Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.unimar-amni.ac.id

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.unimar-amni.ac.id

10

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka dan Penelitian Terdahulu

2.1.1 Keselamatan Pelayaran

Keselamatan pelayaran merupakan hal yang paling diutamakan

dalam kegiatan transportasi. Keselamatan pelayaran juga merupakan hal

yang harus diperhatikan oleh berbagai pihak yang berhubungan dengan

system palayaran. Pada saat sekarang ini banyak terjadi kecelakaan dalam

pelayaran, baik itu dari kelalaian manusia maupun dari bencana yang

terjadi tanpa diketahui oleh manusia (Rizki dan Tipa, 2019). Keselamatan

pelayaran dapat diartikan sebagai segala hal yang ada dan dapat

dikembangkan dalam kaitannya dengan tindakan pencegahan kecelakaan

pada saat pelaksanaan kerja di bidang pelayaran (Nurhasanah, dkk, 2015).

Dalam UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 1 butir 32

menyatakan bahwa keselamatan dan keamanan pelayaran adalah suatu

keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan yang

menyangkut angkutan di perairan, kepelabuhan, dan lingkungan maritim.

Menurut Buku Panduan Kapal – Kapal Pedalaman (2009:3) dalam Akbar

(2014) menjelaskan bahwa Keselamatan Pelayaran adalah segala sesuatu

yang berkaitan dengan berbagai upaya yang diwujudkan terhadap

penyelenggaraan angkutan diperairan untuk menjamin keselamatan jiwa,

manusia, harta, benda dan lingkungan. Berdasarkan hal tersebut maka

untuk menunjang Keselamatan Pelayaran dibuat sebuah aturan sebelum

berlayar pihak pihak terkait harus mengecek semua yang berhubungan

dengan pelayaran untuk menghindari kecelakaan (Rizki dan Tipa, 2019).

Safety Of Life At Sea atau biasa disebut SOLAS adalah peraturan

yang mengatur keselamatan maritime yang paling utama dengan tujuan

untuk meningkatkan jaminan keselamatan hidup dilaut yang dimulai sejak

1914, mengingat saat itu banyak terjadi kecelakaan kapal yang menelan

banyak korban jiwa (Suryani, dkk, 2018). Melaksanakan fungsi

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.unimar-amni.ac.id

11

keselamatan pelayaran bukan hal yang mudah yang harus diikuti oleh

semua instansi dan ditunjang dana yang cukup serta kesadaran semua

pihak termasuk masyarakat pengguna serta pesisir dan kelautan. Untuk itu

yang perlu dilakukan adalah membangun manejemen dan aturannya,

mendorong pemerintah melakukan terobosan atau reformasi, mewujudkan

fasilitas sarana dan prasarana keselamatan pelayaran serta membangun

kepercayaan ataupun kesadaran masyarakat dan memacu pembentukan

aturan. Keselamatan pelayaran merupakan kebutuhan sehingga perlu

segera diwujudkan dan mengaktifkan fungsi-fungsi keselamatan pelayaran

melalui pembentukan lembaga dan menejemen serta fasilitas sarana dan

prasarananya (Andry dan Yuliani, 2014). Windyandari (2011) berpendapat

bahwa Keselamatan kapal dipengaruhi oleh perlengkapan kapal, fungsi

kapal, beban muatan dan kecakapan pengemudi kapal. Agar keselamatan

penumpang dan awak kapal tetap terjaga, maka perlengkapan kapal harus

disesuaikan dengan standard keselamatan, penggunaan kapal sesuai fungsi

utamanya, beban muatan tidak melebihi batas muatan yang diisyaratkan,

pengemudi kapal benar-benar cakap melayarkan kapal dan menguasai jalur

pelayaran yang dilaluinya.

Keselamatan pelayaran telah diatur oleh lembaga internasional

yang mengurus atau menangani hal-hal yang terkait dengan keselamatan

jiwa, harta laut, serta kelestarian lingkungan. Lembaga tersebut dinamakan

International Maritime Organization (IMO) yang bernaung dibawah PBB.

Salah satu faktor penting dalam mewujudkan keselamatan serta kelestarian

lingkungan laut adalah keterampilan, keahlian dari manusia yang terkait

dengan pengoperasian dari alat transportasi kapal di laut, karena

bagaimanapun kokohnya konstruksi suatu kapal dan betapapun

canggihnya teknologi baik sarana bantu maupun peralatan yang

ditempatkan di atas kapal tersebut kalau dioperasikan manusia yang tidak

mempunyai keterampilan atau keahlian sesuai dengan tugas dan fungsinya

maka semua akan sia-sia (Santoso dan Sinaga, 2019).

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.unimar-amni.ac.id

12

Santoso dan Sinaga (2019) mengemukakan bahwa untuk mengukur

tingkat Keselamatan Pelayaran maka dapat dilihat berdasarkan :

1. Keamanan Alur Pelayaran

Perairan yang dari segi kedalaman, lebar, dan bebas hambatan

pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari

(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008

tentang Pelayaran).

2. Keamanan Perairan

Keamanan Perairan adalah perairan yang meliputi laut wilayah,

perairan kepulauan, perairan pedalaman yang dianggap aman serta

dapat dilayari (Undang-Undang Republik Indonesia 4 Prp Tahun

1960 tentang Perairan Indonesia).

3. Kelancaran Lalu Lintas Kapal

Lalu-Lintas laut damai dari kendaraan air asing diperairan pedalaman

Indonesia serta terbebas dari hambatan (Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1962 Tentang Lalu Lintas Laut

Damai Kendaraan Air Asing Dalam Perairan Indonesia).

