BAB 2 managemen ugd

46
BAB II II.1 KONSEP MANAJEMEN KEPERAWATAN II.1.1 Defenisi Manajemen keperawatan merupakan suatu bentuk koordinasi dan integrasi sumber-sumber keperawatan dengan menerapkan proses manajemen untuk mencapai tujuan dan obyektifitas asuhan keperawatan dan pelayanan keperawatan (Huber, 2000). Kelly dan Heidental (2004) menyatakan bahwa manajemen keperawatan dapat didefenisikan sebagai suatu proses dari perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengawasan untuk mencapai tujuan. Proses manajemen dibagi menjadi lima tahap yaitu perencanaan, pengorganisasian, kepersonaliaan, pengarahan dan pengendalian (Marquis dan Huston, 2010). Swanburg (2000) menyatakan bahwa manajemen keperawatan adalah kelompok dari perawat manajer yang mengatur organisasi dan usaha keperawatan yang pada akhirnya manajemen keperawatan menjadi proses dimana perawat manajer menjalankan profesi mereka. Manajemen keperawatan memahami dan memfasilitasi pekerjaan perawat pelaksana serta mengelola kegiatan keperawatan. Suyanto (2009) menyatakan bahwa lingkup manajemen keperawatan adalah manajemen pelayanan kesehatan dan manajemen asuhan keperawatan. Manajemen pelayanan keperawatan adalah pelayanan di rumah sakit

description

keperawatan maajemen

Transcript of BAB 2 managemen ugd

BAB II

II.1 KONSEP MANAJEMEN KEPERAWATAN

II.1.1 Defenisi

Manajemen keperawatan merupakan suatu bentuk koordinasi dan integrasi

sumber-sumber keperawatan dengan menerapkan proses manajemen untuk

mencapai tujuan dan obyektifitas asuhan keperawatan dan pelayanan keperawatan

(Huber, 2000). Kelly dan Heidental (2004) menyatakan bahwa manajemen

keperawatan dapat didefenisikan sebagai suatu proses dari perencanaan,

pengorganisasian, kepemimpinan dan pengawasan untuk mencapai tujuan. Proses

manajemen dibagi menjadi lima tahap yaitu perencanaan, pengorganisasian,

kepersonaliaan, pengarahan dan pengendalian (Marquis dan Huston, 2010).

Swanburg (2000) menyatakan bahwa manajemen keperawatan adalah kelompok

dari perawat manajer yang mengatur organisasi dan usaha keperawatan yang pada

akhirnya manajemen keperawatan menjadi proses dimana perawat manajer

menjalankan profesi mereka.

Manajemen keperawatan memahami dan memfasilitasi pekerjaan perawat

pelaksana serta mengelola kegiatan keperawatan. Suyanto (2009) menyatakan

bahwa lingkup manajemen keperawatan adalah manajemen pelayanan kesehatan

dan manajemen asuhan keperawatan. Manajemen pelayanan keperawatan adalah

pelayanan di rumah sakit yang dikelola oleh bidang perawatan melalui tiga

tingkatan manajerial yaitu manajemen puncak (kepala bidang keperawatan),

manajemen menegah (kepala unit pelayanan atau supervisor), dan manajemen

bawah (kepala ruang perawatan). Keberhasilan pelayanan keperawatan sangat

dipengaruhi oleh manajer keperawatan melaksanakan peran dan fungsinya.

Manajemen keperawatan adalah proses kerja setiap perawat untuk

memberikan pengobatan dan kenyamanan terhadap pasien. Tugas manager

keperawatan adalah merencanakan, mengatur, mengarahkan dan mengawasi

keuangan yang ada, peralatan dan sumber daya manusia untuk memberikan

pengobatan yang efektif dan ekonomis kepada pasien (Gillies, 2000).

II.1.2 Prinsip-Prinsip Manajemen Keperawatan

Seorang manajer keperawatan melaksanakan manajemen keperawatan

untuk memberikan perawatan kepada pasien. Swanburg (2000) menyatakan

bahwa prinsip-prinsip manajemen keperawatan sebagai berikut:

1. Manajemen keperawatan adalah perencanaan.

2. Manajemen keperawatan adalah penggunaan waktu yang efektif.

3. Manajemen keperawatan adalah pembuatan keputusan.

4. Pemenuhan kebutuhan asuhan keperawatan pasien adalah urusan manajer

perawat.

5. Manajemen keperawatan adalah suatu perumusan dan pencapaian tujuan

sosial.

6. Manajemen keperawatan adalah pengorganisasian.

7. Manajemen keperawatan merupakan suatu fungsi, posisi atau tingkat

sosial, disiplin, dan bidang studi.

8. Manajemen keperawatan bagian aktif dari divisi keperawatan, dari

lembaga, dan lembaga dimana organisasi itu berfungsi.

9. Budaya organisasi mencerminkan nilai-nilai kepercayaan.

10. Manajemen keperawatan mengarahkan dan pemimpin.

11. Manajemen keperawatan memotivasi.

12. Manajemen keperawatan merupakan komunikasi efektif.

13. Manajemen keperawatan adalah pengendalian atau pengevaluasian.

II.1.3 Fungsi-Fungsi Manajemen Keperawatan

Manajemen memerlukan peran orang yang terlibat di dalamnya untuk

menyikapi posisi masing-masing sehingga diperlukan fungsi-fungsi yang jelas

mengenai manajemen (Suarli dan Bahtiar, 2009). Fungsi manajemen pertama

sekali diidentifikasi oleh Henri Fayol (1925) yaitu perencaanaan, organisasi,

perintah, koordinasi, dan pengendalian. Luther Gulick (1937) memperluas fungsi

manajemen fayol menjadi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),

personalia (staffing), pengarahan (directing), pengkoordinasian (coordinating),

pelaporan (reporting), dan pembiayaan (budgeting) yang disingkat menjadi

POSDCORB. Akhirnya, fungsi manajemen ini merujuk pada fungsi sebagai

proses manajemen yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan,

pengarahan, pengawasan (Marquis dan Huston, 2010). Fungsi manajemen

menurut G.R. Terry adalah planning, organizing, actuating, dan controlling,

sedangkan menurut S.P. Siagian fungsi manajemen terdiri dari planning,

organizing, motivating, dan controlling (Suarli dan Bahtiar, 2009).

II.1.4 Perencanaan Kegiatan Keperawatan

Perencanaan merupakan fungsi dasar dari manajemen. Perencanaan adalah

koordinasi dan integrasi sumber daya keperawatan dengan menerapkan proses

manajemen untuk mencapai asuhan keperawatan dan tujuan layanan keperawatan

(Huber, 2000). Perencanaan adalah usaha sadar dan pengambilan keputusan yang

diperhitungkan secara matang tentang hal-hal yang akan dikerjakan dimasa yang

akan datang oleh suatu organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan

(Siagian, 1992). Suarli dan Bahtiar (2009) menyatakan bahwa perencanaan adalah

suatu keputusan dimasa yang akan datang tentang apa, siapa, kapan, dimana,

berapa, dan bagaimana yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu yang

dapat ditinjau dari proses, fungsi dan keputusan. Perencanaan memberikan

informasi untuk mengkoordinasikan pekerjaan secara akurat dan efektif

(Swanburg, 2000).