2.1.2 Kelaiklautan Kapal

Kelaiklautan kapal sangat erat kaitannya dengan Keselamatan

Pelayaran. Setiap kapal yang berlayar harus berada dalam kondisi laik laut

sehingga menjamin keselamatan dan keamanan selama kapal berlayar.

Kelaiklautan kapal juga dibantu dengan sarana dan prasarana Keselamatan

Pelayaran. Apabila hal – hal yang bersangkutan diabaikan, maka resiko

kecelakaan kapal akan sangat tinggi. Barus, dkk (2017) mengemukakan

bahwa untuk melakukan kegiatan pelayaran setiap angkutan laut (kapal)

memerlukan Surat Persetujuan Berlayar/Berlabuh (SPB) yang dikeluarkan

oleh syahbandar agar dapat berlayar ataupun berlabuh. Agar dapat

memperoleh SPB, maka kapal yang akan berlayar harus memenuhi

beberapa persyaratan. Setiap Surat Persetujuan Berlayar dapat diberikan

oleh seorang syahbandar kepada pengguna atau pemilik kapal apabila

kapal tersebut telah memenuhi beberapa syarat penting.

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.unimar-amni.ac.id

13

Kapal yang laik laut adalah keadaan kapal yang memenuhi

persyaratan keamanan dan keselamatan kapal, pencegahan pencemaran

lingkungan perairan dari kapal, pengawakan, peralatan navigasi dan

peralatan keselamatan, garis muat,serta pemuatan (Budiman, dkk, 2016).

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008

Tentang Pelayaran, Kelaiklautan Kapal adalah keadaan kapal yang

memenuhi persyaratan keselamatan kapal, pencegahan pencemaran

perairan dari kapal, pengawakan, garis muat, pemuatan, kesejahteraan

Awak Kapal dan kesehatan penumpang, status hukum kapal, manajemen

keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal, dan manajemen

keamanan kapal untuk berlayar di perairan tertentu.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008

Tentang Pelayaran menyebutkan beberapa syarat penting Keselamatan dan

keamanan angkutan perairan diantaranya yaitu kondisi terpenuhinya

persyaratan kelaiklautan kapal dan kenavigasian. Persyaratan Keselamatan

sebagaimana dimaksud meliputi material, konstruksi, bangunan,

permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan

termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, dan elektronika kapal.

Pemenuhan setiap persyaratan kelaiklautan kapal dibuktikan dengan

sertifikat dan surat kapal. Sertifikat keselamatan sebagaimana dimaksud

terdiri atas sertifikat keselamatan kapal penumpang, sertifikat keselamatan

kapal barang, sertifikat kelaikan dan pengawakan kapal penangkap ikan.

Sedangkan yang dimaksud dengan surat atau dokumen kapal antara lain

Surat Ukur, Surat Tanda Kebangsaan Kapal, Sertifikat Keselamatan,

Sertifikat Garis Muat, Sertifikat Pengawakan Kapal, dan dokumen muatan.

Menurut Supanji, dkk dalam Karim, dkk (Hal. 1039-1047), syarat-

syarat kapal yang memenuhi kelaikalautan yaitu :

1. Keselamatan Kapal

Definisi dari Keselamatan Kapal yaitu kapal dapat kembali pulang

dengan selamat.

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.unimar-amni.ac.id

14

2. Pengawakan

Setiap kapal wajib diawaki oleh Awak Kapal yang memenuhi

persyaratan kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan ketentuan

nasional dan internasional (Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran). Ketentuan pengawakan

dalam negeri diatur dalam Peraturan Menteri, sedangkan ketentuan

pengawakan internasional diatur dalam STCW (Standart Of

Training Certification and Watchkeeping). Dalam sebuah kapal

terdapat Awak Kapal atau orang yang bekerja dan dipekerjakan di

atas kapal oleh pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas

diatas kapal sesuai dengan jabatannya yang tercantum dalam buku

sijil. Menurut Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM. 70

Tahun 1998 Tentang Pengawakan Kapal Niaga, Susunan awak

kapal harus didasarkan pada Daerah Pelayaran, Tonase Kotor

Kapal (Gross Tonnage/GT), serta Ukuran Tenaga Penggerak

(KiloWatt/KW).

3. Muatan

Setiap kapal yang berlayar harus ditetapkan garis muatnya sesuai

dengan persyaratan, penetapan garis muat kapal dinyatakan dalam

Sertifikat Garis Muat. Pada setiap kapal sesuai dengan jenis dan

ukurannya harus dipasang Marka Garis Muat secara tetap sesuai

dengan daerah-pelayarannya. Setiap kapal sesuai dengan jenis dan

ukurannya harus dilengkapi dengan informasi stabilitas untuk

memungkinkan Nakhoda menentukan semua keadaan pemuatan

yang layak pada setiap kondisi kapal. Tata cara penanganan,

penempatan, dan pemadatan muatan barang serta pengaturan balas

harus memenuhi persyaratan keselamatan kapal. Perusahaan

angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap muatan kapal

sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen

muatan dan/atau perjanjian atau kontrak pengangkutan yang telah

disepakati. Nakhoda wajib menolak dan memberitahukan kepada

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.unimar-amni.ac.id

15

instansi yang berwenang apabila mengetahui muatan yang

diangkut tidak sesuai dengan dokumen muatan (Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran).