Perencanaan yang adekuat dan efektif akan mendorong pengelolaan sumber

yang ada dimana kepala ruangan harus mengidentifikasi tujuan jangka panjang

dan tujuan jangka pendek serta melakukan perubahan (Marquis dan Huston,

2010). Suarli dan bahtiar (2009) menyatakan bahwa perencanaan sangat penting

karena mengurangi ketidakpastian dimasa yang akan datang, memusatkan

perhatian pada setiap unit yang terlibat, membuat kegiatan yang lebih ekonomis,

memungkinkan dilakukannya pengawasan.

Fungsi perencanaan pelayanan dan asuhan keperawatan dilaksanakan oleh

kepala ruang. Swanburg (2000) menyatakan bahwa dalam keperawatan,

perencanaan membantu untuk menjamin bahwa klien akan menerima pelayanan

keperawatan yang mereka inginkan. Perencanaan kegiatan keperawatan di ruang

rawat inap akan memberi petunjuk dan mempermudah pelaksanaan suatu kegiatan

untuk mencapai tujuan pelayanan dan asuhan keperawatan kepada klien.

Perencanaan di ruang rawat inap melibatkan seluruh personil mulai dari perawat

pelaksana, ketua tim dan kepala ruang. Tanpa perencanaan yang adekuat, proses

manajemen pelayanan kesehatan akan gagal (Marquis dan Huston, 2010).

1. Pendekatan Perencanaan

a. Perencanaan inside-out dan perencanaan outside-in

b. Perencanaan top-down dan perencanaan bottom-up

c. Perencanaan contingency

2. Dasar – Dasar Perencanaan yang Baik

a. Forecasting

b. Penggunaan skenario

c. Benchmarking

d. Partisipasi dan keterlibatan

e. Penggunaan staf perencana

II.1.4.1 Memandang Proses Perencanaan Sebagai Suatu Rangkaian

Kegiatan Yang Harus Dijawab Dengan Memuaskan ( 5 W + 1 H ) Yaitu :

1. “What” atau apa kegiatan-kegiatan yang harus dijalankan dalam rangka

pencapaian tujuan yang telah ditetapkan ?

2. “Who” atau siapa yang akan menjalankan kegiatan-kegiatan tersebut ?

3. “Where” atau dimana kegiatan-kegiatan tersebut hendak dilaksanakan ?

4. “When” atau kapan kegiatan tersebut akan dilaksanakan ?

5. “Why” atau mengapa kegiatan tersebut perlu dilaksanakan?

6. “How” atau bagaimana cara melaksanakan kegiatan tersebut ?

II.1.4.2 Langkah- Langkah Perencanaan

1. Pengumpulan data

2. Analisa lingkungan (Analisa SWOT : S = Strength, W = Weakness, O =

Opportunities, T = Threaths)

3. Pengorganisasian data: pilih data yang mendukung dan menghambat

4. Menetapkan dan memprioritaskan masalah.

II.1.4.3 Memandang Proses Perencanaan Sebagai Suatu Masalah Yang

Harus Diselesaikan Dengan Menggunakan Langkah-Langkah

Berikut :

1. Mengetahui sifat hakiki dari masalah yang dihadapi.

2. Mengumpulkan data-data yang akurat sebelum menyusun rencana.

3. Menganalisa dan menginterpretasi data yang telah terkumpul

4. Menetapkan beberapa alternatif penyelesaian masalah.

5. Memilih cara yang terbaik untukmenyelesaikan masalah

6. Melaksanakan rencana yang telah disusun

7. Menilai hasil yang telah dicapai

II.1.4.4 Tujuan Perencanaan

1. Meningkatkan pencapaian tujuan dan kesuksesan yang difokuskan pada

hasil bukan pelaksanaan.

2. Menuntut kita untuk berpikir kritis dan mengevaluasi alternative-alternatif

yang bisa mengembangkan atau mengubah keputusan.

3. Membentuk suatu struktur untuk pengambilan keputusan yang konsisten

sesuai dengan tujuan organisasi .

4. Mengajak atau menggerakan orang-orang untuk bekerja atau bertindak aktif

daripada bersikap reaktif.

5. Mengatur kegiatan hari-perhari atau kegiatan jangka pangjang yang

terfokus.

II.1.4.5 Karakteristik Perencanaan

1. Proses Pembuatan Rencana

a. Menetapkan tujuan

b. Observasi dan analisa lingkungan

c. Menganalisa kemungkinan-kemungkinan

d. Membuat sintesa

2. Bentuk-Bentuk Perencanaan

a. Rencana Global (Global Plan)

b. Rencana Strategik (Strategic Plan)

c. Rencana Operasional (Operational Plan)

3. Jenis Perencanaan Berdasarkan Waktu :

a. Perencanaan Jangka Panjang (10-25 th)

b. Perencanaan Jangka Menengah ( 5-10 th)

c. Perencanaan Jangka Pendek ( 1-5 th)

II.1.5 Pengorganisasian Keperawatan

Pengorganisasian dilakukan setelah perencanaan. Pengorganisasian adalah

langkah untuk menetapkan, menggolongkan dan mengatur berbagai macam

kegiatan, menetapkan tugas pokok dan wewenang serta pendelegasian wewenang

oleh pimpinan kepada staf dalam rangka mencapai tujuan (Muninjaya, 2004).

Huber (2000) menyatakan bahwa pengorganisasian adalah memobilisasi sumber

daya manusia dan material dari lembaga untuk mencapai tujuan organisasi, dapat

juga untuk mengidentifikasi antara hubungan yang satu dengan yang lain.

Pengorganisasian dapat dilihat secara statis dan dinamis. Secara statis merupakan

wadah kegiatan sekelompok orang untuk mencapai tujuan, sedangkan secara

dinamis merupakan suatu aktivitas dari tata hubungan kerja yang teratur dan

sistematis untuk mencapai tujuan tertentu (Suarli dan Bahtiar, 2009).

Manfaat pengorganisasian untuk penjabaran secara terinci semua pekerjaan

yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan, pembagian beban kerja sesuai

dengan kemampuan perorangan/kelompok, dan mengatur mekanisme kerja antar

masing-masing anggota kelompok untuk hubungan dan koordinasi (Huber, 2000).

Marquis dan Huston (2010) menyatakan bahwa pada pengorganisasian hubungan

ditetapkan, prosedur diuraikan, perlengkapan disiapkan, dan tugas diberikan.

Prinsip-prinsip organisasi saling ketergantungan dan dinamis. Kepala ruangan

dapat menciptakan lingkungan yang meransang dalam praktik keperawatan.

Prinsip-prinsip pengorganisasian menurut Swanburg (2000) adalah:

1. Prinsip rantai komando

Prinsip rantai komando menyatakan bahwa untuk memuaskan anggota efektif

secara ekonomi dan berhasil dalam mencapai tujuan. Komunikasi cenderung ke

bawah dan satu arah. Pada organisasi keperawatan, rantai komando ini datar,

dengan garis manajer dan staf teknis serta administrasi yang mendukung

perawat pelaksana.

2. Prinsip kesatuan komando

Prinsip kesatuan komando menyatakan bahwa seorang perawat pelaksana

mepunyai satu pemimpin dan satu rencana. Keperawatan primer dan

manajemen kasus mendukung prinsip prinsip kesatuan komando ini.

3. Prinsip rentang kontrol

Prinsip ini menyatakan bahwa setiap perawat harus dapat mengawasi secara

efektif dalam hal jumlah, fungsi, dan geografi. Pada prinsip ini, makin kurang

pengawasan yang diperlukan untuk perawat. Perawat harus memiliki lebih

banyak pengawasan untuk menghindari terjadinya kesalahan. Kepala ruangan

harus lebih banyak mengkoordinasikan.

4. Prinsip spesialisasi

Prinsip spesialisasi menyatakan bahwa setiap orang harus menampilkan satu

fungsi kepemimpinan tunggal, sehingga ada devisi kerja atau pembagian tugas

yang membentuk departement.

II.1.6 Ketenagaan Keperawatan

Pengaturan staf dan penjadwalan adalah komponen utama dalam

manajemen keperawatan. Swanburg (2000) menyatakan bahwa pengaturan staf

keperawatan merupakan proses yang teratur, sistematis, rasional diterapkan untuk

menentukan jumlah dan jenis personel keperawatan yang dibutuhkan untuk

memberikan asuhan keperawatan pada standar yang ditetapkan sebelumnya.

Manajer bertanggung jawab dalam mengatur sistem kepegawaian secara

keseluruhan (Gillies, 2000). Ketenagaan adalah kegiatan manajer keperawatan

untuk merekrut, memimpin, memberikan orientasi, dan meningkatkan

perkembangan individu untuk mencapai tujuan organisasi (Marquis dan Huston,

2010). Ketenagaan juga memastikan cukup atau tidaknya tenaga keperawatan

yang terdiri dari perawat yang profesional, terampil, dan kompeten. Kebutuhan

ketenagaan dimasa yang akan datang harus dapat diprediksi dan suatu rencana

harus disusun secara proaktif untuk memenuhi kebutuhan.

Manager harus merencanakan ketenagaan yang memadai untuk memenuhi

kebutuhan asupan pasien. Upaya harus dilakukan untuk menghindari kekurangan

dan kelebihan personalia saat ada fluktuasi jumlah dan akuitas pasien. Kebijakan

prosedur ketenagaan dan penjadwalan harus tertulis dan dikomunikasikan kepada

semua staf. Kebijakan dan penjadwalan tidak boleh melanggar undang-undang

ketenagakerjaan atau kontrak pekerja. Kebijakan ketenagaan harus yang ada harus

diteliti secara berkala untuk menentukan apakah memenuhi kebutuhan staf dan

organisasi. Upaya harus terus dilakukan agar dapat menggunakan metode

ketenagaan dengan inovatif dan kreatif (Marquis dan Huston, 2010).

II.1.6.1 Perencanaan Tenaga Keperawatan

1. Perencanaan tenaga atau “staffing” merupakan salah satu fungsi utama

seorang pimpinan organisasi termasuk organisasi keperawatan.

2. Keberhasilan suatu organisasi ditentukan oleh kualitas sumber daya

manusianya. Hal ini terkait erat dengan bagaimana seorang pimpinan

merencanakan ketenagaan di unit kerjanya.

II.1.6.2 Langkah-Langkah Perencanaan Tenaga Keperawatan (Gillies, 1989)

Meliputi :

1. Mengidentifikasi bentuk dan beban pelayanan keperawatan yang akan

diberikan.

2. Menentukan kategori perawat yang akan ditugaskan untuk melaksanakan

pelayanan keperawatan.

3. Menentukan jumlah masing-masingkategori perawat yang dibutuhkan.

4. Menerima dan menyaring untuk mengisi posisi yang ada.

5. Melakukan seleksi calon-calon yang ada.

6. Menentukan tenaga perawat sesuai dengan unit atau “Shiff”.

7. Memberikan tanggung jawab untuk melaksanakan tugaspelayanan

keperawatan.

II.1.7 Pengarahan Keperawatan

Pengarahan adalah fase kerja manajemen, dimana manajer berusaha

memotivasi, membina komunikasi, menangani konflik, kerja sama, dan negosiasi

(Marquis dan Huston, 2010). Pengarahan adalah fungsi manajemen yang

memantau dan menyesuaikan perencanaan, proses, dan sumber yang efektif dan

efisien mencapai tujuan (Huber, 2000). Pengarahan yang efektif akan

meningkatkan dukungan perawat untuk mencapai tujuan manajemen keperawatan

dan tujuan asuhan keperawatan (Swanburg, 2000). Motivasi sering disertakan

dengan kegiatan orang lain mengarahkan, bersamaan dengan komunikasi dan

kepemimpinan (Huber, 2006).

II.1.8 Pengendalian Keperawatan

Pengendalian adalah fungsi yang terus menerus dari manajemen

keperawatan yang terjadi selama perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan,

pengarahan (Swanburg, 2000). Pengendalian adalah pemantauan dan penyesuaian

rencana, proses, dan sumber daya yang secara efektif mencapai tujuan yang telah

ditetapkan (Huber, 2006). Selama fase pengendalian, kinerja diukur menggunakan

standar yang telah ditentukan dan tindakan diambil untuk mengoreksi

ketidakcocokan antara standar dan kinerja (Marquis dan Huston, 2010). Fungsi

pengawasan bertujuan agar penggunaan sunber daya lebih efisien dan staf dapat

lebih efektif untuk mencapai tujuan program (Muninjaya, 2004).

Prinsip pengawasan yang harus diperhatikan manager keperawatan dalam

menjalankan fungsi pengendalian (Muninjaya, 2004) adalah:

1. Pengawasan yang dilakukan harus dimengerti oleh staf dan hasilnya

mudah diukur

2. Pengawasan merupakan kegiatan penting dalam upaya mencapai tujuan

organisasi

3. Standar untuk kerja harus dijelaskan kepada semua staf.

II.1.9 Fungsi Perencanaan

Fungsi perencanaan manajemen keperawatan di ruang rawat inap yang

dilaksanakan oleh kepala ruangan melibatkan seluruh personil mulai dari perawat

pelaksana, ketua tim, dan kepala ruangan. Sebelum melakukan perencanaan

terlebih dahulu dianalisa dan dikaji sistem, strategi organisasi, sumber-sumber

organisasi, kemampuan yang ada, aktifitas spesifik dan prioritas (Swanburg,

2000). Kepala ruangan harus melibatkan seluruh individu dan unit organisasi

terkait perencanaan (Marquis dan Huston, 2010).

Perencanaan kepala ruang di ruang rawat inap meliputi perencanaan

kebutuhan tenaga dan penugasan tenaga, pengembangan tenaga, kebutuhan

logistik ruangan, program kendali mutu yang akan disusun untuk pencapaian

tujuan jangka pendek, menengah dan panjang. Disamping itu kepala ruang

merencanakan kegiatan di ruangan seperti pertemuan dengan staf pada permulaan

dan akhir minggu.Tujuan pertemuan adalah untuk menilai atau mengevaluasi

kegiatan perawat sudah sesuai dengan standar atau belum, sehingga dapat

dilakukan perubahan-perubahan atau pengembangan dari kegiatan tersebut

(Swanburg, 2000).