4. Kesehatan dan Kesejahteraan ABK

Setiap Awak Kapal berhak mendapatkan kesejahteraan yang

meliputi gaji, jam kerja dan jam istirahat, jaminan pemberangkatan

ke tempat tujuan dan pemulangan ke tempat asal, kompensasi

apabila kapal tidak dapat beroperasi, karena mengalami

kecelakaan, kesempatan mengembangkan karier, pemberian

akomodasi, fasilitas rekreasi, makanan atau minuman,

pemeliharaan dan perawatan kesehatan serta pemberian asuransi

kecelakaan kerja. Setiap kapal yang mengangkut penumpang wajib

menyediakan fasilitas kesehatan bagi penumpang. Fasilitas

kesehatan sebagaimana dimaksud meliputi ruang pengobatan atau

perawatan, peralatan medis dan obat-obatan dan tenaga medis

(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008

Tentang Pelayaran).

5. Status Kapal

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2008

Tentang Pelayaran, Status Hukum Kapal dapat ditentukan setelah

melalui proses pengukuran kapal, pendaftaran kapal, dan

penetapan kebangsaan kapal. Kapal yang telah melakukan proses

pengukuran sebagaimana dimaksud diterbitkan Surat Ukur untuk

kapal dengan ukuran tonase kotor sekurang-kurangnya GT 7

(tujuh) Gross Tonnage). Kapal yang telah diukur dan mendapat

Surat Ukur dapat didaftarkan di Indonesia oleh pemilik kepada

Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal yang ditetapkan

oleh Menteri. Pada kapal yang telah didaftar wajib dipasang Tanda

Pendaftaran. Kapal yang didaftar di Indonesia dan berlayar di laut

diberikan Surat Tanda Kebangsaan Kapal Indonesia oleh Menteri.

Surat Tanda Kebangsaan Kapal Indonesia diberikan dalam bentuk :

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.unimar-amni.ac.id

16

a. Surat Laut untuk kapal berukuran GT 175 (seratus tujuh

puluh lima Gross Tonnage) atau lebih.

b. Pas Besar untuk kapal berukuran GT 7 (tujuh Gross

Tonnage) sampai dengan ukuran kurang dari GT 175

(seratus tujuh puluh lima Gross Tonnage); atau

c. Pas Kecil untuk kapal berukuran kurang dari GT 7 (tujuh

Gross Tonnage).

Kapal berkebangsaan Indonesia wajib mengibarkan bendera

Indonesia sebagai tanda kebangsaan kapal.

6. Pencegahan Pencemaran Air Laut

Pemilik atau operator kapal yang mengoperasikan kapal untuk

jenis dan ukuran tertentu harus memenuhi persyaratan manajemen

keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal. Kapal yang

telah memenuhi persyaratan manajemen keselamatan dan

pencegahan pencemaran dari kapal sebagaimana dimaksud diberi

sertifikat. Sertifikat manajemen keselamatan dan pencegahan

pencemaran dari kapal berupa Dokumen Penyesuaian Manajemen

Keselamatan (Document of Compliance/DOC) untuk perusahaan

dan Sertifikat Manajemen Keselamatan (Safety Management

Certificate/SMC) untuk kapal (Undang-Undang Republik

Indonesia Tahun 2008 Tentang Pelayaran).

2.1.3 Sistem Komunikasi

Tingkat keselamatan pelayaran juga dapat dipengaruhi oleh faktor

komunikasi antar kapal ke pelabuhan, pelabuhan ke kapal, ataupun antar

kapal ke kapal. Riza (2016) mengemukakan bahwa alat komunikasi adalah

semua media yang digunakan untuk menyebarkan atau menyampaikan

informasi, baik itu informasi kepada satu orang saja atau kepada banyak

orang. Alat komunikasi ini juga bukan hanya menyampaikan informasi

saja tetapi juga menghasilkan informasi. Menurut Peraturan Pemerintah

Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Kenavigasian, Telekomunikasi Pelayaran

adalah telekomunikasi khusus untuk keperluan dinas pelayaran yang

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.unimar-amni.ac.id

17

merupakan setiap pemancaran, pengiriman atau penerimaan tiap jenis

tanda, gambar, suara dan informasi dalam bentuk apapun melalui sistem

kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya dalam dinas

bergerak-pelayaran yang merupakan bagian dari keselamatan pelayaran.

Alat komunikasi atau Telekomunikasi Pelayaran tidak akan dapat

berjalan dengan lancar tanpa adanya Sistem Komunikasi. Wahab dalam

Riza (2016) mengungkapkan bahwa pembagian Sistem Komunikasi

berdasarkan medium fisik yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi

dua jenis yaitu sistem komunikasi yaitu dalam bentuk kabel dan nirkabel.

Sistem komunikasi nirkabel menggunakan frekuensi radio atau gelombang

radio sebagai medium pembawa informasi atau lebih dikenal dengan

sistem komunikasi radio. Sistem komunikasi radio juga dapat diartikan

sebagai sistem komunikasi yang tidak menggunakan kawat dalam proses

perambatannya melainkan menggunakan udara atau ruang angkasa sebagai

pengantar.

Teknologi terbaru sistem komunikasi kapal di laut dinamakan

Automatic Identification System (AIS). Sistem ini menolong kapal untuk

mengatasi kesulitan dalam komunikasi, dalam hal tukar-menukar ID,

posisi, kecepatan dan data vital lainnya dengan kapal terdekat atau stasiun

pelabuhan melalui sistem transmitter responder standart. Pertukaran data

oleh AIS terjadi secara automatic dan sampai dengan jelas ke tujuan. AIS

akan membantu dengan jangkauan yang luas dalam menjamin keselamatan

pelayaran (Windyandari, 2011).