Unsur-unsur yang terlibat dalam perencanaan menurut Suarli dan Bahtiar (2009),

yaitu:

1. Meramalkan (forecasting), misalnya memperkirakan kecenderungan

masa depan (peluang dan tantangan).

2. Menetapkan tujuan (estabilishing objektive), menyusun acara yang

urutan kegiatannya menurut skala prioritas.

3. Menyusun jadwal pelaksanaan (scheduling), misalnya

menetapkan/memperhitungkan waktu dengan tepat.

4. Menyusun anggaran (budgeting), misalnya mengalokasikan sumber

yang tersedia (uang, alat, manusia) dengan memperhitungkan waktu

dengan tepat.

5. Mengembangkan prosedur, misalnya menentukan tata cara yang paling

tepat.

6. Menafsirkan dan menetapkan kebijakan (interpreting and estabilishing

policy), misalnya menafsirkan kebijakan atasan dan menetapkan

kebijakan operasional.

Peran kepemimpinan yang berhubungan dengan hierarki perencanaan menurut

Marquis dan Huston (2010), yaitu:

1. Mengkaji lingkungan eksternal dan internal.

2. Berpikir kreatif dan inovatif dalam perencanaan.

3. Mempengaruhi dan menginspirasi anggota agar aktif terlibat dalam

perencanaan jangka panjang.

4. Secara periodik melakukan klarifikasi nilai untuk meningkatkan kesadaran

diri.

5. Mengarahkan untuk mendengarkan aktif dan memberikan umpan balik.

6. Mengkomunikasikan tujuan organisasi kepada anggota.

7. Memotivasi anggota untuk terlibat aktif dalam mengambil keputusan.

8. Terbuka untuk ide baru dan berbagai ide.

9. Menjadi model peran dalam menetapkan metode perencanaan.

II.1.10 Fungsi Pengorganisasian

Kepala ruangan bertanggung jawab untuk mengorganisasi kegiatan

pelayanan dan asuhan keperawatan di ruang rawat inap (Swanburg, 2000)

meliputi :

1. Struktur organisasi

Struktur organisasi ruang rawat inap terdiri dari : struktur, bentuk dan

bagan. Berdasarkan keputusan Direktur rumah sakit dapat ditetapkan

struktur organisasi ruang rawat inap untuk menggambarkan pola hubungan

antar bagian atau staf atasan baik vertikal maupun horizontal. Juga dapat

dilihat posisi tiap bagian, wewenang dan tanggung jawab serta jalur

tanggung gugat. Bentuk organisasi disesuaikan dengan pengelompokan

kegiatan atau sistem penugasan.

2. Pengelompokam kegiatan

Setiap organisasi memiliki serangkaian tugas atau kegiatan yang harus

diselesaikan untuk mencapai tujuan. Kegiatan perlu dikumpulkan sesuai

dengan spesifikasi tertentu. Pengelompokan kegiatan dilakukan untuk

memudahkan pembagian tugas pada perawat sesuai dengan pengetahuan

dan keterampilan yang mereka miliki serta disesuaikan dengan kebutuhan

klien. Ini yang disebut dengan metoda penugasan keperawatan. Metoda

penugasan tersebut antara lain : metode fungsional, metode alokasi

klien/keperawatan total, metode tim keperawatan, metode keperawatan

primer, dan metode moduler.

3. Koordinasi kegiatan

Kepala ruangan sebagai koordinator kegiatan harus menciptakan kerjasama

yang selaras satu sama lain dan saling menunjang untuk menciptakan

suasana kerja yang kondusif. Selain itu perlu adanya pendelegasian tugas

kepada ketua tim atau perawat pelaksana dalam asuhan keperawatan di

ruang rawat inap.

4. Evaluasi kegiatan

Kegiatan yang telah dilaksanakan perlu dievaluasi untuk menilai apakah

pelaksanaan kegiatan sesuai rencana. Kepala ruang berkewajiban untuk

memberi arahan yang jelas tentang kegiatan yang akan dilakukan. Untuk itu

diperlukan uraian tugas dengan jelas untuk masing-masing staf dan standar

penampilan kerja.

5. Kelompok kerja

Kegiatan di ruang rawat inap diperlukan kerjasama antar staf dan

kebersamaan dalam kelompok, hal ini untuk meningkatkan motivasi kerja

dan perasaan keterikatan dalam kelompok untuk meningkatkan kualitas

kerja dan mencapai tujuan pelayanan dan asuhan keperawatan.

Keterampilan yang harus dimiliki oleh kepala ruangan sebagai manajemen

yang terintegrasi dalam pengorganisasin menurut Marquis dan Huston (2010)

yaitu:

1. Kepala ruangan memandang struktur organisasi sebagai peta yang memberi

jalan kepada siapa mereka harus berkomunikasi dan siapa yang memiliki

kewenangan

2. Kepala ruangan memiliki pemahaman personal tentang rancanagan

organisasi yang lebih besar

3. Kepala ruangan memahami kesulitan yang menyertai setiap struktur,

sehingga dapat memberi dukungan.

4. Kepala ruangan harus memiliki pengetahuan tentang budaya organisasi,

meningkatkan pengembangan budaya yang konstruktif, menjelaskan serta

mengkomunikasikan pengembangan budaya tersebut kepada perawat

pelaksana.

5. Kepala ruangan berpikir kritis dan memiliki perilaku model peran yang baik

untuk menyelesaikan masalah

6. Kepala ruangan menahan diri untuk tidak menghakimi dan mendukung

semua anggota untuk ikut berpartisipasi dan berkontribusi

7. Kepala ruangan memahami organisasi dan mengenali apa yang dapat

dibentuk, diubah, dan yang tetap.

II.1.11 Fungsi Ketenagaan

Ketenagaan mengerjakan perekrutan, wawancara, mengontrak, dan orientasi

staf. Keberhasilan perekrutan tergantung pada sumber daya alam, jumlah tenaga

perawat yang memadai, gaji yang kompetitif, reputasi organisasi, daya tarik

lokasi, dan status ekonomi. Manajer bertanggung jawab dalam merekrut perawat

(Swanburg, 2000).

Hubungan kepala ruangan dengan perekrut harus bersifat kolaboratif.

Kepala ruangan terlibat dalam perekrutan, wawancara, dan pemilihan pegawai.

Keterlibatan kepala ruangan tergantung pada besar institusi, adanya departemen

personalia yang terpisah, adanya perekrut perawat organisasi tersebut dan

penggunaan manajemen keperawatan yang sentralisasi dan desentralisasi.

Merekrut perawat dilakukan dengan wawancara sebagai metode seleksi

penerimaan perawat (Marquis dan Huston, 2010).

Wawancara dapat dijadikan sebagai landasan untuk memilih orang untuk

berbagai posisi. Hal yang paling penting dalam perektutan adalah mengawasi staf

baru selama proses (Swanburg, 2000). Program orientasi yang dipersiapkan dan

dilaksanakan dengan baik mengajarkan perawat baru mengenai perilaku yang

sesuai dengan tujuan organisasi. Orientasi perawat baru yang berhasil akan

mengurangi terjadinya gesekan (Marquis dan Huston, 2010).

Peran kepala ruangan dalam ketenagaan meliputi perencanaan untuk

keperluan ketenagaan selanjutnya dan perubahan di dunia keperawatan. Kepala

ruangan bertanggung jawab dalam penyusunan sistem kepegawaian (Gillies,

2000). Kepala ruangan sangat berperan dalam penjadwalan, pengembangan

perawat, sosialisai perawat, mengadakan pelatihan untuk perawat (Marquis dan

Huston, 2010). Manager harus mengetahui jumlah jabatan yang diatur pada setiap

klasifikasi kerja temasuk jabatan yang kosong. Anggaran keuangan angan

memperlihatkan pekerja apa yang dibutuhkan (Gillies, 2000).

Penjadwalan yang dilakukan sendiri memberikan kesempatan dan tanggung

jawab kepada perawat untuk membuat jadwal kerja sendiri (Marquis dan Huston,

2010). Gillies (2000) menyatakan bahwa dalam hal penjadwalan kepala ruangan

harus mengatur tentang pola-pola perputaran jawdal, jadwal-jadwal liburan, dan

praktek-praktek lembur. Alat dan metode yang digunakan untuk menentukan

kebutuhan kepersonaliaan perlu ditinjau ulang secara berkala. Tanggung jawab

fiskal dan etis adalah fungsi yang menyertai ketenagaan (Marquis dan Huston,

2010).

Berdasarkan pada filosofi para kepala ruangan dalam hal mengembangkan fungsi

ketenagaan menurut Gillies (2000) adalah sebagai berikut:

1. Memberikan seorang staf perawat yang professional secara keseluruhan

dalam ruangan.

2. Memberikan staf yang tepat dengan perbandingan perawat 1:1 dengan

pasien untuk setiap jam kerja.

3. Tenaga kesehatan lain dengan perbandingan 2:1 dengan pasien setiap

ruangan.

4. Melibatkan seluruh staf perawat dalam menyusun program ketenagaan.

5. Membagi tenaga perawat secara merata dalam hal jadwal libur, jam

kerja,waktu putaran, waktu istirahat.

6. Bertanggung dalam perencanaan ketenagaan.

7. Membuat jadwal perawat paling cepat jadwal 2 bulan.

8. Mengerti akan kebutuhan staf dalam hal istirahat, liburan.

9. Memberikan penghargaan kepada perawat berprestasi.

II.1.12 Fungsi Pengarahan

Fungsi pengarahan selalu berkaitan erat dengan perencanaan kegiatan

keperawatan di ruang rawat inap dalam rangka menugaskan perawat untuk

melaksanakan mencapai tujuan yang telah ditentukan. Kepala ruangan dalam

melakukan kegiatan pengarahan melalui: saling memberi motivasi, membantu

pemecahan masalah, melakukan pendelegasian, menggunakan komunikasi yang

efektif, melakukan kolaborasi dan koordinasi (Swanburg, 2000). Memotivasi

adalah menunjukkan arah tertentu kepada perawat atau staf dan mengambil

langkah yang perlu untuk memastikan mereka sampai pada tujuan (Soeroso,

2003).

Kepala ruangan haruslah menunjukkan bahwa ia memiliki kemampuan

bekerja yang harmonis, bersikap objektif dalam menghadapai persoalan dalam

pelayanan keperawatan melalui pengamatan, dan objektif juga dalam menghadapi

tingkah laku stafnya. Kepala ruangan harus peka akan kodrat manusia yang punya

kelebihan dan kekurangan, memerlukan bantuan orang lain, dan mempunyai

kebutuhan yang bersifat pribadi dan sosial (Muninjaya, 2004).

Manajer keperawatan harus memiliki keterampilan komunikasi

interpersonal yang baik. Kepala ruangan setiap hari berkomunikasi dengan pasien,

staf, dan atasan setiap hari (Nursalam, 2012). Komunikasi membentuk inti

kegiatan manajemen dan melewati semua proses manajemen (Marquis dan

Huston, 2010).

Prinsip komunikasi manajer keperawatan menurut Nursalam (2012), yaitu:

1. Manajer harus mengerti struktur organisasi, siapa yang terkena dampak dari

keputusan yang dibuat. Jaringan komunikasi formal dan informal perlu

dibangun antara manajer dan staf

2. Komunikasi bukan hanya sebagai perantara, tetapi sebagai proses yang tak

terpisahkan dalam organisasi

3. Komunikasi harus jelas, sederhana, dan tepat.

4. Perawat profesional adalah mampu berkomunikasi dengan secara adekuat,

lengkap dan cepat.

5. Manajer harus meminta umpan balik apakah komunikasi dapat diterima

6. Menjadi pendengar yang baik adalah komponen penting dalam komunikasi.

Konflik sering terjadi dalam tatanan asuhan keperawatan. Konflik yang

terjadi antar staf dengan staf, staf dengan pasien, staf dengan keluarga dan

pengunjung, staf dengan dokter (Swanburg, 2000). Manajer memiliki interaksi

dengan staf yang memiliki nilai, keyakinan, latar belakang dan tujuan berdeda

yang menjadi sumber terjadinya konflik (Marquis dan Huston, 2010). Sebagai

manajer keperawatan, kepala ruangan memiliki asumsi bahwa konflik suatu hal

yang dapat dihindari dan jika konflik tidak dikelola dengan baik, maka dapat

menghasilkan penyelesaian yang kreatif dan berkualitas. Kepala ruangan

menggunakan konflik yang konstruktif dalam menciptakan lingkungan yang

produktif (Nursalam, 2012).

Pengarahan akan mencapai tujuannya jika dikerjakan dengan baik. Dauglas

dalam Swansburg (2000) mengatakan bahwa ada dua belas aktivitas teknis yang

berhubungan dengan pengarahan pada manajemen, yaitu:

1. Merumuskan tujuan perawatan yang realistis untuk pelayanan keperawatan,

pasien dan perawat pelaksana.

2. Memberikan prioritas utama untuk kebutuhan klien sehubungan dengan

tugas-tugas perawat pelaksana.

3. Melaksanakan koordinasi untuk efisiensi pelayanan.

4. Mengidentifikasi tanggung jawab dari perawat pelaksana.

5. Memberikan perawatan yang berkesinambungan.

6. Mempertimbangkan kebutuhan terhadap tugas-tugas dari perawat pelaksana.

7. Memberikan kepemimpinan untuk perawat dalam hal pengajaran,

konsultasi, dan evaluasi.