Konsep dari AIS ditemukan oleh seorang Swedis bernama Hakan

Lans yang ditemukan pertengahan tahun 1980 dengan teknik jeniusnya

yang spontan, diuumumkan sebagai alat komunikasi yang menggunakan

transmitter rensponder dalam jumlah banyak untuk mengirimkan data

dengan cepat melebihi channel radio melalui sinkronisasi data tranmisi

sesuai waktu standart yang telah ditentukan. AIS dirancang dalam operasi

meliputi :

1. Informasi dari kapal ke kapal untuk menghindari tabrakan.

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.unimar-amni.ac.id

18

2. Informasi tentang kapal dan muatan ketika memasuki daerah

pantai.

3. Alat pengatur lalu lintas yang diintegrasikan dengan (Vessel Traffic

System) (VTS).

AIS mempunyai peranan yang paling penting, dalam tukar-

menukar laporan data kapal. Pada proses ini kapal mentrasfer data

perlengkapan AIS kapal lain meggunakan gelombang VHF. Keunikannya,

proses ini berlangsung independen antar kapal tanpa menggunakan stasiun

transmisi. Adapun informasi yang disampaikan oleh AIS ini adalah :

1. Data statistik : nomor IMO, tipe kapal, panjang kapal, lokasi dari

posisi antena di kapal.

2. Data (dynamic) : posisi kapal sesuai indikasi yang akurat, waktu

pada UTC, (speed overground), status navigasi, laju gerakan kapal.

3. Data pelayaran yang terkait : tinggi sarat kapal, (type cargo

hazard), ETA.

Dengan adanya peraturan yang ditetapkan dalam IMO, seperti

contohnya penerapan AIS diatas diharapkan perkembangan system

komunikasi untuk kapal semakin pesat seiring dengan berkembangnya

teknologi sehingga dapat mengurangi angka kecelakaan di laut. Tingkat

keberhasilan Sistem Komunikasi dalam pelayaran dapat dilihat apabila

sudah terlaksannya system AIS yang berfungsi sebagai :

1. Sebagai perberi informasi otomatis identitas kapal, posisi,

kecepatan, status navigasi, dan segala sesuatu yang berkaitan

dengan keselamatan pelayaran.

2. Menerima informasi secar otomatis dari sesame kapal.

3. Monitoring kapal.

4. Pertukaran data sesuai aktivitas pelabuhan.

2.1.4 ISM Code

International Safety Management Code / ISM Code diartikan

sebagai peraturan manajemen keselamatan internasional untuk keamanan

maupun keselamtan pengoperasian kapal dan pencegahan pencemaran

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.unimar-amni.ac.id

19

yang ditetapkan oleh Dewan Keselamatan Maritim International Maritime

Organization / IMO yang masih dimungkinkan untuk diamandemen.

Tujuan diselenggarakannya International Safety Management /

ISM Code adalah sebagai berikut :

1. Menjamin keselamatan di laut, mencegah kecelakaan dan

hilangnya jiwa manusia serta menghindari terjadinya kerusakan

lingkungan laut.

2. Membentuk dan membiasakan sikap peduli dan bertanggung jawab

terhadap terwujudnya fungsi keselamatan kapal dan pencegahan

pencemaran.

3. Meningkatkan efisiensi, efektivitas, kehandalan dan kinerja

perusahaan serta kapal, khususnya pada aspek keselamatan

pengoperasian kapal dan pencegahan pencemaran (Suwestian, dkk,

2015).

Patayang dan Lia (SEBATIK 2621-069X) menyebutkan bahwa

Elemen – Elemen ISM Code adalah :

1. Umum

Pengenalan secara umum terhadap definisi, sasaran, dan penerapan

ISM Code.

2. Kebijakan Keselamatan dan Perlindungan Lingkungan

Perusahaan harus mendokumentasikan kebijakan tentang

keselamatan dan pencegahan pencemaran dan memastikan bahwa

setiap personil di perusahaannya mengetahui tentang hal tersebut

dan menjalankannya.

3. Tanggung Jawab dan Wewenang Perusahaan

Perusahaan harus mempunyai personil di kantor maupun di kapal

dalam jumlah yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan

perusahaan, dengan tanggung jawab dan wewenang yang telah

didefinisikan dengan jelas.

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.unimar-amni.ac.id

20

4. Designated Person Ashore (DPA)

Perusahaan harus menunjuk personil di kantor yang bertanggung

jawab untuk memonitor semua hal yang berkaitan dengan

keselamatan kapal.

5. Tanggung Jawab dan Wewenang Nahkoda

Nahkoda bertanggung jawab untuk membuat sistem yang tela

ditetapkan berjalan di kapal, membantu awak kapal dalam

menjalankan sistem tersebut, dan memberikan instruksi/panduan

bagi ABK jika diperlukan.

6. Sumber Daya dan Tenaga Kerja

Perusahaan harus mempekerjakan personil yang tepat sesuai

jabatan yang dibutuhkan di kantor dan di kapal, dan memastikan

bahwa semua personil mengetahui tanggung jawab, dan

wewenangnya.

7. Pengembangan Rencana Pengoperasian Kapal

Perusahaan harus membuat rencana untuk melakukan pekerjaan di

atas kapal dan arus menjalankan apa yang telah direncanakan

tersebut.

8. Kesiapan Menghadapi Keadaan Darurat

Perusahaan harus mempersiapkan cara untuk menghadapi keadaan

darurat yang dapat terjadi sewaktu – waktu. Perusahaan harus

mengembangkan rencana untuk merespon keadaan darurat di kapal

dan melatih semua personil.

9. Pelaporan dan Analisa Ketidaksesuaian

Kecelakaan dan kejadian berbahaya. Hal baik tentang sistem ini

adalah memberikan jalan bagi kita semua untuk memperbaiki dan

meningkatkan sistem tersebut. Ketika menemukan hal yang salah

makan dilaporkan dan dianalisis.