8. Mempercayai anggota.

9. Menginterpretasikan protokol.

10. Menjelaskan prosedur yang harus diikuti.

11. Memberikan laporan ringkas dan jelas.

12. Menggunakan proses kontrol manajemen.

II.1.13 Fungsi Pengendalian

Ukuran kualitas pelayanan dan asuhan keperawatan dengan indikator proses

yaitu nilai dokumentasi keperawatan, indikator out put yaitu tingkat kepuasan

klien, tingkat kepuasan perawat, lama hari rawat. Untuk kegiatan mutu yang

dilaksanakan kepala ruang meliputi: Audit dokumentasi proses keperawatan tiap

dua bulan sekali, survei kepuasan klien setiap kali pulang, survei kepuasan

perawat tiap enam bulan, survei kepuasan tenaga kesehatan lain, dan perhitungan

lama hari rawat klien, serta melakukan langkah-langkah perbaikan mutu dengan

memperhitungkan standar yang ditetapkan (Swanburg, 2000).

Tambahan peran manajer dalam pengendalian adalah menentukan seberapa

baik staf melakukan tugas yang diberikan. Hal ini dilakukan dengan penilaian

kinerja. Proses penilaian kinerja staf dapat digunakan secara efektif dalam

mengarahkan perilaku pegawai untuk menghasilkan kualitas pelayanan yang

tinggi (Nursalam, 2012). Marquis dan Huston (2010) menyatakan bahwa

penilaian kinerja membuat staf mengetahui tingkat kinerja mereka.

Dalam melaksanakan penilaian kinerja, manajer perlu menetapkan orang

yang bertanggung jawab mengevaluasi setiap staf. Idealnya supervisor

mengevaluasi rekan terdekatnya, dimana satu orang mengevaluasi kerja rekannya

secara akurat (Nursalam, 2012). Staf harus dilibatkan dalam proses penilaian

kinerja dan memandang penilaian ini sebagai hal yang akurat dan adil (Marquis

dan Huston, 2010).

Peran Manajer dapat mempengaruhi faktor motivasi dan lingkungan. Tetapi

faktor lain yang mungkin mempengaruhi tergantungnya tugas, khususnya

bagaimana manajer bekerja dalam suatu organisasi. Secara umum peran manajer

dapat dinilai dari kemampuannya dalam memotivasi dan meningkatkan kepuasan

staf. Kepuasan kerja staf dapat dilihat dari terpenuhinya kebutuhan fisik, psikis,

dimana kebutuhan psikis tersebut dapat terpenuhi melalui peran manajer dalam

memperlakukan stafnya. Hal ini dapat ditanamkan kepada manajer agar

diciptakan suasana keterbukaan dan memberikan kesempatan kepada staf untuk

melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya (Marquis dan Huston, 2010).

II.1.14 Uraian Tugas Karu, Katim, PP

1. Karu:

Seorang perawat profesional yang diberi wewenang dan tanggung jawab

dan mengelola kegiatan pelayanan perawatan di satu ruang rawat.

Peran Fungsi karu:

1. Menentukan standar pelaksanaan kerja.

2. Memberi Pengarahan katim.

3. Supervisi dan evaluasi tugas staf .

Peran karu dalam:

1. Pengkajian:

Mengidentifikasi masalah terkait fungsi manajamen

2. Perencanaan

a. Menunjuk katim yang bertugas diruangan masing-masing.

b. Mengkikuti serah terima pasien dari shift sebelumnya.

c. Mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien: gawat, transisi,

dan persiapan pulang bersama katim.

d. Mengidentifikasi jumlah perawata yang dibutuhkan berdasarkan

aktivitas dan kebutuhan pasien bersama katim, mengatur

peugasan/penjadwalan.

e. Merencanakan strategi pelaksanaan keperawawatan.

f. Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi patfisiologi,

tindakan medis yang dilakukan, program pengobatan,dan

mendiskusikan dengan dokter tentang tindakan yang akan

dilakukan terhadap pasien.

g. Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan:

1) Membimbing pelaksanaan askep

2) Membimbing penerapan proses keperawatan dan menilai askep

3) Mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah

4) Memberikan informasi kepada pasien atau keluarga yang baru

masuk

h. Membantu pengembangan staf: pendidikan, latihan dll.

i. Merencanakan bimbingan terhadap peserta di keperawatan.

3. Pengorganisasian

a. Merumuskan metode atau sistem penugasan yang digunakan

b. Merumuskan tujuan/sistem metode

c. Membuat rincian tugas katim dan anggota tim secara jelas

d. Membuat rentang kendali: karu membawahi 2 katim, dan katim

membawahi 2 – 3 orang perawat

e. Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan

f. Mengatur dan mengendalikan situasi lahan praktek

g. Mendelegasikan tugas saat karu tidak berada di tempat kepada

katim

h. Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus

administrasi pasien

i. Mengatur penugasan jadwal pos /pekarya

j. Identifikasi masalah dan cara penanganan

4. Pengarahan

a. Memberikan pengarahan kepada ketua Tim

b. Memberikan motivasi dalam meningkatkan

c. pengetahuan, ketrampilan dan sikap anggota Tim

d. Memberi pujian kepada anggota Tim yang

e. melaksanakan tugas dengan baik

f. Membimbing bawahan

g. Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim

h. Melakukan supervisi

i. Memberikan informasi tentang hal-hal yang

j. berhubungan dengan yankep diruangan

k. Melakukan pelaporan dan pendokumentasian

5. Pengawasan

a. Melalui komunikasi: mengawasi dan berkomunikasi langsung

dengan katim maupu pelaksana mengenai askep yang diberikan

kepada pasien.

b. Melalui supervisi:

1) Pengawasan langsung melalui inspeksi, mengamati sendiri atau

melalui laporan langsung secara lisan dan

memperbaiki/mengatasi kelemahan/kendala yang terjadi saat itu

juga

2) Pengawasan tidak langsung mengecek daftar hadir katim ,

membaca dan memeriksa rencana keperawatan serta catatan

yang dibuat selama dan sesudah proses keperawatan

dilaksanakan, mendengarakn laporan katim tentang pelaksanaan

tugas

6. Evaluasi

a. Fungsi pengendalian:

1) Mengevaluasi kinerja katim.

2) Memberikan umpan balik pada kinerja katim.

3) Mengatasi masalah di ruang rawat dan menetapkan tidak lanjut.

4) Memperhatikan aspek legal dan etik keperawatan.

5) Melakukan pelaporan dan pendokumentasian.

2. Katim:

a. Membuat perencanaan berdasarkan tugas dan kewenangannya yang

didelegasikan oleh karu.

b. Membuat penugasan, supervisi dan evaluasi.

c. Mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai kebutuhan pasien.

d. Mengembangkan kemampuan anggota.

e. Menyelenggarakan konferensi.

Peran katim dalam

1. Pengkajian :

Mengumpukan data kesehatan klien

2. Perencanaan

a. Bersama karu mengadakan serah terima tugas setiap pergantian

dinas

b. Melakukan pembagian tugas atas anggota kelompoknya

c. Menyusun rencana askep

d. Menyiapkan keperluan untuk melaksankan askep

e. Mengikuti visite dokter

f. Menciptakan kerjasama yang harmonis antar tim dan antar anggota

tim

g. Memberi ertolongan segera pada klien dengan kedaruratan

h. Membuat laporan pasien

i. Melakukan ronde keperawatan bersama karu

j. Mengorientasikan pasien baru

3. Pengorganisasian

a. Merumuskan tujuan dari pengorganisasian tim keperawatan

b. Melakukan pembagian tugas bersama karu sesuai dnegan perencanaan

terhadap pasien yang menjadi tanggung jawabnya.

c. Pembagian kerja sesuai dengan tingkat ketergantungan pasien

d. Mengkoordinir pekerjaan yang harus dilakukan bersama anggota tim

kesehatan lain

e. Mengatur waktu istirahat untuk anggota tim

f. Mendelegasikan pelaksanaan proses askep kepada anggota tim dan

pelimpahan wewenang: pengambilan keputusan dan penggunaan

sumber daya.

g. Membuat rincian tugas anggota tim meliputi pemberian askep,

kerjasama anggota dan antar tim.

4. Pengarahan

a. Memberikan pengarahan kepada anggota tim

b. Memberikan bimbingan pada anggota tim

c. Memberikan informasi yang berhubungan dengan askep

d. Mengawasi proses pemberian askep

e. Melibat anggota tim sampai awal dan akhir kegiatan

f. Memberikan pujian/motivasi kepada anggota tim

g. Melakukan pelaporan dan pendokumentasian

5. Pengawasan

a. Melalui komunikasi mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan

perawat pelaksana dalam memberi askep

b. Melalui Supervisi: melihat/mengawasi proses askep yang

dilaksanakan oleh anggota tim dan melihat catatan yang dibuat selama

proses keperawatan serta mendengar laporan secara lisan tentang

tugas yang dilakukan.

6. Pengarahan

a. Memberi pengarahan tentang tugas setiap anggota tim.

b. Memberi petunjuk kepada anggota tim dalam melaksnakan askep

c. Memberi teguran, pengarahan kepada anggota tim yang melalaikan

tugasnya atua membuat kesalahan

d. Memberi pujian kepada anggota tim yang melaksanakan tugasnya

dengan baik: tepat waktu, berdasarkan prinsip, rasional, dan sesuai

kebutuhan pasien.

7. Evaluasi

Fungsi pengendalian:

a. Mengevaluasi asuhan keperawatan

b. Memberikan umpan balik pada pelaksana

c. Memperhatikan aspek legal dan etik

d. Melakukan pelaporan dan pendokumentasian

3. Perawat Pelaksana (PP)

Perawat pelaksana: Seorang perawat yang diberikan wewenang dan

ditugaskan untuk memberikan pelayanan keperawatan langsung kepada klien.

Tugas Perawat Pelaksana:

1. Memberikan perawatan secara langsung berdasarkan proses keperawatan

dengan sentuhan kasih sayang.

a. Melaksanakan tindakan perawatan yang telah disusun.

b. Mengevalusai tindakan keperawatan yang telah diberikan.

c. Mencatat dan melaporkan semua tindakan perawatan dan repons pasien

pada catatan perawatan.

2. Melaksanakan program medik dengan penuh tanggung jawab, misal:

a. Pemberian obat.

b. Pemeriksaan laboratorium.

c. Persiapan pasien yang akan dioperasi.

Perawat pelaksana: Seorang perawat yang diberikan wewenang dan

ditugaskan untuk memberikan pelayanan keperawatan langsung kepada klien.

Peran Perawat Pelaksana –Pengkajian- : mengkaji kesiapan pasien dan diri sendiri

untuk melaksanakan suhan keperawatan.

1. Perencanaan

a. Bersama Karu mengadakan serah terima tugas.

b. Menerima pembagian tugas dari katim.

c. Bersama katim menyiapkan keperluan untuk melaksanakan asuhan

keperawatan.

d. Mengikuti ronde keperawatan.

e. Menerima pasien baru.

2. Implementasi

Fungsi Pengorganisasian:

a. Menerima penjelasan tujuan pengorganisasian tim.

b. Menerima pembagian tugas.

c. Melaksanakan tugas yang diberikan oleh katim.

d. Melaksanakan program kolaborasi dengan tim kesehatan lain.

e. Menyesuiakn waktu istirahat dengan anggota tim lainnya.

f. Melaksanakan asuhan keperawatan.

g. Menunjang pelaporan, mencatat tindakan keperawatan yang dilaksanakan.

Fungsi pengarahan:

a. Menerima pengarahan dan bimbingan dari katim.

b. Menerima informasi yang berkaitan dengan askep dan melaksanakan askep

dengan etik dan legal.

c. Memehami pemahaman yang telah dicapai.

d. Menunjang pelaporan dan pendokumentasian.

3. Evaluasi

Fungsi pengendalian:

Menyiapkan menunjukkan bahan yang diperlukan untuk proses evaluasi serta

ikut mengevaluasi kondisi pasien.

II.2 KONSEP PATIENT SAFETY

Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana

rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi asesmen

risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien,

pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak

lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem

tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh

kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan

yang seharusnya dilakukan. (Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah sakit,

Depkes R.I. 2006)

Setiap tahun menetapkan “National Patient Safety Goals” (sejak 2002), Juli

2003: Menerbitkan Pedoman “The Universal Protocol for Preventing Wrong Site,

Wrong Procedure, Wrong Person Surgery”, Maret 2005 mendirikan International

Center for Patient Safety. (JCAHO-Joint Comm. On Accreditation for Healthcare

Organization – USA)

WHO Health Assembly ke 55 Mei 2002 menetapkan resolusi yang

mendorong negara untuk memberikan perhatian kepada problem Patient Safety

meningkatkan keselamatan dan sistem monitoring. Pada bulan Oktober 2004,

WHO dan berbagai lembaga mendirikan “World Alliance for Patient Safety”

dengan tujuan mengangkat isu Patient Safety Goal “First do no harm” dan

menurunkan morbiditas, cedera dan kematian yang diderita pasien. (WHO: World

Alliance for Patient Safety, Forward Programme, 2004). Enam tujuan

penanganan patient safety menurut Joint Commission International antara lain:

mengidentifikasi pasien dengan benarmeningkatkan komunikasi secara efektif,

meningkatkan keamanan dari high-alert medications, memastikan benar tempat,

benar prosedur, dan benar pembedahan pasien, mengurangi risiko infeksi dari

pekerja kesehatan, mengurangi risiko terjadinya kesalahan yang lebih buruk pada

pasien.

Salah satu penyebab utama kesalahan yang tidak dapat dihindarkan oleh

pasien dalam organisasi perawatan kesehatan adalah kesalahan pengobatan.

Pengobatan dengan risiko yang paling tinggi yang menyebakan luka melalui

penyalahgunaan (meliputi kemoterapi, konsentrasi cairan elektrolit, heparin, IV

digoxin, dan adrenergic agonists) adalah dkenal sebagai “high-alert drugs”.

Namun mungkin kesalahan atau mungkin tidak menjadi lebih banyak dengan

obat-obatan tersebut dibandingkan obat yang lainnya, mungkin berhubungan

dapat juga lebih menghancurkan atau memperburuk.

Pada tahun 1999, sekitar 160 organisasi perawat kesehatan melalui United

States- based Institute for Safe Medication Practices (ISMP), lima pengobatan

yang sering terjadi dan hasil yang salah dalam kematian atau masalah yang serius

yang mana adalah Insulin, Opiates and narcotics, Injectable potassium

chloride/phosphate concentrate, Intravenous anticoagulants (heparin) dan

sodium chloride solutions di atas 0.9 %.