10. Pemeliharaan kapal dan perlengkapannya

Seluruh perlengkapan kapal harus dipelihara agar selalu dalam

kondisi yang baik.

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.unimar-amni.ac.id

21

11. Dokumentasi

Sistem kerja manajemen keselamatan selalu didokumentasikan

secara tertulis dan dikontrol pendistribusiannya. Dokumen penting

harus tersedia di kantor dan di kapal.

12. Verifikasi, Tinjauan, dan Evaluasi Perusahaan

Perusahaan harus mempunyai metode internal sendiri untuk

memastikan bahwa sistem yang ada bekerja seperti yang

diharapkan dan selalu ditingkatkan.

13. Setifikasi dan Verifikasi

Flag administration atau organisasi yang ditunjuk oleh flag

administration adalah yang berhak mengeluarkan sertifikat dan

menunjuk auditor.

Nurhasanah, dkk dalam Kajian Multi Disiplin Ilmu untuk

Mewujudkan Poros Maritim dalam Pembangunan Ekonomi Berbasis

Kesejahteraan Rakyat menyebutkan bahwa tujuan ISM Code diterapkan

dalam suatu perusahaan ialah :

1. Menjamin keselamatan kapal dan awak kapalnya

2. Mencegah timbulnya kecelakaan dan korban jiwa diatas kapal.

3. Mencegah terjadinya pencemaran lingkungan kerusakan

lingkungan dan kehilangan harta benda .

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu adalah salah satu acuan dalam melakukan

penelitian yang dilakukan. Beberapa jurnal terkait dengan penelitian yang

dilakukan :

2.2.1 Rujukan Jurnal Penelitian Santosa dan Sinaga (2019)

Pada tabel 2.1 dijelaskan secara singkat jurnal penelitian terdahulu

yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian ini

berfokus pada masalah variabel Keselamatan Pelayaran.

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.unimar-amni.ac.id

22

Tabel 2.1 Penelitian Untuk Variabel Keselamatan Pelayaran

Penelitian Agus Santosa dan Erwin Alexander Sinaga, Jurnal Saintek

Maritim, Vol 20 No. 1, September (2019)

Judul Peran Tanggung Jawab Nakhoda Dan Syahbandar

Terhadap Keselamatan Pelayaran Melalui Pemanfaatan

Sarana Bantu Navigasi Di Pelabuhan Tanjung Emas

Semarang

Variabel dan

Indikator

Variabel Dependen (Y) :

Keselamatan Pelayaran

Indikator :

a. Keamanan Alur Pelayaran

b. Keamanan Perairan

c. Kelancaran Lalu Lintas Kapal

Variabel Independen (X) :

Tanggungjawab Nakhoda (X1)

Peran Syahandarr (X2)

Pemanfaatan Sarana Bantu Navigasi (X3)

Metode

Analisis Data

Metode Penelitian Survey

Hasil

Penelitian

Berdasarkan perhitungan dengan program SPSS,

persamaan regresi dalam penelitian ini diperoleh:

Y = 0,923 + 0,222X1 + 0,341X2 + 0,372X3 + μ

Persamaan regresi tersebut dapat dijelaskan sebagai

berikut :

1. Konstanta 0,923 menyatakan bahwa jika variabel

independen (Tanggung Jawab Nakhoda, Peran

Syahbandar, Pemanfaatan Sarana Bantu

Navigasi) serta variabel terikat) dianggap

konstan , maka Faktor Keselamatan pelayaran

tetap dan tidak berubah nilainya sebesar 0,923.

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.unimar-amni.ac.id

23

2. Koefesien regresi Tanggung Jawab Nakhoda

(X1) sebesar 0,222 artinya jika variabel

independen lain nilainya tetap dan Tanggung

Jawab Nakhoda ditingkatkan sebesar 1 satuan,

maka variabel Faktor Keselamatan pelayaran (Y)

mengalami peningkatan sebesar 0,222 satuan.

3. Koefesien regresi, Peran Syahbandar (X2)

sebesar 0,341 artinya jika variabel independen

lain nilainya tetap dan Peran Syahbandar

ditingkatkan sebesar 1 satuan, maka variabel

Faktor Keselamatan pelayaran (Y) mengalami

peningkatan sebesar 0,341 satuan.

4. Koefesien regresi Pemanfaatan Sarana Bantu

Navigasi (X3) sebesar 0,372 artinya jika variabel

independen lain nilainya tetap dan Pemanfaatan

Sarana Bantu Navigasi ditingkatkan sebesar 1

satuan, maka variabel Keselamatan pelayaran (Y)

mengalami peningkatan sebesar 0,372 satuan.

Berdasarkan analisis tersebut, dapat dijelaskan adanya

pengaruh atau keeratan hubungan antara variabel

independen (Tanggung Jawab Nakhoda, Peran Syahbandar,

Pemanfaatan Sarana Bantu Navigasi) terhadap variabel

dependen Keselamatan pelayaran.

Hubungan

Dengan

Penelitian

Dari kesimpulan jurnal terdahulu terdapat variable

yang sama dan berkaitan erat dengan penelitian penulis

yaitu variable Keselamatan Pelayaran.

2.2.2 Rujukan Jurnal Penelitian Nur Karim, dkk. (hal. 1039-1047)

Pada tabel 2.2 dijelaskan secara singkat jurnal penelitian terdahulu

yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian ini

berfokus pada variabel Kelaiklautan Kapal.