Obat-obatan adalah salah satu bagian yang terpenting dalam penanganan

pada pasien untuk memastikan patient safety. Seperti, potassium chloride (2

mEq/ml atau konsentrasi yang lebih), pothasium phosphate, sodium chloride

(0,9%) atau dengan konsentrasi lebih), dan magnesium sulfate (50% atau

konsentrasi lebih). Kesalahan ini dapat juga muncul ketika angota staf tidak engan

benar mengorientasikan ke unit perawatan pasien, ketika perawat kontrak dan

digunakan dan tidak berorientasi dengan benar, atau selama keadaan gawat

darurat. Pada staf pendidik dapat dicegah “Look-Alike, Sound Alike Errors”

mengajarkan staf untuk mencegah bunyi kedengarannya sama tetapi berbeda

dengan menggunakan:

1. Menuliskan dengan benar dan mengucapkan ketika mengkomunikasikan

informasi dalam pengobatan. Buat pendengar tersebut mengulang

kembali pengobatan tersebut untuk meyakinkan mereka mengerti dengan

benar.

2. Mengingatkan merek tersebut dan nama obat generik yang biasa

diucapakan dan seperti terlihat.

3. Memperhatikan potensial untuk kesalahan –kesalahan pembagian ketika

menambahkan obat

4. Kelompokkan obat dengan kategori daripada dengan alpabet.

5. Mengingatkan menempatkan dalam sistem komputer dan di atas label

pada tempat pengobatan untuk tanda dokter, perawat, dan farmasi pada

masalah yang potensial.

6. Meliputi indikasi pada pengobatan dalam menolong farmasi

mengidentifikasi masalah potensial.

7. Melakukan check tempat atau label pengobatan selain label pasien

sebelum memberikan dosis kepada pasien (Joint Commission

International, 2007).

Terdapat enam tahapan untuk mengambil keputusan dalam pemberian

pengobatan yaitu:

1. Membuat diagnosa yang benar.

2. Mengerti patofisiologi pada penyakit tersebut, review pilihan menu dari

farmakoterapi.

3. Teliti pasien – obat dan dosis yang benar.

4. Memilih poin-poin akhir atau bagian untuk mengikuti.

5. Memelihara hubungan terapeutik dg pasien. (Melmon and Morelli’s

Clinical Pharmacology, 2000).

Adapun untuk memberikan obat dengan tepat terdapat 6 tepat yang harus

diperhatikan yaitu:

1. Tepat obat: mengecek program terapi pengobatan dari dokter,

menanyakan ada tidaknya alergi obat, menanyakan keluhan pasien

sebelum dan setelah memberikan obat, mengecek label obat, mengetahui

reaksi obat, mengetahui efek samping obat, hanya memberikan obat yang

didiapkan diri sendiri.

2. Tepat dosis: mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mengecek

hasil hitungan dosis dengan dengan perawat lain, mencampur/mengoplos

obat.

3. Tepat waktu: mengecek program terapi pengobatan dari dokter,

mengecek tanggal kadarluarsa obat, memberikan obat dalam rentang 30

menit.

4. Tepat pasien: mengecek program terapi pengobatan dari dokter,

memanggil nama pasien yang akan diberikan obat, mengecek identitas

pasien pada papan/kardeks di tempat tidur pasien

5. Tepat cara pemberian: mengecek program terapi pengobatan dari dokter,

mengecek cara pemberian pada label/kemasan obat.

6. Tepat dokumentasi: mengecek program terapi pengobatan dari dokter,

mencatat nama pasien, nama obat, dosis, cara, dan waktu pemberian obat

(Kozier, B. Erb, G. & Blais, K. (1997).

II.3 IGD

Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan unit Rumah Sakit yang

memberikan perawatan perama kepada pasien. Unit ini dipimpin oleh seseorang

dokter jaga dengan tenaga dokterahli dan berpengalaman dalam PGD (Pelayanan

Gawat Darurat), yang kemudian bila dibutuhkan akan menunjuk pasien kepada

dokter spesialis tertentu.

Kementrian Kesehatan telah mengelurakan kebijakan Standar Instalasi Gawat

Darurat (IGD). Rumah Sakit yang tertuang dalam KEPMENKES RI No.

856/MENKES/SK/IX?2009 untuk mengatur standarisasi pelayanan gawat darurat

di rumah sakit. Guna meningkatkan kualitas IGD Indonesia perlu komitmen

Pemerintah Daerah utuk membantu pemerintah pusat dengan ikut memberikan

sosialisai kepada masyarakat bahwa dalam penanganan kegawatdaruratan tidak

ditarik uang muka dan penanganan gawat darurat harus dilakukan 5 menit setalah

pasien sampai IGD.

II.4 Triase

Kata triase (triage) berarti memilih. Jadi triase adalah proses skringing secara

cepat terhadap pasien sakit setelah tiba di rumah sakit untuk mengidentifikai ke

dalam salah satu kategori berikut :

1. Dengan tanda kegawatdaruratan (Emergency Signs) memerlulan

penanganan kegawatadaruratan segera.

2. Dengan tanda prioritas (Priority signs) harus diberikan prioritas dalam

antrean untuk segera mendapatkan pemeriksaan dan pengobatan tanpa ada

keterlambatan.

3. Tanpa tanda kegawatdaruratan maupun prioritas. Merupakan kasusn Non-

Urgent sehingga dapat menunggu sesuai gilirannya untuk mendapatkan

pemeriksaan dan pengobatan.

Tanda kegawatdaruratan,Konsep ABCD :

1. Airway : Apakah jalan nafas bebas sumbatan?

2. Breathing : Apakah ada kesulitan bernafas ?Sesak nafas berat (Retraksi

dinding daad,merintih, sianosis).

3. Circulation: Tanda syok (akral dingin, capillary refil >3 detik,nadi cepat

dan lemah).

4. Consciouness : apakah anak dalam keadaan tidak sadar (Coma) Apakah

kejang (Convulsion) atau gelisah (Confusion)?.

5. Dehydration : Tanda dehidrasi berat pada anak dengan diare (Lemah,mata

cekung, turgor menurun).

II.4.1 Pengelompokan Triage Berdasarkan Tagging

1. Prioritas Nol (Hitam) adalah pasien mati atau cedera fatal yang jelad dan

tidak mungkin diresusitasi.

2. Prioritas Pertama (Merah) adalah pasien cedera berrat yang memerlukan

penilaian cepat serta tindakan mediks dan transport segera untuk tetap

hidup (missal : gagal nafas, cedera torako-abdominal, cederakepala atau

maksilo-fasial berat, shok atau perdarahan berat,luka bakar berat).

3. Prioritas Kedua (Kuning) adalah pasien memerlukan bantuan, namun

dengan cedera yang kurang berta dan dipastikan tidak mengalami

ancaman jiwa dalam waktu dekat.

4. Prioritas Ketiga (Hijau) adalah pasien dengan cedera minor yang tidak

membutuhkan stabilisasi segera memerlukan bantuan pertama sederahan

namun memerlukan penilaian ulang berkala.