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.unimar-amni.ac.id

24

Tabel 2.2 Penelitian Untuk Variabel Kelaiklautan Kapal

Penelitian Nur Karim, Abdullah Said, Wima Yudho Prasetyo, Jurnal

Administrasi Publik (JAP) Vol. 1 No. 5, Hal. 1039-1047.

Judul Dualisme Kebijakan Pelayaran dan Perikanan (Studi

Tentang Implementasi Kepmen. Perhubungan No. KM. 46

Th. 1996 tentang Sertifikasi Kelaiklautan Kapal Penangkap

Ikan dan PerMen Kelautan dan Perikanan No. 07 di PPP

Mayangan, Kota Probolinggo).

Variabel dan

Indikator

Variabel Dependen (Y) :

Surat Izin Berlayar

Variabel Independen (X) :

Kelaiklautan Kapal (X1)

Indikator :

a. Keselamatan Kapal

b. Pengawakan

c. Muatan

d. Kesejahteraan dan Kesehatan Anak Bauh Kapal

e. Status Kapal

f. Pencegahan Pencemaran Air Laut

Surat Laik Operasi (X2)

Tugas dan Wewenang (X3)

Metode

Analisis Data

Analisis Deskriptif dengan Pendekatan Kualitatif

Hasil

Penelitian

Berdasarkan Hasil Penelitian maka dapat disimpulkan :

1. Implementasi kebijakan Serifikasi Kelaiklautan

Kapal Penangkap Ikan dan Surat Laik Operasi Kapal

Perikanan yang ada di Pelabuhan Perikanan Pantai

(PPP) Mayangan Kota Probolinggo merupakan

bentuk sinergi antar kebijakan dan instansi yaitu

Departemen Perhubungan dan Departemen Kelautan

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.unimar-amni.ac.id

25

dan Perikanan dalam mengawasi kelaikan kapal

perikanan. Sertifikasi Kelaiklautan Kapal

Penangkap Ikan yang dikeluarkan oleh

Kesyahbandaran Pelabuhan Probolinggo di

bawah Departemen Perhubungan merupakan

salah satu persyaratan administrasi dalam

penerbitan Surat Laik Operasi (SLO) oleh

pengawas perikanan dan Surat Persetujuan

Berlayar (SPB) oleh Syahbandar Perikanan di

bawah Departemen Kelautan dan Perikanan

(DKP). Dilihat dari tujuan yang ingin dicapai dari

kedua kebijakan tersebut memiliki kesamaan

yaitu agar nelayan pada saat beroperasi di laut

lepas terjamin keselamatannya, dan tidak

merusak dan mencemari lingkungan maritim.

2. Apabila melihat keseluruhan tugas dan

kewenangan dari Departemen Per-hubungan dan

Departemen Kelautan dan Perikanan, memang

terjadi dualisme kebijakan dalam pelaksanaan

kelaikan kapal perikanan.

3. Dalam pelaksanaan pengawasan sertifikasi

kelaiklautan kapal penangkap ikan oleh Kantor

Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas

IV Probolinggo dan Surat Laik Operasi Kapal

Perikanan oleh Satuan Kerja Pengawasan

Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (Satker

PSDKP) Probolinggo, sudah memiliki petugas

yang berkualitas dan berkompeten di bidangnya.

4. Implementasi kebijakan Sertifikasi Kelaiklautan

Kapal Penangkap Ikan dan Surat Laik Operasi

Kapal Perikanan memiliki dampak terhadap para

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.unimar-amni.ac.id

26

pemilik kapal dan nelayan. Untuk dampak

terhadap pemilik kapal menyebabkan

bertambahnya pengeluaran oleh pemilik kapal

untuk biaya perijinan kelaikan kapal perikanan,

sedangkan untuk nelayan kurang maksimalnya

hasil tangkapan karena terkendala oleh masa

berlaku surat.

Hubungan

Dengan

Penelitian

Dari kesimpulan jurnal terdahulu terdapat variable

yang sama dan berkaitan erat dengan penelitian penulis

yaitu variable Kelaiklautan Kapal.

2.2.3 Rujukan Jurnal Penelitian Mudiyanto (2019)

Pada tabel 2.3 dijelaskan secara singkat jurnal penelitian terdahulu

yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian ini

berfokus pada masalah variabel Kelaiklautan Kapal.

Tabel 2.3 Penelitian Untuk Variabel Kelaiklautan Kapal

Penelitian Mudiyanto, Jurnal Saintek Maritim Vol. 20 No. 1,

September (2019)

Judul Analisis Kelaiklautan Kapal Terhadap Keselamatan

Pelayaran Dikapal Niaga (Study Kasus Pada Perusahaan

Pelayaran Kapal Penumpang di Surabaya)

Variabel dan

Indikator

Variabel Dependen (Y) :

Keselamatan Pelayaran

Variabel Independen (X) :

Kelaiklautan Kapal

Dimensi :

1. Pengawakan Kapal (X1)

Indikator :

a. Hak dan Kewajiban Awak Kapal

b. Persyaratan Awak Kapal

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.unimar-amni.ac.id

27

2. Garis Muat Kapal dan Pemuatan (X2)

Indikator :

a. Penetapan Garis Muat

b. Tata Cara Pemadatan Muatan

Metode

Analisis Data

Metode Eksplanasi / hubungan dengan menggunakan

pendekatan kuantitatif.

Hasil

Penelitian

Berdasarkan perhitungan dengan program SPSS,

persamaan regresi dalam penelitian ini diperoleh:

Y = 0,963 + 0,279 X1 + 0,692 X2

Hasil pengolahan data diperoleh nilai R berganda

sebesar 0,937 Koefisien korelasi berganda tersebut

menunjukkan bahwa antara variable analisis kelaiklautan

kapal memiliki hubungan yang sangat kuat terhadap

variabel keselamatan pelayaran, Koefisien determinasi

ditunjukkan oleh Nilai R sebesar 0,937 berarti variable X1

& X2 mempunyai tingkat hubungan kuat terhadap variable

terikat Y. & nilai R Square, yaitu sebesar 0,878,artinya

sumbangan efektif yang diberikan oleh variabel X1 & X2

terhadap variabel terikat Y adalah sebesar 87,8%.

Sebuah kapal dianggap laik laut salah satunya telah

memenuhi persyaratan pengawakan kapal dan garis muat

kapal. Artinya hasil dari penelitian garis muat kapal yang

paling dominan sebesar 0,692 yang mempengaruhi

keselamatan pelayaran.

Dari uji F kesiapan sumber analisis kelaiklautan kapal

secara simultan berpengaruh terhadap keselamatan

pelayaran, sehingga hipotesis yang menyatakan ada

pengaruh secara simultan antara variabel peranan analisis

kelaiklautan kapal secara simultan berpengaruh terhadap

keselamatan pelayaran. Dari uji t pengawakan kapal

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.unimar-amni.ac.id

28

berpengaruh signifikan terhadap keselamatan pelayaran

(Ho ditolak), karena nilai thitung (=2,097) > ttabel

(=1,9818garis muat berpengaruh signifikan terhadap

keselamatan pelayaran (Ho ditolak), karena nilai thitung

(=5,587) > ttabel (=1,9818).

Implikasi dari penelitian ini adalah kelaiklautan di atas

kapal harus ditingkatkan untuk menunjang keselamatan

pelayaran.

Hubungan

Dengan

Penelitian

Dari kesimpulan jurnal terdahulu terdapat variable

yang sama dan berkaitan erat dengan penelitian penulis

yaitu variable Kelaiklautan Kapal.

2.2.4 Rujukan Jurnal Penelitian Aulia Windyandari (2011)

Pada tabel 2.4 dijelaskan secara singkat jurnal penelitian terdahulu

yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian ini

berfokus pada masalah variabel Sistem Komunikasi.

Tabel 2.4 Penelitian Untuk Variabel Sistem Komunikasi

Penelitian Aulia Windyandari, Jurnal TEKNIK, Vol. 32 No. 1. ISSN

0852-1697

Judul Tantangan Sistem Komunikasi Laut Di Indonesia Sebagai

Faktor Pendukung Keselamatan Pelayaran

Variabel dan

Indikator

Variabel Dependen (Y) :

Keselamatan Pelayaran

Variabel Independen (X) :

Sistem Komunikasi (X1)

Indikator :

a. Sebagai perberi informasi otomatis identitas

kapal, posisi, kecepatan, status navigasi, dan

segala sesuatu yang berkaitan dengan

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.unimar-amni.ac.id

29

keselamatan pelayaran.

b. Monitoring kapal

c. Pertukaran data sesuai aktivitas pelabuhan

Metode

Analisis Data

Metode Observasi dan Wawancara

Hasil

Penelitian

Perkembangan sistem komunikasi untuk kapal di

Indonesia perlu dlakukan peningkatan mengingat semakin

meningkatnya angka kecelakaan kapal di laut maupun di

pelabuhan. Adanya automatisasi system komunikasi harus

ditetapkan dengan peraturan IMO maupun SOLAS yang

berlaku internasional. Salah satu penemuan sistem

komunikasi di kapal adalah AIS (Automatic Identification

System) yang telah distandarisasi IMO dapat diaplikasikan

pada kapal-kapal Indonesia. Penelitian lebih lanjut

mengenai sistem Komunikasi kapal perlu ditingkatkan

untuk menunjang keselamatan dalam pelayaran.

Hubungan

Dengan

Penelitian

Dari kesimpulan jurnal terdahulu terdapat variable

yang sama dan berkaitan erat dengan penelitian penulis

yaitu variable Sistem Komunikasi.

2.2.5 Rujukan Jurnal Penelitian Nina Nurhasanah, dkk.

Pada tabel 2.5 dijelaskan secara singkat jurnal penelitian terdahulu

yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian ini

berfokus pada masalah variabel ISM Code.

Tabel 2.5 Penelitian Untuk Variabel ISM Code

Penelitian Nina Nurhasanah, Asmar Joni, Nur Shabrina, Kajian Multi

Disiplin Ilmu untuk Mewujudkan Poros Maritim dalam

Pembangunan Ekonomi Berbasis Kesejahteraan Rakyat

ISBN: 978-979-3649-81-8

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.unimar-amni.ac.id

30

Judul Persepsi Crew Dan Manajemen Dalam Penerapan ISM

Code Bagi Keselamatan Pelayaran Dan Perlindungan

Lingkungan Laut

Variabel dan

Indikator

Variabel Dependen (Y) :

Keselamatan Pelayaran

Variabel Independen (X) :

Crew Kapal (X1)

ISM Code (X2)

Indikator :

a. Menjamin keselamatan kapal dan awak kapalnya

b. Mencegah timbulnya kecelakaan dan korban

jiwa diatas kapal

c. Mencegah terjadinya pencemaran lingkungan,

kerusakan lingkungan dan kehilangan harta

benda.

Metode

Analisis Data

Metode Penelitian Studi Kasus dan Metode Penelitian

Deskriptif.

Hasil

Penelitian

Berdasarkan Penelitian Studi Kasus dan Metode

Penelitian Deskriptif maka dapat disimpulkan :

1. ISM Code merupakan produk dari IMO

(International Maritime Organization) yang

akhirnya diadopsi oleh SOLAS pada tahun 1994

(Safety of Life at Sea). ISM Code merupakan

standard Sistem Manajemen Keselamatan untuk

pengoperasian kapal secara aman dan untuk

pencegahan pencemaran di laut. Intinya ISM

Code ini bertujuan untuk menjamin keselamatan

di laut, mencegah kecelakaan atau kematian, dan

juga mencegah kerusakan pada lingkungan dan

kapal.

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.unimar-amni.ac.id

31

2. Sistem pada IMS Code harus disetujui oleh Flag

Administration (Pemerintah suatu negara yang

benderanya digunakan oleh kapal yang

bersangkutan) atau suatu badan yang ditunjuk

oleh Flag Administration, kemudian sertifikat

dikeluarkan. Sebelum perusahaan dan kapalnya

dioperasikan keduanya harus disertifikasikan

terhadap ISM Code. Sertifikat ISM Code dapat

diartikan sebagai suatu lisensi untuk menjadi

Ship Operator.

3. Pada manajemen kapal, seharusnya secara

periodic melakukan pelatihan terhadap

penanggulangan dan pencegahan gangguan

keselamatan terhadap aktivitas pelayaran dari

Perusahaan Pelayaran yang bersangkutan. Untuk

menanggulangi dan mencegah keselamatan,

Perusahaan Pelayaran harus memiliki fasilitas

dan peralatan sesuai dengan ketentuan ISM

Code.

Hubungan

Dengan

Penelitian

Dari kesimpulan jurnal terdahulu terdapat variable

yang sama dan berkaitan erat dengan penelitian penulis

yaitu variable ISM Code.

Pada umumnya penelitian terdahulu menggunakan beberapa

variabel yang berbeda, yaitu Kelaiklautan Kapal, Sistem Komunikasi, dan

ISM Code yang berpengaruh pada Keselamatan Pelayaran. Disetiap

penelitian terhahulu, peneliti mengambil satu variabel dan dikembangkan

pada penelitian ini dengan tempat dan sasaran responden yang berbeda.

Berharap dengan pengembangan penelitian ini terdapat perbedaan hasil

dimana beberapa variabel yang digunakan dapat saling mempengaruhi

serta menghasilkan kesimpulan yang baik dan bermanfaat.

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.unimar-amni.ac.id

32

2.3 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan

masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan

dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban

yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan

pada fakta – fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi

Hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan

masalah penelitian, belum jawaban yang empirik (Sugiyono, 2016).

Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

H1 : Diguga Kelaiklautan Kapal berpengaruh positif dan signifikan

terhadap Keselamatan Pelayaran .

H2 : Diduga Sistem Komunikasi berpengaruh positif dan signifikan

terhadap Keselamatan Pelayaran

H3 : Diduga ISM Code berpengaruh positif dan signifikan terhadap

Keselamatan Pelayaran

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.unimar-amni.ac.id

33

2.4 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan landasan teori mengenai Kelaiklautan Kapal, Sistem

Komunikasi, dan ISM Code maka kerangka pemikiran teoritis yang

mendasari penelitian ini, sebagai berikut :

H1

H2

H3

Keterangan Gambar :

= Pengaruh = Indikator

= Pengukur = Variabel

H = Hipotesis

Gambar : 2.1

Kerangka Pemikiran

Kelaiklautan

Kapal

(X1)

Sistem

Komunikasi

(X2)

ISM Code

(X3)

Keselamatan

Pelayaran

(Y)

X1.1

X1.2

X1.3

X2.1

X2.2

X2.3

X3.1

X3.2

X3.3

Y1

Y2

Y3

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.unimar-amni.ac.id

34

Variabel dalam penelitian ini meliputi Kelaiklautan Kapal, Sistem

Komunikasi, dan ISM Code yang berpengaruh terhadap Keselamatan

Pelayaran.

1. Keselamatan Pelayaran (Y) Santosa dan Sinaga (2019)

Indikator-indikator Keselamatan Pelayaran antara lain :

Y1 Keamanan Alur Pelayaran

Y2 Keamanan Perairan

Y3 Kelancaran Lalu Lintas Kapal

2. Kelaiklautan Kapal (X1) Karim, Nur, dkk (Hal. 1039-1047)

Indikator-indikator Kelaiklautan Kapal antara lain :

X1.1 Muatan

X1.2 Pengawakan

X1.3 Status Kapal

3. Sistem Komunikasi (X2) Windyandari, Aulia (2011)

Indikator-indikator Sistem Komunikasi antara lain :

X2.1 Sebagai pemberi informasi

X2.2 Monitoring kapal

X2.3 Pertukaran data sesuai aktivitas

4. ISM Code (X3) Nurhasanah, Nina, dkk (ISBN: 978-979-3649-81-

8)

Indikator-indikator ISM Code antara lain :

X3.1 Menjamin Keselamatan Kapal dan Awak Kapal

X3.2 Mencegah Timbulnya Kecelakaan dan Korban Jiwa Diatas

Kapal

X3.3 Mencegah Terjadinya Pencemaran Lingkungan dan

Kehilangan Harta Benda

Page 26: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.unimar-amni.ac.id

35

2.5 Alur Penelitian

NO

YES

Gambar 2.2

Alur Penelitian

Latar Belakang Masalah

Landasan Teori

Metodologi Penelitian

Pengumpulan Data

Analisa Data

Implikasi Manajerial

Kesimpulan dan Saran

Kelaiklautan Kapal

(X1)

Sistem Komunikasi

(X1)

ISM Code

(X3)

Keselamatan

Pelayaran (Y)

Pengolaha

n Data